BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...

92
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Kecamatan Sungailiat Letak geografis Kecamatan Sungailiat merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bangka yang terletak antara 1 0 3`-3 0 7` LS dan antara 105 0 45-107 0 BT dengan luas 146,380 Km 2 atau 4,96 persen dari Kabupaten Bangka. Kecamatan Sungailiat merupakan ibukota Kabupaten Bangka dan pusat pemerintahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Riau Silip, Selatan berbatasan dengan Kecamatan Merawang, Barat berbatasan dengan Kecamatan Pemali dan Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Kondisi iklim Kecamatan sungailiat beriklim tropis dengan variasi hujan antara 18,5 mm hingga 394,7 mm tiap bulan. Suhu rata bervariasi antara 26,2°C hingga 28,3°C, sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 71% hingga 88%. daerahnya terdiri dari rawa-rawa, dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian rata-rata 50 meter dari permukaan laut. Kecamatan Sungailiat khususnya dan Kabupaten Bangka pada umumnya tidak ada danau alam, hanya ada bekas penembangan bijih timah yang luas dan hingga menjadikannya seperti danau buatan yang disebut kolong. 2) Gambaran umum Puskesmas Sinar baru

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1) Kecamatan Sungailiat

Letak geografis Kecamatan Sungailiat merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Bangka yang terletak antara 10 3`-30 7` LS dan antara 1050 45-1070 BT

dengan luas 146,380 Km2 atau 4,96 persen dari Kabupaten Bangka. Kecamatan

Sungailiat merupakan ibukota Kabupaten Bangka dan pusat pemerintahan

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan

Kecamatan Riau Silip, Selatan berbatasan dengan Kecamatan Merawang, Barat

berbatasan dengan Kecamatan Pemali dan Timur berbatasan dengan Laut Cina

Selatan.

Kondisi iklim Kecamatan sungailiat beriklim tropis dengan variasi hujan antara

18,5 mm hingga 394,7 mm tiap bulan. Suhu rata bervariasi antara 26,2°C hingga

28,3°C, sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 71% hingga 88%.

daerahnya terdiri dari rawa-rawa, dataran rendah dan perbukitan dengan

ketinggian rata-rata 50 meter dari permukaan laut. Kecamatan Sungailiat

khususnya dan Kabupaten Bangka pada umumnya tidak ada danau alam, hanya

ada bekas penembangan bijih timah yang luas dan hingga menjadikannya seperti

danau buatan yang disebut kolong.

2) Gambaran umum Puskesmas Sinar baru

(1) Letak geografis

Puskesmas Sinar baru merupakan salah satu puskesmas dari 3 Puskesmas yang

ada di Kecamatan Sungailiat, Luas wilayah Kelurahan Sinar Baru ± 35,33 KM

persegi dengan 9 lingkungan, dengan jumlah penduduk 12.379 orang. Secara

administratif Puskesmas Sinar Baru berbatasan dengan :

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Deniang Kecamatan Riau Silip, sebelah

Timur berbatasan dengan Kelurahan Kuday Kecamatan Sungailiat, sebelah Utara

berbatasan dengan Laut Natuna dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa

Penyamun Kecamatan Pemali

(2) Demografi

Penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru terdiri dari

berbagai suku bangsa dan keturunan dengan jumlah penduduk sebesar 12.379

jiwa, sebaran penduduk relatif merata dengan kepadatan yang tidak terlalu tinggi

kecuali pada daerah-daerah tertentu. Sebaran penduduk di 9 lingkungan adalah

sebagai berikut lingkungan bukit kuala 788 jiwa, lingkungan jalan laut 751 jiwa,

lingkungan Kuday utara 755 jiwa, lingkungan Sinar baru 2620 jiwa, lingkungan

Jelutung 2098 jiwa, lingkungan Sinar Jaya 2193 jiwa, lingkungan Ake 865 jiwa,

lingkungan Matras 1570 jiwa dan lingkungan Hakok 739 jiwa rata-rata kepadatan

penduduknya adalah 332 km2, rata-rata jiwa pada setiap kepala keluarga adalah 4

jiwa.

(3) Pendidikan

Pendidikan cukup memadai ditandai dengan banyaknya sekolah di wilayah kerja

Puskesmas Kenanga seperti taman kanak-kanak ada 6 buah, SD/ sederajat 2 buah,

SMP/ sederajat 3 buah, SMA/ sederjat ada 2 buah.

(4) Mata pencaharian

Mata penceharian penduduk cukup beragam antara lain berdagang, berkebun,

nelayan, pegawai negeri sipil, buruh harian, pekerja tambang timah dan lain-lain,

sehingga penghasilan mereka relatif cukup bervariasi.

(5) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana Puskesmas Sinarbaru yang mendukung kegiatan

perkesmas terdiri dari satu ambulan Pusling, sembilan Posyandu, dua Puskesmas

Pembantu, satu Polindes, PHN kit untuk sembilan tenaga perawat, ATK

(termasuk blangko- blangko Asuhan Keperawatan dan Kunjungan rumah ).

(6) Sumber Daya Manusia

Ketenagaan penunjang kegiatan Perkesmas yang ada di Puskesmas Sinarbaru

terdiri dari dua orang dokter umum, sembilan tenaga perawat, empat tenaga

Bidan, satu petugas sanitasi, serta staf Puskesmas yang lain seperti petugas

laboratorium.

(7) Kegiatan Perkesmas

Puskesmas Sinarbaru dengan jumlah tenaga perawat sembilan orang

melaksanakan kegiatan perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah

kerjanya. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat Puskesmas Sinarbaru adalah

dengan penemuan kasus baik dengan active case finding maupun pasive case

finding, lalu mengunjungi setiap penderita positif malaria untuk diberikan

perawatan dirumah sampai keluarga tersebut mampu merawat penderita malaria

secara mandiri, penyuluhan pencegahan malaria dan cara merawat orang dengan

positif malaria kepada keluarganya, dan mengambil sediaan darah pada semua

anggota keluarga serta Penyelidikan Epidemiologi (PE) tetangga disekitar rumah

penderita yang menunjukkan gejala malaria sebanyak 10 rumah dalam rangka

deteksi dini. Deteksi dini juga dilakukan dengan kegiatan Malaria Blood Survey

(MBS). Penderita dengan positif malaria dikunjungi ulang pada hari ke 3, 7 dan

14 untuk memastikan obat telah diminum habis, dan kunjungan evaluasi pada hari

ke 28 untuk memastikan penderita tersebut sudah sembuh atau belum, pembinaan

kelompok prioritas, dokumentasi keperawatan.

Gambar 4.1

Peta wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru

3) Kasus Malaria di wilayah Puskesmas Sinarbaru

Angka Annual Parasite Incidence (API) selama 3 tahun terakhir di Puskesmas

Sinarbaru mengalami penurunan, dimana 49,10 ‰ pada tahun 2008, turun

menjadi 8,60 ‰ pada tahun 2009, dan turun lagi pada tahun 2010 menjadi 3,64

‰. Angka SPR selama 3 tahun terakhir berfluktuasi yaitu tahun 2008 SPR 38,3 %

dan meningkat menjadi 4,6 % pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 terjadi

penurunan menjadi 3,8 %.

Sejak dilaksanakannya kegiatan perkesmas yang difokuskan untuk

menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, angka kesakitan

malaria di Sinarbaru menunjukkan penurunan yang sangat cepat, bahkan saat ini

malaria tidak lagi masuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas

Sinarbaru. Kondisi tersebut justru terbalik keadaannya jika di bandingkan dengan

kondisi malaria di tingkat Kabupaten, yang mana saat ini malaria masih masuk

sepuluh penyakit terbanyak.

Grafik 4.1 Gambaran Kasus Malaria per bulan di wilayah kerja

Puskesmas Sinarbaru dari Januari-Desember Tahun 2011

jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov desSeries1 0 1 2 1 2 4 2 1 4 4 5 4

0

1

2

3

4

5

6

4.1.2 Karakteristik Informan

Informan 1

Perawat N 1 berusia 32 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan,

Sudah 7 tahun bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Puskesmas Sinar

baru dari tahun 2005 sebagai penanggung jawab daerah binaan Bukit Kuala. Lulus

dari Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) tahun 1999. Wawancara dilakukan di

rumah kediaman informan, informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di

ruangan tersebut terdapat sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu

yang terbuka, selama proses wawancara berlangsung di dampingi anak ke- 2

responden yang duduk di samping, tidak banyak orang lalu lalang dan tidak ada

yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan sangat

terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan selama proses

wawancara.

Informan 2

Perawat P berusia 24 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah

4 tahun 9 bulan bekerja sebagai tenaga honorer Pemda Kabupaten Bangka di

Puskesmas Sinarbaru dari tahun 2007 sebagai penanggung jawab daerah binaan

Sinarbaru. Lulus dari SPK tahun 2007. Wawancara dilakukan di rumah kediaman

informan, informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di ruangan tersebut

terdapat sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu yang terbuka, selama

proses wawancara berlangsung di dampingi ibu responden yang duduk di

samping, tidak orang yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung

informan sangat terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan

selama proses wawancara.

Informan 3

Perawat W berusia 26 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 3

tahun 6 bulan bekerja sebagai tenaga PNS di Puskesmas Sinarbaru dari tahun

2008. Lulus dari Akademi Keperawatan tahun 2007 sebagai penanggung jawab

program perkesmas. Wawancara dilakukan di rumah kediaman informan,

informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di ruangan tersebut terdapat

sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu yang terbuka, selama proses

wawancara berlangsung di dampingi suami responden, tidak orang yang keluar

masuk ruangan.. Selama wawancara berlangsung informan sangat terbuka dalam

menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara.

Informan 4

Perawat Ptr berusia 26 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 2

tahun 10 bulan bekerja sebagai tenaga honorer Pemda Kabupaten Bangka di

Puskesmas Sinarbaru dari tahun 2009 sebagai penanggung jawab daerah binaan

Hakok. Lulus dari SPK tahun 2008. Wawancara dilakukan di rumah kediaman

informan, informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di ruangan tersebut

terdapat sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu yang terbuka, satu

set lemari kaca, selama proses wawancara, informan menghadap ke arah pintu

sementara peneliti menghadap ke ruang keluarga, berlangsung sesekali anak

informan menangis sehingga beberapa kali proses wawancara sempat berhenti.

Selama wawancara berlangsung informan sangat terbuka dalam menjawab

semua pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara.

Informan 5

Perawat M berusia 27 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 6

tahun bekerja sebagai Tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinarbaru

dari tahun 2006, sebagai penanggung jawab daerah binaan Matras. Lulus dari

Akademi Keperawatan tahun 2005. Wawancara dilakukan di ruang periksa Pustu,

informan dan peneliti duduk di ruang periksa Pustu Matras, di ruang periksa

terdapat kursi untuk pasien, kursi tunggu pasien meja dan kursi untuk petugas

kesehatan, wawancara dilakukan dengan posisi peneliti di kursi pasien dan

informan duduk di kursi petugas kesehatan dengan batas meja, saat wawancara

dilakukan, responden didatangi dua kali pasien yaitu pasien kecelakaan dan pasien

demam sehingga proses wawancara sempat terhenti beberapa saat. Selama

wawancara berlangsung informan sangat terbuka dalam menjawab semua

pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara.

Informan 6

Perawat Ms berusia 30 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan.

Sudah 1 tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas

Sinarbaru dari tahun 2011. Lulus dari S 1 Keperawatan tahun 2005, sebagai

penanggung jawab daerah binaan Islamic Centre dan Bedeng Ake. Wawancara

dilakukan di Pustu, responden dan peneliti duduk di tamu Pustu Islamic Centre,

di ruang tamu tidak terdapat kursi maupun meja, wawancara dilakukan dengan

duduk di lantai beralaskan karpet, saat wawancara dilakukan responden di

dampingi suami, selama proses wawancara berlangsung tidak ada pasien yang

datang dan tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung

informan terbuka namun sesekali informan tampak ragu-ragu dalam menjawab

pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara.

Informan 7

Perawat E berusia 25 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah

5 tahun bekerja sebagai tenaga honorer Kabupaten Bangka di Puskesmas

Sinarbaru dari tahun 2007, sebagai penanggung jawab daerah binaan Jelutung.

Lulus dari SPK tahun 2007. Wawancara dilakukan di Puskesmas, informan dan

peneliti duduk di ruang praktek dokter, saat wawancara dilakukan pasien sudah

habis, di ruang praktek terdapat 1 kursi dokter dan dua kursi periksa pasien,

selama proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk ruangan.

Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan

yang diberikan selama proses wawancara.

Informan 8

Ny. S berusia 35 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah

menikah dan memiliki dua orang anak, yang pertama laki-laki berumur 12 tahun,

dan anak yang ke dua perempuan berumur tujuh tahun. Pada saat dilakukan

wawancara, suami informan sedang tidak berada di rumah karena sedang bekerja,

suami informan merupakan karyawan pekerja tambang Inkonventional. Informan

merupakan ibu dari anak yang dinyatakan positif malaria, yaitu anak kedua

informan.

Pada saat wawancara di lakukan kondisi anak masih demam, sudah dilakukan

pengambilan darah jari terhadap seluruh anggota keluarga, hasil dari pengambilan

darah tersebut,tidak ada anggota keluarga yang lain positif malaria. Menurut

informan, anaknya sudah lama sekali tidak menderita sakit malaria, menurut

informan, selama ini sakit yang sering di derita anak nya hanya flu biasa.

Wawancara di lakukan di rumah informan. Informan dan peneliti duduk di ruang

tamu rumah responden, di ruangan tersebut tidak terdapat kursi maupun meja,

saat wawancara dilakukan peneliti dan responden duduk di lantai, responden di

temani anak perempuannya yang masih demam karena menderita malaria. Selama

proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama

wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang

diberikan selama proses wawancara.

Informan 9

Ny.O berusia 30 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Ny.O

merupakan salah satu dokter diantara dua orang dokter yang bertugas di

Puskesmas Sinarbaru. Informan sudah 3 tahun bekerja sebagai tenaga PNS

Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinar baru dari tahun 2009. Wawancara

dilakukan di Puskesmas, informan dan peneliti duduk di ruang praktek dokter,

saat wawancara dilakukan pasien sudah habis, di ruang praktek terdapat 1 kursi

dokter dan dua kursi periksa pasien, selama proses wawancara berlangsung tidak

ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan

terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara.

Informan 10

Ny. S berusia 40 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah

menikah dan memiliki dua orang anak. Sudah 3 tahun informan menjadi kader

kesehatan di lingkungannya. Wawancara dilakukan di rumah informan, informan

dan peneliti duduk di lantai sebuah ruang keluarga, saat wawancara dilakukan

informan tidak di dampingi siapa-siapa, selama proses wawancara berlangsung

tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan

terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara.

Informan 11

Tn. E berusia 43 tahun, beragama Islam, jenis kelamin laki-laki, sudah menikah

dan memiliki dua orang anak laki-laki. Sudah 27 tahun bekerja sebagai tenaga

PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinarbaru dari tahun 1985. Lulusan dari

Sekolah Tinggi Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat. Wawancara

dilakukan di rumah kediaman informan, informan dan peneliti duduk di teras

rumah informan, di teras terdapat 1 set kursi terbuat dari bambu. Selama proses

wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk rumah. Informan adalah

kepala Puskesmas Sinarbaru. Selama wawancara berlangsung informan terbuka

dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara.

Informan 12

Perawat D berusia 29 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah

menikah dan memiliki satu orang anak perempuan. Sudah 1 tahun bekerja sebagai

Tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Kenanga dari tahun 2010. Lulus

dari Akademi Keperawatan tahun 2009. Wawancara dilakukan di Puskesmas

Kenanga, informan dan peneliti duduk di ruang tempat pasien di tensi, saat

wawancara dilakukan informan sedang mengumpulkan resep-resep dan memilah-

milah penggunaan obat dari beberapa hari yang lalu, di ruang tersebut terdapat

1unit komputer lengkap dengan komputer, kursi petugas tensi dan dua kursi

pasien, selama proses wawancara berlangsung banyak pasien yang keluar masuk

ruangan untuk di tensi. Informan adalah penanggung jawab program P2M di

Puskesmas Kenanga. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam

menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara.

Informan 13

Perawat Df berusia 35 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah

menikah dan memiliki satu orang anak. Sudah 6 tahun bekerja sebagai tenaga

PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Batu Rusa dari tahun 2006. Lulus dari

Sekolah Tinggi Kesehatan Program Studi Keperawatan tahun 2005. Wawancara

dilakukan di Puskesmas Batu Rusa, informan dan peneliti duduk di ruang kerja

informan, di ruang tersebut terdapat 3 meja dengan dua kursi di setiap meja nya.

Selama proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk ruangan.

Informan adalah penanggung jawab program surveilans dan merangkap sebagai

ketua Tata Usaha di Puskesmas Batu Rusa. Selama wawancara berlangsung

informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses

wawancara.

Informan 14

Tn. M berusia 45 tahun, beragama Konghucu, jenis kelamin laki-laki. Sudah 25

tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka di Dinas Kesehatan. Lulus

dari jenjang pendidikan Strata 2. Wawancara dilakukan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bangka, informan dan peneliti duduk di ruang Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten Bangka, selama proses wawancara berlangsung ada staff

TU yang keluar masuk untuk meminta tanda tangan informan, sehingga proses

wawancara sempat terhenti beberapa saat. Informan adalah Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten Bangka. Selama wawancara berlangsung informan terbuka

dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara.

Informan 15

Tn. D berusia 30 tahun, beragama Islam, jenis kelamin laki-laki, sudah menikah

dan memiliki satu orang anak. Sudah 3 tahun bekerja sebagai tenaga PNS

Kabupaten Bangka pada Dinas Kesehatan dari tahun 2008. Lulus dari Akademi

Kesehatan Lingkungan tahun 2004. Wawancara dilakukan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bangka, informan dan peneliti duduk di ruang kerja informan.

Informan adalah penanggung jawab program malaria kabupaten. Selama

wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang

diberikan selama proses wawancara.

4.1.3 Tema-Tema Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan menguraikan tentang tema-tema yang muncul dari

penelitian ini. Lima belas orang yang menjadi informan pada penelitian ini

menyampaikan pengalaman dalam menjalankan dan mendukung melaksanakan

perkesmas dalam menanggulangi malaria di Puskesmas Sinarbaru Kabupaten

Bangka. Setelah wawancara dilakukan transkripsi, koding dan kategorisasi maka

menghasilkan tema sebagai berikut: Benang kusut permasalahan malaria di

Kabupaten Bangka, Pilar Utama kegiatan perkesmas, Strategi Perawatan

Kesehatan Masyarakat dalam memutuskan mata rantai penularan malaria,

panggilan jiwa menjadi perawat, dukungan dan harapan masyarakat terhadap

kegiatan perkesmas, implikasi kegiatan perkesmas.

