BAB III. Pembahasan

25
BAB III PEMBAHASAN III.1 Eksplorasi Nikel Efisiensi proses konsentrasi nikel sangat dipengaruhi oleh topografi. Dengan demikian foto udara memegang kunci utama dalam melakukan eksplorasi regional untuk nikel. Dari interpretasi foto udara, pertama-tama dihasilkan peta geologi yang memadai untuk dimulainya penelitian. Pada fase awal interpretasi foto udara ini, geomorfologi dari beberapa daerah yang sudah diketahui mengandung endapan nikel seperti Pomalaa dan Soroako menjadi bahan acuan. Hubungan antara adanya endapan nikel dengan morfologi yang khas : berbukit-bukit (hummocky) yang merupakan peninggalan dataran purba ( old land surface) yang berpotensi mengandung endapan nikel. Namun demikian, pematang pegunungan yang sempit pun juga mengandung endapan nikel yang berkadar tinggi (Bulubalang, Kolonedale) meskipun

description

pengolahan nikel

Transcript of BAB III. Pembahasan

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Eksplorasi Nikel

Efisiensi proses konsentrasi nikel sangat dipengaruhi oleh

topografi. Dengan demikian foto udara memegang kunci utama

dalam melakukan eksplorasi regional untuk nikel. Dari

interpretasi foto udara, pertama-tama dihasilkan peta geologi yang

memadai untuk dimulainya penelitian. Pada fase awal interpretasi

foto udara ini, geomorfologi dari beberapa daerah yang sudah

diketahui mengandung endapan nikel seperti Pomalaa dan

Soroako menjadi bahan acuan.

Hubungan antara adanya endapan nikel dengan

morfologi yang khas : berbukit-bukit (hummocky) yang merupakan

peninggalan dataran purba ( old land surface) yang berpotensi

mengandung endapan nikel. Namun demikian, pematang

pegunungan yang sempit pun juga mengandung endapan nikel

yang berkadar tinggi (Bulubalang, Kolonedale) meskipun jumlah

tonasenya tidak besar. Interprestasi foto udara yang

mendeteksi dataran-dataran purba kemudian menjadi patokan pada

peta kerja bagi tim lapangan yang kemudian melakukan

pemboran-pemboran dengan bor tangan (Hand Auger). Pembuatan

sumuran dan atau parit-parit eksplorasi dapat dilakukan didaerah-

daerah yang menunjukkan potensi.

Dalam tindakan yang lebih lanjut, pemboran dengan alat-

alat yang lebih besar seperti B-40, Becker CSR, Becker Hammer, dsb

merupakan upaya optimal untuk mengetahui cadangan daripada

endapan yang ada. Pada saat diperlukan contoh-contoh yang

besar untuk keperluan penelitian proses pengolahan maka

contoh yang diperlukan diambil dari parit-parit (trenches) yang

tersebar luas dikawasan yang ingin diketahui potensinya.

III.2 Eksploitasi (Penambangan) Nikel

Penambangan nikel dapat dilakukan dengan cara tambang

terbuka dan tambang bawah tanah. Di Indonesia penambangan

nikel dilakukan secara tambang terbuka dengan membuat jenjang

(bench) pada lereng bukit dan penggaliannya dilakukan secara

back filling. Hal ini diterapkan di Pomalaa, Pulau Gebe dan

Soroako: Indonesia diperkirakan memiliki cadangan bijih nikel

sebanyak 974,8 juta ton dengan kandungan nikel rerata 1,45%. Cara

penambangannya adalah awalnya pohon-pohon dan semak-

semak di atas tanah yang akan tambang akan disingkirkan dengan

Bulldozer.Kemudian dengan alat yang sama dilakukan pengupasan

pada lapisan penutup (stripping of overburden). Lapisan penutup ini

nantinya dikembalikan untuk penghijauan apabila penambangan

didaerah tersebut telah selesai dikerjakan. Selanjutnya dilakukan

penggalian terhadap bijihnya sendiri. Sistem penggalian bijih adalah

sistem tangga (benching sistem) yaitu dimulai dari bawah ke atas

mengikuti kontur topograpi.

Bijih nikel digali dengan menggunakan alat gali power shovel

dan atau dozer shovel yang langsung mengisi ke atas dump truck.

