BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT POLA INTERAKSI ANTAR...

26
1 BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT POLA INTERAKSI ANTAR KOMPONEN KELUARGA DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR IBNU KATSIR & TAFSIR AL-MARAGHI A. Tafsir QS. Luqman : 13 - 15 ( Interaksi Antara Ayah dan Anak Dalam Tafsir Ibnu Katsir & Al-Maraghi). Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(Al-Luqman, 31: 13-15). 1 Ibnu katsir berkata 2 : “Allah swt berfirman mengabarkan tentang wasiat Luqman kepada putranya, yaitu Lukman bin „unaqa‟ bin sadan. Sedangkan nama putranya adal ah Tsaran menurut satu pendapat yang diceritakan oleh As-Sahally. Allah swt telah menyebutkan dengan sebaik-baiknya sebutan dan diberikannya ia hikmah. Dia memberikan wasiat kepadat 1 Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahan Untuk Wanita, (Bandung: Hilal. 2010), h. 412 2 Al-Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jil 6, Terj.Abdul Ghofar (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2004), h. 400

Transcript of BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT POLA INTERAKSI ANTAR...

  • 1

    BAB IV

    PENAFSIRAN AYAT-AYAT POLA INTERAKSI ANTAR KOMPONEN

    KELUARGA DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR IBNU KATSIR &

    TAFSIR AL-MARAGHI

    A. Tafsir QS. Luqman : 13 - 15

    ( Interaksi Antara Ayah dan Anak Dalam Tafsir Ibnu Katsir & Al-Maraghi).

    Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran

    kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya

    mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan

    kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya

    dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.

    bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

    Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada

    pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah

    keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian

    hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu

    kerjakan.(Al-Luqman, 31: 13-15).1

    Ibnu katsir berkata2: “Allah swt berfirman mengabarkan tentang wasiat Luqman kepada

    putranya, yaitu Lukman bin „unaqa‟ bin sadan. Sedangkan nama putranya adalah Tsaran

    menurut satu pendapat yang diceritakan oleh As-Sahally. Allah swt telah menyebutkan

    dengan sebaik-baiknya sebutan dan diberikannya ia hikmah. Dia memberikan wasiat kepadat

    1 Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahan Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h. 412 2Al-Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jil 6, Terj.Abdul Ghofar (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i,

    2004), h. 400

  • 2

    puteranya yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya dan ini hakikat

    dianugerahkannya ia dengan sesuatu yang paling utama. Untuk itu pertama-tama ia

    memberikan wasiat untuk beribadat kepada Allah yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagi-

    Nya, kemudian dia memperingatkan,

    Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar,

    yaitu syirik adalah kezhaliman terbesar.

    Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Abdillah berkata: “ketika turun QS. Al-Anaam: 82

    ” “

    Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan

    kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-

    orang yang mendapat petunjuk. ( al-an‟aam, 6: 82).3

    Hal tersebut membuat keresahan terhadap para sahabat Rasulullah SAW, dan mereka

    bertanya: “ Siapakah di antara kami yang tidak mencampuri keimanan dengan kezhaliman?

    Lalu Rasulullah SAW bersabda: “ sesungguhnya bukan demikian yang dimaksud. Apakah

    engkau tidak mendengar perkataan Lukman.

    Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran

    kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya

    mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Kemudian dia mengiringi wasiat beribadah kepada Allah yang maha Esa dengan

    berbakti kepada kedua orang tua, sebagaimana Allah swt berfirman:

    3Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahan Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h.138

  • 3

    Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan

    hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di

    antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka

    sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu

    membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan banyak sekali

    Allah mengiringi di antara kedua hal tersebut di dalam Al-Qur‟an didalam ayat ini Dia

    berfirman:

    Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;

    ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan

    menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,

    hanya kepada-Kulah kembalimu.(Al-Luqman, 31: 14).

    Firman Allah swt:

    Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang

    tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, yaitu, jika

    keduanya begitu antusias untuk memaksakan agamanya, maka janganlah engkau

    menerimanya dan hal itu pun tidak boleh menghalangimu untuk berbuat baik kepada

    keduanya di dunia secara ma‟ruf, yaitu secara baik kepada keduanya.4

    Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali

    kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa

    yang telah kamu kerjakan.

    Al-Maraghi5 dalam kitabnya menafsirkan QS. Luqman ayat 13-15 sebagai berikut:

    4 Al-Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jil 6, Terj.Abdul Ghofar (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i,

    2004), h. 402 5 Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz

    21. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 150

  • 4

    Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran

    kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya

    mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan

    kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya

    dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun

    bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

    Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada

    pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah

    keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian

    hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu

    kerjakan.(Al-Luqman, 31: 13-15).6

    TAFSIRU’L-MUFRADAT

    Al-‘izhah : mengingatkan dengan cara yang baik, hingga hati orang yang diingatkan menjadi

    lunak karenanya.

    Al-wahn : lemah.

    Al-fishal : menyapih

    Jahadaka : keduanya menginginkan sekali kamu mengikuti keduanya dalam keadaan kafir.

    PENJELASAN

    6 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahna Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h. 412

  • 5

    Ingatlah, hai rasul yang mulia, kepada nasihat Lukman terhadap anaknya, karena ia

    adalah orang yang paling belas kasihan terhadap anaknya dan paling mencintainya.

    Karenanya, Lukman memerintah kepada anaknya supaya menyembah Allah semata, dan

    melarang berbuat syirik ( menyekutukan Allah dengan lain-Nya).7

    Kata (يعظه) terambil dari kata (وعظ) yaitu nasihat yang menyangkut berbagai kebajikan

    dengan cara yang menyentuh hati, ada juga yang mengartikan sebagai ucapan yang

    mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk

    menggambarkan tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tiada membentak,

    tetapi penuh kasih sayang sebagimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak.

    Interaksi dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi, pola komunikasi yang

    digambarkan dalam Al-Qur‟an dengan tutur bahasa yang lembut. Kata (بني) bunayya adalah

    patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah (ابني) ibny, dari kata (ابن) ibn yakni

    anak lelak. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata

    bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik anak hendaknya didasari oleh rasa kasih

    sayang terhadap peserta didik.8

    Luqman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan

    kezhaliman, karena perbuatan syirik itu berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.

    Dan ia dikatakan dosa besar, karena perbuatan itu berarti menyamakan keudukan tuhan yang

    hanya dia-lah segala nikmat, yaitu Allah swt, dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat apa

    pun, yaitu berhala-berhala.

    Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadits yang bersumber dari Ibnu Mas‟ud.

    Ibnu Mas‟ud telah menceritakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya:

    7 Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz

    21. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 151 8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol 11, ( Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 127

  • 6

    Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan

    kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-

    orang yang mendapat petunjuk.

    Maka hal itu dirasakan sangat berat oleh para sahabat, lalu mereka berkata, siapakah

    diantara kita yang tidak mencampur adukan imannya dengan perbuatan zhalim ( dosa) ?

    maka Rasulullah saw. menjawab, sesungguhnya pengertian zhalim itu tidaklah demikian.

    Tidakkah kalian pernah mendengar perkataan Luqman?

    "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya

    mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

    Sesungguhnya Allah menuturkan apa yang telah diwasiatkan oleh Luqman terhadap

    anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan Yang telah memberikan semua nikmat,

    yang tiada seorang pun bersekutu dengan-Nya di dalam menciptakan dirinya. Kemudian

    Luqman menegaskan bahwasanya syirik itu adalah perbuatan yang paling buruk. Selanjutnya,

    Allah swt. Mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak supaya mereka

    berbuat baik kepada kedua orangtuanya, karena sesungguhnya kedua orangtua adalah

    penyebab pertama bagi keberadaannya di dunia itu.9 Untuk itu Allah swt. Berfirman:

    Dan kami perintahkan kepada manusia supaya berbakti dan taat kepada kedua orang tuanya,

    serta memenuhi hak-hak keduanya. Di dalam Al-Qur‟an sering kali disebutkan taat kepada allah

    dibarengi dengan bakti kepada kedua orang tua, yaitu seperti yang telah disebutkan di dalam firman-

    Nya10

    :

    Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan

    hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu.( al-isra,17:23).11

    9 Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz

    21. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 153 10

    Ibid, h. 153 11

    Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahna Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h.284

  • 7

    Selanjutnya Allah swt, menyebutkan jasa ibu secara khusus terhadap anaknya, karena

    sesungguhnya di dalam hal ini terkandung masyaqqat yang sangat berat bagi pihak ibu.

    Untuk itu, Allah swt. Berfirman:

    Ibu telah mengandungnya, sedang ia dalam keadaan lemah yang kian bertambah

    disebabkan makin membesarnya kandungan sehingga ia melahirkan, kemudian sampai

    dengan selesai dari masa nifasnya.

    Kemudian Allah swt menyebutkan lagi jasa ibu yang lain, yaitu bahwa ibu telah

    memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan telah merawatnya dengan sebaik-baiknya

    sewaktu ia tidak mampu berbuat sesuatu apapun bagi dirinya.

    Untuk itu Allah swt. Berfirman:

    Dan menyapihnya dari persusuan sesudah ia dilahirkan dalam jangka waktu dua tahun.

    Selama masa itu ibu mengalami berbagai masa kerepotan dan masyaqqat dalam rangka

    mengurus keperluan bayinya. Hal ini tiada yang dapat menghargai pengorbanannya

    melainkan hanya Yang Maha Mengetahui keadaan ibu, yaitu Tuhan Yang tiada sesuatu pun

    yang samar bagi-Nya baik di langit maupun di bumi.

    Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, akan tetapi Dia

    menyebutkan penyebab dari pihak ibu saja. Demikian dialaminya lebih besar; ibu telah

    mengandung anaknya dengan susah payah, kemudian melahirkannya dan merawatnya di

    malam dan siang hari.12

    Oleh karena itu, Rasulullah saw. ketika ada seseorang bertanya tentang siapa yang

    paling berhak untuk ia berbakti kepadanya, maka beliau menjawab: ibumu, kemudian ibumu,

    kemudian ibumu. Sesudah itu Rasulullah saw. baru mengatakan: Kemudian bapakmu.

    Selanjutnya, Allah menjelaskan pesan-Nya melalui firman berikut:

    12

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz 21. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 154

  • 8

    Dan kami perintahkan kepada-Nya, bersyukurlah kamu kepada-Ku atas semua nikmat-

    Ku yang telah Ku-limpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah kepada kedua ibu bapakmu.

    Karena sesungguhnya keduanya itu merupakan penyebab bagi keberadaanmu. Dan keduanya

    telah merawatmu dengan baik, yang untuk itu keduanya mengalami berbagai macam

    masyaqat, sehingga kamu menjadi tegak dan kuat.

    Kemudian Allah swt. Mengemukakan alasan perintah bersyukur kepada-Nya itu dengan

    nada memperingatkan, yaitu melalui firman-Nya:

    Hanya kepada-Kulah kembali kamu, bukan kepada selain-Ku. Maka aku akan

    memberikan balasan terhadap apa yang telah kamu lakukan yang bertentangan dengan

    perintah-Ku. Dan aku akan menanyakan kepadamu tentang apa yang telah kamu perbuat,

    yaitu tasyakurmu kepada-Ku atas nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepadamu, dan rasa

    terima kasihmu terhadap kedua ibu bapakmu serta baktimu kepada keduanya.13

    Sesudah Allah menyebutkan pesan dan perintah-Nya, yaitu berkaitan dengan berbakti

    kepada kedua orang tua, dan setelah mengukuhkan hak keduanya yang harus ditaati. Lalu Dia

    mengecualikan dari hal tersebut akan hak-hak-Nya dengan kesimpulan, bahwa tidak wajib

    taat kepada kedua orangtua bila disuruh untuk mengerjakan hal-hal yang membuat Dia

    murka. Untuk itu Allah swt berfirman:

    Dan apabila kedua orangtua memaksamu serta menekanmu untuk menyekutukan Aku

    dengan yang lain dalam hal ibadah, yaitu dengan hal-hal yang kamu tidak mempunyai

    pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu mentaati apa yang diinginkan oleh keduanya.

