Nyeri Kronik

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya. Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan factor utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri.dokter hamper semata- mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri alas an yang paling sering diberikan oleh klien ditanya kenapa berobat. 1,2 Sakit kronis merupakan nyeri yang masih muncul bahkan lama setelah tubuh telah sembuh. Kadang-kadang, orang yang 1

description

Nyeri Kronik

Transcript of Nyeri Kronik

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.

Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan factor utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri.dokter hamper semata-mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri alas an yang paling sering diberikan oleh klien ditanya kenapa berobat.1,2Sakit kronis merupakan nyeri yang masih muncul bahkan lama setelah tubuh telah sembuh. Kadang-kadang, orang yang memiliki sakit kronis tidak tahu apa penyebabnya. Namun, nyeri ini sering muncul pada kondisi seperti radang sendi, fibromyalgia dan kanker. Seiring dengan rasa tidak nyaman, sakit kronis dapat menyebabkan rendah diri, depresi dan kemarahan. Hal ini juga dapat mengganggu aktivitas harian.1,2,3

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 DEFINISI

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Suatu keadaan dikatakan nyeri kronik jika nyeri menetap lebih dari 6 bulan.3,4Nyeri kronis tidak mempunyai tanda-tanda dan gejala klinis yang jelas, sehingga patofisiologi yang mendasarinya biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik atau radiologis. Nyeri kronis dapat muncul dari lokasi viscera, jaringan miofasial, atau penyebab-penyebab neurologis, dan biasanya dibedakan menjadi nyeri maligna (kanker atau keganasan) dan nyeri non-maligna (jinak). 2,3,5

2.2 KLASIFIKASIa. Nyeri kanker

Nyeri kronis maligna merupakan kombinasi dari beberapa komponen nyeri akut, intermiten dan kronis. Nyeri kanker dapat muncul pada tempat/situs primer kanker sebagai akibat ekspansi tumor, penekanan/kompresi saraf, atau infiltrasi oleh tumor, obstruksi maligna, atau infeksi pada ulkus maligna. Nyeri juga dapat muncul pada tempat metastase yang jauh. Selain itu, terapi kanker dengan tindakan bedah, kemoterapi, dan radiasi juga dapat menimbulkan mukositis, gastroenteritis, iritasi kulit, dan nyeri lain yang berakitan.2,3,5 b.Nyeriinon-kanker iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiioooooooooo Nyeri kronis non-kanker dapat dibedakan menjadi 2 subtipe utama: nyeri neuropati dan nyeri muskuloskeletal. Nyeri neuropati dapat bersifat idiopatik atau dapat juga muncul dari lokasi tertentu atau umum pada jejas saraf. Awitannya dapat terjadi seketika setelah jejas atau setelah jeda waktu tertentu). Nyeri neuropati dapat bersifat konstan dan menetap. Selain nyeri yang terus menerus, juga dapat terjadi nyeri yang tumpang tindih, hilang-muncul (intermitten), nyeri seperti syok, yang seringkali dicirikan dengan sensasi nyeri yang tajam, seperti tersengat listrik/elektrik, mengejutkan, seperti disobek/robek, atau kejang Contoh sindroma nyeri neuropati kronis adalah neuralgia pascaherpes, neuropati diabetik, neuralgia trigeminal, nyeri pascastroke, dan nyeri phantom (yaitu rasa nyeri pada bagian tubuh yang telah diamputasi).2,4,5

Nyeri muskuloskeletal muncul dari jaringan otot, tulang, persendian atau jaringan ikat. Nyeri ini dapat diakibatkan oleh jejas idiopatik atau iatrogenik. Sindroma nyeri muskuloskeletal kronik yang umum adalah nyeri yang berkaitan dengan penyakit inflamasi otot misalnya polimyositis (penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan edema, inflamasi, dan degenerasi otot) dan dermatitis dan juga nyeri yang berkaitan dengan penyakit persendian misalnya arthritis