Penambangan bijih nikel di Pomalaa disamping untuk keperluan

ekspor juga untuk keperluan pabrik pengolahan ferronikel. Bijih

nikel yag telah dipecah diangkut ke stockyard untuk ditimbun

menjadi beberapa timbunan masing-masing ± 6000 ton.

Untuk kedua daerah Tambang masing-masing dibangun

sebuah pelabuhan muat untuk memuat bijih nikel ke dalam

tongkang-tongkang yang selanjutnya ditarik dengan dengan tug

boat ke kapal samudera yang berlabuh kurang dari lebih 1,5 mil

dari pantai. Pemuatan bijih ke dalam dilakukan dengan belt

conveyer. Buldozer untuk mendorong bijih kemudian dengan

wheel loader untuk memasukkan ke dalam apron feeder langsung

masuk ke belt conveyer yang mengisi tongkang. Pemindahan bijih

dari tongkang ke dalam kapal Samudera dilakukan dengan grab

bucket.

Tiap bulan rata-rata pengapalan sebanyak 1 kali dengan

kapal yang memuat samapai 25. 000 MT denagn tujuan ekspor ke

Jepang. Kapasitas pemuatan rata-rata 4.000 MT/hari. Bijih nikel

untuk keperluan pabrik pengolahan diangkut dengan dumptruck ke

stockyard di dekat pabrik. Persyaratan untuk pabrik pengolahan

lebih sulit lagi karena harus memperhatikan beberapa komponen

lain dari bijih nikel, seperti basicity, dan iron content.

Sistem penambangan yang diterapkan sistem tambang

terbuka (open cut) dengan sistem berjenjang (bench). Dimana

pembukaan tambang dilakukan secara bertahap dengan

menggunakan metode per level. Arah penambangan di mulai dari

level paling atas ke arah bawah. Tahapan-tahapan kegiatan

penambangan nikel pada adalah :

a. Clearing

Clearing adalah pekerjaan Pembersihan atau

pembebasan lokasi penambangan dari pepohonan. Untuk

membersihkan lokasi penambangan dari pohon yang besar

(Diameter pohon > 30 cm) harus dilakukan penebangan

dulu. Penebangan dilakukan dengan chainsaw, agar kayu

tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan konstruksi

yang ada di lokasi pertambangan (pembuatan Kantor, mess,

dan sarana pendukung lainnya). Untuk pohon yang kurang dari

30 cm langsung digusur dengan bulldozer ke arah bawah dari

sub sub blok yang akan ditambang. Kegiatan clearing di

tambang nikel mornopo ini menggunakan Bulldozer D85E-SS

dan D7G, sedangkan untuk perawatan menggunakan D 65 P.

b. Stripping Over Burden

Secara umum overburden terdiri dari dua jenis, yaitu

lapisan penutup (top soil) dan waste, kemudian diikuti

limonite dan saprolite yang ada di bawahnya. Selama

pengupasan overburden, aktivitas pengontrolan mutu terus

dilakukan untuk mendapatkan batas – batas lapisan dengan

mensinkronkan data logging dan mengambil contoh untuk

dianalisan di laboratorium. Sebelum mendapat data dari

laboratorium, daerah ini tidak boleh diganggu dengan

memberi tanda bendera putih sebagai peringatan. Alat yang

digunakan dalam stripping ini sama dengan yang digunakan

pada kegiatan clearing.

c. Penggalian Dan Pengangkutan Bijih Nikel

Limonite dan Saprolite digali dengan menggunakan

excavator PC 300 kemudian dimuat ke dalam articulated

dump truk dengan kapasitas 36 ton untuk di angkut ke ETO

(exportable transito ore). Selanjutnya material tersebut di

angkut ke Grissly I untuk dilakukan penyaringan. Dimana

dari grissly ini di dapatkan under size sekitar 75 % dan over

size sekitar 25 %. Untuk under size di angkut lagi ke

stockyard dengan alat muat PC 300 dan alat angkut

menggunakan dump truck ke stockyard. Dari stockyard

kemudian dilakukan proses pengapalan.