    Sekalipun keduanya menggunakan kekerasan supaya kamu mau mengikuti kehendak

    keduanya, maka lawanlah dengan kekerasan pula bila keduanya benar-benar memaksamu.

    menurut satu riwayat disebutkan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Sa‟ad

    ibnu Abu Waqash sehubungan dengan hal ini sahabat Sa‟ad bin Abi Waqash telah

    menceritakan, ketika aku masuk islam, ibuku bersumpah, bahwa ia tidak mau makan dan

    tidak akan minum. Lalu pada hari pertama aku membujuknya supaya mau makan dan minum,

    akan tetapi ia menolak dan tetap pada pendiriannya. Dan pada hari yang kedua aku

    13

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi

    Juz 21. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 155

  • 9

    membujuknya pula supaya mau makan dan minum, tetapi ia masih tetap menolak. Sehingga

    hari yang ketiga ketika aku membujuknya lagi, dan ia masih juga menolak, maka aku berkata:

    demi Allah, seandainya engkau mempunyai seratus nyawa niscaya semua itu akan keluar dan

    aku tidak akan meninggalkan agamaku ini. Dan ketika ibuku melihat bahwasanya diriku

    benar-benar tidak mau mengikuti kehendaknya, akhirnya dia mau makan.

    Dan pergaulilah keduanya di dalam urusan dunia dengan pergaulan yang diridhai oleh

    agama, dan sesuai dengan watak yang mulia serta harga diri, yaitu dengan memberi pangan

    dan sandang kepada keduanya; tidak boleh memperlakukan keduanya dengan perlakuan yang

    kasar, menjenguknya apabila sakit, serta menguburnya apabila mati. Firman-Nya: fi ‘d-dunya,

    mengisyaratkan bahwa mereka mempergauli keduanya adalah suatu hal yang mudah. Karena

    sesungguhnya hal itu terjadi tidaklah terus menerus, sehingga tidak menjadi beban berat bagi

    orang yang bersangkutan.14

    Dan karena mengingat bahwa hal tersebut terkadang menyeret Seseorang kepada hal-

    hal yang meremehkan agama disebabkan adanya hubungan saling timbal balik. Maka Allah

    menafsirkan hal tersebut melalui firman-Nya:

    Dan tempuhlah jalan orang yang bertaubat dari kemusyrikannya lalu kembali kepada

    agama Islam, dan ikuti jejak Nabi Muhammad saw.

    Kesimpulan, ikutilah jalan-Ku yakni dengan mentauhidkan Aku serta mengikhlaskan

    diri dan taat kepada-Ku, bukan mengikuti jalan keduanya.

    Kemudian kalian akan kembali kepada-Ku sesudah kalian mati, lalu aku kabarkan

    kepada kalian apa yang telah kalian perbuat didunia berupa perbuatan baik dan perbuatan

    buruk. Kemudian Aku membalaskannya kepada kalian; orang yang berbuat baik akan

    menerima pahala kebaikannya, dan orang yang berbuat buruk akan menerima hukuman

    keburukannya.

    14

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz 21. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 155

  • 10

    B. Tafsir QS. Al-Baqarah : 233

    (Interaksi Suami- Istri Dalam Tafsir Ibnu Katsir & Al-Maraghi)

    Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi

    yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian

    kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar

    kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan

    seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin

    menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka

    tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka

    tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

    bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu

    kerjakan.15

    Ibnu katsir16

    dalam tafsirnya mengatakan “ Allah memberikan bimbingan kepada para

    ibu, hendaknya menyusui anak-anaknya secara sempurna, yaitu selama dua tahun. Setelah

    itu tiada lagi penyusuan. Oleh karena itu, Allah berfirman, “ Bagi orang yang hendak

    penyusuan kecuali kurang dari dua tahun. Jadi, apabila bayi yang berusia lebih dari dua

    tahun menyusu, maka tidak dilarang ( tidak diharamkan). Dalam pembahasan tentang “

    penyusuan tidak diharamkan kecuali menyusui bayi kurang dari dua tahun”, Tirmidzi

    meriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata : Rasulullah saw. bersabda:

    (رواه التزهذي )ْاالَْهَعاَء فِي الثٌْدِي َوَكاَن قَْبَل ْالفِطَاِم الَيَْحُزُم ٍهْن الٌزَضاِع ااِلٌ َها

    15

    Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Dan Terjemah, (Jakarta Timur : Cv Pustaka Al-Kautsar,

    2009), h. 38 16

    Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 1.terj Bahrun Abu Bakar (Bandung;Sinar Baru Algensindo, 2000). h. 389

  • 11

    “tidak diharamkan dari penyusuan kecuali yang dapat mengenyangkan perut pada masa

    penyusuan dari tetek dan yang terjadi sebelum penyapihan.” ( HR Tirmidzi).17

    ini adalah hadits hasan dan shahih serta diamalkan oleh kebanyakan ulama dari

    kalangan sahabat, dan mereka mengatakan bahwa penyusuan tidak diharamkan kecuali yang

    kurang dari dua tahun. Adapun penyusuan stelah dua tahun penuh, hal itu tidak apa-apa.

    Menurut saya, hanya Tirmidzi yang meriwayatkan hadits ini dan sanadnya memenuhi kriteria

    dari Bukhari Muslim. Maksud “pada masa penyusuan” ialah masa penyusuan sebelum dua

    tahun.

