BAB III Pembahasan

44
BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Order Statistics Misalkan X 1 ,X 2 ,…,X n sampel acak yang berukuran n dari suatu populasi dengan fungsi padat peluang f dan fungsi distribusi kumulatif F. Misalkan Y 1 merupakan nilai terkecil pertama dari sampel acak tersebut , Y 2 merupakan nilai terkecil kedua setelah Y 1 dan Y 3 merupakan nilai terkecil ketiga setelah Y 2 , dan seterusnya sampai Y n yang merupakan nilai terbesar dari sampel acak tersebut, maka susunan terurut Y 1 ,Y 2 ,Y 3 ,…,Y n inilah yang disebut dengan order statistic dari sampel acak tersebut. Dalam hal ini Y 1 sebagai order statistics pertama, Y 2 sebagai order statistics kedua, Y 3 sebagai order statistics ketiga dan seterusnya (Freund’s, 1999: 293). 17

description

bab

Transcript of BAB III Pembahasan

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Order Statistics

Misalkan X1 , X2 , …, Xnsampel acak yang berukuran n dari suatu

populasi dengan fungsi padat peluang f dan fungsi distribusi kumulatif F.

Misalkan Y 1 merupakan nilai terkecil pertama dari sampel acak tersebut , Y 2

merupakan nilai terkecil kedua setelah Y 1 dan Y 3 merupakan nilai terkecil

ketiga setelah Y 2, dan seterusnya sampai Y n yang merupakan nilai terbesar

dari sampel acak tersebut, maka susunan terurut Y 1 ,Y 2 , Y 3 , …,Y n inilah yang

disebut dengan order statistic dari sampel acak tersebut. Dalam hal ini Y 1

sebagai order statistics pertama,Y 2 sebagai order statistics kedua,Y 3 sebagai

order statistics ketiga dan seterusnya (Freund’s, 1999: 293).

Untuk lebih jelasnya, misalkan n=2 dan hubungan antara nilai dari

masing-masing variabel acak yang mungkin adalah

y1=x1 dan y2=x2 dimana x1< x2 atau

y1=x2 dan y2=x1 dimana x2< x1

Dengan cara yang sama untuk n=3 adalah

17

18

y1=x1, y2=x2 ,dan y3=x3, dimana x1< x2<x3 atau

y1=x1, y2=x3 , dan y3=x2 , dimana x1< x3<x2 atau

y1=x2, y2=x1 dan y3=x3 , dimana x2< x1<x3 atau

y1=x2, y2=x3 , dan y3=x1 , dimana x2< x3<x1 atau

y1=x3, y2=x2 , dan y3=x1 , dimana x3<x2<x1 atau

y1=x3, y2=x1 , dan y3=x2 , dimana x3<x1<x2 atau

B. Sifat-sifat Order Statistics

Langkah- langkah untuk mendapatkan sifat-sifat order statistics adalah

sebagai berikut:

1. Distribusi Bersama dari n Order Statistics

Misalkan X1,X2,..., Xn sampel acak dengan fungsi padat peluang f Xi(x i)

dan sampel acak bersifat bebas yang masing-masing berdistribusi peluang

f ( x1 ) , f ( x2 ) , …, f ( xn ), maka fungsi padat peluang bersamanya :

f X1 , X 2 ,… ., Xn( x1 , x2 ,…, xn )=f X1

( x1 ) . f X2( x2 ) ….f Xn

( xn )=∏i

n

f Xi(x i)

19

Teorema (Engelhardt dan Bain, 1991 : 215)

Jika X1,X2,..., Xn adalah sampel acak berukuran n dari suatu populasi

dengan fungsi padat peluang kontinu f (x), maka fungsi padat peluang

bersama dari order statistics Y1 , Y2 , ..., Yn adalah

g(y1 , y2 ,⋯ yn¿=n! f ( y1 ) f ( y2) f ( yn)

jika y1< y2<⋯< yn dan 0 untuk y yang lain

Bukti:

Bila suatu sampel acak X1,X2,..., Xn dan order statistics Y 1 ,Y 2 , Y 3 , …,Y n,

serta variabel acak X i , i=1 ,2 , …, n dan n order statistics yang terurut,

sehingga diperoleh :

Y 1 = terkecil ke-1 dari X1,X2,..., Xn

Y 2 = terkecil ke-2 dari X1,X2,..., Xn

Y r = terkecil ke-r dari X1,X2,..., Xn

20

Y n = terbesar dari X1,X2,..., Xn

sehingga terdapat n !susunan variabel acak dalam urutan naik sesuai tanda.

Salah satu dari n! susunan tersebut mungkin :

X5< X1< Xn−1<⋯<X n< X2

sehingga

X5=Y 1

X1=Y 2

X n−1=Y 3

X n=Y n−1

X2=Y n

merupakan transformasi Jacobi dari (X1 ,…, Xn ¿ke (Y 1 , …,Y n¿. sehingga

fungsi padat peluang bersama dari variabel acak di atas adalah :

f Y1 , Y2 ,⋯, Yn( y1 , y2 ,⋯ yn)|J|=∏

i=1

n

f Y ( y i)

21

Untuk y1< y2<⋯< yn

Jika masing-masing transformasi Jacobi menghasilkan nilai determinan

satu, maka bentuk fungsi padat peluang bersama dari n order statistics adalah :

f Y 1 , Y 2 ,⋯ ,Yn ( y1 , y2 ,⋯ yn )=∏i=1

n

f Y i( y i)

¿n !∏i=1

n

f Y i( yi )

= n! f Y ( y1 ) f Y ( y2 ) …f Y ( yn)

untuk y1< y2<⋯< yn

sehingga fungsi padat peluang bersamanya adalah

f Y 1 , Y 2 ,⋯ ,Yn ( y1 , y2 ,⋯ yn )=n!∏i=1

n

f Y i( y i )

= n! f Y ( y1 ) f Y ( y2 ) …f Y ( yn) (3.1)

Dengan menggunakan persamaan (3. 1) bila suatu variabel acak

berdistribusi uniform dengan interval (0, 1), maka fungsi f Y ( y )=1, sedangkan

fungsi padat peluang bersama dari n order statistics adalah

f Y 1 , Y 2 ,⋯ ,Yn ( y1 , y2 ,⋯ yn )=¿n! f Y ( y1 ) f Y ( y2 ) …f Y ( yn)

¿n! . 1 . 1 ... 1

22

¿n !

2. Distribusi Marginal dari Order Statistics

Untuk mendapatkan distribusi marginal dari sembarang variabel acak

kontinu dapat diterapkan pada order statistics ke-r, yaitu dengan

mengintegralkan distribusi bersama terhadap n-1 variabel lain pada persamaan

(3. 1) .

Untuk nilai terbesar dari Y (n) :

f Yn( yn)=n! f Y ( yn)∫

−∞

yn

∫−∞

yn−1

…∫−∞

y3

∫−∞

y2

∏i=1

n−1

f Y ( y i¿¿¿¿¿)dy i ¿¿¿¿¿

¿n ! f Y ( yn )∫−∞

yn

∫−∞

yn−1

…∫−∞

y3

[FY ( y2)¿¿¿ f Y ( y2 )]∏i=3

n−1

f Y ( y i¿)dy2 …. dyn−1¿¿¿¿

¿n ! f Y ( yn)∫−∞

yn

∫−∞

yn−1

…∫−∞

y4

¿¿¿¿¿

∏i=4

n−1

f Y ( y¿¿ i)dy3 …dyn−1 ¿

¿n ! f Y ( yn )[ FX ( yn )]n−1

(n−1 ) !

¿n [FY ( yn )]n−1 f Y ( yn ) (3.2)

23

Begitu pula untuk nilai terkecil Y (1 )

f Y (1)( y¿¿1)=n ! f X( y1)∫

y1

∫y2

⋯ ∫yn−2

∫yn−1

∏i=2

n

f Y ( y i¿¿¿¿¿)dyn dyn−1⋯ dy3 dy2 ¿¿¿¿¿¿

¿n ! f Y ( y1 )∫y1

∫y2

⋯∫yn−2

[1−FY ¿¿¿( yn−1) f Y ( yr−1)]∏i=2

n−2

f Y ( y i)dyn−1dyn−2⋯ dy2¿¿¿

¿n ! f Y ( y1 )[1−FY ( y1 )]n−1

(n−1 ) !