III.3 Pengolahan Nikel

Secara umum proses pengolahan nikel Dalam proses

pengolahan bijih nickel meliputi beberapa tahapan proses utama

(Gambar 3.1) yaitu :

GAMBAR 3.1

NICKEL PROCESS ILLUSTRATION

1. Pengeringan di Tanur Pengering (Dryer)

Dari stockpile, hasil tambang (ore) diangkut menuju

apron feeder. Di apron feeder ore mengalami penyaringan

dan pengaturan beban sebelum diangkut dengan belt

conveyor menuju dryer atau tanur pengering. Diruang

pembakaran tersebut terdapat alat pembakar yang

menggunakan high sulphur oil atau yang biasa disebut minyak

residu sebagai bahan bakar.

Dalam tahap pengeringan ini hanya dilakukan

penguapan sebagian kandungan air dalam bijih basa dan

tidak ada reaksi kimia. Ore kemudian dihancurkan dan

kemudian dikumpulkan di gudang bijih kering (Dry Ore

Storage).

GAMBAR 3.2

TANUR PENGERING DAN GUDANG BIJIH KERING

2. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi

Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di

dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel

logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang

tersimpan di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah

kering secara sempurna, karena itulah tahapan ini

bertujuan untuk menghilangkan kandungan air bebas dan

air kristal serta mereduksi nikel oksida menjadi nikel

logam.

Proses ini berlansung dalam tanur reduksi. Bijih dari

gudang dimasukkan dalam tanur reduksi dengan komposisi

pencampuran menggunakan ratio tertentu untuk

menghasilkan komposisi silika magnesia dan besi yang

sesuai dengan operasional tanur listrik. Selain itu

dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan

pereduksi pada tanur reduksi maupun pada tanur pelebur.

Untuk mengikat nikel dan besi reduksi yang telah tereduksi

agar tidak teroksidasi kembali oleh udara maka

ditambahkanlah belerang. Hasil akhir dari proses ini disebut

kalsin yang bertemperatur sekitar 700oC

GAMBAR 3.3

TANUR REDUKSI

3. Peleburan di Tanur Listrik

Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga

terbentuk fasa lelehan matte dan Slag. Kalsin panas yang

keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur

dimasukkan kedalam surge bin lalu kemudian dibawa

dengan transfer car ke tempat penampungan. Furnace

bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase lelehan

matte dan slag. Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan

api yang didinginkan dengan media air melalui balok

tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat

jenisnya. Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan

dengan kendaraan khusus.

GAMBAR 3.4

PELEBURAN DITANUR LISTRIK

4. Pengkayaan di Tanur Pemurni

Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte

dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen. Matte yang

memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur

pemurni / converter untuk menjalani tahap pemurnian dan

pengayaan. Proses yang terjadi dalam tanur pemurni adalah

peniupan udara dan penambahan sililka. Silika ini akan

mengikat besi oksida dan membentuk ikatan yang memiliki

berat jenis lebih rendah dari matte sehingga menjadi mudah

untuk dipisahkan.

GAMBAR 3.5

TANUR PEMURNI

5. Granulasi dan Pengemasan

Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi

butiran-butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan

dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara terus

menerus disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini

menghasilkan nikel matte yang dingin yang berbentuk

butiran- butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian

disaring, dikeringkan dan siap dikemas.

GAMBAR 3.6

GRANULASI DAN PENGEMASAN

III.4. Peleburan Bijih Nikel

Proses peleburan dilakukan dalam dapur listrik berukuran

diameter 15 m berkapasitas 18 megawatt, bagian dalam dapur listrik

dilapisi batu tahan api jenis “magnesia brick” calcined ore yang

dihasilkan dari rotary kiln dengan temperature 800 oC sebelum

diumpankan ke dalam dapur listrik di angkut dengan menggunakan

sistim container car-over head crane ke dalam 9 buah top bin yang

berkapasitas masing-masing 50 ton dan lengkapi dengan 4 buah chute

yang “kakinya” terpasang mengelilingi atap dapur listrik.

Didalam dapur listrik akan terjadi proses peleburan calcine

dan reduksi semua oksida yang terkandung dalam bijih oleh antrasit

dan batubara melalui reaksi-reaksi sebagai berikut :

NiO + C Ni + CO (95% Ni tereduksi)

CoO + C Co + CO (95% Co tereduksi)

Fe2O3 + C 2FeO + Co (100% Fe2O3 tereduksi)

FeO + C Fe + CO (60% Feo tereduksi)

Cr2O3 + 3 C 2Cr + 3 CO (20% Cr2O3 tereduksi)

P2O5 + 5C 2P + 5CO (90% P2O5 tereduksi)

MnO + C Mn + CO (20% MnO tereduksi)

SiO2 + C Si + 2CO (20% SiO2 tereduksi)

Oksida-oksida didalam bijih yang tidak tereduksi akan diikat oleh

CaO dari batu kapur membentuk slag. Pemisahan antara logam

ferronikel dan slag dalam dapur listrik berlangsung karena adanya

perbedaan berat jenis, slag dengan berat jenis sekitar 2,6 akan

membnetuk lapisan di sebelah atas lapisan logam ferronikel yang

mempunyai berat jenis 6,9. Tebal lapisan slag dalam dapur listrik

mencapai 1 – 1,5 m, sedangkan tebal lapisan logam feronikel berkisar

antara 40 – 80 cm. Slag dikeluarkan (di tap) dari dapur listrik setiap

90.000 kwh sebanyak 90 ton/tap, dialirkan ke dalam air dan

disemprot dengan air sehingga tergranulasi menjadi butiran-butiran

berukuran 5 – 10 cm. Sedangkan logam feronikel yang dikeluarkan (di

tap) dari dapur listrik ditampung dalam laddle berkapasitas 18 ton

untuk dimurnikan.

Proses pemurnian dilakukan untuk maksud menghilangkan

unsur pengotor, seperti sulfur, carbon, silikon, dan fosfor. Proses

penghilangan unsur sulfur (disulfurisasi) dilakukan dengan proses

rhein stall yaitu menambahkan carbid dan soda ash untuk mengikat

sulfur yang terkandung dalam metal. Setelah melalui proses

disulfurisasi, sebagai hasilnya di peroleh logam ferronikel arang tinggi

(H/C) yang komposisinya disesuaikan dengan permintaan pasar.

Untuk pembuatan feronikel arang rendah (L/C) perlu dilakukan

penghilangan unsur Si (desilikonisasi) dan C (dekarbonisasi) dan P

(defosforisasi), proses-proses ini dilakukan dalam shaking convertor

berkapasitas 20 ton. Ke dalam logam feronikel cair dalam convertor

dilakukan penghembusan O2 sehingga unsur-unsur Si, C, P akan

teroksidasi membentuk oksida-oksida SiO2, CO, dan P2O5. CO akan

dikeluarkan sebagai gas, sedangkan SiO2 dan P2O5 akan diikat oleh

CaO dari batukapur dan kapur bakar yang ditambahkan sebagai flux,

membentuk slag. Pemisahan slag dan logam feronikel murni (Feni)

dalam shaking convertor dilakukan secara skimming.

Spesifikasi Feronikel (Feni) :

TABEL III.1

SFESIFIKASI FERONIKEL

Unsur HC Ingot (%) LC Ingot (%) LC Shot (%)Ni 18.72 21.41 21.07Co 0.30 0.34 0.36Si 1.18 0.10 0.08C 2.21 0.006 0.006S 0.003 0.013 0.010Cr 1.65 0.08 0.07Mn 0.04 Tr Tr

Peleburan Nikel dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Proses Pelindian Nickel - Matte Sistem Kontinu Dan Otomasi

Peralatannya.

Kegiatan ini merupakan tahapan proses pengolahan bijih

ataupun konsentrat logam melalui jalur hidrometalurgi. Parameter

pelindian untuk proses optimalisasi pelindian nickel matte dengan

media pelindian larutan campuran amonia-amonium nitrat, yang

diperhatikan adalah :