1) Benang kusut permasalahan malaria di Kabupaten Bangka

Hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor yang menyebabkan Kabupaten

Bangka masih merupakan daerah endemis malaria terdapat enam variabel yaitu :

dampak negatif pembangunan ekonomi, sikap masyarakat, kesadaran masyarakat,

kebiasaan masyarakat, rawa-rawa, resistensi obat.

(1) Dampak negatif pembangunan ekonomi

Permasalahan penyakit malaria di Kabupaten Bangka dari hari ke hari di

rasakan semakin sulit untuk dipecahkan. Permasalahan malaria seolah tidak

pernah bisa diselesaikan. Penyakit malaria merupakan penyakit endemik di

Indonesia. Penyakit ini ditularkanoleh nyamuk. Sebagai vektor penularan

mempunyai peran yang sangat penting terhadap terjadinya epidemik penyaki ini.

Berkaitan dengan penyebaran penyakit malaria kita seringkali melupakan akar

masalah mengapa penyakit tersebut bisa tersebar dan malah menimbulkan

kejadian luar biasa (KLB) yang menelan korban jiwa.

Tingkat kesehatan masyarakat atau kejadian suatu penyakit dalam suatu

kelompok masyarakat merupakan hubungan timbal balik antara masyarakat itu

sendiri dengan lingkungan. Pada gilirannya, sebagai unsur yang terlibat langsung

dalam hubungan timbal balik tersebut, apapun yang terjadi sebagai dampak dari

proses interaksi berupa perubahan lingkungan akan menimpa dan dirasakan

masyarakat.

Dalam kasus-kasus tertentu, kehidupan nyamuk dihabitatnya, entah dipantai,

hutan atau gunung sudah demikian harmonis dan mengikuti keseimbangan

alam. Nyamuk hutan atau gunung, misalnya mereka sebelumnya cukup memenuhi

kebutuhan darahnya untuk keperluan pertumbuhan telurnya dari tubuh binatang

yang ada dihutan.Tanpa harus mengejar manusia, manusiapun relatif terhindar

dari gigitan nyamuk. Namun seiring dengan rusaknya lingkungan ekosistem

hutan, kehidupan dankeseimbangan alami tempat hidup mereka pun terganggu.

Nyamuk pun menularisumber dan lokasi kehidupan baru.

Kerusakan lingkungan salah satu penyebabnya adalah karena gencarnya laju

derap pembangunan ekonomi rakyat. Kabupaten Bangka tidak luput dari

gencarnya pembangunan ekonomi tersebut. Pembangunan ekonomi rakyat

Bangka saat ini yang paling gencar adalah pembukaan pertambangan timah rakyat

dan perkebunan kelapa sawit. Pembangunan tersebut bagaikan pisau bermata dua,

satu sisi memberikan kehidupan dan pertumbuhan perekonomian masyarakat

Bangka, namun di sisi lain dampak pembangunan tersebut menyebabkan

perkembangan penyakit malaria di kabupaten Bangka semakin menjadi-jadi.

Dampak negatif pembangunan ekonomi tersebut, menyebabkan munculnya

tempat-tempat perindukan buatan manusia, berupa danau-danau buatan (kolong)

bekas tambang Inconvensional. Dari 15 informan yang diwawancara 9 informan

menyatakan yang menyatakan penyebab endemis malaria karena danau buatan

(Kolong) bekas TI, seperti dikutip dari pernyataan informan berikut ini:

“sekarang ini bangka lagi ramai TI (Tambang Inconvensional),nah bekastambang- tambang ini setelah di gali diolah tidak di timbun lagi, dari faktor itumungkin akan banyak muncul sarang nyamuk di sekitar lingkungan itu.”(I 13)

Pernyataan informan berkaitan dengan masyarakat yang kurang perduli dengan

kondisi lubang-lubang (kolong) bekas tambang TI yang dibiarkan begitu saja,

sesuai dengan fakta yang ada di lapangan hasil observasi yang di lakukan oleh

peneliti.

Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah bumi

Bangka Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi

air hujan dan menjadi tempat perindukan yang subur bagi nyamuk anopheles.

Akibatnya, penularan penyakit malaria di Pulau Bangka cukup tinggi.

Gambar 4.2 : Lubang (kolong) bekas penambangan timah inconventional

Tempat perindukan juga muncul di perkebunan kelapa sawit. Perindukan di

kebun kelapa sawit muncul karena lingkungan yang kotor, banyak sekali

berserakan ban-ban bekas tractor di halaman muka dan samping rumah karyawan

pekebunan sawit tersebut, yang menyebabkan timbulnya tempat perindukan

nyamuk anopheles. Dari 15 informan yang diwawancara 4 informan menyatakan

penyakit malaria banyak terjadi di kawasan perkebunan kelapa sawit karena

lingkungan yang kotor. Seperti dikutip dari pernyataan informan berikut ini:

“di perkebunan kelapa sawit itu, para pekerjanya bermukim di perumahan yangberada di tengah-tengah perkebunan sawit, yang notabene lingkungannya sangatkotor.” (I 15)

Pernyataan dari informan lain :

“Karyawan perkebunan kelapa sawit melakukan aktivitas penampungan air hujanguna memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, tempat penampungan airtersebut terbuka dalam waktu yang lama.” (I 1)

Pernyataan informan berkaitan dengan kondisi lingkungan perkebunan kelapa

sawit yang potensial menyebabkan tempat perindukan nyamuk, fakta di lapangan,

sekitar perumahan pekerja perkebunan sawit tersebut, banyak sekali di jumpai

ban-ban bekas dan penampungan air yang sangat potensial menjadi tempat

perindukan nyamuk anopheles.

Gambar 4.3 : Kondisi lingkungan sekitar perumahan perkebunan sawit

(2) Sikap masyarakat yang acuh terhadap permasalahan penyakit malaria

Faktor yang juga turut mendukung penyebaran malaria di Kabupaten Bangka

di antaranya adalah sikap masyrakat Bangka yang merasa suatu hal yang biasa

apabila mereka atau anggota keluarga mereka ada yang menderita malaria, karena

malaria memang merupakan penyakit masyarakat Bangka. Hal ini diungkapkan

oleh 2 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap

dalam pernyataan informan berikut ini:

“masyarakat disini santai saja menanggapi situasi atau kondisi jika adakeluarganya yang menderita malaria, karena menurut mereka wajar kalau orangbangka kena malaria.”(I 2)

Pandangan masyarakat yang menganggap malaria merupakan suatu penyakit

yang biasa hadir dalam kehidupan mereka, didukung dengan sikap masyarakat

pelaku kegiatan pertambangan inconventional yang tidak mau perduli akan

kondisi lubang-lubang bekas galian tambang mereka. Hal ini diungkapkan oleh 2

orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam

pernyataan informan berikut ini:

“kurang kepedulian dari pengelola pertambangan timah inconventional yang adadi bangka ini, yang mana mereka hanya mengambil timah nya saja tanpa pedulidengan lubang-lubang dampak tambang tersebut yang di biarkan begitu saja,sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk.”(I 3)

(3) kesadaran masyarakat yang kurang tentang upaya pencegahan

terinfeksi penyakit malaria

Sikap masyarakat yang beranggapan sakit malaria itu hal yang biasa atau hal

rutin, menyebabkan tidak adanya kesadaran masyarakat untuk berupaya mengatasi

bahaya malaria ini. Masyarakat tidak mempunyai kesadaran dalam upaya

mencegah agar mereka tidak tertular penyakit malaria dari orang lain. Selain itu

penderita malaria positif juga tidak menyadari bahwa mereka bisa menularkan

penyakit malaria kepada orang lain di sekitar lingkungan penderita itu berada.

Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai,

seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“Kurangnya Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akanmempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria sepertipenyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa padarumah dan menggunakan racun nyamuk.”(I 1)

Kesadaran masyarakat juga masih dirasakan kurang dari membiasakan budaya

hidup sehat dengan membersihkan lingkungan, agar tidak menjadi sarang nyamuk

atau tempat perindukan. Hal ini diungkapkan oleh 5 orang informan dari 15

informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan

berikut ini:

“kesadaran masyarakat masih kurang untuk prilaku hidup bersih dan sehat.”(I 2)

(4) Budaya masyarakat yang memudahkan terpapar gigitan nyamuk

anopheles

Budaya penduduk lokal Kabupaten Bangka juga berpengaruh terhadap kejadian

malaria, seperti : kebiasaan penduduk keluar rumah sampai larut malam, serta

adanya budaya mandi bersama di satu tempat yang dijadikan tempat pemandian

umum. Kegiatan mandi ini biasanya dilakukan terutama pada sore hari menjelang

maghrib atau lewat maghrib. Budaya tersebut tentunya akan menyebabkan

penduduk atau masyarakat mudah untuk terpapar dengan gigitan nyamuk

nyamuk. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang

diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“kebiasaan keluar rumah pada malam hari akan memudahkan kontak dengannyamuk secara langsung,....mandi juga masih di lokasi-lokasi yang mandibersama, ini kebiasaan-kebiasaan yang masih berlaku disini sehinggaperlindungan terhadap gigitan nyamuk ini masih kurang.” ( I 14)

(5) Rawa-rawa

Kabupaten Bangka merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi

Bangka Belitung. Provinsi Bangka belitung merupakan provinsi kepulauan yang

nota bene banyak sekali lingkungan perairannya di tumbuhi oleh rawa-rawa.

Rawa – rawa merupakan habitat yang paling mendukung untuk menjadi tempat

perindukan nyamuk anpheles, sehingga rawa-rawa ini merupakan tempat

perindukan yang terbentuk secara alami, berbeda dengan danau-danau buatan

bekas TI seperti telah diungkapkan sebelumnya. Hal ini diungkapkan oleh 4 orang

informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam

pernyataan informan berikut ini:

“disini faktor lingkungan yang notabene kita ini daerah kepulauan yang banyakrawa-rawa juga relatif tempat-tempat perindukan”( I 14)

(6) Resistensi obat malaria

Kondisi yang tidak kalah memprihatinkan dari hasil penelitian ini adalah tidak

sedikit masyarakat Bangka yang sudah “pintar” dalam mengkonsumsi obat

malaria sendiri tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atau tanpa resep

dari dokter. Obat-obat dengan golongan klorokuin ini dengan mudah didapatkan

oleh masyarakat baik di warung maupun dari pelayanan kesehatan. Sementara

untuk saat ini penggunaan obat golongan klorokuin sudah tidak

direkomendasikan, karena diketahui klorokuin sudah resistensi terhadap penyakit

malaria. Hal tersebut membuat populasi penduduk di kabupaten ini rentan

terhadap wabah penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan cara mengobati

malaria menggunakan obat yang standar untuk saat ini. Hal ini diungkapkan oleh

2 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam

pernyataan informan berikut ini:

“obat standar itu hanya di gunakan oleh Puskesmas dan jajarannya, sementarauntuk dokter praktek swasta, Rumah sakit swasta, dan bahkan Rumah SakitUmum daerah tidak menggunakan obat standar, mereka masih menggunakanobbat-obat dari golongan klorokuin”(I 15)

2) Pilar Utama kegiatan perkesmas

Hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor yang mendukung

terlaksananya kegiatan perkesmas dalam penanggulangan malaria di Puskesmas

Sinarbaru terdapat lima variabel yaitu : Sumber Daya Manusia, anggaran, sarana

dan prasarana, serta sasaran kegiatan.

(1) Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia, merupakan faktor utama dalam pelaksanaan sebuah

kegiatan. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan perkesmas, dibutuhkan SDM

keperawatan yang betul-betul memiliki komitmen yang tinggi. Komitmen yang

tinggi sangat diperlukan, karena untuk saat ini perkesmas dalam pelaksanaannya

masih banyak di temukan kendala-kendala berkaitan dengan ketenagaan perawat.

Hal ini dikarenakan masih kurangnya perhatian dari Pemerintah Daerah dalam

memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan di Puskesmas. Sehingga tenaga

keperawatan di Puskesmas Sinarbaru Kabupaten Bangka juga menemukan

beberapa kendala pada saat melaksanakan perkesmas dalam upaya

penanggulangan malaria. Kendala yang di rasakan adalah kurangnya jumlah

tenaga perawat di puskesmas, sehingga satu perawat di Puskeamas Sianrbaru

harus memegang beberapa program.

Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang

diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“memegang beberapa program, seperti koordinator imunisasi, sudah sibuk denganpekerjaannya, belum lagi ada yang di bendahara..sudah sibuk sekali di pekerjaansebagai bendahara, jadi menurut saya sangat kurang perawat disini.”(I 12)

Kendala SDM keperawatan di Puskesmas Sinarbaru, bukan hanya dikarenakan

jumlah tenaga yang kurang, namun permasalahan juga dirasakan oleh perawat

Sinarbaru berkenaan dengan status kepegawaian mereka yang masih honorer.

Bagi perawat dengan status kepegawaian yang masih honorer ini, kegiatan

perkesmas yang dilakukan tidak memberikan keuntungan apa-apa secara

kepegawaian bagi mereka, karena mereka belum berhak untuk menduduki jabatan

fungsional, layaknya tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang dituntut untuk

mencari angka kredit. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15

informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan

berikut ini:

“...saya saat ini em…tenaga honorer sehingga kegiatan yang saya lakukan initidak mempengaruhi kondisi saya em…layaknya status PNS...”(I 2)

(2) Anggaran yang minim

Dari hasil penelitian ini, pilar selanjutnya yang harus ada dalam melaksanakan

perkesmas adalah anggaran. Anggaran sangat dibutuhkan dalam setiap kegiatan

suatu program kesehatan. Tanpa adanya anggaran program kesehatan akan sulit

untuk berjalan lancar. Demikian halnya dengan kegiatan yang dilakukan perawat

dalam upaya penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru.

Kendala mengenai anggaran dirasakan terutama untuk biaya operasional transport

perawat untuk turun ke lapangan dalam rangka mengadakan kunjungan rumah.

Hal ini diungkapkan oleh 4 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai,

seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“kami hanya di bayar hanya satu kali jadwal kunjungan, dari total kunjungansebanyak tiga kali.”(I 1)

Sementara itu, 4 informan yang lain menyatakan bahwa ada pengklaiman dari

dana BOK untuk setiap turun kelapangan, seperti terungkap dalam pernyataan

informan berikut :

“Ada dana pengklaimannya..Cuma tidak besar yaitu dari BOK dari situ mungkinsecukupnya dana yang kami dapat itu bisa kami gunakan Cuma menurut sayamasih minim dananya”(I 5)

(3) Kebutuhan akan sarana transportasi

Kemampuan dan potensi perawat dalam melaksanakan kegiatan perkesmas

dalam menanggulangi malaria tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan

prasarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan terlaksananya kegiatan

perkesmas. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh program perkesmas dan

dibutuhkan oleh tenaga perawat guna mencapai tujuan program tersebut perlu

direncanakan dengan cermat, terkait dengan sarana dan prasarana yang

mendukung semua proses kegiatan perkesmas.

Perencanaan yang cermat gunanya agar sarana dan prasarana selalu dalam

kondisi siap pakai setiap diperlukan sehingga perawat dapat memberikan layanan

profesional dan kegiatan program perkesmas bisa berlangsung secara efektif juga

efisien. Sarana dan prasarana yang dirasakan sangat dibutuhkan oleh perawat

Sinarbaru adalah ketersediaan transportasi berupa kendaraan roda dua. Selama ini

perawat Puskesmas Sinarbaru menggunakan kendaraan peibadi.

Hal ini diungkapkan oleh 8 orang informan dari 15 informan yang

diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“untuk transportasi turun kelapangan, kami masih menggunakan kendaraanpribadi.”(I 4)

Pernyataan Informan lain :

“kendaraan, sangat tergantung pada APBD, dana DAK yang juknisnya itu akhir-akhir ini dana DAK ini tidak boleh untuk pengadaan kendaraan operasional.”(I14)

(4) Daerah Binaan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan perkesmas

Faktor selanjutnya yang menjadi pendukung terlaksananya kegiatan perkesmas

dalam menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah

adanya segmentasi sasaran atau daerah binaan sebagai tempat di masyarakat

dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan malaria oleh tenaga keperawatan.

Kegiatan perkesmas ini ternyata memang dibutuhkan untuk menanggulangi

malaria di Kabupaten Bangka umumnya dan Sinarbaru khususnya.

Wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru telah di bagi menjadi daerah-daerah

binaan yang lebih kecil dan diberikan tanggungjawab kepada masing-masing

perawat menjadi pemegang satu daerah binaan tersebut. Hal ini diungkapkan oleh

7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam

pernyataan informan berikut ini:

“kami disini terdiri dari 9 perawat yang telah dibagi wilayah nya masing-masing.” (I 3)

Hasil observasi dan studi dokumentasi yang peneliti lakukan, pada tingkat

puskesmas perawat koordinator telah membagi habis wilayah kerja yang menjadi

wilayah kerja puskesmas Sinarbaru menjadi daerah-daerah binaan dan di berikan

kepada satu orang penanggungjawab daerah binaan yaitu kepada setiap perawat

memegang satu wilayah binaan, yang menjadi tanggungjawab nya untuk masalah

kesehatan penduduk di daerah binaan tersebut. Daerah-daerah binaan inilah yang

menjadi tempat perawat perkesmas melaksanakan program perkesmas.

3) Strategi Perawatan Kesehatan Masyarakat dalam memutuskan mata

rantai penularan malaria

Hasil penelitian yang berkaitan Strategi Perawatan Kesehatan Masyarakat

dalam memutuskan mata rantai penularan malaria dalam rangka penanggulangan

malaria di Puskesmas Sinarbaru terdapat tujuh variabel yaitu : penemuan kasus,

pemetaan, perencanaan kegiatan, Tindakan nyata, pemberdayaan masyarakat,

kolaborasi dan hubungan antara staff, koordinator dan pimpinan.

