Malaria -BAB III Pembahasan
-
Upload
chacha-tasya -
Category
Documents
-
view
169 -
download
0
Transcript of Malaria -BAB III Pembahasan
BAB III
PEMBAHASAN
PROBLEM
1. Malaria
a. Pengertian
Malaria adalah suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah.
b. Etiologi
Malaria bisa disebabkan oleh plasmodium yang dikeluarkan oleh nyamuk anopheles betina.
Ada 4 jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria:
Plasmodium vivax, yang menyebabkan malaria tertiana.
Plasmodium malariae, menyebabkan malaria kuartana.
Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika, tertiana maligna.
Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale.
c. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita dan tingginya transmisi
infeksi malaria. Berat ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (pl.falsiparum
sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan)
dan umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat),
Dikenal 4 jenis plasmodium yaitu :
1. Pl.vivax merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/vivax
2. Pl.falsiparum menyebabkan komplikasi, disebut juga dengan malaria
tropika/falsiparum, mudah resisten dengan pengobatan
3. Pl.malariae, jarang namun dapat menyebabkan malaria quartana/malariae
4. Pl.ovale, memberikan infeksi yang paling ringan, sering sembuh spontan tanpa
pengobatan dan menyebabkan malaria ovale
Malaria mempunyai karakteristik demam periodik, anemi dan splenomegali. Masa inkubasi
bervariasi pada masing-masing plasmodium. Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias
malaria” secara berurutan berupa menggigil, demam dan berkeringat:
Anamnesis :
1. Demam (>37,5oC)
Demam malaria juga bersifat periodik, dan intermiten. Pada demam
intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan dua hari
1
bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. Malaria memiliki
demam yang khas dengan “trias malaria” yaitu terjadinya secara berurutan berupa
menggigil, demam dan berkeringat.
a. Periode dingin (15-60 menit)
Mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk.
b. Periode demam
Penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam,
diikuti dengan keadaan
c. Perode berkeringat
Penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita merasa
sehat.
Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada P. falciparum menggigil
dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam
pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, pada 60 jam pada P. malariae.
Patofisiologi Demam
Demam mulai timbul bersamaan denganpecahnya skizon darah yang
mengeluarkanbermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara
lain TNF (Tumor Necrosis Factor) akan dibawa aliran darah kehipotalamus yang
merupaka pusat pengatursuhu tubuh dan terjadi demam
PEMBAHASAN KASUS
Os mengalami panas dingin sejak 5 hari SMRS, demam yang dirasakan adalah dingin
disertai menggigil kemudian ketika panas turun ke suhu badan normal. Os berkeringat
dan panas hilang. Demam muncul kapan saja tanpa dipengaruhi waktu.
Pada kasus, tipe demam Os adalah intermiten yang disertai oleh Trias Malaria, hal ini
sesuai dengan demam pada malaria, tetapi Os memiliki siklus yang tidak jelas, karena
Os mengatakan demam tersebut terjadi sepanjang hari, oleh karena itu dari
anamnesis kita sulit membedakan jenis dari malarianya. Os juga mengalami trias
malaria yaitu menggigil sebelum demam, dan berkeringat setelah demam.
KESIMPULAN
2
Karakter Demam sesuai dengan karakter demam MALARIA
2. Gejala penyerta :sakit kepala, mual muntah, diare, dan nyeri otot
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, OS mengalami mual muntah sebanyak 3 kali, konstipasi dan nyeri otot.
KESIMPULAN
Gejala yang dialami Os mendukung penyakit malaria,tapi tidak semua malaria
mengalami diare, pada Os terjadi konstipasi.
3. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu ke daerah endemik malaria
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, OS baru saja pulang dari Sumatra (Jambi) dan menetap disana selama 4
bulan
KESIMPULAN
Riwayat berpergian mendukung diagnosis TB
4. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, OS baru saja pulang dari Sumatra (Jambi) dan menetap disana selama 4
bulan
KESIMPULAN
Riwayat menetap mendukung diagnosis TB
5. Riwayat sakit malaria
Malaria memiliki masa :
- Recrudscense
Berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah
berakhirnya serangan primer. Recrudense dapat terjadi berupa berulangnya
gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer
Masa Laten : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
- Recurrence
Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya
serangan primer.
- Relapse
Ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu
diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama
3
dari masa latent (sampai 5 tahun), biasnaya terjadi karena infeksi tidak sembuh
atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau ovale.
PEMBAHASAN KASUS
Pada Kasus, sewaktu Os menetap di Jambi, Os sempat terkena malaria dan telah
menjalani pengobatan selama 7 hari. Dan gejala klinis muncul kembali 2 bulan
kemudian.
KESIMPULAN
Os mengalami recrudscence malaria
6. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
PEMBAHASAN KASUS
Sewaktu terkena malaria Os sudah menjalani pengobatan selama 7 hari.
KESIMPULAN
Os telah menyelesaikan pengobatan tahap lini pertama
7. Riwayat mendapat transfusi darah
PEMBAHASAN KASUS
Os tidak pernah mendapat transfusi darah
KESIMPULAN
Transfusi darah bukan merupakan satu-satunya cara penularan malaria
Pemeriksaan Fisik
1. Anemia
Mekanisme terjadinya anemia : rusaknya eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis
sementara, hemolisis oleh karena proses complemen mediated immune complex,
eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
P. Falciparum : menginfeksi semua jenis sel darah merah anemia akut dan
kronis
P. vivax dan ovale : menginfeksi sel darah merahyang masi muda (2% dari semua
jumlah sel darahmerah) → anemia kronis
P. malariae : menginfeksi sel darah merah yang masimuda (15 dari semua
jumlah sel darah merah) → anemia kronis
PEMBAHASAN KASUS
Pada Kasus, tanda anemis dari pemeriksaan fisik adalah adanya konjungtiva anemis
pada kedua mata dan adanya tangan yang pucat pada telapak tangan.
Sedangkan dari pemeriksaan Lab , didapatkan hasil Hb masih berada pada batas
normal yaitu 13,8 g/dL
4
KESIMPULAN
Anemis telah telihat pada pemeriksaan fisik walaupun Laboratorium menunjukkan
derajat normal.
2. Pembesaran limpa (splenomegali)
Lien merupakan organ retikuloendotelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-
sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa
membesar. Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria, limfa akan teraba
setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus tidak terjadi splenomegali karena batas bawah lien tidak teraba dan ruang
traube masih kosong (tympani).
KESIMPULAN
Limfa belum membesar pada hari ke 6 demam.
3. Malaria Berat
Perhatikan tersangka malaria berat :
- Gangguan kesadaran
- Keadaan umum lemah
- Kejang
- Panas tinggi
- Perdarahan hidung, gusi atau saluran pernapasan
- Mata dan Tubuh kuning
- Nafas cepat atau sesak napas
- Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
- Warna air seni seperti teh tua dan sampai kehitaman
- Jumlah air seni berkurang sampai anuria
- Telapak tangan pucat
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, Os mengalami warna terus menerus dan telapak tangan yang pucat
KESIMPULAN
Os sudah menunjukkan adanya tanda tanda malaria berat.
Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin dan Hematokrit
Cenderung menurun karena sifat plasmodium yang menhancurkan sel darah merah
5
PEMBAHASAN KASUS
Sedangkan dari pemeriksaan Lab , didapatkan hasil Hb masih berada pada batas normal
yaitu 13,8 g/dL
KESIMPULAN
Sesuai dengan malaria
Eosinofil dan Limfosit
Pada pemeriksaan LAB didapatkan Limfosit Os menurun disertai kadar LED yang
meningkat, hal ini menunjukkan infeksi sudah terjadi sejak lama (kronik).
Sediaan Hapus darah
Pemeriksaan darah tepi (tetes tebal dan hapusan tipis). Pemeriksaan sediaan darah
tebal dan tipis penting untuk diagnosis, untuk menentukan jenis parasit dan nilai
ambang parasit/kepadatan parasit. Hapusan tipis diutamakan dalam melihat spesiesnya
apakah pl. falsiparum atau pl. vivax atau pl. malariae, atau pl. ovale.
6
PEMBAHASAN KASUS
Os sudah periksa sediaan darah hapus selam 3 x dan hasilnya menunjukkan positif
dengan jenis malaria vivax, tapi laboratorium tidak menjukkan kepadatan parasit
secara kuantitatif dan kualitatif.
KESIMPULAN
Diagnosis pasti MALARIA sudah ditegakkan pada OS
Pemeriksaan RDT
Tes diagnosis cepat. Penggunaan tes ini terutama pada situasi dimana tidak tersedia
pemeriksaan mikroskopis malaria. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk skrining
penderita dengan kecurigaan malaria dalam rangka pengobatan segera seperti di klinik
gawat darurat.
7
PEMBAHASAN KASUS
Os sudah tidak dilakukan pemeriksaan RDT.
KESIMPULAN
Tidak semua penderita Malaria harus dilakukan pemeriksaan RDT
Pemeriksaan Serologi
Menggunakan teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendetekasi
adanya antibodi spesifik terhadap malaria atan pada keadaan dimana parasit sangat
minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik karena antibodi baru
terjadi setelah beerapa hari parasitemia. Biasanya dihnakan untuk penelitian, teknik :
ELISA, indirect hemoglutination test, radioimunoassay.
Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan ini sangat peka terhadap DNA, waktu diapakai cukup cepat dan
sensitivitas maupun spesifitasnya sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini
juga digunakan untuk penelitian.
Penatalaksanaan
8
PEMBAHASAN KASUS
Karena Os sudah pernah menderita malaria 2 bulaan yang lalu, maka Os berada pada tahap
Recrudense dan diberikan obat lini kedua berupa :
1. Kina 3 x 3 tab (@200mg) setelah makan
2. Primakuin 1 x 1 tab (@25 mg) setelah makan
Karena Os mengalami demam maka diberikan Paracetamol 3 x 500mg sebagai analgetik
2. Demam Tifoid
a. Pengertian
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam
tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus
halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
b. Etiologi
Bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
c. Patogenesis
9
Bakteremia pertama (Asimtomatik)
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman di musnahkan didalam
lambung. Sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila
respons imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik, maka kuman akan menembus
sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di sini kuman berkembang biakdan di
fagositosis oleh sel-sel fagosit terutama oleh sel makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke plaque Penyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama limpa
dan hati.
Bakteremia kedua:
Di organ retikuloendotelial tubuh terutama limpa dan hati, kuman meninggalkan sel-sel
fagosit kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
ke dalam sirkulasi darah lagi. Ini disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik
d. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
1. DEMAM
Pada minggu pertama:
Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Pada minggu kedua:
Demam, bradikardia relatif, lidah tifoid ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
tremor), hepatomegali, splenomegali, gangguan mental (somnolen, stupor, koma, delirium
atau psikosis), roseolae (jarang di temukan).
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, Os mengalami demam hari ke 6, Os berada pada minggu pertama. Dengan
tambahan gejala yaitu nyeri pada otot, nyeri pada ulu hati, mual muntah, tapi karakteristik
dari demam tidak sesuai, tipe demam kasus adalah intermiten sedangkan tipemyalgia dan
konstipasi. demam tifoid adalah meningkat di malam hari.
KESIMPULAN
Os sudah menunjukkan gejala klinis demam tifoid dengan sifat demam yang berbeda.
10
2. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) .
Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, Os mengalami konstipasi dengan (Konsistensi feses keras dan kecil bewarna
kuning) tetapi coated tongue negatif, tidak ditemukan. Abdomen tidak kembung, hati dan
limpa tidak membesar
KESIMPULAN
Gejala konstipasi mendukung adanya demam tifoid.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis
sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, Os tidak mengalami penurunan kesadaran
KESIMPULAN
Tidak semua penderita tifoid mengalami penurunan kesadaran
Pemeriksaan LABORATORIUM
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, tetapi dapat
pula leukosit normal ataupun leukositosis. Laju Endap Darah dapat meningkat.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, kadar leukosit nya adalah normal, sedangkan LED meningkat, kadar
eosinofil juga meningkat, disertai kadar IgG Salmonela yang meningkat.
KESIMPULAN
Hasil Laboratorium sesuai dengan DEMAM TIFOID
2. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita
demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang
pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.
11
Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam
tifoid. Pemeriksaan ini mengukur kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H
dalam darah (antigen O muncul pada hari ke 6-8, dan antibodi H muncul pada hari ke
10-12).
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar
pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif,
titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu
paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid.
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi
c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita
a. Keadaan umum gizi penderita
Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit
selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau
keenam sakit.
c. Pengobatan dini dengan antibiotik
Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
d. Penyakit-penyakit tertentu
Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi
pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma
lanjut.
e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat
pembentukan antibodi.
12
f. Vaksinasi
Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat.
Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan
titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena
itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang
mempunyai nilai diagnostik.
g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya
Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya
rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-
orang yang sehat.
Pemeriksaan laboratorium yang selama ini banyak dilakukan adalah
pemeriksaan serologis yaitu Widal tes. Pemeriksaan ini mengukur kadar
aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H dalam darah (antigen O muncul
pada hari ke 6-8, dan antibodi H muncul pada hari ke 10-12). Kelemahan
pemeriksaan ini adalah sensitivitas yang kurang, memberikan hasil negatif
sampai 30% dari sampel biakan positif penyakit tifus, sehingga hasil tes Widal
negatif bukan berarti dapat dipastikan tidak terjadi infeksi.
3. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai
berikut:
o Telah mendapat terapi antibiotik
o Volume darah yang kurang
o Riwayat vaksinasi
o Saat pengambilan darah setelah minggu pertama
4. IGM Salmonella
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam
typhoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella
( lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Salmonella ( Tubex TF). Pemeriksaan ini
lebih spesifik lebih sensitive, dan lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman
Salmonella typhi.
Keunggulan pemeriksaan TUBEX TF :
* Mendeteksi secara dini infeksi akut akibat
* Salmonella typhi, karena antibody IgM
13
* muncul pada hari ke 3 terjadinya demam.
* Mempunya sensitivitas yang tinggi
* terhadap kuman Salmonella ( > 95 %)
* Hanya dibutuhkan sample darah sedikit,
* Hasil dapat diperoleh lebih cepat.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, Os sudah melakukan pemeriksaan widal dan IgM Salmonella, tetapi
hasilnya adalah negatif untuk widal dan positif untuk IgM Salmonella.
KESIMPULAN
Hasil Laboratorium tidak selalu cocok, banyak false negatif dan positif yang bisa
mempengaruhi. Kemungkinan dari kasus ini, antibodi O maupn H pada Os belum
muncul pada hari ke 6 demam. Tapi sudah dapat terdeteksi oleh pemeriksaan IgM
Salmonella.
Tata Laksana Demam Tifoid
1. Istirahat dan perawatan
2. Diet dan terapi penunjang
3. Pemberian Antibiotika
o Kloramfenikol, 4 x 500 mg/ hari per oral ataupun IV diberikan selama 7 hari bebas
panas. Hati-hati pemberian pada leukopenia.
o Triamfenikol, 4 x 500 mg.
o Kotrimoksazole, 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametoksazole 400 mg dan 80
trimetoprin) selama 2 minggu.
o Sefalosporin generasi ketiga (seftriakson), 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan
selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan 3-5 hari.
o Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin, 2 x 400 mg/ hari selama 14 hari
Siprofloksasin, 2 x 500 mg/ hari selama 6 hari
Ofloksasin, 2 x 400 mg/ hari selama 7 hari
Pefloksasin, 400 mg/ hari selama 7 hari
Fleroksasin, 400 mg/ hari selama 7 hari
PEMBAHASAN KASUS
Yang digunakan Os pada kasus adalah Siprofloksasin dengan dosis 2 x 500mg/hari
DIAGNOSIS BANDING
14
1. Demam Dengue
a. Pengertian
Demam Dengue (DD/Dengue Fever) dan Demam Berdarah Dengue
(DBD/Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Tidak seperti DD yang merupakan demam yang bersifat self-limited, DBD
merupakan penyakit komplikasi yang lebih serius dan biasanya diikuti oleh komplikasi
Sindroma Syok Dengue (SSD/Dengue Shock Syndrome) jika tidak segera mendapatkan
penanganan yang adekuat. Keduanya merupakan penyakit yang mengancam jiwa, hal
ini ditandai oleh manifestasi perdarahan dan kehilangan plasma dari ruang vaskuler.
b. Etiologi dan Transmisi
Demam dengue dan Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
berdiameter 30 nm yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4×106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, dengan
variasi DEN-3 merupakan serotipe terbanyak yang ditemukan di Indonesia. Variasi DEN-
3 dan DEN-2 secara berurutan merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat di Indonesia.
Vektor virus dengue adalah nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Virus
dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes betina yang terinfeksi.
Nyamuk betina tersebut mendapatkan infeksi virus dengue saat sedang mencari
makanan dalam darah manusia yang terinfeksi. Setelah melewati masa inkubasi yang
biasanya sekitar 8-10 hari, nyamuk tersebut dapat menularkan infeksi virus dengue
kepada manusia lain hingga seumur hidupnya saat sedang mencari makanan dalam
darah manusia tersebut. Nyamuk betina tersebut juga dapat menularkan infeksi virus
melalui telur yang dikeluarkannya, tetapi mekanisme transmisi tersebut hingga saat ini
belum diketahui secara rinci.
c. Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit
Demam dengue dengue adalah suatu penyakit yang ditandai dengan demam
akut karena infeksi virus merupakan penyakit infeksi yang tidak fatal dan cenderung
singkat yang ditandai oleh :
Demam bifasik, nyeri kepala, nyeri pada beberapa bagian tubuh tertentu,
limfadenopati, serta leukopenia. Demam tinggi yang terjadi pada infeksi virus
dengue tersebut berlangsung selama 5-6 hari (dengan suhu 103-105oF atau 39-
40oC) meskipun demam dapat turun pada hari ketiga atau keempat.
15
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, Os sudah mengalami demam selama 6 hari. Dengan tipe demam periodik
intermiten.
KESIMPULAN
Gejala demam tidak sesuai dengan karakteristik demam dengue.
Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Parameter yang dapat diperiksa antara lain :
1. Leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui Limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit).
2. Trombositopenia yang biasanya muncul pada hari ke 3-8.
3. Hematokrit yang meningkat >20% baik dari populasi yang sama maupun dari
hematokrit awal membuktikan adanya kebocoran plasma. Umumnya dimulai pada
hari ke-3 demam.
4. Hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen dan D-dimer) pada kecurigaan perdarahan atau
koagulopati.
5. Hipoproteinemia atau hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma.
6. Elektrolit sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
7. Imunoserologi berupa IgM (merupakan penanda infeksi saat ini) dan IgG (merupakan
penanda infeksi masa lalu).
IgM akan terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan
menghilang setelah 60-90 hari setelahnya.
Sedangkan IgG terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer dan hari ke-2 pada
infeksi sekunder.
Diagnosis pasti DBD dapat didapatkan dengan melakukan tes isolasi virus dengue
pada serum atau mengunakan PCR atau mendapatkan peningkatan titer serologi IgM
dan peningkatan 4 kali lipat serologi IgG menggunakan metode inhibisi
hemaglutinasi.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus, (demam hari ke 6) terjadi kadar leukosit normal, limfositopenia,
trombositopenia, hematokrit normal, Hasil laboratorium yang mendukung adalah
adanya trombositopenia dan limfositopenia. Tetapi IgG fan IgM dengue (-).
Seharusnya pada demam ke 6, IgM sudah positif.
KESIMPULAN
16
Hasil laboratorium yang mendukung tidak spesifik, sedangakan pemeriksaan pasti
adalah negatif DBD
17