BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

21
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa Tonusu Tempat penelitian penulis merupakan salah satu bagian dari wilayah Desa Tonusu. Desa Tonusu sendiri menurut data sekunder yang diperoleh dari pemerintah Desa Tonusu merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Pamona Puselemba. Adapun luas wilayah Desa ini 10.000 Km 2 terbagi atas kawasan hutan 7000 km 2 dan kawasan non hutan 3000 km 2 . Desa ini dalam rinciannya berbatasan dengan beberapa wilayah yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan hutan Negara 2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mayakeli 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Danau Poso 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Leboni Desa ini memiliki jumlah penduduk 1640 orang atau 394 kepala keluarga, dari jumlah penduduk 127 kepala keluarga masuk kategori warga miskin. Berdasarkan cacatan sejarah dari arsip di kantor Desa Tonusu, dijelaskan pula bahwa Desa Tonusu pada tahun 1941 merupakan tempat atau lokasi menangkap ikan dan kelelawar, dahulunya wilayah ini dinamakan Suolemba. Pada tahun 1949 kepala distrik Bapak Malindo kemudian mencetuskan ide membuat pemukiman baru di wilayah terebut, Beliaupun mengajak sekitar 30 kepala keluarga dari Desa Sangira untuk bermukim di wilayah ini. Pemukiman baru tersebut bernama palindo ndaya yang dikepalai oleh Bapak Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Transcript of BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

Page 1: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Desa Tonusu

Tempat penelitian penulis merupakan salah satu bagian dari wilayah Desa Tonusu.

Desa Tonusu sendiri menurut data sekunder yang diperoleh dari pemerintah Desa Tonusu

merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Pamona Puselemba. Adapun luas

wilayah Desa ini 10.000 Km2 terbagi atas kawasan hutan 7000 km2 dan kawasan non

hutan 3000 km2. Desa ini dalam rinciannya berbatasan dengan beberapa wilayah yang

dijabarkan sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan hutan Negara

2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mayakeli

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Danau Poso

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Leboni

Desa ini memiliki jumlah penduduk 1640 orang atau 394 kepala keluarga, dari

jumlah penduduk 127 kepala keluarga masuk kategori warga miskin. Berdasarkan

cacatan sejarah dari arsip di kantor Desa Tonusu, dijelaskan pula bahwa Desa Tonusu

pada tahun 1941 merupakan tempat atau lokasi menangkap ikan dan kelelawar,

dahulunya wilayah ini dinamakan Suolemba. Pada tahun 1949 kepala distrik Bapak

Malindo kemudian mencetuskan ide membuat pemukiman baru di wilayah terebut,

Beliaupun mengajak sekitar 30 kepala keluarga dari Desa Sangira untuk bermukim di

wilayah ini. Pemukiman baru tersebut bernama palindo ndaya yang dikepalai oleh Bapak

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 2: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

Duda dan Bapak Dewi. Selain mendatangkan penduduk dari Desa Sangira Bapak

Malindo juga mengajak kelompok masyarakat dari daerah Sangele (sekarang kota kecil

Tentena) dan Taipa lalu membentuk pemukiman bernama Suo Lemba dan dikepalai oleh

Bapak Pasoa. Ditahun 1950 Bapak Malindo kemudian mengabungkan kedua pemukiman

ini sehingga membentuk satu desa baru di daerah Suo lemba.

Dalam perkembangan pemerintahannya Desa Tonusu Mengalami beberapa

pergantian kepala Desa diawali tahun 1951 Desa tersebut dipimpin oleh Bapak Dewi,

tahun 1952 oleh Bapak Moento, tahun 1953 oleh Bapak Tabasi, tahun 1957 oleh Bapak

Mojanggo. Pada tahun 1957-1958 muncul gerakan pemuda Sulawesi tengah (GPST)

yang diketuai oleh Bapak Bungkundapu dan menggerakan masyarakat untuk

membersihkan daerah pinggiran danau Poso untuk dijadikan perkampungan. Kejadian ini

secara tidak langsung memaksa penduduk desa di Suo Lemba mengadakan migrasi.

Peristiwa ini dikenal dengan istilah perpindahan dari Kampung Tua atau lama, ke

Kampung Baru yang terjadi sekitar tahun 1959 sampai tahun 1960.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 3: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

Gambar2. Denah Desa Tonusu dan Kampungudang

Dalam perkembangannya Desa Suolemba kemudian berganti nama menjadi Desa

Tonusu, dalam hal ini meskipun tidak ada data yang akurat tentang alasan mengapa desa

ini mengalami pergantian nama akan tetapi berdasarkan catatan arsip desa yang menjadi

ajuan penulis dijelaskan bahwa Tonusu memiliki makna yang kuat yaitu To (tau / orang)

dan Nusu (wuku usu/ tulang rusuk). Tonusu itu sendiri oleh salah seorang tokoh

masyarakat bernama Bapak Tabasi diartikan sebagai “ perkumpulan orang dari berbagai

tempat yang dibangun atas dasar saling membutuhkan”.

4.2 Peralihan kelompok kerja (partei) menjadi usaha simpan pinjam (USP)

Untuk memahami proses peralihan kelompok kerja menjadi usaha simpan pinjam

maka dijabarkan pemaparan sebagai berikut

4.2.1 Sombori

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 4: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

Dalam kehidupan masyarakat Poso ( to pamona) mula-mula kumpulan komunitas

terdiri atas kelompok kelompok kecil yang hidup dalam rumah besar yang disebut

sombori, dalam pemahamannya sombori secara umum dimaknai sebagai keluarga, akan

tetapi keluarga yang dimaksudkan dalam tulisan ini memiliki pemahaman yang lebih luas

karena dalam suatu sombori (rumah besar) terdiri atas 8-10 sombori-sombori (keluarga-

keluarga). Biasanya sombori-sombori yang dimaksudkan masih memiliki ikatan keluarga.

Setiap satu sombori (rumah besar) memiliki seorang kepala keluarga yang dituakan, diera

sebelum zending sebuah sombori dikepalai seorang pemimpin (kabose). Dengan kata

lain makna sombori pada tulisan ini dapat berarti persatuan, keluarga besar, atau rumah.

Sombori sebagai rumah besar umumnya berbentuk rumah persegi panjang, rumah ini

memiliki 4-5 ruas dimana setiap ruas diisi oleh 1 sombori, jadi misalnya rumah yang

memiliki 4 ruas didiami 7-8 sombori.

Gambar 3: Model rumah besar atau Sombori1)

1 Foto diambil dari (1) http://koprol.zenfs.com/system/mugshots/0167/6208/fdp.jpg (2)http://simurudotcom.blogspot.com/2009/07/chapter-6-perjuangan-antara-terang-dan.html

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 5: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

Selanjutnya setiap ruas pada sebuah rumah besar dipisahkan oleh gang kecil di

dalam rumah yang disebut jara-jara. Jara-jara ini memiliki dua fungsi utama yakni

tempat aktifitas utama di dalam rumah tersebut dan sebagai tempat untuk rapat atau

pertemuan membicarakan seluruh kegiatan dari yang bersifat ekonomi, pertanian,

politik,sosial dan lain sebagainnya.

Akan tetapi masuknya pengaruh Zending (penginjil Belanda) kemudian secara

perlahan-lahan menghilangkan tradisi hidup di dalam rumah besar, Salah satu Zending

yang sangat terkenal bernama Albert C Kruyt menjelaskan bahwa alasan perlarangan

tatacara hidup to pamona dirumah besar dikarenakan A.Kruyt tidak sependapat dengan

tradisi ana mayunu. Ana mayunu merupakan istilah budak dari seorang kabose yang ada

di dalam sebuah rumah besar, jika seorang kabose meninggal dunia maka ana

mayununyapun harus mengikutinya dengan cara dikubur hidup-hidup atau dipacung.

Bahkan dalam catatan Papa I wunte yang ditulis oleh A.Kruyt dijelaskan bahwa beliau

sebagai salah satu kabose memimpin anak buahnya untuk mencari kepala manusia

(memburu kepala) yang akan diletakkan bersama salah satu keluarganya yang meninggal

dunia, dengan asumsi semakin banyak kepala yang diperoleh maka semakin banyak

budak yang akan melayani keluarga yang meninggal tersebut di alam roh.

Pada penjelasan lain Menurut Ibu Pelia sombori mengacu pada definisi bahasa

Indonesia yaitu keluarga, dalam sombori dicontohkan bahwa rumah tempat beliau dan

almarhum suaminya tinggal saat ini sudah menciptakan banyak sombori. Bahkan anak

terakhir yang menempati rumah tersebut sebagai bagian dari pewarisan menghasilkan

satu sombori. Lebih jauh dipaparkan bahwa ketika rumah itu sudah ditempati oleh anak

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 6: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

terakhir bersama suami dan anak-anaknya menjadi satu sombori, maka secara tradisi Ibu

Pelia kehilangan somborinya bersama suami dirumah tersebut. Hilangnya sombori dari

Ibu Pelia di rumah dikarenakan sebagai orang tua ia tidak bertanggungjawab menafhkai

keluarga dari anak terakhirnya. Bahkan dari kenangan cerita masyarakat mula-mula yang

didengar oleh Ibu Pelia dari tetua dikampungnya, dahulu sebuah tempat menetap (salah

satu wilayah disekitar tempat penelitian) yang saat ini menjadi sebuah perkampungan

besar, ditempati oleh 5-6 rumah besar. Dimana 1 rumah besar terdiri dari satu sombori

utama yang melahirkan anak-anak yang kemudian menghasilkan sombori-sombori baru

di dalam rumah tersebut. Penjelasan ini didukung oleh Bapak Ito yang merupakan tetua

adat Desa Tonusu. Menurutnya dahulu sebelum menjadi perkampungan wilayah Desa

Tonusu dan Desa Leboni hanya memiliki 2 tempat pemukiman, dimana setiap

pemukiman terdiri dari 2 – 3 rumah besar. Adapun alasan mereka berkumpul bersama

dalam satu pemukiman untuk memudahkan mengkoordinir anggota kelompoknya.

4.2.2 Mo sintuwu / Po sintuwu

Bagi komunitas Masyarakat Pamona mo sintuwu dan po sintuwu merupakan dua

istilah yang sangat familiar. Mo sintuwu dimaknai sebagai aktifitas melakukan sintuwu

sedangkan po sintuwu itu sendiri dimaknai sebagai nilai dari wujud apa yang dilakukan

dalam aktifitas sintuwu. Menurut J. Kruyt2) dalam Depdikbud (1978), Sintuwu dipahami

2 Dalam tulisan Henley (2005: 47) penulis memperoleh informasi bahwa J.Kruyt juga dikenal dengan nama JanKruyt merupakan anak dari Albert C Kruyt

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 7: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

sebagai suatu pola kehidupan bersama yang menyebabkan orang berjalan bersama-sama,

mengambil jalan yang sama, memperlihatkan diri dengan seperasaan. Sintuwu

selanjutnya diwujudkan dalam tindakan metulung atau saling memberi bantuan tenaga.

Ungkapan metulung kemudian dapat dilihat melalui kebiasaan mesale. Di Kabupaten

Poso sendiri istilah Sintuwu dijadikan sebagai sebuah jargon politis untuk menyatukan

orang-orang pamona dengan istilah tuwu malinuwu, tuwu siwagi, Sintuwu maroso.

Makna jargon ini intinya mengandung makna persatuan seperti yang tertuang dalam

semboyan Negara Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika.

4.2.3 Po sintuwu

Berdasarkan penjelasan Bapak Bou Mulanya segala bentuk po sintuwu tidak

tertulis seperti saat ini (buku po sintuwu) karena pada saat itu belum dikenal alat tulis

sederhana seperti kertas dan tinta oleh kebanyakan Masyarakat Pamona. Akan tetapi

sejak masuknya pengaruh Belanda melalui zendingnya pada ditahun 1945 beberapa

kelompok masyarakat dari golongan Kabose sudah membuat pencatatan-pencatatan3)

yang saat ini dikenal dengan nama buku po sintuwu. Hal ini kemudian memperkuat

penjelasan Bapak Buloko bahwa dalam tradisi po sintuwu berlaku suatu nilai yang sangat

mempengaruhi atau membelenggu4) kehidupan Masyarakat Pamona, khususnya mereka

3 Ibu penulis sendiri lahir di tahun 1957 menjelaskan bahwa pada tahun 1962 sekolah dasar pada masa itu masihmenerapkan sistim “tulis-hapus” pada sebuah batu. Zaman ini dikenal dengan istilah gerepu (batu tulis).4 Setiap nama dalam buku po sintuwu merupakan jaminan sekaligus hutang yang harus dibayar dikemudian harijika orang yang berada dalam cacatatan tersebut melakukan hajatan. Besaran nilai Po sintuwu yang diberikan

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 8: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

yang masih tinggal di pedesaan. Karena jika orang tersebut melanggar maka ia akan

mendapatkan sangsi sosial baik secara fisik maupun mental. Lebih lanjut dikatakan oleh

Bapak Bou bahwa besarnya pengaruh po sintuwu dalam kehidupan bermasyarakat

dipengaruhi oleh status sosial seseorang, Sebagai contoh pada orang yang status

sosialnya tinggi akan banyak orang yang berpo sintuwu dan sebaliknya, Alasan ini secara

rasional menurut penulis dimungkinkan terjadi karena orang dengan status sosial tinggi

cenderung selalu terlibat dalam aktifitas mo sintuwu baik atas dorongan personal maupun

atas dasar ajakan dari relasinya.

Adapun gambaran nominal po sintuwu secara materi dideskripsikan Ibu Mora

sebagai berikut; Umumnya po sintuwu diberikan dalam bentuk beras berkisar 3 sampai 5

Kg, Uang Rp 20.000 dan seringkali dengan menyumbangkan tenaga fisik. Selanjutnya

pada keluarga dekat yang masih memiliki ikatan sombori biasanya memberikan nominal

po sintuwu yang lebih besar berubah uang berkisar diatara Rp100.000 sampai Rp

250.000, dalam kondisi tertentu terkadang beberapa anggota keluarga memberikan 1

karung beras sedangkan untuk lauk jamuan makan bersama seperti babi atau sapi

biasanya anggota keluarga melakukan patungan uang untuk pengadaannya.

Pada penjelasan lain po sintuwu sebagai bentuk bantuan tenaga tergambarkan

melalui penuturan Papa Bou sebagai berikut. Saat pernikahannya (28 juli 1979)

diceritakan bahwa sebagian besar rumah pemukiman yang saat ini bernama Desa Tonusu

terbuat dari kayu dan umumnya berbentuk panggung. Pada masa tersebut segala bentuk

disesuaikan dengan perkembangan jaman. Jadi Rp 100 pada tahun 60an mungkin akan sama dengan Rp 1jt ditahun2000an.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 9: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

alas baik untuk tidur, untuk duduk hanya menggunakan ali atau sejenis tikar yang

dianyam dari sejenis daun pandan tertentu yang mudah ditemui disekitar lokasi

pemukiman. Bahkan untuk penyajian jamuan seperti kue dan nasi untuk tamu undangan,

tuan pesta tidak terlalu direpotkan karena setiap keluarga di desa tersebut menyiapkan

kue dan beberapa diataranya menyiapkan nasi yang kemudian dikumpulkan ke tuan pesta

yang selanjutnya dibagikan kembali ke tamu undangan yang sebagaian besar adalah

warga desa itu sendiri. Meskipun tradisi seperti ini sudah jarang ditemui di dalam

masyarakat akan tetapi pada kegiatan-kegiatan tertentu seperti seperti perayaan natal

kelompok atau perpisahan tahun tradisi ini masih dilakukan. Papa Bou juga

mengambarkan bahwa pada masa itu akses jalan darat sudah menghubungkan Desa

Tonusu dengan desa desa lain akan tetapi ketiadaan transportasi darat dan dukungan jalan

yang memadai membuat masyarakat memilih jalur transportasi air dengan menggunakan

sejenis perahu dayung yang disebut duanga, sedangkan untuk transportasi moderennya

menggunakan perahu bermesin yang dikenal dengan istilah katinting.

Gambar 4 : Foto perahu bermotor atau katinting

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 10: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

Selain itu pada masa “terisolasi” oleh alam pengaruh kebudayaan luar juga

mempengaruhi tradisi pernikahan itu sendiri. Salah satu contohnya adalah penambahan

syarat untuk pernikahan yang tidak masuk dalam tradisi perkawinan asli Suku Pamona

sampapitu5) seperti pengadaan langka atau dipan dan lemari pakaian. Dalam kasus

pernikahan Papa Bou pengadaan syarat tambahan ditanggung secara kolektif dari

beberapa keluarganya (sombori) dari beberapa tempat / desa.

Meskipun tradisi po sintuwu sangat kuat akan tetapi bukan berarti tidak ada yang

berani melanggarnya. Pada wujud tindakan jenis pelanggaran po sintuwu yang umumnya

dikenal yaitu to polinoro. Akan tetapi menurut Papa Bou sebenarnya definisi orang yang

malas berpo sintuwu dan molinoro itu berbeda akan tetapi sikap atau perilaku keduanya

sama-sama tidak disukai oleh masyarakat. Pada konteks orang yang malas berpo sintuwu

dicontohkan sebagai berikut; ketika seseorang individu diajak6) untuk membantu

pekerjaan disebuah pesta kemudian individu tersebut mengiyakan, namun pada saat

bekerja ia tidak datang membantu bahkan pada kasus tertentu si individu bersikap acuh

tak acuh dengan ajakan individu lain maupun kelompok komunitas. Pada konteks

molinoro pelanggaran secara spesifik terjadi ditempat individu yang sedang membuat

sebuah pesta.

Seseorang yang disebut to polinoro akan datang membantu mengolah hewan

untuk dikonsumsi pada saat pesta baik dalam kegiatan memasak, memotong daging dan

sebagainya, namun dalam aktifitasnya mereka yang disebut to polinoro akan

5 7 jenis peralatan seperti piring, sarung, alat pertanian,dan tikar yang digunakan untuk keperluan sehari-hariuntuk bekerja diladang dan untuk keperluan memasak di dapur6 Dalam bahasa pamona kata diajak bisa mengacu pada istilah mesale ataupun mewalo

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 11: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

menyisihkan sebagian dari hasil olahan bahan makanan tersebut menjadi milik mereka.

Perilaku ini biasanya tersamarkan namun ada pula yang melakukannya secara terang-

terangan, adapun alasan dari mereka yang disebut to polinoro yakni untuk mengganti

upah lelah bekerja. Perilaku ini kadangkala menyebabkan tuan pesta sering kewalahan

menjamu tamu yang tidak kebagian lauk pada saat jamuan makan. Dalam wawancara

yang lain Ibu Pelia juga mendeskripsikan definisi orang yang malas berpo sintuwu

dijelaskan dalam sebuah kalimat petikan wawancara demikian “ ku kita mo i anu podo

mancoko koro….” Kalimat ini bila diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut

“sudah kulihat orang yang hanya berpangku tangan…) dari petikan wawancara ini dapat

juga dipahami bahwa orang yang malas berpo sintuwu adalah orang yang datang kesuatu

acara hanya menjadi penonton saja.

Dari beberapa penjelasan diatas, penulis kemudian menyimpulkan yang dimaksud

dengan penyimpangan dalam tradisi po sintuwu adalah gambaran karakter individu dalam

sebuah kelompok komunitas yang egois, kurang berempati, atau pada kasus lain dapat

menjadi seorang yang antisosial. Pada kasus lain pelanggaran po sintuwu lebih

dikarenakan pengaruh budaya perkotaan yang cenderung individualis serta desakan

kebutuhan ekonomi yang memaksa seorang untuk mendahulukan memenuhi kebutuhan

pribadi dan mengesampingkan kepentingan kolektif (sosial).

4.2.4 Mesale dan mewalo

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 12: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

Sebagai produk dari nilai po Sintuwu maka perlu jabarkan hal-hal mengenai kedua

defenisi dari tradisi tersebut yakni

4.2.4.1 Pebedaan definisi Mesale dan mewalo

Pai nu pesale danaka njo’u anu mewalo pai nu pewalo danaka re’e ma’i ri

siko…maka sa’e ane na to’o yaku beda njo’u ri njau..benda walo yaku…paikanya ua

darayanya mawalo siko, jela ri siko. terPapasa ncetu, mesale si’anya da njou danu

sawani. (…dan kerena anda mesale agar orang datang mewalo…dan atau karena anda

mewalo agar ada orang yang datang membantu…misalnya seseorang mengatakan saya

tidak pergi kesitu (orang tertentu) karena saya tidak diwalo (mengacu pada kata mewalo)

…akan tetapi karena (dalam kasus lain) ia darayanya7) mewalo anda, maka seseorang itu

akan datang pada anda. Sehingga jika ia mesale anda harus datang bekerja kepadanya.

Sebenarnya dari kutipan wawancara dengan Ibu Pelia khususnya pada kalimat Pai

nu pesale danaka njo’u anu mewalo pai nu pe mewalo danaka re’e ma’i ri siko sudah

sangat jelas perbedaan definisi mesale dan mewalo. Disini mesale dan mewalo

merupakan satu kesatuan dari konsep mesale artinya dalam kata mesale yang dipahami

oleh Suku Pamona mengandung kata mesale itu sendiri dan mewalo. Seperti yang sudah

dipaparkan pada penjelasan sebelumnya mesale memiliki 2 kemungkinan A?2B artinya

A membantu B dimana B tidak harus membantu A karena yang dilakukan A adalah suatu

bentuk keiklasan atau A?"B artinya A membantu B karena A juga membutuhkan B atau

7 Darayanya dalam bahasa pamona dimaknai sebagai sesuatu yang diinginkan, dalam konteks kalimat darayanyamewalo dilakukan oleh orang yang menginginkan jasa seseorang yang dianggap mampu mendukung pekerjaannya.Mendukung pekerjaan yang dimaksudkan disini adalah kelebihan (biasanya fisik) yang dimiliki seseorang yangdimaksud untuk mengerjakan sesuatu yang tidak mampu dikerjakan sendiri di sawah atau ladang.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 13: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

dengan kata lain konsep masele memiliki makna yang sangat luas dengan pengertian

yang tidak konsisten. sedangkan pada mewalo definisinya sangat konsisten A?½B.

Kenyataan ini kemudian mendorong penulis untuk menanyakan konsep arisan,

menurut Ibu Pelia antara arisan dan mesale terdapat perbedaan yang mencolok jika pada

arisan aktifitas pekerjaan seseorang disuatu tempat kerja dapat digantikan oleh material

dan juga uang. Dalam hal ini seorang yang sedang mendapat jatah arisan memiliki hak

menentukan apa yang dibutuhkan sebagai contoh karena Ibu Pelia sudah tua secara fisik

dan tidak mampu lagi melakukan pekerjaan maka orang yang kebetulan pada saat itu

sedang mendapat jatah arisan dimana Ibu Pelia menjadi salah satu anggota arisan hanya

akan meminta material atau uang kepada Ibu Pelia tanpa harus bekerja. Sedangkan pada

mesale yang dibutuhkan adalah tenaga seseorang. Penjelasan ini bagi penulis sangat

penting karena selama ini definisi mesale selalu diidentikan dengan kata arisan. Dari

pemaparan tersebut tampaknya penulis sependapat dengan Ibu Pelia bahwa mesale tidak

sama dengan arisan akan tetapi arisan mungkin hampir sama dengan mewalo. Selain itu

penjasan Ibu Pelia memberikan sebuah pemikiran bahwa pada masa mudanya kondisi

mesale dan arisan didominasi oleh kegiatan mesale atau pada kasus lain kondisi mesale

dan arisan berada pada titik keseimbangan. Sebab pada saat itu kondisi masih mendukung

sebab jumlah penduduk relatif sedikit, ladang yang luas, belum adanya teknologi

pertanian modern dan jumlah uang relatif sedikit dengan kebutuhan8) masyarakat yang

yang cenderung tidak berfariatif. Akan tetapi saat ini (Ibu Pelia sudah tua) kondisi mesale

dan arisan cenderung didominasi oleh arisan. Atau dengan kata lain nilai mesale

8 Biasanya kebutuhan yang harus dibeli hanya seputar kebutuhan dapur seperti garam.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 14: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

mengalami degradasi pemaknaan karena konsep mesale yang dipahami orang-orang saat

ini hanya sebatas mewalo bukan lagi mesale kondisi ini dimungkinkan terjadi karena

jenis pekerjaan menjadi semakin bervariasi, ditambah lagi masuknya teknologi pertanian

atau perladangan modern yang memungkinkan pengolahan yang tadinya membutuhkan

banyak tenaga menjadi hanya beberapa orang saja. Selain itu pertambahan penduduk

dengan kondisi tanah sawah yang tidak seluas kondisi mula-mula memaksa para ahli

waris (penduduk yang hidup saat ini) melakukan mekanisasi pertanian seperti tindakan

intensifikasi pertanian untuk pertumbuhan padi yang identik dengan membeli produk-

produk seperti pupuk dan obat-obatan yang menunjang program intesifikasi tadi. Hal ini

juga berlaku pada jenis tanaman ladang yang umumnya bersifat tahunan9) dimana

keuntungan hasil tanaman bukan untuk dimakan melainkan untuk dijual.

4.2.4.2 Mesale dalam kelompok kerja

Menurut hasil wawancara penulis dengan beberapa informan ditemukan sebuah

rangkaian peristiwa yang membawa tradisi mesale kesebuah tindakan organisasi dalam

bekerja. Awal mulanya kegiatan mesale merupakan aktifitas sosial yang berorientasi pada

pertanian dan perkebunan yang terjadi diantara satu rumah besar dengan rumah besar

lainnya dalam suatu pemukiman. Aktifitas ini kemudian dikenal dengan isitilah meroro.

Meroro dapat dipahami sebagai kegiatan mesale dalam skala besar dengan melibatkan

seluruh penduduk disuatu pemukiman atau desa, tujuan utama dari meroro ini biasanya

untuk pekerjaan-pekerjaan berat dan dengan area kerja yang luas misalnya membuka

hutan untuk wilayah perkebunan. Kegiatan meroro terpaksa dilaksanakan karena sebuah

9 Jenis tanaman Coklat (cacao), Cengkeh, Vanili dan lain sebagainya.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 15: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

sombori tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut seperti terlihat pada gambar

berikut ini

Baik tradisi mesale atau meroro setiap anggota sub sombori dalam suatu sombori

(rumah besar) harus bekerja atau memiliki perwakilan utusan yang mengatasnamakan sub

sombori masing-masing. Perwakilan-perwakilan sub kemudian dikoordinir oleh seorang

tadulako (pemimpin) yang biasanya berasal dari sub sombori dengan latarbelakang

kabose. Pada tradisi meroro setiap tadulako dari masing-masing sombori rumah besar

akan mengikuti instruksi dari kepala suku, atau kepala desa dipemukiman yang kemudian

diteruskan pada anggota anggota sub masing-masing.

Pada akhir tahun 60an atau awal tahun 70an istilah mesale sebagai sebuah aktifitas

kerja berubah nama menjadi paratei. Perbedaan paratei dan mesale dilihat dari

pelakunya. Jika pada kelompok mesale pekerja sebagian besar adalah orang-orang

dewasa yang kuat atau merupakan perwakilan terbaik dari suatu sub sombori dengan

jenis pekerjaan perkebunan dan padi ladang, selain itu umumnya aktifitas pekerjaan pada

mesale mula-mula bersifat sukarela. Pada kelompok paratei setiap anggota dari sub

sombori memiliki dapat berpartisipasi dalam pekerjaan dibidang pertanian. Anggota-

anggota kelompoknya tidak harus berasal dari satu sombori besar, atau dengan kata lain

anggota dari sub sombori A dapat bergabung dengan anggota sub sombori B,C,D dan

seterusnya. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena dua hal: Pertama, tradisi kabose

telah dihapus dari sombori rumah besar sehingga anggota sub sombori bebas melakukan

hubungan kerja dengan anggota sub sombori lain tanpa harus meminta ijin dari kabose.

Kedua, Mekanisasi pertanian menyebabkan muncul lapangan kerja baru misalnya jenis

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 16: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

tanaman yang dahulunya hanya berpusat pada tanaman padi ladang bertambah dengan

hadirnya jenis tanaman padi sawah.

Karena pertumbuhan penduduk semakin meningkat menyebabkan kondisi hidup

disatu rumah besar tidak dimungkinkan lagi. Akibatnya sub-sub sombori dari suatu

rumah besar memilih untuk berpisah dari induk somborinya membentuk sombori baru.

Akan tetapi lokasi sombori-sombori baru cenderung berdekatan dengan sombori induk.

Sub-sub sombori inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya dusun-dusun disebuah

perkampungan di dalam masyarakat Suku Pamona mula-mula dan umumnya suatu dusun

didominasi oleh satu atau dua sombori besar. Akan tetapi dalam perkembangannya nilai-

nilai khas dalam mo sintuwu mengalami “pemudaran” seiring dengan masuknya nilai-

nilai baru yang dibawah oleh pihak luar seperti Gereja, LSM, dan Negara.

Masuknya pengaruh Gereja khususnya Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)

menyebabkan individu-individu dari sombori-sombori disuatu dusun diklasifikasikan

menjadi kelompok pelayanan Gereja. Di Desa Tonusu sendiri pasca perpindahan dari

kampung tua ke kampung baru (Desa Tonusu saat ini) pada tahun 80an sudah memiliki 3

lokasi pelayanan Gereja. Dimana lokasi penelitian penulis saat ini dahulunya masuk

dalam kelompok pelayanan 1. Selain pengaruh Gereja kebijakan pemerintahan pusat

menyebabkan kelompok pelayanan juga disebut rukun tetangga (RT). Bahkan masuknya

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga turun menambah jenis nama dari RT,

misalnya kelompok bangun pagi, kelompok binaan dan lain lain.

Selain menambah ragam nama dari kelompok komunitas sub-sub sombori yang

memisahkan diri dari induk sombori sebelumnya, rupanya LSM turut mempengaruhi

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 17: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

aktifitas pekerjaan dimana yang dahulunya hanya seputar pekerjaan bersifat fisik,

berubah menjadi pekerjaan yang lebih terorganisasi misalnya munculnya kegiatan usaha

bersama (UB) dengan basis memberdayakan anggota kelompoknya, baik melalui

ketrampilan pengelolaan sistim pertanian dan pemukiman maupun pengenalan cara

memberdayakan uang dengan metode usaha simpan pinjam, bahkan Desa Tonusu sendiri

pihak LSM YAKKUM pernah mengirim 4 stakeholder dari desa tersebut untuk

mengadakan pelatihan langsung di Solo, Jawa tengah pada tahun 1970an

Usaha simpan pinjam itu sendiri dalam perkembangannya menjadi beberapa nama

seperti Kelompok Simpan Pinjam (KSP) yang menjadi obyek amatan penelitian. Bahkan

KSP itu sendiri berganti nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) setelah memiliki

badan hukum.

4.2.4.3 Nilai / Norma masyarakat pedesaan dan cikal bakal KSP

Salah satu ciri khas produk kebudayaan yang membedakan Suku Pamona dengan

kebudayaan suku lain di Indonesia adalah Suku Pamona tidak mengenal budaya tulis

melainkan budaya lisan. Kondisi ini menyebabkan ketika terjadi pergolakan dalam

aktifitas sosial masyarakat memunculkan ragam nilai dan norma dalam bentuk istilah-

istilah lokal dengan pemaknaan yang terkadang sama, mengalami perluasan atau

penyempitan makna dan atau bahkan mengalami ketidakkonsistenan pemaknaan.

Menyadari hal tersebut maka dalam tulisan ini khususnya mengenai mesale penulis

memaknainya sebagai berikut; dalam mesale terdapat mewalo akan tetapi mewalo tidak

dapat disamakan dengan mesale. Hal ini dikarenakan mesale mengacu pada konsep sosial

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 18: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

budaya take and give sedangkan pada mewalo mengacu pada konsep sosial ekonomi cost

and benefit

Perkembangan nilai dan norma inilah yang mengawasi aktifitas masyarakat yang

semakin majemuk akibat mekanisasi pertanian dimana pekerjaan yang dahulunya bersifat

sejenis dan umumnya tradisional berubah menjadi jenis-jenis pekerjaan majemuk dan

menggunakan cara pertanian moderen seperti intensifikasi pertanian pada jenis

tananaman padi. Hal ini kemudian dibenarkan oleh Bapak Bou dimana ketika beliau

dalam posisinya sebagai seorang petani merasakan menipisnya nilai mesale dalam tradisi

po sintuwu disebabkan kemunculan upah atau gaji. Bahkan Bapak Bou sendiri memilih

sistim gaji sebagai bagian dari pertimbangan rasional. Karena menurutnya tradisi mesale

menyebabkan seorang individu yang membutuhkan pertolongan harus meroro, memberi

makan, minum, rokok dan sebagainya. Sedangkan dengan sistim upah atau gaji tidak

demikian.

Perubahan sistim reward and punishmen dalam kehidupan sosial khususnya

dibidang pertanian ini menyebabkan segala sesuatu terukur dengan uang, akibatnya

pekerjaan yang dahulunya bersifat free atas dasar keikhlasan dalam tradisi mesale jarang

sekali ditemukan disekitar wilayah penelitian. Seperti kutipan jawaban dari wawancara

dengan Ibu Pelia sebagai berikut:

“ Tulungi yaku da ndeku moapu, misalnya..ane nda to’o waincentu bena endo-

endo dana sawani. Ane wawasei romo na tulungi doi mo monggale. Karena wawasei

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 19: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

banya mo ewa owi. Owi basa manto’o bepa maria ngaya gaga anu nda oli nce’e naka

maria tau mombetulungi10)”.

(kau tolong saya membantu memasak, sebagai contoh…jika ada pernyataan seperti itu

jangan berpikir atau berharap dia (orang yang mengajak) akan mengganti tenaga atau

membayar. Saat ini ketika sudah dibantu maka setelah itu sudah uang yang bergerak

(harus dibayar!). Dahulu belum terlalu beragam kebutuhan yang harus dibayar dengan

uang itulah sebabnya kebiasaan saling membantu masih sangat kuat

Disisi lain umumnya ditempat penelitian motifasi bercocok tanam mengalami

perubahan orientasi dimana dahulu bercocok tanam digunakan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari, berubah menjadi pemenuhan kebutuhan industri. Akibatnya

jenis tanamanpun umumnya merupakan jenis tanaman yang menghasilkan produk bahan

mentah untuk industri seperti coklat dan cengkeh. Walaupun kondisinya demikian masih

ada juga aktor aktor-yang mampu mengelaborasi nilai sintuwu dengan nilai luar, salah

satunya seperti pada kutipan Ibu Pelia berikut ini

“ Maka ku epe ewa riyaku.. re’e se’e anu merapi, ri bonde ku sinjau…perapi

lemo,.pia….ane yaku ne’emo na bayari, paikanya…ane ku wai naini, si’a ma’imo

naini,… mampari ngkosika,… mewali anu ku nawa-nawa na perapi ku waika…wance’e

mo se’e…paikanya ua sima’i nda tonju mo nu anu (doi)…tidak mungkin beda ku

10 Maria tau mombetulungi yaitu suatu ungkapan bahwa banyak orang yang saling tergantung untuk salingmembantu. Dahulu kondisi ini sangat dimungkinkan terjadi karena perilaku saling mengajak (mesale) tidak dinilaidengan uang dan dilakukan secara sukarela. Kesukarelaan ini sifatnya melembaga.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 20: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

sesuaikan pai doi11 nya …jadi, ane na perapi nda wai nda gori…paikanya ane nda too

nda oli ta reke doi wawa se’i mapari mo se’e. “

(Menurut pengalaman saya (Ibu Pelia) ...sering ada yang datang dikebun ku baik

meminta lemon atau daun bawang. Secara pribadi sebenarnya tidak perlu dibayar, tapi

ketika saya sudah berikan yang diminta, ternyata orang tersebut langsung menyelipkan

sejumlah uang dikantong. Jadi pemahanan awal karena dia hanya minta saya berikan

gratis, akan tetapi karena sudah diberikan uang maka saya sesuaikan kembali

(menambah) barang sesuai dengan nilai uang. Karena saya berpikir dia susah juga

mendapatkan uang)

Kondisi-kondisi seperti inilah yang mendorong diciptakannya suatu sarana yang

mendukung mekanisasi pertanian seperti usaha-usaha simpan pinjam, koperasi, tengkulak

dan lain-lain. Bahkan menariknya dalam pengamatan penulis di sebuah KSP ditempat

penelitian, menerapkan elaborasi nilai-nilai sosial (po sintuwu) dan nilai nilai ekonomi

diataranya sebagai berikut: Pertama, Dalam upaya meningkatkan jumlah saldo kas

keuangan kelompok untuk diperpinjamkan, KSP ini mengadakan program pencarian dana

dengan cara mesale kelompok pada anggota kelompok KSP yang membutuhkan tenaga.

Mesale kelompok memiliki sedikit perbedaan dengan mesale pada tradisi Suku Pamona

yang telah dipaparkan sebelumnya, karena pada mesale kelompok hubungan yang

dibangun adalah antara kelompok dengan individu sedangkan pada mesale menurut

tradisi Suku Pamona hubungan yang dibangun adalah antara individu dengan individu.

Selebihnya model pada KSP tersebut mengambil pola mesale pada rumah besar, ini

11 Doi = dalam bahasa setempat artinya uang.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Page 21: BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Desa …

dikarenakan KSP diasumsikan sebagai sombori rumah besar dan anggota anggota KSP

diasumsikan sebagai sub-sub sombori dari rumah besar itu sendiri. Kedua, meskipun

sering terjadi pelanggaran beberapa ketentuan kelompok KSP misalnya keterlambatan

mengembalikan cicilan pinjaman, pengurus kelompok tidak langsung serta-merta

menarik aset yang menjadi jaminan pada saat anggota yang bersangkutan melakukan

peminjaman. Umumnya pengurus terlebih dahulu mengunjungi, menanyakan alasan-

alasan penundaan serta mengingatkan anggota tersebut. Padahal menurut peraturannya

dalam koperasi yang telah memiliki badan hukum yang disahkan oleh Negara,

memberikan hak pada setiap pengurus koperasi untuk melakukan penarikan aset karena

pelanggaran ketentuan koperasi12).

12 Lihat pula tulisan Partomo 2008 dan Machfud 2009 tentang koperasi atau usaha berbasis simpan pinjam yangberkembangan di dalam kehidupan masyarakat ekonomi menengah kebawah

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer