skabies dika

46
Usulan Proposal PROGRAM KOMUNIKASI PENANGGULANGAN SKABIES DI KECAMATAN MELATI Disusun oleh : Ahmad Dika Wijaya, S. Ked Hendra, S.ked Riyan Apriantoni, S. Ked Novita Purnamasari, S.Ked Kamalia Layal, S. Ked Elvi Indahwati, S. Ked Ratih Merinda, S. Ked Pembimbing: dr. Hj. Mariatul Fadilah, MARS

Transcript of skabies dika

Page 1: skabies dika

Usulan Proposal

PROGRAM KOMUNIKASIPENANGGULANGAN SKABIES DI KECAMATAN

MELATI

Disusun oleh :Ahmad Dika Wijaya, S. Ked Hendra, S.kedRiyan Apriantoni, S. Ked Novita Purnamasari, S.KedKamalia Layal, S. Ked Elvi Indahwati, S. KedRatih Merinda, S. Ked

Pembimbing:dr. Hj. Mariatul Fadilah, MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYADEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS2010

Page 2: skabies dika

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan usulan proposal dengan

judul “Program Kesehatan Penangulangan Skabies di kecamatan Melati” dengan

baik. Usulan proposal ini berisi tentang program edukasi (penyuluhan) dan

pelatihan mengenai penanggulangaan penyakit skabies.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing usulan proposal

yakni dr. Hj. Mariatul Fadilah, MARS yang telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua

pihak yang telah mendukung penulisan proposal ini.

Akhir kata, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi sarana informasi dalam

kemajuan dan perkembangan ilmu di bidang kedokteran.

Palembang, November 2010

Tim Penulis

ii

Page 3: skabies dika

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

I.2 Deskripsi Masalah........................................................................ 2

I.3 Tujuan........................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Skabies ....................................................................... 4

II.2 Sarcoptes scabiei.......................................................................... 4

II.3 Faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Skabies ........................ 5

II.3.1 Faktor Perilaku.................................................................. 5

II.3.2 Faktor Lingkungan............................................................ 7

II.3.3 Faktor Biologi.................................................................... 9

II.3.4 Faktor Pelayanan Kesehatan.............................................. 9

II.4 Penularan Skabies......................................................................... 9

II.5 Patogenesis Skabies...................................................................... 10

II.6 Bentuk-Bentuk Skabies................................................................ 10

II.7 Diagnosis Skabies......................................................................... 12

II.8 Pencegahan Skabies...................................................................... 14

BAB III PEMECAHAN MASALAH

III.1 Fase Diagnosis Sosial................................................................... 16

III.2 Fase Diagnosis Epidemiologi....................................................... 17

III.3 Fase Diagnosis Perilaku dan Lingkungan.................................... 18

III.4 Fase Diagnosis Pendidikan dan Organisasi.................................. 18

III.5 Fase Diagnosis Administrasi dan Kebijakan................................ 19

III.5.1 Health Education............................................................... 19

III.5.2 Kebijakan dan Peraturan.................................................... 19

iii

Page 4: skabies dika

III.5.3 Sistem Kesehatan............................................................... 20

III.5.4 Evaluasi............................................................................. 24

BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan................................................................................... 25

IV.2 Saran............................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 26

iv

Page 5: skabies dika

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

penetrasi dari tungau parasit Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam

epidermis. Tungau skabies pertama kali diidentifikasi pada tahun 1687,

oleh karena itu skabies merupakan salah satu penyakit pada manusia yang

penyebabnya dapat diketahui.

Terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang menderita

skabies. Skabies adalah penyakit endemik di seluruh dunia, dapat

menyerang seluruh ras dan berbagai tingkat sosial, namun gambaran

akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Sebuah penelitian terbaru

menyatakan bahwa prevalensi skabies meningkat di United Kingdom, dan

skabies lebih sering terjadi di daerah perkotaan, pada anak-anak dan

wanita, dan pada musim dingin dibandingkan saat musim panas.

Lingkungan padat penduduk, yang sering terdapat pada negara-negara

berkembang dan hampir selalu berkaitan dengan kemiskinan dan higiene

yang buruk, dapat meningkatkan penyebaran scabies.

Di Indonesia Prevalensi penyakit Scabies di Indonesia adalah

sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak

dan remaja. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat di seluruh

Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6%-12,95% dan skabies menduduki

peringkat ketiga sebagai penyakit kulit tersering. Pada tahun 2004,

prevalensi skabies naik menjadi 40,78%.

Di kecamatan Melati, setelah dilakukan studi epidemiologi yang

dilakukan oleh penulis, didapatkan prevalensi skabies pada masyarakat

1

Page 6: skabies dika

sekitar 45%, dan menyerang penduduk dengan berbagai tingkatan umur

terutama anak-anak 14% serta remaja 32%.

