Bab i Kti Skabies Lia
-
Upload
ricky-wahyudi-surya -
Category
Documents
-
view
304 -
download
10
Transcript of Bab i Kti Skabies Lia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat
kira – kira 15 % berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital
serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras
dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Wasitaatmadja dalam Djuanda,2010).
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian
seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang
sangat penting, selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga
mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indikator sistemik, dan sarana
komunikasi non verbal antara individu yang satu dengan yang lain
(Wasitaatmadja dalam Djuanda, 2010).
Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap
berbagai macam penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehari – hari. Lingkungan
yang bersih dan sehat akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian
pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya
berbagai macam penyakit (Faulkner,2008). Menurut Dwi (2008), penyakit
yang dapat berkembang pada keadaan lingkungan yang padat penduduk dan
1
2
personal hygiene yang buruk antara lain; diare, disentri, penyakit cacingan,
poliomyelitis, hepatitis A, kolera, typhoid, leptospirosis, malaria, demam
berdarah dengue, dan scabies. Menurut Cakmoki (2007), scabies (gudik)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian
hominis (sejenis kutu, tungau), ditandai dengan keluhan gatal, terutama pada
malam hari dan ditularkan melalui kontak langsung dan kontak tidak
langsung melalui bekas alas tidur atau pakaian.
Prevalensi penyakit scabies di Indonesia adalah sekitar 6 – 27 % dari
populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja
(Sungkar,1997). Penyakit scabies tersebar luas di seluruh dunia terutama di
daerah – daerah yang erat kaitannya dengan lahan kritis, kemiskinan serta
rendahnya sanitasi. Sebanyak 300 juta orang per tahun di dunia dilaporkan
terserang scabies (Wardhana, 2006). Penularan scabies terjadi ketika orang –
orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah
tangga, sekolah – sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan
pemondokan, serta fasilitas- fasilitas kesehatan yang dipakai masyarakat luas.
Scabies merupakan penyakit yang sangat mudah menular, walaupun tidak
terlalu membahayakan, namun jika terjadi komplikasi dengan kuman β
hemolytic streptococcus, dapat terjadi glomerulonefritis akut (Suroto, 2010).
Di Indonesia, angka kejadian penyakit kulit masih tinggi, hal ini dapat
dilihat dari pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit
Indonesia tahun 2010 dimana penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya
menduduki urutan ketiga dengan jumlah kasus baru 122.076 serta jumlah
3
kunjungan sebanyak 192.414 berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun
2010.
Di Kalimantan selatan, berdasarkan laporan dinas kesehatan provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2009, penyakit kulit infeksi menempati urutan ke
enam dari sepuluh penyakit terbanyak di provinsi Kalimantan Selatan. Angka
tersebut tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan
angka kejadian penyakit kulit infeksi pada tahun 2006 yakni menduduki
urutan ke 6 dengan kejadian sebanyak 27816 kasus. Hal ini menunjukkan
bahwa di Propinsi Kalimantan Selatan angka kejadian penyakit kulit infeksi
cukup tinggi.
Sedangkan di wilayah pemerintah Kota Banjarbaru, pada tahun 2011
tercatat ada 190 kasus scabies dengan presentasi wilayah tertinggi berada di
masyarakat daerah cempaka sebanyak 33 kasus yang berkunjung ke program
sanitasi lingkungan. Sedangkan di Pondok Pesantren Miftahul Falah
Banjarbaru yang lokasinya terletak di perbatasan kelurahan Sungai Besar dan
Cempaka, pada tahun 2010 tercatat ada 30 kasus scabies dan pada tahun 2011
tercatat ada 10 kasus scabies. Angka ini menurun cukup signifikan setelah
diadakan pengobatan massal oleh pihak puskesmas Sungai Besar Banjarbaru.
Meskipun demikian penyakit scabies adalah penyakit yang sangat menular,
sehingga apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan dan pemahaman yang
benar tentang penyakit scabies maka bukan hal yang tidak mungkin angka ini
akan meningkat kembali karena Sarcopteis scabei sangat mudah menyebar
dari manusia ke manusia melalui kontak tubuh maupun media benda,
seperti handuk dan pakaian.
4
Penyakit kulit adalah salah satu penyakit menular serta masalah
kesehatan masyarakat yang tak dapat dipungkiri bahwa penyakit ini masih
merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan
kerja sehari-hari. Penyakit kulit banyak ditemukan di Indonesia karena
Indonesia beriklim tropis (Utomo,2004). Iklim tersebut yang mempermudah
perkembangan bakteri, parasit dan jamur. Penyakit yang sering muncul
karena kurangnya kebersihan diri adalah berbagai penyakit kulit
(Kristiwiani,2005).