    Penunjukan yang jelas dari hadits ini terdapat dalam firman Allah, “Dan penyapihannya

    setelah dua tahun, agar kamu bersyukur kepada-Ku.” Allah berfirman, “ mengandung hingga

    menyapihnya selama 30 bulan.” Pendapat yang mengatakan bahwa penyusuan tidak

    diharamkan setelah dua tahun adalah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Mas‟ud,

    Jabir,Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ummu Salamah, Said Bin Musayyab, Atha‟ dan jumhur

    ulama. Pendapat itu merupakan pegangan mazhab Syafi‟i, Ahmad, Ishak, Tsauri, Abu Yusuf,

    Muhammad, dan Malik.18

    Firman Allah, “ Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu

    dengan cara yang makruf.” Maksudnya, merupakan kewajiban ayah bayi untuk memberikan

    biaya hidup dan sandang secara makruf kepada ibu bayi selaras dengan adat yang berlaku

    bagi mereka di Negara masing-masing, tanpa berlebih-lebihan atau berkekurangan, dan

    selaras dengan kesanggupan dan kelancaran ayah si bayi. Artinya, berbuatlah secara

    pertengahan, sebagaimana Firman Allah Ta‟ala, “ Hendaklah orang yang mampu memberi

    nafkah menurut kemampuannya. Dan, orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi

    nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada

    seseorang melainkan sekedar

    apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah

    kesempitan.19

    17

    At-Tirmidzi, Kitab Sunan At-Tirmidzi, Bab “ الٌر َض اِع , h 1-72 18

    Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 1.terj Bahrun Abu Bakar

    (Bandung;Sinar Baru Algensindo, 2000), h . 389 19

    Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 1.terj Bahrun Abu Bakar

    (Bandung;Sinar Baru Algensindo, 2000), h. 390

  • 12

    hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang

    yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah

    kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang

    Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.

    Firman Allah Ta‟ala,“apabila keduanya ingin menyapih dengan kerelaan keduanya dan

    permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.” Yakni, apabila keduanya sepakat

    untuk menyapihnya sebelum dua tahun dan keduanya mellihat ada kemaslahatan dalam hal

    itu, maka tiada dosa atas keduanya jika menyapih. Dan keputusan itu tidak boleh keluar dari

    salah satu pihak saja, atau dia berkeras dengan keputusannya sendiri, tanpa persetujuan pihak

    lain. Hal ini merupakan tindakan kehati-hatian terhadap anak dan keharusan memikirkan

    peroalan anak. Anak merupakan rahmat allah bagi hamba-hamba-Nya sehingga Dia

    mengingatkan orang tua dan menunjukkan keduanya kepada tindakan yang maslahat, bagi

    orang tua maupun anak, sebagaimana dikatakan, “ kemudian jika mereka menyusukan anak-

    anakmu untuk kamu maka berikanlah kepada mereka upahnya. Dan musyawarahkanlah di

    antara kamu (segala sesuatu) dengan baik. Dan jika kamu menemui kesulitan maka

    perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

    Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

    kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)

    mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah

    kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-

    anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di

    antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka

    perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.( at-Thalaq: 6).20

    20

    Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahna Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h.556

  • 13

    Firman Allah Ta‟ala, “Dan jika menghendaki anakmu disusui oleh orang lain, maka

    tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.”

    Maksudnya, apabila ayah-ibu sepakat untuk menyusukan anaknya kepada orang lain karena

    satu alasan, maka tidak ada dosa atas ayah jika dia memberikan upah secara layak atas

    penyusuan yang telah dilakukan istrinya, atau si ayah menyusukan anaknya kepada wanita

    lain dengan memberikan upah yang layak pula.21

    Al-Maraghi dalam kitabnya menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut22

    :

    Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi

    yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian

    kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar

    kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan

    seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya

    ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan,

    Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,

    Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

    bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu

    kerjakan.( QS. Al-Baqarah, 2: 233).23

    PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT

    21

    Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 1.terj Bahrun Abu Bakar (Bandung;Sinar Baru Algensindo,2000). h. 392

    22 Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi

    Juz 1. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 318 23

    Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahan Untuk Wanita, (Bandung: Hilal. 2010), h. 37

  • 14

    ْول artinya setahun. Adapun hitungannya ialah dimulai dari hari, tanggal dan bulan : ْ احَض

    yang anda tentukan sampai pada saat yang sama pada tahun berikutnya.

    اَض ٌر ْواٌرْو ِع artinya orang tua lelaki : ْ الَض

    artinya beban atau pembebanan : َضالَّتْ ِعْ ٌر

    ْ ٌر .artinya kemampuan, yaitu tidak melebihi kemampuan yang ada : ْ اوٌر

    لَّت ٌر artinya keterlibatan kedua orang tua satu sama lainnya dalam melakukan tindakan : ْ الٌر َض

    yang mebahayakan anaknya. Maksudnya ialah, bahwa setiap bahaya yang dilakukan oleh

    salah satu pihak terhadap lainnya dalam masalah anak, merupakan bahaya terhadap anak itu

    sendiri. Hal ini menunjukkan bahaya terhadap anak, sebab bagaimana mereka bisa

    memberikan pendidikan yang baik kepada anak mereka jika mereka saling bertengkar dan

    saling menyakiti satu sama lannya.

    ,artinya pisah (menyapih). Maksudnya ialah memisahkan anak dari ibunya : ْ الِع َض لٌر

    sehingga anaknya terpisah dari ibunya.