Skabies ditularkan melalui kontak langsung kulit dengan kulit

maupun dengan kontak tidak langsung melalui benda-benda yang dipakai

bersama, misalnya handuk, pakaian, sprei, dan sarung bantal. Semakin

banyak jumlah parasit dalam satu individu, maka semakin besar

kemungkinan terjadinya penularan dalam lingkungan yang sama.

Peningkatan kasus skabies secara cepat, baik dalam jumlah kasus maupun

daerah terjangkit terutama pada daerah yang padat penghuninya seperti

asrama, panti asuhan dan pesantren.

Dengan cukup tingginya prevalensi skabies di Indonesia dan

memperlihatkan peningkatan pada umumnya, dan di kecamatan Melati

khususnya, serta banyaknya faktor risiko yang memudahkan penularan

skabies, maka perlu dibuat suatu program komunikasi jangka panjang

untuk mengintervensi perilaku serta lingkungan masyarakat agar

prevalensi dapat turun dan faktor risiko dapat dikendalikan sehingga

memutus mata rantai penularan.

I.2 Deskripsi Masalah

a. Distribusi

Tingginya prevalensi skabies di Kecamatan Melati yang mencapai

45%.

b. Determinan

1. Perilaku

i. Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai penularan skabies dan gejala-gejala yang ditimbulkannya.

ii. Masyarakat menganggap bahwa penyakit skabies merupakan penyakit yang biasa saja tanpa harus di takuti dan sudah menjadi bagian dari kehidupan warga kecamatan Melati

2

Page 7: skabies dika

iii. Kebiasaan anggota keluarga untuk menggunakan pakaian secara bersama-sama serta bergantian menggunakan handuk, sisir, seprai, selimut serta perlengkapan rumah tangga lain yang memudahkan penyebaran skabies.

iv. Kebiasaan masyarakat kecamatan Melati yang kurang sehat seperti jarang mencuci seprai dan selimut.

2. Lingkungan

Lingkungan padat penduduk di kecamatan Melati

meningkatkan risiko penularan skabies.

3. Biologi

Sukarnya membunuh kuman skabies sehingga membutuhkan

waktu yang cukup lama dan obat-obatan yang efektif.

4. Pelayanan kesehatan

Minimnya penyuluhan di kecamatan Melati serta pelayanan

kesehatan yang kurang maksimal turut meningkatkan

penularan skabies.

I.3 Tujuan

a. Tujuan umum

Untuk menurunkan angka kejadian skabies di Desa Melati.

b. Tujuan khusus

1. Untuk menurunkan angka kejadian skabies melalui program

komunikasi yang dapat mengintervensi faktor perilaku

2. Untuk menurunkan angka kejadian skabies melalui program

komunikasi yang dapat mengintervensi faktor lingkungan

3. Untuk menurunkan angka kejadian skabies melalui program

komunikasi yang dapat mengintervensi faktor biologi

4. Untuk menurunkan angka kejadian skabies melalui program

komunikasi yang dapat mengintervensi faktor pelayanan

kesehatan

3

Page 8: skabies dika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies

disebut juga dengan the itch, pamaan itch, dan seven year itch. Di

Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak,

penyakit ampera dan gatal agogo.

II.2 Sarcoptes scabiei

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,

ordo Ackarina, super famili Sarcoptes. Infestasi Sarcoptes scabiei pada

manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Badan tungau skabies

berbentuk oval dengan bagian dorsoventral yang datar. Betina dewasa

berukuran panjang 0,4 mm dan lebar 0,3 mm. Jantan dewasa berukuran

lebih kecil, dengan panjang 0,2 mm dan lebar 0,15 mm. Badan tungau

berwarna putih suram dan terdapat gambaran gelombang transversal yang

jelas. Pada bagian dorsal ditutupi rambut-rambut halus dan duri-duri, yang

disebut dentikel. Tungau dewasa mempunyai empat pasang kaki; dua

pasang kaki depan sebagai alat untuk melekat. Pada tungau betina,

terdapat rambut-rambut halus yang disebut setae di ujung dua pasang kaki

belakang, sedangkan pada tungau jantan terdapat rambut-rambut halus di

ujung pasangan kaki ketiga dan alat perekat di ujung kaki keempat.

Kopulasi terjadi di terowongan yang digali oleh tungau betina.

Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina yang telah dibuahi

menggali terowongan lebih dalam dan mulai bertelur, kurang lebih 3 telur

per hari. Terowongan tersebut terdapat di stratum corneum. Selama 4-6

pekan, tungau betina dapat meletakkan 40-50 telur di sepanjang

4

Page 9: skabies dika

terowongan. Telur-telur tersebut menetas setelah 4 hari dan mengeluarkan

larva. Larva mulai menuju permukaan kulit dan menjadi tungau dewasa.

Jumlah tungau dewasa pada seorang penderita skabies biasanya kurang

dari 20.

Gambar 1. Siklus hidup Sarcoptes scabiei

II.3 Faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Skabies

II.3.1 Perilaku

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil

tahu terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat

yang berbeda. Pengetahuan juga akan meningkatkan usaha-

usaha kesehatan perorangan untuk memelihara kesehatan diri

sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan, serta

mencegah timbulnya penyakit.

Usaha-usaha tersebut meliputi :

a. Kebersihan badan

Mandi memakai sabun sekurang-kurangnya dua kali sehari,

tangan dalam keadaan bersih, kuku bersih dan pendek.

5

Page 10: skabies dika

b. Kebersihan pakaian

Pakaian dicuci dan diseterika, disimpan dalam lemari.

Hindari pemakaian pakaian secara bersama-sama.

c. Kebersihan tempat tinggal

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang

diketahui oleh seseorang trhadap cara-cara memelihara

kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara tersebut meliputi:

1) Penularan terhadap penyakit menular termasuk dalam

hal ini penyakit skabies yang diketahui (tanda-tanda,

gejala, penyebab, cara penularan, dan cara pencegahan).

2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait

mempengaruhi kesehatan antara lain gizi makanan,

sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan

sampah, polusi udara, serta kebersihan diri.

3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

profesional maupun tradisional.

2. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan

emosi seseorang. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu:

a. Kepercayaan atau keyakinan, konsep terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

3. Tindakan

Tindakan merupakan hal yang sulit bagi sasaran, karena sudah

terbiasa dengan perilaku tersebut berasal dari tradisi. Tindakan

ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut

kualitasnya yaitu:

a. Praktik terpimpin

6

Page 11: skabies dika

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu

tetapi masih bergantung pada tuntutan atau panduan.

b. Praktik secara mekanisme

Apabila seseorang atau seubjek telah melakukan atau

mempraktekkan sesuatu hal secara otomatis.

c. Adopsi

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekedar

rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan

modifikasi atau tindakan perilaku yang berkualitas.

II.3.2 Lingkungan

Menurut Azwar (1997) lingkungan adalah agregat dari

seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi

kehidupan perkembangan suatu organisasi. Secara umum

lingkungan ini dibedakan atas dua macam yaitu lingkungan fisik

dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik ialah lingkungan alam

yang terdapat disekitar manusia, misalnya cuaca, musim, keadaan

geografis dan struktur geologi. Sedangkan lingkungan non-fisik

ialah lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi

antar manusia, misalnya termasuk faktor sosial budaya, norma, dan

adat istiadat.

Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau

tidaknya penyakit dapat bermacam-macam. Salah satu diantaranya

ialah sebagai reservoir bibit penyakit (environmental reservoir).

Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup yang

dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit lainnya yakni:

reservoir manusia, reservoir hewan, dan rerservoir serangga. Pada

reservoir disini bibit penyakit hidup di dalam tubuh manusia.

Timbul atau tidaknya penyakit pada manusia tersebut tergantung

dari sifat-sifat yang dimiliki oleh bibit penyakit ataupun pejamu.

7

Page 12: skabies dika

Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan

dalam menimbulkan suatu penyakit amat kompleks dan majemuk.

Disebutkan bahwa ketiga faktor ini saling mempengaruhi, dimana

pejamu dan bibit penyakit saling berlomba untuk menarik

keuntungan dari lingkungan. Hubungan antara pejamu, bibit

penyakit dan lingkungan ini diibaratkan seperti timbangan. Disini

pejamu dan bibit penyakit berada di ujung masing- masing tuas,

sedangkan lingkungan sebagai penumpangnya.

Menurut Sutomo 1995, sanitasi lingkungan adalah bagian

dari kesehatan masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-

prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor-faktor

lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan-

kegiatan yang ditujukan untuk :

a. Sanitasi air

b. Sanitasi Makanan

c. Pembuangan Sampah

d. Sanitasi Udara

e. Pengendalian vektor dan binatang mengerat

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang

menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang

mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi lebih

mengutamakan upaya pencegahan. Bertolak dari pemikiran di atas

dapat disimpulkan beberapa gatra lingkungan akan mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat.

Peningkatan kasus penyakit skabies yang meluas secara

cepat, baik jumlah kasus maupun daerah terjangkit terutama di

daerah yang padat penghuninya seperti asrama, panti asuhan dan

pesantren. Penyakit ini endemik di beberapa negara terutama

daerah yang dingin.

II.3.3 Biologi

8

Page 13: skabies dika

Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di

seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan

orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita.

Faktor imunologis juga kadang-kadang berperan dan menimbulkan

skabies yang berat yang dikenal sebagai skabies bentuk Norwegia.

II.3.4 Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah gabungan dari berbagai

kesempatan dan kegiatan yang berdasarkan prinsip-prinsip belajar

unutk mencapai keadaan, dimana individu, keluarga, ataupun

masyarakat ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya

melaksanakan apa yang bisa mereka kerjakan baik secara individu

maupun secara kelompok, serta mencari pertolongan bila perlu.