Nyeri juga merupakan mekanisme protektif bagi tubuh. Nyeri muncul ketika jaringan tubuh sedang dirusak sehingga tubuh memberikan reaksi untuk menghilangkan atau menghindari rangsangan nyeri tersebut, misalnya bila tangan menyentuh bara api maka pada orang normal akan merasakan panasnya bara api kemudian secara spontan akan menjauhkan tangan dari sumber panas tersebut jadi rasa nyeri yang muncul membuat kerusakan jaringan yang lebih lanjut dapat dihindari.3,5,6

2.3 FISIOLOGI NYERIReseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.2,3,5,6

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.a. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :1. Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.2. Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.b. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.c. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.1,3,4Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:Resepsi : proses perjalanan nyeriPersepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeriReaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeriFisiologi Nyeri :1. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas elektrik reseptor terkait. Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer. Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2.1,3,6

2. Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Ada dua jenis transmisi saraf :a) Ionotropik dimana mediator bekerja langsung pada pintu ion ke dalam sel. Ciri jenis transmisi itu adalah (i) proses berlangsung cepat dan (ii) masa proses singkat.b) Metabotropik dimana mediator bekerja lewat perubahan biokimia pada membrane post-sinaps. Ciri transmisi cara ini adalah (i) lambat dan (ii) berlangsung lama. Prostaglandin E 2 termasuk dalam golongan metabotropik; Hiperalgesia karena prostaglandin E 2 terjadi lambat tapi berlangsung lama. Morfin dan obat-opiat lainnya juga masuk golongan metabotropik, tetapi obat-obat ini menghambat hiperalgesia bekerjanya juga lambat dan berlangsung lama. Trauma mekanik rupa-rupanya langsung merusak integritas membran dan tergolong ionotropik , bersama bradykinin. Rasa nyeri timbul cepat dan berlangsung singkat, kecuali bila kerusakan yang ditimbulkannya hebat tentu rasa nyeri dapat berlangsung lama.3. Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto). Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis.2,4,5

Analgesik endogen meliputi :- Opiat endogen- Serotonergik- Noradrenergik (Norepinephric)Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang.2,3,6 4. Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto). Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi.Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi.3,4,6a. TEORI PENGONTROLAN NYERI (GATE CONTROL THEORY)Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin.2,3,4,6

2.4 PATOFISIOLOGI NYERI KRONIKJaras paleosinoltalamikus adalah sistem yang menjalarkan rasa nyeri terutama dari serabut tipe C lambat-kronik perifer, walaupun jaras ini menjalarkan beberapa sinyal dari serabut tipe A juga. Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer berakhir di dalam medula spinalis hampir di seluruhnya di lamina II dan III kornu dorsalis, yang bersama-sama disebut substansia gelatinosa. Sebagian besar sinyal kemudian melewati satu atau lebih neuron serabut pendek tambahan di dalam kornu dorsalisnya sebelum terutama memasuki lamina A, juga di kornu dorsalis. Di sini, neuron-neuron berakhir dalam rangkaian merangsang akson-akson panjang yang sebagian besar menyambungkan serabut-serabut dari jaras rsa nyeri cepat, yang mula-mula melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari medula spinalis, kemudian naik ke otak dalam jaras anterolateral.3,5Percobaan penelitian menunjukkan bahwa ujung serabut nyeri tipe C yang memasuki medula spinalis mungkin mengeluarkan transmiter glutamat dan transmiter substansi P. Substansi P dilepaskan lebih lambat. Walaupun secara terperinci belum diketahui, sepertinya telah jelas kalau glutamat berperan dalam menjalarkan rasa nyeri cepat ke dalam sistem saraf pusat, dan substansi P berhubungan dengan rasa nyeri lambat kronik.2,3,6Jaras paleosinotalamikus lambat-kronik berakhir secara luas dalam batang otak. Hanya sepersepuluh sampai seperempat serabut yang melewati seluruh jalur ke talamus. Namun demikian, serabut-serabut ini kebanyakan berakhir di satu dari tiga derah berikut: (1) nukleus retikularis medula, pons, dan mesensefalon (2) area tektal dari mesensefalon dalam sampai kolikuli superior dan inferior, atau (3) daerah periakueduktus substansia grisea, yang mengelilingi aqueduktus sylvii. Daerah yang lebih rendah dari batang otak ini tampatknya penting untuk merasakan rasa nyeri , karena hewan yang otaknya mengalami pemotongan di atas mesensefalon untuk menghambat semua sinyal rasa nyeri dalam mencapai serebrum masih menunjukkan dengan jelas bukti-bukti yang tidak dapat disangkal dari rasa nyeri batang otak, banyak neuron berserabut pendek yang memancarkan sinyal nyeri naik ke intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke dalam bagian tertentu hipotalamus dan daerah basal lain dari otak.2,3,4

