Be & gg, unang toto handiman, hapzi ali, pendekatan gcg sesuai dengan budaya indonesia, universitas...
-
Upload
unang-toto-handiman -
Category
Business
-
view
37 -
download
1
Transcript of Be & gg, unang toto handiman, hapzi ali, pendekatan gcg sesuai dengan budaya indonesia, universitas...
PENDEKATAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE YANG SESUAI DENGAN BUDAYA INDONESIA
Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Mercu Buana Kondisi saat ini manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan
manajemen berjalan dengan efisien tetapi diperlukan adanya Good Corporate Governance
(GCG) untuk meyakinkan bahwa manajemen telah berjalan dengan baik. GCG menekankan pada
dua hal :
1. Hak pemegang saham terpenuhi dalam hal untuk memperoleh informasi dengan benar dan
tepat pada waktunya .
2. Perusahaan sebagai pengelola perusahaan wajib untuk melakukan pengungkapan (disclosure)
secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder.
Pada kenyataannya menunjukkan masih rendahnya pemahaman terhadap arti penting dari tujuan
penerapan prinsip-prinsip GCG oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Selain itu, budaya
organisasi pun turut mempengaruhi penerapan GCG di Indonesia.
Selama satu dekade terakhir ini, Good Corporate Governance (GCG) banyak dibicarakan dan
menjadi pembahasan dikalangan praktisi dan akademisi. GCG merupakan salah satu kunci
sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus
memenangkan persaingan bisnis global. Banyak perusahaan BUMN dan perusahaan swasta
nasional, yang bergerak di sektor keuangaan, jasa dan pabrikasi telah menerapkan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance.
Dalam penerapannya di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa masalah seperti sekarang :
1. Pengendalian perusahaan di Indonesia masih termasuk yang paling lemah dimana pasar
masih didominasi oleh sejumlah kecil konglomerat yang memiliki kedekatan dengan rezim
kekuasaan. Perusahaan-perusahaan yang memiliki kedekatan politik yang kuat lah yang bisa
memenangkan pasar, persaingan usaha tidak lagi didasarkan pada efisiensi dan kinerja
financial, tetapi berdasarkan jaringan dan kedekatan hubungan personal dengan struktur
kekuasaan.
2. Masalah Korupsi di Indonesia sangat akut dan mengakar ke bawah. Korupsi di lembaga-
lembaga pemerintahan dan di lembaga-lembaga peradilan membuat penegakan hukum sangat
menakutkan, perusahana – perusahaan yang terkait dengan maslah hukum menjadi tidak
mendapat kepastian hukum.
3. GCG perlu dukungan penerapan good governance (GG) di sektor publik agar mendatangkan
hasil GCG yang maksimal, Kenyataannya, implementasi GG masih tertinggal dan masih
maraknya praktek korupsi dan kolusi.
Rendahnya pemahaman dan kualitas GCG menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan kita
belum dikelola secara benar serta menjadi ancaman jatuhnya perusahaan-perusahaan tersebut.,
Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93),
Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Sebagian besar nilai pasar perusahaan-perusahaan
Indonesia yang tercatat di pasar modal (sebelum krisis) ternyata overvalued, bahwa sekitar 90%
nilai pasar perusahaan publik ditentukan oleh growth expectation dan sisanya 10% baru
ditentukan oleh current earning stream.
Berdasarkan pemahaman diatas bahwa lemahnya penerapan GCG perlu pembenahan dan
perubahan, dalam penerapan GCG perlu terobosan dengan pendekatan membangun budaya
organisasi yang sesuai dengan budaya Indonesia yang menjunjung tinggi moral / etika. Ada tiga
prinsip dasar yang telah lama menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara mastarakat
Indonesia. Pertama, Indonesia memiliki UUD 1945 sebagai sumber dasar dari hukum di
Indonesa. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan mengenai nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini menjadikan semua masyarakat mempunyai
kewajiban untuk memelihara budi pekerti, menegakkan keadilan, memberikan suri tauladan dan
mengedepankan kemanusiaan sesuai dengan cita-cita moral yang luhur. Kedua, Prinsip dasar
negara kesatuan Republik Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup harus
dapat mengakomodir sikap dan perilaku masyarakat untuk mengamalkan butir-butir Pancasila
dalam kehidupan kesehariannya. Ketiga, Semboyan ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun
karsa, dan tut wuri handayani yang dipopulerkan oleh Kihajar Dewantara sebagai bapak
pendidikan Bangsa Indonesia.
PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR
Ada dua teori utama yang mendasari pemahaman corporate governance adalah agency theory
dan stewardship theory (Chinn,2000; Shaw,2003). agency theory, menjelaskan mengenai
manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan
penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta
adil terhadap pemegang saham, theory ini dikembangkan oleh Michael Johnson. Selanjutnya
agency theory menjadi dasar pemikiran untuk pengembengan good corporate governance karena
konsepnya lebih mencerminkan kenyataan yang ada dimana pengelolaan dilaksanakan dengan
penuh kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sementara
Stewardship theory lebih menekankan pada hakekat sifat manusia yaitu dapat dipercaya, mampu
bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain.
Inilah yang sering tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham.
Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen dapat dipercaya untuk bertindak
dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
Selanjutna Good corporate governance (GCG) dapat didefinisikan sebagai sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder (Monks,2003). Konsep ini menjelaskan pada dua hal, pertama, hak pemegang
saham untuk mendapatkan informasi dengan benar dan tepat waktu dan, kedua, perusahaan wajib
untuk mengungkapan (disclosure) informasi secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap
semua kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan
perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus
perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme
pengelolaan itu sendiri (soft definition).
TUJUAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Secara umum tujuan diterapkannya Good corporate governance pada banyak perusahaan
BUMN dan swasta nasional adalah sebagai berikut:
1. Untuk memaksimalkan nilai perusahaan dalam bentuk peningkatan kinerja (high
performance) dan citra perusahaan yang baik (good corporate performance)
2. Untuk terciptanya pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien dan
meningkatkan kemandirian perusahaan.
3. Untuk terciptanya proses pengambilan keputusan dan menjalankanya dilandasi oleh etika /
moral yang tinggi serta ketaatan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
serta tanggung jawab sosial.
4. Untuk terciptanya pengelolaan sumber daya yang lebih efisien
5. Untuk terciptanya iklim usaha yang kondusif
PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Agar terpenuhi dan tercapai nya GCG secara baik dan efisien secara umum perlu dipenuhi 5
prinsip dasar berikut :
1. Transparency (pengungkapan Informasi), adalah pengungkapan informasi penting yang
berkaitan dengan perusahaan, pengungkapan tersebut tidak menghilangkan komitmen
perusahaan untuk menjaga kerahasiaan yang diatur oleh hukum dan perundangan serta
praktik Good corporate governance.
2. Accountability (akuntabilitas), adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem, wewenang dan
tanggungjawab setiap bagian individu dari organ perusahaan sehingga tata kelola perusahaan
terlaksana dengan baik.
3. Responsibilty (pertanggungjawaban), adalah kepatuhan tata kelola perusahaan terhadap
peraturan dan perundangan yang berlaku dan pelaksanaan prinsip tata kelola korporasi yang
sehat.
4. Independency (kemandirian), adalah tata kelola secara profesional dengan kejelasan peran
dan fungsi dan tanggungjawab sehingga terhindar dari benturan kepentingan dan terbebas
dari pengaruh dan tekanan Esensi dari corporate governance adalah peningkatan.