Jadi tujuan penyuluhan kesehatan adalah perubahan perilaku salah

satu faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan adalah karena

perilaku yang menyimpang.

Dalam penyampaian informasi, terdapat tiga hal pokok

yaitu:

1. Pengembangan prasarana

2. Komponen penyuluhan

3. Perubahan perilaku yang diharapkan

II.4 Penularan Skabies

Penularan skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,

adapun cara penularannya adalah:

1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)

Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat

tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa

hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-

anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.

2. Kontak tak langsung (melalui benda)

9

Page 14: skabies dika

Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui

perlengkapan tidur, pakaian atau handuk mempunyai peranan penting

dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan

utama adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan.

II.5 Patogenesis Skabies

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau Sarcoptes

scabiei, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang

terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau

yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu

kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,

urtika dan lain-lain. Akibat garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta

dan infeksi sekunder.

II.6 Bentuk-Bentuk Skabies

1. Skabies klasik

Karakteristik khas pada skabies adalah gatal terutama pada malam

hari. Lesi bilateral dan biasanya muncul pertama kali pada tangan,

terutama pada sela-sela jari. Lesi juga terdapat pada pergelangan

tangan bagian fleksor, siku, dan axilla anterior. Pada area tersebut

didapatkan papul dan nodul eritem, berskuama, dan sering disertai

krusta. Lesi patognomonis ditandai terowongan berupa garis pendek,

bergelombang, dan berwarna gelap.

2. Skabies incognito

Pengobatan kortikosteroid, baik sistemik maupun topikal, dapat

menyamarkan gejala skabies. Hal ini sering menimbulkan gambaran

klinis yang tidak biasa, seperti distribusi lesi yang luas dan atipikal,

dalam beberapa kasus dapat menyerupai penyakit lain seperti

dermatitis atopik.

3. Skabies nodular

10

Page 15: skabies dika

Skabies nodular ditemukan pada 7-10% pada penderita skabies.

Skabies ini berkarakteristik nodul berwarna coklat kemerahan yang

terasa gatal, berukuran 5 mm sampai 20 mm. Lesi terutama pada

daerah tertutup, paling sering pada genitalia pria, lipat paha, dan axilla

(gambar 4). Tungau jarang ditemukan dan lesi tidak menular. Apabila

sembuh dapat menimbulkan hiperpigmentasi postinflamasi yang lebih

jelas terlihat setelah pengobatan.

4. Skabies pada bayi dan anak-anak

Prevalensi skabies tertinggi pada bayi adalah pada usia di bawah 2

tahun. Pada kelompok usia ini, infeksi dapat terjadi pada wajah, kulit

kepala, telapak tangan, dan telapak kaki. Lesi skabies pada bayi dan

anak-anak berupa vesikel dan vesikulopustular, sering terdapat pada

tangan dan kaki, juga terdapat gambaran lesi nodul krusta multipel

pada trunkus dan ekstremitas. Seringkali terjadi kesalahan diagnosis

karena indeks kecurigaan (suspicious index) yang rendah dan

perubahan eksema sekunder.

5. Skabies pada orang tua

Diagnosis skabies pada orang tua sulit ditegakkan karena

perubahan-perubahan kulit yang minimal atau atipikal. Reaksi

inflamasi yang jelas pada pasien berusia muda biasanya tidak terlihat

pada pasien berusia lanjut. Gatal yang sering dirasakan dapat disertai

dengan “senile pruritus”, xerosis, reaksi obat, atau psikogenik. Pada

pasien berusia lanjut menghabiskan waktu lama di tempat tidur, gatal

biasanya dirasakan di punggung. Epidemik skabies sering didapatkan

pada tempat-tempat penampungan seperti panti jompo, dimana

seorang penderita skabies dapat menularkan pasien lainnya juga para

pekerja kesehatan dan keluarganya.

6. Skabies Norwegia

11

Page 16: skabies dika

Skabies Norwegia dapat berawal dari skabies biasa. Skabies ini

ditemukan pada pasien dengan keadaan umum yang lemah atau

imunocompromised, termasuk pasien dengan kelainan neuorologis,

sindrom down, transplantasi organ, penyakit graft-versus-host,

leukemia T-cell pada orang dewasa, lepra, atau AIDS. Lesi pada

skabies Norwegia sangat berbeda dengan tipe klasik, dimana lesi lebih

tebal dan terkadang ada skuama. Lesi berupa plak hiperkeratotik difus

dan/atau krusta pada regio palmar dan plantar, dengan penebalan dan

distrofi kuku tangan dan kaki

II.7 Diagnosis Skabies

Diagnosis pasti ditegakkan dari pemeriksaan mikroskop dengan

menemukan tungau, telur, atau butiran faeces. Salah satu elemen tersebut

harus ditemukan, karena infestasi ini sering underdiagnosed (skabies dapat

menyerupai dermatosis pruritus), atau overdiagnosed sehingga

menyebabkan penyakit lain diobati dengan skabisid. Untuk

mengidentifikasi terowongan secara cepat dapat diteteskan gentian violet

pada area yang terinfestasi, lalu dibersihkan dengan alkohol. Terowongan

akan terlihat lebih gelap dari kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta.

Tekhnik pemeriksaan mikroskopis dengan meneteskan setetes

minyak mineral di atas terowongan dan kemudian mengerok secara

longitudinal dengan pisau skalpel nomor 15 sepanjang terowongan, hati-

hati jangan sampai berdarah. Kerokan lalu diletakkan pada kaca objek dan

diperiksa di bawah pembesaran 10 kali. Gambaran mikroskopis tungau

terlihat seperti gambar 2.

12

Page 17: skabies dika

Gambar 2. Sarcoptes scabiei betina, telur, dan faeces.

Metoda diagnostik lain mencakup dermoskopi yang dapat

digunakan untuk memeriksa tungau secara in vivo. Pada situasi diagnostik

yang sulit dan kasus atipik, polymerase chain reaction (PCR) dapat

digunakan sebagai alat diagnostik, dengan cara mendeteksi DNA tungau

dari krusta kutaneus.

Tanda-tanda kardinal dalam menegakkan skabies, yaitu:

1. Pruritus nokturnal; gatal pada malam hari yang disebabkan oleh

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam

sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.

Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,

sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau

tersebut. Seluruh anggota keluarga yang terinfeksi dikenal dengan

keadaan hiposensitisasi. Walaupun mengalami infestasi tungau tetapi

tidak memberikan gejala. Pasien ini bersifat sebagai pembawa

(carrier).

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna

putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata

panjang 1 cm, pada ujung teroeongan itu ditemukan papul atau

13

Page 18: skabies dika

vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf

(pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya

merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela

jari tangan, pergelangan tangan bagian polar, siku bagian luar, lipatan

ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,

genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.

Diagnosis skabies secara klinis dapat dibuat dengan menemukan 2

dari 4 tanda kardinal skabies diatas.

II.8 Pencegahan Skabies

Siregar (1996) yang dikutip Ruteng, 2007 menyatakan bahwa

penyakit ini erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang

baik. Oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat

dilakukan dengan cara:

a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.

b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya scara

teratur minimal dua kali dalam seminggu.

c. Menjemur kasur dan bantal minimal dua minggu sekali.

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang

dicurigai terinfeksi tugau skabies.

f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

14

Page 19: skabies dika

Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin

terbebas dari infeksi ulang. Dariansyah (2006) yang mengutip pendapat

Azwar, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

a. Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara

merendam di cairan antiseptik.

b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun dan gunakan

seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.

c. Keringkan topi yang bersih, kerudung dan jaket.

d. Hindari pemakain bersama sisir, mukena atau jilbab.

Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara

pencegahan yang dilakukan berupa penyuluhan kepada masyarakat dan

komunitas kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara

pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak meliputi:

a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya.

b. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat.

c. Penderita dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam

setelah dilakukan pengobatan yang efektif.

Penanggulangan wabah yang terjadi dapat dilakukan dengan

beberapa cara diantaranya:

a.Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang

berisiko.

b. Pengobatan dilakukan secara masal.

c.Penemuan kasus dilakukan secara serentak baik didalam keluarga, unit

atau instalasi militer, jika memungkinkan penderita dipindahkan.

d. Sediakan sabun, sarana pemandian dan pencucian umum.

15

Page 20: skabies dika

BAB III

PEMECAHAN MASALAH

III.1 Fase Diagnosis Sosial

Wilayah Kecamatan Melati yang terdapat pada Kabupaten Bunga,

Provinsi Sumatera Selatan meliputi areal seluas 7.000 km2. Secara

administratif terdiri atas 3 desa yaitu: Desa Melati Merah seluas 3.000

km2, Desa Melati Kuning dan Desa Melati Hijau masing-masing seluas

2.000 km2. Jumlah penduduk mencapai 3.000 jiwa yang tersebar merata di

3 Desa. Kecamatan Melati ini terletak di lereng bukit yang dikelilingi oleh

hutan karet yang merupakan sumber pendapatan masyarakat di kecamatan

tersebut. Desa-desa di kecamatan ini dikelilingi anak sungai yang tidak

terpelihara dan menjadi sumber penghidupan penduduknya. Penduduk

desa ini rata-rata menggunakan sungai dan sumur sebagai sumber air

rumah tangga baik untuk air minum, memasak maupun kebutuhan MCK.