(1) Penemuan Kasus malaria

Kegiatan pertama yang dilakukan perawat Sianrbaru dalam memutuskan mata

rantai penularan malaria adalah menemukan penderita malaria, baik dari

puskesmas (pasif case finding) maupun melalui Penyelidikan Epidemioloogi (PE)

di lapangan sebagai proses deteksi dini (active case finding). Hal ini diungkapkan

oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap

dalam pernyataan informan berikut ini:

“Langkah awal yang kami lakukan adalah kami dapatkan penderita dengan gejalamalaria melalui laporan dari Balai Pengobatan (BP) puskesmas, bidan poskesdes,perawat pustu, kader atau penyelidikan epidemiologinya (PE), dan kegiatanMalaria Blood Survey.”(I 1)

Pernyataan informan lain:

“ambil darah di tangan..untuk lihat masih ada tidak malaria nya,...semua keluargadiambil sampel darahnya untuk lihat apakah ada yang positif malaria, selanjutnyaperawat itu pergi ke rumah-rumah tetangga sekitar rumah saya.”(I 8)

(2) Pemetaan wilayah kasus malaria

kegiatan selanjutnya setelah penemuan kasus, yang mana mereka melakukan

pemetaan wilayah kasus malaria untuk mengetahui lokasi atau tempat dimana

penderita malaria tersebut berada, setelah mengetahui keberadaan lokasi rumah

penderita tersebut, perawat sinarbaru memberikan kode-kode pada peta daerah

binaan mereka, kode tersebut berupa tanda bulatan berwarna hijau. Hal ini

diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti

terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“langkah kedua yang saya lakukan adalah melakukan maping atau pemetaankasus malaria di wilayah binaan saya, yaitu berapa target sasaran penderitamalaria yang harus saya bina pada bulan ini nama penderita,umur, jenis kelamin

nama Kepala keluarga dan alamat lengkap nya kemudiaan saya masukkan datatersebut kedalam peta dan saya tandai lokasinya sesuai dengan wilayah binaansaya.” (I 1)

(3) Perencanaan Kegiatan

Kegiatan selanjutnya setelah melakukan pemetaan, yang mana mereka

membuat perencanaan kegiatan untuk turun kelapangan, mereka harus segera

mengatur jadwal untuk melakukan kunjungan rumah, yaitu pada hari ke 7, 14 dan

28, perawat Puskesmas Sinarbaru juga harus membuat perencanaan pengeluaran

anggaran yang di perlukan untuk pengklaiman dana transportasi turun kelapangan,

serta mereka harus membuat perencanaan kegiatan asuhan keperawatan apa yang

harus dilakukan selama mereka melakukan kunjungan rumah. Hal ini

diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti

terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“saya melakukan koordinasi dengan perawat koordinator untuk pengaturanjadwal saya turun kelapangan, membuat perencanaan anggaran yang di perlukanselama melaksanakan kunjungan rumah, merencanakan kegiatan yang akandilaksanakan selama kunjungan rumah”( I 7)

(4) Tindakan nyata dalam kegiatan penanggulangan malaria

Berkaitan dengan tindakan nyata yang di lakukan oleh perawat di Puskesmas

Sinarbaru, setelah mereka melakukan perencanaan kegiatan, yang mana mereka

melakukan kunjungan rumah, melakukan pengawasan minum obat, melakukan

penyuluhan, modifikasi lingkungan dan mengambil sampel darah semua anggota

keluarga yang tinggal satu rumah dengan penderita dan yang berada di lingkungan

sekitar rumah penderita malaria. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari

15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan

berikut ini:

“metode nya adalah dengan cara mengunjungi setiap penderita positif malariauntuk diberikan perawatan dirumah sampai sembuh, penyuluhan pencegahanmalaria kepada keluarganya, dan mengambil sediaan darah pada semua anggotakeluarga serta PE tetangga disekitar rumah penderita yang menunjukkan gejalamalaria sebanyak 10 rumah, dikunjungi ulang pada hari ke 7 untuk memastikanobat telah diminum habis, dan kunjungan evaluasi pada hari ke 28, motivasi agarpenderita patuh minum obat dengan melibatkan keluarga.”(I 1)

Pernyataan informan lain:

“ambil darah di tangan..untuk lihat masih ada tidak malaria nya, terusmemberikan penyuluhan......semua keluarga diambil sampel darahnya untuk lihatapakah ada yang positif malaria, selanjutnya perawat itu pergi ke rumah-rumahtetangga sekitar rumah saya.”(I 8)

(5) Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan selanjutnya yang tidak kalah penting dalam mensukseskan

pelaksanaan perkesmas dalam penanggulangan malaria di wilayah Kerja

Puskesmas Sinarbaru adalah pemberdayaan masyarakat. Hubungan akrab yang

dibentuk antara perawat dan penduduk harus dimanfaatkan untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam pengembangan kesehatan.

Pelaksanaan penanggulangan malaria di Sinarbaru tidak terlepas dari peran serta

kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut, bagaimana perawat Sinarbaru bisa

menjalin keakraban dengan para kader sehingga semua kader di lingkungan

tersebut mereka kenal. Keakraban tersebut menimbulkan rasa persahabatn dan

memunculkan keinginan kader untuk membantu perawat tanpa pamrih. Hal ini

diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti

terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“ada laporan dari kader via SMS atau telpon, ada juga dari kader siswa, karenasaya di lingkungan sekolahan, jadi ada kader-kader siswa, kalau ada temannyayang sakit seperti demam dengan keluhan demam atau mengigil ,kita bisa periksamalaria ” (I 6)

Pernyataan informan lain:

“saya melapor ke ini... ke puskesmas , ngasih tau disitu kan bisa dikunjungi orangdari puskesmas gitu kan......biasanya warga itu kasih kabar sama saya ada yangdemam, lalu saya kerumah mereka yang sakit itu, melihat dulu kondisinya, sayatanya sudah berapa hari demamnya lalu saya langsung lapor ke puskesmas, jadisaya langsung minta tolong sama petugas puskesmas yang memegang wilayahtempat saya tinggal supaya di lihat ke rumah yang sakit tersebut.”( I 10)

(6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

Kegiatan selanjutnya yang di lakukan oleh perawat Puskesmas Sinarbaru

adalah melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain yang terkait dengan

permasalahan penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinar

baru. Perawat dapat mengambil sampel darah, lalu bekerja sama dengan petugas

laboratorium untuk pemeriksaan sampel darah tersebut. Apabila ditemukan

penderita yang positif malaria segera diberikan pengobatan dengan melakukan

kolaborasi dengan dokter agar tidak menular kepada keluarga yang lain. Hal ini

diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti

terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“kami memerlukan kemitraan dengan program yang lain seperti sanitasi,pengelola program malaria itu sendiri, petugas laboratorium dan tentunya dokter,program yang lain selalu mendukung kegiatan kami dan selalu membantu jikakami memerlukan suatu bantuan seperti fogingisasi dan abatesasi...”( I 1)

Pernyataan informan lain:

“sebagai dokter saya tetep mengobati, kalau untuk tim kesehatan yang lain sayalihat mulai dari memberika abate , tim kesling kita sudah turun…turun kelapangan membagi-bagikan abate kepada masyarakat kemudian foging jugadilakukan.”(I 9)

(7) Hubungan antara staff, Koordinator dan Pimpinan

Faktor lain yang mendukung perawat di Puskesmas Sinarbaru dalam rangka

menurunkan angka malaria adalah adanya dukungan maksimal dari pimpinan

puskesmas dan dukungan bimbingan dari perawat koordinator perkesmas. Kepala

puskesmas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada perawat untuk

melakukan kegiatan kunjungan rumah terhadap pasien-pasien yang positif

malaria. Kepala puskesmas juga melakukan bimbingan, monitoring, dan evaluasi

terhadap kegiatan perkesmas yang dilakukan perawat.

Kepala Puskesmas Sinarbaru menjembatani kebutuhan-kebutuhan perawat

dengan dinas kesehatan Kabupaten Bangka. Kepala puskesmas juga meminta

kepada seluruh staf puskesmas untuk membantu kegiatan perkesmas. Karena,

kegiatan perkesmas adalah kegiatan tim dan memberikan kontribusi kepada

seluruh pengelola program yang lain. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan

dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan

informan berikut ini:

“tak kalah pentingnya dukungan dari perawat koordintor, yang selalumemonitoring kegiatan kami, kami juga sering mengadakan pertemuan internalperawat perkesmas yang di fasilitasi oleh perawat koordinator dan kepalapuskesmas misalnya pertemuan dalam pembahasan tentang SOP perawatperkesmas, kepala puskesmas kami memberikan motivasi kepada kami yaitumenguatkan keyakinan di dalam diri kami bahwa kami bisa dan sanggupmenerapkan kegiatan perkesmas sebagaimana mestinya” (I 1)

Pernyataan informan lain:

“dukungan secara moril..jadi apa yang mereka mau..kita dukung, kalau merekaturun kelapangan, turun kemana, kita dukung sebatas kemampuan kita.”(I 11)

4) Panggilan jiwa menjadi perawat

Keberhasilan pelaksanaan perkesmas dalam penanggulangan malaria di

wialayah kerja Puskesmas Sinarbaru, tidak terlepas tenaga perawat di Puskesmas

Sinarbaru yang memiliki sifat altruisme. Sifat ini memberikan kekuatan dan

semangat tersendiri dalam menghadapi berbagai kendala dalam melaksanakan

perkesmas. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu

orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan

ganjaran. Dengan adanya altruisme dalam diri perawat di Sinarbaru menyebabkan

mereka tidak pernah merasa kekurangan atau terkendala dengan berbagai masalah

yang harus mereka terima.

Hasil penelitian yang berkaitan dengan altruisme ini, yang mana menyebabkan

perkesmas dapat terlaksana dalam rangka penanggulangan malaria di Puskesmas

Sinarbaru terdapat empat variabel yaitu: penyelesaian persoalan,

bertanggungjawab, orientasi pekerjaan dan dapat bergaul.

(1) Dapat menyelesaikan persoalan

Pelaksanaan program perkesmas dalam penanggulangan malaria di wilayah

Puskesmas Sinarbaru tidak luput dari berbagai kendala, namun demikian perawat

di Puskesmas sinar baru tidak begitu saja menerima semua kendala tersebut.

Perawat di Puskesmas Sinarbaru telah menjadikan kendala menjadi sebuah

tantangan yang harus di jawab dengan berbagai cara untuk menyelesaikan

persoalan yang ada. Kendala tersebut tidak di jadikan sebagai penghambat

dalam melaksanakan perkesmas.

Berikut ini pernyataan 3 informan yang berkaitan dengan adanya usaha sebagai

pemecahan persoalan terhadap kendala transportasi, seperti terungkap dalam

pernyataan informan berikut ini:

“ menggunakan kendaraan pribadi.”(I 4)

Jika kendaraan pribadi perawat sedang di pergunakan oleh keluarga, seperti

sedang di gunakan suami untuk bekerja, maka alternatif pemecahan masalah lain

adalah mengunjungi klien dan keluarga pada waktu sore ataupun malam, yang

mana perawat membuat perjanjian melalui kader. Sebagaimana diungkapkan oleh

informan berikut :

“kalau kendala transportasi, biasanya kalau motor saya lagi di pakai suami, sayaharus tunggu dan janjikan pada keluarga yang positif malaria melalui kader,bahwa saya akan datang sore, atau malam.” (I 2)

Pernyataan informan lain:

“kalau maslah tansfort saya harus menjanjikan dulu kepada pasien, kalaumisalnya memang hal itu di anggap perlu biasanya saya minta anggotakeluarganya kesini untuk jemput saya..”( I 6)

Sementara itu, solusi lain di tunjukkan oleh informan lain sebagaimana terungkap

dari informasi yang diperoleh adalah :

ada satu teman pakai transfortasi pemerintah, jadi kita barengan perginya sepertiitu..”( I 7)

(2) Mempunyai rasa tanggungjawab

kondisi perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru patut dikatakan sebagai

perawat yang produktif. Hal yang menarik perhatian peneliti adalah, walaupun

pelaksanaan kegiatan perkesmas banyak sekali kendala, contohnya SDM yang

masih kurang, tidak tersedianya kendaraan operasional, dan anggaran yang sangat

minim, perawat tetap mampu melaksanakan kegiatan dengan baik.

Segala kekurangan tersebut, seharusnya membuat tenaga perawat menjadi

tidak produktif dan mungkin tidak sanggup melaksanakan kegiatan perkesmas.

Namun ternyata, perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru mampu melakukan

kegiatan perkesmas dan memberikan hasil yang positif. Mereka bisa “lompat

keluar dari kotak” yang menjadi dinding penyebab seorang perawat mengatakan

“tidak bisa”. Kemampuan perawat sinarbaru untuk melompat keluar dari kotak,

ternyata didasari oleh rasa tanggungjawab dan komitmen yang tinggi. Hal ini

diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti

terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“saya sebagai seorang perawat merasa mempunyai sebuah tanggung jawab sebabtelah mendapat gaji dari pemerintah sesuai dengan tupoksi saya sebagai perawatuntuk melakukan dan menerapkan ilmu saya di masyarakat sebagai seorangperawat perkesmas, saya mempunyai motivasi yang kuat dan komitmen yang dipegang teguh pak untuk melaksanakan kegiatan perksemas.”(I 1)

Motivasi lain terungkap sebagaimana informasi yang diapat sebagai berikut :

“motivasi saya untuk menurunkan angka malaria itu sendiri em karena sayapunya komitmen dulu kan banyak sekali angka malaria itu sendiri cukup tingginah disitu saya punya komitmen bagaimana cara menurunkkan angka malaria itusendiri.” (I 5)

(3) Mempunyai orientasi pekerjaan positif

Perawat-perawat Puskesmas Sinarbaru mempunyai kemauan yang keras untuk

menjalankan perkesmas dengan berbagai motivasi. Perawat-perawat tersebut

menyukai pekerjaan mereka dan bangga akan kegiatan perkesmas, mereka juga

mempunyai hubungan yang baik dengan atasan. Memiliki rasa kebanggaan

menjadi seorang perawat, yang bisa turut serta menurunkan angka kesakitan

malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru.

Rasa bangga terhadap pekerjaan yang dimiliki perawat sinarbaru merupakan

kriteria bahwa perawat tersebut memiliki orientasi pekerjaan positif. Mungkin

rasa bangga ini belum dimiliki oleh perawat di Puskesmas lain di Kabupaten

Bangka. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang

diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

‘senang dan bangga susah kalau di ungkapkan dengan kata- kata karena sayamerasa bisa berguna untuk orang lain , saya senang bisa melakukan sesuatu untukkepentingan orang banyak. saya memiliki kepuasan tersendiri begitu. saya sangatsenang sekali dengan adanya kegiatan kunjungan rumah bisa menurunkan angkamalaria dan kami pun juga telah merasa terpanggil untuk menanggulangi kasusmalaria ini karena sebagai perawat..bisa berperan penting sekali untukmasyarakat..”( I 1)

Pernyataan informan lain:

“bukan merupakan suatu kebanggaan tapi kita senang bisa membantu orang lainyah kalau mereka sehat kita juga merasa senang, saya beranggapan sihee.bagaimana orang memperlakukan kita begitu juga kita memperlakukan orang,jadi masud saya sudah sewajarnya kalau kita bisa membantu ya kita harus bantu..”(I 6)

(4) Dapat bergaul dengan efektif

Kriteria selanjutnya dari tema perawat yang produktif adalah perawat tersebut

dapat bergaul. Dapat bergaul disini di artikan bahwa perawat-perawat yang ada di

Puskesmas Sinarbaru dengan mudah dapat berbaur dengan masyarakat terutama

dengan para kader kesehatan di wilayah binaan mereka. Perawat di Puskesmas

Sinar baru telah mampu menjadikan kader-kader kesehatan di daerah binaan

mereka menjadi perpanjangan tangan mereka selama 24jam di masyarakat.

Mereka mempersiapkan kader-kader kesehatan tersebut dengan membekali

para kader dengan pengetahuan tentang penyakit malaria, sehingga kader-kader

tersebut bisa berperan aktif mambantu perawat dalam melaksanakan perkesmas

terutama dalam menanggulangi malaria di Sinarbaru. Kemampuan perawat

Sinarbaru dalam bergaul dengan kader ini, memberikan dampak yang sangat besar

bagi keberhasilan perkesmas dalam penanggulangan malaria di Sinarbaru.

Kemampuan perawat Sinarbaru dalam bergaul dengan kader kesehatan,

menyebabkan kader-kader kesehatan tersebut bersedia membantu setiap kegiatan

perkesmas tanpa meminta imbalan (sukarela). Kemampuan perawat Sinarbaru

dalam hal “dapat bergaul” ini, belum terlihat di puskesmas lain. Hal ini

diungkapkan oleh 3 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti

terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“saya menjalin hubungan silturrahmi yang sangat baik kepada 5 orang kader diwilayah binaan saya dan paling sedikit kite pertemuan 1 kali dalam sebualan padasaat kegiatan posyandu tapi kenyataannya lebih sering sih pak ibaratnya sayaselalu on call dengan kader – kader di wilayah kerja saya” (I 1)

5) Dukungan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas

Faktor lain yang menyebabkan terlaksananya perkesmas dalam

penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya

berbagai dukungan dan harapan yang di berikan oleh masyarakat di seluruh

wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru terhadap perawat Puskesmas Sinarbaru.

Masyarakat tersebut turut membantu dalam berbagai hal dalam upaya

memberantas malaria di wilayah tempat mereka tinggal. Perkesmas juga

memberikan keuntungan yang berlipat ganda jika benar-benar dijalankan

sebagaimana mestinya.

Hasil penelitian yang berkaitan dengan dukungan dan harapan masyarakat

terhadap kegiatan perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria di wilayah

kerja Puskesmas Sinarbaru terdapat empat variabel yaitu : dukungan masyarakat,

kepercayaan masyarakat, permintaan dari kawasan wisata dan permintaan pondok

pesantren, akses pelayanan kesehatan.

(1) Dukungan Masyarakat terhadap kegiatan perkesmas

Pelaksanaan perkesmas di Sinarbaru mendapatkan dukungan dari kalangan

masyarakat umum maupun dari kawasan wisata dan pondok pesantren. Dukungan

masyarakat sangat terhadap perkesmas, menyebabkan perkesmas menjadi suatu

program kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat, baik masyarakat umum,

kawasan pariwisata maupun masyarakat pondok pesantren. Dengan adanya

dukungan dari masyarakat, maka masyarakat tersebut akan menerima berbagai

macam rencana kegiatan perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria, dan

masyarakat akan ikut serta dalam melaksanakan tindakan penanggulangan

malaria.

Pendekatan yang dilakukan oleh perawat Sinarbaru terhadap masyarakat,

membuat anggota masyarakat merasa berkepentingan untuk ikut berperan dan

merasa mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan hak untuk diberitahu,

sehingga keputusan akhir dari semua tindakan dalam upaya penanggulangan

malaria di masyarakat adalah hasil keputusan bersama.

Pendekatan yang dilakukan perawat Sinarbaru bersifat lebih menghargai

masyarakat lokal dengan memberikan kedudukan atau posisi yang sama dengan

perawat sebagai pelaksana perkesmas. Karena diposisikan sama, kedua kelompok

yang berbeda kepentingan tersebut membahas masalah, mencari alternatif

pemecahan masalah dan membuat keputusan secara bersama-sama. Dengan

demikian keputusan bukan lagi menjadi monopoli perkesmas, tetapi ada bersama

dengan masyarakat. strategi pendekatan tersebut dilakukan oleh perawat

perkesmas untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public support).

Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang

diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“Masyarakat disini juga mendukung kegiatan perkesmas, mereka mau menerimakehadiran kita di rumah dan lingkungan mereka, mereka juga mau mendengar danmenuruti apa yang kita sarankan melalui pendidikan kesehatan yang kita berikanpada saat kunjungan rumah...” (I 1)

“masyrakat itu kalau dukunjungi perawat itu merasa bangga seperti itu pak.Masyarakat itu senang menerima masukan dan saran dari perawat, menurutmereka, perawat itu perhatian dengan kondisi mereka di lapangan...”(I 2)

Pernyataan informan lain:

“kalau hotel parai itu mereka sudah mempunyai anggaran tersendiri untukpenanggulangan malaria, seperti pengadaan abate, racun untuk fogging danorangnya sudah ada. Jadi kita tinggal kontrol bagaimana kondisi lingkungandalam hotel parai tersebut.”(I 7)

(2) Kepercayaan Masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan perawat

Faktor lain yang menyebabkan terlaksanananya program perkesmas dalam

penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya

kepercayaan masyarakat terhadap tenaga keperawatan. Kepercayaan masyarakat

terhadap pelayanan keperawatan yang di berikan oleh perawat, di tandai dengan

banyaknya permintaan dari masyarakat yang tidak menderita malaria, untuk

dilakukan kunjungan rumah dan lingkungan mereka. Hal ini diungkapkan oleh 7

orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam

pernyataan informan berikut ini:

“disini adanya permintaan dari masyarakat sendiri, terkadang ada yang memintakami untuk melakukan kunjungan rumah, permintaan ini datang dari masyarakatyang memang ada keluarganya menderita malaria, juga dari masyarakat yangkeluarganya tidak ada menderita malaria,masyarakat di wilayah kerja sayaAlhamdulillah sudah percaya dan sudah yakin terhadap pelayanan keperawatan”(I2)

“faktor lain yang mendukung biasanya itu ada faktor permintaaan darimasyarakat, dari kawasan wisata hotel parai tenggiri , pondok pesanteren IslamicCentre.”(I 3)

Sementara itu, salah satu informan lain juga mengatakan sebagai berikut :

“Men harapan ku sih maksud e men pacak kegiatan nih sering dilakukan ,dilakukan terus jadi kan pacak membantu kami kan menerangkan masalah –masalah cam nih , jadi continyu…eh continyu, terus la berlangsung ibarat e…yo,tu la harapan e. ya pacak membantu masyarakat menjelaskan, ape dapatmembantu masyarakat dalam mencegah malaria seperti ini keluarga kami sedangkene nih, malaria.(kalau harapan saya, kalau bisa kegiatan kunjungan rumah ini sering dilakukanterus, sehingga bisa membantu kami menerangkan masalah-masalah malaria ini,jadi kontinyu..sehiingga bisa membantu masyarakat dalam mencegah malariaseperti keluarga kami ini.) (I 8)

(3) Permintaan penanggulangan malaria dari kawasan wisata dan

permintaan pondok pesantren

Faktor berikutnya yang menyebabkan terlaksanananya program perkesmas

dalam penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah

adanya permintaan dari pihak swasta, dalam hal ini adalah kawasan pariwisata

yaitu hotel Pantai Parai Tenggiri, juga adanya permintaan dari institusi pendidikan

yaitu Pondok Pesantren Islamic Centre terhadap tenaga keperawatan.

Permintaan dari pihak swasta ini, sangat mendukung terhadap terlaksananya

program perkesmas dalam penanggulangan malaria, terutama pada kelompok

khusus yaitu kelompok karyawan hotel beserta lingkungannya, juga kelompok

pesantren yang terdiri dari seluruh civitas pondok pesantren beserta

lingkungannya.

Hal ini diungkapkan oleh 3 orang informan dari 15 informan yang

diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

Berikut ini pernyataan informan yang berkaitan dengan Permintaan dari kawasan

wisata dan permintaan pondok pesantren terhadap perawat dalam pelaksanaan

program Perkesmas di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, yaitu:

“ada permintaan dari Pihak Hotel Parai agar kami melakukan kegiatanpenanggulangan malaria di sana diantaranya yaitu deteksi dini kasus malariauntuk para karyawan parai, agar tidak menularkan kepada wisatawan bentuknyayaitu kegiatan Malaria Blood Survey dan ternyata apabila dari seluruh karyawanyang kita periksa kita temukan hasil pemeriksaan laboratorium positif itulangsung kita obati tentunya dengan berkolaborasi dengan dokter, termasukkegiatan abatesasi dan fogingisasi yang di lakukan secara berkala seacarabersamaan... dan dari pihak pondok pesantren juga ada yaitu dari Ponpes IslamicCentre meminta untuk dilakukan kunjungan rumah dan barak karena sejakdidirikannya Pondok Pesantren Islamic Center Sungailiat berbagai upayakesehatan telah dilakukan antara lain melalui penyuluhan kepada santri maupunmasyarakat di lingkungan pesantren..” (I 1)

(4) Mendekatkan akses pelayanan kesehatan

Kondisi demografi wilayah Puskesmas Sinarbaru yang sebagian wilayahnya

adalah daerah pantai, yang dengan itu akses ke pelayanan kesehatan (Puskesmas)

terdekat memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu kondisi sarana

transportasi berupa angkutan umum, tidak sampai ke daerah pantai. fakta riil

tersebut, dibutuhkan keseriusan membuka akses pelayanan kesehatan kepada

masyarakat di daerah tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, maka mendekatkan

dan memudahkan akses pelayanan kesehatan adalah sebuah tantangan tersendiri.

Faktor lain yang menyebabkan terlaksanananya program perkesmas dalam

penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya

kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dekat dan berkualitas.

Permintaan masayarakat ini lebih banyak berasal dari penduduk di sekitar wilayah

sepanjang pantai yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Mereka

membutuhkan pelayanan kesehatan yang terjangkau, karena mereka sering

terkendala transportasi dan terkendala waktu untuk pergi ke Puskesmas, apabila

ada anggota keluarga yang sakit. Hal ini diungkapkan oleh 4 orang informan dari

15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan

berikut ini:

“mengingat di kawasan wilayah saya yang ada di pinggiran pantai sehinggasusahnya sarana angkutan umum untuk berobat ke puskesmas bila ada anggotakeluarga yang sakit.” (I 1)

Selain alasan susahnya sarana transportasi untuk mencapai pelayanan

kesehatan terdekat dalam hal ini puskesmas, ada alasan lain mengapa perlu

dilakukan perkesmas sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa masyarakat di

sekitar pantai, terutama keluarga dengan mata pencaharian kepala keluarga

sebagai nelayan, mengalami gangguan dalam upaya mencari nafkah jika ada

anggota keluarga yang sakit malaria,karena harus mengantar anggota keluarga

yang sakit ke Puskesmas.

Akan tetapi, dengan hadirnya perkesmas di tengah-tengah mereka, membuat

keluarga tidak merasa terhambat dalam mencari nafkah tetapi juga mendapatkan

pelayanan kesehatan yang baik. Hal ini diungkapkan oleh 4 orang informan dari

15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan

berikut ini:

“terkadang keluarga dengan anggota keluarga yang menderita malaria memilikiketerbatasan waktu untuk berobat ke puskesmas kerena terkadang kepala keluargamencari nafkah dan ibunya harus mengerjakan pekerjaan rumah” (I 3)

Sementara itu, salah satu informan lain juga mengatakan sebagai berikut :

“Dapat membantu ibarat e kan, men- men ape masalah manfaat e dapatmenghemat waktu kami misalkan ade petugas kan dak payah-payah kami kepuskes die orang pacak datang ke sini menjelaskan masalah nih tadi masalahdampak malaria, lingkungan- lingkungan bersih , ku pacak ngurus anak kudirumah sambil begawe karena petugas la datang sendiri ke rumah.(sangat membantu kami, salah satu manfaatnya adalah penggunaan waktu kami,jadi kami tidak perlu susah-susah pergi ke puskesmas karena mereka bisa datangke sini menjelaskan masalah malaria, bagaimana lingkungan biar bersih, saya bisamerawat anak saya di rumah sambil bekerja, karena perawat sudah datang kerumah.) (I 8)

6) Implikasi kegiatan perkesmas

Akibat dari keseluruhan kegiatan perkesmas yang di lakukan perawat

Puskesmas Sinarbaru dalam upaya menanggulagi malaria di wilayah kerja

Puskesmas Sinarbaru, terjadinya peningkatan derajat kesehatan. Hasil penelitian

yang berkaitan dengan implikasi sebuah usaha, terdapat dua variabel yaitu :

kesadaran masyarakat dan kepuasan masyarakat.

(1) Kesadaran masyarakat meningkat

Hasil dari Pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh perawat

melalui kegiatan asuhan keperawatan baik individu, keluarga dan masyarakat

telah menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam

mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan

mereka sendiri terutama dalam penanggulangan malaria.

Peningkatan kesadaran masyarakat, terutama kepedulian terhadap penyakit

malaria, menyebabkan perubahan perilaku dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran

masyarakat akan pentingnya pencegahan dan penanggulangan malaria dengan

baik, pada akhirnya menyebabkan angka kesakitan malaria di wilayah kerja

Puskesmas Sinarbaru menjadi turun. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan

dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan

informan berikut ini:

“mereka yang sebelumnya kurang mengerti tentang penanganan malaria inisekarang meraka bisa berubah menjadi mengerti, sebelumnya tempat tinggalmereka banyak genangan- genangan air, lingkungan mereka terlihat kotor kurangbersih kemudian setelah dilakukan penyuluhan, genangan- genangan air tersebutjadi hilang, sebelumnya biasanya kalau keluar malam hari mereka tidak pernahmenutup pintu rumah mereka sekarang setiap malam biasa menutup pintu rumahmeraka, memasang kain kassa di semua ventilasi, kemudian pada malam harisekarang memakai pakaian panjang agar tidak mudah terserang gigitan nyamuk,setiap malam misalnya memasang obat nyamuk atau obat anti sebelumnya biasamandi di sungai kemudian sekarang mereka punya sumur masing- masing sekitarrumah mereka sehingga tidak mandi di sungai lagi,masyarakat sering BABsembarangan di belakang rumah mereka sendiri dulu kan belum punya WCsetelah diadakan penyuluhan sekarang mereka membuat WC sendiri setiaprumah.”(I 5)

(2) Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan perawat

Masyarakat yang mengalami kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh

perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria, cenderung mematuhi nasihat,

setia, atau taat terhadap rencana pengobatan yang telah disepakati. kepuasan

masyarakat merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan perkesmas

yang lebih baik, efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap

pelayanan perkesmas merupakan faktor penting untuk melanggengkan penyediaan

pelayanan perkesmas di masyarakat.

Pelaksanaan program perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah

kerja Puskesmas Sinarbaru, ternyata tidak saja memberikan dampak terhadap

penurunan angka kesakitan malaria semata. Pelaksanaan program perkesmas juga

telah memberikan satu bentuk kepuasan dari masyarakat terhadap pelayanan yang

di berikan oleh tenaga keperawatan yang ada di Puskesmas Sinarbaru. Hal ini

diungkapkan oleh 3 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti

terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:

“saya sengaja turun kelapangan untuk melakukan survey tentang pelayanan yangdi berikan rekan-rekan perawat terhadap masyarakat, biasanya keluarga merasasenang dengan di kunjungi oleh perawat perkesmas mereka juga biasanya merasapuas.”(I 3)

Sementara itu, salah satu informan lain juga mengatakan sebagai berikut :

“Yo senangla puas la berartikan ade tanda peduli, dari pihak puskes kekmasyarakat lingkungan sini terutama tentang malaria , kami pun merasa terbantula dengan penjelasan- penjelasan dari para petugas perawat- perawat puskes.“( senang puas juga artinya ada kepedulian dari pihak puskesmas kepadamasyarakat lingkungan ini terutama tentang malaria, kami pun merasa terbantujuga dengan penyuluhan-penyuluhan dari perawat-perawat puskesmas ini.) (I 8)

Berikut peneliti membuat peta hubungan dari keseluruhan tema diatas :

92

Gambar 4.4 : PETA TEMA

PELAKSANAAN PERKESMAS DALAM PENANGGULANGAN MALARIA

DI PUSKESMAS SINARBARU KABUPATEN BANGKA

Lingkungan( negatif ) (positif)

Input Proses Output

Pilar Penyangga KegiatanPerkesmas

Panggilan jiwa menjadiseorang perawat

Strategi Perkesmas dalammemutuskan mata rantai

penularan malaria

Implikasi kegiatanPerkesmas

Benang KusutPermasalahanMalaria diKabupaten Bangka

Sikap Masyarakat Dukungan MasyarakatHarapan Bersama

93

4.2 Pembahasan

Pada sub bab ini akan dibahas hasil penelitian yang dihubungkan dengan teori,

dan hasil-hasil penelitian sebelumnya terkait dengan pelaksanaan perkesmas

dalam penanggulangan malaria. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti

mengidentifikasi tema yang muncul, selanjutnya akan diuraikan mengenai tema

yang muncul yang dikaitkan dengan teori atau hasil penelitian yang relevan.

4.2.1 Benang kusut penyebab Malaria di Kabupaten Bangka

Malaria menular melalui nyamuk, penyakit ini banyak ditemui di daerah tropis

dan subtropis, termasuk di Indonesia, yang 80 persen dari sekitar 500 kota dan

kabupatennya endemis malaria. Hampir setengah dari penduduk Indonesia tinggal

di wilayah-wilayah berisiko tinggi itu. Di Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka

Belitung, malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat selama bertahun-tahun.

Epidemi malaria telah memengaruhi struktur sosial penduduk dan menghambat

pembangunan ekonomi, meski penyakit ini bukan masalah satu-satunya yang

dihadapi kabupaten ini.

Negeri Laskar Pelangi (Propinsi Kepulauan Bangka Belitung), terkenal

sebagai daerah yang kaya akan potensi keindahan pariwisata dan kekayaan SDA

lautnya yang seakan tak habis membuat wajah bumi Serumpun Sebalai (nama lain

dari provinsi ini) menjadi lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia hingga

mancanegara. Hal tersebut disebabkan karena potensi SDA mineral biji timah

yang diproduksi semakin melimpah ruah dan berkontribusi besar dalam

menyokong investasi pendapatan daerah dan nasional. Hampir seluruh wilayah

laut dan darat Bangka diminati oleh masyarakat dan investor untuk dijadikan

lokalisasi bisnis dan perdagangan SDA, meliputi tatanan ekosistem darat dan laut.

Namun, dewasa ini aktivitas penambangan timah makin marak dilakukan oleh

pelaku tambang (masyarakat) secara liar. Hal ini sangat memprihatinkan,

mengingat semakin dibukanya kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat

Bangka dalam mengeksploitasi SDA: timah ini secara bebas oleh masyarakat

dengan tujuan kemakmuran bersama (Perda No. 6 Tahun 2001), hal ini ternyata

tidak membuat surut masyarakat untuk melakukan pengadaan bisnis

penambangan yang lebih banyak untuk mendapatkan kualitas SDA: timah yang

lebih menantang. Terbukti dari semakin maraknya kegiatan pertambangan rakyat

yang sifatnya illegal (masyarakat Bangka umumnya menyebut Tambang

Inkonvensional/TI). Objek penambangan illegal meliputi ekosistem alam (darat

dan laut) Bangka, terutama yang ada dalam lingkup kerja wilayah hutan

konservasi dalam upaya melangsungkan kehidupan.

Tanpa memperhatikan wawasan lingkungan, masyarakat Bangka membuka

lahan tambang tanpa mengindahkan Kuasa Penambangan (KP) legal sesuai UU

yang telah ditetapkan oleh Pemda Provinsi Kep. Bangka Belitung. Kebijakan

pertambangan No. 6 tahun 2001 tentang pengelolaan pertambangan umum,

mempertegas definisi pertambangan rakyat secara legal serta beberapa ketentuan

kebijakan preventif dalam upaya reklamasi lahan pasca penambangan.

Tuntutan ekonomi membuat warga semakin tak terkendali. Dengan tujuan

pembukaan lahan penambangan, para pelaku TI dengan seenaknya membongkar

area hutan (hutan fungsi khusus, hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi/

reklamasi eks tambang timah hingga hutan magrove). Dengan cara membabatnya,

membakarnya, kemudian menggunduli area tersebut guna kepentingan eksploitasi

dan kepuasan sesaat.

Sebagian besar penambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara

terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang

raksasa di bekas areal penambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi

menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan

kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat

yang dapat merembes ke sistem air tanah dan berpotensi mencemari air tanah

sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah sering kali tidak

terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan

pertambangan tersebut. Di Pulau Bangka dan Belitung banyak dijumpai lubang-

lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan

sangat berbahaya.

Akibat aktivitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak

berjalan, karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI

juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum. Lahan

menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak adanya

upaya reklamasi/rehabilitasi pada lahan eks-tambang menjadikan abrasi pantai

dan kerusakan cagar alam.

Keadaan yang menjadi sorotan dan memprihatinkan peneliti di sini adalah

dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan terhadap penyakit terutama

malaria yang tidak pernah terpikirkan oleh para aktor pelaku penambangan.

Secara tidak langsung mereka telah “menggali lubang kuburan” bagi diri sendiri

dan keluarga mereka. Bagaimana tidak? Perusakan hutan karena tambang

membuat banyak wilayah dilanda kekeringan hebat pada musim kemarau. Jika

dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah bumi Bangka

Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air hujan

dan menjadi tempat perindukan yang subur bagi nyamuk anopheles. Akibatnya,

penularan penyakit malaria di Pulau Bangka cukup tinggi.

Menurut peneliti, Bangka yang merupakan daerah kepulauan dengan kondisi

geografis penuh rawa, ditambah banyaknya danau-danau buatan hasil galian

tambang timah ilegal (TI) menjadi tempat yang cukup ideal bagi perindukan

nyamuk anopheles sehingga vektor nyamuk tumbuh subur di daerah Bangka.

Hasil penelitian selanjutnya adalah berkaitan dengan mata pencaharian

masyarakat sebagai karyawan perkebunan kelapa sawit. Keadaan ini juga

memiliki potensi penyebaran malaria. Kebanyakan dari karyawan perkebunan

kelapa sawit tinggal untuk sekian lama di rumah-rumah yang terbuat dari papan

berada di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit. Keadaan lingkungan di sekitar

perumahan mereka sangat berpotensi untuk menjadi tempat perindukan. Halaman

perumahan di penuhi dengan ban-ban bekas, yang mana ban-ban bekas ini di

biarkan begitu saja sehingga menjadi tempat-tempat penampungan air hujan.