¿n [1−F ⰈY ( y1 )]n−1 f Y ( y1 ) (3. 3)

Pada order statistics ke-r, untuk memudahkan urutan pengintegralan

digunakan

∞> yn> yn−1>⋯> yr dan −∞< y1< y2<⋯< yr

sehingga dari persamaan (3. 2) dan (3. 3) diperoleh :

f Y (r )( y¿¿ r )=n! f Y ( y¿¿ r )∫

−∞

y r

∫−∞

y r−1

⋯∫−∞

y2

∫y r

∫yr+1

⋯∫yn−1

∏i=1i ≠ r

n

f Y ( y¿¿ i)dyn⋯ dyr+2 dyr+1dy1⋯ dyr−1¿¿¿

24

¿n ! f Y ( y¿¿ r)[1−FY ( yr ) ]n−r

(n−1 )! ∫−∞

y r

∫−∞

y r−1

⋯∫−∞

y2

∏i=1

r−1

f Y ( y¿¿ i)dy1⋯ dyr−2dyr−1¿¿

¿n ! f Y ( y¿¿ r)[1−FY ( yr ) ]n−r

(n−1 )![ FY ( yr ) ]r−1

(r−1 )!¿

¿ n!(r−1 ) ! (n−r )!

[FY ( yr )]r−1[1−FY ( yr )]n−r f Y ( y¿¿ r)¿ (3. 4)

dari persamaan (3. 4) diperoleh fungsi padat peluang marginal dari order

statistics berdistribusi uniform untuk interval (0, 1)

f Y (r )( yr )= n !

(r−1 )! ( n−r ) !yr−1(1− y )n−r f Y ( y¿¿ r )(3.5)¿

f Y (r )( yr )= n !

(r−1 )! ( n−r ) !yr−1(1− y )n−r . 1

f Y (r )( yr )= n !

(r−1 )! ( n−r ) !yr−1(1− y )n−r

3. Momen Order Statistics

Momen ke-k dari variabel acak X dengan fungsi padat peluang f (x)

didefinisikan

25

μ 'k=E ( Xk )=∫−∞

xk . f ( x ) dx

jika X variabel acak kontinu

Mean adalah momen pertama. Momen ke-k dari order statistics ke-r adalah

E (Y (r )k )=∫

−∞

yk f ( y ) dy

Momen ke-k dari order statistics ke-r berdistribusi unifofm dengan interval

(0, 1)

E (Y (r )k )=∫

−∞

yk f Y (r )( yr ) dy

¿∫0

1

yk n !(r−1 )! (n−r )!

yr−1(1− y)n−r dy untuk 0< y<1

¿ n!(r−1 ) ! (n−r )!∫0

1

yr+k−1(1− y )n−r dy

¿ n!(r−1 ) ! (n−r )!

B (r+k , n−r+1 )

¿n! (r+k−1 )!

(n+k )! (r−1 )!

¿(r+k−1 ) (r+k−2 ) … (r+1 ) r

(n+k ) (n+k−1 ) … (n+2 )(n+1)(3.6)

untuk sembarang 1≤ r ≤ n dan k adalah bilangan bulat.

26

Sehingga mean, yaitu momen pertama (k=1) dari order statistics

berdistribusi uniform dengan interval (0,1) pada persamaan (3. 6) adalah

E(Y ¿¿(r ))=(r+k−1 ) (r+k−2 ) … (r+1 )r

(n+k ) (n+k−1 ) … (n+2 )(n+1)¿

E(Y ¿¿ (r ))= rn+1

(3.7)¿

Var (Y ¿¿ (r ))=E (Y ²¿¿ (r ))−¿¿¿

Var ¿

¿(r+1 ) r (n+1 )−r ²(n+2)

(n+2 )(n+1) ²

¿r (n+1 )

(n+2 )(n+1) ²(3. 8)

4. Pendekatan Sampel Besar untuk Mean dan Variansi dari Order Statistics

ke-r

Teorema 1: Transformasi Integral Peluang (Gibbons, 1971: 23)

27

Diberikan variabel acak X, dengan fungsi distribusi kumulatif F (x). Jika

F (x) kontinu, maka variabel acak Y yang merupakan hasil tranformasi

Y=F X (x) berdistribusi uniform pada interval (0, 1).

Bukti :

Jika 0 ≤ FX ( x ) ≤1 untuk ∀ x, maka FY ( y )=0 untuk y ≤ 0 dan FY ( y )=1

untuk y ≥1. Untuk 0< y<1 dapat didefinisikan U sebagai bilangan

terbesar yang memenuhi FX (u )= y . Sehingga FX ( x )≤ y jika dan hanya jika

X ≤ u, yang berarti bahwa :

FY ( y )=P (F X ( x )≤ y )=P ( X ≤ u )=F X (u )= y .

Dari teorema transformasi integral peluang dapat dikatakan bahwa jika

X1,X2,..., Xn merupakan sampel acak dari suatu populasi dengan fungsi

distribusi kumulatif FX , maka FX ( X1), FX ( X2 ) , …, F X (Xn) adalah sampel

acak dari populasi uniform.