    .artinya musyawarah : ْ الٌر َض اَض َض ٌر

    PENJELASAN

    Hukum Menyusui Anak Bagi Seorang Ibu

    Diwajibkan kepada kaum ibu yang masih berfungsi sebagai istri maupun dalam

    keadaan tertalak untuk menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh dan tidak lebih

    dari itu. Tetapi diperbolehkan kurang dari masa itu jika kedua orang tua memandang adanya

    kemaslahatan. Dan dalam hal ini, persoalannya diserahkan kepada kebijaksanaan mereka

    berdua.24

    Sayyid Quthb25

    mengatakan dalam Tafsir Fidzilali Qur‟an,” Pembahasan-

    pembahasan tentang kesehatan dan jiwa sekarang telah menetapkan bahwa masa dua tahun

    24

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz 1. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 318

    25 Sayyid Quthb, Tafsir Fizhilalil Qur’an, Jil 1, Terj. As‟ad Yasin, ( Jakarta : Gema Insan Press, 2000), h.

    302

  • 15

    itu merupakan kebutuhan yang vital bagi pertumbuhan anak, baik mengenai kesehatan

    maupun mentalnya.”

    Adapun sebab diwajibkannya menyusui anak bagi ibu, karena air susu ibu merupakan

    susu terbaik, sebagaimana yang telah diakui oleh para dokter. Bayi yang masih berada dalam

    kandungan ditumbuhkan dengan darah ibunya. Setelah ia lahir , darah tersebut berubah

    menjadi susu yang merupakan makanan utama bagi bayi, karena ia telah terpisah dari

    kandungan ibunya. Hanya air susu ibu yang paling cocok dan paling sesuai dengan

    perkembangannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bahwa ia akan Pterserang penyakit

    atau cidera disebabkan air susu ibu. Apa yang disadap oleh bayi ketika masih dalam

    kandungan dan susu yang diperoleh bayi dari ibunya tidaklah berpengaruh apa-apa terhadap

    diri bayi tersebut, bahkan sebaliknya akan membuatnya lebih sehat dan lebih baik.

    Seorang bayi yang diserahkan penyusuannya kepada perempuan lain karena ibunya

    berhalangan atau dalam keadaan darurat, maka perempuan tersebut harus diselidiki terlebih

    dahulu dalam hal akhlaknya dan kesehatannya.Pandai-pandailah dalam memilih perempuan

    yang akan mengemban tugas ini. Sebab air susu ini terbuat dari darah , kemudian dihisap

    oleh bayi dan tumbuh dalam badan bayi menjadi daging dan tulang. Dengan demikian, maka

    bayi tersebut telah mendapatkan pengaruh dari perempuan . yang menyusuinya, baik dalam

    hal kesehatan maupun karakternya. Terkadang pengaruh kejiwaan dan kecerdasan akal lebih

    besar daripada pengaruh yang bersifat jasmaniyah, meskipun pengaruh suara juga dapat

    membekas pada diri bayi. Jika memang demikian, maka pengaruh kecerdasan akal, perasaan

    dan watak perempuan tersebut jelas lebih besar dan lebih kuat.26

    Firman Allah itu merupakan pengukuhan terhadap kewajiban ini. Menurut kebiasaan,

    sekalipun kurang dari dua tahun, hal ini bisa dikatakan dua tahun. Pada hakikatnya ketika

    seorang ibu sedang menyusui anaknya akan terjalin tali kasih sayang, kontak bathin serta

    interaksi diantara ibu dan anak . Hikmah ditetapkan pembatasaan waktu menyusui bayi

    dengan masa ini ialah, agar kepentingan bayi terpenuhi.

    Kewajiban Seorang Ayah

    26

    Op.cit, h. 319

  • 16

    Diwajibkan kepada seorang ayah menanggung kebutuhan hidup istrinya berupa

    makanan dan pakaian, agar bisa melakukan kewajibannya terhadap bayinya dengan sebaik-

    baiknya dan menjaganya dari serangan penyakit. Dalam ayat hanya disebutkan istilah Al-

    Walud dan bukan Al-Walid keduanya mempunyai makna yang sama. Maksudnya untuk

    menjelaskan bahwa anak (bayi) tersebut adalah milik ayah kepada ayahnyalah dia

    dinasabkan dan dengan nama ayahnya pula ia disebut, sedangkan ibunya, berfungsi sebagai

    gudangnya anak-anak.27

    Hanya kedua orang tuanyalah yang berhak menentukan perihal bayi, karena

    keduanyalah yang bertanggung jawab mendidik dan mengasuhnya. Apabila mereka menghendaki

    agar bayinya disapih, sebelum masa dua tahun, dan mereka telah bermusyawarah serta saling

    merelakan, maka mereka boleh melakukan hal ini. Sebab pembatasan ini hanya dimaksudkan untuk

    menjaga kemaslahatan bayi dan mencegah bahaya. Dan jika mereka melihat manfaat pada masa

    kurang dari dua tahun atau lebih, maka mereka boleh melakukannya. Dalam hal ini semua

    permasalahan diserahkan kepada kebijaksanaan mereka berdua.

    Takutlah kalian kepada allah dan janganlah kalian mencoba mengabaikan hukum-

    hukum-Nya, sebab didalamnya terkandung hikmah yang besar buat kalian. Dialah yang

    membalas semua amal perbuatan kalian. Apabila kalian telah menunaikan apa yang telah

    menjadi hak anak-anak kalian dengan cara musyawarah dan saling merelakan serta kalian

    menjauhi hal-hal yang mendatangkan bahaya bagi anak-anak, maka anak-anak kalian akan

    tumbuh dengan sehat dan menyedapkan bila dipandang mata, dan diakhirat kelak akan

    merupakan penyebab mendapatkan pahala dari Allah. Tetapi jika kalian hanya mengikuti

    hawa nafsu kalian dengan saling merelakan dan membahayakan satu terhadap lainnya, maka

    anak-anak kalianlah yang akan menjadi korban perbuatan kalian dan mereka akan menjadi

    malapetaka bagi kalian. Di akhirat kelak kalian akan mendapatkan siksaan dari Allah.28

    27

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi,

    Juz 1. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 321 28

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maragh,

    Juz 1. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 325

  • 17

    C. Tafsir QS. At-Tahrim : 6

    ( Interaksi Antara Ayah, Ibu Dan Anak Dalam Tafsir Ibnu Katsir Dan Al-Maraghi)

    Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

    yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

    keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka

    dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. ( At-Tahrim, 66: 6).29

    PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT

    .jadilah dirimu itu pelindung dari api neraka dengan meninggalkan maksiat - قٌْ ااَْ فٌَ ٌ نْ

    .membawa keluargamu kepada hal itu dengan nasehat dan pelajaran - َواَْهلِْيٌ ن

    .kayu bakar - اَْلَ قٌْ د

    berhala- berhala yang disembah - اَْلِحَجاَرة

    .kesat hati dan tidak mau mengasihi apabila mereka dimintai belas kasihan - ِغالَظ

    PENJELASAN

    Wahai orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya hendaklah sebagian dari

    kamu memberitahukan kepada sebagian yang lain, apa yang dapat menjaga dirimu dari api

    29

    Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahan Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h. 560

  • 18

    neraka dan menjauhkan kamu dari padanya, yaitu ketaatan kepada Allah dan menuruti

    segala perintah-Nya. Dan hendaklah kamu mengajarkan kepada keluargamu perbuatan yang

    dengannya mereka dapat menjaga diri mereka dari api neraka. Dan bawalah mereka kepada

    yang demikian ini melalui nasehat dan pengajarannya.

    Semakna dengan ayat ini ialah firman-Nya:

    Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu

    dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki

    kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.( Taha, 20: 132).30

    Yang dimaksud dengan al-ahl (keluarga) di sini mencakup istri, anak, budak laki-laki

    dan perempuan.

    Malaikat –malaikat itu diserahi neraka untuk mengurusnya dan menyiksa para

    penghuninya. Mereka ada Sembilan belas orang malaikat penjaga yang akan disebutkan

    dalam surat Al-Mudaddasir di dalam firman-Nya.

    Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. tahukah kamu Apakah (neraka)

    Saqar itu?. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan (neraka Saqar) adalah

    pembakar kulit manusia. Dan di atasnya ada sembilan belas (Malaikat penjaga).

    Mereka keras dan kasar terhadap penghuni neraka itu. Kemudian Allah menjelaskan

    besarnya ketaatan mereka kepada Tuhan.

    30

    Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahan Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h. 312

  • 19

    Mereka tidak menyalahi perintah-Nya, tetapi mereka menjalankan apa yang

    diperintahkan kepada mereka pada waktu itu juga tanpa selang. Mereka tidak mendahului

    dan tidak menunda perintah-Nya.

    Ibnu Katsir dalam kitabnya menafsirkan QS At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut31

    :

    Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

    yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

    keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka

    dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.( At-Tahrim, 66: 6).

    Firman Allah swt ( periharalah dirimu dan keluargamu dari api ”(قٌْ اَْ فٌَ ٌ ْن َواَْهلِْيٌ ْن َارا

    neraka, “ mujahid mengatakan “ bertakwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga

    kalian untuk bertakwa kepada Allah.” Sedangkan Qatadah mengemukakan” yakni,

    hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka

    durhaka kepada-Nya, serta membantu mereka. Dan perintahkanlah mereka untuk

    menjalankannya, serta membantu mereka dalam menjalankannya, jika engkau melihat

    mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkanlah dan cegahlah mereka.

    Firman-Nya lebih lanjut (َوقٌْ ٌدهَا النَّاٌس َوالِحَجاَرة) yang bahan bakarnya adalah manusia

    dan batu. “ kata َوقٌْ د” berarti bahan bakar yang tubuh ummat manusia dilemparkan

    kedalamnya. َواْلِحَجاَرة “ Dan batu” ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata

    itu adalah patung yang dijadikan sembahan. Hal itu didasarkan pada firman-Nya:

    Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan

    Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya.

    Dan firman Allah Ta‟ala selanjutnya, ( -penjaganya malaikat ( َض َضْ َض َض َض ِع َض ٌر ِع َض ٌر ِع َض ٌر

    malaikat yang kasar, yang keras.” Maksudnya, karakter mereka sangat kasar, dari hatinya

    31

    Al-Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jil 8, Terj. , Abdul Ghofar, ( Bogor: Pustaka Imam Asy-

    Syafi‟i, 2004), h. 229

  • 20

    telah dihilangkan rasa kasihan terhadap orang-orang yang kafir kepada Allah Ta‟ala ( ِع َض ٌر ) “

    yang keras” maksudnya, susunan tubuh mereka sangat keras, tebal dan penampilannya

    menakutkan.32

    firman-Nya lebih lanjut :

    Allah tidak mendurhakai terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan

    selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. “ maksudnya, apa pun yang diperintahkan

    oleh Allah kepada mereka, mereka segera melaksanakannya tidak menangguhkan meski

    hanya sekejap mata, dan mereka mampu mengerjakannya, tidak ada kelemahan apa pun

    pada diri mereka untuk melaksanakan perintah tersebut. Mereka itulah malaikat

    Zabaniyah. Semoga allah melindungi kita semua dari mereka.33

    D. ANALISIS

    ( Telaah Ayat-Ayat Pola Interaksi Antar Komponen Keluarga dalam Tafsir Ibnu

    Katsir dan tafsir Al- Maraghi )

    Tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al-Maraghi ialah tafsir yang termasyur pada masanya,

    masing-masing memiliki keistimewaan dan karekteristik dalam kitabnya. Kedua mufassir ini

    memiliki aliran yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur‟an. Ibnu Katsir dalam menafsirkan

    ayat Al-Qur‟an beliau memakai aliran Tafsir bi al-Ma‟sur yakni aliran tafsir yang berpegang

    pada riwayat semata. Menafsirkan ayat Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, hadits Rasul dan

    pendapat-pendapat para sahabat yang menjadi penjelasan bagi maksud-maksud Al-Qur‟an,

    sedangkan Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat Al-Qur‟an cenderung menggunakan aliran bi

    ra‟yu yakni menafsirkan ayat Al-Qur‟an yang bersendi kepada ijtihad dan akal, berpegang

    pada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya.

    Setelah melakukan analisis Penulis menemukan persamaan dan perbedaan kepada kedua

    mufassir ini dalam menafsirkan sebuah ayat. Contohnya sebagai berikut:

    Persamaan yang terlihat pada kedua tafsir tersebut ketika menafsirkan QS. Luqman:

    13-15 ialah kedua mufassir menafsirkan ayat Al-Qur‟an dengan riwayat yakni menafsirkan

    ayat Al-Qur‟an dengan ayat Al-Qur‟an yang lain serta memuat hadits nabi sebagai penguat

    dari argument masing-masing. Contohnya ketika menafsirkan QS. Luqman : 14 kedua

    32

    Al-imam ibnu katsir, , Tafsir Ibnu Katsir, Jil 8, terj. Abdul Ghofar ,(Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i,

    2004), h. 229 33

    ibid, h. 230

  • 21

    mufassir ini sama-sama menfsirkan ayat Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an. Ibnu Katsir dan Al-

    Maraghi menafsirkan QS. Luqman: 14 dengan QS. Al-Isra‟: 23 yang berbunyi:

    Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;

    ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan

    menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,

    hanya kepada-Kulah kembalimu.

    Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan

    hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (al-isra,17:23).34

    Perbedaan yang terlihat pada kedua mufassir tersebut ketika menafsirkan QS. Luqman

    : 13-15 ialah sebagai berikut:

    Ibnu Katsir35

    dalam menafsirkan ayat Al-Qur‟an beliau cenderung mengedepankan

    riwayat dari pada ra‟yu nya dengan gaya bahasa yang sangat ringkas.Contohnya ketika

    menafsirkan Qs. luqman : 14 beliau hanya memaparkan sedikit penafsirannya kemudian

    beliau menambahkan dua ayat Al-Qur‟an yakni QS. Al-Isra: 23 & QS. al-Baqarah : 233

    untuk memperkuat argument beliau. Berikut penafsiran beliau yang saya kutip dari kitab

    tafsirnya.

    “Kemudian dia mengiringi wasiat beribadah kepada Allah yang maha Esa dengan

    berbakti kepada kedua orang tua.” Sebagaimana Allah swt berfirman:

    Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan

    hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang

    34

    Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahna Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h.284 35

    Abdul Ghofar, Tafsir Ibnu Katsir, Jil 6, ( Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2004), h. 400

  • 22

    di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka

    sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah

    kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.

    Dan banyak sekali Allah mengiringi diantara kedua hal tersebut di dalam Al-Qur‟an

    didalam ayat ini Dia berfirman:

    Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;

    ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan

    menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,

    hanya kepada-Kulah kembalimu. .( Al-Luqman, 31: 14).36

    Mendidik dan menyusuinya setelah melahirkan selama dua tahun sebagaimana Allah

    swt berfirman:

    Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi

    yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian

    kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar

    kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan

    seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin

    menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka

    tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka

    tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

    36

    Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahna Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h. 412

  • 23

    bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu

    kerjakan. (QS. Al-Baqarah, 2: 233).37

    Adapun Al-Maraghi38

    dalam menafsrikan QS. Luqman: 13-15, beliau lebih

    mengedepankan ra‟yu nya daripada riwayat, dalam menafsirkan sebuah ayat beliau

    memaparkannya dengan panjang lebar menafsirkan ayat Al-Qur‟an yang bersendi kepada

    ijtihad dan akal, berpegang pada kaidah-kaidah bahasa. Contoh seperti menafsirkan QS.

    Luqman : 13 sebagai berikut:

    Ingatlah, hai Rasul yang mulia, kepada nasihat Lukman terhadap anaknya, karena ia

    adalah orang yang paling belas kasihan terhadap anaknya dan paling mencintainya.

    Karenanya, Lukman memerintah kepada anaknya supaya menyembah Allah semata, dan

    melarang berbuat syirik ( menyekutukan Allah dengan lain-Nya).

    Sesungguhnya Allah menuturkan apa yang telah diwasiatkan oleh Luqman terhadap

    anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan Yang telah memberikan semua nikmat,

    yang tiada seorang pun bersekutu dengan-Nya di dalam menciptakan dirinya. Kemudian

    Luqman menegaskan bahwasanya syirik itu adalah perbuatan yang paling buruk.

    Selanjutnya, Allah swt. Mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak

    supaya mereka berbuat baik kepada kedua orangtuanya, karena sesungguhnya kedua

    orangtua adalah penyebab pertama bagi keberadaannya di dunia itu.

    Al-Maraghi juga memaparkan penjelasan kata “Al-Izhah” pada ayat tersebut yakni

    mengingatkan dengan cara yang baik , hingga hati orang yang diingatkan menjadi lunak

    karenanya. Penggunaan kata “ يعظ ” mengandung arti nasihat yang menyangkut berbagai

    kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata

    untuk menggambarkan tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tiada

    membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagimana dipahami dari panggilan mesranya

    kepada anak.

    Persamaan dan perbedaan yang terlihat pada QS. Al-Baqarah : 233 ialah sebagai

    berikut:

    37

    Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an, Mushaf Aisyah Al-Qur’an Dan Terjemahan Untuk Wanita,

    (Bandung: Hilal. 2010), h. 37 38

    Ahmad Mustafa Al-Maragi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz 21. Terj Bahrun Abu bakar, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 150

  • 24

    Kedua mufassir dalam menafsirkan ayat menggunakan ayat Al-Qur‟an yang lain

    sebagai penguat dari argument mereka. Contohnya seperti ketika ibnu katsir39

    menafsirkan

    lafadz,”

    Firman Allah Ta‟ala,“apabila keduanya ingin menyapih dengan kerelaan keduanya dan

    permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.” Yakni, apabila keduanya sepakat

    untuk menyapihnya sebelum dua tahun dan keduanya mellihat ada kemaslahatan dalam hal

    itu, maka tiada dosa atas keduanya jika menyapih. Dan keputusan itu tidak boleh keluar dari

    salah satu pihak saja, atau dia berkeras dengan keputusannya sendiri, tanpa persetujuan

    pihak lain. Hal ini merupakan tindakan kehati-hatian terhadap anak dan keharusan

    memikirkan peroalan anak. Anak merupakan rahmat allah bagi hamba-hamba-Nya sehingga

    Dia mengingatkan orang tua dan menunjukkan keduanya kepada tindakan yang maslahat,

    bagi orang tua maupun anak, sebagaimana dikatakan, “ kemudian jika mereka menyusukan

    anak-anakmu untuk kamu maka berikanlah kepada mereka upahnya. Dan

    musyawarahkankanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik. Dan jika kamu

    menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

    Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

    kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)

    mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah

    kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan

    (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah

    di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka

    perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (at-Thalaq: 6).

    Adapun Al-Maraghi dalam menafsirkan QS. Al-Baqarah: 233. Beliau menafsirkan

    lafadz “

    39

    Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 1.terj Bahrun Abu Bakar (Bandung;Sinar Baru Algensindo, 2000), h. 392

  • 25

    ” “

    Seorang tidaklah dibebani melainkan hanya sebatas kemampuannya, sehingga tidak merasa

    tertekan atau kesulitan. Ayat ini telah ditafsiri oleh ayat lain pada surat At-Talaq sebagai berikut.

    hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang

    yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah

    kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang

    Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.

    (At-Talaq, 65:7)

    Perbedaan yang terlihat pada penafsiran Ibnu Katsir & Al-Maraghi ketika menafsirkan

    QS. Al-Baqarah: 233 ialah sebagai berikut:

    Ibnu Katsir dalam menafsirkan QS. Al-Baqarah: 233 tentang masalah menyusukan

    anak, cara bermuamalah yang baik antara suami istri dalam kehidupan berumah tangga dan

    mendidik anak-anak dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui musyawarah.

    Beliau memberikan sedikit penjelasan dan mengutip banyak hadits serta pendapat para

    sahabat serta menafsiri dengan ayat Al-Qur‟an yang lalin. Beliau hanya menjelaskan hukum

    menyusui anak bagi seorang ibu dan tidak menjelaskan perihal tentang ASI. Sedangkan Al-

    Maraghi beliau memaparkan penjelasannya tentang hukum menyusui anak bagi seorang ibu

    dan beliau juga memaparkan perihal tentang ASI.

    Al-Maraghi40

    mengatakan dalam muqaddimahnya bahwa jalan untuk sampai kepada

    tingkat pemahaman ayat-ayat Al-Qur‟an, sekaligus menunjukkan kaitan dengan pemikiran

    dan ilmu pengetahhuan lain yakni mengadakan konsultasi dengan orang-orang yang ahli

    dibidangnya masing-masing. Untuk itu sengaja kami berkonsultasi kepada para dokter

    medis, astronom, sejarawan dan orang-orang bijak untuk mengetahui pendapat-pendapat

    mereka sesuai bidangnya masing-masing. Pembahsan tafsir yang kami sajikan ini juga

    dibarengi dengan ilmu pengetahuan (sains) yang dapat mendukung pemahaman isi Al-

    Qur‟an.

    40

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Tafsir Al-Maraghi Juz 1. Terj Bahrun Abu bakar (Semarang: Pt. Karya Toha Putra Semarang, 1992), h. 19

  • 26

    Al-Maraghi memaparkan sebab diwajibkannya menyusui anak bagi ibu, karena air

    susu ibu merupakan susu terbaik, sebagaimana yang telah diakui oleh para dokter. Bayi yang

    masih berada dalam kandungan ditumbuhkan dengan darah ibunya. Setelah ia lahir , darah

    tersebut berubah menjadi susu yang merupakan makanan utama bagi bayi, karena ia telah

    terpisah dari kandungan ibunya. Hanya air susu ibu yang paling cocok dan paling sesuai

    dengan perkembangannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bahwa ia akan terserang

    penyakit atau cidera disebabkan air susu ibu. Apa yang disadap oleh bayi ketika masih

    dalam kandungan dan susu yang diperoleh bayi dari ibunya tidaklah berpengaruh apa-apa

    terhadap diri bayi tersebut,bahkan sebaliknya akan membuatnya lebih sehat dan lebih baik.

    Lafadz “ عْلنَو merupakan kalam khobariyah yang mengandung makna ”وَو ٱْل َواٱِل َوااُت يُيُت ْل ِل

    perintah. Dalam tafsir Ibnu Katsir & Tafsir Al-Maraghi disebutkan bahwasannya perintah

    menyusui adalah suatu kewajiban bagi seorang ibu yang mampu untuk menyusui anaknya

    selama kurang lebih dua tahun lamanya untuk masa penyempurnaan penyusuan, namun

    apabila seorang ibu yang tidak mampu menyusui anaknya maka kewajiban tersebut bisa

    digantikan oleh perempuan lain dengan syarat perempuan tersebut dikasih upah yang

    selayaknya.

    Persamaan dan perbedaan penafsiran Ibnu Katsir dan Al-Maraghi pada QS. At-

    Tahrim: 6 yakni sebagai berikut:

    Persamaannya dalam menafsirkan QS. At-Tahrim: 6 , kedua mufassir menafsirkan ayat Al-

    Qur‟an dengan ayat Al-Qur‟an yang lain, sedangkan perbedaannya terletak pada penjelasan

    sang mufassir dalam menafsirkan Ayat Al-Qur‟an. Ibnu katsir sesuai dengan karakteristiknya

    yakni beliau lebih banyak mengutip riwayat seperti ayat Al-Qur‟an hadits nabi serta pendapat

    para sahabat dengan gaya bahasa yang ringkas didalam menfsirkan QS. At-Tahrim : 6,

    sedangkan Al-Maraghi cenderung menfasirkan ayat Al-Qur‟an dengan ijtihad dan ra’yu nya.