Tempat penampungan air pada ban ini menjadi tempat-tempat perindukan

nyamuk. Selain kondisi tersebut, kondisi lain juga memberikan peluang besar

terhadap munculnya tempat-tempat perindukan nyamuk. Banyaknya tempat-

tempat penampungan air yang di alirkan dari atap rumah merupakan gambaran

sisi lain kehidupan masyarakat perkebunan kepala sawit. Air ini digunakan untuk

kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Masyarakat tidak bisa menggali

sumur, karena airnya tidak ada, keadaan ini terjadi karena air tanah habis di serap

oleh tanaman kelapa sawit.

Kondisi lingkungan yang berpotensi untuk menyebabkan munculnya tempat-

tempat perindukan, tentunya akan menyebabkan banyaknya nyamuk dewasa,

keadaan ini juga sangat didukung dengan keadaan lingkungan di sekitar

perkebunan kelapa sawit, yang mana suhu lingkungan di sekitar perkebunan

lembab dan gelap, sehinggaa nyamuk dewasa akan merasa nyaman berada di

lingkungan tersebut. Akibat dari derap pembangunan yang kian cepat adalah

kemungkinan timbulnya tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made

breeding places). Penambangan timah dan pembukaan lahan perkebunan kelapa

sawit adalah beberapa contoh kegiatan pembangunan yang sering menimbulkan

perubahan lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk malaria (man-made

malaria).

Selain tempat perindukan dan vektor berupa nyamuk anopeles, hasil dari

penelitian ini faktor yang juga turut mendukung penyebaran malaria di

Kabupaten Bangka di antaranya adalah kesadaran masyarakat , sikap masyarakat

dan kebiasaan masyarakat Bangka yang menunjang penyebaran malaria di

Kabupaten Bangka.

Kesadaran dan sikap masyarakat yang di maksud disini adalah masyarakat di

Bangka sering kali kurang memperhatikan kebersihan lingkungan di sekitar

rumah. Masyarakat Bangka sering membuang sampah dimana saja, sehingga

sekeliling lingkungan rumah menjadi kotor, banyak sampah dan wadah-wadah

penampungan air terbuka yang bisa dijadikan tempat perindukan nyamuk. Sikap

lain dari masyarakat bangka adalah, ketidakperdulian para pelaku tambang timah

ilegal, yang membiarkan lubang-lubang besar berair sebagai dampak dari

penggalian pertambangan tersebut. Lubang-lubang ini selanjutnya akan menjadi

tempat-tempat perindukan bagi nyamuk anopheles. Masyarakat Bangka belum

menyadari bagaimana dampak tumpukan sampah bisa menyebabkan penularan

malaria. Mereka juga tidak menyadari apabila sedang sakit malaria maka mereka

akan menularkan kepada orang lain.

Faktor ini kadang-kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan

faktor lingkungan lainnya. Prinsipnya ialah menciptakan keadaan lingkungan

yang menguntungkan bagi nyamuk dimana adanya sikap yang membuat tempat

perindukan nyamuk seperti membiarkan tergenangnya air di pekarangan dan

jarang membersihkan tempat tinggal.( Aswar, 1990)

Sikap lain dari masyarakat Bangka yaitu pendapat mereka tentang penyakit

malaria itu sendiri. Masyarakat Bangka merasa penyakit malaria bukanlah

penyakit yang harus di khawatirkan. Menurut beberapa informan dari penelitian

ini, bahwa masyarakat Bangka merasa wajar apabila mereka terinfeksi penyakit

malaria. Mereka merasa sudah begitu bersahabat dengan penyakit malaria. Sikap

seperti ini sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Apabila malaria tidak

dianggap sebagai suatu kebutuhan (demand) untuk diatasi, maka upaya untuk

menyehatkan lingkungan tidak akan dilaksanakan oleh masyarakat secara

spontan. (Rumbiak,2006)

Faktor lain adalah kebiasaan masyarakat Bangka untuk berada di luar rumah

sampai larut malam yang mana akan memperbesar resiko jumlah gigitan nyamuk.

Selain kebiasaan keluar malam, masyarakat Kabupaten Bangka masih memiliki

kebiasaan mandi bersama di tempat pemandian yang banyak rawa-rawanya,

terutama pada waktu menjelang maghrib, kebiasaan ini membuat masyarakat

sangat mudah untuk terpapar dengan gigitan nyamuk anopheles, karena

karakteristik nyamuk anopheles mengigit pada saat sore hari menjelang magrib

sampai waktu fajar. (Kemenkes RI, 2008)

Kebiasaan- kebiasaan tersebut diatas sangat mendukung penyebab Kabupaten

Bangka hingga saat ini masih termasuk daerah endemis malaria. Selain kebiasaan

keluar malam dan mandi bersama, penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah

dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai

dengan perbedaan status sosial masyarakat, juga akan mempengaruhi angka

kesakitan malaria.

Kondisi yang tidak kalah memprihatinkan dari hasil penelitian ini adalah tidak

sedikit masyarakat Bangka yang sudah “pintar” dalam mengkonsumsi obat sendiri

tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atau tanpa resep dari dokter. Saat

ini penggunaan obat klorokuin sudah tidak direkomendasikan untuk mengobati

malaria, karena diketahui klorokuin sudah resistensi terhadap penyakit malaria.

Hasil penelitian menunjukkan telah ditemukan adanya resistensi plasmodium

vivax terhadap klorokuin di beberapa wilayah Indonesia termasuk Bangka dan

Papua. ( Kemenkes RI, 2008)

Berbagai macam obat malaria dengan mudah dapat diperoleh dan dikonsumsi

oleh masyarakat secara bebas, obat yang sudah tidak rekomendasi oleh dokter

atau tenaga kesehatan, dapat mereka beli di warung. Hal-hal tersebut menurut

peneliti membuat populasi penduduk di kabupaten ini rentan terhadap wabah

penyakit yang sebenarnya dapat dicegah. Peneliti berusaha mendapatkan data

tertulis tentang penggunaan obat-obat malaria dengan kandungan klorokuin, tetapi

data tertulis memang tidak dapat ditemukan. Namun, hal yang menarik perhatian

peneliti adalah, kenyataan di lapangan, konsumsi obat-obatan dengan kandungan

klorokuin masih terjadi.

Berikut penulis menggambarkan bagan keterkaitan berbagai faktor yang

menjadi benang kusut penyebab Kabupaten Bangka masih menjadi daerah yang

endemis malaria.

Lingkungan Perilaku Manusia

Pengobatan

Kolong bekas TI

Rawa-rawa

Kebun

Sikap masyarakat yang kurang memperhatikankebersihan Lingkungan sekitar tempat tinggal

Kurangnya kesadaran masyarakat untukmengetahui pola penularan, pencegahan, dan

penanggualangan malaria

Kebiasaan masyarakat Bangka mandi bersama di

waktu sore hari

Kegiatan Tinggal di kebun dalam waktu yang

lama

Kebiasaanmasyarakatmengkonsumsi obatsendiri sehinggamenyebabkanresistensi

Masih ada penderitamalaria positif

vektorBangka endemismalaria

Display faktor penyebab bangka masih endemis malaria, inovasi peneliti

4.2.2 Pilar utama kegiatan perkesmas

Dalam pokok bahasan sebelumnya peneliti menggambarkan berbagai faktor

yang mendukung Kabupaten Bangka masih berada pada daerah dengan gelar

endemis malaria. Penyebabnya adalah banyak sekali faktor yang membuat

“lingkaran setan” sehingga sulit untuk memberantas masalah malaria di

Kabupaten Bangka.

Secara lebih khusus, subbab berikut akan membahas cara kerja Puskesmas

Sinarbaru beserta stafnya. Perhatian akan difokuskan pada faktor pendukung

kesiapan pelaksanaan program perkesmas dalam penanggulangan malaria. Peneliti

akan memperlihatkan berbagai faktor yang mendukung berjalannya kegiatan

perkesmas walaupun bukan berarti tidak ada kendala yang berimplikasi pada

sejumlah ketegangan yang mempengaruhi berbagai fungsi puskesmas dan

personelnya. Analisa ini dimaksudkan untuk memberikan suatu kerangka

penulisan agar kegiatan-kegiatan perawat yang akan dibahas pada subbab

berikutnya dapat dipahami.

Peneliti beberapa hari mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di

Puskesmas Sinarbaru, sebagaimana biasanya kegiatan-kegiatan yang ada di

Puskesmas Sinarbaru seolah sudah merupakan rutinitas. Pada pukul 07:30 staf

Puskesmas sudah melaksanakan apel pagi yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas.

Walaupun masih ada beberapa staf belum hadir, setelah selesai apel pagi, semua

staf menyebar memasuki ruang kerja masing-masing, termasuk para perawat.

Beberapa perawat sudah bersiap-siap untuk turun ke lapangan, sesuai dengan

rencana kerja yang telah mereka buat sebelumnya untuk melakukan penyuluhan

tentang malaria Beberapa perawat juga akan melakukan kunjungan evaluasi

terhadap klien pascapositif malaria.

Sementara itu, di ruang tunggu pendaftaran sudah banyak orang yang

menunggu. Mereka duduk di kursi yang terbuat dari besi, tua muda, laki-laki, dan

perempun bercampur baur menanti dibukanya loket pendaftaran. Hampir

seluruhnya berasal dari wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Para orang dewasa

duduk sambil berbincang-bincang, sementara beberapa anak-anak terlihat bermain

di sekitar pekarangan Puskesmas.

Tidak lama berselang, kegiatan di ruang Balai Pengobatan (BP) dimulai.

Beberapa pasien sudah dipanggil dan ada yang langsung diberi resep oleh dokter.

Beberapa pasien harus melakukan pemeriksaan laboratorium, lalu kembali lagi ke

ruang BP untuk mendapatkan resep. Hingga pada pukul 10:15 WIB, dua orang ibu

bersama seorang anak perempuan. Ternyata seorang ibu yang membawa tersebut

adalah seorang kader yang membawa ibu dari anak perempuan tadi yang

terdiagnosa dokter positif malaria. Setelah mendapat resep dari dokter, kader

beserta ibu dengan anaknya disarankan untuk ke ruang perkesmas.

Ruangan perkesmas berada di bagian belakang Puskesmas. Di dalam ruangan

sudah ada seorang perawat yang sedang membuat laporan bulanan perkesmas.

Perawat tersebut adalah perawat koordinator perkesmas, sementara perawat yang

lainnya telah berangkat ke satu wilayah binaan. Kegiatan turun ke lapangan di

lakukan secara bersama-sama karena secara struktur organisasi perkesmas,

penanggung jawab wilayah merangkap perawat pelaksana. Oleh karena, jumlah

tenaga keperawatan sembilan orang tersebut ternyata yang turun kelapangan

hanya tujuh orang, secara kuantitas jumlah tenaga keperawatan masih kurang.

Sementara itu dikatakan bahwa sumber daya manusia merupakan elemen penting

dari lingkungan dalam dan merupakan aset terpenting organisasi dibanding

elemen lingkungan lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa sumber

daya manusialah yang membuat sumber-sumber daya lain bekerja. Manusia

menjadi motor penggerak aktivitas manajerial. (Sutisna, 2009)

Keadaan ini memang dirasakan menjadi kendala dalam melaksanakan program

perkesmas. Kendala ini, menurut peneliti, merupakan satu masalah yang cukup

berpengaruh dalam melaksanakan program perkesmas secara ideal. Sebab, dari

semua kegiatan, sumber daya manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh

dalam menghasilkan suatu produk, apalagi produk yang dihasilkan perkesmas

adalah jasa.

Dalam melaksanakan perkesmas dibutuhkan SDM yang betul-betul sesuai,

baik secara kuantitas maupun kualitas. Empat perawat Pukesmas Sinarbaru, di

antaranya, masih berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), tiga yang

lainnya berlatarbelakang pendidikan Akademi Keperawatan (AKPER). Melihat

kondisi pendidikan perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru, menurut peneliti

belum cukup memadai. Sebagai seorang perawat kesehatan masyarakat, mereka

harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dan komunitas serta

harus mampu melaksanakan advokasi dan negosiasi terhadap berbagai pihak yang

terkait dengan pelaksanaan perkesmas itu sendiri.

Keterampilan dalam advokasi dan negosiasi tersebut tentunya tidak dimiliki

oleh tenaga keperawatan dengan latarbelakang pendidikan SPK atau setingkat

Akademi. Menurut ICN (2001), perawat adalah seorang perawat yang terdaftar

yang telah memperoleh dasar pengetahuan ahli, kompleks keterampilan

pengambilan keputusan yang kompleks dan kompetensi klinis untuk praktek,

diharapkan kualifikasi perawat sampai gelar Master.

Kendala lain dari hasil penelitian ini, didapatkan data dari tujuh perawat

tersebut, tiga di antaranya masih berstatus tenaga honorer pemerintah daerah.

Status kepegawaian ini menyebabkan kegiatan perkesmas tidak berdampak pada

kenaikan pangkat dan golongan perawat tersebut.

Walaupun secara kuantitas maupun kualitas tenaga keperawatan di Puskesmas

Sinarbaru masih ada kendala, serta secara status kepegawaian masih ada yang

berstatus tenaga honorer, ternyata tidak berarti mereka tidak mau melaksanakan

kegiatan perkesmas. Penanggulangan malaria di Kabupaten Bangka masih

berjalan sendiri-sendiri, semua terfokus hanya kepada pengelola program malaria

sehingga, menurut peneliti, hanya akan menjadikan masalah baru dalam proses

penanggulangan malaria.

Sementara itu, untuk pengelola program malaria di Puskesmas lebih banyak

dipegang oleh petugas kesehatan dengan latar belakang pendidikan bukan

keperawatan. Demikian juga dengan pengelola program malaria di tingkat

Kabupaten. Dari hasil studi dokumentasi, peneliti mendapatkan dari 11

puskesmas, hanya dua puskesmas yang pengelolaan program malaria dipegang

oleh tenga dari keperawatan. Hal ini membentuk pola pikir bahwa pengelola

program di tingkat puskesmas hanyalah pengobatan dan pengobatan. Mereka

tidak pernah berpikir bagaimana cara mencegah penularan serumah, mencegah

penularan dalam lingkungan, tidak terpikirkan pula bagaimana memodifikasi

lingkungan dan sebagainya.

Menurut peneliti, sudah saatnya Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka

membuka mata dan berlapang dada, menerima siapa yang memang “bekerja”

menekan angka kesakitan malaria dan siapa seharusnya yang menjadi penanggung

jawab atau pengelola program malaria di tingkat puskesmas maupun kabupaten.

Seorang pengelola akan memahami dan juga mengetahui dengan jelas apa yang

seharusnya dilakukan di lapangan dan penulis yakin bahwa ilmu tersebut hanya

ada dalam diri seorang perawat kesehatan masyarakat, bukan tenaga kesehatan

yang lain. Berikut daftar pengelola program malaria di Puskesmas se-kabupaten

Bangka:

Tabel 4.1 Daftar pengelola program Malaria berdasarkan Latar balakang

Pendidikan di Puskesmas se-Kabupaten Bangka tahun 2012

Sumber : laporan GF tahun 2012

No. Puskesmas Pendidikan

1 Sungailiat S1 Kesmas2 Sinarbaru Akper3 Kenanga Analis4 Pemali LCPK5 Bakam APK6 Belinyu Analis7 Gn.Muda Akper8 Riau Silip S1 Kesmas9 Baturusa Analis

10 Puding Besar Analis11 Petaling LCPK

Seandainya tenaga keperawatan yang ada di puskesmas betul-betul

dimaksimalkan dalam pelaksanaan perannya sebagai tenaga perawatan kesehatan

masyarakat (Perkesmas), peneliti yakin angka kesakitan malaria di Kabupaten

Bangka bisa lebih cepat ditekan sehingga memasuki Low Case Incidence (LCI),

sebab kondisi ini telah terbukti di Puskesmas Sinarbaru.

Faktor pendukung kesiapan pelaksanaan perkesmas yang berikutnya adalah

anggaran. Dana operasional untuk seluruh kegiatan perkesmas termasuk dalam

rangka kunjungan rumah. Kondisi yang sangat memprihatinkan adalah kegiatan

perawat kesehatan masyarakat ini seolah di pandang sebelah mata. Alokasi

APBD untuk kegiatan perkesmas sangat sedikit bahkan bisa dikatakan tidak ada,

sementara itu, pelaksanaan tugas Puskesmas harus didukung oleh sumber daya

yang mencukupi. Dukungan dana operasional, sebagainya bertujuan untuk

meningkatkan kinerja pegawai dan memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan memuaskan pelanggan. jika dana operasional dan honor yang

diterima pegawai rendah, maka moral dan motivasi kerja pegawai akan turun.

(Sulaiman, 2009)

Peneliti melihat adanya pendiskriminasian program dalam hal pengajuan

anggaran, baik di tingkat dinas kabupaten maupun di tingkat puskesmas. Dengan

alasan perkesmas bukan merupakan program wajib di puskesmas maka program

perkesmas tidak menjadi program unggulan layaknya basic six yang saat ini

menjadi program wajib sehingga seolah perkesmas tidak terlalu penting untuk

dianggarkan.

Demikian halnya dengan penggunaan dana BOK. Pada dasarnya penggunaan

dana BOK bisa digunakan untuk kegiatan promotif dan preventif. Namun sayang,

pada pelaksanaan di lapangan, sangat sedikit dana BOK yang digunakan oleh

tenaga keperawatan yang ada di sepuluh puskesmas lain, selain Pukesmas

Sinarbaru. Dana BOK kebanyakan diserap oleh progrram KIA dan yang lain.

Peneliti sangat menyayangkan kondisi ini. Sebenarnya, penggelontoran dana

BOK adalah satu peluang besar bagi terlaksananya kegiatan perkesmas di seluruh

Kabupaten Bangka. Tujuan utama pengadaan dana BOK adalah untuk kegiatan

promotif dan preventif yang notabene merupakan bagian dari kegiatan perkesmas

melalui kegiatan kunjungan rumah. Namun, karena sedikit bahkan sama sekali

tidak ada pengajuan POA oleh program perkesmas untuk menggunakan dana

BOK tersebut maka dikatakanlah dana BOK sedikit dan lebih banyak digunakan

untuk program-program wajib yang kegiatannya belum terakomodir di anggaran

APBD.

Pendanaan kegiatan penanggulangan malaria untuk Kabupaaten Bangka

khususnya juga telah mendapat dana bantuan dari Global Fund (GF). Sayangnya,

menurut peneliti, usaha-usaha yang dilakukan lebih banyak ke arah kuratif dan

sangat sedikit menyentuh lahan promotif dan preventif.

Peneliti sangat merasa heran terkait dengan bantuan luar negeri seperti GF ini.

Entah berapa besar anggaran yang telah digelontorkan dalam upaya memberantas

malaria untuk Kabupaten Bangka khususnya dan Provinsi Bangka Belitung pada

umumnya sejak tahun 2008 hingga sekarang. Sangat disayangkan, peneliti tidak

berhasil mendapatkan informasi berapa rupiah dana yang sudah dicairkan oleh GF

untuk Kabupaten Bangka karena alasan sudah merupakan kesepakatan bahwa

besaran dana yang dikeluarkan GF tidak boleh dipublikasikan.

Besaran dana yang telah digelontorkan oleh GF dalam upaya menanggulangi

malaria dalam kurun waktu lima tahun terakhir menurut analisa peneliti belum

menunjukkan keberhasilan. Mungkin bisa peneliti katakan bahwa anggaran yang

telah digelontorkan selama lima tahun tidak sepadan dengan pencapaian hasil

yang didapat. Terbukti sampai tahun 2011 Annual Parasite Incidence (API)

Kabupaten Bangka masih berada pada Moderate Case Incidence (MCI) yaitu

antara 1-5% dan angka Annual Malaria Incidence (AMI) juga masih berada pada

Medium Incidence Area (MIA) yaitu 10–50%. (Dinas Kesehatan Kabupat

Bangka, 2012)

Gambar 4.5. Grafik AMI dan API Kabupaten Bangka

Tahun 2008 sampai dengan 2011

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka, 2012

0

20

40

60

20082009

20102011

2008 2009 2010 2011AMI (‰) 50.84 56.88 45.11 42.24API (‰) 9.31 4.21 1.71 1.8

Penanggulangan malaria di Kabupaten Bangka terkesan lamban, menurut

peneliti, dikarenakan adanya kesalahan dalam menentukan kebijakan untuk

mengambil tindakan. Penanggulangan saat ini, lebih banyak ditujukan pada

program pengobatan dan sangat kurang dalam kegiatan promotif dan preventif.

Walaupun dari sisi anggaran, Kabupaten Bangka mendapatkan suntikan dana dari

bantuan luar negeri, tetapi program yang harus dijalankan bukan untuk kegiatan

yang bersifat pencegahan karena program yang harus dilaksanakan telah

ditetapkan oleh GF.

Menurut peneliti, program-program yang dilaksanakan oleh GF belum tepat

sasaran dan belum tepat dalam memilih siapa yang seharusnya menjadi pelaksana

dan penggerak anggaran-anggaran GF tersebut. GF seolah tidak mau tahu.

Seharusnya anggaran tersebut ditujukan untuk kegiatan perkesmas karena perawat

merupakan ujung tombak pelaksanaan program di puskesmas. Namun, pada

kenyataannya tidak sedikit pun anggaran tersebut mengalir untuk kegiatan

perkesmas.

Kesalahan terbesar dari program GF adalah, sifat “buta” dan “tuli” mereka,

sekali lagi peneliti mengatakan demikian, karena kesalahan mereka yang tidak

melibatkan tenaga keperawatan dalam menanggulangi malaria. Mulai tahun 2008

sampai tahun 2011, tidak satu pun kegiatan dari program GF yang melibatkan

peran perawat. Berikut peneliti sampaikan program-program yang telah dan

sedang berjalan pada GF:

No KEGIATAN TAHUN 2008 KEGIATAN TAHUN 2009 KEGIATAN TAHUN 2010 KEGIATAN TAHUN 2011

1Counduct Mass Blood Surveys( MBS ) with RDT &

Counduct Mass Blood Surveys( MBS ) with RDT &

Counduct Mass Blood Surveys( MBS ) with RDT &

Counduct Mass Blood Surveys( MBS ) with

Microskopics Microskopics Microskopics Microskopics

2Training Of HC Mikroskopis atdistrict World Malaria Day / workshop

Provition of incentiv forcrosscheker at district

Provition of incentiv forcrosscheker at district

3Case Management training ofhealth provider ( Doctor )

4Case Management training ofhealth provider ( Midwives )

Case Management training ofhealth provider ( Midwives )

Case Management training ofhealth provider ( Midwives )

4Support to Surveylanceactivities in health centre

Support to Surveylanceactivities in health centre

Support to Surveylanceactivities in health centre

Support to Surveylanceactivities in health centre

10 puskesmas 11 puskesmas 11 puskesmas 11 puskesmas

5Provide incentive / transportfor midwives

Provide incentive / transportfor midwives

Provide incentive / transportfor midwives

Provide incentive / transportfor midwives

15 orang yang di latih 15 orang yang di latih 46 orang yang di latih 46 orang yang di latih

Tabel 4.2 : Kegiatan Komponen GF Malaria Round 6

GF ATM Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka

Tahun 2008 - 2011

Sumber : Laporan kegiatan GF Kabupaten Bangka 2011

6 Provition of incentive tomikroskopis ( 10 puskesmas )

Provition of incentive tomikroskopis ( 11 puskesmas )

Provition of incentive tomikroskopis ( 11 puskesmas )

Provition of incentive tomikroskopis ( 11 puskesmas )

7Supplies and Operational Cost( paper

Supplies and Operational Cost( paper

Supplies and Operational Cost( paper

Supplies and Operational Cost( paper

stationary, fax cost, mobilephone) to 3

stationary, fax cost, mobilephone) to 3

stationary, fax cost, mobilephone) to 3

stationary, fax cost, mobilephone) to 3

mountly reporting for GF ATMand SMS HIS

mountly reporting for GF ATMand SMS

mountly reporting for GF ATMand SMS

mountly reporting for GF ATMand SMS

8

Provide supervice &Monitoring and Evaluation atDistrict

Provide supervice &Monitoring and Evaluation atDistrict

Provide supervice &Monitoring and Evaluation atDistrict

Provide supervice &Monitoring and Evaluation atDistrict

9Supervice to Areal routintransport

Supervice to Areal routintransport

Supervice to Areal routintransport

Supervice to Areal routintransport

10Distribution Of LLINs tolocation 5050 pc

Distribution Of LLINs tolocation 6839 pc

Distribution Of LLINs tolocation 8775 pc

Melihat berbagai kegiatan yang telah ditentukan oleh GF dalam upaya penanggulangan

malaria tersebut di atas, jelas menurut peneliti, adalah kesalahan besar GF tidak melibatkan

program perkesmas dalam penanggulangan malaria. Bahkan, GF melibatkan bidan dalam hal ini

yang notabene dari hasil pengamatan peneliti tidak pernah turun kelapangan dalam rangka

penanggulangan malaria. Jika anggaran insentif atau transport tersebut diberikan kepada program

perkesmas, peneliti yakin kenyataan hasil yang terjadi akan berbeda dengan kondisi saat ini.

Kondisi keuangan pemerintah daerah yang sangat terbatas, memengaruhi penggunaan

anggaran kesehatan di tingkat puskesmas, tidak terkecuali Puskesmas Sinarbaru. Kegiatan

perawat turun kelapangan, dalam rangka melakukan kunjungan rumah pada penderita malaria,

yang dilakukan tiga kali kunjungan, hanya mendapat penggantian uang transport sebanyak satu

kali kunjungan.

Kemampuan dan potensi perawat dalam melaksanakan kegiatan perkesmas dalam

menanggulangi malaria tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat

digunakan untuk mencapai tujuan terlaksananya kegiatan perkesmas. Menurut peneliti, segala

sesuatu yang dibutuhkan oleh program perkesmas dan dibutuhkan oleh tenaga perawat guna

mencapai tujuan program tersebut perlu direncanakan dengan cermat, terkait dengan sarana dan

prasarana yang mendukung semua proses kegiatan perkesmas. Gunanya agar sarana dan

prasarana selalu dalam kondisi siap pakai setiap diperlukan sehingga perawat dapat memberikan

layanan profesional dan kegiatan program perkesmas bisa berlangsung secara efektif juga

efisien.

Sebenanya, sarana dan prasarana kegiatan perkesmas di Puskesmas Sinarbaru, menurut

peneliti secara umum sudah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan perkesmas. Kreativitas

perawat di Puskesmas Sinarbaru pantas di acungi jempol, mereka membuat stiker PHN yang

selanjutnya akan ditempel di rumah-rumah yang mereka kunjungi sampai keluarga tersebut

mencapai Keluarga Mandiri III atau IV. Mereka juga membuat rompi PHN berwarna biru,

dilengkapi dengan identitas berupa tulisan “petugas perkesmas Puskesmas Sinarbaru” di bagian

belakang dan “nama petugas” di bagian depan dada kiri atas.

Gambar 4.6: perawat sedang melaksanakan kegiatan perkesmas

Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap tujuh perawat di Puskesmas Sinarbaru,

ternyata berjalannya perkesmas di puskesmas tersebut bukan tidak ada kendala. Mereka

merasakan adanya kendala dalam hal sarana. Selama ini, mereka turun ke lapangan masih

menggunakan kendaraan (motor) pribadi. Penggunaan motor pribadi sebagai sarana sangat

berpotensi menghambat kegiatan turun kelapangan di saat motor tersebut digunakan oleh

keluarga mereka, seperti suami yang mau pergi kerja dan sebagainya.

Sementara selama ini, di Puskesmas Sinarbaru beberapa tenaga kesehatan ada yang telah

memiliki kendaraan dinas yang menurut peneliti penggunaan motor tersebut terkadang tidak

efektif dan efisien. Sebab, penggunaan motor dinas tersebut untuk saat ini tidak mempunyai

dampak apa-apa terhadap peningkatan kesehatan masyarakat, melainkan lebih banyak untuk

transportasi keberangkatan pulang pergi petugas dari rumah ke puskesmas. Seolah motor dinas

tersebut menjadi motor pribadi sehingga tidak bisa digunakan oleh tenaga kesehatan lain, seperti

perawat, walaupun sebenarnya perawat tersebut menggunakannya pada jam kerja dan

melaksanakan suatu program dari puskesmas.

Pernyataan dari tujuh responden menunjukkan bahwa mereka membutuhkan sarana berupa

motor dinas dan menurut peneliti, sudah sewajarnya dilakukan penertiban penggunaan motor

dinas agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Bukan untuk ke pasar,

jalan-jalan, atau kebut-kebutan. Sementara perawat-perawat yang benar-benar membutuhkan,

justru harus menanggung beban ganda, menggunakan motor sendiri dan hanya mendapat

penggantian bensin satu kali kunjungan.

Penggunaan motor dinas, menurut peneliti, bisa saja digunakan untuk kepentingan bersama.

Siapa saja bisa menggunakan motor dinas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Setelah selesai melakukan pelayanan, motor dikembalikan dan disimpan di

puskesmas. Jadi, motor tersebut merupakan inventaris puskesmas bukan inventaris pribadi.

Peneliti sempat menelusuri bagaimana asal mula sehingga seseorang yang menggunakan

motor dinas merasa motor tersebut adalah milik pribadi. Ternyata, sumber dari segala

permasalahan ini bermula sejak motor dinas tersebut akan dibagikan dari Pemerintah Daerah.

Beberapa orang memberi tips berupa uang kepada “orang pemda” agar SK motor tersebut

diatasnamakan yang bersangkutan. Dengan dalih SK, pemilik motor selalu mengatakan, “Motor

ini tanggung jawab saya, kalau ada yang rusak bukan karena saya, siapa yang mau ganti?”

Modus yang kedua adalah jika pemegang motor mengungkapkan bahwa mereka telah mengganti

beberapa suku cadang motor seperti ban, rantai, geer, dan sebagainya sehingga beberapa orang

yang mau meminjam motor menjadi mundur.

Terlepas dari apa pun alasannya, satu kata kunci adalah tenaga perkesmas membutuhkan

kendaraan operasional berupa motor dinas, walaupun masih ada di anatara mereka yang

merupakan tenaga honorer. Sebab, mereka ingin menjalankan satu program yang terbukti bisa

menurunkan angka kesakitan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru.

Namun, perawat-perawat yang telah berjuang menurunkan angka kesakitan malaria di

wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru harus menghela napas panjang dan meninggikan semangat

mereka. Karena untuk tahun ini dan mungkin beberapa tahun ke depan, anggaran untuk

kendaraan operasional ditiadakan terutama anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK). Saat ini tidak

diperbolehkan lagi untuk pengadaan kendaraan operasional.

Faktor selanjutnya yang menjadi pendukung terlaksananya kegiatan perkesmas dalam

menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya segmentasi sasaran

untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan malaria oleh tenaga keperawatan. Kegiatan

perkesmas ini dibutuhkan untuk menanggulangi malaria di Kabupaten Bangka umumnya dan

Sinarbaru khususnya. Dari observasi yang peneliti lakukan, pada tingkat puskesmas, perawat

koordinator telah membagi habis wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru menjadi beberapa daerah

binaan. Setiap perawat bertanggung jawab pada satu wilayah binaan untuk masalah kesehatan

penduduk di daerah binaan tersebut.

Daerah-daerah binaan inilah yang menjadi segmentasi pasar sasaran perawat perkesmas

melaksanakan program perkesmas. Segmentasi pasar adalah kelompok besar yang dapat

diidentifikasi di dalam sebuah pasar. Variabel segmentasi pasar yang utama adalah geografis,

demografis, psikografis, dan perilaku. Segmentasi geografis seperti rukun tetangga (RT), rukun

warga (RW)/dusun dan desa sebagai sasaran wilayah pelayanan kesehatan Puskesmas dan

wilayah penggerakan dan pemberdayaan pembangunan kesehatan seperti program Posyandu,

Desa Siaga, dan sebagainya. (Sulaeman, 2009)

Hal yang menarik di sini adalah bagaimana masyarakat membentuk konsep perawatan dan

merasakan pentingnya kehadiran seorang perawat di tengah-tengah mereka. Sebagai contoh,

menurut pengamatan peneliti, penduduk memiliki kebiasaan apabila ada seorang anak yang sakit

malaria bukan disuruh untuk tidur atau istirahat, melainkan digendong sanak saudara. Terkadang

mereka tidak bisa istirahat karena banyak tetangga yang membesuk di rumah. Dalam pandangan

penduduk setempat, merawat adalah memanjakan dan memberi si sakit makan makanan yang

baik. Hal ini sudah menjadi kebiasaaan yang dijalankan dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat.

Kehadiran seorang perawat sangat dibutuhkan oleh keluarga sebagai pemberi arahan

bagaimana seharusnya keluarga merawat anak yang sakit dan bagaimana seharusnya keluarga

menjaga agar keluarga yang lain tidak tertular malaria. Tetangga yang ada di sekitar rumah

penderita malaria juga sering kali meminta agar rumah dan lingkungan mereka pun dikunjungi

oleh perawat. Selain untuk mencegah tertular malaria, beberapa di antara mereka merasa

kehadiran perawat memberikan keuntungan ganda. Pertama, secara ekonomi tidak menganggu

peran sebagai pencari nafkah dengan tidak harus repot-repot pergi ke puskesmas dan kedua

mereka mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.

Keluarga dan masyarakat tidak pernah mempertanyakan bagaimana latar belakang pendidikan

perawat bahkan masyarakat seolah tidak mau tahu apa kendala yang dialami oleh para perawat

tersebut, baik dari segi pendapatan maupun status kepegawaian perawat.

Sasaran perkesmas berikutnya adalah kawasan pariwisata yaitu Parai Beach Hotel. Hotel ini

merupakan salah satu tujuan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Pihak manajemen

hotel telah melakukan kerja sama dengan pihak puskesmas dalam upaya menurunkan angka

malaria di lingkungan hotel, baik bagi para karyawannya dengan melakukan deteksi dini malaria

melalui kegiatan Mass Blood Survey (MBS), maupun intervensi terhadap lingkungan dengan

memodivikasi lingkungan sehingga tidak terdapat tempat-tempat perindukan malaria. Pihak hotel

juga secara swadaya melakukan foging tiap tiga bulan sekali dan melakukan abatesasi dengan

biaya mereka sendiri.

Gambar 4.6 : Potensi tempat perindukan nyamuk di lingkungan Parai Beach Hotel

Selain adanya permintaan dari manajemen Parai Beach Hotel, juga ada permintaan dari

pondok pesantren Islamic Centre. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat hanpir sama dengan

kegiatan yang dilakukan di Parai Beach Hotel, yaitu penyuluhan, deteksi dini kasus melalui

MBS, dan modivikasi lingkungan sekitar agar tidak terjadi tempat perindukan.

Peneliti menarik satu kesimpulan bahwa kegiatan perkesmas di Sinarbaru memang sangat

tepat untuk dilaksanakan karena masyarakat di Sinarbaru telah yakin dan percaya terhadap

pelayanan yang diberikan oleh perawat terhadap kesehatan mereka. Selain itu ada kebutuhan lain

dari institusi swasta yaitu Parai Beach Hotel dan pondok pesantren, yang dalam perkesmas

dikenal dengan binaan kelompok khusus.

4.2.3 Strategi Perawat Kesehatan Masyarakat dalam Memutuskan Mata Rantai

Penularan Malaria

1) Penemuan Kasus malaria

Angka kesakitan malaria di Kabupaten Bangka sejak beberapa tahun terakhir telah banyak

mengalami penurunan yang cukup berarti. Penurunan angka kesakitan malaria tersebut berkat

berbagai upaya yang telah di lakukan oleh program malaria. Upaya untuk menekan angka

kesakitan akibat malaria terus dilakukan melalui program pemberantasan malaria, yang meliputi

diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan penanggulangan KLB

malaria secara dini.

Penemuan kasus malaria merupakan kegiatan rutin maupun khusus dalam pencarian penderita

malaria berdasarkan gejala klinis, yaitu demam, mengigil, berkeringat, sakit kepala, mual atau

muntah dan gejala khas setempat, melalui pengambilan sediaan darah dan pemeriksaan lainnya

terhadap orang yang menunjukkan gejala klinis malaria tersebut.(Kemenkes RI, 2007)

Berkaitan dengan penemuan kasus di hubungkan dengan angka kesakitan malaria di

Kabupaten Bangka secara keseluruhan, peneliti mendapatkan kemungkinan adanya pemaksaan

data. Pemaksaan data yang dimaksud disini adalah kombinasi antara AMI dan API. Kombinsai

antara AMI dan API di Kabupaten Bangka menurut peneliti belum bisa dikatakan benar, karena

angka API selama ini hanya di dapatkan dari Puskesmas dan jejaringnya yaitu Pustu dan

Polindes. Data API tidak pernah didapatkan dari praktek-praktek dokter swasta. Praktek dokter

swasta tidak pernah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa malaria,

sehingga mungkin saja angka API itu kecil, karena data yang di dapat hanyalah data dari

puskesmas dan jejaringnya.

Penetapan diagnosa malaria tanpa konfirmasi laboratorium tersebut tidak hanya berdampak

pada data semata, hal yang lebih mengkhawatirkan peneliti adalah, dampaknya terhadap

penggunaan obat malaria standar. Peneliti mendapatkan keterangan dari pengelola program

malaria Kabupaten Bangka bahwa dokter praktek swasta tidak pernah menggunakan obat standar

malaria terkini, mereka masih menggunakan obat-obat golongan klorokuin. Keadaan ini juga

menjadi pendukung terjadinya resistensi obat di kalangan masyarakat.

