BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. ·...

53
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular atau jantung. Hipertensi merupakan suatu kondisi atau keadaan tekanan darah seseorang melebihi ambang batas normal atau maksimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik. Hipertensi disebut sebagai the silent disease karena seseorang atau penderita tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap hipertensi sebelum melakukan proses pemeriksakan tekanan darah. Jika hipertensi terjadi dalam jangka waktu lama atau berlangsung terus menerus dapat memicu timbulnya stroke, serangan jantung, gagal jantung dan sebagai salah satu faktor utama timbulnya gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009), sehingga untuk mencapai manfaat klinis, dilakukan penurunan tekanan darah dengan terapi yang tepat (Senfri et al., 2016). Penyakit hipertensi sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dengan jelas, tetapi ditemukan beberapa faktor risiko yang berperan menimbulkan hipertensi yaitu usia, adanya faktor genetik dalam keluarga, kelebihan berat badan (obesitas), kurang berolahraga, dan mengkonsumsi makanan yang terlalu berlemak dan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kadar garam yang tinggi. Penyebab hipertensi yang multifaktorial, mengakibatkan jumlah penderita hipertensi menjadi cukup tinggi. Gejala yang timbul pada penyakit hipertensi dapat dicegah dengan cara menurunkan berat badan berlebih (obesitas), pembatasan asupan garam, melakukan olahraga teratur, berhenti merokok dan minum obat secara teratur (Depkes, 2008; Ramadhan et al.,2018). Prevalensi hipertensi menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNESIII), di Amerika paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular atau

jantung. Hipertensi merupakan suatu kondisi atau keadaan tekanan

darah seseorang melebihi ambang batas normal atau maksimal yaitu

120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik. Hipertensi

disebut sebagai the silent disease karena seseorang atau penderita

tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap hipertensi sebelum

melakukan proses pemeriksakan tekanan darah. Jika hipertensi terjadi

dalam jangka waktu lama atau berlangsung terus menerus dapat

memicu timbulnya stroke, serangan jantung, gagal jantung dan

sebagai salah satu faktor utama timbulnya gagal ginjal kronik

(Purnomo, 2009), sehingga untuk mencapai manfaat klinis, dilakukan

penurunan tekanan darah dengan terapi yang tepat (Senfri et al., 2016).

Penyakit hipertensi sampai saat ini belum diketahui

penyebabnya dengan jelas, tetapi ditemukan beberapa faktor risiko

yang berperan menimbulkan hipertensi yaitu usia, adanya faktor

genetik dalam keluarga, kelebihan berat badan (obesitas), kurang

berolahraga, dan mengkonsumsi makanan yang terlalu berlemak dan

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kadar garam yang

tinggi. Penyebab hipertensi yang multifaktorial, mengakibatkan jumlah

penderita hipertensi menjadi cukup tinggi. Gejala yang timbul pada

penyakit hipertensi dapat dicegah dengan cara menurunkan berat

badan berlebih (obesitas), pembatasan asupan garam, melakukan

olahraga teratur, berhenti merokok dan minum obat secara teratur

(Depkes, 2008; Ramadhan et al.,2018).

Prevalensi hipertensi menurut National Health and Nutrition

Examination Survey (NHNESIII), di Amerika paling sedikit 30%

pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31%

pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

2

yaitu dibawah 140/90 mmHg. Sedangkan di Indonesia sendiri angka

kejadian hipertensi sangatlah tinggi ditunjukan dari tingkat prevalensi

pada tahun 2007 angka kejadian hipertensi berada pada 7,6% dan pada

tahun 2013 terjadi peningkatan angka kejadian hipertensi yaitu 9,5%

(Riskesdas, 2013). Hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi hipertensi

hasil wawancara di seluruh provinsi NTT adalah 7,2% dan berada di

bawah angka nasional yang mencapai 9,4%. Di Kota Kupang sendiri

hipertensi termasuk dalam 10 peringkat penyakit terbanyak. Hipertensi

menduduki peringkat ke-4 dengan total kejadian sebanyak 21.856

kejadian atau 9,7 % (Dinkes Kota Kupang, 2017).

Obat-obat antihipertensi yang sering digunakan diantaranya

adalah amlodipine, captopril, hct, furosemid, ramimpril, bisoprolol,

propanolol, valsatran, dan spironolakton. Menurut Joint National

Committee (JNC) 8hipertensi merupakan salah satu penyakit penyebab

kematian terbesar atau disebut juga sebagai “silent killer”dan masa

terapinya yang cukup lama sehingga perlu dideteksi secara dini dan

diterapi dengan terapi yang tepat. Penentuaan Pemberian obat menurut

Joint National Committee (JNC) 8 dibagi menjadi dua bagian

berdasarkan adanya tidak adanya penyakit penyerta. Lini pertama

untuk hipertensi tanpa penyakit penyerta adalah golongan diuretik

tiazid, ACEI atau ARB atau CCB tunggal atau kombinasi. Lini

pertama untuk hipertensi disertai penyakit penyerta adalah golongan

ACEI atau ARB tunggal atau kombinasi dengan kelas obat lain (JNC

VIII, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Eka Kartika Untari

(2018) dalam penelitiannya mengenai rasionalitas penggunaan obat

antihipertensi di Puskesmas Siantar Hilir menunjukan Obat yang

digunakan pasien hipertensi yaitu kaptopril (47,46%), amlodipin

(34,75%), hidroklorotiazid (16,10%), furosemid (0,85%), dan

spironolakton (0,85%). Evaluasi rasionalitas penggunaan obat pada

pasien hipertensi berdasarkan pedoman JNC VII menunjukkan tepat

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

3

indikasi sebesar 100%, tepat obat 70,65%, tepat pasien 100%, dan

tepat dosis 98,91%. Secara keseluruhan pengobatan yang memenuhi

keempat kriteria penggunaan obat rasional adalah sebesar 69,56%.

Saftia Aryzki (2017) dalam penelitiannya mengenai evaluasi

rasionalitas pengobatan hipertensi di Puskesmas pelambuan

Banjarmasin, menunjukan obat yang sering digunakan adalah obat dari

golongan CCB (amlodipine, nifedipine) dan ACEI (captopril,

lisinopril). Persentase rasionalitas pengobatan hipertensi di Puskesmas

Pelambuan Banjarmasin diperoleh tepat indikasi 48,65%, tepat obat

48,65%, tepat dosis 45,95%, tepat pasien 89,19%, tepat cara pemberian

83,79% dan tepat lama pemberian 59,46%.

Rasionalitas penggunaan obat adalah pemakaian obat - obatan

yang telah terbukti keamanan dan efektifitasnya dengan uji klinik.

Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi tepat indikasi, tepat

obat, tepat penderita, tepat dosis dan cara pemakaian, serta waspada

terhadap efek samping (Departemen kesehatan- kebijakan obat

nasional, 2011).

Peneliti memilih Puskesmas Pasir Panjang sebagai tempat

penelitian, karena Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan

masyarakat yang terdapat disetiap kecamatan. Hal ini menunjukan

bahwa lokasi Puskesmas yang mudah dijangkau oleh masyarakat,

sehingga masyarakat atau pasien dapat menjalani pengobatan dengan

baik. Obat – obatan yang sering diberikan di Puskesmas umumnya

adalah obat generik sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pasien

menjadi lebih murah dibandingkan pengobatan di Rumah Sakit dan

Puskesmas Pasir Panjang sebagai tempat penelitian karena Puskesmas

Pasir Panjang sendiri menduduki peringkat ke-2 dengan jumlah pasien

hipertensi terbanyak di Kota Kupang (Dinkes Kota Kupang, 2017).

Obat antihipertensi yang sering diberikan kepada pasien

hipertensi di Puskesmas adalah kaptopril, amlodipin, HCT, ramipril,

bisoprolol, valsatran, dan pemberian obat antihipertensi di Puskesmas

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

4

Pasir Panjang kepada pasien sesuai dengan ketersediaan obat di

Puskesmas. Pemilihan obat Antihipertensi di Puskesmas perlu

dilakukan upaya evaluasi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien,

serta memperlambat perkembangan progesivitas. sehingga peneliti

merasa perlu dilakukan penelitian tentang rasionalitas penggunaan

antihipertensi pada pasien hipertensi di Puskesmas Pasir Panjang tahun

2018.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam tulisan ini adalah Bagaimana gambaran rasionalitas penggunaan

obat antihipertensi di Puskesmas Pasir panjang

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengevaluasi rasionalitas terapi obat antihipertensi di

Puskesmas PasirPanjang berdasarkan kategori tepat pasien, tepat

indikasi, tepat obat, dan tepat dosis.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah mengetahui jenis

golongan obat antihipertensi yang lebih sering digunakan dan yang

lebih efektif dalam penanganan hipertensi.

2) Manfaat Praktis

a) Bagi Peneliti

Meningkatkan keilmuan penulis dalam penelitian selanjutnya.

b) Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian dan

data untuk penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih

besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg

pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan

cukup istirahat (Kemenkes RI, 2014). Menurut The Eighth Reportof

The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation

and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII), hipertensi

merupakan keadaan yang paling sering ditemukan pada pelayanan

kesehatan dan selanjutnya mengakibatkan infark miokard, stroke,

gagal ginjal dan kematian bila tidak dideteksi dan diterapi sedini

mungkin (James, et al., 2014).

2. Klasifikasi

a) Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi

essensial (hipertensi primer). Beberapa mekanisme yang mungkin

berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun

belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi

primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga,

hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang

peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Banyak

karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi

keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-

mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric

oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen

(Pharmaceutical care Hipertensi, Depkes RI, 2006).

b) Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari

penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

6

tekanan darah pada kebanyakan kasus, atau disfungsi renal akibat

penyakit ginjal kronis. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi,

maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengoreksi

kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama

dalam penanganan hipertensi sekunder (Pharmaceutical care

Hipertensi, Depkes RI, 2006).

Menurut Worlth Health Organization (WHO) (2011), tekanan

darah normal adalah kurang dari 135/85, dikatakan hipertensi bila

lebih dari 140/90 mmgHg. Klasifikasi hipertensi menurut WHO

berdasarkan tekanan diastolik adalah sebagai berikut :

a. Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg

b. Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119

mmHg

c. Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari

120 mmHg.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah seseorang menderita

hipertensi atau tidak adalah dengan membuat suatu standar nilai ukur

dari tensi atau tekanan darah. Salah satu contoh standar yang

digunakan yaitu JNC (Joint National Committee). JNC (Joint National

Committee) telah mengeluarkan guideline terbaru pada tahun 2013

yaitu JNC 8 mengenai tatalaksana hipertensi. Mengingat bahwa

hipertensi merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar

atau disebut juga sebagai “silent killer”dan masa terapinya yang cukup

lama sehingga perlu dideteksi secara dini dan diterapi dengan terapi

yang tepat (JNC VIII, 2013).

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 8 tahun 2014

Klasifikasi Tekanan darah

Sistolik

(mmHg)

Tekanan darah Diastolik

(mmHg)

Normal <120 mmHg Dan <80 mmHg

Pre-Hipertensi 120-139 mmHg Atau 80-89mmHg

Hipertensi Tahap 1 140-159 mmHg Atau 90-99 mmHg Hipertensi Tahap 2 ≥160 mmHg Atau ≥ 100 mmHg

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

7

3. Patofisiologi Hipertensi

Gambar 2.1: Patofisiologi dari hipertensi.(JNC 8, 2013 )

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke sistem

sirkulasi dilakukan melalui pompa jantung (cardiac output) dan

resistensi vaskular (peripheral vascular resistance), fungsi kerjanya

yang dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.

Hipertensi merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang

ditandai dengan peningkatan curah jantung dan atau ketahanan

periferal.

Kondisi cardiac output erat kaitannya dengan kejadian

hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis timbul dari dua

jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan

kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat

mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan

cara meningkatkan resistensi perifer. Selain itu konsumsi natrium

berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume

cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan

cardiac output.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

8

4. Komplikasi

Hipertensi merupakan penyakit yang meliputi banyak resiko.

Beberapa penyakit penyerta yang berperan penting dalam timbulnya

hipertensi. Penyakit penyerta dalam timbulnya hipertensi meliputi :

a) Jantung

Penyakit jantung sering menyebabkan kematian pada pasien

hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan

struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri

disfungsi diastolik, dan gagal jantung (Dipiro et.al.,2008).

b) Otak

Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap

infark dan hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan

sisanya karena hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara

progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada

usia> 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden baik

stroke iskemik ataupun stroke hemoragik. Stroke merupakan

kerusakan target organ yang disebabkan hipertensi. Stroke timbul

karena pendarahan, tekanan intra kranial yang meninggi, atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang akan

meningkatkan tekanan tinggi (Bianti, 2015).

c) Ginjal

Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang

sering terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensi

nefropati, tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah,

khususnya ketika ada proteinuria (Dipiro et.al., 2008).

5. Pentalaksanaan Hipertensi

a) Terapi non farmakologi

Pendekatan nonfarmakologi merupakan penanganan awal

sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu

diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat.Sedangkan

pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

9

dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita.

Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting

diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan

hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa

hal:

1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka

panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran

darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung.

Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko

aterosklerosis.

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan

mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian

eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan

berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3

mmHg per kg berat badan.

2. Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan

aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan

menjaga kebugaran tubuh.Olahraga seperti jogging, berenang baik

dilakukan untuk penderita hipertensi.Dianjurkan untuk olahraga

teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan

tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.Melakukan

aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari)

diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi

hingga mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan

kebugaran kardio respirasi rendah pada usia paruh baya diduga

meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%.

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan

perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah.Olahraga dapat

menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

10

dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa

olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.

3. Perubahan pola makan

Terapi farmakologi dengan merubah pola makan di bagi menjadi 3

yaitu :

a. Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan

upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah

awal pengobatan hipertensi.Nasihat pengurangan asupan garam

harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan

memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak

mengandung garam.Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per

hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan,

memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah

diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara

tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi

asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan

pasien secara drastis.

b. Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya

aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.

Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan

yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak

jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan

makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan

tekanan darah.

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu

rendah lemak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral

bermanfaat mengatasi hipertensi.Kalium dibuktikan erat kaitannya

dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

11

terjadinya stroke.Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan

magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah.Banyak

konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak

mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium),

kacang-kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan

susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.

4. Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir

atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya.

Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan

membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat

meringankan beban stres.

b) Terapi Farmakologi

1) Diuretik

Strategi awal untuk pengelolaan hipertensi adalah untuk

mengubah keseimbangan natrium (Na+) dengan pembatasan garam

dalam diet. Perubahan farmakologi keseimbangan Na+ menjadi mudah

dengan perkembangan diuretik tiazid aktif peroral. Agen diuretik

memiliki efek antihipertensi bila digunakan tunggal dan meningkatkan

efektivitas hampir semua obat antihipertensi lainnya. Pertimbangan ini,

ditambah dengan pengalaman menguntungkan dengan diuretik dalam

percobaan acak pada pasien dengan hipertensi, mendorong

penggunaan golongan obat ini yang dinilai masih sangat penting dalam

pengobatan hipertensi (Brunton, et al., 2018).

Mekanisme tepat dalam penurunan tekanan darah arteri dengan

diuretik diketahui belum pasti. Umumnya, aksi obat ini akan menurunkan

volumecairan ekstraseluler melalui interaksi dengan co-transporter

NaCl yang sensitif tiazid yang terdapat dalam tubulus distal di ginjal,

sehingga meningkatkan ekskresi Na+ dalam urin dan mengarah pada

penurunan curah jantung. Efek hipotensif akandipertahankan selama

terapi jangka panjang karena adanya penurunan resistensi pembuluh

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

12

darah. Penemuan chlorothiazide mendorong pengembangan sejumlah

diuretik oral yang memiliki struktur dan fungsi molekuler yang serupa

dengan demikian senyawa benzothiadiazinedapat digolongkan ke

dalam kelas diuretik. Karena efek farmakologis yang mirip, umumnya

diuretik dapat saling menggantikan dengan penyesuaian dosis yang

tepat. Meskipun demikian, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat

ini mungkin berbeda sehingga efikasi klinis tidak selalu sama dalam

diuretik tiazid dengan penurunan tekanan darah dalam waktu sekitar 4-

6 minggu(Brunton, et al., 2018).

Diuretik mungkin tidak efektif sebagai terapi tunggal pada

pasien dengan hipertensi tahap 2 namun efek diuretik tiazid yang aditif

dengan obat antihipertensi lainnya menyebabkan rejimen kombinasi

yang mencakup diuretik ini menjadi umum dan rasional digunakan.

Diuretik juga memiliki keuntungan meminimalkan retensi garam dan

air yang umum disebabkan oleh vasodilator. Diuretik lain di samping

diuretik tiazid adalah diuretik loop, seperti furosemid dan bumetanid.

Efek berbeda dari kedua agen ini kemungkinan besar terkait dengan

durasi pendek dari aksi diuretik loop sehingga dosis harian tunggal

tidak menyebabkan pengeluaran Na+ yang signifikan untuk periode 24

jam (Brunton, et al., 2018).

Efek khas diuretik loop dalam memproduksi natriuresis yang

cepat dan kuat dapat merugikan untuk pengobatan hipertensi.

Sedangkan ketika diuretik loop diberikan dua kali sehari, diuresis akut

dapat berlebihan dan menyebabkan efek samping yang lebih besar

dibanding diuretik tiazid.Namun, diuretik loop mungkin sangat

berguna pada pasien dengan azotemia atau dengan edema berat.

Amilorida adalah diuretik hemat kalium (K+) yang juga memiliki efek

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi (Brunton, et al.,

2018).

Diuretik hemat kalium dalam hal ini spironolakton, juga

menurunkan tekanan darah tetapi memiliki beberapa efek samping

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

13

yang signifikan, terutama pada pria (misalnya, disfungsi ereksi).

Kemampuan diuretik tipe ini adalah untuk menghambat hilangnya K+

dalam urin menjadikan alasan obat ini digunakan dalam pengobatan

pasien hiperaldosteron yaitu sindrom yang dapat menyebabkan

hipokalemia (Brunton, et al., 2018).

2) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI)

ACEI dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada

kebanyakan pasien dengan hipertensi. Studi ALLHAT (2008)

menunjukkan kejadian gagal jantung dan stroke lebih sedikit dengan

klortalidon dibanding dengan lisinopril. Perbedaan untuk stroke

konsisten dengan hasil trial lainnya, the Captopril Prevention Project

(CAPP). Pada studi dengan lansia, ACEI sama efektifnya dengan

diuretik dan penyekat beta. ACEI mempunyai peranan lain pada pasien

dengan hipertensi plus kondisi lainnya. Kebanyakan klinisi setuju bila

ACEI bukan merupakan terapi lini pertama pada kebanyakan pasien

hipertensi, tetapi sangat mendekati diuretik.

ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II, dimana angioteSnsin adalah vasokonstriktor poten yang

juga merangsang sekresi aldosteron ACEI juga memblok degradasi

bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang menyebabkan

vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Peningkatan

bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI,

tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping batuk kering

yang sering dijumpai pada penggunaan ACEI. ACEI secara efektif

mencegah dan meregresi hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi

perangsangan langsung oleh angiotensin II pada sel miokardial

(Pharmaceutical care Hipertensi, Depkes RI, 2006).

3) Penyekat reseptor angiotensin II (ARB)

Pengembangan agen antagonis nonpeptida terhadap reseptor

AT1 dilakukan mengingat pentingnya peran AngII dalam pengaturan

fungsi kardiovaskular.Losartan, candesartan, irbesartan, valsartan,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

14

telmisartan, olmesartan, dan eprosartan telah disetujui untuk

pengobatan hipertensi. Melalui efek antagonis terhadap AngII, obat ini

merelaksasi otot polos dan menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan

ekskresi garam dan air, mengurangi volume plasma, dan menurunkan

hipertrofi seluler. Ada dua subtipe yang berbeda dari reseptor AngII,

yaitu AT1 dan AT2. Reseptor subtipe AT1 terletak dominan di

pembuluh darah dan jaringan miokard dan juga di otak, ginjal, dan sel

glomerulosa adrenal yang mensekresi aldosteron. Subtipe AT2

ditemukan di medula adrenal, ginjal, danSSP yang mungkin memainkan

peran dalam perkembangan vaskular (Brunton, et al., 2018).

Penghambatan RAAS dengan ARB telah terbukti dapat

mengurangi inflamasi vaskular dan memperbaikifungsi endotel. Telah

diketahui bahwa stres oksidatif memainkan peran penting dalam

memediasi disfungsi endotelium. Penggunaan valsartan telah terbukti

mencegah terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) dan untuk

menekan aktivitas NF-κB, yaitu faktor transkripsi yang mengatur

ekspresi sitokin inflamasi dan molekul adhesi sel, yang berkontribusi

terhadap pengembangan inflamasi vaskular. Secara in vitro dan in vivo,

penelitian menunjukkan bahwa efek antiinflamasi ARB candesartan

adalah melalui supresi reseptor inflamasi toll-like 2 dan 4 (TLR2 dan

TLR4) (Pacurari,et al., 2014).

Berbeda dengan ACEi, ARB tidak menghambat degradasi

bradikinin. Oleh karena itu, ARB tidak berpotensi menyebabkan efek

samping berupa batuk seperti ACEi (Dipiro, et.al., 2008). Pemberian

obat ini pada dosis yang cukup, sama efektifnya dengan ACEi dalam

pengobatan hipertensi. Jika tekanan darah tidak terkontrol oleh

antagonis reseptor AT1 saja, obat kedua dengan mekanisme yang

berbeda (misalnya, diuretik atau CCB) dapat ditambahkan (Brunton, et

al., 2018).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

15

4) Beta blocker

Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini

diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1

terutama terdapat pada jantung, otak, dan ginjal sedangkan reseptor

beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan

otot lurik, jantung. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan

memacu pelepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas

sistem saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sinoatrial

dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi.

Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan pelepasan

rennin, meningkatkan aktivitas sistem rennin‐angiotensin‐aldosteron.

Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan

perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan

retensi air. Terapi menggunakan beta‐blocker akan mengantagonis

semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

Beta‐blocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardio selective

beta‐blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1,

tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta‐1 saja oleh karena itu

penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasme

harus hati‐ hati. Beta‐blocker yang non‐selektif (misalnya propanolol)

memblok reseptor beta‐1 dan beta‐ 2.

Beta‐blocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal

sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsik), misalnya acebutolol,

bekerja sebagai stimulan‐beta pada saat aktivitas adrenergik minimal

(misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat

aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolahraga). Hal ini

menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari.

Beberapa beta‐blocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga

memblok efek adrenoseptor‐alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol,

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

16

mempunyai efek agonis beta‐2 atau vasodilator (Pharmaceutical care

Hipertensi, Depkes RI, 2006).

Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat

kelarutan obat dalam air atau lipid. Obat‐obat yang diekskresikan

melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari

sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai

waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam

sehari. Beta‐blocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus

secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat

terjadi fenomena rebound (Pharmaceutical care Hipertensi, Depkes

RI, 2006).

5) Antagonis kalsium (CCB)

Agen penghambat kanal kalsium (Ca2+)merupakan golongan obat

yang penting pada pengobatan hipertensi. Penggunaan obat golongan ini

dalam hipertensi berdasarkan pemahaman bahwa hipertensi umumnya

adalah hasil dari peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.

Kontraksi otot polos di pembuluhdarah tergantung pada konsentrasi

intrseluler dari Ca2+ yang bebassehingga akan terjadi mekanisme

penghambatan pada perpindahan trans membran Ca2+ melalui kanal

Ca2+yang bergantung pada voltase di mana dapat menurunkan junlah total

Ca2+ yang mencapai daerah intraseluler. Semua agen antagonis kanal

Ca2+ menurunkan tekanan darah melalui relaksasi otot polos arteriol

dan resistensi pembuluh darah perifer.

Pada kasus dari penggunaan dihidropiridin, takikardia dapat

terjadi akibat stimulasi adrenergik dari SA node, namun respon ini

cukup ringan kecuali jika obat diberikan dengan cepat.Takikardia

minimal terjadi pada penggunaanverapamil dan diltiazem. Penggunaan

bersama dengan β-blocker dapat memperbesar efek kronotropik negatif

obat ini atau menyebabkan blok jantung pada pasien yang rentan.

Antagonis kanal Ca2+ efektif baik digunakan sendiri atau kombinasi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

17

dengan obat lain untuk pengobatan hipertensi. Hal ini telah diperkuat

oleh sejumlah besar uji klinis (Brunton, et al., 2018).

6) Antagonis reseptor α1-adrenergik

Ketersediaan obat yang selektif dapat menghambat reseptor

α1-adrenergik tanpa mempengaruhi reseptor α2-adrenergik. Prazosin,

terazosin, dan doxazosin adalah agen yang tersedia untuk pengobatan

hipertensi. Awalnya, antagonis reseptor α1-adrenergik mengurangi

resistensi arteriol dan peningkatan kapasitas vena

sehinggamenyebabkan peningkatan refleks pada denyut jantung dan

aktivitas renin plasma. Selama terapi jangka panjang, vasodilatasi

berlanjut tetapi curah jantung, denyut jantung, dan aktivitas renin

plasma kembali normal. Aliran darah ginjal tidak berubah selama

terapi dengan antagonis reseptor α1. Retensi garam dan air terjadi

pada banyak pasien selama pemberian berlanjut. Antagonis reseptor

α1 tidak dianjurkan sebagai monoterapi untuk penderita hipertensi.

Obat golongan ini digunakan terutama dengan diuretik, β-blocker, dan

antihipertensi lainnya. β-blockerdiketahui dapat meningkatkan efek dari

antagonis reseptor α1. Antagonis reseptor α1 adalah obat yang sesuai

bagi pasien hipertensi dengan benign prostatic hyperplasia, karena

dapat juga memperbaiki gejala urinaria (Brunton, et al., 2018).

7) Alpha‐blocker

Alpha‐blocker (penghambat adreno-septor alfa‐1) memblok

adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi yang

menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan bekerja dengan

menghambat alfa pasca sinaptik dan menimbulkan vasodilatasi,

namun jarang menyebabkan takikardia. Diindikasikan untuk

hipertensi yang resisten. Contoh dari obat ini adalah daksazosin dan

indoramin (Pharmaceutical care Hipertensi, Depkes RI, 2006).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

18

Populasi umum tanpa diabetes dan PGK Disertai diabetes dan PGK

Ras kulit putih Ras kulit hitam

Semua ras

Gambar 2.2. Algoritma dan target tekanan darah pengobatan hipertensi

(JNC VIII,2013)

6. Rasionalitas Penggunaan Antihipertensi.

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) 2011,

pemakaian obat secara rasional berarti hanya menggunakan obat - obatan yang

telah terbukti keamanan dan efektifitasnya dengan uji klinik. Kriteria pemakaian

obat secara rasional meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat penderita, tepat dosis

dan cara pemakaian, serta waspada terhadap efek samping.

1) Tepat indikasi

Tepat indikasi digunakan untuk menentukan apakah antihipertensi diberikan

sesuai dengan keperluan dan farmakoterapi serta kemanfaatannya. Pemilihan obat

mengacu pada penegakan diagnosis. Jika diagnosis yang ditegakkan tidak sesuai

maka obat yang digunakan juga tidak akan memberikan efek yang diinginkan.

Hipertensi dewasa 18thn

Terapkan gaya hidup sehat (disertai regimen

obat antihipertensi)

Mengatur target tekanan darah dan memulai terapi antihipertensi berdasarkan umur,

diabetes dan penyakit ginjal kronis (PGK)

Umur ≥ 60 thn Umur ≥ 60 thn Semua umur disertai

diabetes tanpa PGK

Semua umur di sertai

diabetes dan PGK

Target tekanan darah

TDS < 140mmHg

TDD < 90mmHg

Target tekanan darah TDS < 150mmHg

TDD < 90mmHg

Target tekanan darah TDS < 140mmHg

TDD < 90mmHg

Target tekanan darah

TDS < 150mmHg

TDD < 90mmHg

Lini pertama ACEI atau ARB

tunggal atau kombinasi dengan

kelas obat lain

Lini pertama diuretik tiazid atau

CCB tunggal atau kombinasi

dengan kelas obat lain

Lini pertama diuretik tiazid,

ACEI atau ARB atau CCB

tunggal atau kombinasi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

19

2) Tepat obat

Pemilihan jenis obat harus memenuhi beberapa segi pertimbangan

yakni :

a. Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara pasti

b. Obat memiliki efektifitas yang telah terbukti

c. Derajat penyakit pasien meliputi pasien dengan penyakit berat

butuh obat yang bisa cepat mencapai kadar obat dalam plasma

dan cepat menurunkan tekanan darah sehingga cepat meredakan

penderitaan pasien

d. Risiko dari pengobatan dipilih yang paling kecil untuk pasien

dan seimbang dengan manfaat yang akan diperoleh. Risiko

pengobatan mencakup toksisitas obat, efek samping, dan

interaksi dengan obat lain

e. Biaya obat paling sesuai untuk alternatif-alternatif obat dengan

manfaat dan keamanan yang sama dan paling terjangkau oleh

pasien

f. Jenis obat yang paling mudah didapat

g. Cara pemakaian paling cocok dan paling mudah diikuti pasien

h. Sesedikit mungkin kombinasi obat atau jumlah jenis obat

3) Tepat pasien

Tepat pasien adalah kesesuaian pemilihan obat yang

mempertimbangkan keadaan pasien sehingga tidak menimbulkan

kontraindikasi kepada pasien secara individu.

4) Tepat cara pemakaian dan dosis obat

Tepat dosis adalah besar dosis, waktu pemberian dan durasi

yang digunakan paling aman dan efektif untuk pasien. Cara

pemakaian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetika,

yakni cara pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama

pemberian, serta pemilihan cara pemakaian yang paling mudah

diikuti oleh pasien dan paling aman serta efektif untuk pasien.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

20

B. LANDASAN TEORI

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis

yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak

diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak

dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi

dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal

sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder

endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat

diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan

secara potensial. Atau Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah

sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari

90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit

dalam keadaan cukup istirahat (tenang) (Kemenkes RI, 2014).

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,

Evaluation and Treatmentof High Blood Pressure sebagai tekanan

yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.

Kriteria dalam menentukan rasional penggunaan obat

hipertensi dapat dilihat melalui kriteria-kriteria sebagai berikut yaitu :

tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Eka Kartika Untari (2018)

dalam penelitiannya mengenai rasionalitas penggunaan obat

antihipertensi di Puskesmas Siantar Hilir menunjukan Obat yang

digunakan pasien hipertensi yaitu kaptopril (47,46%), amlodipin

(34,75%), hidroklorotiazid (16,10%), furosemid (0,85%), dan

spironolakton (0,85%). Evaluasi rasionalitas penggunaan obat pada

pasien hipertensi berdasarkan pedoman JNC 7 menunjukkan tepat

indikasi sebesar 100%, tepat obat 70,65%, tepat pasien 100%, dan

tepat dosis 98,91%. Secara keseluruhan pengobatan yang memenuhi

keempat kriteria penggunaan obat rasional adalah sebesar 69,56%..

Kriteria sampel dalam penelitian Eka Kartika Untari berdasarkan

jenis kelamin, rentang usia pasien 18-65 tahun, dan parameter yang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

21

dilihat yaitu tepat indikasi, tepat dosis, tepat pasien, tepat waktu dan

tempat rute pemberian.

Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Saftia Aryzki (2017)

penggunaan golongan antihipertensi yang paling sering digunakan

digunakan adalah obat dari golongan CCB (amlodipine, Nifedipine)

dan ACEI (captopril, lisinopril), dengan persentase rasionalitas

pengobatan hipertensi di Puskesmas Pelambuan Banjarmasin

diperoleh tepat indikasi 48,65%, tepat obat 48,65%, tepat dosis

45,95%, tepat pasien 89,19%, tepat cara pemberian 83,79% dan

tepat lama pemberian 59,46%.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

22

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Keterangan :

= Yang dilakukan

= Yang dilakukan

Hipertensi Etiologi

1. HipertensiPrimer

2. HipertensiSekunder

Peningkatan Morbidiitas Komplikasi mikro dan makro Peningkatan Mortalitas

Terapi Non Farmakologis

Diet, mengurangi asupan garam,

olahraga, mengurangi konsumsi

alkohol, berhenti merokok

Terapi Farmakologis ACEI, diuretik, CCB, β-Blocker, ARB, α-1

Blocker, Agonis α-2 Sentral, Vasodilator Arteri

Langsung

Terapi yang diberikan

Tidak rasional Rasional

Tepat Pasien Tepat Indikasi Tepat Obat Tepat Dosis Efek Samping

Menggunakan literature pembanding

yaitu Joint National Committee (JNC) 8

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain dan Rancangan penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian

observasional dengan rancangan deskriptif. Pengambilan data

dilakukan pada bulan Agustus 2019. Pengambilan data dilakukan

secara retrospektif dengan menggunakan data yang tercantum pada

rekam medis (RM) pasien Puskesmas Pasir Panjang-Kota Kupang.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pasir Panjang Kota

Kupang pada bulan Agustus 2019.

C. Populasi dan Sampel penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek

atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2017). Populasi penelitian ini

adalah semua pasien hipertensi tanpa disertai penyakit penyerta rawat

jalan dan rawat inap di Puskesmas Pasir Panjang Kupang periode

Januari – Maret 2018.

a. Kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Rekam medis pasien rawat jalan yang terdiagnosa hipertensi tanpa

penyakit penyerta di Puskesmas Pasir Panjang Kupang periode

Januari – Maret 2018

2. Semua jenis kelamin dan usia antara ≥18 tahun.

Jumlah pasien rawat jalan pasien hipertensi periode Januari –

Maret 2018 adalah sebesar 764 pasien hipertensi.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

24

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah data rekam medis

pasien hipertensi yang tidak lengkap.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dipilih

dengan menggunakan teknik Systematic sampling. Teknik

pengambilan sampel ini didasarkan pada urutan dari anggota populasi

yang telah diberi nomor urut tertentu (Sugiyono, 2017). Jumlah sampel

ditentukan berdasarkan ukuran sampel yang di anjurkan oleh arikunto

(untuk penelitian deskriptif sampel minimum adalah 25-30%) sehingga

akan diambil 229 sampel dari populasi tersebut dengan menggunakan

teknik Systematic sampling(Arikunto et al., 2015). Pemberian nomor

urut pada populasi di tentukan berdasarkan rentang interval (k)

menggunakan rumus:

Sehingga rentang interval yang diperoleh sebesar:

Dengan demikian sampel akan dipilih dengan rentang tiap 3 rekam

medis sesuai dengan metode Systematic sampling.

k =

N = Jumlah populasi

n = Jumlah sampel

k =

k = 3,3

3,3 di bulatkan menjadi 3

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

25

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai

variasi antara satu orang dengan orang lain atau satu obyek dengan

obyek lain (Sugiyono, 2017).

Variabel dalam penelitian ini adalah rasionalitas penggunaan

antihipertensi meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan cara

pemakaian.

E. Definisi Operasional

1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen

tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan

tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang

penderita selama mendapatkan perawatan di Puskesmas

2. Pasien Hipertensi adalah pasien yang dimana kondisi atau keadaan

tekanan darah > 120/80 mmHg.

3. Tepat pasien yaitu Pemilihan obat tidak di kontraindikasikan

dengan keadaan pasien.

4. Tepat Indikasi yaitu Kesesuaian pemberian obat dengan diagnosis

yang diderita pasien.

5. Tepat obat yaitu Pemilihan obat sesuai dengan algoritma terapi

pedoman diagnosis dan terapi yang didapatkan di Puskesmas.

6. Tepat dosis yaitu Pemberian obat yang meliputi besaran dosis,

frekuensi pemberian dan aturan pakai sesuai pedoman.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah

menggunakan rekam medis, form pengambilan data, literatur yang

digunakanJoint National Committee (JNC) 8dan alat tulis.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

26

G. Jalannya Penelitian

Gambar 3.1 Alur jalannya penelitian

H. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yaitu analisis

rasionalitas dilakukan dengan melihat penggunaan antihipertensi tiap

kasus, kemudian dibandingkan dengan Joint National Committee

edition 8 (JNC 8) yang digunakan sebagai acuan pengobatan untuk

mengetahui rasionalitas penggunaan antihipertensi pada pasien rawat

jalan dengan diagnosis Hipertensi tanpa penyakit penyerta di

Puskesmas Pasir Panjang Periode Januari – Maret 2018.

Pengajuan izin ke Puskesmas Pasir

panjang – Kota Kupang

Pengajuan izin ke Ketua Stikes

Citra Husadah Mandiri Kupang

Pengambilan data

Kepala Puskesmas Pasir Panjang Bagian pelayanan penyakit tidak

Menular

Pencatatan pasien

Hipertensi

Menganalisis rasionalitas obat antihipertensi dengan presentasi tiap kriteria rasionalitas penggunaan obat diolah menggunakan excel

pencatatan data penggunaan

Antihipertensi pada pasien

Hipertensi

Menganalisis penelitian yaitu penelusuran data dan pencatatan data rekam

medik yang memenuhi kriteria inklusi dan pengambilan sampel secara

Systematic sampling

Pembahasan dan kesimpulan

Studi pustaka

Perizinan Penelitian

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Sampel

Evaluasi penggunaan obat merupakan upaya yang dilakukan

dengan tujuan untuk menilai apakah terapi yang diberikan memiliki

efikasi dan keamanan berdasarkan, tepat pasien, tepat indikasi, tepat

obat, dan tepat dosis (Kemenkes RI, 2011). Hasil penelitian ini

diperoleh dengan mengolah 229 data rekam medis sebagai populasi

yang kemudian dilakukan systematic sampling dan didapatkan 77 data

rekam medis sebagai sampel. Deskripsi sampel dilakukan untuk

mengetahui karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas Pasir Panjang

2018 secara umum meliputi :

1) Jenis Kelamin.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui, bahwa

penderita hipertensi di Puskesmas Pasir Panjang lebih banyak dialami

oleh pasien perempuan (65%) dari pada pasien laki-laki (35%), seperti

yang ditampilkan pada tabel 4.1. Hasil ini sama dengan hasil survei

yang dilakukan oleh badan kesehatan nasional tahun 2018, yang

menyatakan bahwa jumlah pasien hipertensi perempuan lebih tinggi

yaitu 36,9% dari pada jumlah pasien hipertensi laki-laki yang hanya

sebesar 31,3%.

Tabel 4.1. Karakteristik sampel Berdasarkan Jenis kelamin.

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria

lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita,

dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah sistolik.

Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan

tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki

No Jenis Kelamin Jumlah %

1 Perempuan 50 65

2 laki-laki 27 35

Total 77 100

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

28

masa menopause, maka prevalensi hipertensi pada wanita mengalami

peningkatan (Depkes RI 2013). Pada masa pramenopause wanita mulai

kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen, dimana hormon

estrogen memiliki fungsi untuk melindungi pembuluh darah dari

kerusakan (Kumar et al., 2005). Laki-laki cenderung lebih besar

mengalami hipertensi dari pada perempuan, yang dipengaruhi oleh

pola hidup yang kurang sehat seperti merokok dan mengkonsumsi

alkohol. Dimana dalam rokok terdapat zat nikotin yang dapat yang

dapat mengakibatkan peningkatan denyut jantung, meningkatkan

tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol HDL, meningkatkan

kadar kolesterol LDL, dan mempercepat arteriosklerosis (Arda, 2018).

