Be & gg, unang toto handiman, hapzi ali, pendekatan gcg sesuai dengan budaya indonesia, universitas...

16
PENDEKATAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE YANG SESUAI DENGAN BUDAYA INDONESIA Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Mercu Buana Kondisi saat ini manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien tetapi diperlukan adanya Good Corporate Governance (GCG) untuk meyakinkan bahwa manajemen telah berjalan dengan baik. GCG menekankan pada dua hal : 1. Hak pemegang saham terpenuhi dalam hal untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya . 2. Perusahaan sebagai pengelola perusahaan wajib untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Pada kenyataannya menunjukkan masih rendahnya pemahaman terhadap arti penting dari tujuan penerapan prinsip-prinsip GCG oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Selain itu, budaya organisasi pun turut mempengaruhi penerapan GCG di Indonesia. Selama satu dekade terakhir ini, Good Corporate Governance (GCG) banyak dibicarakan dan menjadi pembahasan dikalangan praktisi dan akademisi. GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Banyak perusahaan BUMN dan perusahaan swasta nasional, yang bergerak di sektor keuangaan, jasa dan pabrikasi telah menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Dalam penerapannya di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa masalah seperti sekarang : 1. Pengendalian perusahaan di Indonesia masih termasuk yang paling lemah dimana pasar masih didominasi oleh sejumlah kecil konglomerat yang memiliki kedekatan dengan rezim kekuasaan. Perusahaan-perusahaan yang memiliki kedekatan politik yang kuat lah yang bisa memenangkan pasar, persaingan usaha tidak lagi didasarkan pada efisiensi dan kinerja financial, tetapi berdasarkan jaringan dan kedekatan hubungan personal dengan struktur kekuasaan. 2. Masalah Korupsi di Indonesia sangat akut dan mengakar ke bawah. Korupsi di lembaga- lembaga pemerintahan dan di lembaga-lembaga peradilan membuat penegakan hukum sangat

Transcript of Be & gg, unang toto handiman, hapzi ali, pendekatan gcg sesuai dengan budaya indonesia, universitas...

PENDEKATAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE YANG SESUAI DENGAN BUDAYA INDONESIA

Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Mercu Buana Kondisi saat ini manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan

manajemen berjalan dengan efisien tetapi diperlukan adanya Good Corporate Governance

(GCG) untuk meyakinkan bahwa manajemen telah berjalan dengan baik. GCG menekankan pada

dua hal :

1. Hak pemegang saham terpenuhi dalam hal untuk memperoleh informasi dengan benar dan

tepat pada waktunya .

2. Perusahaan sebagai pengelola perusahaan wajib untuk melakukan pengungkapan (disclosure)

secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,

kepemilikan, dan stakeholder.

Pada kenyataannya menunjukkan masih rendahnya pemahaman terhadap arti penting dari tujuan

penerapan prinsip-prinsip GCG oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Selain itu, budaya

organisasi pun turut mempengaruhi penerapan GCG di Indonesia.

Selama satu dekade terakhir ini, Good Corporate Governance (GCG) banyak dibicarakan dan

menjadi pembahasan dikalangan praktisi dan akademisi. GCG merupakan salah satu kunci

sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus

memenangkan persaingan bisnis global. Banyak perusahaan BUMN dan perusahaan swasta

nasional, yang bergerak di sektor keuangaan, jasa dan pabrikasi telah menerapkan prinsip-prinsip

Good Corporate Governance.

Dalam penerapannya di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa masalah seperti sekarang :

1. Pengendalian perusahaan di Indonesia masih termasuk yang paling lemah dimana pasar

masih didominasi oleh sejumlah kecil konglomerat yang memiliki kedekatan dengan rezim

kekuasaan. Perusahaan-perusahaan yang memiliki kedekatan politik yang kuat lah yang bisa

memenangkan pasar, persaingan usaha tidak lagi didasarkan pada efisiensi dan kinerja

financial, tetapi berdasarkan jaringan dan kedekatan hubungan personal dengan struktur

kekuasaan.