Kondisi yang berbeda terjadi antara sepuluh puskesmas yang lain dengan wialayah kerja

Puskesmas Sinarbaru, setiap orang dengan keluhan seperti malaria yang ada di seluruh wilayah

kerja Puskesmas Sinarbaru, tidak ada yang luput dari pemeriksaan laboratorium. Penemuan

kasus di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru tidak hanya menunggu di dalam gedung (Pasif Case

Finding), tetapi juga penemuan kasus dilakukan dengan menjemput bola ke masyarakat (Actif

case finding).

Penemuan kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru di lakukan oleh tenaga

keperawatan melalui program Perkesmas. Perawat di Puskesmas Sinarbaru melaksanakan

perannya sebagai seorang perawat kesehatan masyarakat. Salah satu peran dari perawat

kesehatan masyarakat adalah penemu kasus. (Kemenkes RI, 2006)

Penemuan kasus yang dilakukan oleh perawat itu melalui kegiatan pemeriksaan sediaan darah

keluarga serumah penderita, Penyelidikan Epidemiologi di lingkungan, MBS, yang bekerjasama

dengan petugas laboratorium, selain melakukan penjaringan di dalam gedung. Kegiatan

Penyelidikan Epidemiologi sebetulnya merupakan adopsi dari program penyelidikan KLB untuk

kasus-kasus baru, namun di Puskesmas Sinarbaru, program ini di coba digunakan untuk mencari

kasus malaria, dan ternyata sangat efektif dalam penemuan kasus malaria di lingkungan.

2) Pemetaan wilayah kasus malaria

Kegiatan lain yang dilakukan perawat setalah penemuan kasus adalah melakukan pemetaan.

Pemetaan dimaksud untuk menentukan dimana tempat-tempat yang terdapat penderita dengan

kasus malaria positif. Pembuatan peta ini bukan sekedar untuk mengetahui di mana lingkungan

pasien berada, akan tetapi pemetaan juga dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah tempat

perindukan dan tipe tempat perindukan di suatu wialayah. Pemetaan juga berfungsi untuk

memantau perkembangan penyakit malaria di sekitar wilayah tersebut.

Hasil pemetaan tempat perindukan berupa peta wilayah desa atau dusun yang mencantumkan

posisi jalan, sungai dan danau-danau buatan, rawa-rawa, letak rumah, batas wilayah desa atau

dusun, garis pantai, simbol yang di gunakan untuk kode, serta tanggal pembuatan peta.

3) Perencanaan Kegiatan

Perawat kesehatan masyarakat dalam kesehariannya tidak lepas dari tugas administrasi.

Tugas administrasi tersebut untuk keperluan Puskesmas juga untuk keperluan perawat itu sendiri,

terkait dengan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap apa yang telah dikerjakan terhadap

individu, keluarga, masyarakat maupun lingkungan dalam upaya penanggulangan malaria.

Perawat kesehatan masyarakat yang ada di Puskesmas Sinarbaru dalam menjalankan

perannya sebagai pemberi pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan di keluarga, harus

bisa membuat rencana kegiatan perkesmas baik mingguan maupun bulanan. Rencana kegiatan

ini juga merupakan salah satu indikator proses kegiatan perkesmas.(Kemenkes RI, 2006)

Rencana kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan penanggulangan malaria di wilayah kerja

Puskesmas Sinarbaru adalah, membuat rencana kegiatan kapan mereka harus turun melakukan

kunjungan rumah pada penderita positif malaria, yaitu pada hari ke 7, 14 dan 28. Selain rencana

kegiatan turun kelapangan, perawat juga di tekankan untuk membuat rencana asuhan

keperawatan setiap pasien, sampai pembuatan rencana anggaran yang dibutuhkan selama

kegiatan turun kelapangan.

4) Tindakan nyata dalam kegiatan penanggulangan malaria

Membangun sebuah kepercayaan di tingkat keluarga dan masyarakat bukanlah merupakan hal

yang mudah, namun demikian ternyata perawat di Puskesmas Sinarbaru bisa dengan mudah

membangaun kepercayaan tersebut. Masyarakat Sinarbaru tertarik pada pelayanan kesehatan

masyarakat hanya ketika mereka membutuhkan “suatu yang nyata”, dari pelayanan yang

diberikan oleh perawat kesehatan masyarakat.

Hal ini menjelaskan mengapa masyarakat meminta perawat Sinarbaru untuk datang

mengunjungi rumah dan lingkungan mereka, karena mereka ingin mendapatkan masukan

ataupun pendidikan dari perawat bagaimana cara mengelola lingkungan agar tidak tertular

malaria, sambil memberi pendidikaan kesehatan, perawat juga melakukan modifikasi lingkungan

sekitar bersama masyarakat.

Tindakan nyata yang diberikan oleh perawat di Puskesmas Sinarbaru, pada dasarnya adalah

mereka menjalankan peran seorang perawat kesehatan masyarakat yaitu sebagai pemberi

pelayanan kesehatan, sebagai pendidik kesehatan, pelaksana konseling keperawatan, dan

pemodifikasi lingkungan. (Kemenkes RI, 2006)

Satu kegiatan yang menurut peneliti sangat simpel, tetapi sangat bermakna di mata

masyarakat adalah saat perawat memberikan penyuluhan, dilakukan pula kegiatan pengukuran

tekanan darah di rumah warga tersebut. Kegiatan ini merupakan satu bentuk “sesuatu yang

nyata” di mata masyarakat. Sesuatu yang nyata lebih dihargai lagi ketika terjadi situasi akut,

misalnya pada saat sakit. Pasien tidak perlu repot ke pukesmas, perawat akan datang ke rumah si

sakit, mengambil sampel darahnya, lalu datang kembali ke rumah tersebut dengan mambawa

obat. Hal ini akan memberikan kepercayaan “tingkat tinggi” terhadap pelayanan yang diberikan

oleh perawat kesehatan kepada masyarakat.

Kegiatan-kegiatan yang dikatakan sebagai tindakan nyata tersebut diatas memberikan

kontribusi yang sangat signifikan terhadap pelaksanaan strategi yang dilakukan oleh perawat-

perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru. Sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo

(2010), dikatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang di pengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu

faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, kaitannya dengan keadaan di

Sinarbaru bahwa faktor predisposisinya adalah masyarakat sudah percaya terhadap pelayanan

yang diberikan oleh perawat, dan adanya sikap masyarakat yang ingin menanggulangi malaria di

lingkungannya. Faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

perilaku kesehatan. Kaitannya dengan kondisi di Sinarbaru, bahwa program perkesmas telah

dijalankan melalui kegiatan kunjungan rumah dan lingkungan sekitar, sehingga masyarakat di

berikan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan terutama bagi yang menderita

malaria, tanpa harus pergi ke Puskesmas.

5) Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas bertujuan

untuk meningkatkan kerjasama dan proses kelompok serta mendorong peran serta masyarakat

dalam penyelesaian masalah dalam rangka menumbuhkan kemandirian masyarakat. Locality

development model merupakan proses untuk meningkatkan kesehatan melalui partisipatif aktif

masyarakat dalam menetapkan tujuan dan tindakan untuk memaksimalkan perubahan dalam

komunitas. (Helvie, 1998)

Partnership atau kerjasama, perawat menjalin hubungan yang baik dan mutual dengan klien

dan pihak-pihak terkait lainnya. Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini perawat komunitas

menjadikan klien sebagai subyek dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggali dan

meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam memeliharan kesehatannya.

Pemberdayaan pada komunitas dapat dilakukan dalam dua tingkat. Pada tingkat pertama,

individu yang merupakan bagian dari suatu komunitas berupaya untuk meningkatkan dukungan

sosial. Tingkat kedua, pemberdayaan yang dilakukan pada tatanan komunitas, sehingga membuat

komunitas menjadi lebih mampu bekerja efektif selama perubahan yang dilakukan dan

memberikan solusi penyelesaian pada masalah-masalah yang berkontribusi terhadap peran sehat-

sakit. (Helvie, 1998)

Faktor pendukung pelaksanaan perkesmas berikutnya dari hasil penelitian ini adalah

pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini adalah pemberdayaan kader. Direktorat Bina Peran

Serta Masyarakat Depkes RI memberikan batasan, bahwa kader adalah warga masyarakat

setempat yang dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.Tidak

dapat dipungkiri lagi bahwa peran kader dalam mendukung semua program kesehatan yang ada

di masyarakat sangat besar. Peneliti sangat yakin bahwa tanpa adanya peran kader dari penduduk

setempat maka apapun dan sebagus apapun suatu program yang digelontorkan oleh puskesmas

program tersebut tidak akan pernah lama bertahan di masyarakat.

Kader kesehatan merupakan tenaga kesehatan yang sangat dekat dengan masalah kesehatan di

masyarakat. Kader kesehatan juga ikut berperan dalam penanggulangan masalah kesehatan,

khususnya pengendalian penyakit malaria. Kader kesehatan adalah tenaga yang menjadi ujung

tombak di masyarakat yang dapat menyampaikan pesan-pesan kesehatan dengan bahasa dan

istilah yang lebih dimengerti oleh masyarakat sekitarnya.

Terkait dengan pemberdayaan kader di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, perawat sangat

terbantu dengan keaktifan kader dengan keikutsertaan mereka menanggulangi malaria di wilayah

mereka tinggal. Kader kesehatan tidak saja merupakan orang lapangan yang hanya dijadikan

objek dari suatu program, tetapi peneliti melihat keterlibatan kader di sini merupakan “pemain”

yang ikut memberikan sumbangsih terhadap program perkesmas, terutama dalam rangka

menanggulangi malaria.

Satu hal yang sangat menarik, peneliti melihat para kader di Sinarbaru dengan sukarela

menyumbangkan tenaga dan membantu peran perawat dalam menanggulangi malaria di wilayah

mereka. Kader-kader tersebut tidak pernah mengeluh atau berpikir untuk meminta imbalan dari

perawat atau Puskesmas.

Peran kader sangat besar dalam menemukan kasus dini malaria di lapangan, sangat besar.

Kader tidak segan-segan memberikan informasi kepada perawat penanggung jawab daerah

binaan jika di sekitar tempat tinggal mereka ada yang demam. Informasi tersebut disampaikan

melalui telepon maupun SMS. Informasi pun disampaikan kepada perawat selama 24 jam, tidak

ada pembatasan waktu untuk menyampaikan informasi kepada perawat. Kader juga turut

berperan aktif dalam membantu memberikan penyuluhan tentang pencegahan malaria di

lingkungan mereka tinggal, baik melalui kegiatan posyandu maupun dalam pertemuan-

pertemuan informal di lingkungan seperti kelompok pengajian.

Dalam keseharian, kader kesehatan tidak hanya memberikan informasi kepada perawat

apabila ada warganya yang sakit, tetapi mereka langsung mendampingi keluarga tersebut sampai

membawanya ke puskesmas dan itulah yang peneliti temukan.

Menurut peneliti, pemerintah sudah seharusnya memikirkan insentif kader. Tidak sedikit

hubungan antara petugas kesehatan, dalam hal ini perawat, tidak dapat dibangun, hanya karena

alasan kader tidak mendapatkan insentif atau belum apa-apa kader sudah menanyakan berapa

upah yang akan mereka dapat. Kader di wilayah Sinarbaru seolah hanya menjadi kuda untuk

menyukseskan program kesehatan pemerintah, tetapi tidak diperhatikan. Padahal mereka sering

kali meninggalkan pekerjaan yang menjadi sandaran hidup mereka.

Sementara, banyak petugas kesehatan di puskesmas keenakan dengan bantuan kader yang

memberikan mereka data tentang kesehatan. Apabila semua ini berjalan seimbang, peneliti yakin

akan keberhasilan menekan angka kesakitan malaria di tingkat kabupaten bahkan di tingkat

Provinsi Bangka Belitung, bukan hanya di wilayah kerja Pukesmas Sinarbaru.

6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

Helvie (1998), menyatakan bahwa kolaborasi adalah proses membuat keputusan dengan

yang lain dalam proses keperawatan. Kolaborasi sangat di perlukan dalam melakukan tindakan

keperawatan kepada klien di masyarakat. Kolaborasi antara perawat kesehatan masyarakat

dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup dan

tanggung jawabnya. Kegiatan perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria di wilayah kerja

Puskesmas Sinarbaru tidak terlepas dari kolaborasi yang baik antara tenaga keperawatan dengan

berbagai tenaga kesehatan yang lain. Tenaga kesehatan yang lain diantaranya adalah tenaga

dokter, bagian laboratorium, bagian farmasi, program sanitasi.

Kolaborasi tersebut harus dibangun agar program perkesmas dapat memberikan pelayanan

yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu dan

terjangkau oleh masyarakat disini diartikan masyarakat memperoleh pelayanan dengan mudah

dari tenaga kesehatan yang profesional. (Notoatmodjo, 2010)

Kolaborasi yang di bangun oleh tenaga perawat di Puskesmas Sinarbaru, pada dasarnya

adalah perawat melaksanakan peran mereka sebagai perawat kesehatan yang terdiri dari peran

kolaborator. Kemitraan dibutuhkan oleh perawat dalam menjalankan perkesmas, karena dalam

menanggulangi malaria, ada beberapa kegiatan bukan merupakan wewenang keperawatan.

Kegiatan tersebut bisa dilaksanakan dengan menjalankan fungsi perawat.

Perawat Puskesmas Sinarbaru dalam menjalankan perannya, mereka melaksanakan berbagai

fungsi. Fungsi independen, perawat Puskesmas Sinarbaru melaksanakan perannya secara

mandiri, yaitu memenuhi kebutuhan dasar manusia pada individu, keluarga, dan masyarakat

melalui pendekatan asuhan keperawatan dalam menanggulangi malaria. Perawat Sinarbaru juga

melaksanakan kegiatan kolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti dokter untuk pemberian

terapi malaria. Perawat Sinarbaru juga menajalankan fungsi interdependen, dimana perawat

Sinarbaru bekerjasama dengan program kesehatan lain seperti program sanitasi untuk melakukan

perbaikan-perbaikan lingkungan guna mencegah terjadinya tempat perindukan, program

promkes dalam membantu malakukan penyuluhan masal dan lain-lain.

7) Hubungan antara staff, koordinator dan pimpinan

Faktor lain yang mendukung perawat di Puskesmas Sinarbaru dalam rangka menurunkan

angka malaria adalah adanya dukungan maksimal dari pimpinan puskesmas dan dukungan

bimbingan dari perawat koordinator perkesmas. Kepala puskesmas memberikan kesempatan

yang seluas-luasnya kepada perawat untuk melakukan kegiatan kunjungan rumah terhadap

pasien-pasien yang positif malaria.

Kepala puskesmas juga melakukan bimbingan, monitoring, dan evaluasi terhadap kegiatan

perkesmas yang dilakukan perawat. Kepala Puskesmas Sinarbaru menjembatani kebutuhan-

kebutuhan perawat dengan dinas kesehatan berkaitan dengan kebutuhan mereka di lapangan

seperti sarana dan prasarana pendukung, termasuk memfasilitasi pengadaan motor dinas.

Kepala puskesmas juga meminta kepada seluruh staf puskesmas untuk membantu kegiatan

perkesmas. Karena, kegiatan perkesmas adalah kegiatan tim dan memberikan kontribusi kepada

seluruh pengelola program yang lain.

Dukungan dari seorang pimpinan terhadap staf tentunya dibutuhkan dalam setiap kegiatan.

Dengan adanya dukungan dan motivasi dari kepala puskesmas akan membuat staf menjadi

semangat dalam melaksanakan tugas di lapangan. Dukungan Kepala Puskesmas Sinarbaru patut

dicontoh oleh kepala Puskesmas lain di Kabupaten Bangka karena peneliti mendapatkan data

bahwa tidak semua kepala puskesmas mendukung kegiatan perkesmas ini dengan alasan

perkesmas bukanlah program wajib.

Kepala Puskesmas Sinarbaru dalam hal ini telah menerapkan fungsi kepemimpinan

Puskesmas. Seluruh fungsi kepemimpinan Puskesmas tersebut diselenggarakan dalam aktivitas

kepemimpinan secara terpadu. fungsi kepemimpinan Puskesmas adalah sebagai berikut : (1)

Pimpinan Puskesmas bertugas dan bertanggung jawab menjabarkan dan mengimplementasikan

program Puskesmas; (2) Pimpinan Puskesmas mampu memberikan petunjuk, arahan, dan

bimbingan kepada staf Puskesmas; (3) Pimpinan Puskesmas berusaha mengembangkan

kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat sehingga kreativitas dan inovasi pegawai

Puskesmas dapat tumbuh dan berkembang; (4) Pimpinan Puskesmas membina dan

mengembangkan kerjasama dan kemitraan yang harmonis dengan pegawai dan stakeholder

Puskesmas; (5) Pimpinan Puskesmas mampu memecahkan masalah dam mengambil keputusan

tugas dan program Puskesmas sesuai tugas dan tanggung jawabnya; (6) Pimpinan Puskesmas

berusaha membina dan mengembangkan kemampuan dan kemauan pegawai Puskesmas; (7)

Pimpinan Puskesmas melaksanakan dan mendayagunakan fungsi pengawasan, pengendalian, dan

penilaian Puskesmas. (Sulaeman, 2010)

Melihat kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan

berjalan atau tidaknya program perkesmas sangat di pengaruhi dengan tingkat pemahaman

kepala puskesmas terhadap hasil yang akan dicapai apabila perkesmas dijalankan di wilayah

kerja pukesmas mereka. Kepala puskesmas tersebut terpaku hanya pada enam program wajib,

sementara perkesmas diabaikan. Terkait hal tersebut, menurut peneliti, harus ada ketegasan dari

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka untuk menerapkan perkesmas di semua puskesmas

yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Sebab, hanya dengan ketegasan

dari seorang pimpinan tertinggi di tingkat kabupaten, perkesmas di seluruh puskesmas bisa

diterapkan. Banyak nilai positif yang bisa dipetik dari pelaksanaan perkesmas. Peneliti

berpendapat, berpengaruh pada penurunan angka kesakitan suatu penyakit, perkesmas juga

merupakan tolak ukur dari penilaian angka kredit yang dibuat oleh tenaga keperawatan yang

notabene menyandang jabatan fungsional.

Kredit poin yang harus dimiliki oleh perawat, hanya bisa didapatkan apabila perawat tersebut

betul-betul menjalankan peran sebagai perawat kesehatan masayarakat. Jika ada perawat yang

tidak bersedia melaksanakan kegiatan perkesmas, patut dipertanyakan dari mana mereka

memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat dan golongan mereka.

4.2.4 Panggilan Jiwa menjadi perawat

Perilaku Altruistik adalah perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau

kewajiban,melainkan tindakan tersebut bersifat suka rela dan tidak berdasarkan norma-norma

tertentu, tindakan tersebut juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan waktu, usaha,

uang, dan tidak ada imbalan atau reward dari semua pengorbanan. Altruisme adalah tindakan

sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau

disebut juga tindakan tanpa pamrih.Altruisme dapat juga didefinisikan sebagai tindakan memberi

bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang

ditolong Altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok

orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun kecuali mungkin

perasaan telah melkukan perbuatan baik.