Penyakit scabies umumnya menyerang individu yang hidup
berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah
sakit, perkampungan padat dan di rumah jumpo (Sudirman,2006).
Pesantren adalah suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang
menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat
tinggal santri yang bersifat permanen. Pesantren merupakan suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh dan diakui oleh masyarakat sekitar
dengan sistem asrama dimana santri – santri menerima pendidikan agama
melalui sistem pengajian atau madrasah (Qomar,2007).
Rimawardhani dalam Irmalia (2011), dokter spesialis kulit dan
kelamin di RSU Budi Asih Karang Tengah Tangerang, mengatakan bahwa
penyakit yang paling sering diderita siswa yang tinggal di pesantren adalah
kutu kepala, scabies, dan panu. Penyebab ketiga penyakit tersebut hampir
sama. Ada yang disebabkan oleh penularan langsung karena kontak langsung
dengan penderita. Dan ada pula yang disebabkan secara tidak langsung, bisa
lewat baju, seprai, handuk, bantal, air, gordyn, atau sisir.
5
Hampir semua santri mengatakan pernah menderita penyakit ini ada
yang sudah baik dan ada yang masih buruk (Khotimah, 2006). Salah satu
kebiasaan buruk yang sering dilakukan santri atau siswa di beberapa
pesantren secara umum adalah sering mengunakan alat – alat atau pakaian
secara bersama – sama, contohnya tempat tidur, bantal, baju, handuk dan
sebagainya. Sehingga hal inilah yang menyebabkan scabies sering
dihubungkan dengan pesantren. Kondisi pesantren dapat mempengaruhi
penularan scabies apabila para siswa tidak paham dan tidak sadar akan
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan maupun kebersihan pribadi.
Untuk mencegah hal tersebut, pemahaman kepada siswa untuk menjaga
kebersihan lingkungan adalah penting. (Harditya,2011)
Penyakit scabies yang terjadi di pesantren berdampak terhadap santri
terutama tingkat kemampuan santri dalam belajar akan terganggu.
Konsentrasi belajar akan terganggu baik karena rasa gatal akibat aktivitas
Sarcopteis scabie atau adanya rasa kurang percaya diri dalam pergaulan. Bila
sudah dalam keadaan parah santri sering dijemput oleh kedua orang tuanya
atau keluarga untuk dilakukan pengobatan di luar pesantren. Adanya kejadian
scabies di pesantren menyebabkan santri merasa terganggu dalam belajar
sehingga sangat memungkinkan untuk menurunkan prestasi belajarnya.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
6
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
(Notoatmodjo,2007)
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang
berbeda – beda termasuk dalam hal ini kemampuan santri dalam menjaga diri
dari penyakit scabies baik dalam pencegahan maupun dalam pengobatan.
Pengetahuan tentang usaha – usaha perseorangan untuk memelihara
kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan serta
mencegah timbulnya penyakit.
Pengetahuan tentang scabies, cara pencegahan dan penularan penyakit
scabies ini penting bagi santri yang tinggal di asrama karena dapat
memberikan pemahaman tentang bagaimana penyebab penyakit scabies ini.
Akhirnya santri dapat menghindari atau mengurangi terjadinya atau
mencegah penularan penyakit scabies di pesantren. Pengetahuan juga akan
membawa santri bersikap positif terhadap sakit atau penyakit scabies, cara
pemeliharaan dan cara hidup sehat serta cara menjaga kesehatan lingkungan.
Dalam tulisannya mengenai penyakit khas pesantren, Daris (2010)
mengungkapkan gurauan di kalangan santri dan kyai yang mengatakan bahwa
belum sah jika seorang santri yang mondok di sebuah pondok pesantren jika
belum terserang penyakit kudis (scabies). Hal ini menggambarkan bagaimana
sikap, pendapat dan keyakinan santri dalam memahami penyakit gatal – gatal
(skabies) yang sering mereka alami dan dianggap sebagai penyakit tradisional
di kalangan santri. Mungkin anggapan ini disebabkan karena penyakit scabies
selalu terjadi pada santri, tidak pernah putus dan juga penyakit scabies ini
7
sudah dianggap sebagai penyakit ringan. Dan tentunya sikap adalah
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap santri yang
kurang peduli terhadap scabies diduga berhubungan erat dengan pengetahuan
santri tentang scabies dan persepsi sehat sakit yang mereka yakini saat ini.