Penilaian momen dari Y (r)yang berasal dari fungsi padat peluang dalam

persamaan (3. 4) memerlukan integral dari invers FX . Misalkan U (r) adalah

order statistics ke-r dari distribusi uniform dengan interval (0,1), maka

hubungan fungsional tersebut dapat ditulis

28

Y (r) = F x−1(U ( r )) (3. 9)

ini berarti, terdapat sebuah pendekatan momen dari sebuah fungsi yang lebih

khusus, yakni fungsi distribusi uniform sehingga pendekatan momen dari

sembarang fungsi dapat ditemukan.

Dengan menggunakan Teorema Taylor dan misalkan g(z) fungsi di

sekitar titik μ, maka diperoleh :

f ( a )+f ' (a ) ( x−a )+ f ' ' (a )2 !

( x−a )2+ f ' ' ' (a )3 !

( x−a )³+…

g ( z )=g (μ )+g' ( μ ) ( z−μ )+ g' ' ( μ )2 !

( z−μ )2+ g' ' ' (μ )3 !

( z−μ )³+…

g ( z )=g (μ )+∑i=1

∞ (z−μ)i

i !gi (μ )(3.10)

dengan gi(μ) = d i g(Z )

dZ i |z=μ dan

limn → ∞

(z−μ)n

n !g(n)(z¿¿1)=0¿

untuk μ<z1<z.

Dari persamaan (3. 10), untuk sembarang variabel acak Z dengan mean ( μ)

dan mengambil niali harapan dari kedua sisi, maka diperoleh :

29

E ( g (Z ) )=g (μ )+ var (Z)2!

g (2) (μ )+∑i=3

E ¿¿¿

Penaksiran pertama untuk E(g ( z )) adalah g ( μ ) .

Penaksiran kedua untukE(g ( z )) adalah g ( μ )+ var (Z)2 !

g (2 ) ( μ )

dari persamaan (3. 10) dan (3. 11), diperoleh penaksiran variansi (Z)

g ( z )−E ( g (Z ) )=( z−μ ) g (1 ) ( μ )+g(2 )(μ) 12!

¿

{g ( z )−E [ g ( Z ) ]}2=( z−μ )2 ¿

var [g ( Z ) ]=var ( Z ) [ g (1) (μ ) ]2−14

¿ (3.12)

E(h (Z )) adalah momen pusat dengan derajat yang lebih tinggi.

Dari hubungan fungsional pada persamaan (3. 9) untuk order statistics ke-

r, yaitu

g(u (r ))=x ( r )=F X−1(u(r )) dan u(r)=F ( X )(x ( r))

dan dari persamaan (3. 7) dan (3. 8), telah diketahui bahwa :

μ=E (U (r ))=r

n+1 dan var (U ¿¿ (r ))=

r (n−r+1)(n+1 )2+(n+2)

¿

30

sehingga turunan dari g(μ):

g' (μ )=

dx(r )

du(r )|U (r )=μ

¿¿

¿ [ f X (x (r ) )]−1|x(r)=F X

−1(μ)

¿{f X [F X−1( r

n+1 )]}−2

dan g' ' ( μ )= d

dur

[ f X (x (r ) )]−1|x(r)=F X

−1(μ)

¿−[ f X (x (r ) )]2f ' X ( x (r ) )

dx(r)

du(r )|x(r )=FX

−1(μ)

¿−f 'X [FX−1( r

n+1 )]{f X [F X−1( r

n+1 )]}−3

Dengan mensubtitusikan ke dalam mean dan variansi dari Y (r), diperoleh

g¿ dan μ=E (U (r ))=r

n+1 maka :

E(Y ¿¿(r ))≈ FX−1(u (r ))¿

31

E(Y ¿¿(r ))≈ FX−1[ r

n+1]¿

Var (U ( r ))=r (n−r+1)

(n+1 )2+(n+2)

{f X [F X−1( r

n+1 )]}−2

maka :

Var ¿

Var (Y ¿¿ (r ))≈r (n−r+1)

(n+1 )2(n+2){f X [F X

−1( rn+1 )]}

−2

¿

C. Order Statistics dalam Inferensi Statistik

Inferensi statistik merupakan kegiatan menganalisis, menginterpretasikan

data sehingga dapat diambil suatu kesimpulan atau keputusan yang berkenaan

dengan data tersebut. Dalam sub bab ini akan dibahas tentang dua

permasalahan utama dalam inferensi statistik, yaitu estimasi parameter dan uji

hipotesis yang berkaitan dengan order statistics.