a. Waktu proses pelindian,

b. Konsentrasi oksigen terlarut (teknik agitasi) dan

c. Kelarutan unsur nikel dan kobalt yang dapat dicapai dengan

kondisi proses yang tetap

d. Proses pelindian ditentukan tetap untuk persen padatan sebesar

40%; suhu 45° C; pH larutan 11 (konsentrasi amonia); kekuatan

konsentrasi media pelindi sebesar 2,5 M ammonium nitrate

GAMBAR 3.7

SUSUNAN REAKTOR PADA RANGKA DUDUDKAN UNTUK

PROSES KONTINU

Proses pelindian nikel yang selama ini dilakukan adalah secara

batch, hanya mampu menghasilkan 200 g/L nikel sulfamat. Hal ini

disebabkan proses tidak dapat berlangsung terus menerus, dan nilai

parameter proses tidak konsisten yang mengakibatkan hasil pelindian

tidak mencapai persyaratan yang diinginkan. Untuk meningkatkan

hasil dari proses pelindian ini (hingga mencapai 600 g/L nikel

sulfamat), maka diperlukan perancangan peralatan proses yang

mampu dijalankan secara kontinu dan dengan parameter proses

pelindian yang terkontrol secara otomatis. Pada kegiatan ini telah

dilakukan perancangan peralatan proses pelindian yang mampu

bekerja secara kontinu. Selain itu juga dilakukan perancangan sistem

kontrol proses yang otomat. Sistem kontrol yang digunakan adalah

berbasis PLC (Programmable Logic Controller). Parameter yang

dikontrol adalah level larutan pada reaktor dan aliran gas O2. Mode

kontrol yang digunakan adalah on/off. Sedangkan parameter lainnya,

pH dan suhu larutan dikontrol dengan mode kontrol PID (Proportional

Integral Differential).

Hasil uji coba menunjukkan bahwa sistem kontrol telah

mampu mempertahankan kondisi proses. Suhu larutan dapat

mendekati setpoint (50°C) dengan simpangan 5°C untuk selang waktu

20-70 menit. Setelah selang waktu tersebut simpangan hanya 1°C.

Sistem ini masih perlu diperbaiki untuk memperkecil simpangan suhu

pada waktu di bawah 70 menit. Walaupun demikian secara umum

sistem ini telah berfungsi dengan baik. Untuk pengontrolan pH saat ini

masih belum tuntas dilaksanakan.

2. Elektrolytic Refining

Hasil sintering nikel dihancurkan dan dicampurkan dengan

coke merupakan umpan ada reverberatory furnace. Hasil peleburan

ini akan didapat crude metal yang berkadar 95 % Ni dan dibetak

dalam bentuk anoda yang beratnya 480 Lb. sebagai katoda dipakai

nikel murni yang dicetak tipis, dengan adanya proses elektrolisa maka

impurities nikel yang berada didalam anoda akan terurai dan

diendapkan di katoda. Sedangkan logam lainnya dan impurities, tidak

terendapkan dikatoda namun terkumpul didasar sel, yang kalau

diproses lebih lanjut akan didapatkan Au, Ag dan Pt.

3. Hand Process

Proses ini dilakukan dengan jalan mereduksi nikel oksida

dengan menggunakan hydrogen terbentuk impure metal. Metal yang

belum murni ini direaksikan dengan CO membentuk nikel karbonil

yang kemudian dipanaskan sehingga terjadi dekomposisi dan

membentuk nikel murni.

Dilakukan roasting dan sintering didalam rotating hearth

furnace untuk menghilangkan sulfur. Roasting ini dilakukan pada

temperatur 750 C. hasil roasting ini berupa Ni) dimasukkan kedalam

suatu tabung reducer yang bertemperatur 400 C dimana didalam

tabung tersebut dimasukkan water gas (H2) yang akan mereduksi NiO

dengan reaksi :

NiO + H2 Ni + H2O

Kemudian nikel yang terbentuk direaksikan dengan CO

sehingga membentuk nikel carbonil didalam abung yang bernama

Volatizer

Ni + 4 CO Ni (CO) 4 gas

Dekomposisi dari gas nikel karbonil terjadi pada temperature

180 C didalam tabung yang dinamakan decomposer. Hasil yang

didapatkan berupa nikel murni didalam bentuk pellet dan gas CO yang

dikembalikan ke volatizer untuk membantu terbentuknya gas nikel

carbonil. Nikel yang dihasilkan dari proses elektrolisa dan mond

proses bersifat brittle, karena mengandung sulfur pada sekitar

butirannya. Desulfurisasi dapat dilakukan dengan menambahkan

mangan atau magnesium, sehingga bisa dibentuk lembaran maupun

kawat.

4. Hidro Metallurgi

Endapan nikel juga dapat berasosiasi dengan besi, tembaga

dan logam mulia. Untuk nikel yang berkadar 1,5 % Ni dapat dilakukan

pelarutan leaching proses dengan terlebih dahlu dilakukan

penggerusan dengan menggunakan Ball Mill. Bijih kemudian

dipanggang dengan menggunakan Multi Hearth Mechanical Roaster,

hasilnya dicampur dengan menggunakan ammonium carbonat yang

berupa larutan didalan aeration tank. Nikel akan terlarut sedangkan

besi akan teroksida dan mengendap.

Pulp dimasukkan kedalam thickener sehingga terpisahkan

antara larutan kaya dan endapan. Larutan nikel dialiri denan udara

maka ammonia yang sifatnya volatile akan terdestilasi dan nikel akan

berupa nikel karbonat.

5. Kalsinasi

Sebagai bahan baku dalam proses pengolahan adalah bijih

nikel, dengan antrasit sebagai reduktor serta batu kapur sebagai flux

dengan komsumsi sebagai berikut :

a. Bijih nikel sebanyak 320.000 ton bijih basah per tahun.

b. Antrasit sebanyak 30-40 kg per ton bijih basah.

c. Batu kapur sebanyak 20-40 kg per ton bijih basah.

Bijih basah dari tambang diumpankan ke dalam shake out

machine (SOM) untuk memisahkan boulder yang berukuran di atas 30

cm, bijih yang berukuran di bawah 30 dm diangkut ke ripple flow

screen (RFS) dengan belt conveyor di mana butiran berukuran lebih

kecil dari 5 cm bersama-sama dengan produk impeller breaker

selanjutnya diangkut ke dalam dua buah bin yang masing-masing

berkapasitas 120 ton. Antrasit serta batu kapur mengalami proses

yang sama dengan bijijh nikel dan masing-masing ditampung dalam

bin-bin yang berkapasitas 70 ton secara terpisah. Untuk mendapatkan

komposisi bahan baku yang sesuai dalam proses peleburan di dapur

listrik maka setiap bin dilengkapi dengan weightmeter (poidmeter)

sehingga dapat dilakukan penimbangan setiap bahan baku tersebut.

Bahan baku yang telah ditimbang di poidmeter kemudian diangkut ke

rotary kiln dengan belt konveyor untuk proses kalsinasi.

Rotary kiln yang dipergunakan berukuran panjang 90 m,

dengan diameter shell 4 m, bagian dalam dilapisi refraktory setebal 20

cm serta dilengkapi dengan burner yang dipasang pada ujung

pengeluaran (discharging end) sehingga gradient temperatur

cenderung naik menuju titik terpanas (± 10 m dari ujung

pengeluaran) dan kemudian turun kembali. Sebagai bahan bakar yang

dipakai untuk burner tersebut adalah Heavy Oil (MFO). Tapi dalam

rangka penghematan bahan bakar minyak telah dibangun coal firing

plant sehingga bahan bakar yang dipakai saat ini adalah batubara.

Di dalam rotary kiln semua air lembab (moisture) dan zat

terbang (L.O.I.) yang terkandung dalam bahan baku akan terlepas dan

akan dibuang sebagai gas. Jumlah bijih yang diolah dalam rotary kiln

rata-rata sebanyak ± 40 ton bijih basah per jam. Rotary kiln juga

dilengkapi dengan sistim penagkap debu, terdiri atas dust chamber,

multicy clone dan cottrell. Fungsi dari penangkap debu adalah untuk

menangkap debu yang terbawa dalam gas buangan kiln, di mana debu

yang ditangkap ini selanjutnya akan di-recycle ke dalam kiln setelah

melalui proses pelletisasi di dalam pelletizer.

III.5. Proses Pemurnian

1. Charging

Adalah penambahan bahan lain ke converter yaitu :

a. Matte

b. Fluks

c. Bahan daur ulang (High Nikel Scrap)

d. Oversize granulasi dan butiran yang tertumpah

2. Blowing

Penghilangan unsur pengotor dengan oksidasi berdasarkan

afinitas logam terhadap oksigen dengan penambahan udara dan

silica fluks (70 – 75% silica) kedalam furnace.

3. Dry Up

Nikel matte dengan spesifikasi 70 – 80 % Ni, 1,5 % Co, 18 – 22

% S dan 0,7 % Fe.

4. Skimming

Tahap pemisahan terak besi dari campuran matte berdasarkan

perbedaan berat jenis.

5. Tapping

Pengambilan produk akhir.