2. Masalah Korupsi di Indonesia sangat akut dan mengakar ke bawah. Korupsi di lembaga-

lembaga pemerintahan dan di lembaga-lembaga peradilan membuat penegakan hukum sangat

menakutkan, perusahana – perusahaan yang terkait dengan maslah hukum menjadi tidak

mendapat kepastian hukum.

3. GCG perlu dukungan penerapan good governance (GG) di sektor publik agar mendatangkan

hasil GCG yang maksimal, Kenyataannya, implementasi GG masih tertinggal dan masih

maraknya praktek korupsi dan kolusi.

Rendahnya pemahaman dan kualitas GCG menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan kita

belum dikelola secara benar serta menjadi ancaman jatuhnya perusahaan-perusahaan tersebut.,

Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki

indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93),

Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Sebagian besar nilai pasar perusahaan-perusahaan

Indonesia yang tercatat di pasar modal (sebelum krisis) ternyata overvalued, bahwa sekitar 90%

nilai pasar perusahaan publik ditentukan oleh growth expectation dan sisanya 10% baru

ditentukan oleh current earning stream.

Berdasarkan pemahaman diatas bahwa lemahnya penerapan GCG perlu pembenahan dan

perubahan, dalam penerapan GCG perlu terobosan dengan pendekatan membangun budaya

organisasi yang sesuai dengan budaya Indonesia yang menjunjung tinggi moral / etika. Ada tiga

prinsip dasar yang telah lama menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara mastarakat

Indonesia. Pertama, Indonesia memiliki UUD 1945 sebagai sumber dasar dari hukum di

Indonesa. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan mengenai nilai

kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini menjadikan semua masyarakat mempunyai

kewajiban untuk memelihara budi pekerti, menegakkan keadilan, memberikan suri tauladan dan

mengedepankan kemanusiaan sesuai dengan cita-cita moral yang luhur. Kedua, Prinsip dasar

negara kesatuan Republik Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup harus

dapat mengakomodir sikap dan perilaku masyarakat untuk mengamalkan butir-butir Pancasila

dalam kehidupan kesehariannya. Ketiga, Semboyan ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun

karsa, dan tut wuri handayani yang dipopulerkan oleh Kihajar Dewantara sebagai bapak

pendidikan Bangsa Indonesia.

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR

Ada dua teori utama yang mendasari pemahaman corporate governance adalah agency theory

dan stewardship theory (Chinn,2000; Shaw,2003). agency theory, menjelaskan mengenai

manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan

penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta

adil terhadap pemegang saham, theory ini dikembangkan oleh Michael Johnson. Selanjutnya

agency theory menjadi dasar pemikiran untuk pengembengan good corporate governance karena

konsepnya lebih mencerminkan kenyataan yang ada dimana pengelolaan dilaksanakan dengan

penuh kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sementara

Stewardship theory lebih menekankan pada hakekat sifat manusia yaitu dapat dipercaya, mampu

bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain.

Inilah yang sering tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham.

Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen dapat dipercaya untuk bertindak

dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.

Selanjutna Good corporate governance (GCG) dapat didefinisikan sebagai sistem yang mengatur

dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua

stakeholder (Monks,2003). Konsep ini menjelaskan pada dua hal, pertama, hak pemegang

saham untuk mendapatkan informasi dengan benar dan tepat waktu dan, kedua, perusahaan wajib

untuk mengungkapan (disclosure) informasi secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap

semua kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan

perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus

perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme

pengelolaan itu sendiri (soft definition).

TUJUAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Secara umum tujuan diterapkannya Good corporate governance pada banyak perusahaan

BUMN dan swasta nasional adalah sebagai berikut:

1. Untuk memaksimalkan nilai perusahaan dalam bentuk peningkatan kinerja (high

performance) dan citra perusahaan yang baik (good corporate performance)

2. Untuk terciptanya pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien dan

meningkatkan kemandirian perusahaan.

3. Untuk terciptanya proses pengambilan keputusan dan menjalankanya dilandasi oleh etika /

moral yang tinggi serta ketaatan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

serta tanggung jawab sosial.

4. Untuk terciptanya pengelolaan sumber daya yang lebih efisien

5. Untuk terciptanya iklim usaha yang kondusif

PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Agar terpenuhi dan tercapai nya GCG secara baik dan efisien secara umum perlu dipenuhi 5

prinsip dasar berikut :

1. Transparency (pengungkapan Informasi), adalah pengungkapan informasi penting yang

berkaitan dengan perusahaan, pengungkapan tersebut tidak menghilangkan komitmen

perusahaan untuk menjaga kerahasiaan yang diatur oleh hukum dan perundangan serta

praktik Good corporate governance.

2. Accountability (akuntabilitas), adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem, wewenang dan

tanggungjawab setiap bagian individu dari organ perusahaan sehingga tata kelola perusahaan

terlaksana dengan baik.

3. Responsibilty (pertanggungjawaban), adalah kepatuhan tata kelola perusahaan terhadap

peraturan dan perundangan yang berlaku dan pelaksanaan prinsip tata kelola korporasi yang

sehat.

4. Independency (kemandirian), adalah tata kelola secara profesional dengan kejelasan peran

dan fungsi dan tanggungjawab sehingga terhindar dari benturan kepentingan dan terbebas

dari pengaruh dan tekanan Esensi dari corporate governance adalah peningkatan.

5. Fairness (kewajaran), adalah perlakuan yang adil dan wajar di dalam memenuhi hak-hak

stakeholder yang timbul berdasarkan kesepakatan perjanjian, kebijakan perusahaan,

peraturan dan perundangan-undangan. TAHAP-TAHAP PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan,

perusahaan harus melakukan pentahapan dengan cermat berdasarkan pemahaman atas situasi dan

kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapan infrastruktur dan pelaku yang akan menjalankannya,

sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di

dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam

menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).

Tahap Persiapan

Pada Tahap ini perusahaan melalui 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment,

dan 3) GCG manual building. Awareness building, langkah ini merupakan langkah penting

dimana seluruh bagian dalam perusahaan diajak untuk membangun kesadaran mengenai arti

penting GCG dan komitmennya untuk melaksanakan dengan baik dan benar. Langkah ini

biasanya dalam bentuk kegiatan seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.GCG Assessment,

langkah ini merupakan upaya untuk mengukur kondisi perusahaan saat ini, kemudian

menentukan langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur

perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. GCG manual building, langkah

ini adalah langkah penyusunan manual atau pedoman untuk implementasi GCG. Biasanya

Penyusunan manual ini dibantu oleh tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini

isinya terdiri dari berbagai aspek seperti:

• Kebijakan GCG perusahaan

• Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan

• Pedoman perilaku

• Audit commitee charter

• Kebijakan disclosure dan transparansi

• Kebijakan dan kerangka manajemen resiko

• Roadmap implementasi

Tahap Implementasi

Setelah GCG manual selesai disusun langkah selanjutnya adalah mempersiapkan langkah

implementasi. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:

1. Sosialisasi, langkah ini adalah kegiatan untuk memperkenalkan tujuan dan prisip dasar GCG

kepada seluruh bagian dalam perusahaan yang terkait dengan implementasi GCG khususnya

mengenai pedoman penerapan GCG. Dalam pelaksanaannya perusahaan perlu membentuk

satu team khusus yang langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu

direktur.

2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang telah

tersedia, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down

approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi

hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna

mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.

3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup

upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses kerja bisnis perusahaan,

dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan

GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial,

tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

Tahap Evaluasi

Pada Tahap ini perusahaan perlu melakukan evaluasi secara teratur dari waktu ke waktu untuk

mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak

independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat

banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia

ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau

scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan

BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta

capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-

perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

BUDAYA ORGANISASI

Menurut Susanto et al. (2008), definisi operasional budaya organisasi adalah suatu nilai-nilai

yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan

usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi, sehingga masing-masing anggota organisasi

harus menyerap nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku,

pada dasarnya budaya organisasi menyuarakan satu tema sentral yaitu sebuah pengertian

bersama diantara anggota tentang organisasi yang menjadi wadahnya dan bagaimana para

anggota organisasi tersebut sebaiknya berperilaku.