5. Fairness (kewajaran), adalah perlakuan yang adil dan wajar di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan kesepakatan perjanjian, kebijakan perusahaan,
peraturan dan perundangan-undangan. TAHAP-TAHAP PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan,
perusahaan harus melakukan pentahapan dengan cermat berdasarkan pemahaman atas situasi dan
kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapan infrastruktur dan pelaku yang akan menjalankannya,
sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di
dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
Tahap Persiapan
Pada Tahap ini perusahaan melalui 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment,
dan 3) GCG manual building. Awareness building, langkah ini merupakan langkah penting
dimana seluruh bagian dalam perusahaan diajak untuk membangun kesadaran mengenai arti
penting GCG dan komitmennya untuk melaksanakan dengan baik dan benar. Langkah ini
biasanya dalam bentuk kegiatan seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.GCG Assessment,
langkah ini merupakan upaya untuk mengukur kondisi perusahaan saat ini, kemudian
menentukan langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur
perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. GCG manual building, langkah
ini adalah langkah penyusunan manual atau pedoman untuk implementasi GCG. Biasanya
Penyusunan manual ini dibantu oleh tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini
isinya terdiri dari berbagai aspek seperti:
• Kebijakan GCG perusahaan
• Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
• Pedoman perilaku
• Audit commitee charter
• Kebijakan disclosure dan transparansi
• Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
• Roadmap implementasi
Tahap Implementasi
Setelah GCG manual selesai disusun langkah selanjutnya adalah mempersiapkan langkah
implementasi. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
1. Sosialisasi, langkah ini adalah kegiatan untuk memperkenalkan tujuan dan prisip dasar GCG
kepada seluruh bagian dalam perusahaan yang terkait dengan implementasi GCG khususnya
mengenai pedoman penerapan GCG. Dalam pelaksanaannya perusahaan perlu membentuk
satu team khusus yang langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu
direktur.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang telah
tersedia, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down
approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi
hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna
mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses kerja bisnis perusahaan,
dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan
GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial,
tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi
Pada Tahap ini perusahaan perlu melakukan evaluasi secara teratur dari waktu ke waktu untuk
mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak
independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat
banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia
ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau
scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan
BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta
capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-
perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
BUDAYA ORGANISASI
Menurut Susanto et al. (2008), definisi operasional budaya organisasi adalah suatu nilai-nilai
yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan
usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi, sehingga masing-masing anggota organisasi
harus menyerap nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku,
pada dasarnya budaya organisasi menyuarakan satu tema sentral yaitu sebuah pengertian
bersama diantara anggota tentang organisasi yang menjadi wadahnya dan bagaimana para
anggota organisasi tersebut sebaiknya berperilaku.
Budaya organisasi mengacu pada sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila
diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh
organisasi itu. Ada tujuh karakteristik primer berikut yang bersama-sama, menangkap hakikat
dari budaya organisasi, yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan
mengambil risiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana para karyawan memperlihatkan presisi (kecermatan),
analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil
pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi Tim, Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar
individu.
6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo
bukannya pertumbuhan (Robbins, 2003).
Dengan masuknya konsep budaya organisasi, manajemen inovasi, dan organisasi belajar,
organisasi dipandang sebagai makhluk hidup atau komunitas. Organisasi sebagai mesin
melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan oleh perancangnya, sedangkan organisasi sebagai
makhluk hidup atau komunitas menetapkan dan memiliki tujuan sendiri. Cara pandang
organisasi sebagai kumunitas membawa perubahan besar dalam cara pandang mengenai peran
dan posisi manusia dalam organisasi.
PERANA ETIKA DALAM BISNIS
Etika berfungsi menggugah kesadaran moral pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik dan etis
didasari nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi konsumen, masyarakat dan demi menjaga nama
baik bisnis sendiri dalam jangka panjang. Etika bisnis menjadi acuan bagi pebisnis untuk
berbisnis tanpa merugikan konsumen, buruh, karyawan, dan masyarakat luas. Hak dan
kepentingan mereka tidak boleh diabaikan oleh praktek bisnis. Praktek praktek monopoli,
oligopoli, kolusi dan sejenisnya menjurus pada kerugian konsumen, masyarakat serta Negara
menjadi obyek bagi etika bisnis untuk dilakukan perbaikan semestinya.
Alasan bisnis berlaku etis ada tiga dasar yang mendasarinya yaitu ajaran agama (tuhan yang
maha kuasa), kepentingan sosial dan perilaku pebisnis yang bernilai utama.
1. Ajaran Agama (tuhan yang maha kuasa)
Agama mengatakan bahwa sesudah kehidupan jasmani ini manusia akan hidup terus dalam
dunia baka, di mana Tuhan sebagai Hakim Maha Agung akan menghukum kejahatan yang
pernah dilakukan dan mengganjar kebaikannya. Pandangan ini didasarkan pada imam
kepercayaan, yang tentunya diharapkan setiap pebisnis akan dibimbing oleh iman
kepercayaannya yang menjadi tugas agama mengajak pemeluknya untuk tetap berpegang
pada motivasi moral.
2. Kontrak Sosial
Segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang pebisnis akan selalu berhubungan dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat, maka pebisnis dalam interaksi bisnisnya memiliki kontrak sosial
dengan masyarakat tempat dimana ia berbisnis untuk selalu menciptakan kesejahteraan
dalam kegiatan bisnisnya. Pandangan ini melihat perilaku manusia dalam perspektif sosial.
Setiap kegiatan dilakukan bersama-sama dalam masyarakat, menuntut adanya norma-norma
dan nilai-nilai moral. Dengan demikian kehidupan kemasyarakatan senantiasa menjadi lebih
sejahtera.
3. Keutamaan
Pebisnis sebagai manusia memiliki nilai mulia dan utama bila melaksanakan bisnisnya secara
bermoral. Keutamaan sebagai ukuran untuk melakukan bisnis terbaik, merupakan
penyempurnaan tertinggi kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik, baik secara
menyeluruh materil dan spirituil. Pebisnis harus melakukan sesuatu kebaikan, karena hal itu
baik. Pebisnis harus berintegritas. Dalam bekerja, pebisnis boleh mencari keuntungan.
Perusahaan merupakan organisasi sebagai alat untuk memperoleh keuntungan. Namun
pebisnis atau perusahaan dikatakan tidak berintegritas, jika kegiatan mereka mengumpulkan
kekayaan tanpa pertimbangan moral.
ING NGARSO SUNG TULODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI
HANDAYANI
Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Semboyan ini
dipopulerkan oleh bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantoro (pahlawan nasional),
semboyan ini menjadi ajaran adi luhung masyarakat Indonesia, semboyan ini secara keseluruhan
menanamkan jiwa kepemimpinan (soft skill), pemimpin yang memegang teguh jiwa satria,
pemimpin yang menjadi panutan, pemipin yang memiliki tanggung-jawab dan integritas yang
tinggi, pemimpin yang memiliki kemandirian dalam bersikap dan dalam pengambilan keputusan,
pemimpin yang terbuka dan mengayomi seluruh pemangku kepentingan.
Ing ngarso sung tulodo, artinya yang di depan memberi contoh. Semboyan memberikan pesan
moral yang tinggi, pebisnis harus memiliki emotional dan spirit quotient yang baik, wise,
responsibility, terbuka terhadap kritik dan berdiri untuk seluruh pemangku kepentingan, sehingga
dapat diterima dan diteladani oleh seluruh pemangku kepentingan. Dalam kalimat ini Ki Hajar
Dewantoro ingin mengingatkan, bahwa anak-anak didik di sekolah selalu belajar melalui apa
yang dicontohkan orang di depan.
Ing madyo mangun karso, artinya yang di tengah membangun. Semboyan ini memberikan pesan
kepada semua yang terlibat dalam bisnis kerja perusahaan bersinergi melaksanakan pekerjaannya
dengan professional focus pada tujuan (output) dan menjunjung tinggi proses, menggunakan
sumber daya dengan efisien dan memberi hasil yang tinggi, melaporkan hasilnya dengan baik
dan benar dan tepat waktu. Madyo atau tengah, dimaksudkan untuk siswa, orang tua dan juga
guru. Ketiganya harus aktif mendukung, agar situasi belajar menjadi kondusif.
Tut wuri handayani, artinya yang di belakang memberi dorongan. Semboyan ini memberikan
pesan pada semua yang terlibat dalam bisnis kerja perusahaan harus memiliki sikap mendorong,
memberikan dukungan, mandiri (independency) tidak selalu bergantung pada yang lain, tidak
berpihak pada satu golongan tapi berdiri untuk semua pemangku kepentingan, dan tidak mudah
dipengaruhi.
PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-
perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah
diterapkan di tingkat internasional. Namun, walau menyadari pentingnya GCG, banyak pihak
yang melaporkan masih rendahnya perusahaan yang menerapkan prinsip tersebut. Masih banyak
perusahaan menerapkan prinsip GCG karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yang ada
dibandingkan yang menganggap prinsip tersebut sebagai bagian dari kultur perusahaan.
1. Hasil survei internasional memberikan nilai yang rendah kepada perusahaan-perusahaan di
Indonesia dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance, bahkan jika
dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Hasil survei tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut.
a. Survei yang dilakukan oleh Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) terhadap standar-
standar corporate governance yang dilakukan oleh 495 perusahaan di 25 negara
berkembang selama bulan Februari sampai dengan bulan April tahun 2001 menunjukkan
bahwa rata-rata skor total untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya
sebesar 37,81 dari skala 0,00-100,00 (100,00 adalah nilai tertinggi). Skor ini lebih rendah
jika dibandingkan dengan skor total untuk perusahaan-perusahaan yang disurvei di
negara Singapura (64,50), Malaysia (56,60), India (55,60), Thailand (55,10), Taiwan
(54,60), Cina (49,10), Korea (47,10), dan Filipina (43,90) (Aries 2008,). Dalam hal ini
terdapat tujuh aspek yang dinilai oleh CLSA, yaitu: transparansi, kedisplinan manajemen,
kemandirian, akuntabilitas, tanggung jawab, keadilan, dan kepedulian sosial dari
perusahaan.
b. Pada tahun 2003, CLSA pertama kali bekerja sama dengan Asian corporate governance
Association (ACGA) dalam melakukan survei terhadap pelaksanaan corporate
governance oleh perusahaan-perusahaan di kawasan Asia. Survei ini masih menggunakan
standar penilaian yang sama dengan tahun 2001 dan 2002 dan dilakukan terhadap 380
perusahaan di 10 (sepuluh) negara Asia. Hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata skor
total untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya sebesar 43,00 dari
skala 0,00 – 100,00. Walaupun skor ini tampak lebih tinggi dibandingkan dengan skor
pada tahun sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan skor dari
kebanyakan negara Asia lainnya. Hanya ada satu negara yang disurvei yang memiliki
skor lebih rendah dibandingkan Indonesia, yaitu Filipina. Singapura skor 69,50, Malaysia
mempunyai skor 65,00, India mempunyai skor 64,80, Thailand mempunyai skor 60,20,
Taiwan mempunyai skor 58,70, Cina mempunyai skor 57,40, Korea mempunyai skor
70,80, dan Filipina mempunyai skor 39,80 (Gill dan Allen, 2003).
c. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2004, CLSA dan ACGA
melakukan penilaian pelaksanaan corporate governance berdasarkan pada 5 (lima) aspek
makro, yaitu: (i) hukum dan praktik, (ii) penegakan hukum, (iii) lingkungan politik, (iv)
standar-standar akuntansi dan audit, serta (v) budaya corporate governance. Masing-
masing aspek mempunyai sejumlah pernyataan yang harus dijawab dengan jawaban ‘ya’
atau ‘tidak’ atau ‘kadang-kadang’. Jawaban ‘ya’ diberi nilai satu, jawaban ‘tidak’ diberi
nilai nol, dan jawaban ‘kadang-kadang’ diberi nilai setengah. Hasil survei pada tahun
2004 ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai skor yang masih rendah di
bandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, yaitu 40,00. Sebagai perbandingan,
Singapura mempunyai skor 75,00, Hongkong mempunyai skor 67,00, India mempunyai
skor 62,00, Malaysia mempunyai skor 60,00, Taiwan mempunyai skor 55,00, Korea
mempunyai skor 58,00, Thailand mempunyai skor 53,00, Filipina mempunyai skor 50,00,
dan Cina mempunyai skor 48,00 (Allen, 2004).
d. Pada tahun 2005, dengan menggunakan standar penilaian yang sama dengan tahun 2004,
hasil survei dari CLSA dan ACGA menunjukkan bahwa Indonesia masih menempati
posisi yang terendah dengan skor sebesar 37,00. Sebagai perbandingan, Singapura
mempunyai skor 70,00, Hongkong mempunyai skor 69,00, India mempunyai skor 61,00,
Malaysia mempunyai skor 56,00, T aiwan mempunyai skor 52,00, Korea dan Thailand
mempunyai skor 50,00, Filipina mempunyai skor 46,00, dan Cina mempunyai skor 44,00
(Gill dan Allen, 2005).
e. Pada tahun 2007, dengan menggunakan standar penilaian yang sama dengan tahun 2004
dan 2005, hasil survei dari CLSA dan ACGA terhadap 582 perusahaan yang terdaftar
pada bursa saham di 11 (sebelas) negara Asia menunjukkan bahwa Indonesia masih
menempati posisi yang terendah dengan skor sebesar 37,00. Sebagai perbandingan,
Hongkong mempunyai skor 67,00, Singapura mempunyai skor 65,00, India mempunyai
skor 56,00, Taiwan mempunyai skor 54,00, Jepang mempunyai skor 52,00.Korea dan
Malaysia mempunyai skor 49,00, Thailand mempunyai skor 47,00, Cina mempunyai skor
45,00, dan Filipina mempunyai skor 41,00 (Gill dan Allen, 2007).