Distribusi penduduk di Kecamatan Melati berdasarkan usia yang

terbanyak berada pada kelompok 20-40 tahun (40%), sedangkan kelompok

usia <20 tahun dan >40 tahun masing-masing 30%.

Gambar 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia

Pekerjaan penduduk di Kecamatan Melati terbanyak adalah sebagai petani

karet (60%). Kemudian berturut-turut pedagang dan buruh (15%), PNS (10%), dan

guru (10%) dan tidak bekerja (5%). Hal ini berpengaruh pada pendapatan

perkapita yang di bawah rata-rata dan keadaan sosio-ekonomi yang rendah.

16

Page 21: skabies dika

Gambar 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Kondisi perumahan penduduk kebanyakan berupa bedeng dengan sanitasi

dan pengelolaan limbah rumah tangga dan limbah karet yang kurang baik. Daerah

ini sudah terdapat fasilitas listrik, sehingga pengaruh media sangat berperan dalam

memengaruhi perilaku masyarakat.

Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan di daerah ini terdapat sebuah

puskesmas, selain itu juga terdapat praktek bidan dan mantri. Namun bidang

kesehatan masih memerlukan peningkatan pelayanan kesehatan, khususnya

setelah diteliti tingginya angka kejadian skabies yakni 1.200 kasus pertahun.

Masalah ini menjadi masalah sosial yang dikeluhkan pasien karena sering

menyebabkan gangguan kerja dan sosialisasi. Kejadian skabies pada

masyarakat terjadi sekitar 45%, dan menyerang penduduk dengan berbagai

tingkatan umur terutama anak-anak 14% serta remaja 32%.

III.2 Fase Diagnosis Epidemiologi

Secara epidemiologi, distribusi skabies di kecamatan Melati cukup

tinggi yaitu 1200 kasus pertahun atau sekitar 45% yang menyerang

berbagai tingkatan umur terutama anak-anak 14% dan remaja 32%. Faktor

determinan yang berpengaruh berupa perilaku yang kurang sehat,

pemukiman yang padat, kurangnya kepatuhan dalam pengobatan serta

kurangnya penyuluhan dan pelayanan kesehatan.

17

Page 22: skabies dika

III.3 Fase Diagnosis Perilaku dan Lingkungan

Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai penularan skabies

dan gejala-gejala yang ditimbulkannya, kemudian masyarakat

menganggap bahwa penyakit skabies merupakan penyakit yang biasa saja

tanpa harus di takuti dan sudah menjadi bagian dari kehidupan warga

kecamatan Melati. Selain itu kebiasaan anggota keluarga untuk

menggunakan pakaian secara bersama-sama serta bergantian

menggunakan handuk, sisir, seprai, selimut serta perlengkapan rumah

tangga lain yang memudahkan penyebaran skabies. Dari segi lingkungan,

pemukiman yang padat serta sanitasi yang kurang baik menjadi salah satu

faktor yang meningkatkan penularan dan kejadian skabies dalam

masyarakat.

III.4 Fase Diagnosis Pendidikan dan Organisasi

a. Predisposing factor

1. Pengetahuan yang kurang mengenai sumber-sumber penularan,

gejala-gejala , serta pencegahan dan pengobatan skabies.

2. Masyarakat menganggap skabies merupakan penyakit yang tidak

berbahaya.

b. Enabling factor

1. Tidak adanya sumber air bersih yang memadai.

2. Tidak adanya tempat pengolahan limbah masyarakat.

c. Reinforcing factor

1. Pengaruh media elektronik yang dominan dalam memengaruhi

masyarakat.

2. Perilaku yang tidak sehat dari tokoh masyarakat yang dianut.

18

Page 23: skabies dika

III.5 Fase Diagnosis Administrasi dan Kebijakan

III.5.1 Health Education

1. Melakukan penyuluhan secara terorganisir dan

berkesinambungan pada masyarakat.

2. Melakukan pelatihan-pelatihan yang meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai tata cara yang benar dalam

melaksanakan berbagai tindakan yang telah diinformasikan

pada penyuluhan.

3. Mengevaluasi ulang hasil penyuluhan dan pelatihan untuk

melihat keberhasilan pendidikan kesehatan yang dilakukan.

Tujuan penyuluhan adalah:

1. Masyarakat mengetahui penyebab, cara penularan, pencegahan,

gejala-gejala dan pengobatan skabies yang benar.

2. Masyarakat mampu melakukan tindakan pencegahan dan

pemeliharaan kesehatan yang benar.

III.5.2 Kebijakan dan Peraturan

1. Memperbaiki dan menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana

pendukung pencegahan penyakit seperti sumber air bersih yang

terjangkau, tempat pembuangan limbah, serta perbaikan

perumahan penduduk.

2. Memperbaiki dan membangun fasilitas sarana pelayanan

kesehatan.

3. Membuat program dan pelayanan kesehatan rutin dan

pemeliharaan lingkungan.

4. Membuat kebijakan bagi masyarakat berupa berobat gratis bagi

yang mampu melaksanakan perilaku hidup sehat serta

punishment berupa membayar denda yang dananya

dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat setempat.

5. Bekerja sama dengan tokoh masyarakat, Dinas Kesehatan dan

Dinas PU.

19

Page 24: skabies dika

III.5.3 Sistem Kesehatan

1. Input

a. sumber daya manusia: petugas kesehatan, masyarakat,

pejabat Dinas Kesehatan, pejabat Dinas PU, arsitek dan

buruh bangunan.

b. Sumber dana: Pemerintah Kabupaten, Dinas Kesehatan,

Dinas PU.

c. Sarana: Puskesmas Kecamatan Melati, Balai masyarakat

Kecamatan Melati, Rumah penduduk.

d. Prasarana: Kursi, Sound system, LCD dan perlengkapan

pelatihan.

2. Proses

a. Perencanaan

i. Rencana Kegiatan Persiapan (Preparation Activities)

No Kegiatan

(1 Oktober 2010 s/d

13 November 2010)

Pekan

I II III IV V VI

1. Menyusun proposal

2. Pencarian dana dan sponsor

3. Pengadaan sarana dan

prasarana kegiatan

4. Penyebaran undangan

5. Pelaksanaan kegiatan

penyuluhan dan pelatihan

6. Evaluasi kegiatan

7. Pemantauan Setiap 6 bulan

20

Page 25: skabies dika

ii. Rencana Kegiatan Pelaksanaan

1) Penyuluhan

Metode:

- Pre test

- Ceramah umum

- Kuliah umum bagi petugas kesehatan

- Penyebaran leaflet dan poster

- Diskusi kelompok

- Post test

2) Pelatihan

Metode:

- Praktek mencuci tangan yang benar

- Praktek desinfeksi peralatan yang dicurigai

terkontaminasi tungau.

3) Sasaran

- Seluruh lapisan masyarakat kecamatan Melati

- Petugas kesehatan

4) Waktu dan tempat kegiatan

Hari : Sabtu s/d Minggu, 6 s/d 7 November 2010

Waktu : Pukul 08.00 s/d Selesai

Tempat : Balai kecamatan Melati, Puskesmas

kecamatan Melati

Hari/tanggal Waktu KegiatanSabtu 6 November 2010

08.00 – 08.30 WIB

08.30 – 09.00 WIB

09.00 – 09.15 WIB

09.15 – 10.00 WIB

10.00 – 10.45 WIB

10.45 – 11.00 WIB

11.00 – 11.30 WIB

Registrasi dan pembukaan

Pretest + snack

Break

Penyuluhan Skabies

Diskusi kelompok

Break

Post test + door prize

21

Page 26: skabies dika

Minggu10 Novemver 2010

08.00 – 08.30 WIB

08.30 – 10.00 WIB

10.00 – 10.15 WIB

10.15 – 11.45 WIB

11.45 – 12.00 WIB

Registrasi ulang

Pelatihan pencegahan skabies

Break

Motivation training

Penutupan + pengumuman nilai dan

pemberian hadiah

iii. Rencana Pembiayaan

No Kegiatan Biaya Sumber Dana

1 Pembuatan proposal Rp 100.000,- Kas organisasi

2 Pembuatan dan perbanyakan soal pretest dan post test

Rp. 200.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

3 Undangan Rp. 50.000,- Kas organisasi

4 Sewa gedung dan peralatan (kursi, sound system, LCD)

Rp. 1.500.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

5 Perbanyakan makalah Rp. 750.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

6 Honor 2 orang pembicara @ Rp. 100.000,-

Rp. 200.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

7 Jasa trainer Rp. 1.500.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

8 Konsumsi 300 orang peserta 3 x @ Rp. 1.000,-

Rp. 900.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

9 Doorprize Rp. 100.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta

22

Page 27: skabies dika

Ketua Pelaksana

Dr. Samuel Eto’o, Mars

Seksi Acara

Dr. Ahmad Dika

Wijaya

Seksi Transportasi

dan keamanan

Dr. Riyan Apriantoni

Seksi Pelrengkapan

dan kesekretariatan

Dr. Hendra

Penyuluhan

1.Novita

2. Omes

3. Tukul

Seksi Konsumsi

Dr. Ratih Merinda

Seksi Dokumentasi

Dr. Kamalia

Layal

Pelatihan

1.Elvis

2. Olga

3. Tantowi

Anggota

Boateng

Gattuso

Ade Rai

Anggota

Obama

Sharkozi

Olmert

Anggota

Chef.Rudi

Pak Raden

Abah Opan

Anggota

Farhan

Rancho Cacad

Raju Rastogi

8 Dokumentasi Rp. 100.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

9 Transportasi Rp. 100.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

10 Keamanan Rp. 100.000,- Dana bantuan dari pemerintah/instansi swasta/tokoh masyarakat

Total biaya yang dibutuhkan

Rp. 5.600.000,-

b. Pengorganisasian

23

Page 28: skabies dika

3. Output

a. Meningkatnya pengatahuan masyarakat mengenai penyebab,

penularan, gejala, pencegahn dan pengobatan skabies.

b. Timbulnya perilaku hidup sehat masyarakat yang

diaplikasikan secara konkrit.

c. Terciptanya sanitasi lingkungan yang sehat di kecamatan

Melati.

d. Berjalannya pelayanan kesehatan secara profesional.