Budaya organisasi mengacu pada sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang

membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila

diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh

organisasi itu. Ada tujuh karakteristik primer berikut yang bersama-sama, menangkap hakikat

dari budaya organisasi, yaitu :

1. Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan

mengambil risiko.

2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana para karyawan memperlihatkan presisi (kecermatan),

analisis dan perhatian terhadap detail.

3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada

teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil

pada orang-orang di dalam organisasi itu.

5. Orientasi Tim, Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar

individu.

6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.

7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo

bukannya pertumbuhan (Robbins, 2003).

Dengan masuknya konsep budaya organisasi, manajemen inovasi, dan organisasi belajar,

organisasi dipandang sebagai makhluk hidup atau komunitas. Organisasi sebagai mesin

melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan oleh perancangnya, sedangkan organisasi sebagai

makhluk hidup atau komunitas menetapkan dan memiliki tujuan sendiri. Cara pandang

organisasi sebagai kumunitas membawa perubahan besar dalam cara pandang mengenai peran

dan posisi manusia dalam organisasi.

PERANA ETIKA DALAM BISNIS

Etika berfungsi menggugah kesadaran moral pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik dan etis

didasari nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi konsumen, masyarakat dan demi menjaga nama

baik bisnis sendiri dalam jangka panjang. Etika bisnis menjadi acuan bagi pebisnis untuk

berbisnis tanpa merugikan konsumen, buruh, karyawan, dan masyarakat luas. Hak dan

kepentingan mereka tidak boleh diabaikan oleh praktek bisnis. Praktek praktek monopoli,

oligopoli, kolusi dan sejenisnya menjurus pada kerugian konsumen, masyarakat serta Negara

menjadi obyek bagi etika bisnis untuk dilakukan perbaikan semestinya.

Alasan bisnis berlaku etis ada tiga dasar yang mendasarinya yaitu ajaran agama (tuhan yang

maha kuasa), kepentingan sosial dan perilaku pebisnis yang bernilai utama.

1. Ajaran Agama (tuhan yang maha kuasa)

Agama mengatakan bahwa sesudah kehidupan jasmani ini manusia akan hidup terus dalam

dunia baka, di mana Tuhan sebagai Hakim Maha Agung akan menghukum kejahatan yang

pernah dilakukan dan mengganjar kebaikannya. Pandangan ini didasarkan pada imam

kepercayaan, yang tentunya diharapkan setiap pebisnis akan dibimbing oleh iman

kepercayaannya yang menjadi tugas agama mengajak pemeluknya untuk tetap berpegang

pada motivasi moral.

2. Kontrak Sosial

Segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang pebisnis akan selalu berhubungan dengan tingkat

kesejahteraan masyarakat, maka pebisnis dalam interaksi bisnisnya memiliki kontrak sosial

dengan masyarakat tempat dimana ia berbisnis untuk selalu menciptakan kesejahteraan

dalam kegiatan bisnisnya. Pandangan ini melihat perilaku manusia dalam perspektif sosial.

Setiap kegiatan dilakukan bersama-sama dalam masyarakat, menuntut adanya norma-norma

dan nilai-nilai moral. Dengan demikian kehidupan kemasyarakatan senantiasa menjadi lebih

sejahtera.

3. Keutamaan

Pebisnis sebagai manusia memiliki nilai mulia dan utama bila melaksanakan bisnisnya secara

bermoral. Keutamaan sebagai ukuran untuk melakukan bisnis terbaik, merupakan

penyempurnaan tertinggi kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik, baik secara

menyeluruh materil dan spirituil. Pebisnis harus melakukan sesuatu kebaikan, karena hal itu

baik. Pebisnis harus berintegritas. Dalam bekerja, pebisnis boleh mencari keuntungan.

Perusahaan merupakan organisasi sebagai alat untuk memperoleh keuntungan. Namun

pebisnis atau perusahaan dikatakan tidak berintegritas, jika kegiatan mereka mengumpulkan

kekayaan tanpa pertimbangan moral.

