BAB II KAJIAN TEORETIK A. Konsep Gizi Seimbang 1...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORETIK A. Konsep Gizi Seimbang 1...
14
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Konsep Gizi Seimbang
1. Pengertian Gizi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa gizi
adalah zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan
badan (Safii, 2007: 1).
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk mempertahakan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi. Kata gizi merupakan kata yang
relatif baru dikenal sekitar tahun 1857. Kata gizi berasal dari Bahasa Arab
ghidza yang berarti makanan. Dalam Bahasa Inggris, food menyatakan
makanan, pangan, bahan makanan (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 1).
Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan,
aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan
normal untuk mencegah masalah gizi (Kemenkes RI, 2014: 3).
Keinginan untuk makan dan kebutuhan pangan menjadi sebuah
naluri bagi makhluk hidup yang mendorongnya untuk melakukan berbagai
cara dan berusaha mendapatkannya dari alam. Dalam pengertian sederhana
seperti ini, ukuran tercukupinya kebutuhan pangan dinyatakan dengan
kondisi tidak lapar. Setiap makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia
memerlukan makanan. Karena setiap hari manusia memerlukan energi.
Energi yang dibutuhkan manusia terkandung di dalam makanan. Oleh
karena itu, manusia harus mengetahui tentang gizi.
Makanan adalah segala bentuk makanan yang terbuat dari bahan-
bahan makanan dan dimasukkan ke dalam tubuh melalui mulut kemudian
14
15
melalui proses pencernaan. Makanan mutlak dibutuhkan bagi tumbuh
kembang anak baik secara fisik maupun psikis. Makanan yang masuk ke
dalam tubuh juga diolah menjadi energi yang bermanfaat bagi aktivitas
anak sehari-hari. Memilih asupan makanan bagi anak bukan hanya dilihat
dari faktor menyenangkan saja, tetapi juga perlu memilih makanan yang
menyehatkan. Berikut beberapa hal yang perlu dicermati oleh orang tua
dalam memilih makanan yang sehat bagi anak (Murtie, 2014: 125):
a) Pilih makanan yang seimbang bagi kebutuhan anak, seimbang nutrisi
dan nilai gizinya. Makanan yang tidak seimbang kurang menyehatkan
bagi anak-anak. Semestinya anak mendapatkan makanan lengkap yang
seimbang mulai dari karbohidrat yang didapatkan dari beras dan
tepung, protein dari lauk seperti daging dan ikan, sayuran yang banyak
mengandung serat, dan buah-buahan yang kaya vitamin.
b) Sajikan makanan dalam bentuk yang sesuai dengan kematangan usia si
anak.
c) Siapkan makanan sesuai piramida makanan yang baik dan
menyehatkan bagi anak. Makanan yang berada di piramid paling
bawah merupakan makanan yang semestinya dikonsumsi dalam
jumlah terbesar, demikian sampai ke atas merupakan makanan yang
dikonsumsi dalam jumlah paling sedikit.
Gambar 2.1 Piramida Gizi Seimbang
d) Masaklah makanan dan pilih makanan di luar yang tidak mengandung
perasa, pewarna, dan pengawet buatan dan berbahaya bagi tubuh.
Prinsip Gizi seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarkan
merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang
keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara
teratur. Empat pilar tersebut adalah:
Susu
Protein yang terdapat
pada lauk-pauk
Sayur mayur dan buah-
buahan
Karbohidrat seperti
nasi, roti, mi, kentang
dan sereal
16
a) Mengonsumsi makanan beragam
Dalam prinsip ini selain keanekaragaman jenis pangan juga
termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur. Anjuran pola makan dalam
beberapa dekade terakhir telah memperhitungkan proporsi setiap
kelompok pangan sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Contohnya,
saat ini dianjurkan mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan
dibandingkan dengan anjuran sebelumnya. Demikian juga dengan jumlah
makanan yang mengandung gula, garam dan lemak yang dapat
meningkatkan risiko PTM, dianjurkan untuk dikurangi. Akhir-akhir ini
minum air dalam jumlah yang cukup telah dimasukkan dalam komponen
gizi seimbang oleh karena pentingnya air dalam proses metabolisme dan
dalam pencegahan dehidrasi.
b) Membiasakan perilaku hidup bersih
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi status gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak.
Seseorang yang mengalami penyakit infeksi akan mengalami penurunan
nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh
berkurang. Dengan membiasakan perilaku hidup bersih akan
menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap sumber infeksi.
Contoh: 1) selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
sebelum makan, sebelum memberikan ASI, sebelum menyiapkan makanan
dan minuman, setelah buang air besar dan kecil, akan menghindarkan
terkontaminasinya tangan dan makanan dari kuman penyakit antara lain
kuman penyakit typus dan disentri; 2) menutup makanan yang disajikan
akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan binatang lainnya serta
debu yang membawa berbagai kuman penyakit; 3) selalu menutup mulut
dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan kuman penyakit; dan 4)
selalu menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.
17
c) Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh
termasuk olahraga merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan
antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi sumber utama energi dalam
tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga
memperlancar sistem metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, akivitas fisik
berperan dalam menyeimbangkan zat gizi yang keluar dan yang masuk ke
dalam tubuh.
d) Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal
Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa
telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya
Berat Badan yang normal, yaitu berat badan yang sesuai untuk Tinggi
Badannya. Indikatir tersebut dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT).
Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus
menjadi bagian dari „Pola Hidup‟ dengan „Gizi Seimbang‟, sehingga dapat
mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi
penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan
penangannya (Kemenkes RI, 2014: 11).
2. Fungsi Zat Gizi
Menurut Ahmad Jauhari (2015: 27-28), fungsi zat-zat makanan
secara umum ialah:
a. sebagai sumber energi atau tenaga
b. menyokong pertumbuhan badan
c. memelihara jaringan tubuh, mengganti yang rusak atau aus terpakai
d. mengatur metabolisma dan mengatur berbagai keseimbangan,
misalnya keseimbangan air, keseimbangan asam-basa dan
keseimbangan mineral di dalam cairan tubuh
e. berperan di dalam mekanisma pertahanan tubuh terhadap berbagai
penyakit, misalnya sebagai antitoksin dan atibodies lainnya.
Zat gizi atau zat makanan, merupakan bahan dasar penyusun bahan
makanan. Menurut Sediaoetama (1987) ada lima fungsi zat gizi yaitu
sebagai berikut (Santoso & Ranti, 2013: 107):
18
a. Sumber energi atau tenaga. Jika fungsi ini terganggu, orang menjadi
berkurang geraknya atau kurang giat dan merasa cepat lelah.
b. Menyokong pertumbuhan badan, yaitu penambahan sel baru pada sel
yang sudah ada.
c. Memelihara jaringan tubuh, mengganti yang rusak atau aus terpakai,
yaitu mengganti sel yang tampak jelas pada luka tubuh yaitu terjadinya
jaringan penutup luka.
d. Mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan dalam cairan tubuh
(keseimbangan air, asam basa, dan mineral)
e. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai
penyakit sebagai antioksidan dan antibodi lainnya.
Apabila tubuh tidak cukup mendapat zat-zat gizi, maka fungsi-fungsi
itu akan menderita gangguan dan hambatan, mulai dari fungsi nomor satu,
dan menjalar ke arah bahwa dalam deretan itu.
3. Sumber Zat Gizi
Dalam ilmu gizi dikenal lima macam zat gizi, yaitu karbohidrat,
lemak, protein, mineral dan vitamin. Dalam mengelompokkannya, zat gizi
dibagi berdasarkan fungsi dan jumlah yang dibutuhkan. Berdasarkan
fungsinya, zat gizi digolongkan ke dalam “Triguna Makanan”, yaitu
sebagai berikut (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 6):
a. Sumber zat tenaga, yaitu padi-padian dan umbi-umbian serta tepung-
tepungan, seperti beras, jagung, gandum, ubi-ubian, kentang, sagu, roti
dan mie. Makanan yang mengandung sumber zat tenaga menunjang
aktivitas sehari-hari.
b. Sumber zat pengatur, yaitu sayuran dan buah-buahan. Zat pengatur
mengandung berbagai vitamin dan mineral yang berperan untuk
melanxarkan bekerjanya fungsi organ tubuh.
c. Sumber zat pembangun, yaitu kacang-kacangan, makanan hewani, dan
hasil olahannya. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari
nabati adalah kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Sedangkan makanan
sumber zat pembangun yang berasal dari hewan adalah telur, ikan,
ayam, daging, susu, serta hasil olahannya. Zat pembangun berperan
sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan
seseorang.