2. Hasil penelitian Sulistyanto dan Nugraheni menunjukkan bahwa corporate governance belum
mampu mengurangi manipulasi laporan-laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan-
perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) (Sulistyanto dan Wibisono, 2003).
PENYEBAB GCG BELUM BERJALAN SECARA OPTIMAL DI INDONESIA
Perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mampu melaksanakan corporate governance dengan
sungguh-sungguh sehingga perusahaan mampu mewujudkan prinsip-prinsip good corporate
governance dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah kendala yang dihadapi oleh
perusahaan-perusahaan tersebut pada saat perusahaan berupaya melaksanakan corporate
governance demi terwujudnya prinsip-prinsip good corporate governance dengan baik. Kendala
ini dapat dibagi tiga, yaitu kendala internal, kendala eksternal, dan kendala yang berasal dari
struktur kepemilikan.
Kendala internal meliputi kurangnya komitmen dari pimpinan dan karyawan perusahaan,
rendahnya tingkat pemahaman dari pimpinan dan karyawan perusahaan tentang prinsip-prinsip
good corporate governance, kurangnya panutan atau teladan yang diberikan oleh pimpinan,
belum adanya budaya perusahaan yang mendukung terwujudnya prinsip-prinsip good corporate
governance, serta belum efektifnya sistem pengendalian internal (Djatmiko, 2004). Kendala
eksternal dalam pelaksanaan corporate governance terkait dengan perangkat hukum, aturan dan
penegakan hukum (law-enforcement). Indonesia tidak kekurangan produk hukum. Secara
implisit ketentuan-ketentuan mengenai GCG telah ada tersebar dalam UUPT, Undang-undang
dan Peraturan Perbankan, Undang-undang Pasar Modal dan lain-lain. Namun penegakannya oleh
pemegang otoritas, seperti Bank Indonesia, Bapepam, BPPN, Kementerian Keuangan, BUMN,
bahkan pengadilan sangat lemah. Oleh karena itu diperlukan test-case atau kasus preseden untuk
membiasakan proses, baik yang yudisial maupun quasi-yudisial dalam menyelesaikan praktik-
praktik pelanggaran hukum perusahaan atau GCG.
Baik kendala internal maupun kendala eksternal sama-sama penting bagi perusahaan, namun
demikian, jika kendala internal bisa dipecahkan maka kendala eksternal akan lebih mudah diatasi
(Djatmiko, 2004). Kendala yang ketiga adalah kendala yang berasal dari struktur kepemilikan.
Berdasarkan persentasi kepemilikan dalam saham, kepemilikan terhadap perusahaan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang terkonsentrasi dan kepemilikan yang menyebar.
Kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki secara dominan oleh
seseorang atau sekelompok orang saja (40,00% atau lebih). Kepemilikan yang menyebar terjadi
pada saat suatu perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang banyak dengan jumlah saham
yang kecil-kecil (satu pemegang saham hanya memiliki saham sebesar 5% atau kurang). Salah
satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh struktur kepemilikan adalah perusahaan tidak dapat
mewujudkan prinsip keadilan dengan baik karena pemegang saham yang terkonsentrasi pada
seseorang atau sekelompok orang dapat menggunakan sumberdaya perusahaan secara dominan
sehingga dapat mengurangi nilai perusahaan. Sama seperti halnya kendala eksternal, dampak
negatif yang ditimbulkan dari struktur kepemilikan dapat diatasi jika perusahaan memiliki sistem
pengendalian internal yang efektif, seperti mempunyai sistem yang menjamin pendistribusian
hak-hak dan tanggung jawab secara adil di antara berbagai partisipan dalam organisasi (Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, manajer, pemegang saham, serta pemangku kepentingan lainnya),
dan dampak negatif ini juga akan hilang jika dalam stuktur organisasinya, perusahaan
mempunyai Komisaris Independen dengan jumlah tertentu dan memenuhi kualifikasi yang
ditentukan (syarat-syarat yang ditentukan untuk menjadi Komisaris Independen). Keberadaan
Komisaris Independen ini diharapkan mampu mendorong dan menciptakan iklim yang lebih
independen, objektif, dan menempatkan keadilan sebagai prinsip utama yang memperhatikan
kepentingan pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya. Peran Komisaris
Independen ini diharapkan mampu mendorong diterapkannya prinsip dan praktik corporate
governance pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, termasuk BUMN. Upaya
perusahaan untuk menghadirkan sistem pengendalian internal yang efektif tersebut terkait
dengan upaya perusahaan untuk mengatasi kendala internalnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa dampak negatif dari struktur kepemilikan akan hilang jika perusahaan mampu
mengatasi permasalahan yang terkait dengan kendala internalnya (Aries, 2008).