Dan asupan alkohol yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.

Beberapa mekanisme yang mungkin mempengaruhi adalah stres

oksidatif, gangguan baroreseptor, cedera pembuluh darah,

berkurangnya produksi oksida nitrat, dan stimulasi sistem RAAS

(Tariq, et al., 2018).

2) Usia.

Usia responden dalam penelitian ini dikelompokan menjadi 3

kelompok besar yang mengacu pada pengelompokan usia menurut

WHO (World Health Organization) yaitu usia dewasa < 45 tahun, usia

pertengahan (middle age) 45-60 tahun, dan lanjut usia > 60 tahun. Dari

tabel 4.2 diketahui, bahwa kelompok usia yang paling banyak

menderita hipertensi adalah pada kelompok usia 45-60 tahun dengan

jumlah 41 orang atau sebesar 53%.

Tabel 4.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia

No Kategori Usia Jumlah %

1 <45 tahun 2 3

2 45-60 tahun 41 53

3 >60 tahun 34 44

Total 77 100

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi

berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu

hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

29

riwayat keluarga, jenis kelamin, dan usia (Pharmaceutical care

Hipertensi, Depkes RI, 2006).

Adanya peningkatan tekanan darah salah satunya diakibatkan oleh

adanya pertambahan usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadi

perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen bisa

menjadi sempit dan pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai

akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik (Depkes RI,

2013).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Tamamilang (2018) , mengenai hubungan antara umur dan aktivitas

fisik dengan derajat hipertensi dimana penderita dengan usia 36-45

tahun sebanyak 16 pasien (20,5%), penderita dengan usia 46-55 tahun

sebanyak 33 pasien (42,4%), dan penderita dengan usia > 56 tahun

sebanyak 29 (37,2%).

3) Golongan Obat Antihipertensi.

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa obat yang paling banyak

digunakan dari 77 rekam medis adalah golongan Calcium Chanel

Blocker (CCB) sebanyak 58 (75%), golongan Angiotensin Cconversion

Enzyme Inhibitors (ACEi) sebanyak 17 (22%), dan kombinasi

golongan ACEi + CCB sebanyak 2 (3%).

Tabel 4.3. Karakteristik Sampel berdasarkan Penggunaan obat

Golongan obat CCB lebih sering digunakan kerena golongan

Calcium Chanel Blocker (CCB) bekerja dengan menurunkan influx ion

kalsium kedalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung,

dan sel-sel otot polos. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas

jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik kedalam

jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan

No Antihipertensi Jumlah %

1 Gol CCB 58 75

2 Gol ACEi 17 22

3 ACEi + CCB 2 3

Total 77 100

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

30

konstriksi otot polos pembuluh darah (Gomer, 2007). Selain itu

golongan Calcium Chanel Bloker (CCB) juga merupakan golongan obat

yang penting pada pengobatan hipertensi. Penggunaan obat golongan ini

dalam hipertensi berdasarkan pemahaman bahwa hipertensi umumnya

adalah hasil dari peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.

Kontraksi otot polos di pembuluhdarah tergantung pada konsentrasi

intrseluler dari Ca2+ yang bebassehingga akan terjadi mekanisme

penghambatan pada perpindahan trans membran Ca2+ melalui kanal

Ca2+yang bergantung pada voltase di mana dapat menurunkan junlah total

Ca2+ yang mencapai daerah intraseluler. Semua agen antagonis kanal

Ca2+ menurunkan tekanan darah melalui relaksasi otot polos arteriol

dan resistensi pembuluh darah perifer(Brunton, et al., 2018).

Adanya terapi kombinasi yang didapatkan oleh pasien dilihat dari

kondisi, diagnosis, serta tanda dan gejala dari pasien. Hal ini sesuai

dengan guidline JNC 8 dimana jika tekanan darah seseorang

>160/90mmHg maka akan mendapatkan terapi obat tunggal

(amlodipin/captopril/HCT) atau terapi obat kombinasi dua (2) atau

lebih obat (ACEi + CCB/ CCB + diuretic tiazid).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sefri (2016) yang hasilnya menujukan bahwa penggunaan Golongan

obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah Calcium

Chanel Blocker (CCB) yaitu amlodipine (63,08%), golongan

Angiotensin Cconversion Enzyme Inhibitors (ACEi) yaitu obat

captopril (12,31%), golongan diuretic tiazide yaitu furosemid (7,69),

HCT (3,08%), dan golongan B-Blocker yaitu propanolol (4,61%).

B. Interpretasi Hasil Rasionalitas

Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi tepat indikasi,

tepat obat, tepat penderita, tepat dosis dan cara pemakaian, serta

waspada terhadap efek samping (Kementrian kesehatan- kebijakan

obat nasional, 2011). Evaluasi rasionalitas penggunaan obat

antihipertensi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan secara

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

31

kualitatif ditinjau dari empat hal antara lain tepat pasien, tepat indikasi,

tepat obat, dan tepat dosis, dengan menggunakan Joint National

Committee (JNC) 8 sebagai literatur pembanding. Interpretasi hasil

rasionalitasdalam penelitianadalah sebegai berikut:

1) Tepat Pasien

Tepat pasien adalah kesesuaian pemilihan obat yang

mempertimbangkan keadaan pasien sehingga tidak menimbulkan

kontraindikasi kepada pasien secara individu. Evaluasi ketepatan

pasien pada penggunaan antihipertensi dilakukan dengan

membandingkan kontraindikasi obat yang diberikan dengan kondisi

klinis pasien menurut diagnosis dokter. Ketepatan pasien perlu

dipertimbangkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat

kepada pasien yang tidak memungkinkan penggunaan obat tersebut

atau keadaan yang dapat meningkatkan resiko efek samping obat

(Kemenkes RI, 2011).

Tabel 4.4. Evaluasi Rasionalitas berdasarkan Tepat Pasien.

No Hasil Jumlah RM %

1 Tepat pasien 77 100

2 Tidak tepat Pasien 0 0

Total 77 100

Dari tabel 4.4 diketahui bahwa seluruh peresepan obat

antihipertensi untuk terapi hipertensi termasuk dalam kategori tepat

pasien atau dapat disimpulkan sebagai 100% tepat pasien. Peresepan

obat yang dilakukan oleh dokter dilihat dari tanda dan gejala pasien

seperti tegang pada bagian leher, pusing, nyeri pada kepala, dan keram

pada tangan dan kaki pasien. Serta diperkuat dengan dilakukannhya

pengukuran tekanan darah pada pasien dimana rentang tekanan darah

pasien hipertensi di Puskesmas Pasir Panjang yaitu untuk tekanan

darah sistolik 110-200 mmHg dan tekanan darah diastolik 70-100

mmHg. Tujuan pemberian antihipertensi pada pasien adalah untuk

menjaga dan mengontrol kestabilan tekanan darah pasien dan

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

32

pemberian terapi yang diberikan kepada pasien sesuai dengan literatur

yang dipakai (lihat tabel.4.5) (JNC 8, 2014).

Tabel. 4.5 Pengobatan hipertensi tanpa penyakit penyerta menurut joint national

committeeedition 8 (JNC 8) tahun 2014

Hasil ini sejalan dengan penelitiaan yang dilakukan oleh Eka

Kartika Untari (2018) dimana dari 65 data rekam medis yang dilihat

diperoleh tepat pasien (100%) dan tidak terdapat rekam medis yang

menyatakan tidak tepat pasien (0%).

2) Tepat Indikasi

Tepat indikasi digunakan untuk menentukan apakah antihipertensi

diberikan sesuai dengan keperluan dan farmakoterapi serta

kemanfaatannya. Pemilihan obat mengacu pada penegakan diagnosis.

Jika diagnosis yang ditegakkan tidak sesuai maka obat yang digunakan

juga tidak akan memberikan efek yang diinginkan. Evaluasi ketepatan

indikasi dilihat dari perlu tidaknya pasien diberi obat antihipertensi

berdasarkan tekanan darah yang dilakukan sebanyak dua (2) kali

dengan rentang waktu pengukuran 5 menit (Rasionalitas Penggunaan

obat Kemenkes RI, 2011). Evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat

indikasi dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Evaluasi Rasionalitas berdasarkan Tepat Indikasi.

No Hasil Jumlah RM %

1 Tepat indikasi 77 100

2 Tidak tepat indikasi 0 0

Total 77 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 77 data rekam

medis diperoleh hasil 100% tepat indikasi. Penggunaan obat

antihipertensi ini dikategorikan tepat indikasi karena obat

antihipertensi ACEi dan CCB diberikan kepada pasien dengan

diagnosis hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2. Berdasarkan

No Usia (tahun) Tekanan darah

(mmHg) Terapi yang diberikan

1. >60 <150/90 Gol.

Diuretic/ACEi/CCB/Kombinasi

2. <60 <140/90 Gol.

Diuretic/ACEi/CCB/Kombinasi

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

33

klasifikasi hipertensi Joint National Committee (JNC) 8 tahun 2014

dimana hipertensi stage 1 dengan rentang tekanan darah yaitu < 159/99

mmHg dan hipertensi stage 2 dengan rentang tekanan darah >

160/100 mmHg, sama-sama mendapatkan pengobatan lini pertama

menggunakan obat antihipertensi golongan diuretik tiazid, atau ACEi,

atau CCB tunggal atau dengan kombinasi dua (2) atau lebih golongan

obat.

Menurut panduan Praktik klinis dan Clinical Patway(CP) dan

Pembuluh Darah (2016), pasien hipertensi yang terdiagnosa dengan

hipertensi stage 1 mempunyai tanda dan gejala yang sesuai pada

lampiran 3 dimana tanda dan gejala yang dialami pasien hipertensi

stage 1 yaitu pusing, kepala sakit, tegang pada leher, mudah lelah, dan

dan rentang hasil pengukuran tekanan darah yaitu sistolik > 140 - 159

mmHg dan diastolik > 90- 99 mmHg, sedangkan pasien yang

didiagnosa hipertensi stage 2 mempunyai tanda dan gejala yang sesuai

pada lampiran 3 dimana tanda dan gejala yang dialami oleh pasien

hipertensi stage 2 yaitu pusing, kepala sakit, nyeri dada, mudah lelah

dan rentang hasil pengukuran tekanan darah yaitu sistolik > 180

mmHg dan diastolik >80-110 mmHg.

Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Saftia

Arizky (2018) mengenai evaluasi rasionalitas penggunaan obat

antihipertensi diamana hasil penelitian yang dilakukan terhadap 37

rekam medik pasien hipertensi, tepat indikasi sebanyak 18 pasien

(48,65%), sedangkan ketidaktepatan indikasi sebanyak 19 pasien

(51,35%).

3) Tepat Obat

Tepat obat adalah kesesuaian pemberian obat antihipertensi yang

dapat ditimbang dari ketetapan kelas lini terapi, jenis dan kombinasi

obat bagi pasien hipertensi (Permenkes RI, 2011). Berdasarkan tabel

4.7 dari 77 data rekam medis diperoleh ketepatan pemilihan obat

antihipertensi berdasarkan tepat indikasi yaitu 100%, dimana hasil

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

34

penelitian ini dilihat berdasarkan diagnosis dari pasien dan obat yang

diresepkan kepada pasien dan dibandingkan dengan pedoman atau

literature yang digunakan yaitu joint national commitee(JNC) 8.

Tabel 4.7 Evaluasi Rasionalitas berdasarkan Tepat Obat

MenurutJoint National Commitee(JNC) 8, algoritma pengobatan

untuk hipertensi stage 1 lini pertama mendapatkan obat tunggal yaitu

captopril, amlodipin, da, HCT, sedangkan hipertensi stage 2

mendapatkan obat tunggal yaitu captopril, amlodipin, da, HCT dan

kombinasi yaitu Captopril + Amlodipin / HCT + Captopril/ HCT +

Amlodipin.

Hasil penelitian evaluasi rasionalitas berdasarkan ketepatan obat di

Puskesmas Pasir Panjang Periode Januari – Maret 2018 ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka Kartika Untari (2018)

dimana terdapat 65 pasien (70,65%) obat antihipertensi yang diberikan

sudah sesuai standar yang digunakan yaitu JNC 7 dan terdapat 27

pasien (29,35%) pemberian obat antihipertensi yang tidak sesuai

standar.

No Diagnos

is

Terapi yang

didapat

Pedoman Menurut JNC 8 Kesesuaian obat

(%)

Sesuai Tidak

1 Hiperten

si Stage 1

Amlodipin/

Captopril

Tunggal antara :

HCT/Amlodipin/ captopril

75

(97%)

-

2 Hiperten

si Stage

2

1. Tunggal

:

Amlodipin/

captopri

l

1. Tunggal :

HCT/Amlodipin/Ca

ptopril

2 (3%) -

2. Kombinasi:

Captopr

i+Amlo

dipin

2. Kombinasi: Captopril +

Amlodipin / HCT +

Captopril/ HCT +

Amlodipin

Total 77

(100%)

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

35

4) Tepat Dosis

Tepat dosis adalah kesesuaian pemberian dosis obat antihipertensi

dengan rentang dosis terapi, ditinjau dari dosis penggunaan per hari

dengan didasari pada kondisi khusus pasien. Bila peresepan obat

antihipertensi berada pada rentang dosis minimal dan dosis per hari

yang dianjurkan maka peresepan dikatakan tepat dosis. Dikatakan

dosis kurang atau dosis terlalu rendah adalah apabila dosis yang

diterima pasien berada dibawah rentang dosis terapi yang seharusnya

diterima pasien (Kemenkes RI, 2011).

Tabel 4.8 Evaluasi Rasionalitas berdasarkan Ketepatan Dosis.

No

Terapi yang

didapatkan

Pedoman

Menurut JNC 8

Kesesuaian obat

Sesuai Tidak Sesuai

Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

1 Amlodipin

5- 20mg/hari

2,5-

10mg/hari

57 74 1 1,3

2 Captopril

12,5-

75mg/hari

25-

50mg/hari

17 22,1 2 2,6

Total 74 96,1 3 3,9

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa dari 77 rekam medis,

terdapat 74 data rekam medis yang menujukan tepat dosis (96,1%),

dan terdapat 3 data rekam medis yang tidak tepat dosis (3,9%), hal ini

disebabkan karena dosis yang diberikan atau diresepkan kepada pasien

melebih dosis maksimum yang telah telah ditetapkan dalam algoritma

terapi menurut Joint National Committee(JNC) 8.

Berdasarkan Joint National Committee(JNC) 8 dosis maksimum

amlodipin yaitu 2,5 – 10mg/hari dan dosis maksimum captopril yaitu

25 – 50mg/hari. Dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan kadar

obat dalam darah berada dibawah kisaran terapi sehingga tidak dapat

memberikan respon yang diharapkan yaitu luaran terapi berupa

penurunan tekanan darah tidak tercapai. Sebaliknya dosis obat yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan kadar obat dalam darah melebihi

kisaran terapi menyebabkan keadaan munculnya efek samping utama

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

36

antihipertensi yaitu hipotensi dan kemungkinan efek toksisitas lainnya

( Eka Kartika Untari, et al, 2018).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pande Made Rama Sumawa (2015) mengenai rasionalitas penggunaan

obat antihipertensi, dimana terdapat 25 (64,10%) pemberian obat

antihipertensi yang tepat dosis dan ditemukan 14 (35,90%) pemberian

obat antihipertensi yang tidak tepat dosis. Evaluasi dosis penggunaan

obat antihipertensi di Puskesmas Pasir Panjang Periode Januari –

Maret 2018, dapat dilihat pada tabel 4.9 dan tabel 4.10.

Tabel 4.9. Data evaluasi dosis penggunaan obat anti hipertensi yang tepat dosis .

Tabel 4.10. Data evaluasi dosis penggunaan obat anti hipertensi yang tepat tepat

dosis .

5) Jumlah Rasionalitas Penggunaan obat Antihipertensi di

Puskesmas Pasir Panjang Periode Januari – Maret 2018.

Pengobatan hipertensi yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu

masih terdapat ketidak rasionalan terapi obat berdasarkan tepat dosis

dimana terdapat 4 rekam medis yang tidak tepat dosis (5%) (dapat

dilihat pada tabel 4.11), hal ini dikarenakan ketidaksesuaian pemilihan

obat untuk pasien hipertensi stage 2. Dalam pemberian dosis dan

Antihipertensi Jumlah Dosis RM Dosis

standar

Keterangan

Amlodipin 57 5-10mg ( 1 hari) 2,5-10mg ( 1

hari)

Tepat dosis

Captopril 15 12,5-50mg (1

hari)

25-50mg (1

hari)

Tepat dosis

Amlodipin+Captopril 1 5-10mg ( 1

hari)+12,5-

50mg (1 hari)

2,5-20mg ( 1

hari)+ 25-

50mg (1

hari)

Tepat dosis

Antihipertensi Jumlah Dosis RM Dosis

standar

Keterangan

Amlodipin 1 5mg (3x1) 2,5-10mg ( 1

hari)

Tidak tepat

dosis

Captopril 2 25mg (3x1) 25-50mg (1

hari)

Tidak Tepat

dosis

Amlodipin+Captopril 1 2x10mg ( 1

hari)+

3x25mg (1

hari)

2,5-10mg ( 1

hari)+ 25-

50mg (1

hari)

Tidak Tepat

dosis

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

37

frekuensi pemakaian antihipertensi tersebut dapat menyebabkan

timbulnya dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat

beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan

penggunaannya. Dampak negatif ini tidak saja dialami oleh pasien

yaitu berupa efek samping dan biaya yang mahal namun juga dapat

dialami oleh populasi yang lebih luas berupa mutu pengobatan dan

pelayanan (Kemenkes RI, 2011).

Tabel 4.11. Jumlah Rasionalitas Penggunaan obat Antihipertensi di Puskesmas Pasir

Panjang Periode Januari–Maret 2018.

Faktor yang mempengaruhi kerasionalan penggunaan obat adalah

pola peresepan, pelayanan yang diberikan bagi pasien, dan tersedianya

obat untuk diberikan kepada pasien. Faktor peresepan berpengaruh

langsung pada ketepatan pemberian obat yang akan dikonsumsi oleh

pasien. Faktor pelayanan pasien berpengaruh pada ketepatan diagnosis

dan terapi untuk pasien, serta informasi yang seharusnya diterima oleh

pasien agar pasien mengerti akan tujuan terapinya dan paham tentang

penggunaan obatnya.

No Hasil Jumlah RM %

1 Rasional 73 95

2 Tidak rasioanal 4 5

Total 77 100

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

38

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Gambaran rasionalitas penggunaan obat antihipertensi di

Puskesmas Pasir Panjang tahun 2018 adalah sebagai berikut : tepat

pasien (100%), tepat indikasi (100%), tepat obat (100%), dan tepat

dosis (95%). Obat antihipertensi yang sering diberikan kepada pasien

hipertensi yaitu Amlodipin dengan persentase yaitu 75% dan

Captopril dengan persentase yaitu 72%.

5.2Saran

1) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebaiknya dialakukan

penelitian lanjutan mengenai evaluasi rasionalitas penggunaan

obat antihipertensi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas

kesehatan pasien, sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya

hipertensi.

2) Perlu dilakukan penelitian menggunakan metode prospektif dan

pengoptimalan evaluasi dengan wawancara kepada pasien, dokter,

dan farmasi untuk menggali informasi lebih dalam mengenai

pengobatan yang diberikan kepada pasien.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

39

DAFTAR PUSTAKA

Arda Adhayani Zul et al. 2018. Journal of Public Health. Hipertensi dan

Faktor Risikonya di Puskesmas Motolohu Kabupaten Pohuwato.

Volume 10. Hal 32-38.

Bianti Nuraini. 2015. Journal of Pharmacy. Risk Factors Of Hypertension.

Volume 4: hal 10-19.

Brunton, L.L., Bruce A. Chabner, dan Björn C. Knollmann. 2018. Goodman

& Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics. Thirteen

edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Budiman et al. 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Hubungan

Dislipidemia, Hipertensi dan DiabetesMelitus Dengan Kejadian Infark

Miokard Akut. Volume 10. Hal 32-37.

Darmawan Hasbullahet al. 2018. Media Gizi Pangan. Asupan Natrium dan

Status Gizi terhadap tingkat Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan Di

RSUD Kota Makasar. Volume 25. Edisi 1. Hal 11-17.

Departemen Kesehatan RI.2006. Pharmaceutical care untuk penyakit

Hipetensi. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2011). Kebijakan obat nasional. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Dinkes kota kupang.2016. Profil Kesehatan Kota Kupan 2016.Kota Kupang.

Dinkes kota kupang.2017. Profil Kesehatan Kota Kupan 2016.Kota Kupang.

Depkes RI. 2008.Laporan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Nasional

tahun 2007.CV Metronusaprima: Jakarta.

Depkes RI. 2013 .Laporan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas)

Nasional tahun 2007 & 2013 .CV Metronusaprima: Jakarta.

Farida Umamah. 2016. Hubungan Pre-monepause dengan kejadian

hipertensi pada wanita di RT 11 RW 05 Kelurahan BanjarBendo

sidoarjo. Vol 9 No.1 : 82-87

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

40

Jayanti I Gusti Ayu Ninik et al. 2017. Jurnal gizi Indonesia. Hubungan Pola

Konsumsi Minuman Beralkohol Terhadap Kejadian hipertensi pada

Tenaga Kerja Pariwasata Di kelurahan Legia. Volume 6 : 65-70.

JNC VII. 2003. The seventh report of the joint National committee on

prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood

pressure Hypertension. JAMA.

JNC VIII. 2014. The Eight Report of the joint National Committee.

Hypertension Guidelines. An in-depth Guide. Am J Manag Care.

Kartika Eka Untari et al.2018. Pharmaceutical Sciences and Research.

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan obat Anti hipertensi di Puskesmas

siantar hilir Kota Pontianak Tahun 2015. Volume 5- Hal 32-39

Notoatmodjo, soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Pacurari, M., Ramzi Kafoury, Paul B. Tchounwou, dan Kenneth Ndebele.

2014. The Renin-Angiotensin-Aldosterone System in Vascular

Inflammation and Remodeling. International Journal of Inflammation.

Vol. 2014, hal. 1-13. Hindawi Publishing Corporation

Permenkes No.269.,2008,”Rekam Medis”, Jakarata: Indonesia.

Purnomo, H., 2009, “Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Yang Paling

Mematikan”, Buana Pustaka,Yogyakarta.

Ramadhan Adam.R. dkk (2018). Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi

Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalandi Puskesmas Sempaja

Samarinda.Jurnal Sains dan Kesehatan. 2015. Vol 1. No 2 Hal 82-89.

Sartik et al.2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Faktor-faktor Resiko dan

Angka Kejadian Hipertensi pada penduduk Palembang. Volume 8(3) :

Hal 180-191.

Sugiyono.2017.Metode Penelitian Administras. Bandung : Alfabeta.

Syahdrajat T. 2017. Panduan penelitian untuk skripsi kedokteran dan

kesehatan.Jakarta: Dian Rakyat Jakarta.

Tandililing Sefri dkk.(2016). Profil Penggunaan Obat Pasien Hipertensi

Esensial di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

41

Ilagaligo Kabupaten Luwu Tmur Periode Januari-Desember Tahun

2014. Journal of Pharmacy Vol. 3 (1) : 49 – 56.

Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Samuel MD, et al. 2014. Clinical

practice guidlines for the management of hypertension in the

community. The Journal of Clinical Hypertension. 16(1):14-26.

World Health Organization(WHO).2011. Hypertension Fact Sheet.

Department Of Sustainaible Development and Healthy Environments.

Regional Office For South-East Asia. Hal 1-2

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

42

LAMPIRAN

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

43

Lampiran 1. Surat Ijin Pengambilan Data Pra-Penelitian dari Universitas Citra Bangsa

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

44

Lampiran 2. Surat Ijin Pengambilan Data Penelitian dari Universitas Citra Bangsa

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

45

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

46

Lampiran 4. Form Data Pasien Hipertensi

No

RM

Nama

Pasien

Jenis

Kelamin

Usia

(Tahun)

Diagnosa Tanda dan Gejala Tekanan

Darah

(mmHg)

Obat yang

didapatkan

Dosis

Obat

(mg)

dan

Aturan

Pakai

Dosis

Literatur

(mg)

1 SM P 67 HT

Stage 1

Tegang pada leher,

nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

3 SS P 58 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sakit kepala

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

6 MD P 51 HT Stage 2

Tegang pada leher, sesak napas.

150/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin 2,5-10

9 SS P 53 HT

Stage 1

Tegang pada leher 130/80 Amlodipin 2,5(2x1) Amlodipin

2,5-10

12 SR P 49 HT

Stage 1

Kepala sakit,

pusing,dan nyeri

dada

140/90 Amlodipin 5(1x1) Amlodipin

2,5-10

15 FN P 51 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

18 A P 47 HT stage 2

Tegang pada leher, pusing, napas sesak

200/130 Captopril 25 (3x1) Captopril 25-50

Amlodipin 10(3x1) Amlodipin

2,5-10

21 HR P 59 HT stage

1

Tegang pada leher

dan kram pada

tangan

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

24 RK P 48 HT stage

2

Nyeri dada 140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

27 AT L 51 HT stage

1

Tegang pada leher 140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

30 IL L 74 HT stage

1

Tegang pada leher

dan kram pada

tangan dan kaki

140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

33 MS P 48 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

36 SR P 49 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/90 Amlodipin 10(1x1) Amlodipin

2,5-10

39 B L 63 HT stage

1

Nyeri dada 110/20 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

42 NL L 77 HT Stage 1

Pusing dan tegang pada leher

150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin 2,5-10

45 JN P 62 HT

Stage 1

Pusing dan nyeri

dada

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

48 PJ P 76 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan nyeri dada

120/80 Amlodioin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

51 WB P 65 HT

Stage 1

Pusing, nyeri dada

dan kepala sakit

150/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

54 NK P 46 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/80 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

57 MB P 49 HT

Stage 1

Pusing dan nyeri

dada

150/90 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

60 LS L 85 HT Batuk,pusing,tegang 150/90 Captopril 12,5 Captopril

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

47

Stage 1 pada leher (2x1) 25-50

63 L P 64 HT

Stage 1

Sesak napa, pusing

dan tegang pada

leher

150/90 Captopril 25 (3x1) Captopril

25-50

66 YO P 61 HT

Stage 1

Tegang pada leher,

kram pada tanagn

dan kaki

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

69 S P 65 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

pusing

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

72 YB L 51 HT

Stage 2

Batuk, sesak napas

dan nyeri dada

140/100 Amlodipin 5 (2x1) Amlodipin

2,5-10

75 SA P 42 HT

Stage 2

Tegang pada leher

dan sesak napas

170/100 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

78 SF L 58 HT

Stage 1

Pusing dan tegang

pada leher

140/80 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

81 EF P 51 HT

Stage 1

Pusing, lemas dan

nyeri dada

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

84 DO P 50 Ht Stage

1

Sesak napas dan

nyeri dada

150/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

87 NT P 55 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

90 HH L 80 HT

Stage 2

Pusing, nyeri dada

dan sesak napas

150/70 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

93 NL L 77 HT

Stage 2

Kram pada kaki,

pusing, nyeri dada

dan sesak napas

130/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

96 AS L 83 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

99 DP L 46 HT

Stage 1

Pusing dan sesak

napas

140/80 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

102 HH L 61 HT

Stage 1

Pusing dan nyeri

dada

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

105 FT L 61 HT

Stage 2

Nyeri dada dan

pusing

150/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

108 W P 60 HT

Stage 2

Kram pada tangan

dan sesak napas

140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

111 YB P 53 HT stage

1

Nyeri dada 140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

114 TB P 45 HT

Stage 2

Tegang pada leher,

sesak napas, pusing

150/90 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

117 EZ L 51 HT stage

1

Kram pada tangan

dan kaki, pusing

dan nyeri dada

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

120 HD P 63 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan pusing

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

123 YDH P 46 HT

Stage 2

Batuk, tegang pada

leher dan nyeri dada

160/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

126 TF P 55 HT

Stage 1

Batuk, pusing dan

nyeri dada

150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

129 QN L 52 HT

Stage 1

Tegang pada leher 140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

132 S P 63 HT

Stage 1

Pusing, tegang pada

leher dan lemas

130/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

135 MA P 69 HT Nyeri dada, tegang 150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

48

Stage 2 pada leher dan

batuk

2,5-10

138 MP L 63 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

batuk

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

141 AN L 52 HT

Stage 2

Sesak napas dan

nyeri dada

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

144 EB P 45 HT

Stage 1

Pusing dan tegang

pada leher

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

147 S L 69 HT

Stage 1

Nyeri dada 120/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

150 AK L 54 HT

Stage 1

Pusing dan nyeri

dada

130/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

153 NB P 51 HT

Stage 2

Pusing dan tegang

pada leher

150/90 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

156 JN L 72 HT

Stage 2

Pusing, tegang pada

leher dan lemas

150/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

159 SM P 71 HT Stage 1

Tegang pada leher dan pusing

140/70 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin 2,5-10

162 SM L 75 HT stage

2

Lemas, pusing, dan

nyeri dada

160/100 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

165 SS P 53 HT

Stage 1

Keram pada tangan,

pusing, nyeri dada

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

168 S P 58 HT

Stage 2

Nyeri dada, tegang

pada leher, dan

batuk

160/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

171 SFA P 64 HT Stage 1

Pusing dan tegang pada leher

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin 2,5-10

174 MFA P 65 HT

Stage 1

Nyeri dada 150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

177 N P 73 HT

Stage 1

Tegang pada leher 140/70 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

180 JD L 74 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan pusing

140/90 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

183 JM P 45 HT

Stage 1

Tegang pada leher 130/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

186 HH L 75 HT

Stage 2

Sesak napas,

pusing, tegang pada

leher, dan nyeri

dada

160/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

189 TD P 55 HT

Stage 2

Tegang pada leher,

kram pada kaki dan

tangan

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

192 MK L 71 HT

Stage 2

Nyeri dada dan

pusing

150/80 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

195 PN L 78 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

198 LO P 64 HT

Stage 2

Pusing, nyeri dada,

sesak napas, dan

lemas

140/80 Captopril 12.5

(2x1)

Captopril

25-50

201 YD L 59 HT

Stage 2

Nyeri dada, sesak

napas, dan pusing

160/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

204 TR P 54 HT

Stage 2

Tegang pada leher

dan nyeri dada

160/90 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

49

207 SY P 51 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan pusing

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

210 AL L 57 HT

Stage 2

Pusing, nyeri dada,

tegang pada leher,

dan batuk

160/90 Captopril 25 (3x1) Captopril

25-50

213 NLO P 49 HT

Stage 1

Sesak napas dan

nyeri dada

140/70 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

215 MO P 51 HT

Stage 2

Nyeri dada, pusing,

dan tegang pada

leher

150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

218 CRR L 62 HT

Stage 2

Tegang pada leher 140/70 Amlodipin

5 (1x1)

Amlodipin

2,5-10

221 S L 52 HT

Stage 2

Keram pada tangan,

pusing, dan tegang

pada leher

160/80 Captopril 25 (3x1) Captopril

25-50

224 CP P 31 HT Stage 1

Tegang pada leher 140/70 Amlodipin 10 (1/2 x1)

Amlodipin 2,5-10

228 OL P 43 HT

Stage 2

Nyeri dada, sesak

napas, dan pusing

140/80 Amlodipin 5 (2x1) Amlodipin

2,5-10

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

50

Lampiran 5. Tepat pasien dan Tepat indikasi

No Nama

Pasien

Jenis

Kelamin

Usia

(Tahun)

Diagnosa Tanda dan Gejala Tekanan

Darah

(mmHg)

Terapi yang didapatkan

Obat yang

didapatkan

Dosis

Obat

(mg)

dan

Aturan

Pakai

Dosis

Literatur

(mg)

1 SM P 67 HT

Stage 1

Tegang pada leher,

nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

3 SS P 58 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sakit kepala

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

6 MD P 51 HT

Stage 2

Tegang pada leher,

sesak napas.

150/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

9 SS P 53 HT

Stage 1

Tegang pada leher 130/80 Amlodipin 2,5(2x1) Amlodipin

2,5-10

12 SR P 49 HT

Stage 1

Kepala sakit,

pusing,dan nyeri

dada

140/90 Amlodipin 5(1x1) Amlodipin

2,5-10

15 FN P 51 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

18 A P 47 HT stage

2

Tegang pada leher,

pusing, napas sesak

200/130 Captopril 25 (3x1) Captopril

25-50

Amlodipin 10(3x1) Amlodipin

2,5-10

21 HR P 59 HT stage

1

Tegang pada leher

dan kram pada

tangan

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

24 RK P 48 HT stage

2

Nyeri dada 140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

27 AT L 51 HT stage

1

Tegang pada leher 140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

30 IL L 74 HT stage

1

Tegang pada leher

dan kram pada

tangan dan kaki

140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

33 MS P 48 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

36 SR P 49 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/90 Amlodipin 10(1x1) Amlodipin

2,5-10

39 B L 63 HT stage

1

Nyeri dada 110/20 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

42 NL L 77 HT

Stage 1

Pusing dan tegang

pada leher

150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

45 JN P 62 HT

Stage 1

Pusing dan nyeri

dada

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

48 PJ P 76 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan nyeri dada

120/80 Amlodioin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

51 WB P 65 HT

Stage 1

Pusing, nyeri dada

dan kepala sakit

150/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

54 NK P 46 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/80 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

57 MB P 49 HT Pusing dan nyeri 150/90 Captopril 12,5 Captopril

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

51

Stage 1 dada (2x1) 25-50

60 LS L 85 HT

Stage 1

Batuk,pusing,tegang

pada leher

150/90 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

63 L P 64 HT

Stage 1

Sesak napa, pusing

dan tegang pada

leher

150/90 Captopril 25 (3x1) Captopril

25-50

66 YO P 61 HT

Stage 1

Tegang pada leher,

kram pada tanagn

dan kaki

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

69 S P 65 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

pusing

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

72 YB L 51 HT

Stage 2

Batuk, sesak napas

dan nyeri dada

140/100 Amlodipin 5 (2x1) Amlodipin

2,5-10

75 SA P 42 HT

Stage 2

Tegang pada leher

dan sesak napas

170/100 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

78 SF L 58 HT

Stage 1

Pusing dan tegang

pada leher

140/80 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

81 EF P 51 HT

Stage 1

Pusing, lemas dan

nyeri dada

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

84 DO P 50 Ht Stage

1

Sesak napas dan

nyeri dada

150/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

87 NT P 55 HT

Stage 1

Nyeri dada 140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

90 HH L 80 HT

Stage 2

Pusing, nyeri dada

dan sesak napas

150/70 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

93 NL L 77 HT Stage 2

Kram pada kaki, pusing, nyeri dada

dan sesak napas

130/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin 2,5-10

96 AS L 83 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

99 DP L 46 HT

Stage 1

Pusing dan sesak

napas

140/80 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

102 HH L 61 HT

Stage 1

Pusing dan nyeri

dada

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

105 FT L 61 HT

Stage 2

Nyeri dada dan

pusing

150/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

108 W P 60 HT

Stage 2

Kram pada tangan

dan sesak napas

140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

111 YB P 53 HT stage

1

Nyeri dada 140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

114 TB P 45 HT

Stage 2

Tegang pada leher,

sesak napas, pusing

150/90 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

117 EZ L 51 HT stage

1

Kram pada tangan

dan kaki, pusing

dan nyeri dada

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

120 HD P 63 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan pusing

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

123 YDH P 46 HT

Stage 2

Batuk, tegang pada

leher dan nyeri dada

160/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

126 TF P 55 HT

Stage 1

Batuk, pusing dan

nyeri dada

150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

129 QN L 52 HT

Stage 1

Tegang pada leher 140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

132 S P 63 HT Pusing, tegang pada 130/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

52

Stage 1 leher dan lemas 2,5-10

135 MA P 69 HT

Stage 2

Nyeri dada, tegang

pada leher dan

batuk

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

138 MP L 63 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

batuk

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

141 AN L 52 HT

Stage 2

Sesak napas dan

nyeri dada

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

144 EB P 45 HT

Stage 1

Pusing dan tegang

pada leher

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

147 S L 69 HT

Stage 1

Nyeri dada 120/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

150 AK L 54 HT

Stage 1

Pusing dan nyeri

dada

130/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

153 NB P 51 HT

Stage 2

Pusing dan tegang

pada leher

150/90 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

156 JN L 72 HT Stage 2

Pusing, tegang pada leher dan lemas

150/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin 2,5-10

159 SM P 71 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan pusing

140/70 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

162 SM L 75 HT stage

2

Lemas, pusing, dan

nyeri dada

160/100 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

165 SS P 53 HT

Stage 1

Keram pada tangan,

pusing, nyeri dada

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

168 S P 58 HT

Stage 2

Nyeri dada, tegang

pada leher, dan batuk

160/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

171 SFA P 64 HT

Stage 1

Pusing dan tegang

pada leher

140/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

174 MFA P 65 HT

Stage 1

Nyeri dada 150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

177 N P 73 HT

Stage 1

Tegang pada leher 140/70 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

180 JD L 74 HT

Stage 1

Tegang pada leher

dan pusing

140/90 Captopril 12,5

(2x1)

Captopril

25-50

183 JM P 45 HT

Stage 1

Tegang pada leher 130/90 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

186 HH L 75 HT

Stage 2

Sesak napas,

pusing, tegang pada

leher, dan nyeri

dada

160/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

189 TD P 55 HT

Stage 2

Tegang pada leher,

kram pada kaki dan

tangan

150/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

192 MK L 71 HT Stage 2

Nyeri dada dan pusing

150/80 Captopril 12,5 (2x1)

Captopril 25-50

195 PN L 78 HT

Stage 1

Nyeri dada dan

sesak napas

140/90 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

198 LO P 64 HT

Stage 2

Pusing, nyeri dada,

sesak napas, dan

lemas

140/80 Captopril 12.5

(2x1)

Captopril

25-50

201 YD L 59 HT

Stage 2

Nyeri dada, sesak

napas, dan pusing

160/100 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ucb.ac.id/61/1/BAB 1-5 Skripsi.pdf · 2020. 7. 8. · PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit kardiovaskular

53

204 TR P 54 HT

Stage 2

Tegang pada leher

dan nyeri dada

160/90 Captopril 25 (2x1) Captopril

25-50

207 SY P 51 HT Stage 1

Tegang pada leher dan pusing

140/80 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin 2,5-10

210 AL L 57 HT

Stage 2

Pusing, nyeri dada,

tegang pada leher,

dan batuk

160/90 Captopril 25 (3x1) Captopril

25-50

213 NLO P 49 HT

Stage 1

Sesak napas dan

nyeri dada

140/70 Amlodipin 5 (1x1) Amlodipin

2,5-10

215 MO P 51 HT

Stage 2

Nyeri dada, pusing,

dan tegang pada

leher

150/80 Amlodipin 10 (1x1) Amlodipin

2,5-10

218 CRR L 62 HT Stage 2

Tegang pada leher 140/70 Amlodipin

5 (1x1)

Amlodipin 2,5-10

221 S L 52 HT

Stage 2

Keram pada tangan,

pusing, dan tegang

pada leher

160/80 Captopril 25 (3x1) Captopril

25-50

224 CP P 31 HT

Stage 1

Tegang pada leher 140/70 Amlodipin 10 (1/2

x1)

Amlodipin

2,5-10

228 OL P 43 HT

Stage 2

Nyeri dada, sesak

napas, dan pusing

140/80 Amlodipin 5 (2x1) Amlodipin

2,5-10