BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240310/2015/240310150020_4_1297.pdfmemproduksi...

53
43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Permasalahan dan Pemborosan di IKM Pengembangan industri kecil menengah yang berkelanjutan menjadi langkah penting untuk memperkuat dan mempertahankan perekonomian Indonesia. Menurut penelitian sebelumnya, faktor yang memengaruhi keberhasilan di antara IKM Indonesia adalah pemasaran, teknologi, akses modal dan kualitas sumber daya manusia. Sayangnya semuanya faktor- faktor ini masih menjadi masalah di IKM Indonesia (Hamdani, 2013). Pada penelitian ini hal tersebut akan kembali di kaji ulang. Dimulai dari pembahasan permasalahan secara umum yang ada di IKM, kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih khusus terhadap apa yang menjadi masalah utama dan bisa diperbaiki dalam segi operasional. 4.1.1. Permasalahan Umum terkait Pemborosan (waste) Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, permasalahan umum terbesar di IKM adalah ketidaktersediannya modal dan penggunaan sistem teknologi. Pada gambar 6, dapat dilihat grafik permasalahan umum pada IKM bahwa akses terhadap modal/pinjaman menjadi hal yang paling banyak dikeluhkan oleh IKM yaitu sebesar 63,3% IKM. Selanjutnya masalah terbesar berikutnya yaitu pada penggunaan sistem teknologi dengan angka persentase yang sama.

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240310/2015/240310150020_4_1297.pdfmemproduksi...

43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Permasalahan dan Pemborosan di IKM

Pengembangan industri kecil menengah yang berkelanjutan menjadi

langkah penting untuk memperkuat dan mempertahankan perekonomian

Indonesia. Menurut penelitian sebelumnya, faktor yang memengaruhi

keberhasilan di antara IKM Indonesia adalah pemasaran, teknologi, akses

modal dan kualitas sumber daya manusia. Sayangnya semuanya faktor-

faktor ini masih menjadi masalah di IKM Indonesia (Hamdani, 2013).

Pada penelitian ini hal tersebut akan kembali di kaji ulang. Dimulai

dari pembahasan permasalahan secara umum yang ada di IKM, kemudian

akan dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih khusus terhadap apa yang

menjadi masalah utama dan bisa diperbaiki dalam segi operasional.

4.1.1. Permasalahan Umum terkait Pemborosan (waste)

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, permasalahan umum

terbesar di IKM adalah ketidaktersediannya modal dan penggunaan sistem

teknologi. Pada gambar 6, dapat dilihat grafik permasalahan umum pada

IKM bahwa akses terhadap modal/pinjaman menjadi hal yang paling

banyak dikeluhkan oleh IKM yaitu sebesar 63,3% IKM. Selanjutnya

masalah terbesar berikutnya yaitu pada penggunaan sistem teknologi

dengan angka persentase yang sama.

44

Gambar 6. Grafik Permasalahan Umum yang Terjadi di IKM

Masalah penggunaan sistem teknologi tersebut tidak hanya bagi

mereka yang memiliki keterbatasan pada penggunaan gawai atau media

sosial saja, tetapi juga penggunaan alat dan mesin. Hal tersebut berujung

kembali pada permodalan, sehingga dapat disimpulkan akses permodalan

menjadi kendala terbesar di kalangan IKM.

Permasalahan yang terjadi di IKM tidak hanya pada permodalan

saja, terdapat beberapa aspek lain yang menjadi permasalahan. Sumber daya

dan bahan baku, produktifitas, tata letak dan faktor lingkungan menjadi

kendala yang juga dikeluhkan oleh sebagian pelaku IKM. Hal ini

menunjukan bahwa sebenarnya akses permodalan/peminjaman bukanlah

satu-satunya indikator bagi IKM untuk bisa berkembang, masih banyak

aspek lain yang masih dapat ditingkatkan salah satunya yaitu aspek

produktifitas.

46,6%

63,3% 63,3%

40% 40%

26%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

IKM

Perencanaan dan pengembangan usaha Akses terhadap permodalan / pinjaman

Penggunaan sistem teknologi Produktifitas

sumberdaya termasuk bahan baku lain-lain

45

Menurut data dilapangan rendahnya tingkat produktifitas dirasakan

oleh 40% IKM. Hal tersebut baru yang mereka sudah sadari, belum

ditambah dengan faktor-faktor produktifitas lain yang sebenarnya dapat

ditingkatkan menurut teori manufaktur. Selanjutnya 60% sisanya yang

merasa sudah produktif pun belum tentu semuanya mengetahui apa saja

sebenarnya berbagai aktivitas pemborosan yang bisa terjadi dalam proses

produksi, sehingga dapat disepakati apa yang disampaikan Kurniawati

(2015), bahwa permasalahan yang dihadapi oleh sektor industri pertanian

skala kecil dan menengah saat ini adalah rendahnya tingkat produksi atau

produktifitas. Hal tersebut yang kemudian menjadi alasan bahwa

permasalahan produktifitas ini perlu ditetili kembali secara lebih mendalam.

4.1.2. Pemborosan (waste) di IKM

Produktifitas yang baik dapat dinilai dari sejauh mana segala

aktivitas pemborosan dapat diminimalisir, sehingga semakin kecil aktivitas

pemborosan maka tingkat produktifitas akan semakin tinggi. Pada buku

“Toyota Way” terdapat 8 waste atau pemborosan yang dapat terjadi dalam

proses produksi, 8 pemborosan tersebut ialah over motion (gerakan

berlebih), over production (produksi berlebih), waiting (menunggu),

transportation (transportasi), inventory (persediaan berlebih), defect

(cacat), over processing (proses berlebih), dan unused talent (Kemampuan

pekerja).

46

Gambar 7. Grafik Permasalahan Pemborosan di IKM

Pada gambar 7 diatas, disajikan data hasil penelitian yang

menunjukan rata-rata kondisi yang dialami oleh IKM dalam hal

pemborosan. Terlihat bahwa pemborosan terbesar atau paling sering terjadi

ialah defect atau cacat produk yaitu sebesar 56,6% IKM. Defect bisa terjadi

karena banyak faktor, bisa kerusakan mesin, kelalaian pekerja, ataupun

lingkungan kerja. Hal ini menjadi salah satu bentuk pemborosan karena

produk yang mengalami defect akan berkurang kualitasnya bahkan tidak

dapat lagi terjual, selain itu bahan baku dan sumber daya produksi lainnya

seperti waktu, tenaga, dan biaya jadi terkuras habis. Pemborosan lainnya

yang sering terjadi setelah cacat produk yaitu, overmotion (gerakan

berlebih) dan inventory (Persediaan berlebih) seebesar 36,6%. Selanjutnya,

untuk pemborosan yang paling minim dirasakan oleh IKM ialah unused

talent atau upaya mengoptimalkan kemampuan pekerja yang hanya

ditemukan 3,3% saja.

36,6%

6,6%

30%

16,6% 16,6%

56,6%

36,6%

3,3%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1

IKM

Over Motion Over Production Waiting Transportation

Inventory Defect Over Processing Unused Talent

47

Melihat fakta dilapangan tersebut, memang pemborosan-

pemborosan itu cukup sulit dihindari, dari seluruh IKM yang diobservasi

seluruhnya memiliki masalah pemborosan terutama pemborosan yang

paling sering tadi, yaitu defect, overmotion, dan inventory. Fenomena yang

terjadi untuk defect ialah karena tingkat presisi saat produksi oleh pekerja

yang terbatas, para pelaku IKM masih sangat bergantung pada kemampuan

pekerja karena terbatasnya alat dan mesin. Hal ini berkaitan dengan data

sebelumnya bahwa modal/ketersediaan alat mesin pada IKM ini terbatas,

sehingga ini selaras bahwa memang cacat merupakan hal yang sangat riskan

terjadi di IKM, berbeda dengan perusahaan-perusahaan besar yang telah

menggunakan mesin-mesin canggih dan modern, mereka dapat

memproduksi jumlah barang dengan kapasitas yang besar namun juga tidak

mengurangi tingkat presisi dari setiap produk yang diproduksinya.

4.2 Analisis Penerapan Prinsip Lean Manufacturing di IKM

Penelitian dilakukan di wilayah Kota Bandung yaitu pada IKM

dengan produk yang berasal dari olahan hasil pertanian, karena sudah

diketahui bahwa bahan hasil pertanian ini memiliki karakteristik sendiri

yang berbeda dengan bahan olahan lainnya. Menurut Soekartawi (2002),

ada beberapa ciri produk pertanian yaitu antara lain :

1. Produk pertanian adalah produk musiman. Artinya tiap macam produk

pertanian tidak mungkin tersedia setiap saat.