ING NGARSO SUNG TULODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI

HANDAYANI

Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Semboyan ini

dipopulerkan oleh bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantoro (pahlawan nasional),

semboyan ini menjadi ajaran adi luhung masyarakat Indonesia, semboyan ini secara keseluruhan

menanamkan jiwa kepemimpinan (soft skill), pemimpin yang memegang teguh jiwa satria,

pemimpin yang menjadi panutan, pemipin yang memiliki tanggung-jawab dan integritas yang

tinggi, pemimpin yang memiliki kemandirian dalam bersikap dan dalam pengambilan keputusan,

pemimpin yang terbuka dan mengayomi seluruh pemangku kepentingan.

Ing ngarso sung tulodo, artinya yang di depan memberi contoh. Semboyan memberikan pesan

moral yang tinggi, pebisnis harus memiliki emotional dan spirit quotient yang baik, wise,

responsibility, terbuka terhadap kritik dan berdiri untuk seluruh pemangku kepentingan, sehingga

dapat diterima dan diteladani oleh seluruh pemangku kepentingan. Dalam kalimat ini Ki Hajar

Dewantoro ingin mengingatkan, bahwa anak-anak didik di sekolah selalu belajar melalui apa

yang dicontohkan orang di depan.

Ing madyo mangun karso, artinya yang di tengah membangun. Semboyan ini memberikan pesan

kepada semua yang terlibat dalam bisnis kerja perusahaan bersinergi melaksanakan pekerjaannya

dengan professional focus pada tujuan (output) dan menjunjung tinggi proses, menggunakan

sumber daya dengan efisien dan memberi hasil yang tinggi, melaporkan hasilnya dengan baik

dan benar dan tepat waktu. Madyo atau tengah, dimaksudkan untuk siswa, orang tua dan juga

guru. Ketiganya harus aktif mendukung, agar situasi belajar menjadi kondusif.

Tut wuri handayani, artinya yang di belakang memberi dorongan. Semboyan ini memberikan

pesan pada semua yang terlibat dalam bisnis kerja perusahaan harus memiliki sikap mendorong,

memberikan dukungan, mandiri (independency) tidak selalu bergantung pada yang lain, tidak

berpihak pada satu golongan tapi berdiri untuk semua pemangku kepentingan, dan tidak mudah

dipengaruhi.

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA

Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-

perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah

diterapkan di tingkat internasional. Namun, walau menyadari pentingnya GCG, banyak pihak

yang melaporkan masih rendahnya perusahaan yang menerapkan prinsip tersebut. Masih banyak

perusahaan menerapkan prinsip GCG karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yang ada

dibandingkan yang menganggap prinsip tersebut sebagai bagian dari kultur perusahaan.

1. Hasil survei internasional memberikan nilai yang rendah kepada perusahaan-perusahaan di

Indonesia dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance, bahkan jika

dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Hasil survei tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut.

a. Survei yang dilakukan oleh Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) terhadap standar-

standar corporate governance yang dilakukan oleh 495 perusahaan di 25 negara

berkembang selama bulan Februari sampai dengan bulan April tahun 2001 menunjukkan

bahwa rata-rata skor total untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya

sebesar 37,81 dari skala 0,00-100,00 (100,00 adalah nilai tertinggi). Skor ini lebih rendah

jika dibandingkan dengan skor total untuk perusahaan-perusahaan yang disurvei di

negara Singapura (64,50), Malaysia (56,60), India (55,60), Thailand (55,10), Taiwan

(54,60), Cina (49,10), Korea (47,10), dan Filipina (43,90) (Aries 2008,). Dalam hal ini

terdapat tujuh aspek yang dinilai oleh CLSA, yaitu: transparansi, kedisplinan manajemen,

kemandirian, akuntabilitas, tanggung jawab, keadilan, dan kepedulian sosial dari

perusahaan.

b. Pada tahun 2003, CLSA pertama kali bekerja sama dengan Asian corporate governance

Association (ACGA) dalam melakukan survei terhadap pelaksanaan corporate

governance oleh perusahaan-perusahaan di kawasan Asia. Survei ini masih menggunakan

standar penilaian yang sama dengan tahun 2001 dan 2002 dan dilakukan terhadap 380

perusahaan di 10 (sepuluh) negara Asia. Hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata skor

total untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya sebesar 43,00 dari

skala 0,00 – 100,00. Walaupun skor ini tampak lebih tinggi dibandingkan dengan skor

pada tahun sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan skor dari

kebanyakan negara Asia lainnya. Hanya ada satu negara yang disurvei yang memiliki

skor lebih rendah dibandingkan Indonesia, yaitu Filipina. Singapura skor 69,50, Malaysia

mempunyai skor 65,00, India mempunyai skor 64,80, Thailand mempunyai skor 60,20,

Taiwan mempunyai skor 58,70, Cina mempunyai skor 57,40, Korea mempunyai skor

70,80, dan Filipina mempunyai skor 39,80 (Gill dan Allen, 2003).

c. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2004, CLSA dan ACGA

melakukan penilaian pelaksanaan corporate governance berdasarkan pada 5 (lima) aspek

makro, yaitu: (i) hukum dan praktik, (ii) penegakan hukum, (iii) lingkungan politik, (iv)

standar-standar akuntansi dan audit, serta (v) budaya corporate governance. Masing-

masing aspek mempunyai sejumlah pernyataan yang harus dijawab dengan jawaban ‘ya’

atau ‘tidak’ atau ‘kadang-kadang’. Jawaban ‘ya’ diberi nilai satu, jawaban ‘tidak’ diberi

nilai nol, dan jawaban ‘kadang-kadang’ diberi nilai setengah. Hasil survei pada tahun

2004 ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai skor yang masih rendah di

bandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, yaitu 40,00. Sebagai perbandingan,

Singapura mempunyai skor 75,00, Hongkong mempunyai skor 67,00, India mempunyai

skor 62,00, Malaysia mempunyai skor 60,00, Taiwan mempunyai skor 55,00, Korea

mempunyai skor 58,00, Thailand mempunyai skor 53,00, Filipina mempunyai skor 50,00,

dan Cina mempunyai skor 48,00 (Allen, 2004).

d. Pada tahun 2005, dengan menggunakan standar penilaian yang sama dengan tahun 2004,

hasil survei dari CLSA dan ACGA menunjukkan bahwa Indonesia masih menempati

posisi yang terendah dengan skor sebesar 37,00. Sebagai perbandingan, Singapura

mempunyai skor 70,00, Hongkong mempunyai skor 69,00, India mempunyai skor 61,00,

Malaysia mempunyai skor 56,00, T aiwan mempunyai skor 52,00, Korea dan Thailand

mempunyai skor 50,00, Filipina mempunyai skor 46,00, dan Cina mempunyai skor 44,00

(Gill dan Allen, 2005).

e. Pada tahun 2007, dengan menggunakan standar penilaian yang sama dengan tahun 2004

dan 2005, hasil survei dari CLSA dan ACGA terhadap 582 perusahaan yang terdaftar

pada bursa saham di 11 (sebelas) negara Asia menunjukkan bahwa Indonesia masih

menempati posisi yang terendah dengan skor sebesar 37,00. Sebagai perbandingan,

Hongkong mempunyai skor 67,00, Singapura mempunyai skor 65,00, India mempunyai

skor 56,00, Taiwan mempunyai skor 54,00, Jepang mempunyai skor 52,00.Korea dan

Malaysia mempunyai skor 49,00, Thailand mempunyai skor 47,00, Cina mempunyai skor

45,00, dan Filipina mempunyai skor 41,00 (Gill dan Allen, 2007).

2. Hasil penelitian Sulistyanto dan Nugraheni menunjukkan bahwa corporate governance belum

mampu mengurangi manipulasi laporan-laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan-

perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) (Sulistyanto dan Wibisono, 2003).

