adenotonsilitis Kronik

30
LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP Adenotonsilitis Kronik Ilmu Kesehatan THT Disusun Oleh dr. Yesi Nurwidiyastuti

description

sssss

Transcript of adenotonsilitis Kronik

Page 1: adenotonsilitis Kronik

LApoRAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

Adenotonsilitis Kronik

Ilmu Kesehatan THT

Disusun Oleh

dr. Yesi Nurwidiyastuti

Page 2: adenotonsilitis Kronik

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

ADENOTONSILITIS KRONIK

Disusun Oleh :

dr. Yesi Nurwidiyastuti

RSUD SINJAI

SINJAI

2015

2

Page 3: adenotonsilitis Kronik

BAB I

PENDAHULUAN

Adenotonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita

ISPA atau karenaadenotonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan. Berdasarkan

data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi

adenotonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.1

Insiden di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret

1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan.3

Secara klinis pada adenotonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok

atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun,

nyeri kepala dan badan terasa demam.4

Gejalanya dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur; gejala yang umum pada

anak adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar

yang kurang baik.3,5 Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari

hasil atau prestasi belajarnya.6 Indikasi tonsilektomi adalah sebagai fokus infeksi, kualitas

hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman.7

Belajar adalah aktivitas (usaha dengan sengaja) yang dapat menghasilkan perubahan

berupa kecakapan baru pada diri individu. Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain kondisi fisiologis dan psikologis diri individu. Perubahan perilaku akibat

belajar tersebut menandai keberhasilan proses belajar dan mengajar dan digunakan sebagai

indikator prestasi belajar.

Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa tonsilitis kronik dapat mengganggu

kondisi fisiologis dan psikologis anak sehingga dapat mengganggu proses belajar.8

3

Page 4: adenotonsilitis Kronik

BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : AN. AA

Umur : 9 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar SD

Masuk RS : 27 – 7 – 2015

Alamat : Sinjai

2. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 27 Juli 2015, pukul 20.00 WIB

Keluhan utama : Sering nyeri menelan sejak 3 bulan SMRS

Keluhan tambahan : pilek, napas bau, tidur sering mengorok

Riwayat Penyakit Sekarang :

3 bulan SMRS, pasien mengeluh sering nyeri menelan yang hilang timbul.

Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh

perasaan tidak enak di tenggorokan. Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri

menelan disertai dengan sering demam, batuk, pilek dengan lendir putih yang

kumat-kumatan dan hidung tersumbat, Keluhan nyeri menelan jika mengkonsumsi

makanan padat seperti nasi, tetapi tidak ada keluhan jika mengkonsumsi cairan.

Keluhan dirasa semakin hebat bila pasien mengkonsumsi makanan pedas dan

gorengan. Menurut orang tuanya, pasien saat tidur mengorok tetapi tidak sampai

terbangun, ada malas belajar dan lesu. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua

telinga, tidak ada kurang pendengaran dan tidak ada sakit kepala. Oleh

orangtuanya, pasien diberi obat flu yang dibeli di warung, pasien merasa baikan

namun kambuh lagi.

1 bulan SMRS, pasien pergi berobat ke dokter spesialis THT. Setelah

diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan disarankan

untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun pasien belum mau

dioperasi dan lebih memilih untuk diberi pengobatan mengurangi gejala.

3 hari SMRS, pasien masih sering nyeri menelan dirasakan terutama saat

menelan makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan

4

Page 5: adenotonsilitis Kronik

bau mulut. Tidak ada keluhan pilek dan hidung tersumbat, Tidak ada keluhan

nyeri hebat yang menyebabkan sulit membuka mulut ataupun suara yang serak.

Tidak ada keluhan telinga berdenging, terasa penuh, nyeri telinga, ataupun

pendengaran berkurang.

1 hari SMRS, direncanakan operasi pengangkatan amandel.

Sejak 1 tahun SMRS, pasien mengeluh nyeri menelan yang hilang timbul.

Nyeri menelan terutama dirasakan saat menelan makanan padat disertai demam,

batuk, pilek yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat selama 1 tahun dalam

setahun lebih dari lima kali serangan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat (-), asma (-), maag (-), hipertensi(-), diabetes mellitus(-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa (-), alergi (-), asma(-), maag (-), hipertensi(-), diabetes

mellitus (-).

3. PEMERIKSAAN OBYEKTIF

Status Presens

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi : Cukup

Nadi : 80 x/menit

Tensi : 120/80 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 37 O C

Kepala dan Leher

Kepala : normocephal

Wajah : Simetris

Leher anterior : KGB tidak teraba membesar

Leher posterior : KGB tidak teraba membesar

Status Lokalis

5

Page 6: adenotonsilitis Kronik

1. Telinga

Dextra Sinistra

Auricula Bentuk (N), Nyeri tekan

(-)

Bentuk (N), Nyeri tekan

(-)

Preauricula Fistel (-), Abses (-),

Hiperemis (-), Nyeri tekan

(-) Tragus pain (-)

Fistel (-), Abses (-),

Hiperemis (-), Nyeri tekan

(-), Tragus pain (-)

Retroauricula Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

Mastoid Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

CAE Hiperemis (-), udema (-),

Corpus alineum (-)

Discharge (-)

Hiperemis (-), udema (-),

Corpus alineum (-)

Discharge (-)

Membran tympani :

Dextra Sinistra

Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak

Reflex cahaya (+) (+)

Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan

Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)

Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan pemeriksaan.

2. Hidung dan sinus paranasal

a. Hidung

Dextra Sinistra

Hidung Bentuk normal Bentuk normal

Sekret Mukoserous Mukoserous

Mukosa konka media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-),

hipertrofi(-)

Mukosa konka

inferior

Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-),

hipertrofi(-)

6

Page 7: adenotonsilitis Kronik

Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-),

hipertrofi(-)

Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-),

hipertrofi(-)

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

Massa (-) (-)

Pemeriksaan rutin khusus : tidak dilakukan pemeriksaan

b. Sinus Paranasal

Dextra Sinistra

Infraorbita :

Supraorbita :

Glabella : Tidak dilakukan pemeriksaan

Diafanoskopi :

Lain-lain :

3. Tenggorok

Orofaring

Mukosa bucal : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar

Ginggiva : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar

Gigi geligi : Warna kuning gading, caries (-),

gangren(-)

Lidah 2/3 anterior : Dalam batas normal

Arkus faring : Simetris (+), hiperemis (-)

Palatum : Warna merah muda

Dinding posterior orofaring : Hiperemis (-), granulasi (-)

Tonsil :

Dextra Sinistra

Ukuran T2 T2

Kripte Melebar Melebar

Permukaan Tidak rata Tidak rata

Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)

7

Page 8: adenotonsilitis Kronik

Detritus (+) (+)

Fixative (-) (-)

Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Pilar anterior Kemerahan Kemerahan

Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan

Nasofaring

Discharge : Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Adenoid : Tidak hipertrofi

Massa : (-)

Laringofaring

Mukosa :

Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lain-lain :

Laring

Epiglotis :

Plica vocalis :

- Gerakan :

- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Tumor :

Massa :

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Laboratorium

Hb : 12,9 g/dl

Leukosit : 8,9 10^3/ ul

Ht : 39

Trombosit 288000/ul

LED : 9 mm/jam

GDS 97 mg/dl

5. RESUME

8

Page 9: adenotonsilitis Kronik

Pemeriksaan Subjektif : Seorang anak perempuan usia 9 tahun datang dengan

keluhan hilang timbul selama 1 tahun : Odinofagia residif, frekuensi > 5 kali/tahun,

perasaan tenggorokan tidak nyaman (+), batuk dan pilek (+), febris (+). Sulit

konsentrasi (+), Nyeri menelan saat makanan padat (+), Tidak nyeri menelan saat

mengkonsumsi cairan. cephalgia (-), malaise (+), snoring (+), sleep apneu(-), halitosis

(+). Riwayat rhinorea (-), obstruksi cavum nasi (-), trismus (-), disfonia (-), tinitus low

frequence (-), otalgia (-), hearing loss(-).RPD: Riwayat alergi obat (-), asma (-), maag

(-), hipertensi(-), diabetes mellitus(-).Riwayat Penyakit Keluarga :Riwayat penyakit

serupa (-), alergi (-), asma(-), maag (-), hipertensi(-), diabetes mellitus (-).

Pemeriksaan objektif = Tonsil : T3/T3 hiperemis, kripte melebar, tidak rata,

detritus (+)

Pemeriksaan lab = Pemeriksaan darah rutin = Hb : 12,9 g/dl, Leukosit : 8,9

10^3/ ul, Ht : 39, Trombosit 288000/ul, Kimia : GDS 97 mg/dl.

6. DIAGNOSA BANDING

- Adenotonsilitis kronis

- Tonsilofaringitis kronis

7. DIAGNOSA SEMENTARA :

Adenotonsilitis kronis

Dasar diagnosis : Odinofagia residif selama 1 tahun dengan frekuensi > 6 kali/tahun,

perasaan tenggorokan tidak nyaman (+), batuk dan pilek (+), febris (+). Sulit

konsentrasi (+), Nyeri menelan saat makanan padat (+), Tidak nyeri menelan saat

mengkonsumsi cairan. malaise (+), snoring (+), sleep apneu(-), halitosis (+).

Pemeriksaan Fisik :Tonsil : T3/T3 hiperemis, kripte melebar, tidak rata,

detritus+

8. ANJURAN

Adenotonsilektomi

9. PROGNOSIS

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Ad Functionam : Dubia ad bonam

Ad Vitam : Dubia ad bonam

9

Page 10: adenotonsilitis Kronik

10. PENATALAKSANAAN

Medika Mentosa pre operatif:

- IVFR RL 12 tetes per menit

- Cefotaxime 1,3 gr / 12 jam / iv

Non Medika Mentosa post operatif :

- Kompres es pada luka

- Diet bubur saring

Medikamentosa post operatif :

- IVFD RL : D5% = 1:1 24 tetes per menit

- Antibiotika Injeksi Ceftrisxone 1,3 gr/12 jam/iv

- Antiinflamasi : Injeksi Dexamethasone 1 gr/12jam/iv

11. KOMPLIKASI

- Abses peritonsiler

- (Tonsilo) Faringitis

- Oklusi tuba kronik : OMA, OMSK.

- Adenotonsilitis, rhinitis kronik, sinusitis

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: adenotonsilitis Kronik

I. ANATOMI TONSIL

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria

membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran

pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini

melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada

cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada

umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa

pubertas.8

Gambar 1 : Cincin Waldeyer

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-

kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa

dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s). 8,9

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang

terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi

membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring.

Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae

Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla

terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis

jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan

tonsilla lingualis. 8,9

11

Page 12: adenotonsilitis Kronik

Gambar 2. Tonsil Palatina

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior. A. carotis

interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.

Gambar 3. Anatomi normal Tonsil Palatina

Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk

triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi

12

Page 13: adenotonsilitis Kronik

dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah-

kavum mastoid pada bagian lateral.9

Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan

terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi.

Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam

antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai

pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul

sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi

lingkungan.8

Gambar 4. Adenoid

Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas

anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot

konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang

disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa

tonsil.9

Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran

jaringan ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar

yang kemudian membentuk septa. 9

Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah

bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.

Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara

pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang

berasal dari otot palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat

13

Page 14: adenotonsilitis Kronik

pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya

sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9

Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.

maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A.

palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.

lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden. Arteri tonsilaris

berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang

untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-

cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden

juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior.

Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika

anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau

"lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan

membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil

membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. 9,10

Gambar 5. Pendarahan Tonsil

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah

bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening

servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening

selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.

14

Page 15: adenotonsilitis Kronik

Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui

ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus

(N. IX). 9,10

Gambar 6. Sistem Limfatik kepala dan leher

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan

patogen, selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi

terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-

positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu

respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun

tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang

merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya

berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten

mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi

material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik

Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel

kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun

berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa

migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high

endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.

15

Page 16: adenotonsilitis Kronik

II. HISTOLOGI TONSIL

Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau

trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel

germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan

interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).9

Gambar 7. Gambaran Histologi Tonsil

III. DEFINISI TONSILITIS KRONIS

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut yang

terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada

anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang

keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan

yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus. 10

Gambar 8. Tonsilitis

16

Page 17: adenotonsilitis Kronik

IV. ETIOLOGI TONSILITIS KRONIS

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari

Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of the

Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :

25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada

masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi

dalam serum penderita.

25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak

menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.

V. FAKTOR PREDISPOSISI

Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu : 10

Rangsangan kronis (rokok, makanan)

Higiene mulut yang buruk

Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

Alergi (iritasi kronis dari allergen)

Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat. 

VI. MANIFESTASI KLINIS

Umumnya penderita sering mengeluh karena serangan tonsilitis akut yang

berulang ulang, nyeri yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri

menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa

kering dan pernafasan berbau.

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis

yang mungkin tampak, yakni :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan

sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti

keju.

2. Tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil

bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan ditutupi eksudat yang

purulen.

17

Page 18: adenotonsilitis Kronik

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur

jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua

tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : 10

T0  : Tonsil masuk di dalam fossa

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4  : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring 

VII. DIAGNOSIS

Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut

1. Anamnesa

Keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan,

nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri

pada leher.

2. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian

kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-

kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti

keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. 

3. Pemeriksaan Penunjang

Kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab

sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang

rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus,

atau Pneumokokus. 10

VIII. KOMPLIKASI

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke

daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.

Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 10

1) Komplikasi sekitar tonsil

Peritonsilitis : Peradangan berat pada tonsil dan daerah sekitarnya tanpa

adanya trismus dan abses.

18

Page 19: adenotonsilitis Kronik

Abses Peritonsilar (Quinsy) : Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang

peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang

mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

Abses Parafaringeal : Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui

aliran getah bening atau pembuluh darah.

Abses Retrofaring : Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.

Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang

retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

Kista Tonsil : Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh

jaringan fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil

berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil) : Terjadinya deposit kalsium fosfat dan

kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang  membentuk bahan keras seperti

kapur.

2) Komplikasi Organ jauh

Demam rematik dan penyakit jantung rematik

Glomerulonefritis

Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

Artritis dan fibrositis.

IX. PENATALAKSANAAN

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan

tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-

gejala.

Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama,

irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris

dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan

dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.

 Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh

Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan

tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague

dari Rheims (1757).

19

Page 20: adenotonsilitis Kronik

KESIMPULAN

Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita

ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa

tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.

Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang

berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus

tersebut maka akan timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau

peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang

terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada

anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang

keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan

yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.

Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok

atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan

menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan

tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-

gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi,

kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: adenotonsilitis Kronik

1. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan saluran Nafas Bagian

Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.

Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194-224.

2. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan

pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL,

Palembang, 2001: 8-12.

3. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr. Kariadi

Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan, 1980: 249-55.

4. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil dan

jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi. Kumpulan naskah

ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999: 193-205.

5. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed.. Philadelphia:

WB Saunders Co; 1959: 239-57.

6. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome :http://www.emedicine.com/ped/topic

1630.htm.2002.

7. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep apnea.

Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16

8. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed.

Edisi Bahasa   Indonesia, EGC, Jakarta,  2001; 263-368

9. Snell,Richard S, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa

Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.

10. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183

21