2. Produk pertanian bersifat segar dan mudah rusak.

3. Produk pertanian itu bersifat “bulky”. Artinya, volumenya besar tetapi

nilainya relative kecil.

4. Produk pertanian lebih mudah diserang hama dan penyakit.

48

5. Produk pertanian juga tidak mudah didistribusikan ke lain tempat. Ini

artinya dimaksudkan agar bila produk tersebut terserang hama dan

penyakit, maka diharapkan tidak terjadi penularan.

6. Produk pertanian bersifat local dan kondisional. Ini artinya tidak semua

produk pertanian dapat dihasilkan dari satu lokasi, melainkan berasal

dari berbagai tempat.

7. Produk pertanian mempunyai kegunaan yang beragam.

8. Produk pertanian kadang memerlukan keahlian khusus yang ahlinya

sulit disediakan.

9. Produk pertanian dapat digunakan sebagai bahan baku produk lain

disamping juga dikonsumsi langsung.

10. Produk pertanian tertentu dapat berfungsi sebagai “produk sosial”. Hal

ini berkaitan dengan harga produk tersebut. Jika terjadi kenaikan atau

penurunan harga masyarakat akan memberikan respon baik positif atau

negatif.

Dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya tersebut, maka

perlakuan bahannya pun juga haruslah berbeda. Pada penelitian ini sudah

disamakan sampel atau respondennya yakni IKM yang bergerak dalam

pengolahan hasil pertanian. Selanjutnya untuk menentukan bagaimana

penerapan lean manunfacturing sudah di IKM, perlu adanya pengambilan

dan pengolahan data awal untuk memastikan kembali metode lean

manufacturing ini sudah diterapkan oleh sebagian IKM. Hal tersebut

dikarenakan sangat memungkinkan terdapat banyak kasus dilapangan

bahwa IKM tersebut telah menerapkan, namun hanya saja tanpa disadari

atau memang tidak diketahui sebelumnya oleh para pelaku IKM.

49

Tabel 3. Hasil Uji F signifikasi Simultan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 34.187 7 4.884 16.498 .000a

Residual 6.513 22 .296

Total 40.700 29

a. Predictors: (Constant), S5, Jidoka, SK, Kanban, Kaizen, TQM, Pokayoke

b. Dependent Variable: Menerapkan

Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linier

berganda yaitu uji F. Uji F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel

X yang dalam hal ini adalah penerapan tujuh metode lean manufacturing

secara silmultan (bersama-sama/gabungan) berpengaruh terhadap variabel

Y yang dalam hal ini adalah diterapkannya lean manufacturing oleh IKM.

Hipotesis yang dirumuskan dalam uji F ini yaitu “Adanya pengaruh

penerapan tujuh metode lean manufacturing (X1-X7) secara simultan

terhadap diterapkannya lean manufacturing”. Berdasarkan tabel hasil SPSS

diatas, diketahui nilai Sig. adalah sebesar 0,000. Karena nilai Sig. 0,000 <

0,05, Artinya metode kaizen (X1), poka yoke (X2), jidoka (X3), kanban

(X4), TQM (X5), Standarisasi kerja (X6), dan 5S (X7) secara simultan telah

diterapkan oleh IKM (Y). Hal ini mengacu pada pedoman dalam melakukan

uji F alternatif pertama bahwa kesimpulan dapat diambil dengan

membandingkan nilai signifikansi (Sig.) atau nilai probablitias hasil output

anova dimana jika nilai Sig. < 0,05, maka hipotesis diterima.

Perlu diketahui bahwa dalam hasil uji F, yang menyatakan bahwa

penerapan lean manufacturing tersebut telah berjalan di IKM maksudnya

adalah penerapan yang berjalan walaupun hanya sedikit, artinya walaupun

hanya menerapkan satu metode pun asalkan prinsipnya sudah berjalan

50

dengan sesuai maka IKM tersebut dianggap telah menerapkan lean

manufacturing. Kemudian untuk mengetahui seberapa besarnya penerapan

atau berapa banyaknya metode yang sudah dapat dijalankan oleh setiap

IKM, berikut merupakan hasil data tersebut.

Gambar 8. Grafik Persentase Penerapan Lean Manufakturing di IKM

Pengolahan data dilakukan dengan menilai terlebih dahulu

berapakah metode yang sudah diterapkan dari setiap IKM, setelah diketahui

barulah di klasifikasikan seperti pada gambar 5 diatas, klasifikasi dibagi

menjadi 4 yakni sebagai berikut :

1. IKM tidak menerapkan, yaitu para pelaku IKM yang sama sekali tidak atau

masih belum baik dalam menerapkan tujuh metode dari lean

manufacturing.

2. IKM menerapkan 1-30%, yaitu para pelaku IKM yang telah menerapkan

satu hingga dua dari ke tujuh metode lean manufacturing.

3. IKM menerapkan 31-60%, yaitu para pelaku IKM yang telah menerapkan

tiga hingga empat dari ke tujuh metode lean manufacturing.

48%

11%

24%

17%

IKM tidak menerapkan

IKM menerapkan 1-30%

IKM menerapkan 31-60%

IKM menerapkan 61-

90%%

51

4. IKM menerapkan 61-90%, yaitu para pelaku IKM yang telah menerapkan

lima hingga enam dari ke tujuh metode lean manufacturing.

Dilihat dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa hampir 50% IKM

belum menerapkan satupun dari tujuh metode lean manufacturing tersebut,

sedangkan sisanya sudah ada yang menerapkan hingga 90% namun belum

ada yang hingga 100%, ada saja yang masih terdapat kekurangan. IKM Roti

Arsya, yang menurut data observasi pertama merupakan IKM dengan

penerapan IKM yang hampir 100%. Pada IKM tersebut masih belum

mencoba untuk menerapkan metode kanban dalam proses produksinya.

4.3 Analisis berbagai Metode Lean Manufacturing di IKM

Pengolahan data selanjutnya ialah mengetahui persentase penerapan

metode yang sudah digunakan dari para pelaku IKM yang sebelumnya

sudah dinilai menerapkan metode lean manufacturing. Hasil data kuesioner

yang telah diolah menunjukan bahwa penerapan yang paling banyak

digunakan ialah poka yoke sebesar 40% IKM, kemudian yang kedua ialah

TQM dan kaizen sebesar 33,3% IKM, sedangkan untuk jumlah yang paling

sedikit digunakan ialah 5S dan Kanban masing-masing 6,6% dan 13,3%

IKM,

Gambar 9. Grafik Penerapan tiap Metode Lean Manufakturing

10

12

7

4

10

8

2

0

2

4

6

8

10

12

14

1

IKM

Kaizen Poka yoke Jidoka Kanban TQM SK 5S

52

Menurut hasil tersebut memang sesuai dengan fakta lapangan yang

terjadi untuk tiga terbanyak yaitu poka yoke, kaizen, dan TQM bahwa ketiga

metode tersebut paling dapat mungkin terjadi secara alamiah dalam IKM

yang memiliki keinginan sendiri untuk maju, misalnya saja pada kaizen,

tentu setiap IKM yang sedang mengembangkan usahanya secara benar

selalu menemui hambatan atau kendala yang dengannya otomatis IKM

tersebut kemudian melakukan perbaikan dan dilakukan terus menerus,

kemudian untuk 2 paling sedikit dipakai berturut-turut ialah 5S dan Kanban,

dan jumlah IKM yang menerapkan keduanya terlampau jauh dengan jumlah

IKM pada penerpan metode lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kedua

metode ini cukup terbilang sulit atau belum sesuai diterapkan dalam skala

IKM, salah satu realisasi yang terjadi dilapangan ialah misalnya pada

metode 5S, para pelaku IKM masih menomor dua kan hal ini. Terbukti pada

gambar 7, penerapan 5S tentang masalah kebersihan, kerapihan, dan

keteraturan hanya dapat diterapkan oleh dua dari 30 IKM yang dilakukan

survey. Berdasarkan hasil diskusi didapatkan hal-hal tersebut masih

menjadi prioritas yang rendah dibandingkan dengan pemenuhan permintaan

pasar ataupun soal sistem kerja, rata-rata bila aspek yang utama tersebut

sudah terpenuhi barulah sebuah usaha mulai beralih atau mencari sesuatu

yang meningkatkan kualitas dan kenyamanan semua SDM.