2.5 MANIFESTASI KLINISPasien dengan nyeri kronik tidak atau kurang memperlihatkan hiperaktifitas autonom tetapi memperlihatakan gejala iritabilitas, kehilangan semangat, dan gangguan konsentrasi. Nyeri kronik sering mempengaruhi semua aspek kehidupan pengidapnya, menimbulkan distress dan kegalauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan social. Banyak factor terlibat dalam timbulnya nyeri kronik, temasuk factor organic, psikologi, social dan lingkungan.Sindrom nyeri kronik biasnya memiliki kausa organic, tetapi kepribadian dan status psikologi pasien mempengaruhi perkembagannnya. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan nyeri kronik kausa organic sangat bervarisi, sindrom nyeri kronik sering disertai oleh gejala rasa cemas, insomnia, dan depresi dengan depresi dengan gejala tersering.1,2,4,6,7

KarakterisitkNyeri akutNyeri kronik

Awitan dan durasiAwitan mendadak, durasi singkat kurang dari 6 bulanAwitan bertahap, menetap, lebih dari 6 bulan

intensitasSedang sdampai parahSedang sampai parah

kausaSpesifik, dapat diidentifikasi secara biologisKausa mungkin jelas mungkin tidak

Respon fisiologiHiperaktifitas outonom yang dapat diperkirakan : meningktanya tekanan darah, nadi, dan nafas, dilatasi pupil, pucat, mual muntahAktifitas autonom normal

Respon emosi/prilakuCemas, tidak mampu berkonsentrasi, gelisag, mengalami distress tetapi optimis nyeri akan hilangDepresi dan kelelahan, immobilisasi atau inaktifas fisik, menarik diri dari lingkungan social, tidak melihat adanya harapan akan kesembuhan, memperkirakan nyeri akan lama

Respon terhadap analgesikMeredakan nyeri secara efektifSering kurang dapat meredakan nyeri

Tabel . Karakterisitik Nyeri Akut Kronik

2.6 TATALAKSANAa.iiTerapiiiFisik

Terapi fisik (Physical Therapy), dalam hubungannya dengan terapi okupasi (Occupational therapy), memiliki peran penting dalam restorasi fungsional untuk pasien dengan sindrom nyeri kronis. Tujuan dari program PT adalah untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas secara bertahap dimulai dengan latihan meluncur lembut . Pasien biasanya enggan untuk berpartisipasi di PT karena nyeri intens.

Seorang diri diarahkan atau terapis-program yang diarahkan PT adalah penting dan harus individual untuk kebutuhan setiap pasien dan tujuan.

Teknik PT mencakup aplikasi panas atau dingin, posisi, latihan peregangan, traksi, pijat, terapi ultrasound, stimulasi saraf transkutan listrik (TENS), dan manipulasi. Panas, pijat, dan peregangan dapat digunakan untuk mengurangi kontraksi otot berlebih dan nyeri. Intervensi lainnya harus ditawarkan untuk memungkinkan lebih percaya diri dan kenyamanan ketika pasien tidak kemajuan dalam jumlah waktu yang wajar. Pengobatan dgn memberi pekerjaan tertentu.2,6,7

PL sangat penting untuk memulai pengukuran aktif lembut dan teknik desensitisasi awal dengan pasien yang memiliki sakit kronis, sindrom nyeri terutama daerah kronis.

Terapi rekreasi dapat membantu pasien dengan nyeri kronis ambil bagian dalam kegiatan menyenangkan yang membantu mengurangi nyeri. Pasien menemukan kenikmatan dan sosialisasi dalam kegiatan rekreasi yang sebelumnya hilang atau baru. Biasanya, pasien dengan nyeri kronis adalah depresi karena rasa sakit. Rekreasi terapis mungkin memainkan peran penting dalam proses pengobatan karena mereka membantu memungkinkan pasien untuk menjadi aktif.2,3,6

b.iiFarmakoterapi Farmakoterapi terdiri dari terapi simtomatik gagal (untuk menghentikan atau mengurangi keparahan eksaserbasi akut) dan terapi jangka panjang untuk nyeri kronis. Awalnya, nyeri dapat merespon OTC analgesik sederhana, seperti parasetamol, ibuprofen, aspirin, atau naproxen. Jika pengobatan tidak memuaskan, penambahan modalitas lain atau penggunaan obat resep dianjurkan. Jika mungkin, hindari agonis opiat barbiturat atau. Juga, mencegah penggunaan jangka panjang dan berlebihan dari semua analgesik gejala karena risiko ketergantungan dan penyalahgunaan.

Tizanidine dapat meningkatkan fungsi penghambatan pada SSP dan dapat memberikan bantuan terhadap nyeri. Amitriptyline (Elavil) dan nortriptyline (Pamelor) adalah antidepresan trisiklik (TCA) yang paling sering digunakan untuk mengobati nyeri kronis. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil), dan sertraline (Zoloft) umumnya diresepkan oleh banyak dokter. Antidepresan lain, seperti doksepin, desipramin protriptyline, dan buspirone, juga dapat digunakan.

Sebuah studi Perancis menemukan bukti bahwa botulinum tipe toksin A (BoNT-A) memiliki efek analgesik langsung ketika diberikan kepada pasien dengan nyeri neuropatik kronis (melakukan tindakan yang independen efek pada otot). Akibatnya., Penulis studi tersebut menyarankan bahwa BoNT-mungkin memiliki "indikasi baru" dalamiianalgesia.3,7

Kroenke dkk mempelajari kombinasi intervensi farmakologis dan perilaku untuk meningkatkan depresi dan rasa sakit. Pasien (n = 250) dengan punggung rendah, pinggul, atau sakit lutut selama 3 bulan atau lebih yang juga memiliki depresi moderat secara acak ditugaskan untuk kombinasi terapi atau perawatan biasa. Terapi kombinasi terdiri dari terapi antidepresan dioptimalkan (12 minggu), diikuti oleh intervensi untuk nyeri dalam fase pengelolaan diri (12 minggu), dan fase lanjutan (6 bulan). Depresi ditingkatkan dalam 37,4% dari kelompok terapi kombinasi (yaitu, 50% atau penurunan lebih besar dalam depresi) dibandingkan dengan kelompok dengan perawatan biasa (16,5%). Keparahan nyeri berkurang 30% atau lebih pada kelompok kombinasi (41,5%) dibandingkan dengan kelompok dengan perawatan biasa (17,3%).

Sebuah studi oleh Gianni dkk memandang sistem pengiriman transdermal buprenorfin (BTDS) untuk efeknya pada kronis, nyeri noncancer. Sementara tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menguji nilai kognitif dan fungsional pada populasi lanjut usia yang dirawat dengan BTDS, sebuah temuan sekunder terkait dengan penggunaannya adalah aktivitas analgesik yang efektif dan keselamatan BTDS pada pasien usia lanjut. Ada perbaikan dalam suasana hati dan kembalinya sebagian kegiatan, tanpa berpengaruh pada kemampuan kognitif dan perilaku.3,7

1. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS)Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.3,7

Gambar 2.1 : Origin and effects of prostaglandinsa. SalicylatesAspirin mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung( intoleransi ).Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok ( minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).2,3,7

b. p-Aminophenol DerivativesAcetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna.Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala,mialgia,nyeri pasca persalinan dan keadaan lain.efek samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.c. Indoles and Related CompoundsObat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen,diare, pendarahan saluran cerna,dan pankreatitis.serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.2,3,7d. Fenamates Merupakan turunan asam fenamat ,mempunyai waktu paruh pendek,efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya.obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. dikontraindikasikan pada kehamilan.e.Arylpropionic Acid DerivativesTersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang.obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung ,angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping,gejala saluran cerna.f. Pyrazolone DerivativesUntuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik,anemia hemolitik,dan nekrosis tubulus ginjal.2,3,7G. Oxicam derivativesMerupakan AINS dengan struktur baru.waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.efek sampingnya meliputi tinitus ,nyeri kepala,dan rash.h. Acetic Acid Derivativesobat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi,analgetik, dan antipiretik. waktu parunya pendek. dianjurkan untuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna,dan tukak lambung. i. Miscellaneous Agentsobat ini mempunyai waktu paruh yang panjang.obat ini memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.2,3,7

2. Analgetik opioidAnalgetik opiad merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin2. Tanpa bahaya adiksiAnalgetik opiad mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.2,3,7Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid , , , , . (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or orphan opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).Reseptor memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor 2 memediasi efek depresan pernafasan.2,3,7Reseptor yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap opioid. reseptor telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor dan reseptor menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor selektif untuk opioid analgesic.Mekanisme umumnya :Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.2,3Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya: Analgesik medullary effect Miosis immune function and Histamine Antitussive effect Hypothalamic effect GI effectEfek samping yang dapat terjadi: Toleransi dan ketergantungan Depresi pernafasan Hipotensi dllAtas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:1. Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor , ). Contoh: Morfin, fentanil2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol.3,61. Agonis Kuata. FenantrenMorfin, Hidromorfin ,dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat .b. FenilheptilaminMetadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut,potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfinLevometadil asetat merupakan Turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadonc. FenilpiperidinMeperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada ,mempunyai efek antimuskarinik.subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil.d. Morfinan Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin.3,6

2.Agonis Ringan sampai sedanga. FenantrenKodein,Oksikodoa,dihidrokodein, dan hidrokodon,semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin,atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin,penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.b. FenilheptilaminPropoksifen aktivitas analgesiknya rendah,misalnya 120 mg propoksifen = 60 mg kodeinc. FenilpiperidinDifenoksilat dan metabolitnya,difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik,digunakan sebagai kombinasi dengan atropin.Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.3,63. Mixed Opioid AgonistAntagonists or Partial Agonistsa. FenantrenNalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasanBuprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu.Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin,mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.3,6b. MorfinanButorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen ,merupakan suatu agonis reseptor kapa. c. BenzomorfanPentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah.Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua.Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa,mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin.3,6 4. Antagonis Opioid Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N,mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu,dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain.Penggunan utama nalokson adalah untuk pengubatan keracunan akut opioid,masa kerja nalokson relatif singkat, Sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang,untuk program pengobatan penderita pecandu .individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid ,antagonis akan efektif menormalkan pernapasan,tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus,dan lain-lain.5. Drugs Used Predominantly as AntitussivesAnalgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk.Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan,Kodein, Levopropoksifen.3,6

BAB IIIKESIMPULAN

Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu: tranduksi/ transduction, transmisi/transmission, modulasi/ modulation, dan persepsi/perception sedangkan dimensi nyeri meliputi: dimensi fisiologi, sensori, afektif, cognitive, dan behavior (perilaku) serta dimensi socialkultural sebagai dimensi keenam dalam multidimensional dari fenomena nyeri. Pemahaman yang baik tentang mekanisme timbulnya nyeri dan dimensidimensi nyeri secara holistik akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam memilih tindakan pengobatan dan perawatan yang tepat dalam mengatasinyeri.

DAFTAR PUSTAKA

1. International Association for the Study of Pain (IASP) (2002). What causes cancer pain? Retrieved December 12, 2005, from http://www.iasppain. org/PCU02-2.html2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 5. EGC. Jakarta. 2002 3. Ropper, Allan H.. Adams and victors. Principles of neurology. MCGRAW-Hill Medical Publishing Division. New York. 20054. Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 2002 5. Andersson HI, Ejlertsson G, Leden I, Schersten B. Musculoskeletal chronic pain in general practice. Studies of health care utilisation in comparison with pain prevalence. Scand Prim Health Care 1999;6. Singh,Manish K, Chronic Pain Syndrome. Retrieved August 1, 2011, from www.emedicine.com7. Katzung, Betram G. Farmakologi Dasar dan Klinis. EGC. Jakarta. 2002

23