PENDEKATAN HOLISTIK
Prasyarat penting dalam implementasi GCG adalah pemetaan keadaan saat ini. Bank Dunia
melalui policy recommendation of ROSC telah melakukan pemetaan. Berikut ini adalah beberapa
rekomendasi utama Bank Dunia:
1. Pemegang saham minoritas harus diberikan hak voting dalam proses nominasi anggota
dewan komisaris dan direksi, misalnya dengan memberikan hak-hak kepada pemegang
saham minoritas tanpa harus melanggar ketentuan one share one vote.
2. Perusahaan-perusahaan publik disarankan untuk memiliki komite nominasi dan remunasi.
Reko- mendasi ini diatur melalui pedoman pembentukan komite nominasi dan remunasi. Hal
ini harus didukung oleh Bapepam dan BEJ dengan mengeluarkan peraturan yang
mewajibkan perusahaan publik memiliki komite nominasi dan remunasi.
3. Direkomendasikan untuk mengadopsi standar internasional dalam pelaporan keuangan.
Pernya- taan standar akuntansi keuangan yang ada saat ini sudah hamper sejalan dengan
international accounting standard (IAS).
4. Langkah-langkah untuk dan melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
5. Memperkuat pengawasan pasar oleh Bapepam dan BEJ. Pengembangan pengawasan pasar
dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia dan teknologi informasi.
Bapepam dan BEJ harus mengintegrasikan sistem-sistem pengawasan mereka, yang
didukung dengan sumber daya manusia yang profesional.
6. Mengkonfirmasi tanggung jawab hukum para akuntan. Disarankan agar rancangan undang-
undang akuntan publik memperkuat tanggung jawab hukum para akuntan, khususnya yang
terkait dengan pihak ketiga dan untuk memungkinkan tuntutan hukum terhadap para akuntan
sekiranya terdapat fraud maupun kelalaian nyata.
7. Memperpendek jangka waktu penyerahan laporan tahunan. Dari semula 120 hari, dan sejak
tahun 2003 telah dikurangi menjadi 90 hari.
8. Mengklarifikasi hak-hak dan akuntabilitas komisaris independen. Dalam undang-undang
perseroan terbatas, peran komisaris independen di setarakan dengan peran komisaris.
9. Merumuskan lebih jauh pedoman mengenai independensi para komisaris independent. Hal
ini terkait dengan uraian tentang peran, kewajiban, dan akuntabilitas komisaris independent.
10. Agar terdapat rumusan yang jelas mengenai transaksi-transaksi yang memiliki benturan
kepentingan bagi para direksi. Situasi benturan kepen- tingan harus diatur dalam pedoman
perilaku (code of conduct) perusahaan.
KESIMPULAN
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini
menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk
melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlu- kan dalam konsep Good Corporate Governance,
yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut
penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa
kinerja yang meng- akibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental
perusahaan.
Dari berbagai hasil penelitian lembaga inde- penden menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate
Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan
bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture
sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut mem- buka wawasan bahwa
korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum
menjalankan governansi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.perumnas.co.id/good-corporate-governance/ Rabu , 15 Maret 2017, 12:05
http://idazahro.blogspot.co.id/2012/10/good-corporate-governance-dalam.html, Rabu, 15 Maret
2017, 12:05