Teorema 2 (Gibbons, 1971: 40)

Misalkan Y (r) order statistics ke-r dari n, dan FX (x ) sembarang distribusi

kumulatif kontinu, maka untuk n mendekati tak berhingga (n→ ∞) dan r/n

adalah suatu bilangan,

32

[ n

( p (1−p ) ) ]12 f X (μ )(μ(r )−μ)

dengan μ memenuhi f X ( μ ) = p, untuk p=r /n.

Bukti :

Diketahui bahwa n → ∞ dan r /n adalah suatu bilangan. Dengan

menggunakan teorema transformasi peluang integral akan dibuktikan

bahwa distribusi order statistics ke-r untuk n → ∞.

Misalkan U ( r ) merupakan fungsi φ (u), maka :

f U (r ) (u )= n!(r−1 ) ! (n−r )!

ur−1(1−u)n−r 0<u<1

dan transformasi

Z(r)=U (r)−μ

σ

dengan mensubtitusikan untuk semua z, diperoleh

U (r)=Z (r )σ+μ

33

f U (r ) (u )= n!(r−1 ) ! (n−r )!

ur−1(1−u)n−r

f Z (r ) ( z)= n !(r−1 ) ! (n−r )!

(σz+μ )r−1 ¿

¿n [n−1r−1 ]σμr−1(1−μ)n−r[1+ σz

μ ]r−1

[1− σz1−μ ]

n−r

¿n [n−1r−1 ]σμr−1(1−μ)n−r ev

(3. 13)

dengan v =(r−1 ) log [1+ σzμ ]+ (n−r ) log [1− σz

1−μ ] (3. 14)

dengan menggunakan deret Taylor untuk fungsi lognatural,

f ( a )+f ' (a ) ( x−a )+ f ' ' (a )2 !

( x−a )2+ f ' ' ' (a )3 !

( x−a )³+…

maka lognaturalis,

log (1+ x)=∑i=1

(−1)i−1 x i

i

dimana untuk −1<x ≤1, dan dengan c1=σμ

, c2=σ

1−μ

dari persamaan (3. 14), diperoleh:

34

v=(r−1 )(c1 z−c12 z2

2+c1

3 z3

3−⋯)− (n−r )(c2 z+c2

2 z2

2+c2

3 z3

3+⋯)

¿ z [ c1 (r−1 )−c2 ( n−r ) ]− z2

2[ c1

2 (r−1 )+c22 (n−r ) ]+ z3

3[c1

3 (r−1 )+c23 ( n−r ) ]−⋯

(3. 15) Untuk n → ∞, p=r /n, c1 dan c2 dapat didekati

sebagai berikut :

c1=[ (n−r+1)r (n+2) ]

1/2

≈ [ 1−ppn ]

1 /2

c2=[ r(n−r+1 )(n+2) ]

1 /2

≈ [ p(1−p )n ]

1 /2

Dengan mensubtitusikan nilai c1 dan c2 ke dalam persamaan (3. 15), diperoleh

koefisien z

v=Z [c1 (r−1 )−c2 (n−r ) ]−Z2

2[ c1

2 (r−1 )+c22 (n−r ) ]+ Z3

3[ c1

3 (r−1 )+c23 (n−r ) ]−⋯

¿ Z [[ 1−ppn ]

12 (r−1 )−[ p

(1−p ) n ]12 (n−r )]− Z2

2¿

untuk koefisien z diperoleh :

(r−1 ) √1−p

√np−

(n−r ) √ p

√n (1−p )=

r−np−(1−p )

√np (1−p )

35

¿−√(1−p )√np

→0 untuk n→ ∞

untuk koefisien -Z2

2

(r−1 ) (1−p )np

+(n−r )

n (1−p )=(1−p )− (1−p )

np+ p

¿1−(1−p)

np→1untuk n→ ∞

untuk koefisien Z3

3

(r−1)(1−p)3 /2

(np)3 /2 −(n−r ) p3 /2

[n (1−p)]3/2 =(np−1)

n3 /2 −[(1−p)p ]

3 /2

¿− p3 /2

[n (1−p )]3 /2 → 0untuk n→ ∞

sehingga

limn → ∞

v=−¿ Z2

2¿

Sedangkan bentuk konstanta dari persamaan (3. 13) adalah

n [n−1r−1 ]σμr−1 (1−μ )n−r=

(n+1 )!r ! (n−r+1 )!

.r (n−r+1 )

n+1σμr−1 (1−μ )n−r

36

¿ √2π e−(n+1)(n+1)n+3/2

2 π e−r rr+1/2 e−(¿−r+1)(n−r+1)n−r+3 /2.rr+1 /2(n−r+1)n−r+3 /2

(n+1)n+3 /2

¿ 1

√2 π

Perhitungan di atas diperoleh dengan menggunakan formula stirling, yang

menyatakan bahwa

n !≈(2 π )1/2e−n nn+1/2

Dan bentuk perkalian dari

σμ r−1 (1−μ )n−r=rr−1/2(n−r+1)n−r+1/2

(n+1)n(n+2)1/2 ≈rr−1 /2(n−r+1)n−r+1 /2

(n+1)n+1 /2

Sehingga limn → ∞

f Z (r ) ( Z )= 1√2 π

e−12

Z ²

Dengan pendekatan mean dan variansi untuk n besar, diperoleh

μ=F X−1(p) dan Var ¿σ2=

p (1−p )[ f X (μ )]−2

n

jadi

Z(r)=U (r)−μ

σ

37

¿ [ n

( p (1−p ) ) ]12 f X ( μ ) (X (r )−μ )untuk p= r

n.

1. Estimasi Interval untuk Kuantil

Dalam estimasi titik, parameter populasi hanya diduga dengan satu titik.

Estimasi tersebut mempunyai kelemahan, yaitu tidak memiliki petunjuk

tentang ketepatannya. Untuk itu estimasi titik perlu disertai dengan ukuran

kesalahan estimasi yang mungkin. Dalam hal ini estimasi parameter dapat

disertai dengan interval yang mengandung titik dan ukuran yang memenuhi

nilai yang sebenarnya dari parameter yang terletak pada interval ini dan

bertujuan untuk mengestimasi interval dengan estimator kuantil sampel.

Berdasarkan teorema 2 (Gibbons, 1971: 40), bahwa order statistics ke-

r adalah sebuah estimator yang konsisten dari distribusi kuantil ke-p, dengan p

= r/n. Sehingga dapat diperoleh interval konfidensi untuk kuantil ke-p.

Penentuan interval dengan menemukan dua bilangan r, s (r < s) yang

merupakan order statistics sampel acak n dari populasi FX , sedemikian

sehingga :

38

P(Y ( r )<x p<Y ( s ))=1−α 0<α<1

KejadianY ( r)<x p terjadi bila hanya bila Y ( r)<x p<Y ( s) atau x p>Y ( s), dua

kejadian yang merupakan saling asing untuk semua r < s.

P(Y ( r )<x p)=P(Y (r )<x p<Y (s )) + P(x p>Y ( s))

P (Y ( r)<x p<Y ( s) )=P (Y (r )<x p )-P ¿) (3.16)

karena FX merupakan suatu fungsi naik, maka akan berlaku :

Y ( r)<x pjika dan hanya jika FX (Y ( r) )<F X (xp)

Berdasarkan teorema transformasi integral peluang, distribusi peluang

variabel acak FX (Y ( r) )<¿ adalah order statistics ke-r dari distribusi uniform

dalam interval (0,1) dan

FX (Y ( r) )<¿ = p. Sehingga untuk Y ( r) , order statistics ke-r dari sembarang

populasi kontinu dengan kuantil ke-p, x p ,berlaku :

P (X ( r )<x p )=P[ FX (Y (r ) )<P]

¿∫0

Pn!

(r−1 ) ! (n−r )!yr−1 ¿¿

39

untuk memperoleh estimasi interval darix p, maka r dan s harus dipilih

dengan mensubtitusikan persamaan (3. 17) ke dalam persamaan (3. 16)

P (Y ( r)<x p<Y ( s) )=P(Y (r )<x p) - P ¿ )

¿∫0

pn!

(r−1 ) ! (n−r )!yr−1 ¿¿

¿1−α (3. 18)

sehingga

P (Y ( r)<x p )=∫0

Pn !

(r−1 )! (n−r )!yr−1 ¿¿

¿n!

(r−1 ) ! (n−r )!¿+

n−rr

∫0

p

xr ¿]

¿ [nr ] pr(1−p)n−r+n [n−1r ] [ xr+1

r+1(1− y )n−r−1|p

0+[ n−r−1

r+1 ]∫0

p

yr+1 (1− y )n−r−2 dy ] ¿ [nr ] pr(1−p)n−r [ n

r+1] pr+1(1−p)n−r−1+n [n−1r+1 ]∫

0

p

yr+1(1− y )n−r−2 dy

¿ [nr ]P r(1−p)n−r+[ nr+1] pr+1(1−p)n−r−1+⋯+[ n

n−1] pn−1 (1−p )+n[n−1n−1]∫

0

p

yn−1(1− y)0 dy

40

¿∑j=0

n−r

[ nr+ j ] pr+ j (1−p )n−r− j

jadi

P (Y ( r)<x p )=∑i=r

n

[ni ] pi (1−p )n−i(3.19)

Untuk P (Y ( s)<x p )diperoleh :

P (Y ( s)<x p )=∑i=s

n

[ni ] pi (1−p )n−i

sehingga,

(Y (r )<x p<Y (s ))=∑i=s

n

[ni ] p i (1−p )n−i−∑i=r

n

[ni ] p i (1−p )n−i

¿∑i=r

s−1

[ni ]p i (1−p )n−i(3.20)

¿1−α

2. Uji Hipotesis untuk Kuantil

Pengujian hipotesis statistik merupakan hal paling penting dalam inferensi

statistik. Benar atau salahnya suatu hipotesis tidak akan pernah diketahui

dengan pasti, kecuali bila diperiksa seluruh populasinya. Misalkan

41

Y 1 ,Y 2 , Y 3⋯ , Y n adalah order statistics dari sembarang distribusi kontinu FX ,

hipotesis nol untuk kuantil ske-p :

H o : x p=x p0

P (X<xp0 )=p

Misalkan hipotesis alternatifnya (H ¿¿1)¿:

H 1: xp>x p0

Daerah penolakan atau H oditolak pada :

Y ( r)∈R untuk Y ( r)>x p0

Untuk lebih khususnya, jika diberikan tingkat signifikasi α , r dipilih

sedemikian sehingga memenuhi :

α ¿ P ¿)

¿1−P ¿ |H o)

Dengan menggunakan persamaan (3. 19), diperoleh :

α=1−∑i=r

n

[ni ] pi (1−p )n−i

42

¿∑i=0

r−1

[ni ]p i (1−p ) n−i

Sehingga uji binomial dapat digunakan untuk menguji hipotesis dari kuantil

variabel acak. Uji kuantil merupakan salah satu bentuk uji yang tidak mendasarkan

pada distribusi tertentu.

Misalkan p¿ adalah suatu bilangan tertentu dengan 0 < p¿<1 dan misalkan x¿

adalah kuantil ke- p¿ dari populasi. Uji hipotesis tentang kuantil ke- p¿:

1. Hipotesis :

a. H o : kuantil ke-p¿ = x¿ atau

P ( X ≤ x¿ )=p¿

H 1:kuantil ke- p¿ ≠ x¿ atau

P ( X ≤ x¿ )≠ p¿

b. H 0 : kuantil ke- p¿ ≤ x¿ atau

P ( X<x¿) ≤ p¿

H 1:kuantil ke- p¿ ¿dari x¿ atau

P ( X<x¿)> p¿

c. H o : kuantil ke-p¿ ≥ x¿ atau

P ( X<x¿) ≥ p¿

H 1:kuantil ke- p¿ ¿dari x¿ atau

P ( X<x¿)< p¿

43

2. Taraf signifikansi : α

3. Statistik Uji :T 1 : Jumlah data yang kurang dari atau sama denganx¿

T 2 : Jumlah data yang lebih kecil dari x¿

4. Kriteria keputusan :

a.H o ditolak apabila T 1≤ t1 atau T 2> t2

b.H o ditolak apabilaT 2> t2

c.H o ditolak apabila T 1≤ �᳖ t1

5. Perhitungan :

Dengan menggunakan tabel Binomial dapat diperoleh bilangan t 1 , t 2 sehingga

a. Berlaku P (Y ≤t 1 )=α1 dan P (Y ≤t 2 )=α2 atau

P (Y ≤t 2 )=1−α2

b. Berlaku P (Y >t 2 ) = α atau P (Y ≤t 2 )=α

c. Berlaku P (Y ≤t 1 ) = α

6. Kesimpulan : a . H o ditolak apabilaT 2> t2 atau T 1≤ t1

b.H o ditolak apabilaT 2> t2

44

c.H o ditolak apabila T 1≤ t1

b.H o ditolak apabilaT 2> t2

c.H o ditolak apabila T 1≤ t1

Aplikasi Order Statistics dalam bidang:

1. Tes psikologi mahasiswa

Suatu survei telah dilakukan untuk mengetahui motivasi belajar mahasiswa

maka dilakukan beberapa tes psikologi pada 20 mahasiswa yaitu kebiasaan

belajar dan sikap terhadap akademik. Median dari nilai tes psikologi mereka

sebagai berikut:

142 134 98 119 131

104 154 12

2

93 137

86 119 16

1

144 158

165 81 11

7

128 103

Bagaimana selang kepercayaan 90% untuk median nilai tes psikologi pada 20

mahasiswa tersebut dengan p= 0,5 dan α=0,05

45

Analisis:

dengan n= 20, p= 0,5 , α2=0,5 1−

α2=0,95 maka selang kepercayaan untuk

median tes psikologi adalah

P (Y ( r)<x p<Y ( s) )=∑i=s

n

[ni ] pi (1−p )n−i−∑i=r

n

[ni ] pi (1−p )n−i

¿∑i=r

s−1

[ni ]p i (1−p )n−i

P (Y ( r)<x0,5 )=∑i=r

n

[ni ] p i (1−p )n−i

¿∑i=r

20

[20i ]2−20

¿∑i=6

20

[20i ]2−20=0,058

P (Y ( s)<x0,5 )=∑i=s

n

[ni ] pi (1−p )n−i

¿∑i= s

20

[20i ]−2−20

¿∑i=13

20

[20i ]−2−20=0,942

Dengan menggunakan tabel Binomial diperoleh r = 7 dan s = 14, maka selang

kepercayaan yang diperoleh adalah P (Y (7 )<x0,5<Y (14 ) )

46

y1=81 y6=104 y11=128 y16=¿144

y2=86 y7=¿117 y12=131 y17=¿154

y3=¿93 y8=119 y13=134 y18=¿158

y4=98 y9=199 y14=137 y19=161

y5=¿103 y10=¿122 y15=142 y20=¿165

Sehingga selang kepercayaan yang diperoleh adalah

P (117< x0,5<137 )

dengan selang kepercayaan P(117 < x0,5 < 137 dapat ditentukan untuk median

tes psikologi yaitu antara 117 dan 137.

2. Nilai ujian siswa

Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah nilai median ujian siswa

SMU sama dengan tahun-tahun kemarin. Nilai median (karena median

mempunayi keuntungan yaitu mudah menghitungnya dan median tidak

dipengaruhi pengamatan yang ekstrem) siswa itu akan digunakan apakah

siswa perlu ada jam tambahan pelajaran matematika. Dalam beberapa tahun

diketahui nilai median ujian matematika siswa adalah 65. Suatu sampel acak

yang terdiri dari 25 siswa yang akan menempuh ujian tersebut telah diambil.

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5%, kesimpulan apa yang diperoleh

apabila diketahui nilai ujian 25 siswa tersebut sebagai berikut :

47

92 62 65 83 54

63 38 77 68 61

70 64 83 44 65

78 81 85 66 50

67 75 90 75 85

Analisis :

1. Hipotesis

a . H o : median adalah 65

H 1 : median tidak sama dengan 65

b . H o : median paling tidak sebesar 65

H 1 : median lebih kecil 65

c .H o : median tidak lebih besar dari 65

H 1 : median lebih besar dari 65

2. Taraf signifikansi : α=¿0,05

48

3. Statistik uji : T 1 : banyaknya siswa yang nilainya ≤ 65

T 2 : banyaknya siswa yang nilainya < 65

4. Kriteria keputusan :

a. H o ditolak apabila T 1≤ t1 atau T 2> t2

b. H o ditolak apabila T 2> t2

c. H o ditolak apabila T 1≤ t1

5. Perhitungan :

T 1=9 dan T 2=8 maka dengan tabel Binomial diperoleh t 1=9 dan t 2=15

6. Kesimpulan :

a. karena T 1=t1 (9 ¿ 9) atau T 2< t2 (8 <15), maka H o diterima. Ini berarti

median ujian siswa tahun ini sama dengan tahun-tahun yang lalu yaitu

sama dengan 65.

b. karena T 2< t2 atau (8 < 15), maka H o diterima. Ini berarti median

ujian siswa tahun ini sama dengan tahun-tahun yang lalu yaitu sama

dengan 65.

49

c. karena T 1≤ t1 atau (9 = 9), maka H o diterima. Ini berarti bahwa nilai

median ujian seluruh siswa tahun ini sama dengan tahun-tahun yang lalu

yaitu sama dengan 65.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa perlu ada jam tambahan karena

untuk meningkatkan nilai median ujian siswa atau agar nilai median ujian

siswa lebih dari 65.