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi ke
dalam dua golongan, sebagaimana dijelaskan oleh Susilowati &
Kuspriyanto (2016: 7) sebagai berikut:
a. Zat gizi makro adalah makanan utama yang membina tubuh dan
memberi energi. Zat gizi makro dibutuhkan dalam jumlah besar
19
dengan satuan g (gram). Zat gizi makro terdiri atas karbohidrat, lemak
dan perotein.
b. Zat gizi mikro adalah komponen yang diperlukan di dalam jumlah
kecil atau sedikit, tetapi ada dalam makanan. Zat gizi mikro
dibutuhkan dalam jumlah kecil atau sedikit, tetapi ada di dalam
makanan. Zat gizi mikro terdiri atas mineral dan vitamin. Zat gizi
mikro menggunakan satuan mg (miligram) untuk sebagian besar
mineral dan vitamin.
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Energi, Protein, Karbohidrat, Serat,
dan Air yang Dianjurkan untuk Anak (per anak per hari)
Umur BB
(kg)
TB
(cm)
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak (g) Karbo
hidrat
(g)
Serat
(g)
Air
(ml) Total n-6 n-3
0-6 bulan
6 61 550 12 34 4,4 0,5 58 0 -
7-11 bulan
9 71 650 16 36 4,4 0,5 82 10 800
1-3 tahun
13 91 1125 26 44 7,0 0,7 155 16 1200
4-5
tahun 19 112 1600 35 62 10,0 0,9 110 22 1500
7-9
tahun 27 130 1850 49 72 10,0 0,9 254 26 1900
Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013 (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 18)
4. Jenis – Jenis Zat Gizi
Terdapat beberapa macam jenis – jenis zat gizi yang memiliki
fungsi beragam bagi tubuh manusia. Jenis – jenis zat gizi antara lain
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan cairan tubuh. Adapun
penjelasan dan fungsi dari masing-masing jenis zat gizi antara lain sebagai
berikut (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 8-21):
a) Karbohidrat
Karbohidrat (hidrat dari karbon, hidrat arang) atau sakarida (dari
Bahasa Yunani Sackharon, berarti gula) adalah segolongan besar senyawa
organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat merupakan sumber
kalori utama termurah bagi hampir seluruh penduduk di dunia. Setiap 1 g
karbohidrat dapat memberikan sumbangan energi sebesar 4 kkal.
Karbohidrat memiliki sejumlah peranan penting dalam menentukan
karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, dan tekstur. Dalam
tubuh, karbohidrat berperan dalam mencegah timbulnya ketosis,
20
pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, serta
membantu metabolisme lemak dan protein. Fungsi lainnya sebagai sumber
energi, protein-sparer, mengatur metabolisme lemak, melancarkan
ekskresi sisa makanan, sedangkan karbohidrat dalam bentuk laktosa
berperan dalam membantu pertumbuhan.
Tabel 2.2 Jenis Karbohidrat, Kelompok Karbohidrat, dan Sumber
Sumbernya dalam Bahan Makanan
Jenis Karbohidrat Kelompok Sumber
Polisakarida Tepung Sereal, roti, crackers pasta,
beras, jagung, bulgur, kacang-
kacangan, kentang dan sayuran
Glikogen Jaringan hewani, hati dan
daging
Serat Buah, sayuran, kacang
Disakarida Sukrosa
Laktosa
Maltosa
Gula meja, gula bit
Susu, hasil olahan susu
Gula malt
Monosakarida Glukosa
Fruktosa
Galaktosa
Sirup jagung, buah, madu
Sumber: Diadaptasi dari Wardlaw, Gordan M., Jeffrey S. Hampl.2007
(Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 9)
b) Protein
Protein (asal kata protos dari Bahasa Yunani yang berarti “yang
paling utama”) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi
yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, terkadang sulfur, serta
fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup dan virus.
Di dalam tubuh, protein berfungsi sebagai zat pembangun, zat
pengatur, dan zat pembakar. Sebagai zat pembangun, protein berfungsi
membentuk sel-sel tubuh, misalnya otot, darah, kelenjar, dan hormon.
Protein sebagai zat pengatur berfungsi mempertahankan keseimbangan
cairan dalam jaringan dan dalam saluran darah. Selain itu, protein juga
menjaga keseimbangan asam basa. Protein merupakan zat pembakar
21
karena protein berfungsi memberi tenaga dan panas. Setiap 1 gram protein
menghasilkan 4 kalori. Protein berfungsi sebagai zat pembakar bila kalori
dari karbohidrat dan lemak tidak mencukupi. Kita dapat memperoleh
protein dari ikan, daging, telur, susu, kacang hijau, kedelai, kacang tanah,
kacang panjang serta makanan lain yang dibuat dari kacang-kacangan,
seperti tahu, tempe dan oncom (Safii, 2007: 9).
Kebutuhan protein secara proporsional lebih untuk anak-anak
daripada orang dewasa. Besarnya kebutuhan protein berdasarkan berat
badan adalah (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 165):
a. 2.2 g/kg BB/hari pada usia <6 bulan
b. 2 g/kg BB/hari pada usia 6 – 12 bulan
c. 1 – 1.5 g/kg BB/hari pada usia di atas 1 tahun.
Kecukupan protein per hari untuk balita disajikan pada tabel berikut ini
Tabel 2.3 Angka Kecukupan Protein untuk Anak Balita per Hari
Golongan Umur (Tahun) g/hari
1 – 3 26
4 – 6 35
Sumber: Kepmenkes RI No. 75 tentang AKG bagi Orang Indonesia
(Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 163)
Tabel 2.4 Pangan Sumber Protein Berdasarkan Golongan Hewani
dan Nabati
Golongan Pangan Protein (g) BDD (%)
Daging Daging sapi
Daging kerbau
Daging kambing
18.8
18.7
16.6
100
100
100
Telur Telur bebek
Telur ayam
13.1
12.8
90
90
Ikan Ikan kembung
Ikan bandeng
Ikan mujair
Ikan mas
22.0
20.0
18.7
16.0
80
80
80
80
Kacang-kacangan Kacang kedelai
Kacang tanah, kupas
kulit
Kacang hijau
34.1
25.3
22.2
100
100
100
Padi-padian Beras ketan hitam
Beras giling
7.0
6.8
100
100
22
Beras ketan putih 6.7 100
Buah Cempedak
Durian
Pisang raja uli
3.0
2.5
2.0
30
22
75
Sayuran Jamur kuping kering
Daun singkong
16.0
6.8
100
87
Gula Gula merah tebu
Gula pasir
0.4
0.0
100
100
Minyak/lemak Lemak kerbau
Minyak kelapa
Margarin
Minyak kelapa sawit
1.5
1.0
0.6
0.0
100
100
100
100
Sumber: Soekirman, 2006 (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 13)
c) Lemak
Lemak atau dalam Bahasa Inggris disebut fat merujuk pada
sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol,
vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K),
monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid, (termasuk di
dalamnya getah dan steroid), dan lain-lain.
Fungsi lemak adalah pertama, sebagai sumber utama energi yaitu
cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan bagi organ tertentu dari
tubuh. Kedua, sebagai sumber asam lemak (polyunsaturated fatty acid
(PUFA) yaitu zat gizi yang esensial bagi kesehatan kulit dan rambut.
Ketiga, berfungsi sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, dan K) yang
larut dalam lemak. Lemak merupakan zat gizi padat energi, nilai kalorinya
9 kalori setiap gram lemak. Di dalam hidangan sebaiknya jumlah kalori
sebesar 15-20% dari jumlah kalori total berasal dari lemak (Santoso &
Ranti, 2013: 108).
Tabel 2.5 Angka Kecukupan Lemak untuk Anak Balita per Hari
Golongan Umur Gram/Hari
1 – 3 tahun 44
4 – 6 tahun 62
Sumber: Kepmenkes RI No. 75 tentang AKG bagi Orang Indonesia
(Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 163)
23
Tabel 2.6 Bahan Makanan dan Kandungan Lemaknya
Bahan Makanan Kandungan
Lemak
Bahan Makanan Kandungan
Lemak
Minyak kacang
tanah
Lemak sapi
Margarin
Kacang tanah kupas
Kelapa tua, daging
Tepung susu
Daging sapi
100.0
90.0
81.0
42.8
34.7
30.0
14.0
Mie kering
Telur ayam
Susu kental manis
Alpukat
Ikan segar
Durian
Beras setengah
giling
11.8
11.5
10.0
6.5
4.5
3.0
1.1
Sumber: Diadaptasi dari berbagai sumber (Susilowati & Kuspriyanto,
2016: 11)
d) Vitamin
Vitamin berasal dari (bahasa Inggris: vital amine, vitamine) adalah
sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil yang
memiliki fungsi vital dalam metabolisme yang tidak dapat dihasilkan oleh
tubuh. Terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik. Vitamin tersebut antara lain A, C,
D, E, K, dan beberapa jenis vitamin B. Walaupun memiliki peranan yang
sangat penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan vitamin K
dalam bentuk pro vitamin yang tidak aktif. Oleh karena itu, tubuh
memerlukan asupan vitamin yang berasal dari makanan yang kita
konsumsi. Buah-buahan dan sayuran terkenal memiliki kandungan vitamin
yang tinggi. Asupan vitamin lain dapat diperoleh dari suplemen vitamin.