Sikap manusia yang kurang peduli terhadap kesehatan dirinya
mendorong ia untuk tidak bergerak memenuhi kebutuhannya dalam
kesehatan. Sikap ini pula yang membawa manusia untuk tidak berperilaku
untuk menjaga kesehatannya. Mengingat perilaku manusia berasal dari
dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan
usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Jadi,
perilaku timbul karena dorongan dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
Sebagai lembaga pendidikan santri yang menimba ilmu di pesantren
kelak akan menjadi tokoh – tokoh agama dan juga tokoh tokoh di masyarakat
dimana segala tindak tanduknya akan lebih diikuti oleh masyarakat. Tentunya
hal ini akan berpengaruh terhadap upaya promosi kesehatan. Promosi
kesehatan mengupayakan peningkatan kesadaran, kemampuan dan kemauan
masyarakat untuk hidup sehat. Salah satu strategi promosi kesehatan
diarahkan pada bina suasana dan gerakan masyarakat dimana didalamnya
melibatkan tokoh- tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 18 Februari
2012, dari 15 orang responden di Pondok Pesanren Miftahul Falah
Banjarbaru; 14 orang menyatakan pernah mengalami gatal – gatal pada kulit
dan merasa terganggu dengan gatal tersebut, 12 orang menyatakan gatal lebih
terasa pada malam hari, berada di daerah lembab dan terdapat bercak merah,
8
10 orang menyatakan gatal dirasakan sejak pertama kali masuk asrama dan
hanya 5 orang yang menyatakan membawanya ke petugas kesehatan, 14
orang menyatakan scabies disebabkan oleh bakteri, 6 orang menyatakan
scabies tidak dapat ditularkan melalui pakaian bergantian dan pengobatannya
hanya dengan bedak gatal saja, 9 orang menyatakan scabies tidak dapat
ditularkan dengan berjabat tangan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh
tentang gambaran tingkat pengetahuan dan sikap santri terhadap upaya
pencegahan penyakit scabies di Pondok Pesantren Miftahul Falah Banjarbaru
tahun 2012.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran di atas, didapatkan rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan dan sikap santri
terhadap upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren Miftahul
Falah Banjarbaru”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap santri tentang penyakit
scabies di pondok pesantren Miftahul Falah Banjarbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan santri tentang penyakit skabies di
pondok pesantren Miftahul Falah Banjarbaru di wilayah kerja puskesmas
Sungai Besar
9
b. Mengidentifikasi sikap santri tentang penyakit skabies di pondok
pesantren Miftahul Falah Banjarbaru di wilayah kerja puskesmas Sungai
Besar
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi dinas kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan informasi di
program kesehatan dalam rangka mencegah skabies
2. Bagi keperawatan
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan penyuluhan kesehatan bagi pasien, keluarga ataupun komunitas
tertentu yang menderita scabies sehingga diharapkan dapat memperkecil
angka kejadian dan penularan scabies.
3. Bagi santri
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan pengetahuan
dalam upaya meningkatkan personal hygiene masing – masing individu
dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit scabies dan cara
pencegahan supaya tidak menular ke santri lain.
Penulis mengharapkan bagi santri agar dapat menjadi masukan
terhadap perbaikan kebiasaan hidup yang merugikan bagi kesehatan diri
khususnya yang berkaitan dengan penyakit scabies serta menanamkan
kemuliaan syariah tentang kebersihan sejak dini.
10
4. Bagi pengelola pesantren
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu tambahan pengetahuan dan masukan dalam rangka melakukan tindakan
pencegahan penularan penyakit scabies. Bagi pihak pengelola pendidikan
diharapkan dapat berpartisipasi dalam upaya pencegahan scabies di
kalangan santrinya melalui pembuatan suatu aturan yang berhubungan
dengan pencegahan dan menurunkan penularan scabies di kalangan santri.
5. Bagi peneliti
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan suatu
masukan tentang penyakit scabies yang berkaitan dengan upaya pencegahan
dan penularan penyakit scabies. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi
sarana dalam mengembangkan ilmu yang didapat selama pendidikan dengan
mengaplikasikannya pada kenyataan di lapangan serta merupakan tambahan
wawasan yang dapat menambah ilmu serta pengetahuan yang berkaitan
dengan masalah kulit yang sangat berguna untuk peneliti sendiri.
6. Bagi peneliti lain
Sebagai data dasar dan sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya.