Bronkhiti Kronik

25
BAB I PENDAHULUAN Penyakit dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma dan bronkitis masih menduduki peringkat tertinggi. Infeksi merupakan penyebab yang tersering. Kemajuan dalam bidang diagnostik dan pengobatan menyebabkan turunnya insidens penyakit saluran napas akibat infeksi. Di lain pihak kemajuan dalam bidang industri dan transportasi menimbulkan masalah baru dalam bidang kesehatan yaitu polusi udara. Bertambahnya umur rata-rata penduduk, banyaknya jumlah penduduk yang merokok serta adanya polusi udara meningkatkan jumlah penderita bronkitis kronik. 1 Bronkitis kronik termasuk kelompok penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Di negara maju penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang besar, karena bertambahnya jumlah penderita dari tahun ke tahun. 1

description

ghjghgfygfgfgf

Transcript of Bronkhiti Kronik

Page 1: Bronkhiti Kronik

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar

di Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran

napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma dan bronkitis

masih menduduki peringkat tertinggi. Infeksi merupakan penyebab yang tersering.

Kemajuan dalam bidang diagnostik dan pengobatan menyebabkan turunnya

insidens penyakit saluran napas akibat infeksi. Di lain pihak kemajuan dalam

bidang industri dan transportasi menimbulkan masalah baru dalam bidang

kesehatan yaitu polusi udara. Bertambahnya umur rata-rata penduduk, banyaknya

jumlah penduduk yang merokok serta adanya polusi udara meningkatkan jumlah

penderita bronkitis kronik. 1

Bronkitis kronik termasuk kelompok penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Di negara maju penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang besar, karena

bertambahnya jumlah penderita dari tahun ke tahun.

1

Page 2: Bronkhiti Kronik

BAB II

BRONKITIS KRONIS

DEFINISI

Bronkhitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yan

berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama dua tahun berturut-turut. 

Bronkhitis kronis adalah gangguan sebagai suatu gangguan peru yang

obtruktif yang ditandai oleh produksi mokus berlabihan saluran napas bawah

selama panjang kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun

berlarut-larut.

Bronkhitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh

pembentukan-pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan

bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya

3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. 

Bronkhitis kronis adalah inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan

atau hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid,

menyebabkan ketidakcocokan ventilasi perfusi dan memyebabkan

sianosis. Inflamasi merupakn Inflamasi bronkus. 

Bronkhitis kronis adalah batuk persisten dengan produksi sputum selama

paling sedikit 3 bulan dalam 2 tahun berturut-turut.

Bronkitis kronik berhubungan dengan hipertrofi dari kelenjar penghasil

mukus pada mukosa jalan nafas. Di Negara barat, symptom bronchitis kronis

sering memburuk pada musim sejuk.4

EPIDEMIOLOGI

Di Negara barat, kekerapan bronkitis diperkirakan sebanyak 1,3% di

antara populasi (WHO,2003). Di Amerika Serikat, menurut National Center for

Health Statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12

juta orang menderita bronkitis akut pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi

Amerika Serikat.4 Di dunia bronkitis merupakan masalah dunia. Frekuensi

bronkitis lebih banyak pada populasi dengan status ekonomi rendah dan pada 2

Page 3: Bronkhiti Kronik

kawasan industri.5 Bronkitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding

wanita. 4 Di Indonesia belum ada laporan tentang angka presentase yang pasti

mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik.6

FAKTOR RESIKO7,8

Asap rokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Polusi udara

1) Polusi dalam ruangan

Asap rokok

Asap kompor

2) Polusi luar ruangan

Gas buang kenderaan bermotor

Debu jalanan

3) Polusi tempat kerja ( bahan kimia, zat iritasi, gas beracun,

Infeksi salur nafas bawah berulang

Social ekonomi

GEJALA DAN TANDA7,8

Anamnesis

1.Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan inhalasi

iritan, udara dingin atau infeksi

2. produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak

3. dyspnea

4. riwayat merokok, paparan zat iritan di tempat kerja.

PEMERIKSAAN FISIK

3

Page 4: Bronkhiti Kronik

Pada stadium awal, pasien belum ada keluhan. Pada stadium yang lebih lanjut,

didapatkan fase ekspirasi yang memanjang dan mengi. Didapatkan juga tanda-

tanda hiperinflasi seperti barrel chest dan hipersonor pada perkusi. Pasien yang

dengan obstruksi jalan nafas berat akan menggunakan otot-otot pernafasan

tambahan duduk dalam posisi tripod.5 Didapatkan juga sianosis pada bibir dan

kuku pasien.8

1. Inspeksi

Pursed lips breathing.

Barrel chest

Penggunaan otot bantu pernafasan

Hipertrofi otot bantu pernafasan

JVP meningkat

Edema tungkai bawah

Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk,

sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru. Sianosis di sentral

dan perifer.8

2. Palpasi

Fremitus melemah

3. Perkusi

Hipersonor

4. Auskultasi

Suara nafas vesikuler normal atau melemah

Ronki dan mengi saat nafas biasa atau eskpirasi paksa

Eskpirasi memanjang

Bunyi jantung terdengar jauh

PATOGENESIS

4

Page 5: Bronkhiti Kronik

Asap rokok dan zat iritan5,7,8

Asap rokok, debu di tempat kerja dan polusi udara merupakan bahan-bahan iritan

dan oksidan yang menyebabkan terjadinya bronkitis kronik. Dari semua ini asap

rokok merupakan penyebab yang paling penting. Tidak semua orang yang

terpapar zat ini menderita bronkitis kronik, hal ini dipengaruhi oleh status

imunologik dan kepekaan yang bersifat familial. Di dalam asap rokok terdapat

campuran zat yang berbentuk gas dan partikel. Setiap hembusan asap rokok

mengandung radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH). Sebagian bebas radikal

bebas ini akan sampai ke alveolus. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat

merusak pry; kerusakan parenkim paru oleh oksidan ini terjadi karena :

1) Kerusakan dinding alveolus

2) Modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas.

Antielastase seharusnya menghambat netrofil, oksidan menyebabkan fungsi ini

terganggu sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikulat yang

terdapat dalam asap rokok dan udara yang terpolusi mempunyai dampak yang

besar terhadap pembersihan oleh sistem mukosilier. Sebagian besar partikulat

tersebut mengendap di lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga

mengharnbat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa bronkus

akan sangat berkurang, mengakibatkan meningkatnya iritasi pada epitel mukosa

bronkus. Kelenjar mukosa dan sel goblet dirangsang untuk menghasilkan mukus

yang lebih banyak, hal ini ditambah dengan gangguan aktivasi silia menyebabkan

timbulnya batuk kronik dan ekspektorasi. Produksi mukus yang

berlebihan memudahkan terjadinya infeksi dan memperlambat proses

penyembuhan. Keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi

hipersekresi. Di samping itu terjadi penebalan dinding saluran napas sehingga

dapat timbul mucous plug yang menyumbat jalan napas, tetapi sumbatan ini masih

bersifat reversibel. Bila iritasi dan oksidasi di saluran napas terus berlangsung

maka terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Disamping itu terjadi

pula metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan submukosa. Keadaan ini

mengakibatkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat ireversibel.

5

Page 6: Bronkhiti Kronik

Infeksi 5,8

Infeksi pada saluran nafas bukan penyebab pada brokitis kronis tapi merupakan

factor pencetus terjadinya eksaserbasi akut pada penyakit ini. Infeksi akan

memperparah gejala dan memperburuk fungsi paru. Infesi pada traktus

respiratorius pada waktu anak merupakan factor predisposisi munculnya

bronchitis kronis saat dewasa. Ini mungkin menjelaskan kenapa bronchitis kronis

tidak muncul pada semua perokok. Infeksi pada traktus respiratorius waktu anak

mungkin mengganggu perkembangan dan fungsi paru yang berakibat pada

terjadinya bronchitis kronis saar dewasa.

PATOFISIOLOGI 5,8

Asap mengiritasi jalan nafas dan menyebabkan hipersekresi dan inflamasi. Karena

iritasi konstan menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia kelenjar yang mensekresi

mucus. Secara umummnya, jumlah sel goblet pada saluran pernafasan turut

bertambah pada pasien dengan bronchitis kronis terutama di di bagian perifer dari

saluran pernafaan dengan fungsi silia yang menurun. Perubahan ini menyebabkan

sekresi mucus meningkat dan dengan komposisi yang lebih kental. Sebagai akibat

lumen bronkiolus menyempit dan tersumbat. Selain itu, alveoli yang berdekatan

bronkiolus menjadi rusak dan membentuk fibrosis yang kemudian mengakibatkan

perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan

partikel asing. Hal ini menyebabkan pasien lebih rentan terhadap infeksi

pernafasan. Pada dinding bronchial juga ditemukan terjadinya proses inflamasi

dengan infiltrasi sel-sel radang dan jaringan fibrosis yang menyebabkan

penyempitan lebih lanjut pada bronchial. Pada waktunya mungkin terjadi

perubahan yang irreversible. Temuan patologis utama pada bronchitis kronis

adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus, hipertrofi dan hyperplasia sel-sel

goblet, infiltrasi sel-sel radang dengan edema pada mukosa bronkus.

Pembentukan mucus yang meningkat meyebabkn gejala yang khas yaitu batuk

produktif.

6

Page 7: Bronkhiti Kronik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1)Pemeriksaan laboratorium

Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat7

Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia

2) Pemeriksaan faal paru

Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan volume

ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas

paru total (TC) normal atau meningkat.7,8

3) Radiologi

Rontgen thorax (PA/Lateral)

Corakan bronkovaskuler meningkat

Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial

7

Page 8: Bronkhiti Kronik

8

Page 9: Bronkhiti Kronik

DIAGNOSIS BANDING5,7,8

Asma Onset usia dini

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejla pada waktu malam/dini hari lebih menonjol

Dapat ditemukan alergi/rhinitis/eczema

Riwayat asma dalam keluarga

Hambatan aliran udara biasnya reversibel

9

Page 10: Bronkhiti Kronik

Gagal jantung

kongestif

Riwayat hipertensi

Ronki basah halus di basal paru

Gambaran foto toraks cardiomegali dan edema paru

Pemeriksaan faal paru restriksi bukan obstruksi

Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak

Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

Ronki basah kasar dan jari tabuh

Gambaran foto toraks Nampak honeycomb appearance

dan penebalan dinding bronkus

TBC Onset di semua usia

Gambaran foto toraks infiltrate

Konfirmasi mikrobiologi (BTA)

Sindrom

obstruksi pasca

TB

Riwayat pengobatan anti TB adekuat

Gambaran foto toraks bekas TB : fibrotic dan kalsifikasi

minimal

Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang

tidak reversibel

Bronkiolitis

obliterasi

Usia muda

Tidak merokok

Mungkin ada riwayat arthritis rematoid

CT paru ekspirasi terlihat gambaran hipodens

Diffuse

bronchiolitis

Sering pada perempuan tidak merokok

Seringkali berhubungan dengan sinusitis

Rontgen dan CT paru resolusi tinggi memperlihatkan

bayanagn diffuse nodul opak sentrilobular dan

hiperinflasi

10

Page 11: Bronkhiti Kronik

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki kondisi

tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor risiko dan

mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam penatalaksanaan

umum ini adalah pendidikan buat penderita untuk mengenal penyakitnya lebih

baik, menghindari polusi, menghentikan kebiasaan merokok, menghindari infeksi

saluran napas, hidup dalam lingkungan yang lebih sehat, makanan cukup gizi dan

mencukupi kebutuhan cairan.7

Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan komplikasi.

Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan rehabilitasi.

Bronkodilator merupakan obat utama pada bronkitis kronik; obat ini tidak saja

diberikan pada keadaan eksaserbasi akut tetapi juga untuk memperbaiki obstruksi

yang terjadi. Adanya respons sesudah pemberian bronkodilator merupakan

petunjuk penggunaan bronkodilator. Pemberian bronkodilator hendaklah selalu

dicoba pada penderita bronkitis kronik. Obat yang diberikan adalah golongan

antikolinergik agonis beta-2 dan golongan xanthin.6

Golongan antikolinergik merupakan pilihan pertama, obat ini diberikan secara

inhalasi yaitu preparat ipratropium bromid.7 Obat ini mempunyai beberapa

keuntungan dibandingkan golongan agonis beta-2, yaitu efek bronkodilatornya

lebih besar, tidak menimbulkan fenomena takifilaksis, tidak mempunyai efek

samping tremor dan palpitasi, tidak mempengaruhi sistem pembersihan

mukosilier, masa kerjanya cukup lama yaitu 6-8 jam dan theurapetic margin of

safety nya cukup panjang oleh karena obat ini tidak diabsorpsi.

Obat golongan agonis beta-2 yang diberikan secara oral bisa menimbulkan efek

samping tremor, palpitasi dan sakit kepala. Pemberian obat secara inhalasi

mengurangi efek samping ini, selain itu dapat memobilisasi pengeluaran dahak.

Obat ini bekerja dengan mengaktifkan adenilsiklase dengan akibat meningkatnya

produksi siklik AMP dan menimbulkan relaksasi otot polos saluran napas.

Golongan xanthin merupakan bronkodilator paling lemah, bekerja dengan

menghambat aksi enzim fosfodiesterase, yaitu enzim yang menginaktifkan siklik

AMP. Selain sebagai bronkodilator, obat ini mempunyai efek yang kuat dan

11

Page 12: Bronkhiti Kronik

berlangsung lama dalam meningkatkan daya kontraksi otot diafragma dan daya

tahan terhadap kelelahan otot pada penderita. Bronkodilator hendaklah diberikan

dalam bentuk kombinasi, tiga macam obat lebih baik dari dua macam obat, oleh

karena mereka mempunyai efek sinergis. Pemberian secara kombinasi

memberikan efek yang optimal dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan

pemberian monoterapi; selain itu dosis yang rendah memberikan efek samping

yang minimal.5,8

Bila terjadi perubahan warna sputum dengan peningkatan jumlah dahak dan

pertambahan sesak napas, diberikan antibiotika. Pada keadaan demikian

antibiotika diberikan walaupun tidak ada demam, leukositosis dan infiltrat yang

baru pada fototoraks. Diberikan antibiotika golongan ampisilin, eritromisin atau

kotrimoksasol selama 7-10 hari. Bila pemberian antibiotika tidak memberi

perbaikan perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme. Bila infeksi terjadi

selama perawatan di rumah sakit diberikan antibiotika untuk gram negatif.7

Pada keadaan dekompensasi kordis diberikan digitalis; pemberian dilakukan

secara hati-hati, oleh karena intoksikasi dapat terjadi pada keadaan hipoksemi.

Diuretik diberikan apabila terdapat edema paru.8

Pemberian kortikosteroid secara oral manfaatnya masih diperdebatkan. Pada

penderita dengan hipereaktivitas bronkus pemberian steroid secara inhalasi

menunjukkan perbaikan gejala dan fungsi paru. Pemberian steroid inhalasi jangka

lama memperlambat progresivitas penyakit. Pada serangan akut pemberian steroid

jangka pendek mempunyai manfaat. Diberikan prednison 60 mg selama 4-7 hari,

kemudian diturunkan secara bertahap selama 7-10 hari. Pemberian dosis tinggi

kurang dari 7 hari dapat dihentikan tanpa menurunkan dosis secara, bertahap. 5,7

Obat Inhaler (µg) Larutan Oral Vial Durasi

Nebulizer injeksi (jam)

(mg/ml) (mg)

Adrenergik (β2-agonis)

Fenoterol 100-200 (MDI) 1 0,5% (sirup) 4-6

12

Page 13: Bronkhiti Kronik

Salbutamol 100, 200 MDI&DPI 5 5mg (pil),0,24% (sirup)

0,1 ; 0,5 4-6

Terbutaline 400,500 (DPI) 2,5 ; 5 (pil) 0,2; 0,25 4-6

Formoterol 4,5-12 MDI&DPI 12+

 Salmeterol 25-50 MDI&DPI  12+

Antikolinergik

Ipatropium bromide 20,40(MDI) 0,25-0,5 6-8

Oxitropium bromide 100 (MDI) 1,5 7-9

Tiotropium 18(DPI) 24+

Methylxanthines

Aminophylline 200-600mg (pil) 240mg 24

Theophylline 100-600mg (pil) 24

Kombinasi adrenergik & antikolinergik

Fenoterol/Ipatropium 200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8

Salbutamol/Ipatropium 75/15 (MDI) 0,75/4,5 6-8

Inhalasi Glukortikosteroid

Beclomethasone 50-400(MDI&DPI) 0,2-0,4

Budenosid 100,200,400(DPI) 0,20, 0,25, 0,5

Futicason  50-500(MDI &DPI)

Triamcinolone 100(MDI) 40  40Kombinasi β2 kerja panjang plus glukortikosteroid  dalam satu inhalerFormoterol/Budenoside 4,5/160; 9/320 (DPI) 

Salmoterol/Fluticasone50/100,250,500(DPI)

25/50,125,250(MDI)

Sistemik Glukortikosteroid

Prednisone 5-60 mg(Pil)

Methy-Prednisone 4, 8 , 16 mg (Pil)

Keterangan: MDI = Metered Dose Inhaler; DPI = Dose Per InhalerPemberian oksigen pada penderita yang mengalami hipoksemi kronik dapat

menghilangkan beberapa gejala akibat hipoksemi. Pada eksaserbasi akut dengan

hipoksemi sebagai gambaran yang karakteristik, pemberian oksigen merupakan

keharusan. Pada keadaan hipoksemi (PaO2 < lang="id-ID">-3 liter/menit secara

terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja

dan pola tidur.7

Terdapatnya gangguan tidur, gelisah dan sakit kepala merupakan petunjuk

dibutuhkannya oksigen pada waktu malam. Pada penderita hipoksemi dan retensi 13

Page 14: Bronkhiti Kronik

CO2, pemberian oksigen konsentrasi tinggi dapat berbahaya, karena pada

penderita ini rangsangan terhadap pusat pernapasan yang terjadi tidak lagi

disebabkan oleh peninggian CO2 di dalam darah tetapi karena adanya hipoksemi.

Pemberian oksigen tinggi dapat menghilangkan hipoksemi ini, sehingga

rangsangan terhadap pusat napas menurun dan akibatnya terjadi hipoventilasi dan

diikuti oleh asidosis respiratorik. Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi,

rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan. Fisioterapi dilakukan untuk

mobilisasi dahak, latihan bernapas menggunakan otot-otot dinding perut sehingga

didapatkan kerja napas yang efektif. Latihan relaksasi berguna untuk

menghilangkan rasa takut dan cemas dan mengurangi kerja otot yang tidak perlu.

Rehabilitasi psikis perlu untuk menghilangkan rasa cemas dan takut. Pemakaian

obat-obat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan pusat napas.5,8

Rehabilitasi pekerjaan dilakukan agar penderita dapat melakukan pekerjaan sesuai

dengan kemampuannya. Program rehabilitasi bertujuan mengembalikan penderita

pada tingkat yang paling optimal secara fisik dan psikis. Tindakan ini secara

subjektif bermanfaat buat penderita dan dapat mengurangi hari perawatan di

rumah sakit serta biaya perawatan dan pengobatan; tetapi tidak mempengaruhi

fungsi paru dan analisis gas darah.5

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan penyakit

adalah7:

Menghentikan kebiasaan merokok.

Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko

terjadinya iritasi saluran napas.

Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak

terjadi eksaserbasi akut.

Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih

reversibel dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari

penyakit berlanjut menjadi kelainan yang ireversibel dapat dilakukan.

Melakukan pengobatan dan kontrol secara teratur agar dapat diberikan obat-obat

yang tepat sehingga didapatkan keadaan yang optimal.

14

Page 15: Bronkhiti Kronik

Evaluasi faal paru secara berkala. Pemeriksaan faal paru pada PPOK selain

berguna sebagai penunjang diagnostik juga bermanfaat untuk melihat laju

penyakit serta meramalkan prognosis penderita.

PERANAN N-ASETILSISTEIN PADA BRONKITIS KRONIK5

Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang terpolusi

mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.

Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-radikal anion

superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida yang

diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan menjadi

molekul yang tidak berbahaya terhadap jaringan paru dan menekan efek radikal

bebas dari asap rokok. N-asetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber

glutation.

Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru

oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di samping sebagai anti

oksidan, obat ini bersifat mukolitik yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga

mudah dikeluarkan. Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita

bronkitis kronik memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi

sputum, banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna.

KOMPLIKASI 6,7

1) gagal napas

Kronik

Akut pada gagal nafas kronik yang ditandai dengan :

Sputum bertambah dan purulen

Sesak nafas dengan atau sianosis

Demam

Kesadaran menurun

2) cor pulmonale

15

Page 16: Bronkhiti Kronik

Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang disebabkan oleh karena

kelainan-kelainan fungsi atau struktur paru. Tidak termasuk disini perubahan paru

yang disebabkan primer akibat kelainan jantung kiri serta kelainan bawaan.

3) hipertensi pulmonal

Peningkatan abnormal tekanan arteri pulmonal ( normal saat istirahat <20mmHg,

saat senam <30mmHg)

BAB IV

KESIMPULAN

16

Page 17: Bronkhiti Kronik

Bronkitis kronik adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditandai

dengan gejala batuk dan produksi sputum. Berbagai faktor dapat menimbulkan

penyakit ini. Bahan-bahan oksidan dan iritan yang terdapat dalam asap rokok dan

udara yang terpolusi merupakan faktor utama terjadinya bronkitis

kronik.Pemberian bronkodilator merupakan pengobatan utama untuk mengatasi

obstruksi yang terjadi, obat golongan antikolinergik merupakan bronkodilator

pilihan pertama. Pemberian obat secara kombinasi akan memberikan efek

bronkodilatasi yang optimal dan efek samping yang minimal. Antibiotika

diberikan bila terdapat tanda-tanda infeksi. Obat-obat lain diberikan bila ada

indikasi. Pemberian N-asetilsistein yang merupakan antioksidan mempunyai

manfaat mengurangi jumlah dan purulensi sputum lamanya sakit dan frekuensi

eksaserbasi akut. Usaha untuk menegakkan diagnosis secara dini, menghentikan

kebiasaan merokok, menghindari infeksi dan lingkungan yang terpolusi,

melakukan pengobatan dan kontrol secara teratur dapat memperlambat laju

penyakit.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Bronkhiti Kronik

1. Baliga, Ragavendra R., . 2006. 250 Cases In Clinical Medicine. New York : W.B. Saunders Company Ltd.

2. Ganong, William F. 2007. A Lange Medical Book: Review of Medical Physiology - 21st Edition, USA: McGraw-Hill Companies

3. Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Davey, Patrick, 2006. At a Glance Medicine, Jakarta: Penerbit Erlangga. 5. Harrison, T.R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine

16th edition, USA: The Mac Graw-Hill Companies. 6. Mansjoer, Arif, dkk., ed. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi ke-

3 . Jakarta: Media Aesculapius. 7. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid

II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

8. West, John B., 2009. Pulmonary Pathophysiology, The Essential Sixth Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwers Company.

18