4.4 Model Konseptual Lean Manufakturing di IKM

Semejak diterapkan dan perkenalkannya oleh Toyota pada tahun

1940, lean manufacturing mulai menjadi perhatian dunia manufaktur

termasuk Amerika Serikat yang kala itu masih menerapkan mass production

53

yang dianggap merupakan konsep terbaik, dikembangkan oleh perusahaan

mobil Amerika Serikat yaitu Ford, mass production merupakan sistem

produksi massal menggunakan pekerja dengan tingkat keahlian yang rendah

untuk merancang produk dengan menggunakan sebuah paket mesin yang

mahal. Kini keadaan itu terus membalik, dimana perusahaan manufaktur di

Amerika akhirnya menyadari bahwa konsep tradisonal dari mass production

harus diadaptasikan kedalam ide-ide lean manufacturing.

lean manufacturing hingga kini masih digunakan dan akan terus

digunakan karena memang merupakan sebuah konsep yang fleksibel dan

kontinyu, artinya akan terus bergerak untuk melakukan perbaikan yang

berkelanjutan tanpa henti, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa lean

manufacturing ini merupakan sebuah sistem yang sangat baik dan

berdampak besar pada sebuah kegiatan produksi. Berpedoman dari fakta

tersebut maka alangkah baiknya bila konsep ini terus disebarluaskan, bila

pada kala itu adaptasi dilakukan kepada sebuah raksasa manufaktur di

Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya, maka kiranya juga tepat

bila konsep ini pun coba diadaptasikan kepada industri yang berskala

dibawahnya yakni pada skala kecil dan menengah. Utamanya di Indonesia,

kebutuhan akan pengembangan unit usaha kecil ini sedang sangat

dibutuhkan dan sedang coba terus digencarkan oleh pemerintah, maka salah

satu untuk mendukung hal tersebut ialah melakukan peningkatan dari sisi

produksi yang secara lebih terperinci mencakup eliminasi pemborosan,

pengurangan biaya, serta peningkatan kualitas kerja.

Dalam melakukan adaptasi konsep lean manufacturing ini kedalam

dunia IKM, maka perlu diketahui terlebih dahulu sistem operasi atau konsep

54

kegiatan produksi yang selama ini berkalan di IKM. Hasil dari observasi

yang telah dilakukan dilapangan, memang terlihat bahwa semakin rendah

tingkat usaha yakni dari tingkat menengah, kecil hingga ke tingkat usaha

mikro, maka akan semakin rendah bahkan sama sekali tidak

mempertimbangkan produktifitas kerja, mereka hanya mengikuti tradisi

atau kebiasaan yang dilakukan pendahulu atau warga sekitarnya yang

berada dalam satu wilayah.

Dalam penelitian ini setelah mengobservasi banyak IKM, dipilihlah

tujuh IKM yang tepat dan sesuai kriteria serta dinilai yang paling baik dalam

menerapkan metodenya, sehingga mewakili untuk diobservasi lebih dalam

dan dirancang model konseptual penyesuaian penerapan tujuh metode lean

manufacturingnya. Tujuh IKM tersebut ialah Sambel Inohong yang berasal

dari komoditas pengolahan cabe dan bawang diharapkan mampu mewakili

bagaimana metode kaizen di IKM, Chepotatoes yang bergerak dalam

industri pengolahan kentang untuk penerapan poka yoke, pada industri kopi

Kadatuan Koffie dipercaya untuk mewakili penerapan jidoka, Bimandiri

yang bergerak dalam pengolahan sayuran segar untuk mewakili penerapan

metode kanban, Tintin Chips yang sudah dapat memasarkan produknya ke

berbagai daerah hingga luar negeri, Roti Arsya yang dapat selalu menjaga

kualitas dan unggul dalam pasar roti warung sebandung raya, dan Mom-

Akh yang memroduksi beragam jenis kue berskala rumah tangga, namun

karena keuletannya dalam menjaga kualitas produk membuatnya hampir

dapat menerapkan prinsip 5S dengan baik.

55

4.4.1 Rich Picture Situasi Permasalahan (Finding Out)

Faktor wawasan dan ilmu pengetahuan memang manjadi faktor

kunci, atau setidaknya adanya kemauan untuk mau berubah dan menggali

informasi yang lebih luas akan memberikan dampak positif pada kemajuan

usahanya. Terutama dalam aspek produksi, sebagian besar hanya sebatas

memahami langkah atau bagaimana sebuah produk dihasilkan tanpa melihat

aspek lain yang dapat menjadi penghambat proses produksi tersebut.

Melihat hal tersebut maka dapat diambil kembali kesimpulan bahwa

konsep lean manufacturing masih jauh dari kalangan para pelaku IKM. Ini

sudah dibuktikan dilapangan bahwa rata-rata para pelaku IKM juga

mengaku cukup asing dengan lean manufacturing, bahkan dari seluruh

responden, hampir sebagian besar tidak mengetahui istilah kaizen, poka

yoke, jidoka dan metode lean lainnya. hanya mungkin beberapa saja yang

mengatakan pernah mendengar namun tidak tahu maksud dari istilah

tersebut.

Ketidakpahaman akan istilah tersebut namun belum tentu berarti

tidak melakukan proses yang medekati kearah sana, setelah menggali

informasi terkait konsep produksi dan perlakukuan-perlakuan yang

mengarah pada lean manufakturing, beberapa dari IKM ternyata memang

sudah melakukannya, namun hanya saja ada penyesuaian yang dilakukan

karena kondisi dan faktor lingkungan kerja.

56

SDM

Disiplin

CEO

Income

Konsumen

TransaksiProduk

Produksi

Masalah

Reward & Punishment

SOPDiskusi

Ide

Evaluasi

Pemerintah Daerah

Perguruan Tinggi

Pertanian dan Perkebunan

Sertifikasi

Program Penyuluhan dan Pengembangan

Usaha

Peningkatan penghasilan

Penghargaan/Apresiasi Pemerintah

Kelompok Tani

Kesejahteraan Masyarakat Sekitar

Sarana prasarana penunjang

Alat dan Mesin

Lean ManufacturingKaizen

Poka Yoke

Jidoka

TQM

Standarisasi Kerja

Kanban

Bahan Baku

Penelitian Mahasiswa

Laboratorium

Program Pengabdian masyarakat

Konsultasi Ahli

Bantuan Pemerintah

Dana Usaha

Kebijakan Pemerintah/Regulasi

Loyalitas Pelanggan Halal

PIRT

BPOM

Rekomendasi Perbaikan Sistem

Gambar 10. Rich Picture Situasi di IKM

4.4.2 Root Definition (Modelling)

Analisis CATWOE akan dilakukan berdasarkan kaidah yang sudah

ditentukan dimana didalamnya terdapat Customer, Action, Transformation,

57

Weltanschaung, Owner, dan Environment yang sudah disusun dalam bentuk

tabel, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Analisis CATWOE

Customer • Perusahaan

• Pekerja / Karyawan

• Konsumen

• Perusahaan Retail

Actors • CEO

• SDM

• Suplier

Transformation • Minim inovasi → Perbaikan terus menerus

• Banyak ketidakpastian aturan → SOP

Weltanschaung • SDM yang disiplin dan kerja professional

• Terjadi kemajuan perusahaan

Owner • Produsen

• CEO

Environment • Media

• Budaya

• Kapasitas SDM

Customer ditentukan melalui orang atau pihak yang menerima hasil

dari penerapan lean manufacturing di IKM. Pihak-pihak yang disebutkan

dapat dikelompokkan menjadi yang mendapat keuntungan maupun yang

dirugikan. Setelah diidentifikasi melalui rich picture dan peta proses bisnis,

tidak ada pihak yang masuk kategori dirugikan. Actor ditentukan

berdasarkan siapa orang-orang yang berperan dalam terwujudnya

penerapan lean manufacturing di IKM dari tahap awal hingga dapat

menerapkan prinsipnya dengan baik.

Transformation merupakan perubahan input menjadi output yang

diharapkan dari keseluruhan kegiatan yang diidentifikasi. Dimana dalam hal

ini yaitu tentang cara IKM dapat memenuhi kaidah penerapan lean

manufacturing. Weltanschaung juga berarti sudut pandang. Melalui sudut

58

pandang tersebut ditentukan apa yang menjadikan transformation memiliki

beberapa makna. Sudut pandang yang diambil dan diutamakan dalam

penelitian ini yaitu sudut pandang IKM secara umum dalam hal proses

operasional yaitu menghilangkan segala bentuk pemborosan (waste)

Owner ditentukan berdasarkan dimana keputusan tertinggi berada.