PENYEBAB GCG BELUM BERJALAN SECARA OPTIMAL DI INDONESIA

Perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mampu melaksanakan corporate governance dengan

sungguh-sungguh sehingga perusahaan mampu mewujudkan prinsip-prinsip good corporate

governance dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah kendala yang dihadapi oleh

perusahaan-perusahaan tersebut pada saat perusahaan berupaya melaksanakan corporate

governance demi terwujudnya prinsip-prinsip good corporate governance dengan baik. Kendala

ini dapat dibagi tiga, yaitu kendala internal, kendala eksternal, dan kendala yang berasal dari

struktur kepemilikan.

Kendala internal meliputi kurangnya komitmen dari pimpinan dan karyawan perusahaan,

rendahnya tingkat pemahaman dari pimpinan dan karyawan perusahaan tentang prinsip-prinsip

good corporate governance, kurangnya panutan atau teladan yang diberikan oleh pimpinan,

belum adanya budaya perusahaan yang mendukung terwujudnya prinsip-prinsip good corporate

governance, serta belum efektifnya sistem pengendalian internal (Djatmiko, 2004). Kendala

eksternal dalam pelaksanaan corporate governance terkait dengan perangkat hukum, aturan dan

penegakan hukum (law-enforcement). Indonesia tidak kekurangan produk hukum. Secara

implisit ketentuan-ketentuan mengenai GCG telah ada tersebar dalam UUPT, Undang-undang

dan Peraturan Perbankan, Undang-undang Pasar Modal dan lain-lain. Namun penegakannya oleh

pemegang otoritas, seperti Bank Indonesia, Bapepam, BPPN, Kementerian Keuangan, BUMN,

bahkan pengadilan sangat lemah. Oleh karena itu diperlukan test-case atau kasus preseden untuk

membiasakan proses, baik yang yudisial maupun quasi-yudisial dalam menyelesaikan praktik-

praktik pelanggaran hukum perusahaan atau GCG.

Baik kendala internal maupun kendala eksternal sama-sama penting bagi perusahaan, namun

demikian, jika kendala internal bisa dipecahkan maka kendala eksternal akan lebih mudah diatasi

(Djatmiko, 2004). Kendala yang ketiga adalah kendala yang berasal dari struktur kepemilikan.

Berdasarkan persentasi kepemilikan dalam saham, kepemilikan terhadap perusahaan dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang terkonsentrasi dan kepemilikan yang menyebar.

Kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki secara dominan oleh

seseorang atau sekelompok orang saja (40,00% atau lebih). Kepemilikan yang menyebar terjadi

pada saat suatu perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang banyak dengan jumlah saham

yang kecil-kecil (satu pemegang saham hanya memiliki saham sebesar 5% atau kurang). Salah

satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh struktur kepemilikan adalah perusahaan tidak dapat

mewujudkan prinsip keadilan dengan baik karena pemegang saham yang terkonsentrasi pada

seseorang atau sekelompok orang dapat menggunakan sumberdaya perusahaan secara dominan

sehingga dapat mengurangi nilai perusahaan. Sama seperti halnya kendala eksternal, dampak

negatif yang ditimbulkan dari struktur kepemilikan dapat diatasi jika perusahaan memiliki sistem

pengendalian internal yang efektif, seperti mempunyai sistem yang menjamin pendistribusian

hak-hak dan tanggung jawab secara adil di antara berbagai partisipan dalam organisasi (Dewan

Komisaris, Dewan Direksi, manajer, pemegang saham, serta pemangku kepentingan lainnya),

dan dampak negatif ini juga akan hilang jika dalam stuktur organisasinya, perusahaan

mempunyai Komisaris Independen dengan jumlah tertentu dan memenuhi kualifikasi yang

ditentukan (syarat-syarat yang ditentukan untuk menjadi Komisaris Independen). Keberadaan

Komisaris Independen ini diharapkan mampu mendorong dan menciptakan iklim yang lebih

independen, objektif, dan menempatkan keadilan sebagai prinsip utama yang memperhatikan

kepentingan pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya. Peran Komisaris

Independen ini diharapkan mampu mendorong diterapkannya prinsip dan praktik corporate

governance pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, termasuk BUMN. Upaya

perusahaan untuk menghadirkan sistem pengendalian internal yang efektif tersebut terkait

dengan upaya perusahaan untuk mengatasi kendala internalnya. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa dampak negatif dari struktur kepemilikan akan hilang jika perusahaan mampu

mengatasi permasalahan yang terkait dengan kendala internalnya (Aries, 2008).

PENDEKATAN HOLISTIK

Prasyarat penting dalam implementasi GCG adalah pemetaan keadaan saat ini. Bank Dunia

melalui policy recommendation of ROSC telah melakukan pemetaan. Berikut ini adalah beberapa

rekomendasi utama Bank Dunia:

1. Pemegang saham minoritas harus diberikan hak voting dalam proses nominasi anggota

dewan komisaris dan direksi, misalnya dengan memberikan hak-hak kepada pemegang

saham minoritas tanpa harus melanggar ketentuan one share one vote.

2. Perusahaan-perusahaan publik disarankan untuk memiliki komite nominasi dan remunasi.

Reko- mendasi ini diatur melalui pedoman pembentukan komite nominasi dan remunasi. Hal

ini harus didukung oleh Bapepam dan BEJ dengan mengeluarkan peraturan yang

mewajibkan perusahaan publik memiliki komite nominasi dan remunasi.

3. Direkomendasikan untuk mengadopsi standar internasional dalam pelaporan keuangan.

Pernya- taan standar akuntansi keuangan yang ada saat ini sudah hamper sejalan dengan

international accounting standard (IAS).

4. Langkah-langkah untuk dan melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.

5. Memperkuat pengawasan pasar oleh Bapepam dan BEJ. Pengembangan pengawasan pasar

dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia dan teknologi informasi.

Bapepam dan BEJ harus mengintegrasikan sistem-sistem pengawasan mereka, yang

didukung dengan sumber daya manusia yang profesional.

6. Mengkonfirmasi tanggung jawab hukum para akuntan. Disarankan agar rancangan undang-

undang akuntan publik memperkuat tanggung jawab hukum para akuntan, khususnya yang

terkait dengan pihak ketiga dan untuk memungkinkan tuntutan hukum terhadap para akuntan

sekiranya terdapat fraud maupun kelalaian nyata.

7. Memperpendek jangka waktu penyerahan laporan tahunan. Dari semula 120 hari, dan sejak

tahun 2003 telah dikurangi menjadi 90 hari.

8. Mengklarifikasi hak-hak dan akuntabilitas komisaris independen. Dalam undang-undang

perseroan terbatas, peran komisaris independen di setarakan dengan peran komisaris.

9. Merumuskan lebih jauh pedoman mengenai independensi para komisaris independent. Hal

ini terkait dengan uraian tentang peran, kewajiban, dan akuntabilitas komisaris independent.

10. Agar terdapat rumusan yang jelas mengenai transaksi-transaksi yang memiliki benturan

kepentingan bagi para direksi. Situasi benturan kepen- tingan harus diatur dalam pedoman

perilaku (code of conduct) perusahaan.

KESIMPULAN

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini

menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh

informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk

melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua

informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

Terdapat empat komponen utama yang diperlu- kan dalam konsep Good Corporate Governance,

yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut

penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat

meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa

kinerja yang meng- akibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental

perusahaan.

Dari berbagai hasil penelitian lembaga inde- penden menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate

Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan

bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture

sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut mem- buka wawasan bahwa

korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum

menjalankan governansi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.perumnas.co.id/good-corporate-governance/ Rabu , 15 Maret 2017, 12:05

http://idazahro.blogspot.co.id/2012/10/good-corporate-governance-dalam.html, Rabu, 15 Maret

2017, 12:05

http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/viewFile/16505/16497 Rabu, 15 Maret

2017, 12:05

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=115136&val=5259 Rabu, 15 Maret 2017,

12:05

file:///Users/dewi/Downloads/Bab%20II%20Tinpus%20H10hna-4.pdf Rabu, 15 Maret 2017,

12:05