BAB II A. Gagal Ginjal Kronik -...

14
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik 1. Definisi Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Sukandar, 2006). Gagal ginjal kronik (GGK) Adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/menit (Suhardjono dkk, 2001). Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksit uremik) di dalam darah.(Arif mutaqin dkk, 2011) 2. Patofisiologis Secara ringkas patofisiologis gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan cairan penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit .Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25 % normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron- nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak .Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsobrpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.Arif mutaqin dkk, 2011) Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron 5

Transcript of BAB II A. Gagal Ginjal Kronik -...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronik

1. Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal

adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

yang irreversibel dan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,

berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Sukandar, 2006).

Gagal ginjal kronik (GGK) Adalah suatu sindrom klinis yang

disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung

progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular

(LFG) kurang dari 50 mL/menit (Suhardjono dkk, 2001).

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi

penumpukan sisa metabolit (toksit uremik) di dalam darah.(Arif mutaqin

dkk, 2011)

2. Patofisiologis

Secara ringkas patofisiologis gagal ginjal kronis dimulai pada fase

awal gangguan, keseimbangan cairan penanganan garam, serta

penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian

ginjal yang sakit .Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25 % normal,

manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-

nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak .Nefron

yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsobrpsi, dan sekresinya,

serta mengalami hipertrofi.Arif mutaqin dkk, 2011)

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron

yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron

5

6

tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini

tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk

meningkatkan reabsorbsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-

nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan

berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan

beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan

memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan

filtrsi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan

semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan

nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan

manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan

dari sirkulasi sehingga akan terjadi sidrom uremia berat yang memberikan

banyak manifestasi pada setiap organ tubuh .

3. Penyebab Gagal ginjal kronik

Penyebab Gagal ginjal kronik menurut ( Price,2002)

1) Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (SIK) sering terjadi dan menyerang manusia

tanpa memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih

umumnya dibagi dalam dua kategori : Infeksi saaluran kemih bagian

bawah (uretritis, sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing bagian

atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis dan infeksi

saluran kencing bagian ginjal tahap akhir pada anak-anak (Price,2002).

2) Penyakit Peradangan

Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabnya

oleh glomerulonepritis Kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan

terjadi kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan

menyebabkan terjadinya gagal ginjal (Price,2002).

3) Nifrosklerosis Hipertensif

Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.

Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan

kerusakan pada ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat

7

menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui

mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari

sistem renin angitensin (Price,2002).

4) Gangguan Kongenital dan Herediter

Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan

penyakit herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya

dapat berakhir dengan gagal ginjal meskipun lebih sering di jumpai

pada penyakit polikistik (Price,2002).

5) Gangguan Metabolik

Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik

antara lain diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan

amiloidosis (Price, 2002).

6) Nefropati Toksik

Ginjal khusnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan –

bahan kimia karena alsan-alasan :

a. Ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan

mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar.

b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia

dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.

c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat

,sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan

meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus (Price,2002).

4. Gejala Gagal ginjal kronik

Gejalanya : (Anggota IKAPI,2008)

Perubahan frekuensi kencing, sering ingin berkemih pada malam hari

pembengkakan pada bagian pergelangan kaki, kram otot pada malama hari

Lemah dan lesu, kurang berenergi, Nafsu makan turun, mual, dan muntah ,

Sulit tidur, bengkak seputar mata pada pagi waktu bangun pagi hari atau

mata merah dan berair (uremic red eyes) karena deposit garam kalsium

fosfat yang dapat menyebabkan iritasi hebat pada selaput lendir mata, kulit

gatal dan kering.

8

5. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit gagal ginjal kronik dilakukan

pada stadium dini penyakit gagal ginjal kronik. Upaya pencegahan yang

telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit gagal ginjal dan

kardiovaskular yaitu pengobatan hipertensi (semakin rendah tekanan darah

semakin semakin kecil resiko penurunan fungsi ginjal ) pengendalian gula

darah, lemak darah, anemia penghentian merokok, peningkatan aktivitas

fisik dan pengendalian berat badan (Roesly).

6. Penatalaksanaan Diet Gagal ginjal kronik

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan menurut stadium,

yaitu stadium I, II, III, dan IV. Pada stasium IV dimana terjadi penurunan

fungsi ginjal yang berat tetapi belum menjalani terapi pengganti dialisis

biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien diberikan terapi

konservatif yang meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan

mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara perlahan akan masuk ke

stadium V atau fase gagal ginjal. Status gizi kurang masih banyak dialami

pasien PGK. Penelitian keadaan gizi pasien PGK dengan Tes Kliren

Kreatinin (TKK) ≤ 25 ml/mt yng diberikan terapi konservatif di Poliklinik

Ginjal Hipertensi RSCM, dijumpai 50 % dari 14 pasien dengan status gizi

kurang. Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan

yang kurang sebagai akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah.

Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu

perhatian melalui monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan

makanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya pelayanan dari suatu tim

terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan

lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan

gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar

mencapai status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga

keseimbangn cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai

kualitas hidup yang cukup baik.

9

Penatalaksanaan Diet pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik pre

dialisis stadium IV dengan TKK < 25 ml/mt pada dasarnya mencoba

memperlambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dengan cara

mengurang beban kerja nephron dan menurunkan kadar ureum darah.

Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan terapi

konservatif adalah sebagai berikut: (instalasi Gizi Perjan RS dr. Cipto

Mangunkusumo dan Asosiasi Dietesien Indonesia,2005 )

1. Syarat Dalam Menyusun Diet

Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30

kkal/kg BB, dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut:

Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori Protein

untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak

sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein

dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih

rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut

Diet Rendah Protein. Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai

biologi tinggi/hewani hingga ≥ 60 %, akan tetapi pada saat ini anjuran

cukup 50 %. Saat ini protein hewani dapat dapat disubstitusi dengan

protein nabati yang berasal dari olahan kedelai sebagai lauk pauk untuk

variasi menu.

Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30 %

diutamakan lemak tidak jenuh.

Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari

ditambah IWL ± 500 ml.

Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan

cairan dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara

dengan 1000-3000 mg Na/hari.

Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70

meq/hari

Fosfor yang dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari

Kalsium 1400-1600 mg/hari

10

2. Bahan Makanan yang Dianjurkan

Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau,

kentang, tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.

Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam.

Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani

Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele,

dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang

menyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan

kebutuhan protein tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan

kelemahan sumber protein nabati untuk pasien penyakit ginjal kronik

akan dibahas.

Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele,

margarine rendah garam, mentega.

Sumber Vitamin dan Mineral

Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi

perlu menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan

khusus yaitu dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat

selama 2 jam, setelah itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci

kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah dapat dimasak

menjadi stup buah/coktail buah.

3. Bahan Makanan yang Dihindari

Sumber Vitamin dan Mineral

Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami

hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam,

gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang,

durian, dan nangka.

Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema

dan asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam,

vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan,

dikalengkan dan diasinkan.

11

B. Hemodialisa

Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana

solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori

dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan

dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa.

Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari

plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan

konsentrasiatautekanantertentu.Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997)

hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah

pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat.

Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume

cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan

hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan

perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan

masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat

dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan

dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher &

Wilcox, 1997).

C. Asupan Protein Penderita Gagal Ginjal Kronik

Asupan protein adalah banyaknya zat gizi protein yang dikonsumsi

rata – rata per hari dibandingkan kebutuhan untuk mencapai kebutuhan

normal. Asupan Protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh.

Asupan protein dapat dipengaruhi oleh konsumsi protein yang rendah dalam

diit, asupan makanan yang kurang pengaruh dari melemahnya kekebalan

tubuh. Pengaruh asupan protein disamping asupan kalori memegang peranan

yang penting dalam penanggulangan gizi penderita gagal ginjal kronik,

karena gejala sindrom uremik disebabkan karena menumpuknya katabolisme

protein tubuh.

Asupan protein cukup 1-1,2 gr/kg BB/hari, untuk menjaga

keseimbangan nitrogen dan kehilangan protein selama didialisis. Sekurang-

kurangnya 50% asupan protein berasal dari protein bernilai biologi tinggi,

12

yang lebih lengkap kandungan asam amino escensialnya sumber protein ini

biasanya dari golongan hewani, misalnya telur, daging, ayam, ikan, susu,

kerang dan lain-lain dalam jumlah sesuai anjuran (Roesma,1992).

D. Kadar Ureum Pasien Gagal Ginjal Kronik

Gugusan amino dicopot dari asam amino bila asam itu didaur ulang

menjadi sebagian dari protein lain atau dirombak dan akhirnya dikeluarkan

dari tubuh. Amino transferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan

mengkatalis pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang ikut

serta dalam reaksi-reaksi sintesis. Di lain pihak, deaminasi oksidatif

memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan yang

dilepaskan itu diubah menjadi amoniak. Amoniak diantar ke hati dan disana

ia berubah menjadi ureum melalui reaksi-reaksi bersambung. Ureum adalah

satu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam cairan ekstrasel, tetapi

pada akhirnya ia dipekatkan dalam urin dan diekskresi. Jika keseimbangan

nitrogen dalam keadaan mantap, ekskresi ureum kira-kira 25 gr setiap hari

(Apleton Lange, 2005).

Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara

produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen;

di Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam

darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN

adalah 8-25 mg/dl. Nitrogen menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena

itu konsentrasi ureum dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan faktor

perkalian 2,14. Penetapan ureum tidak banyak diganggu oleh artefak. Pada

pria mempunyai kadar rata-rata ureum yang sedikit lebih tinggi dari wanita

karena tubuh pria memiliki lean body mass yang lebih besar. Nilai BUN

mungkin agak meningkat kalau seseorang secara berkepanjangan makan

pangan yang mengandung banyak protein, tetapi pangan yang baru saja

disantap tidak berpengaruh kepada nilai ureum pada saat manapun. Jarang

sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN dibawah normal.

Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi sebab. Kerusakan

hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah.

13

Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Bila

seseorang menderita penyakit ginjal kronik maka LFG menurun, kadar BUN

dan kreatinin meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (zat nitrogen

dalam darah). Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat

dibandingkan BUN. Hal ini terutama karena BUN dipengaruhi oleh jumlah

protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh (Sylvia dan Price,1995).

E. Kreatinin Pasien Gagal Ginjal Kronik

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatinin. Kreatinin

yang terutama disintesis oleh hati, terdapat hampir semuanya dalam otot

rangka; disana ia terikat secara reversibel kepada fosfat dalam bentuk

fosfokreatin, yakni senyawa penyimpan energi. Reaksi kreatin + fosfat ↔

fosfokreatin bersifat reversibel pada waktu energi dilepas atau diikat. Akan

tetapi sebagian kecil dari kreatin itu secara irreversibel berubah menjadi

kreatin yang tidak mempunyai fungsi sebagai zat berguna dan adanya dalam

darah beredar hanyalah untuk diangkut ke ginjal. Jumlah kreatinin yang

disusun sebanding dengan massa otot rangka; kegiatan otot tidak banyak

mempengaruhi. Nilai rujukan untuk pria adalah 0,6 – 1,3 mg/dl dan untuk

wanita 0,5 – 1 mg/dl serum. Nilai kreatinin pada pria lebih tinggi karena

jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah massa otot wanita

(Mark 2005). Banyaknya kreatinin yang disusun selama sehari hampir tidak

berubah kecuali kalau banyak jaringan otot sekaligus rusak oleh trauma atau

oleh suatu penyakit. Ginjal dapat mengekskresi kreatinin tanpa kesulitan.

Berbeda dari ureum berkurang aliran darah dan urin tidak banyak mengubah

ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan

fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya ekskresi kreatinin oleh

tubuli. Kadar kreatinin dalam darah dan ekskresi kreatinin melalui urin per 24

jam menunjukkan variasi amat kecil; pengukuran ekskresi kreatinin dalam

urin 24 jam tidak jarang digunakan untuk menentukan apakah pengumpulan

urin 24 jam dilakukan dengan cara benar. Kreatinin dalam darah meningkat

apabila fungsi ginjal berkurang. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara

lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secara perlahan, maka

14

ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi

per 24 jam kurang dari normal. Ini bisa didapat pada pasien berusia lanjut

kadar BUN yang meningkat berdampingan dengan kadar kreatinin yang

normal biasanya menjadi petunjuk ke arah sebab ureumnya tidak normal.

Ureum dalam darah cepat meninggi daripada kreatinin bila fungsi ginjal

menurun, pada dialisis kadar ureum lebih dulu turun dari kreatinin. Jika

kerusakan ginjal berat dan permanen, kadar ureum terus-menerus meningkat,

sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar. Kalau kreatinin dalam darah

sangat meningkat, terjadi ekskresi melalui saluran cerna.

F. Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronik

Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari

pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan

indikator yang digunakan (Depkes,2002).

Status Gizi dapat dilakukan dengan cara:

Penilaian Gizi Secara Langsung

1. Antropometri : Antropometri dapat berarti ukuran tubuh manusia.

Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum

digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan antropometri antara lain

dengan penggunaan teknik Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass

Index (BMI). IMT ini merupakan alat atau cara yang sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan. Dengan IMT ini antara lain dapat

ditentukan berat badan beserta resikonya. Misalnya berat badan kurang

dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat

badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif.

15

Berikut contoh penggunaan metode IMT ini untuk mementukan

kondisi berat badan kita. Pada contoh ini akan disampaikan penjelasan

tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal

berdasarkan IMT yang kemudian disesuaikan dengan keseimbangan

konsumsi sehari-hari.

Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan

timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT

hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat

diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dipergunakan formula sebagai

berikut :

Berat Badan (Kg)

IMT = ——————————————————

Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Berdasarkan perhitungan diatas maka akan dapat ditentukan standard

IMT seseorang dengan berpedoman sebagai berikut (Depkes ,2003) :

Tabel 1.Kategori IMT

Kategori Batas Ambang

Underweight < 18.5

Normal 18.5-22.9

Overweight 23-24.9

Obesias I 25.0-30.0

Obesitas II >30.0

Sumber :WHO 2005

2. Klinis : Teknik penilaian status gizi juga dapat dilakukan secara klinis.

Pemeriksaan secra klinis penting untuk menilai status gizi masyarakat.

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada

jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut

16

dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan

tubuh seperti kelenjar tiroid.

3. Biokimia : Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan

melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja,

jaringan otot, hati.

4. Biofisik : Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini secara umum

digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik

(epidemic of night blindnes).

G. Asupan protein hewani dan nabati dengan kadar ureum pasien gagal

ginjal kronik hemodialisa

BUN merupakan sampah dari pemecahan protein. BUN dipengaruhi

oleh jumlah protein dalam diet, fungsi residual renal, efisiensi HD, dan

katabolisme. Melalui HD, BUN dibuang. Pemeriksaan BUN sering dipakai

untuk menilai hubungan faal ginjal dengan diet yang diberikan kepada

Pasien (Suhardjono dkk ,2001).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan didapatkan protein dari

kedelai dapat menurunkan proteinuria, hiperfiltrasi, dan proinflamato

cytokines yang diperkirakan dapat menghambat penurunan fungsi ginjal

lebuh lanjut. Penelitian lain mengenai diet dengan protein nabati pada pasien

PGK adalah dapat menurunkan ekresi urea, serum kolesterol total dan LDL

sebagai pencegah kelainan pada jantung yang sering dialami pada pasien

PGK. Pada binatang percobaan dengan penurunan fungsi ginjal yang diberi

casein dibandingkan dengan protein kedelai setelah 1-3 minggu didapatkan

menunda penurunan fungi ginjal lebih lanjut.

17

H. Asupan protein hewani dan nabati dengan kreatinin pasien gagal ginjal

kronik hemodialisa

Kreatinin plasma merupakan indikator massa otot dan status gizi.

Anabolit ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme dari

metabolisme protein yang diekskresikan lewat urin. Meskipun asupan protein

mempengaruhi kreatinin, namun pengaruhnya tidak langsung karena kreatinin

disintesis dari kretin dengan menggunakan asam amino essensial prekursor

kreatinin, yaitu arginin dan glisin (Massry,2004).

Kadar ureum darah (BUN) dan kreatinin meningkat, dan biasanya

penderita akan mengalami kelelahan, hilang nafsu makan, mual dan muntah.

Jika keadaan sudah demikian,yang perlu dibatasi adalah cairan (maksimal

500-1000ml/hari), protein (difokuskan pada protein dengan nilai biologis

tinggi), natrium dan kalium (Fatimah, 2008).

I.Kerangka Teori

Gagal ginjal kronik

Asupan Gizi

Kadar ureumdan Kreatinin

Asupan proteinnabati

Asupan proteinhewani

Hemodialisa

18

J.Kerangka Konsep

K. Hipotesis

a) Ada hubungan asupan protein hewani dengan kadar ureum pasien gagal

ginjal kronik hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang .

b) Ada hubungan asupan protein nabati dengan kadar ureum pasien gagl

ginjal kronik hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang

c) Ada hubungan asupan protein hewani dengan kadar kreatinin pasien gagal

ginjal kronik hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang

d) Ada hubungan asupan protein nabati dengan kadar kreatinin pasien gagal

ginjal kronik hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang .

Kadar ureum

Kreatinin

Asupan proteinhewani

Asupan proteinnabati