Tabel 2.7 Kebutuhan Vitamin dan Mineral untuk Anak 1-6 Tahun
Zat Gizi Kebutuhan/
Hari
Setara
Vitamin A 400 ug Wortel (50 g)
Vitamin D 200 IU Susu (470 ml atau 2 cangkir)
Vitamin K 15 ug 2 tangkai asparagus (20 g)
Vitamin B1 (Tiamin) 0,5 mg Kentang rebus (150 g)
Vitamin B2 (Ribiflavin) 0,5 mg Telur rebus (55 g)
Vitamin B3 (Niasin) 6 mg Ayam (50 g)
Vitamin B6 (Piridoksin) 0,5 ug Fillet salmon (90 g)
24
Vitamin B12 0,9 ug 1 butir telur rebus
Asam folat 150 ug 3 kuntum brokoli (35 g)
Kalsium (Ca) 500 mg Susu (290 ml)
Magnesium (Mg) 60 mg 1 mangkuk buah labu (245 g)
Zat Besi (Fe) 8 mg Daging sapi (170 g)
Zinc 7 mg Kacang tanah (100 g)
Selenium (Se) 17 ug Tuna (20 g)
Natrium (Na) 0,8 g Garam (1/2 sendok teh)
Sumber: Diadaptasi dari berbagai sumber (Susilowati & Kuspriyanto,
2016: 165)
Tabel 2.8 Angka Kecukupan Vitamin yang Dianjurkan untuk Anak
(per Anak per Hari) Umur Vit A
(mcg)
Vit D
(mcg)
Vit
E
(mg)
Vit K
(mcg)
Vit
B1
(mg)
Vit
B2
(mg)
Vit
B3
(mg)
Vit
B5
(mg)
Vit
B6
(mg)
Folat
(mcg)
Vit
12
(mcg)
Biotin
(mcg)
Kolin
(mg)
Vit
C
(mg)
0-6
bulan
375 5 4 5 0,3 0,3 2 1,7 0,1 65 0,4 5 125 40
7-11
bulan
400 5 5 10 0,4 0,4 4 1,8 0,3 80 0,5 6 150 50
1-3
tahun
400 15 6 15 0,6 0,7 6 2,0 0,5 160 0,9 8 200 40
4-5
tahun
450 15 7 20 0,8 1,0 9 2,0 0,6 200 1,2 12 250 45
7-9
tahun
500 15 7 25 0,9 1,1 10 3,0 1,0 300 1,2 12 375 45
Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013 (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 18)
e) Mineral dan Elektrolit
Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu mineral makro dan
mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang menyusun hampir 1%
dari total berat badan manusia dan dibutuhkan dengan jumlah lebih dari
1000mg/hari. Mineral mikro (trace) merupakan mineral yang dibutuhkan
dengan jumlah < 100 mg/hari dan menyusun sekitar 0.01% dari total berat
badan.
Mineral yang masuk ke dalam kategori makro adalah kalsium,
fosfor, magnesium, sulfur, kalium, klorida, dan natrium, sedangkan
mineral mikro terdiri atas kromium (Cr), tembaga (Cu), Fluor (F), yodium
(I), zat besi (Fe), mangan (Mn), Selenium (Se), dan Seng (Zn).
25
Tabel 2.9 Angka Kecukupan Mineral yang Dianjurkan untuk Anak
(per Anak per Hari) Umur Ca
(mg)
P
(mg)
Mg
(mg)
Na
(mg)
K
(mg)
Mn
(mg)
Cu
(mcg)
Cr
(mcg)
Fe
(mg)
I
(mcg)
Zn
(mg)
Se
(mcg)
F
(mg)
0-6
bulan
200 100 30 120 500 - 200 - - 90 - 5 -
7-11
bulan
250 250 55 200 700 0,6 220 6 7 120 3 10 0,4
1-3
tahun
650 500 60 1000 3000 1,2 340 11 8 120 4 17 0,6
4-5
tahun
1000 500 95 1200 3800 1,5 440 15 9 120 5 20 0,9
7-9
tahun
1000 500 120 1200 4500 1,7 570 20 10 120 11 20 1,2
Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013(Susilowati & Kuspriyanto,
2016: 22)
f) Cairan Tubuh
Air (H2O) merupakan komponen utama yang paling banyak
terdapat di dalam tubuh manusia. Sekitar 60% dari total berat badan orang
dewasa terdiri atas air, namun bergantung pada kandungan lemak dan otot
yang terdapat di dalam tubuh. Nilai persentase ini dapat bervariasi antara
50-70% dari total berat badan orang dewasa. Konsumsi cairan yang ideal
untuk memenuhi kebutuhan harian bagi tubuh manusia adalah
mengonsumsi 1 ml air untuk setiap 1 kkal konsumsi energi tubuh atau
dapat juga diketahui berdasarkan estimasi total jumlah air yang 2.5 l cairan
per harinya. Sekirat 1.5 l cairan tubuh keluar melalui urin, 500 ml keluar
melalui keringat, 400 ml keluar dalam bentuk uap air melalui proses
respirasi (pernapasan), dan 100 ml keluar bersama dengan feses.
Berdasarkan estimasi ini, konsumsi antara 8-10 gelas (1 gelas setara
dengan 240 ml) biasanya dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan
kebutuhan cairan per harinya.
Air merupakan zat gizi yang sangat penting bagi bayi dan balita
karena; (a) merupakan bagian terbesar dari tubuh manusia, (b) risiko
kehilangan air pada bayi yang terjadi melalui ginjal lebih besar daripada
orang dewasa, (c) bayi dan anak lebih mudah terserang dehidrasi akibat
26
muntah-muntah dan diare berat. Angka kecukupan cairan berdasarkan
WKNPG (2013) adalah (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 165):
a. 0.8 liter/hari pada usia <6 bulan;
b. 1.0 liter/hari pada usia 6 – 12 bulan;
c. 1.1 liter/hari pada usia 1 – 3 tahun;
d. 1.4 liter/hari pada usia 4 – 6 tahun.
B. Perkembangan Anak Usia Dini
1. Pengertian Perkembangan
Menurut Hurlock (1978: 23), perkembangan berkaitan dengan
perubahan kualitatif dan kuantitatif. Ia dapat didefinisikan sebagai deretan
progresif dari perubahan yang teratur dan koheren. “progresif” menandai
bahwa perubahannya terarah, membimbing mereka maju dan bukan
mundur. “Teratur” dan “Koheren” menunjukkan adanya hubungan nyata
antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau yang akan
mengikutinya.
Santrock (1996), menjelaskan pengertian perkembangan sebagai
berikut:
“Development is the pattern of change that begins at conception
and continues through the life span. Most development involves
growth, altough it includes decay (as in death and dying). The
patern of movement is complex because it is product of several
processes – biological, cognitive, and sosioemotional.”
Menurut Chaplin (2002), perkembangan memiliki arti sebagai: (1)
perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari
lahir sampai mati; (2) pertumbuhan; (3) perubahan dalam bentuk dan
dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian
fungsional; (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah
laku yang tidak dipelajari (Desmita, 2013: 4).
Pada masa anak-anak perkembangan terjadinya sangat pesat. Hal
ini dikarenakan pada masa ini merupakan masa keemasan dan masa kritis
dimana akan menentukan kepribadian anak selanjutnya. Pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi pada anak dapat dilihat dengan mudah melalui
27
pengamatan. Perkembangan dan pertumbuhan merupakan proses alamiah
yang terjadi dalam kehidupan manusia sejak dalam kandungan.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur
dan fungsi tubuh anak yang lebih kompleks. Oleh karena itu, akan terjadi
diferensiasi sel jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ untuk
mencapai yang optimal secara bertahap. Perkembangan fisik anak, yang
dikatakan Koesnadi (1987: 55), bahwa pertumbuhan dan perkembangan
anak, walaupun berjalan menurut norma-norma yang tertentu, namun
seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa, misalnya
mengenai makanan, perawatan, bimbingan, perasaan aman dan
sebagainya. Oleh karenanya semua orang yang mendapat tugas mengawasi
anak harus mengerti persoalan anak yang tumbuh dan berkembang.
Perkembangan diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan
kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai
mati (Yusuf, 2004: 15). Adapun yang dimaksud progresif di sini adalah
perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkatkan dan mendalam baik
secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis) seperti terjadinya
perubahan proporsi dan fisi anak.
Sejalan dengan dikemukakan mengenai definisi perkembangan di
atas, Sumantri (2000: 46) menguraikan bahwa, “perkembangan adalah
proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ tubuh
kearah keadaan yang makin terorganisasi dan terspesialisasi”.
Dengan demikian, istilah “pertumbuhan” lebih cenderung merujuk
pada kemampuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada
suatu titik optimum dan kemudian menurun menuju keruntuhan di hari
tua. Sedangkan istilah “perkembangan” lebih merujuk pada kemajuan
mental atau perkembangan rohani yang terus melaju sampai akhir hayat.
Meskipun terdapat perbedaan, namun dalam literatur psikologi
perkembangan istilah “perumbuhan” digunakan dalam pengertian yang
sama dengan perkembangan. Bahkan menurut Witherington (1986),
28
“pertumbuhan dalam pengertiannya yang luas meliputi perkembangan”
(Desmita, 2013: 6).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Menurut Dariyo (2011: 44), perkembangan yang terjadi pada diri
seseorang, ternyata menyangkut berbagai aspek, tidak saja masalah fisik
semata, tetapi juga berkaitan dengan masalah-masalah kognitif, moral,
agama maupun psikososial. Terjadinya perkembangan tersebut
dipengaruhi oleh (1) faktor keturunan (genetis), (2) faktor lingkungan
maupun (3) faktor interaksi antara genetis dengan lingkungan.‟
a) Herediter/Genetis/Keturunan
Para ahli yang menganut aliran ini menyatakan bahwa terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor
keturunan yang dibawa dari orangtua sebelumnya. Faktor keturunan lebih
menekankan pada aspek biologis atau herediter yang dibawa melalui aliran
darah dalam kromosom. Karena itu, faktor genetis cenderung bersifat
statis yang merupakan predisposisi untuk mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan seseorang. Kalau sejak awal, orang tua memiliki
karakteristik fisiologis dan psikologis yang sehat, maka dapat dipastikan
akan menurunkan generasi yang sehat. Sebaliknya bila mereka tak sehat,
maka keturunannya pun mengalami gangguan atau penyimpangan secara
fisik maupun psikis (Papalia, Old & Feldman, 1998: 2004).
b) Lingkungan
Dalam pandangan ini, perkembangan seseorang amat ditentukan
oleh faktor lingkungannya. Lingkungan memiliki peran besar bagi
perubahan yang positif atau negatif pada individu. Hal ini tergantung
bagaimana karakteristik lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang baik
tentu membawa pengaruh positif bagi individu, sebaliknya lingkngan yang
kurang baik, rusak, buruk cenderung memperburuk perkembangan
individu.
c) Interaksionisme antara Genetis dan Lingkungan
29
Perpaduan antara faktor genetis mauoun faktor lingkungan
menyatakan bahwa perkembangan seseorang tidak akan maksimal kalau
hanya mengandalkan salah satu faktor pengaruh saja. Karena itu keduanya
harus dipersatukan demi mengupayakan maksimalisasi perkembangan
seseorang. Dengan demikian faktor genetis harus ditopang dengan faktor
lingkungan atau sebaliknya, faktor lingkungan harus memperoleh
dukungan faktor genetis, sehingga memungkinkan perkembangan
fisiologis maupun psikologis (potensi, bakat, kecerdasan, dan kepribadian)
seseorang.
3. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya
knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition ialah
perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan (Neiser dalam Jahja,
2013: 56). Selanjutnya kognitif juga dapat diartikan dengan kemampuan
belajar atau berpikir atau kecerdasan yaitu kemampuan untuk mempelajari
keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang
terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan
menyelesaikan soal-soal sederhana (Pudjiati & Masykouri, 2011: 6).
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh istilah Maslihah (2005) bahwa
kognitif sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengerti
sesuatu. Artinya mengerti menunjukkan kemampuan untuk menangkap
sifat, arti, atau keterangan mengenai sesuatu serta mempunyai gambaran
yang jelas terhadap hal tersebut. Perkembangan kognitif sendiri mengacu
kepada kemampuan yang dimiliki seorang anak untuk memahami sesuatu
(Maslihah, 2005). Sementara itu di dalam kamus besar bahasa Indonesia,
kognitif diartikan sebagai sesuatu hal yang berhubungan dengan atau
melibatkan kognisi berdasarkan kepada pengetahuan faktual yang empiris
(Alwi, dkk, 2002: 579). Lebih lanjut proses kognisi adalah sebuah proses
mental yang mengacu kepada proses mengetahui (knowing) sesuatu (Berk,
2006). Kemudian Yusuf (2005: 10) mengemukakan bahwa kemampuan
kognitif ialah kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta
30
melakukan penalaran dan pemecahan masalah, berkembangnya
kemampuan kognitif ini akan mempermudah anak menguasai pengetahuan
umum yang lebih luas, sehingga ia dapat berfungsi secara wajar dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari (Khadijah, 2016: 31).
Kognitif atau intelektual adalah suatu proses berpikir berupa
kemampuan atau daya untuk menghubungkan suatu peristiwa dengan
peristiwa lainnya serta kemampuan menilai dan mempertimbangkan
segala sesuatu yang diamati dari dunia sekitar. Kognitif dapat diartikan
sebagai pengetahuan yang luas daya nalar, kreatifitas atau daya cipta,
kemampuan berbahasa serta daya ingat. Gabungan antara kematangan
anak dengan pengaruh lingkungan disebut kognisi. Dalam kognisi anak
dapat menyelesaikan masalah lingkungan sendiri (Khadijah, 2016: 32).
Kognitif dapat berarti kecerdasan, berpikir, dan mengamati, yaitu
tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau
yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan. Dengan pengertian ini,
maka anak yang mampu mengoordinasikan pelbagai cara berfikir untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan dengan merancang, mengingat, dan
mencari alternatif bentuk penyelesaian persoalan, merupakan tolok ukur
perkembangan kognitif (Nurhayati, 2011: 16).
Definisi anak usia dini sampai saat ini menjadi perdebatan yang
cukup panjang. Berdasarkan Undang-Undang anak usia dini merupakan
anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun (UU No. 20 Tahun 2003).
Ada yang mengatakan bahwa periode atau rentang anak usia dini dimulai
dari 0-8 tahun. Perbedaan tersebut mempunyai alasan terutama dalam
proses perkembangan kognitif anak usia dini yang mencapai tingkat
percepatan 80% dari keseluruhan otak orang dewasa (Saripudin, 2017: 3).
Sedemikian pentingnya masa anak usia dini tersebut, sehingga para ahli
mengatakan bahwa usia tersebut merupakan masa keemasan atau the
golden age (Suyadi, 2010: 8).
Sujiono (dalam Khadijah, 2013) mengungkapkan bahwa anak usia
dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai 6 tahun. Usia dini
31
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato seorang ahli
filsafat dalam Jamaris bahwa waktu yang paling tepat mendidik anak
adalah sebelum usia 6 tahun. Hal ini diperkuat dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Cekoslavia yang bernama Jhon Amus Comenius dalam
Jamaris bahwa pendidikan telah dimulai sejak anak berada dalam
pangkuan ibunya (Jamaris, 2005: 1). Lebih rinci Montessori dalam
Hainstock (1999: 10). Mengungkapkan bahwa masa ini merupakan
periode sensitif (sensitive periods), selama masa inilah anak secara khusus
mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada masa ini
anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memahami dan
menguasai lingkungannya. Selanjutnya Montessori mengungkapkan
bahwa usia keemasan merupakan masa dimana anak mulai peka untuk
menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari
lingkungan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa peka inilah
terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap
merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang
diterapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari (G. Hainstock dalam
Khadijah, 2016: 34).
Dengan demikian, disimpulkan bahwa perkembangan kognitif
anak usia dini adalah kemampuan cara berpikir anak usia dini dalam
memahami lingkungan sekitar sehingga pengetahuan anak bertambah.
Artinya dengan kemampuan berpikir ini anak dapat mengeksplorasikan
dirinya sendiri, orang lain, hewan dan tumbuhan, serta berbagai benda
yang ada disekitarnya sehingga mereka dapat memperoleh berbgai
pengetahuan tersebut (Khadijah, 2016: 34).
Piaget dalam Masitoh (2003: 9) membagikan tahapan
perkembangan kognitif dalam empat tahap, yaitu sensori motor (0-2
tahun), preoperasional (2-7 yahun), operasional konkrit (7-14 tahun),
formal operasional (14 tahun-dewasa). Dilihat dari tahapan Piaget, anak
usia Taman Kanak-Kanak berada pada tahapan preoperasional, yaitu
32
tahapan dimana anak belum menguasai operasi mental secara logis.
Periode ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan menggunakan
sesuatu untuk mewakili simbol-simbol. Melalui di atas anak mampu
berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Perkembangan kognitif
lebih kuat bergantung pada kemampuan intelektual. Tahapan-tahapan di
atas selalu dialami oleh anak, dan tidak akan pernah ada yang dilewatinya
meskipun tingkat kemampuan anak berbeda-beda. Tahapan ini meningkat
lebih kompleks daripada masa awal dan kemampuan kognitif bertambah.
a) Tahap sensorimotor (dari lahir sampai 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor Piaget menggambarkan seperti “berpikir
melalui gerak tubuh”. Dengan kata lain kemampuan untuk belajar dan
meningkatkan kemampuan intelektual berkembang sebagai suatu hasil dari
perilaku gerak dan konsekuensinya. Menurut Piaget, gerak selalu
berhubungan dengan proses berpikir. Jadi pada masa sensorimotor
aktivitas berpusat pada aspek panca indra (sensori) dan gerak (motor).
Artinya dalam peringkat ini anak hanya mampu melakukan pengenalan
lingkungan dengan melalui panca indra dan gerakannya. Keadaan ini
merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya. Aktivitas
sensorimotor terbentuk melalui penyesuaian terstruktur fisik sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungan. Bayi mengorganisasikan skema tindakan
fisik mereka seperti menghisap, menggenggam dan memukul untuk
menghadapi dunia yang muncul dihadapannya.
b) Tahap Pra operasional (2 – 7 tahun)
Pada tahap ini Piaget memberikan penekanan berupa batasan. Pada
tahap preoperasional anak masih belum memiliki untuk berpikir logis atau
operasional. Piaget membaginya menajdi dua sub bagian yaitu: (a)
prekonseptual yaitu anak yang berusia antara 2 tahun s/d 4 tahun dan (b)
intuitive adalah pada anak yang berusia 4 tahun s/d 7 tahun. Pada tahapan
ini anak sudah mulai dengan melakukan berbagai bentuk gerak dasar yang
dibutuhkannya seperti jalan, berlari, melempar, menendang dan
sebagainya.
33
Jadi pada tahapan preoperasional anak telah menunjukkan aktivitas
kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Aktivitas
berpikirnya belum mempunyai sistem yang terorganisir tetapi anak sudah
dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda
dan simbol. Cara berpikir anak pada peringkat ini bersifat tidak sistematis,
tidak konsisten dan tidak logis. Cara berpikir pada peringkat ini ditandai
dengan delapan ciri utama, yaitu: (1) Transductive reasoning, artinya anak
berpikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis, (2)
Ketidakjelasan hubungan sebab akibat, artinya anak mengenal hubungan
sebab akibat tidak logis, (3) Animism, artinya anak mempercayai bahwa
segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia, (5)
Perceptually bound, artinya anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang
dilihatnya atau yang didengarnya, (6) Mental Experiment, artinya anak
mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan
yang dihadapinya, (7) Centration, artinya anak memusatkan perhatiannya
kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang
lainnya, (8) Egocentrism, artinya anak melihat dunia di lingkungannya
menurut kehendak dirinya sendiri.
Anak-anak belajar befikir menggunakan symbol-symbol dan
pencitraan batiniah, namun pikiran mereka masih tidak sistematis dan
tidak logis. Pikiran di titik ini sangat berbeda dengan pikiran orang dewasa
(Saripudin, 2017: 5).
c) Tahap Konkrit Operasional (7 – 11 tahun)
Banyak ahli meyakini bahwa seorang anak mencapai tahap konkrit
operasional karena anak tersebut bertambah kemampuannya. Karakteristik
umum dari tahapan konkrit operasional adalah bertambahnya kemampuan
dari variabel dalam memecahkan masalah (problem solving). Pada masa
ini anak sudah tidak tergolong balita lagi dan sudah memasuki masa
kanak-kanak dan memasuki dunia sekolah.
Jadi, pada tahapan konkrit operasional anak telah dapat membuat
pemikiran tentang situasi atau hal konkrit secara logis. Perkembangan
34
kognitif pada peringkat konkrit operasional memberikan kecakapan anak
untuk berkenalan dengan konsep-konsep klasifikasi, hubungan dan
kuantitas. Konsep klasifikasi adalah kecakapan anak untuk melihat secara
logis persamaan-persamaan suatu kelompok objek dan memilihnya
berdasarkan ciri-ciri yang sama. Konsep hubungan adalah kematangan
anak memahami hubungan antara suatu perkara dengan perkara lainnya.
Konsep kuantitas ialah kesadaran anak bahwa suatu kuantitas akan tetap
sama meskipun bentuk fisiknya berubah asalkan tidak ditambah atau
dikurangi. Anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir sistematis
namun hanya ketika mereka dapat mengacu kepada objek-objek dan
aktifitas-aktifitas konkret (Saripudin, 2017: 5).
d) Formal Operasional (11 tahun – dewasa)
Tahapan ini merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan
ide-ide yang tidak didasarkan pada realita. Anak sudah mampu berpikir
yang bersifat abstrak. Namun menurut Piaget, banyak individu tidak
pernah mencapai tahapan seperti ini, justru orang yang memiliki rata-rata
skor rendah pada tes intelegensi sangat memungkinkan tidak mencapai
tahap formal operasional.
Jadi, pada tahap formal operasional, perkembangan kognitif
ditandai dengan kemampuan individu untuk berpikir secara hipotesis dan
berbeda dengan fakta, memahami konsep abstrak dan mempertimbangkan
kemungkinan kecakupan yang luas dari perkara yang sempit.
Perkembangan kognitif pada peringkat ini merupakan ciri perkembangan
remaja dan dewasa yang menuju ke arah proses berpikir dalam peringkat
yang lebih tinggi. Peringkat berpikir ini sangat diperlukan dalam
pemecahan masalah. Orang muda mengembangkan kemampuan untuk
berpikir sistematis menurut rancangan yang murni abstrak dan hipotesis
(Saripudin, 2017: 5).
Dilihat dari tahapan Piaget, anak usia 4-6 tahun merupakan usia
yang berada dalam masa pra operasional, yaitu tahapan dimana anak-anak
masih berpikir tidak sistematis serta tidak logis. Periode ini ditandai
35
dengan berkembangnya kemampuan menggunakan sesuatu untuk
mewakili simbol-simbol. Melalui kemampuan di atas, anak mampu
menerima imajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa usia 4-6 tahun merupakan usia yang berada
dalam masa pra operasional, dimana anak masih berpikir tidak sistematis
serta tidak logis (Saripudin, 2017: 5).
Secara singkat Yusuf (2004: 167) mengemukakan perkembangan
kognitif pada masa ini adalah sebagai berikut:
1) Mampu berpikir dengan menggunakan simbol.
2) Berpikir masih dibatasi oleh presepsi. Mereka meyakini apa yang
dilihatnya dan hanya terfokus pada suatu objek dalam waktu yang
sama. Cara berpikir mereka bersifat memusat.
3) Berpikir masih kaku. Cara berpikirnya terfokus pada keadaan awal
atau akhir suatu transformasi, bukan pada transformasi itu sendiri
mengantarai keadaan tersebut.
4) Anak sudah mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atas
dasar satu dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk dan ukuran.
Mengetahui bagaimana capaian perkembangan kognitif anak usia
dini, maka dapat dilihat dalam tabel berikut (Saripudin, 2017: 5)
Tabel 2.10
Capaian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
No Anak Usia Capaian Perkembangan Kognitif
1 Lahir – 1 tahun Mengenal benda
Mengenal bentul
2 1 – 2 tahun Mengenal warna
Mengenal rasa: manis, pahit dan asam
Mengenal bilangan 1 dan 2
3 2 – 3 tahun Mampu mengelompokkan benda yang
berbentuk sama
Mampu membedakan bentuk lingkaran dan
bujur sangkar
Mampu membedakan rasa dan warna
Mengenal bilangan hingga hitungan 5
4 3 – 4 tahun Mampu membedakan bentuk-bentuk dan
36
ukuran (besar-kecil, panjang-pendek,
sedikit banyak, dll)
Mampu mengurutkan angkan1 sampai
dengan 10
Mampu membeda-bedakan warna lebih
banyak (merah, hijau, hitam, putih, biru
dan lain-lain)
5 4 – 5 tahun Menunjukkan rasa ingin tahu cara kerja
sesuatu
Suka membongkar mainannya sendiri
untuk sekedar dilihat apa yang ada di
dalamnya dan kemudian dirangkai lagi
Suka mengurut-urutkan (membuat urutan)
sesuatu dari yang paling kecil agak besar
hingga yang paling besar atau sebaliknya
6 5 – 6 tahun Mampu mengurutkan bilangan 1 hingga
minimal 50
Senang dengan permainan otak atik
bilangan
Menyukai permainan dalam computer
Dengan mudah meletakkan benda sesuai
dengan kelompoknya
Berdasarkan uraian di atas bahwa nampak pada masa prasekolah
anak sudah mampu berpikir dengan menggunakan simbol. Meskipun cara
berpikir mereka masih dibatasi oleh persepsi serta masih bersifat
mamusat dan kaku, namun mereka sudah mulai mengerti bagaimana
mengklasifikasi sesuatu berdasarkan pemahaman mereka yang masih
sederhana. Perkembangn kognitif menurut Piaget (1960) dalam Yudha &
Rudyanto (2004: 203), merupakan salah satu aspek perkembangan
mental yang bertujuan (1) memisahkan kenyataan yang sebenarnya
dengan fantasi, (2) menjelajah kenyataan dan menemukan hukum-
37
hukumnya, (3) memilih kenyataan-kenyataan yang berguna bagi
kehidupan (4) menentukan kenyataan sesungguhnya di balik sesuatu
yang nampak.
Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi perkembangan
intelegensi pada anak. Intelegensi merupakan suatu proses
berkesinambungan yang menghasilkan struktur dan diperlukan dalam
interaksi dengan lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungan individu
akan memperoleh pengetahuan dengan menggunakan asimilasi,
akomodasi dan dikendalikan oleh prinsip keseimbangan. Pada anak TK
khususnya, pengetahuan itu bersifat subjektif dan akan berkembang
menjadi objektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja dan
dewasa.
Proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Anak hendaknya banyak
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan dari guru. Guru hendaknya banyak memberi rangsangan
kepada anak agar mau berinteraksi dengan lingkungan dan secara aktif
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Kurikulum
hendaknya dibuat sedemikian rupa agar tidak terpisahkan dari
lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran, antara lain:
a. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu, dalam mengajar anak guru hendaknya menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berpikir.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi
tidak asing.
d. Beri peluang agar anak belajar sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk
saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.
38
Menurut Agoes Dariyo (2011: 43), perkembangan kognitif
berhubungan dengan meningkatnya kemampuan berpikir (thinking),
memecahkan masalah (problem solving), mengambil keputusan (decision
making), kecerdasan (intellegence), bakat (aptittude).
Optimalisasi perkembangan kognitif sangat dipengaruhi oleh
kematangan fisiologis, terutama pada bayi maupun anak-anak. Seorang
anak akan dapat melakukan koordinasi gerakan tangan, kaki maupun
kepala secara sadar, setelah syaraf-syaraf maupun otot-otot bagian organ-
organ tersebut sudah berkembang secara memadai. Artinya kemampuan
kognitif harus diiringi dengan kematangan fisiologis, sehingga
perkembangan kognitif makin baik dan koordinatif (Dariyo, 2011: 43).
4. Komponen Kognitif yang Perlu Dikembangkan pada Anak Usia 4 – 6
Tahun
Sesuai dengan kompetensi dasar yang telah digariskan oleh
pemerintah dalam kurikulum 2013, komponen kognitif yang perlu
dikembangkan pada usia 4 – 6 tahun dengan standar perkembangan anak
mampu mengenal dan memahami berbagai konsep sederhana dan dapat
memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari,
perkembangan dasar dan indikatornya adalah sebagai berikut:
39
Tabel 2.11 Komponen Kognitif yang Perlu Dikembangkan Pada Anak Usia 4 – 6 Tahun
Perkembangan
Dasar Indikator
Dapat mengenal
klasifikasi
sederhana
1. Mengelompokkan benda dengan berbagai cara yang diketahui anak. Misalnya; menurut warna, bentuk, ukuran,
jenis, dll.
2. Menunjuk sebanyak-banyaknya benda, hewan, tanaman yang mempunyai warna, bentuk atau ukuran atau
menurut ciri-ciri tertentu
Dapat mengenal
konsep-konsep
sains sedrhana
1. Menceritakan hasil percobaan sederhana tentang; warna dicampur, proses pertumbuhan tanaman (bii-bijian,
umbi-umbian, batang-batangan, daun dll)
2. Apa yang terjadi jika balon ditiup lalu dilepaskan
3. Benda-benda dimasukkan ke dalam air (terapung, melayang, tenggelam), benda-benda yang dijatuhkan
(gravitasi).
4. Membedakan bermacam-bermacam rasa, bau dan suara berdasarkan percobaan
Dapat mengenal
bilangan dan
memahami
konsep-konsep
matematika
sederhana
1. Membilang/menyebut urutan bilangan dari 1 sampai 20
2. Membilang dengan menunjuk benda (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) sampai 10
3. Menunjukkan urutan benda untuk bilangan sampai 10
4. Membedakan konsep banyak-sedikit, lebih-kurang, sama-tidak sama
5. Menghubungkan/memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda sampai 10 (anak tidak disuruh menulis)
Dapat mengenal
bentuk geometri
1. Mengelompokkan bentuk-bentuk geometri (lingkaran, segitiga, segiempat, dll)
2. Membedakan benda-benda yang berbentuk geometri
3. Membedakan ciri-ciri bentuk geometri
4. Menyebutkan benda-benda yang berbentuk geometri
Dapat
memecahkan
masalah
sederhana
1. Mengerjakan maze (mencari jejak) yang sederhana (tiga empat jalan)
2. Menyususn kepingan puzzle menjadi bentuk utuh (7-10 keping)
3. Mencari lokasi tempat asal suara
4. Memasang benda sesuai dengan pasangannya
40
5. Menunjukkan sedikitnya 12 benda berikut fungsinya
Dapat mengenal
konsep ruang
dan posisi
1. Menyebutkan konsep depan-belakang-tengah, atas-bawah, kiri-kanan, luar-dalam, pertama-terakhir-diantara,
keluar-masuk, naik-turun, maju-mundur
Dapat mengeal
ukuran
2. Membedakan konsep panjang-pendek, jauh-dekat, lebar-luas-sempit melalui mengukur dengan satuan tak baku
(langkah, jengkal, benang, tali, lidi, dll)
3. Membedakan konsep berat-ringan, gemuk-kurus mealui menimbang benda dengan timbangan/timbangan
buatan dan panca indera
4. Membedakan konsep penuh-kosong melalui mengisi wadah dengan air, pasir, biji-bijian, beras, dll
5. Membedakan konsep tebal--tipis, timggi-rendah, besar-kecil, cepat lambat dsb
Dapat mengenal
konsep waktu
1. Membedakan waktu (pagi, siang, malam)
2. Menyebutkan nama-nama hari dalam satu minggu, satu bulan dan mengetahui jumlah bulan dalam satu tahun
3. Menceritakan kegiatan sehari-hari sesuai dengan waktunya misal: waktu tidur, waktu makan, waktu sekoah, dll
Dapat mengenal
berbagai pola
1. Menggunakan konsep waktu (hari ini, nanti sekarang, besok, kemarin)
2. Memperkirakan urutan berikutnya setelah melihat bentuk 3-4 pola yang berurutan. Misalnya merah-putih-biru,
merah-putih –biru, merah,....
Dapat mengenal
konsep sosial
sederhana
1. Menceritakan letak lokasi dari rumah ke sekolah atau ke tempat-tempat yang dikenalnya
2. Mengenal berbagai macam profesi (contoh: Dokter, Polisi, Pilot, dll)
3. Mengenal berbagai macam alat transportasi/angkutan sedrhana di darat, laut, dan udara (contoh: mobil, kapal
laut, pesawat terbang, dll)
Sumber: Perangkat Pembelajaran TK/RA Kurikulum 2013 (I. Wayan AS., 2016: 752-756)
41
C. Pentingnya Gizi Seimbang Bagi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung
zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh
dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas
fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Gizi seimbang di Indonesia
divisualisasikan dalam bentuk Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang sesuai
dengan budaya Indonesia. TGS dirancang untuk membantu setiap orang
memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan berbagai
kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa, dan usia lanjut) dan
sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, atau sakit).
Adapun tanda anak sehat bergizi baik adalah sebagai berikut (Susilowati &
Kuspriyanto, 2016: 166): (1) Bertambah umur, bertambah padat, bertambah
tinggi; (2) Postur tubuh tegap dan otot padat; (3) Rambut berkilau dan kuat;
(4) Kulit dan kuku bersih dan tidak pucat; (5) Wajah ceria, mata bening, dan
bibir segar; (6) gigi bersih dan gusi merah muda; (7) nafsu makan baik dan
buang air besar teratur; (8) begerak aktif dan berbicara lancar sesuai umur; (9)
penuh perhatian dan bereaksi aktif; (10) tidur nyenyak.
Sampai usia dua tahun merupakan masa kritis bagi anak dan termasuk
dalam periode window of opportunity. Pada periode kehidupan ini, sel-sel otak
tumbuh sangat cepat sehingga saat usia dua tahun pertumbuhan otak sudah
mencapai lebih dari 80% dan masa kritis bagi pembentukan kecerdasan. Jika
pada usia ini, seorang anak kekurangan gizi maka perkembangan otak dan
kecerdasannya terhambat dan tidak dapat diperbaiki. Pada usia 1 – 5 tahun,
anak sudah harus makan seperti pola makan keluarga, yaitu sarapan, makan
siang, makan malam, dan dua kali selingan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pemberian makanan kepada anak usia 1 – 5 tahun, yaitu
sebagai berikut (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 167).
a. Selalu variasikan makanan yang diberikan meliputi makanan pokok, lauk-
pauk, sayuran, dan buah. Usahakan protein yang diberikan juga
bergantian sehingga semua zat gizi terpenuhi.
b. Variasikan cara mengolah makanan sehingga semua bahan makanan
dapat masuk, misalnya anak tidak mau makan bayam maka bayam dapat
dibuat di dalam telur dadar.
42
c. Berikan air putih setiap kali habis makan.
d. Hindari memberikan makanan selingan mendekati jam makan utama.
e. Ketika masuk usia dua tahun, jelaskan manfaat makanan yang harus
dimakan sehingga dapat mengurangi rasa tidak sukanya.
Tabel 2.12 Porsi Makan Anak 4-5 Tahun (1500 kalori)
Bahan
Makanan atau
Penukar
Jumlah
Porsi
(p)
Pagi Selingan
pagi
Siang Selingan
Sore
Sore
Nasi 3 1 1 1
Sayur 2 ¾ ¾ ½
Buah 2 ½ ½ 2
Tempe 2 1 1
Daging 3 1 1 1
Minyak 2 ½ ¾ ¾
Gula 2 1 1 1
Susu 1 1 1
Total Sehari 1400 293,
75
75 381,25 275 375
Sumber: Soekirman, 2006 (Susilowati & Kuspriyanto, 2016: 168)
Patokan porsi yang digunakan adalah: (a) Nasi 1 porsi = ¾ gls = 100 g
= 175 kal (b) Sayur 1 porsi = 1 gls = 1 gls = 100 g = 25 kal (c) Buah 1 porsi =
1 – 2 bh = 50 – 190 g = 50 kal (d) Tempe 1 porsi = 2 ptg sdg = 50 g = 75 kal
(e) Daging 1 porsi = 1 ptg sdg = 35 g = 75 kal (f) Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 g
= 50 kal (g) Gula 1 porsi = 1 sdm = 13 g = 50 kal (h) Susu bubuk (tanpa
lemak) 1 porsi = 4 sdm = 20 g = 75 kal.
Usia di bawah lima tahun atau balita merupakan usia penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih rawan
dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Secara
psikologis, rentang usia ini sangat menentukan karakter anak. Jika anak
sering diejek atau dicemooh, kemungkinan besar akan tumbuh menjadi anak
yang tidak punya kepercayaan diri. Anak yang selalu dimanja akan tumbuh
menjadi anak yang tergantung kepada orang lain. Demikian juga anak yang
selalu ditekan dengan ancaman, anak akan tumbuh dengan ketakutan bahkan
sampai depresi. Sebaliknya, anak yang dididik dengan pujian dan arahan yang
43
benar, akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri karena sejak kecil dia
merasa dihargai oleh lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga.
Tumbuh dan berkembangnya anak usia dini dipengaruhi oleh
lingkungan keluarga, kemudian lingkungan tempat tinggal selanjutnya ada
pada lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga menjadi fase pertama dalam
melakukan proses pendidikan. Lingkungan keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak termasuk
didalamnya pendidikan. Proses tumbuh kembang anak tidak terlepas dari
pengasuhan yang dilakukan dalam lingkup keluarga besar. Lingkup keluarga
besar mencakup keluarga inti yakni ayah, ibu serta saudara kandung.
Sementara keluarga lainnya mencakup kakek, nenek, bibi, paman serta
saudara sedarah baik ke atas maupun ke bawah (Saripudin, 2016: 1).
Angka gizi buruk di Indonesia masih tinggi, bahkan dari tahun ke
tahun kecenderungannya semakin meningkat. Berdasarkan data statistik
Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia,
6% atau sekita 14,5 juta orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada
umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita). Departemen Kesehatan
juga telah melakukan pemetaan dan hasilya menunjukkan bahwa penderita
gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10
balita menderita gizi kurang. Fakta ini memaksa banyak pihak untuk kembali
melakukan evaluasi terhadap program penanggulangan masalah gizi yang
pernah digulirkan (Depkes RI, 2005).
Dampak gizi buruk tidak hanya berbahaya bagi penderita, namun
dalam lingkup lebih luas berakibat pada kelangsungan generasi bangsa
Indonesia. Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena mayoritas penderita gizi
buruk adalah anak-anak. Jika angka gizi buruk tidak segera ditekan, maka
angka kematian bayi dan balita juga terus meningkat. Kalaupun ada yang
bertahan hidup perkembangan mental, fisik dan kecerdasan dari anak-anak
yang mempunyai riwayat gizi buruk akan terganggu (Wigati, 2009: 1).
Salah satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang anak
adalah keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita sangat pesat,
44
sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dari pada orang
dewasa (Utami, 2007: 15). Makanan yang diberikan kepada anak harus
mempunyai nilai gizi yang cukup. Kekurangan gizi disebabkan oleh berbagai
faktor seperti yang dijelaskan dalam skema.
Bagan 2.1 Skema Penyebab Kurang Gizi
Kurang Gizi
Sumber: UNICEF (1988) dengan penyesuaian
Skema tersebut diketahui bahwa faktor keluarga dan faktor lingkungan
sangat berpengaruh (Prapti Utami, 2007: 4).
Makanan tidak seimbang Infeksi
Dampak
Penyebab
langsung
Tidak cukup
persediaan
pangan
Pola asuh
anak tidak
memadai
Sanitasi dan air
bersih/pelayanan
kesehatan dasar
tdidak memadai
Penyebab tidak
langsung
Kurangnya pemberdayaan wanita dan
keluarga, kurang pemanfaatan sumber
daya masyarakat
Kurang pendidikan
pengetahuan dan
keterampilan
Pokok masalah
di masyarakat
Krisis Ekonomi,
Politik, dan
Sosial
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Akar
Masalah
45
D. Penelitian Relevan
Setelah peneliti menelusui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh
orang lain dalam masalah yang sama, atau memiliki kemiripan baik yang
berkenaan dengan “Pengaruh Pemberian Asupan Gizi Seimbang Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini di TK Budi Asih
IX Desa Cipinang Kabupaten Majalengka” ditemukan beberapa hasil
penelitian.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dina Pertiwi Ajie (2014) yang berjudul:
“Pengaruh Pemberian Asupan Gizi Seimbang Terhadap Tumbuh dan
Perkembangan Anak Usia 1-5 Tahun di Pos PAUD Permata Jayengan
Surakarta.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh pemberian asupan gizi seimbang terhadap tumbuh dan
perkembangan anak di pos PAUD Permata Jayengan Surakarta. Dan juga
untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap tumbuh kembangnya
balita khususnya di PAUD. Penelitian ini menggunakan metode ex post
facto. Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang bertujuan
menemukan penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku, gejala
atau fenomena yang disebabkan oleh suatu peristiwa, perilaku atau hal-hal
yang menyebabkan perubahan pada variable bebas yang secara
keseluruhan sudah terjadi. Adapun hasil dari penelitian ini adalah adanya
pengaruh yang positif dan signifikan Asupan Gizi 45 responden, bahwa
thitung (4,021) > ttabel (1,688), terhadap Tumbuh Kembang, adanya
pengaruh signifikan tekanan kerja dan Asupan Gizi secara simultan
terhadap Tumbuh Kembang dimana Fhitung (31,858) > Ftabel (2,87), dan
Faktor yang paling dominan mempengaruhi Tumbuh Kembang adalah
Asupan Gizi yang dapat dilihat pada hasil hasil uji t yang memberikan
nilai lebih tinggi terhadap Asupan Gizi (X2) 4,021. Dari hasil uji
determinasi (R2) diketahui bahwa variable-variabel bebas memberikan
sumbangan positif yaitu sebesar 83,8% terhadap variable terikat. Dengan
kata lain variable Asupan Gizi memberikan sumbangan positif terhadap
Tumbuh Kembang sebesar 83,8% dan selebihnya sebesar 16,2%
46
dipengaruhi oleh variable-variabel yang tidak diteliti yaitu lingkungan,
komitment, kompensasi dan dukungan sosial. Terdapat perbedaan variabel
antara judul penelitian relevan ini dengan judul yang akan peneliti
lakukan. Penelitian relevan ini meneliti pengaruh asupan gizi seimbang
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia 1-5 tahun di Pos
PAUD Permata Jayengan Surakarta dengan menggunakan metode
penelitian ex post facto sedangkan peneliti akan meneliti pada pengaruh
pemberian asupan gizi seimbang terhadap perkembangan kognitif anak di
kelompok TK Budi Asih IX Desa Cipinang dan peneliti menggunakan
metode ex post facto dan analisis regresi. Analisis regresi dalam statistika
adalah salah satu metode untuk menentukan hubungan sebab – akibat
antara satu variabel dengan variabel-variabel yang lain.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalita Sani (2015), yang berjudul:
“Hubungan Asupan Gizi Terhadap Perkembangan Motorik Kasar pada
Anak Usia 6-18 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan
Pamulang.” Tujuan penelitian ini diketahuinya hubungan asupan gizi
terhadap status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang arat Kecamatan Pamulang tahun 2014. Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional.
Populasi pada penelitian ini balita usia 6 sampai 18 bulan di Kelurahan
Pamulang arat. Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan uji
hipotesis beda 2 proporsi dengan jumlah sampel penelitian yaitu 66 ibu
yang mempunyai anak usia 6 sampai 18 bulan. Instrumen yang digunakan
yaitu formulir FFQ semiquantitative, dan denver II. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa anak usia 6 – 18 bulan yang mengalami
perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect sebesar 18,2%,
adapun yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar adalah asupan
besi P value 0,018 dan protein P value 0,05. Terdapat perbedaan variabel
antara judul penelitian relevan ini dengan judul yang akan peneliti
lakukan. Penelitian relevan ini meneliti pengaruh asupan gizi seimbang
terhadap perkembangan motorik kasar pada Anak Usia 6-18 Bulan di
47
Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional sedangkan peneliti akan meneliti pada
pengaruh pemberian asupan gizi seimbang terhadap perkembangan
kognitif anak di kelompok TK Budi Asih IX Desa Cipinang dan peneliti
menggunakan metode ex post facto dan analisis regresi. Peneliti dilakukan
pada 24 siswa dan 24 orang tua. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan angket dan lembar observasi kegiatan
kognitif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rindu Dwi Malateki Solihin, dkk., (2013)
yang berjudul: “Kaitan Antara Status Gizi, Perkembangan Kognitif dan
Perkembangan Motorik Pada Anak Usia Prasekolah.” Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kaitan antara status gizi, perkembangan
kognitif dan motorik pada anak usia prasekolah. Penelitian berdesain
survei ini dilakukan pada 73 anak usia 3-5 tahun di Desa Cibanteng,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 30,2 persen anak balita berstatus gizi tergolong pendek, 98,6
persen anak memiliki berat badan lahir normal, dan 76,7 persen anak
mempunyai panjang lahir normal. Tingkat perkembangan kognitif (54,8%)
dan motorik halus (68,5%) anak tergolong rendah, sementara tingkat
perkembangan motorik kasar anak tergolong sedang (41,1%). Faktor-
faktor yang berhubungan signifikan dengan status gizi balita adalah tinggi
badan ibu, tingkat kecukupan energi dan protein balita dan panjang badan
lahir balita. Faktor-faktor yang berkaitan signifikan dengan tingkat
perkembangan motorik kasar dan motorik halus balita adalah status gizi
balita, lama mengikuti PAUD dan usia balita. Faktor-faktor yang
berhubungan signifikan dengan tingkat perkembangan kognitif balita
adalah status gizi balita, usia balita, lama mengikuti PAUD dan praktik
pengasuhan balita oleh ibu. Tingkat kecukupan gizi balita, terutama energi
dan protein, berhubungan dengan status gizi dan perkembangan mereka.
Terdapat perbedaan variabel antara judul penelitian relevan ini dengan
judul yang akan peneliti lakukan. Penelitian relevan ini meneliti kaitan
48
antara status gizi, perkembangan kognitif dan perkembangan motorik
pada anak usia prasekolah dengan menggunakan desain penelitian survei
sedangkan peneliti akan meneliti pada pengaruh pemberian asupan gizi
seimbang terhadap perkembangan kognitif anak di kelompok TK Budi
Asih IX Desa Cipinang dan peneliti menggunakan metode ex post facto
dan analisis regresi. Analisis regresi dalam statistika adalah salah satu
metode untuk menentukan hubungan sebab – akibat antara satu variabel
dengan variabel-variabel yang lain. Penelitian ini dilakukan pada 24 siswa
dan 24 orang tua. Instrumen yang digunakan adalah angket dan lembar
kegiatan kognitif siswa.
E. Kerangka Berpikir
Pendidikan Anak Usia Dini pada hakikatnya ialah pendidikan yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan
seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, PAUD memberi kesempatan
kepada anak untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian anak (Suyadi
& Ulfah, 2013: 17).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses tumbuh
kembang anak, salah satu faktor tersebut adalah faktor nutrisi atau gizi. Proses
tumbuh kembang anak akan terhambat apabila faktor tersebut tidak terpenuhi.
Gizi mempunyai peranan penting bagi tubuh karena dapat menunjang
kelangsungan proses tumbuh kembang anak. Anak membutuhkan gizi yang
baik selama proses tumbuh kembangnya seperti protein, karbohidrat, lemak,
mineral, vitamin dan air. Pengetahuan gizi sangatlah penting diberikan kepada
orangtua, guru dan anak-anak TK. Pemenuhan gizi yang baik dapat
mengoptimalkan tumbuh kembang dan memberikan dampak yang baik bagi
tubuh anak. Peran orangtua memberikan makanan yang sehat dan bergizi
sangatlah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena dari
mereka dapat mengubah kesadaran pentingnya menjaga kesehatan melalui
makana. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi, maka tumbuh kembang anak
menjadi optimal.
49
Kerangka pemikiran digunakan untuk memudahkan pembaca mengerti
dan memahami alur atau pola pikir yang akan dikemukakan oleh peneliti
dalam penelitiannya (Sugiyono, 2010: 45). Adapun kerangka pikir dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 2.2 Skema Kerangka Penelitian
F. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis adalah dugaan sementara yang peneliti ajukan sebagai
landasan untuk melakukan penelitian. Hipotesis dapat diartikan sebagai
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010). Sedangkan menurut
Sugiyono (2008) hipotesis dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dari data.
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir di atas, dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Ho = Tidak ada pengaruh pemberian asupan gizi seimbang terhadap
perkembangan kognitif anak usia dini di TK Budi Asih IX Desa Cipinang
Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka.
2. Ha = Adanya pengaruh pemberian asupan gizi seimbang terhadap
perkembangan kognitif anak usia dini di TK Budi Asih IX Desa Cipinang
Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka.
Pemberian Asupan Gizi
Seimbang
- Mengonsumsi
makanan beragam
- Membiasakan perilaku
hidup bersih
- Melakukan aktivitas
fisik
- Mempertahankan dan
memantau berat badan
normal
Perkembangan Kognitif
Anak Usia Dini
- Mengenal klasifikasi
sederhana
- Memahami konsep
matematika sederhana
- Mengenal bentuk
geometri
- Memecahkan masalah
sederhana
- Mengenal berbagai pola