III.5.4 Evaluasi

1. Keberhasilan unsur masukan : jumlah partisipan memenuhi

target, adanya ketersediaan dana, sarana dan prasarana yang

mendukung pelaksanaan program.

2. Keberhasilan unsur proses : terselenggaranya program

penyuluhan dan pelatihan dengan baik

3. Keberhasilan unsur keluaran : meningkatnya pengetahuan

masyarakat di kecamatan Melati mengenai skabies sehingga

risiko kejadian akibatnya menjadi berkurang. Instrumen yang

digunakan untuk evaluasi unsur keluaran adalah kuisioner.

Kuisioner yang dipakai untuk posttest sama dengan kuisioner

yang dipakai untuk pretest. Hasil pengisian kuisioner

diperhitungkan dalam bentuk persentase dan kemudian

dibandingkan dengan persentase pengetahuan masyarakat

sebelum mendapatkan kuliah penyegaran, apakah terdapat

adanya peningkatan pengetahuan. Selain itu diharapkan

terdapat peningkatan motivasi dalam melakukan pencegahan

skabies di lapangan, dengan berkurangnya angka kejadian

skabies yang diakomodir dan dilaporkan oleh petugas kesehatan

di kecamatan Melati.

24

Page 29: skabies dika

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

1. Prevalensi skabies pada masyarakat di kcamatan Melati sekitar 45%,

dan menyerang penduduk dengan berbagai tingkatan umur terutama

anak-anak 14% serta remaja 32%.

2. Kejadian skabies dipengaruhi oleh berbagai faktor, sesuai teori Blumn,

faktor-faktor ini adalah faktor perilaku, lingkungan, biologis, dan

layanan kesehatan. Intervensi terhadap faktor-faktor ini diharapkan

dapat menekan angka kejadian skabies.

3. Intervensi yang direncanakan dalam tulisan ini melibatkan dua

program utama yaitu penyuluhan dan pelatihan bagi masyarakat.

4. Penyuluhan bagi masyarakat diharapkan akan mengatasi faktor

perilaku masyarakat yang tidak sehat serta sekaligus mengatasi faktor

lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi

oleh perilaku masyarakat.

5. Pelatihan bagi masyarakat ditujukan untuk mengenalkan tata cara yang

benar dalam pencegahan sehingga dapat diterapkan dengan baik.

IV.2 Saran

Program-progam yang diajukan dalam tulisan ini layak untuk

dijalankan karena menggunakan sumber daya secara minimal namun akan

memberikan hasil yang besar karena diarahkan pada faktor-faktor yang

berperan besar dalam menurunkan angka kejadian skabies.

25

Page 30: skabies dika

DAFTAR PUSTAKA

1. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada pesantren di kabupaten Aceh Besar [online]. 2007. [Cited 5 Nov 2010]. Availble from: URL:http//usu.library.com

2. Azwar A. Pendidikan kesehatan masyarakat. Jakarta. Rineka Cipta; 2000.3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Skabies creeping eruption dan

pedikulosis In: Djuanda A, editors. Ilmu kulit dan kelamin. 4 th ed. Jakarta. Fakultas Kedokteran Indonesia; 2002.

4. Stone SP, Goldfarb JN, and Bacalieri RF. Scabies, Other Mites, and Pediculosis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2008.p. 2029-32.

5. Orkin M. and Maibach HI. Ectoparasitic Disease. In: M. Orkin., H.I. Maibach., and M.V. Dahl, ed. Dermatology. 1st ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1991.p.205-9.

6. Burns DA. Diseases Caused by Arthropod and Other Noxious Animals. In: Burns T, Breathnac S, Cox N, and Griffiths C, ed. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. Oxford: Blackwell; 2004.p. 33.37-33.46.

7. Meinking TL, Burkhart CN, Burkhart CG. and Elgart G. Infections, Infestations, and Bites. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, and Rapini RP, ed. Dermatology. 2nd ed. New York: Elsevier; 2008.p. 1291-5.

8. Fitzpatrick TB, Johnson RA and Wolff K. Insect Bites and Infestations. In: Fitzpatrick TB, Johnson RA, and Wolff K, ed. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. New York: Mc-Graw Hill; 1997.p. 1646-60

26