Pada kondisi ini yaitu para pelaku yang mendirikan atau membangun usaha.

Terakhir Environment ditentukan berdasarkan kendala utama yang terjadi

diluar batasan sistem yang akan sangat berpengaruh terhadap pemenuhan

penerapan lean manufacturing di IKM.

59

4.4.3 Model Konseptual Kaizen

Gambar 11. Model Konseptual Penyesuaian Penerapan Kaizen di IKM

60

Salah satu metode lean manufacturing yang sudah tidak asing lagi

dikalangan pelaku manufaktur skala atas adalah kaizen. Kaizen sudah seperti

menjadi kewajiban bagi mereka untuk bisa selalu berupaya memajukan

perusahaannya. Dikalangan pelaku IKM metode kaizen rata-rata dilakukan atas

dasar terjadinya masalah dalam produksi, dari 30 IKM yang diobservasi ditemukan

10 IKM yang telah menerapkan metode kaizen ini, dan IKM yang dipilih untuk

dijadikan objek penelitian penyesuaian metode kaizen ialah sambel inohong,

walaupun masih pada skala IKM dan juga umur usaha yang belum lama, sambel

inohong ini sudah dapat memasarkan produknya keluar negeri dan sudah terikat

kerjasama dengan dengan pihak Bandara Soekarno-Hatta.

Hasil dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan adalah

ditemukannya berbagai bentuk penerapan hingga bagaimana tahapannya bisa dapat

berjalan optimal. Berikut tahapan penerapan kaizen yang ada di IKM oleh Sambel

Inohong:

1. Menciptakan suasana kekeluargaan

Tahapan yang pertama ini menjadi dasar untuk penerapan metode

kaizen, bahkan juga menjadi bagian dari tahapan pada penerapan metode

lean manufacturing lainnya, karena tahapan ini merupakan tahapan awal

agar bisa menyatukan ikatan emosional antara pimpinan dan pekerja, juga

antara pekerja dan pekerja. Salah satu indikator keberhasilan tahapan ini

ialah sikap pekerja yang sudah tidak ragu lagi menyampaikan curahan

hatinya kepada atasan atau pekerja yang lain. Hal ini menunjukan hubungan

antar SDM perusahaan bukan lagi seperti kepada orang lain, namun sudah

seperti ikatan keluarga pada umumnya.

61

Adapun bentuk penerapan yang bisa dijalankan setelah

dilakukannya tahapan ini yaitu akan mudah terserapnya semua aspirasi dan

kebutuhan yang sebenarnya dari pekerja, sehingga tidak ada lagi hal-hal

yang ditutupi atau tidak tercurahkan, dampaknya pada kenyamanan kerja

semua SDM karena apa yang dilakukan atau menjadi ketentuan bersama

sudah sesuai dengan hati nurani. Contoh kecil dilapangan yang ada pada

sambel inohong ialah masalah waktu kerja, telah dibicarakan terlebih dulu

antar satu pekerja dengan pekerja lainnya perihal kesibukan mereka, ada

yang masih sekolah dan memang menganggur, maka penentuan harus

diprioritaskan pada yang memiliki keperluan lain yaitu pekerja yang masih

kuliah, akhirnya diputuskanlah bahwa pekerja yang memang menganggur

ditempatkan saat pagi hari dan yang saat siang hari ia kuliah ia bisa bekerja

mulai sore harinya, sehingga keduanya dapat tetap bekerja tanpa terbebani

masalah apapun.

Faktor yang dapat mempengaruhi tahapan ini ialah budaya atau

kondisi lingkuangan perusahaan, bila sejak awal sudah muncul persatuan

dan keramahtamahan maka suasana kekeluargaan pun pada akhirnya juga

akan mulai dirasakan. Faktor yang kedua ialah media komunikasi, menurut

pimpinan sambel inohong media komunikasi akan menghilangkan batasan

komunikasi antar seluruh SDM, sehingga hal tersebut perlu difasilitasi

dengan baik yaitu dengan membuat jaringan komunikasi pribadi yang

secara bebas dan tanpa biaya mereka gunakan ketika berkomunikasi antar

sesama pekerja.

62

2. Merasakan atau pernah mencoba semua bidang kerja (pimpinan)

Pada saat memberikan intruksi atau pengarahan untuk melakukan

sebuah proses produksi kepada pekerja, maka pemimpin yang baik

seharusnya lebih dulu mempraktekannya hingga dapat memahami kesulitan

dan lingkungan kerja tersebut, sehingga setelahnya sang pemimpin dapat

bersimpati dan memahami bagaimana harus memperlakukan pekerja

dengan baik.

Salah satu penerapannya ialah pemimpin dapat mengetahui apa yang

menjadikan kondisi kerja pekerjanya menjadi nyaman dan produktif

sehingga dibuatlah atau ditambahkannya instrumen atau sarana prasarana

tambahan yang memang tepat guna. Contoh kasus pada Sambel Inohong

ialah pada administrasi keuangan. Pimpinan menyadari karena sudah pernah

merasakannya bahwa untuk mengurusi keuangan merupakan hal yang tidak

mudah, butuh konsentrasi dan ketelitian yang tinggi. Pimpinan akhirnya

memberikan tempat yang khusus dan jauh dari kegiatan produksi sehingga

pekerja yang menjadi administrasi keuangan pun dapat bekerja dengan

fokus.

3. Mengembangkan sikap solutif dan proaktif pada SDM

Kemampuan individu yang teroptimalkan dengan baik akan sangat

berpengaruh pada sebuah perusahaan agar menjadi unggul. Begitu juga

yang diterapkan Sambel Inohong, Pimpinan selalu sebisa mungkin

menjadikan para pekerjanya untuk bisa berkembang dalam hal keterampilan

dan kemampuan kerja. Dalam hal ini yang paling pimpinan tekankan ialah

sikap solutif dan proaktif, kedua hal ini menjadi hal yang diandalkan dan

terus ditingkatkan oleh pimpinan.

63

Bila hal ini sudah dapat muncul dan terealisasi dengan baik akan

berdampak pada kemandirian para pekerja untuk ikut mengembangkan

perusahaan, tidak akan lagi ada pekerja yang pasif dan hanya bekerja bila

diperintah, orientasinya hanya dapat bekerja untuk mendapat gaji seoptimal

mungkin dengan beban kerja yang seminim mungkin. Sikap solutif yang

dimaksudkan adalah selalu menghadapi kendala atau permasalahan dengan

mandiri menggunakan penyelesaian masalah yang bisa dilakukan tanpa

harus memperpanjang dan menghambat lingkungan kerja yang lainnya.

Sementara proaktif disini adalah sikap kerja yang selalu berusaha aktif

dalam menuntaskan setiap pekerjaan, memiliki tanggung jawab, serta peduli

akan kondisi dan target perusahaan.

Bentuk penerapan dari mengembangkan kedua sikap ini ialah

dengan selalu melakukan evaluasi yang tidak hanya membahas perbaikan

kerja, namun juga motivasi kerja yang harus selalu terjaga dan juga

peningkatan kapasitas keilmuan dan pemahaman, termasuk sikap solutif dan

proaktif tadi yang bisa disampaikan dengan cara membuat contoh studi

kasus kegiatan produksi atau dengan penyampaian yang terus menerus

sehingga pada akhirnya akan tertanam dalam diri pekerja.

Faktor pendukung dari tahapan ini ialah keahlian dan keterampilan

khusus pekerja yang sudah dimilikinya, ini akan memberikan keuntungan

bagi perusahaan untuk dapat dimanfaatkan dalam hal-hal yang perusahaan

butuhkan. Contoh kasus misalnya pekerja memiliki kemampuan desain,

maka perusahaan tidak perlu lagi mencari seorang desainer, namun cukup

hanya kepada pekerjanya langsung, atau misalnya pekerja pernah punya

pengamalan di bengkel mesin, maka perusahaan tidak perlu khawatir lagi

64

bila terjadi masalah dengan mesin produksinya karena memiliki pekerja

yang dapat memperbaikinya.

4. Memberi pemahaman bahwa perubahan akan selalu ada

Perubahan dalam lingkungan industri sangat berkaitan dengan

berbagai hal yang secara umum biasa disebut aktivitas bisnis. Produksi

harus bisa menyesuaikan dengan kondisi pasar, keinginan konsumen,

ketersediaan bahan baku, lingkungan kerja, ketersediaan alat dan lain

sebagainya yang sudah disadari akan terus mengalami perubahan baik itu

bersifat menguntungkan ataupun kerugian. Melihat hal tersebut maka hal

yang mesti dilakukan ialah mengadaptasi kearah perbaikan, oleh karenanya

ini menjadi puncak dari penyesuaian kaizen dalam linkungan IKM. Pada

akhirnya seluruh SDM perlu memahami dan mengimplementasikannya

dalam kegiatan produksi, sehingga minimalnya para pekerja sudah dapat

memaklumi atau bersikap positif terhadap kebijakan-kebijakan yang

sengaja dibuat untuk perbaikan karena dia sudah memahami hal tersebut

dilakukan demi kemajuan perusahaanya.

Bentuk penerapannya dalam perusahaan ialah masih terkait dengan

evaluasi berkala, memang pada kesempatan tersebut pimpinan perusahaan

harus bisa memanfaatkannya sebaik mungkin. Termasuk dalam

memberikan pemahaman pada pekerja agar mereka berubah dan dapat

menyatukan persepsi seluruh SDM yang ada.

Salah satu indikator keberhasilannya ialah para pekerja menjadi

peka akan permasalahan produksi dan tidak tinggal diam. Sikap solutif

sudah dilakukan namun jika tidak menemukan jalan keluar dari

permasalahan tersebut, maka sikap yang sebaiknya muncul ialah

65

menyampaikannya dan mendiskusikan bersama untuk sama-sama

menemukan solusi atas permassalahan tersebut.

66

4.4.4 Model Konseptual Poka yoke

Gambar 12. Model Konseptual Penyesuaian Penerapan Poka Yoke di IKM

67

Pada penerapannya di industri skala besar, poka yoke sudah menggunakan

basis teknologi seperti sensor atau sistem kendali yang di desain khusus untuk

mencegah terjadinya kesalahan. Adapun yang lebih sederhana ada pada desain alat-

alat kerja produksi mereka, melihat dari pengalaman atau kejadian yang sudah

terjadi, mereka melakukan perubahan dalam hal sarana prasarana untuk

mengurangi kesalahan kerja yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan faktor kesalahan

manusia yang sulit dihilangkan, manusia berbeda dengan mesin, manusia memiliki

potensi kesalahan yang lebih besar dalam hal konsistensi karena faktor hilangnya

konsentrasi atau mulai munculnya titik jenuh.

Dalam lingkup skala IKM, penerapan poka yoke sangat jarang diaplikasikan

kedalam alat dan mesin produksi. Mereka yang sudah mengaplikasikan hanya

melalui penggunaan alat dan mesin konvensional sederhana, contoh pada alat

misalkan botol cairan anti tumpah atau menghindari kelebihan penuangan

sedangkan contoh pada mesin misalnya sudah tersedianya lampu indikator atau

alarm peringatan untuk mencegah proses berlebih.

Hal paling umum diterapkan di IKM yang tujuannya mengarah pada prinsip

poka yoke adalah dengan memanfatkan rangkaian prosedur kerja yang dibuat. IKM

yang dipilih untuk menjadi contoh penyesuaian penerapan lean manufacturing di

IKM adalah Chepotatoes, berikut tahapan yang dilakukannya :

1. Membuat prosedur kerja yang dapat menghasilkan produk/proses kerja

yang tanpa cacat

Cara kerja sebuah produksi menjadi hal penting dalam menciptakan

produk yang berkualitas. Pada lingkup IKM ketika alat dan mesin modern

sudah tidak lagi diharapkan karena permasalahan modal, maka solusi yang

68

bisa diambil adalah dengan mengatur standar kerja yang ada. Kesalahan

yang mungkin terjadi dicegah dengan prosedur kerja tambahan. Hal inilah

yang dilakukan Chepotatoes dalam mengatasi terjadinya kesalahan kerja.

Chepotatoes walaupun masih dalam skala IKM dan belum memiliki nama

tenar di lingkungan masyarakat, mereka berani menjual mahal produk-

produk yang dimilikinya untuk kalangan menengah keatas. Hal tersebut

dikarenakan standar kualitas produksi yang mereka terapkan. Para pemilik

dari Chepotatoes rata-rata merupakan lulusan sarjana dan berasal dari

jurusan yang terkait dengan penanganan bahan dan pelayanan konsumen,

sehingga kualitas kerja yang baik sudah cukup dipahami oleh mereka.

Berbagai penerapan pencegahan pun dibuat dalam alur produksi,

contoh-contoh kebijakan prosedur tersebut misalnya pada penanganan

bahan awal, untuk mencegah terjadinya proses cacat bahan karena proses

biologis, maka pencucian ulang dilakukan kembali setelah dipotong. Contoh

kedua pada perebusan bahan dengan tingkat kematangan yang pas,

dikhawatirkan terjadi kelebihan atau kekurangan kematangan bahan maka

untuk menjamin hal tersebut tidak terjadi pekerja harus mengukurnya

langsung dalam pengukur waktu atau stopwatch.

Menurut salah satu pemilik Chepotatoes, hal penting yang dapat

mendukung pencegahan kesalahan pada proses produksi serupa dengan

teori yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu ketersediaan alat dan mesin

yang memadai. Mesin yang berkualitas dan modern pun menjadi harapan

mereka untuk manghasilkan produk yang baik secara kontinyu. Pencegahan

melalui prosedur kerja yang teliti masih bisa berjalan baik untuk jumlah

69

produksi yang masih kecil, namun ketika untuk pemenuhan permintaan

pasar yang besar kesalahan kerja masih akan sangat mungkin terjadi.

2. Melakukan pengujian atau percobaannya prosedur

Dalam memastikan prosedur kerja yang mencegah berbagai resiko

kesalahan dan cacat, maka prosedur tersebut harus langsung diuji terapkan

terlebih dahulu kepada pekerja sebelum ditetapkan secara baku. Hal tersebut

untuk melihat respon dan seberapa tepat sasaran pencegahan kerusakan bisa

terjadi.

3. Evaluasi berkala

Ketika semuanya sudah ditetapkan maka proses selanjutnya adalah

pengawasan sistem yang sudah berjalan. Hal ini secara berkala dilakukan

untuk mencegah kesalahan prosedur tersebut berpengaruh buruk pada

kualitas produk akhir yang berujung pada loyalitas konsumen. Bentuk

penerapannya dalam kegiatan selama produksi ialah dilakukannya

pemantauan langsung. Bila masih ditemukan lesalahan atau cacat maka

akan segera diperingatkan atau akan dijadikan bahan evaluasi.

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi tahapan ini ialah tingkat

kredibilitas dan kapabilitas. Kredibilitas pekerja akan membuat pimpinan

cenderung tenang setiap memberikan kepercayaan atau tugas pada pekerja,

sedangkan kapabilitas berdampak pada kuantitas dan kualitas hasil produk.

Selain itu ada pula pemahaman pimpinan dan pekerja. Terutama pimpinan,

pimpinan yang sudah memahami betul terkait bidang produk yang

dijalankan akan membuat perkembangan usaha semakin berjalan cepat, hal

ini dikarenakan proses trial and error akan berkurang sehingga kegagalan

70

produksi akan semakin minim. Selanjutnya untuk pemahaman pekerja,

pemahaman pekerja disini adalah terkait wawasan pekerja dalam

penanganan bahan. Mengikuti standar kerja saja sebenarnya sudah baik,

namun dapat akan lebih baik lagi bila pekerja paham akan pemahaman

tentang proses dan bahan tersebut sehingga saat berlangsungnya evaluasi,

pekerja tersebut dapat ikut berinteraksi bahkan memberikan masukan yang

membangun untuk perbaikan sistem produksi.

71

4.4.5 Model Konseptual Jidoka

Gambar 13. Model Konseptual Penyesuaian Penerapan Jidoka di IKM

72

Sama hal nya dengan metode poka yoke, jidoka yang kini diterapkan pada

perusahaan-perusahaan besar menggunakan berbagai alat modern yang dirancang

agar dapat mendeteksi kesalahan Perbedaan antara poka yoke dan jidoka yaitu pada

waktu penanganannya, poka yoke berperan sebelum kesalahan terjadi sehingga

cacat/kerusakan dapat dicegah sebelumnya, sedangkan jidoka bersifat pengawasan

yang bila mana sudah terjadi kesalahan, segera mendeteksinya dan langsung

menghentikan seluruh aktivitas kerja. Ketika sudah terhentinya seluruh proses

kerja, maka tidak akan ada lagi produk cacat yang akan terproduksi. Selanjutnya

barulah pihak teknisi yang akan melakukan perbaikan terhadap kerusakan apa yang

terjadi dan setelahnya produksipun bisa dilanjutkan kembali dalam keadaan proses

standar.

Hal-hal tersebut jarang terjadi di IKM karena permintaan pasar yang masih

rendah dan juga sarana prasarana yang masih seadanya. Hasil observasi,

penanganan seperti jidoka dalam lingkup IKM berjalan dengan pengawasan

langsung dari pihak controlling. Hal tersebut dapat diterima karena pada skala IKM

peran mesin masih sangat minim, sebaliknya peran manusia lah yang menentukan

baik atau buruknya kualitas produksi

Pada penerapan metode lean manufacturing di IKM ini, Kadatuan Koffie

menjadi salah satu IKM yang menjaga proses penanganan kerusakan/cacat tersebut.

Hal itu berkaitan dengan lingkup olahan produk yang dibuatnya yaitu kopi. Bagi

kalangan pecinta kopi sangatlah sensitif bila rasa ataupun aroma yang tercipta dari

kopi terdapat kejanggalan, oleh karenanya Kadatuan Koffie selalu menjaga kualitas

produk yang dihasilkannya. Berikut beberapa tahapan penerapan jidoka yang

Kadatuan Koffie jalankan selama ini :

73

1. Membuat SOP baku yang tertulis mempertimbangkan rawan kesalan dan

letak cacat yang bisa terjadi.

Standar kerja kembali menjadi tahapan awal untuk bisa menerapkan

sistem jidoka ini. Standar kerja dibuat dalam menghadapi kemungkinan

kerja yang terjadi, sehingga diperlukan wawasan dan keilmuan terlebih

dulu dari para pimpinan perusahaan. Salah satu contoh sekaligus bentuk

penerapannya ialah berbagai keputusan pimpinan yang memberlakukan

kebijakan pengawasan terjadinya kerusakan. Misalnya pada pergantian

pekerja dalam mengontrol suatu mesin. Para pekerja harus secara

bergiliran dalam mengawasi dan mengendalikan kerja suatu mesin yang

misalnya dalam industri kopi ialah mesin roasting. Hal ini dikarenakan

keterbatasan manusia untuk dapat senantiasa fokus.

Bentuk penerapan yang lainnya ialah sikap responsif yang mesti

dilakukan bila memang kesalahan tersebut sudah terjadi. Pertama yang

disampaikan oleh narasumber, terkait adanya cacat bahan baku yang ikut

masuk dalam proses produksi, untuk hal ini hanya perlu dilakukan

pemisahan saja. Kedua yang terjadi pada Kadatuan Koffie ialah cacat

roasting yang sebelumnya pada sistem bergantian control mesin masih saja

didapat kesalahan, maka hal yang dilakukan ialah pemisahan dan penurunan

produk lain yang dapat juga dimanfaatkan atau masih dapat bernilai.

Terakhir pengawasan pada produk yang sudah jadi, artinya barang yang

belum terjual pun jangan sampai ketika sudah waktunya kadularsa bisa

pindah ke tangan konsumen, hal ini dapat menurunkan loyalitas konsumen.

74

Faktor pendukung yang dapat mempengaruhi tahapan yang pertama

ini adalah wawasan dan ilmu pengetahuan dari pimpinan. Kedua, berkaitan

dengan bahan baku, bahan baku yang tersedia banyak akan membuat pilihan

dalam mengambil kualitas terbaik juga akan meningkat, sehingga bahan

baku dengan kualitas buruk akan semakin minim. Terakhir alat dan mesin

yang memiliki kapasitas dan kualitas baik, jika alat dan mesin modern sudah

dapat dimiliki maka akan mengurangi tingkat kesalahan produksi akan

semakin berkurang. Hal ini membuat pengawasan dari controlling pun

dapat dikurangi.

2. Menunjuk PIC dari setiap sektor kerja

Person In Charge atau PIC merupakan orang yang ditunjuk untuk

menjadi penanggung jawab dalam suatu pekerjaan. Penyerahan peran

tersebut juga diterapkan pada Kadatuan Koffie. Setiap bagian sektor kerja

ada PIC nya masing-masing, sehingga apapun yang terjadi dalam sektor

kerja tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan olehnya.

Adapun faktor penghambat dari tahapan ini ialah ketika banyaknya

yang keluar masuk dari keanggotaan pekerja. Hal itu bedampak pada tingkat

kepercayaan dan pengalaman kerja yang minim sehingga kualitas produksi

tidak terjamin.

3. Menyepakati tim control yang memantau keseluruhan sistem kerja di

lapangan

PIC setelah tersedia pada setiap sektor, dibuat juga tim kontrol untuk

keseluruhan sistem kerja, jika sektor kerja cukup banyak maka tim kontrol

kembali dibagi lagi, sehingga akhirnya masing-masing kelompok dipegang

75

oleh satu controlling. Orang yang berperan dalam controlling ini bisa oleh

pimpinannya langsung, namun akan lebih baik bila ada seseorang yang

khusus mengambil peran tersebut.

Faktor yang mempengaruhi sistem ini bisa dikarenakan oleh panjang

atau lamanya hasil dari proses perizinan BPOM. Padahal hal tersebut sangat

dibutuhkan bagi perusahaan makanan dan minuman yang sedang dalam

perkembangan. Izin itu dapat menjadi acuan dan bukti bahwa seluruh proses

produksi hingga hasil produk yang dihasilkan adalah aman, dan hal tersebut

berpengaruh pada tingkat kepercayaan para konsumen.

76

4.4.6 Model Konseptual Kanban

Gambar 14. Model Konseptual Penyesuaian Penerapan Kanban di IKM

77

Kanban adalah metode lean manufacturing yang sulit ditemukan pada skala

IKM. Pada survey yang dilakukan memang hasilnya kanban berada pada posisi

kedua metode paling sedikit diterapkan yakni sebanyak 7%, terpaut tipis beberapa

persen diatas metode 5s sebanyak 4%, namun penyesuaian yang dilakukan cukup

besar dari kanban yang sebenarnya. Survey sebanyak 7% itu mengandung tingkat

toleransi yang cukup tinggi karena tidak adanya penerapan yang hampir serupa.

Akhirnya penetapan dilakukan dengan mencari proses yang satu prinsip dengan

kanban, sehingga pada intinya dalam survey tersebut yang dianggap menerapkan

kanban masih belum sempurna penerapannya.

Dari seluruh IKM yang diobservasi, yang paling mendekati metode ialah

pada IKM Bimandiri di lembang, mereka menggunakan sistem kartu atau voucher

yang mereka buat sendiri untuk memudahkan pendataan dan proses kerja mereka,

akhirnya sistem tersebut dianggap terus memberi dampak yang baik dan akhirnya

terus dipertahankan sampai sejauh ini. Berikut perjalanan tahapan yang mereka

lalui hingga sistem tersebut berhasil berjalan dengan baik :

1. Melakukan trial and error

Disampaikan oleh salah satu jajaran pimpinan Bimandiri bahwa

sebelum proses yang benar-benar tepat guna berjalan, tentunya proses trial

and error itu akan ada. Mereka yang benar-benar memperhitungkannya

dengan sebaik mungkin pun masih memiliki resiko ketidak sesuaian terjadi,

oleh karenanya jangan ragu untuk selalu berubah mencari inovasi terbaru

dalam proses produksi. Dalam hal ini Bimandiri mengkerucutkan solusinya

pada sebuah alat bantu yang bisa menjadi alat penyampai informasi dan

akurasi data. Para pelaku IKM yang bila dirasa sudah waktunya untuk

78

menggunakan alat bantu kartu seperti ini jangan hanya sebagai wawasan

untuk sekedar mengetahuinya. Sistem ini harus dicoba dan dipelajari

langsung apakah memberi dampak baik bagi proses produkai.

Faktor yang dapat mempengaruhi tahapan ini kembali terkait

kapabilitas dan keilmuan pimpinan perusahaan. Semakin wawasan itu

dimiliki, ditambah lagi dengan pengalaman, maka proses trial and error

tersebut akan berkurang

2. Membuat format kartu/voucher yang disesuaikan dengan kebutuhan

Ketika penggunaan kartu ini mulai dirasa cocok dan memberi

pengaruh baik, maka susunlah dulu format yang akan dicantumkan dengan

baik sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Contoh sederhana yang

diberikan Bimandiri pada kartu mereka adalah jumlah barang yang rusak

atau tidak terpakai untuk keperluan kebijakan perusahaan. Hal selanjutnya

yang harus dilakukan adalah menetapkan alur penyimpanan atau

penempatan voucher serta PIC dari masing-masing sektor kerja tersebut

sudai sesuai kebutuhan.

Faktor untuk tahapan ini yaitu pada sarana dan prasarana, bila masih

fokus pada kebutuhan bahan baku dan alat, maka untuk penyediaan lain

seperti kartu dan komputer untuk operator akan sulit terlaksana. Hal tersebut

karena bahan baku dan alat merupakan prioritas utama.

3. Menguji coba sistem menggunakan kartu/voucher tersebut

Setelah semua siap maka langah selanjutnya adalah pengujian,

beberapa contoh hal yang harus diperhatikan bila sistem yang akan

dijalankan serupa dengan Bimandiri adalah jumlah jenis kertas yang

digunakannya, tujuan dari setiap jenis kertas, kemudian harus disiapkan

79

operator pada setiap sektor kerja untuk menerima dan menginput data pada

komputer. Faktor yang mempengaruhi rangkaian uji coba ini adalah

pamahaman dan dukungan para pekerja terhadap sistem yang dibuat.

4. Memperbaiki alur atau format kartu/voucher

Kembali yang menjadi tahapan terakhir pada suatu tahapan

penerapan metode adalah evaluasi. Evaluasi dapat menghasilkan output

perubahan pada format kartu. Hal tersebut bisa terjadi karena masih ada data

yang dibutuhkan atau bahkan berlebihan data. Output lainnya adalah

perubahan cara kerja atau penindakan tegas. Kejadian yang riskan terjadi

pada sistem ini adalah ketika pekerja lupa atau salah menuliskan data pada

kartu sehingga menyebabkan kesalahan data.

Faktor yang dapat mempengaruhi ini ialah keuletan para pekerja

beresiko melakukan kesalahan. kedatangan supplier yang membeludak

Sehingga menyebabkan penumpukan proses awal yang berlanjut pada

kondisi pabrik yang tidak kondusif. Terakhir lingkungan kerja yang buruk

juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pekerja sehingga kualiatas kerja

menurun.

80

4.4.7 Model Konseptual Total Quality Management

Gambar 15. Model Konseptual Penyesuaian Penerapan TQM di IKM

81

Total Quality Management (TQM) merupakan salah satu sistem yang ada

pada lean manufacturing. Pada dasarnya sistem ini memanfaatkan seluruh elemen

perusahaan untuk sama-sama menghasilkan kualitas produk sesuai dengan

kepuasan pelanggan, TQM sangat mungkin terjadi di IKM karena konsep kerja

mereka yang dipengaruhi oleh kemampuan individu. Hal tersebut dikarenakan

sebagian IKM terutama yang masih skala kecil masih melakukan usaha dengan

orang yang terikat hubungan keluarga dan bahkan hingga para pekerjanya, sehingga

mereka sudah saling kenal dekat dan sudah paham satu dengan lainnya. Ada hal

lain namun yang harus dipenuhi yaitu penanaman prinsip bagi seluruh SDM dalam

hal kualitas dan pemenuhan kepuasan konsumen, oleh karenanya keduanya harus

diselaraskan

Salah satu IKM yang sukses dalam menerapkan hal tersebut ialah Tintin

Chips, walaupun produknya jarang ditemui di mini market hingga super market dan

kurang dikenal dikalangan masyarakat, namun penjualan Tintin Chips ternyata

sudah tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Produknya pun dapat terjual dengan

harga yang tinggi. Hal ini membuktikan nilai produk yang juga tinggi. Berikut

tahapan yang dilalui Tintin Chips untuk mencapai penerapan prinsip TQM di IKM:

1. Membasakan diri selalu bersikap baik dan menebar energi positif

(Pimpinan)

Hal yang menjadi contoh dari poin ini adalah kesalahan-kesalahan

kecil pekerja jangan sampai dibesar-besarkan, tapi harus dimotivasi untuk

mebangkitkan kembali semangatnya. Bentuk penyesuaian penerapan yang

dilakukan Tintin Chpis adalah dengan diadakannya program kajian pola

penguatan iman yang memberikan ilmu, motivasi, dan pengalaman kerja.

82

Faktor penghambat yang bisa terjadi ialah menurunnya semangat kerja

pekerja.

2. Menumbuhkan rasa kasih sayang pada SDM

Hal yang diharapkan dari tahapan ini adalah ketikan pekerja satu

dengan lainnya sudah menjadi teman yang akrab ditempat kerja dan selalu

tolong menolong dalam kesulitan.

3. Menciptakan keterbukaan antar elemen dalam perusahaan

Pimpinan tidak lagi hanya sebagai manajer perusahaan namun juga

sebagai orang tua yang menjadi salah satu tempat menyampaikan keluh

kesah, utamanya dalam lingkungan kerja. Keterbukaan tersebut pun

misalnya dalam berbagi ilmu dan pengalaman, hingga dampak besar yang

bisa terjadi seperti pada Tintin Chips adalah para pekerja jadi ikut dapat

merintis usahanya sendiri berkat ilmu dan penagalaman yang diberikan oleh

pimpinan.

4. Meningkatkan kemampuan dan membangun rasa percaya diri SDM hingga

mampu mengambil keputusan

Indikator tahapan kerja ini ialah saat pekerja sudah dapat

menjalankan produksi secara mandiri tanpa harus terlebih dahulu diberikan

arahan lagi dari pimpinan

5. Melakukan tes pasar untuk mencari dan memenuhi kepuasan konsumen

Hal ini dapat dilakukan dengan meminta testimony pada para

pelanggan yang sudah membeli produknya. Bentuk penyesuain yang

dilakukan ketika tes pasar beserta perubahan pada produknya sudah

dilakukan adalah membetuk sistem kerja yang mandiri dan terkendali.

Selanjutnyan cepat tanggap dalam menangani permsalah dengan positif.

83

Adapun faktor pendukung dari pemenuhan kebutuhan konsumen ini ialah

pola daya beli mereka yang sudah dapat dipresdiksi, kemudian faktor

penghambatnya adalah penyediaan bahan baku apabila sedang sulit

84

4.4.8 Model Konseptual Standarisasi Kerja

Gambar 16. Model Konseptual Penyesuaian Penerapan SK di IKM

85

Penerapan yang paling mudah dipahami atau sudah diketahui sebelumnya

oleh para IKM adalah standarisasi kerja, walaupun mereka mengetahui maksdunya,

namun tidak benar-benar mereka terapkan pada kegiatan produksi. Alasan yang

paling umum ialah standar kerja hanya berupa penyampaian lisan saja dan

selanjutnya dijadikan kebiasaan. Kekurangannya dari hal tersebut belum tentu akan

tepat sasaran terhadap produktifitas kerja karena dibuat secara tidak optimal dan

tersusun. Selanjutnya tidak menjamin kedisiplinan para pekerja karena berbagai

kebijakan tersebut seperti kurang ditekankan pada pekerja, berbeda dengan IKM

yang sudah menempelkan standar kerja tersebut ditempat kerja.

IKM yang sudah baik dalam menanamkan prinsip standarisasi dalam

kegiatan produksinya ialah Roti Arsya. Roti Arsya merupakan produsen roti yang

terus meluaskan pasarnya hingga di kota Bandung dan sekitarnya, dan banyak

diminati warung-warung yang bertebaran di setiap tempat karena kualitasnya yang

baik dan tidak mudah kadaluarsa. Berikut tahapan yang dilakukan Roti Arsya untuk

menerapkan standarisasi kerja tersebut :

1. Pendekatan personal dengan para pekerja hingga akhirnya membentuk

ikatan emosional

Tahapan pertama semacam ini juga dilakukan untuk tiga metode

lainnya yaitu kaizen, TQM, dan 5S. Menciptakan suasana kekeluargaan,

membentuk ikatan emosinal, atau lain sebagainya menjadi hal yang penting

untuk awal kerjasama dalam melakukan kegiatan produksi, sehingga tidak

ada lagi keraguan atau sikap tidak nyaman antara satu dengan yang lainnya.

Menurut pemilik Roti Arsya, membentuk ikatan emosional dapat

dilakukan dengan interaksi yang mendalam hingga ikatan emosional itu

86

didapat. Beliau mencontohkan, misalnya dengan cara ikut makan dengan

para pekerja sambil mengobrol santai. Faktor yang mendukungnya ialah

tradisi atau suasana kerja perusahaan, sehingga lama kelamaan dengan

sendirinya ikatan tersebut muncul dengan sendirinya. Kedua yaitu pada

ketegasan pimpinan, ketika terjadi gesekan pekerja yang sulit dihindarkan,

maka pimpinan dituntut untuk bisa menjadi penengah yang adil dan tegas

dalam menyelesaikan hal tersebut.

2. Memberikan motivasi kerja

Hal yang dilakukan selanjutnya yaitu memberi motivasi kerja

kepada pekerja. Bentuk dari tahapan ini beragam. Pertama ialah dengan

memberikan pencerahan atau pengalaman hidup yang dapat memotivasi

pekerja. Kedua dengan memberikan sanksi yang tegas terhadap setiap

pelanggaran agar pekerja mendapatkan efek jera bila melakukan kesalahan.

Terakhir Roti Arsya menerapkan sistem reward yangakan diberikan kepada

mereka yang punya semangat dan disiplin kerja yng tinggi.

Adapun faktor yang berperan disini adalah sarana dan prasarana

kerja yang memadai. Ketika sarana prasarana yang sesuai kebutuhan

terpenuhi maka akan meningkatkan semangat kerja bagi para pekerja.

Faktor yang kedua ialah lingkungan kerja baik dari kalangan keluarga

mereka sendiri, antar pekerja, atau masyarakat umum. Berbagai tekanan

tersebut kadang dialami oleh pekerja misalnya terjadi masalah dengan istri

atau singgungan dengan pedagang warung dan lain sebagainya, bila tidak

dikembangkan mental yang baik maka pekerja tersebut akan dengan mudah

memperburuk kegiatan produksi atau lebih buruk lagi akan keluar dari

pekerjaannya.

87

3. Membentuk dan menjaga komitmen bersama untuk sama-sama memajukan

perusahaan

Hal terakhir adalah pembentukan komitmen bersama. Ketika ini

sudah terealisasikan maka pimpinan secara otomatis juga dapat memberikan

kepercayaan dan tanggung jawab. Bentuk penyesuaiannya ialah dengan

Pembentukan SOP nya haruslah berdasarkan kesepakatan semua pihak,

mereka yang sudah komitmen juga akan berusaha untuk membuat aturan

yang meningkatkan kemajuan perusahaan, tidak lagi berpikir hanya untuk

kepentingan individual. Selanjutnya setelah dibentuk aturan tersebut

selanjutnya rutin dilakukannya evaluasi untuk dapat menyesuaikan dengan

berbagai perubahan yang ada. Faktor pendukung yang mempengaruhi

tahapan ini ialah kesadaran dari semua pihak akan pentingnya kerjasama

untuk kemauan perusahaan.

88

4.4.9 Model Konseptual 5S

Gambar 17. Model Konseptual Penyesuaian Penerapan 5S di IKM

89

Terakhir ialah penerapan dari prinsip 5S. Metode ini sulit ditemukan di

IKM terutama pada komoditas non pangan karena hal-hal yang diterapkan 5S masih

jauh dari prioritas utama. Mereka masih mengutamakan pemenuhan permintaan

pasar seoptimal mungkin.

IKM yang menerapkan prinsip ini bahkan sudah terbilang baik dalam

penerapannya adalah Mom-akh, IKM yang bergerak dalam pembuatan kue kering.

Pemilik menerapkan prinsip tersebut didasarkan atas kebiasaan dan rutinitas sehari-

hari beliau yang terbiasa dalam lingkungan yang bersih. Hal lainnya beliau sering

mengikuti pelatihan dan mendapatkan ilmu-ilmu tentang higienitas dan sanitasi.

Selebihnya berasal dari proses perizinan PIRT yang cukup beragam, namun benar-

benar beliau terapkan mana yang boleh dan dilarang dalam proses produksi. Berikut

tahapan penerapan 5S oleh Mom-akh :

1. Pimpinan membuat ikatan emosional dengan pekerja

Pimpinan harus dapat menjadi contoh pada kegiatan sehari-hari

pekerja, bila yang dcontohkannya baik maka hal tersebut akan

menumbuhkan kesadaran bagi pekerja untuk bisa ikut membangun suasana

yang bik dilingkungan kerja. Pada akhirnya pimpinan dapat dengan mudah

berbagi pengarahan atau pemahaman akan proses kerja yang dijalankan.

Apabila masih adanya batas pemisah atau lebih parah lagi ada kejengkelan

dari pekerja, apa yang disampaikan pimpinan akan sulit diterima oleh

pekerja.

Berbagai contoh untuk membangun ikatan emosional tersebut ialah

dengan bercengrama empat mata dengan pekerja hingga bisa sampai

memahami satu sama lain. Contoh lainnya dengan mengadakan bonding

guna mempererat ikatan seluruh SDM yang ada pada perusahaan.

90

2. Dibentuk suasana kerja yang solid dan nyaman

Dibentuknya solidaritas adalah untuk meningkatkan semangat dan

kebanggaan pekerja karena memiliki keluarga kedua ditempat kerja yang

begitu solid. Tujuan lainnya meminimalisir permusuhan yang terjadi antar

pekerja atau bahkan pada pimpinan. Minimalnya ketika permsalahan

tersebut muncul akan dengan mudah diselesaikan dengan cara

kekeluargaan. Selanjutnya dibentuknya suasana yang nyaman yaitu dengan

selalu memastikan kebersihan dan kelayakan semua aspek produksi. Ketika

aspek ini dijalankan maka selain berpengaruh pada kenyamanan kerja hal

ini juga berpengaruh pada kualitas produksi. Faktor pendukung pelaksanaan

ini ialah ketika tahapan pertma tadi sudah berjalan baik, yaitu sudah

terbentuknya suasana kekeluargaan.

3. Membuat aturan secara bertahap dan tidak memberatkan

Aturan yang dibuat harus melalui pertimbangan yang matang dan

terencana, artinya perlu pemikiran jangka panjang. Salah satu dengan cara

memberikannya secara bertahap sesuai dengan kemampuan pekerja. Contoh

penerapan penyesuaian tahapan pada 5S yang utama adalah selalu

memastikan keadaan alat dan bahan dalam kondisi baik dan bersih.

Selanjutnya hal selanjutnya pada pemberian aturan itu haruslah jelas dan

tepat sasaran. Sesuaikan aturan atau tugas tersebut dengan sektor kerja yang

didapat oleh pekerja.

Faktor pendukung yang mempengaruhi tahapan penerapan ini

adalah ilmu dan wawasan dari pimpinan. Selanjutnya adapun faktor yang

menghambat yaitu kebiasaan buruk bawaan yang sulit dihilangkan dari

pekerja, keterbatasan alat-alat produksi, dan keterbatasan modal.

91

4. Membuat budaya disiplin dan bersikap teliti

Terakhir adalah membentuk budaya kerja yang disiplin dan teliti.

Hal ini diperlukan perusahaan untuk dapat memperoleh kualitas kerja yang

optimal. Salah satu contoh dalam menerapkan tahapan ini ialah pemimpin

harus bisa memberikan contoh terlebih dulu dalam melakukan segala

aktivitas kerja untuk selalu ulet dan penuh kehati-hatian.

Bentuk penyesuaian tahapan ini ialah pimpinan rutin memeriksa dan

memantau setiap kerja produksi yang dilaksanakan. Kedua denagn tidak

pernah berhenti menekankan kepada setiap SDM untuk menjaga kebersihan

diri sebelum melakukan kegiatan produksi.

92

4.4.10 Model Utuh Prinsip Penerapan Lean Manufacturing di IKM

Gambar berikut merupakan hasil akhir model konseptual tujuh

metode penerapan lean manufacturing. Model tersebut dirancang sesuai

dengan kondisi hasil identifikasi dimana dalam melakukan tahapan

penerapan lean manufacturing dibutuhkan proses yang kontinyu dari hal

yang paling dianggap sederhana atau paling dapat diterapkan. Dalam

menerapkan sebuah sistem pelaku IKM tidak bisa menjalankan suatu

kondisi atau tahapan secara acak karena bisa jadi belum membentuk pondasi

yang kuat, artinya tahapan dasar yang seharusnya lebih dahulu dibangun

belum secara baik dijalankan

93

Gambar 18. Model Utuh Penerapan Lean Manufacturing di IKM

94

4.4.11 Critical Point Penerapan Lean Manufacturing

Critical Point atau Titik Kritis terhadap penerapan lean manufacturing di

IKM adalah batas kritis pada persyaratan lean manufacturing atau pemenuhan lean

manufacturing sampai pada tingkat yang dapat diterima sesuai dengan identifikasi

yang telah dilakukan. Diagram critical point tersebut seperti dalam gambar 19

berikut.

95

Gambar 19. Diagram Critical point