Jadi, intinya altruism adalah tindakan menolong orang ikhlas tanpa pamrih.

Altruistic,di mana tindakan menolong tidak sekedar mengandung kemurahan hati atau belas

kasihan,tetapi juga diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memjukan sesame tanpa pamrih. Maka,

tindakan altruistic pastilah bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan dan

menumbuhkan kehidupan manusia.

Suatu tindakan altruistic tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri, tetapi keberlanjutan

tindakan itu sebagai produknya dan bukan sebagai kebegantungan. Istilah tersebut disebut

moralitas.

1) Dapat menyelesaikan persoalan

Kekayaan yang paling berharga dalam suatu organisasi ialah Sumber Daya Manusia (SDM).

SDM merupakan investasi berharga bagi sebuah organisasi yang perlu di jaga. SDM untuk

kegiatan perkesmas adalah perawat. Untuk mencapai produktivitas yang maksimum, organisasi

menjamin dipilihnya tenaga kerja yang tepat dengan pekerjaan serta kondisi yang

memungkinkan mereka bekerja optimal. Seorang dapat dikatakan produktif apabila mampu

menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan dalam waktu yang singkat atau tepat.

Menurut Sedarmayanti dalam Efitra (2002), salah satu ciri dikatakan SDM yang produktif

adalah mampu menyelesaikan persoalan, mempunyai rasa tanggung jawab, memiliki kecintaan

terhadap pekerjaannya.

Sejalan dengan pernyataan tersebut diatas, seorang perawat dianggap efektif apabila ia dapat

melaksanakan tugas pekerjaan yang sesuai dengannya. Jika tugas yang dibebankan kepadanya

tidak sesuai dengan yang diharapkan, jangan berharap perawat tersebut menjadi pegawai yang

produktif. Pegawai yang produktif dapat mengembangkan pekerjaannya dan bisa mengerjakan

hal-hal lain dengan cepat dan tepat. Namun, jika kemampuannya tidak digunakan maka pegawai

itu bukan seorang pegawai yang efektif.

Menurut pendapat peneliti, kondisi perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru patut

dikatakan sebagai perawat yang produktif. Hal yang menarik perhatian peneliti adalah, walaupun

pelaksanaan kegiatan perkesmas banyak sekali kendala, contohnya SDM yang masih kurang,

tidak tersedianya kendaraan operasional, dan anggaran yang sangat minim, perawat tetap mampu

melaksanakan kegiatan dengan baik.

Peneliti melihat ada satu perilaku yang berbeda terjadi pada diri perawat di Puskesmas

Sinarbaru, jika di bandingkan dengan perawat yang ada di puskesmas lainnya. Seharusnya

dengan segala kekurangan tersebut, membuat tenaga perawat menjadi tidak produktif dan

mungkin tidak sanggup melaksanakan kegiatan perkesmas. Namun ternyata, perawat yang ada di

Puskesmas Sinarbaru mampu melakukan kegiatan perkesmas dan memberikan hasil yang positif.

Mereka bisa lompat keluar dari kotak yang menjadi dinding penyebab seorang perawat

mengatakan “tidak bisa”. Keadaan serba kekurangan dalam hal fasilitas dan anggaran, tidak

menyurutkan motivasi perawat untuk melaksanakan perkesmas. Kendala-kendala yang ada tidak

dipandang sebagai penghambat, justru membuat perawat-perawat di Puskesmas sinarbaru

menjadi perawat yang kreatif dan inovatif dalam mencari pemecahan masalah.

2) Mempunyai rasa tanggungjawab

Seorang perawat yang memiliki motivasi yang tinggi akan bekerja dengan segenap hati untuk

mencapai tujuannya. Hasil penelitian didapatkan hampir seluruh perawat mengatakan keinginan

mereka untuk menjalankan perkesmas adalah karena mereka merasa sudah merupakan

kewajiban mereka sebagai perawat untuk melaksanakan perkesmas, kewajiban karena mereka

sudah di gaji oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka, dan sebagai seorang perawat mereka

merasa terpanggil untuk menurunkan angka malaria di wilayah binaan mereka.

Sebuah motivasi yang sudah tertanam kuat di dalam diri seorang perawat, akan membuat

kegiatan perkesmas berjalan lancar walaupun terdapat berbagai kendala. Di sisi yang lain, dari

hasil penelitian di dapatkan ada perawat yang memiliki motivasi kerja untuk mendapatkan ilmu

dan pengalaman, juga akan bekerja dengan segenap hati untuk memperoleh ilmu serta

pengalaman yang sebanyak-banyaknya.

Motivasi yang di miliki oleh perawat di Puskesmas Sinarbaru, merupakan satu faktor

pendukung perawat tersebut melaksanakan kegiatan perkesmas dengan penuh rasa tanggung

jawab, sehingga program perkesmas di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru dapat berjalan

dengan baik.

3) Mempunyai Orientasi pekerjaan positif dan Dapat bergaul dengan efektif

Ranftl dalam Efitra (2002), mengemukakan salah satu ciri pegawai yang produktif adalah

mempunyai orientasi pekerjaan positif dan dapat bergaul dengan efektif.

Sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Ranftl tersebut bahwa seorang pegawai yang

produktif itu mempunyai orientasi pekerjaan positif, yang mana pegawai tersebut menyukai

pekerjaan dan membanggakannya, dan dapat bergaul dengan efektif, yang mana pegawai

tersebut mempunyai kemampuan untuk memantapkan hubungan antar pribadi yang positif.

Peneliti berpendapat bahwa kondisi tersebut diatas telah tertanam pada diri perawat yang ada

di Puskesmas Sinarbaru, mereka sangat memahami dan menyukai pekerjaannya, mereka

bekerja dengan atau tanpa pengawasan. Perawat-perawat tersebut mempunyai kemauan yang

keras untuk menjalankan perkesmas dengan berbagai motivasi. Mereka juga mempunyai

hubungan yang baik dengan atasan. Perawat mampu berkomunikasi dengan efektif, mereka juga

mempunyai pribadi yang menyenangkan, serta memperagakan sikap positif dan antusias. Peneliti

melihat itulah kemampuan yang muncul dari dalam diri perawat Puskesmas Sinarbaru yang

mungkin sifat-sifat tersebut belum muncul dalam diri perawat yang berada di Puskesmas lain

4.2.5 Dukungan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas

1) Dukungan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas

Malaria merupakan masalah kesehatan yang serius karena dampaknya pada produktivitas

masyarakat dan lingkaran kemiskinan. Penyakit malaria menduduki urutan keenam dari 10

penyakit terbanyak di Kabupaten Bangka. Upaya pemberantasan malaria di Kabupaten Bangka

sampai saat ini telah banyak dilaksanakan, tetapi kenyataannya belum menunjukkan hasil yang

maksimal.

Laihad (2005), mengatakan bahwa upaya pencegahan penularan malaria sebenarnya telah

banyak dilakukan seperti dicanangkannya Gebrak Malaria, sebagai gebrak nasional memberantas

malaria di Indonesia. Namun gerakan gebrak malaria ini belum mampu menanggulangi penyakit

malaria, karena sampai saat ini jumlah kasus malaria masih tinggi, terutama di daerah endemis

malaria.

Menurut peneliti, bahwa suatu program kesehatan tidak akan berjalan dengan baik di

masyarakat apabila program tersebut tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Dukungan

masyarakat yang dimaksud adalah adanya partisipasi dari masyarakat dalam kegiatann program

kesehatan tersebut dalam hal ini adalah perkesmas dalam menanggulangi malaria. Sejalan

dengan hal tersebut, Anderson (2007), menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan

proses sosial yang melibatkan orang-orang dari lokasi geografis tertentu untuk saling berbagi

nilai yang umum dalam mengidentifikasi kebutuhan mereka.

Keberhasilan partisipasi masyarakat secara tidak langsung menunjukkan negosiasi tanpa

manipulasi dan persamaan hubungan antara anggota masyarakat dan pemberi pelayanan

kesehatan dalam hal ini perawat yang memberikan asuhan keperawatan berdasarkan tujuan

disertai pelayanan yang dapat terjangkau untuk semua. Partisipasi dalam memformulasikan

kerangka kerja tidak hanya ditujukan untuk pelayanan yang lebih baik, akan tetapi juga untuk

menyesuaikan pelayanan berdasarkan kondisi sosial ekonomi yang ada. (Anderson, 2007)

Selama ini berbagai program telah di lakukan untuk menanggulangi malaria di Kabupaten

Bangka, tetapi tidak pernah melibatkan masyarakat, yang mana masyarakat tersebut merupakan

sasaran kegiatan program yang di maksud, sehingga dukungan dari masyarakatpun terhadap

program tersebut sangat kurang. Akibat dukungan masyarakat kurang terhadap program, maka

pada akhirnya program tersebut tidak akan menghasilkan suatu produk sesuai dengan harapan.

Kondisi yang berbeda terjadi di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, dari hasil penelitian,

bahwa masyarakat Sinarbaru sangat mendukung kegiatan perkesmas yang dilakukan oleh

perawat Puskesmas Sinarbaru. Masyarakat mendukung kegiatan perkesmas dikarenakan

berbagai alasan. Alasan yang muncul dari mulai kebutuhan keluarga, masyarakat dan instansi

pihak swasta akan pengetahuan tentang malaria, sampai pada bagaimana memodifikasi

lingkungan agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

Kegiatan perkesmas memberikan kesempatan kepada keluarga dan masyarakat untuk ikut

berpartisipasi dalam melakukan kegiatan yang di koordinir oleh perawat, perawat memberikan

kesempatan keluarga untuk belajar merawat keluarga yang sedang sakit malaria tanpa harus

tertular malaria, perawat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada keluarga untuk

berkreatifitas dalam mengelola lingkungan sekitar tempat tinggal mereka agar tidak menjadi

tempat perindukan dengan mengikuti petunjuk dan saran dari perawat.

Keterlibatan keluarga dan masyarakat di program perkesmas merupakan dukungan terbesar

yang menyebabkan program perkesmas di Sinarbaru bisa berjalan dengan lancar, masyarakat

merasakan bahwa perkesmas merupakan program yang memang di butuhkan oleh mereka,

sehingga apapun kegiatan yang dilakukan perawat di lapangan sangat di dukung oleh

masyarakat.

2) Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan perawat

Kepercayaan adalah merupakan modal dasar bagi setiap relasi atau hubungan antar manusia.

Apabila seseorang tidak mempercayai orang lain, sudah pasti tidak akan terjadi hubungan yang

baik diantara mereka. (Notoatmodjo, 2010)

Kepercayaan dalam masyarakat dilandasi oleh prinsip kejujuran dan integritas dari setiap

katayang kita ucapkan. Kebohongan dan keyakinan yang lemah dari niat atau tindakan seseorang

tidak akan menciptakan rasa percaya. Banyak program yang gagal dikarenakan pemberi

pelayanan kesehatan salah mengatakan satu hal atau merancang kegiatan untuk kepentingan

mereka sendiri, mengabaikan masyarakat yang harus di layani program tersebut. (Anderson,

2007)

Kegiatan perkesmas yang dilakukan oleh perawat di Sinarbaru tidak hanya mendapatkan

dukungan, tetapi juga telah medapatkan kepercayaan masyarakat. Hasil penelitian membuktikan

bahwa, banyak masyarakat yang meminta tenaga perawat untuk melakukan kunjungan rumah

dan lingkungan sekitar rumah, banyak masyarakat yang minta di berikan pendidikan kesehatan

yang berkaitan dengan penyakit malaria.

Pelaksanaan perkesmas di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, telah memberikan satu

harapan bagi masyarakat setempat dalam upaya penanggulangan malaria. Harapan ini

membangkitkan kepekaan masyarakat terhadap kekuatan yang ada dalam dirinya yang

mendorong mereka untuk bertindak, memobilisasi kekuatan dan melihat ke masa depan yang

lebih baik. (Anderson, 2007)

Harapan memberikan kekuatan kepada seseorang untuk melewati beberapa kesulitan yang

ada, dan melihat masa depan dengan berbagai kemungkinannya. Harapan melindungi individu

terhadap keputusasaan dan memberikan kekuatan serta membantunya untuk menentukan langkah

saat terjadi masalah kesehatan terutama malaria. Tanpa adanya harapan dari masyarakat terhadap

satu program kesehatan, akan menimbulkan penolakan dari masyarakat terhadap program

tersebut. Medapatkan kepercayaan dan harapan masyarakat bukan merupakan transformasi

cepat, tetapi merupakan proses yang lambat, yaitu merajut benang-benang tipis masyarakat

melalui berbagai kegiatan nyata dan komunikasi, seperti seekor laba-laba yang merajut

jaringnya.

3) Permintaan penanggulangan malaria dari kawasan wisata dan permintaan pondok

pesantren

Notoatmodjo (2010), mengatakan bahwa permintaan adalah keinginan manusia yang

didukung oleh daya beli. Keinginan menjadi sebuah permintaan jika didukung oleh daya beli.

Hasil dari kegiatan perkesmas adalah berupa produk jasa. Produk jasa ini telah dirasakan

manfaatnya oleh banyak kalangan di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Salah satu instansi

yang telah merasakan manfaat dari pelayanan perkesmas adalah instansi pariwisata yaitu Parai

Beach Hotel dan Pondok Pesantren Islamic Centre. Manfaat yang dirasakan ke dua instansi

tersebut mambuat mereka mempunyai keinginan untuk menggunakan produk jasa yang

ditawarkan oleh kegiatan perkesmas. Keinginan untuk menggunakan produk perkesmas tersebut

membuat Parai Beach Hotel dan Pondok Pesantren Islamic Centre meminta diadakannya

kegiatan perkesmas secara rutin di wilayah mereka.

4) Akses pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa Pelaksanaan kegiatan perkesmas memberikan

keuntungan ganda terhadap masyarakat terutama masyarakat yang berdomisili di sepanjang

pesisir pantai. Masyarakat yang bermukim di pesisir pantai menyebabkan mereka mendapat

kendala dalam masalah transportasi untuk menjangkau pelayanan kesehatan dalam hal ini

Puskesmas.

Kendala disini terjadi karena jalur angkutan umum yang tidak mencapai ke daerah dimana

mereka tinggal, sehingga apabila masyarakat memerlukan pelayanan kesehatan, mereka harus

menggunakan sarana transportasi berupa becak motor. Satu permasalahan yang dirasakan adalah

biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pergi ke pelayanan kesehatan (puskesmas) sangat

besar.

Pelaksanaan perkesmas memberikan keuntungan yang besar kepada masyarakat, keuntungan

yang di dapat adalah masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah tanpa harus

terkendala transportasi, dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar. Satu sisi masyarakat

juga di untungkan dengan didekatkannya pelayanan kesehatan kepada mereka, aktivitas keluarga

dalam mencari nafkah, yang mana notabene kebanyakan dari mereka adalah nelayan tidak

terganggu, sehingga secara ekonomi masyarakat tetap mendapat pemasukan penghasilan dan

secara kesehatan, mereka mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan.

4.2.6 Implikasi kegiatan perkesmas

Implikasi dari jerih payah perawat di Puskesmas Sinarbaru menjalankan Perkesmas dalam

menanggulagi malaria adalah timbulnya kesadaran masyarakat dan kepuasan masyarakat.

Peningkatan kesadaran masyarakat, terutama terhadap penyakit malaria, sehingga

menyebabkan perubahan perilaku dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat akan

pentingnya pencegahan dan penanggulangan malaria dengan baik, pada akhirnya menyebabkan

angka kesakitan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru menjadi turun.

Pelaksanaan program perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas

Sinarbaru, ternyata tidak saja memberikan dampak terhadap penurunan angka kesakitan malaria

semata. Pelaksanaan program perkesmas juga telah memberikan satu bentuk kepuasan dari

masyarakat terhadap pelayanan yang di berikan oleh tenaga keperawatan yang ada di Puskesmas

Sinarbaru.

Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa dengan adanya kesadaran masyarakat dan kepuasan

masyarakat terhadap perkesmas, dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Derajat

kesehatan menggambarkan tingkat kesehatan dan kemampuan masyarakat mengusahakan dirinya

sendiri dan lingkungannya menjadi sehat. Derajat kesehatan mempunyai dua komponen yaitu

status kesehatan dan lingkungan.

Status kesehatan menggambarkan tingkat sehat, sakit, dan mati dari penduduk. Sementara

status lingkungan menggambarkan lingkungan sosio-budaya, fisik, dan biologik yang memberi

pengaruh kepada status kesehatan penduduk. Derajat kesehatan mempunyai berbagai variabel

antara lain lamanya hidup, kematian, cacat, kesakitan, status gizi, pendidikan kesehatan,

kuantitas, dan kualitas air serta sanitasi lingkungan.

Derajat kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, perilaku

penduduk terhadap kesehatan, dan pelayanan kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan

masyarakat akan berpengaruh pada penduduk dan organisasi kemasyarakatan sehingga dapat

lebih sejahtera dan dapat bekerja lebih produktif.

Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antara

sejumlah orang, sedikitnya pasien dan pelayanan kesehatan. Fungsi yang terwujudkan dari

kegiatan perawatan kesehatan masyarakat adalah untuk memobilisasi sumber daya pasien, yaitu

keluarga dan masyarakat dan menyertakan mereka dalam mengatasi masalah tersebut. Kegiatan

perawatan kesehatan masyarakat merefleksikan sifat logis dan filsafat dari sistem penyebab

penyakit yang terkait dengannya. Sistem penyebab penyakit banyak menentukan keputusan-

keputusan yang diambil dan tindakan yang diambil oleh pelaku sehingga keluarga sampai pada

tingkat kemandirian tertentu, yaitu kemandirian III ataupun kemandirian keluarga tingkat IV.

Penelitian ini didapatkan hasil peningkatan kesadaran masyarakat tentang penanggulangan

malaria sehingga terjadi perubahan perilaku masyarakat (PHBS), tidak terjadi penularan malaria

serumah maupun di lingkungan, penderita sembuh, angka kesakitan malaria di tiap daearah

binaan turun. Angka kesakitan malaria di wilayah Puskesmas Sinarbaru menurun, masyarakat

puas terhadap pelayanan yang diberikan perawat di lapangan, masyarakat merasa mendapat dua

keuntungan, yaitu secara ekonomi dan kesehatan.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan pengalaman pertama bagi peneliti khususnya dengan metode

penelitian kualitatif, sehingga peneliti masih mengalami kesulitan terutama dalam proses

analisa. Namun hal ini disiasati oleh peneliti dengan selalu berkonsultasi dengan para

pembimbing yang merupakan pakar dan berpengalaman dalam penelitian kualitatif