Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

98
BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini pelayanan di bidang kesehatan terus ditingkatkan . Pelayanan di bidang kesehatan tersebut meliputi 4 aspek yaitu peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 1992). Salah satu pelayan kesehatan yang ditingkatkan adalah layanan fisioterapi. Fisioterapi adalah salah satu tenaga paramedik yang memberikan pelayanan kesehatan kepada individu atau kelompok individu yang mengalami gangguan gerak dan fungsi pada proses pertambahan usia atau mengalami gangguan akibat sakit atau cidera. Gerak dan fungsi yang sehat dan maksimal adalah inti dari hidup sehat (Word Confederation for physioterpy/WCPT, 1990). Salah satu peranan fisioterapi adalah memberikan pelayan fisioterapi pada kondisi 1

Transcript of Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Page 1: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

BAB 1

PENDAHULUAN

Dewasa ini pelayanan di bidang kesehatan terus ditingkatkan . Pelayanan

di bidang kesehatan tersebut meliputi 4 aspek yaitu peningkatan (promotif),

pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang

bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 1992). Salah

satu pelayan kesehatan yang ditingkatkan adalah layanan fisioterapi. Fisioterapi

adalah salah satu tenaga paramedik yang memberikan pelayanan kesehatan

kepada individu atau kelompok individu yang mengalami gangguan gerak dan

fungsi pada proses pertambahan usia atau mengalami gangguan akibat sakit atau

cidera. Gerak dan fungsi yang sehat dan maksimal adalah inti dari hidup sehat

(Word Confederation for physioterpy/WCPT, 1990). Salah satu peranan fisioterapi

adalah memberikan pelayan fisioterapi pada kondisi fraktur atau patah tulang

yang telah mendapatkan tindakan medis berupa pemasangan plate and srew.

A. Latar Belakang Masalah

Fraktur adalah hilangnya kontinyuitas dari tulang (Mc Rae,1994).

Fraktur pada tulang panjang dikelompokan menjadi tiga tipe yaitu tipe I fraktur

pada segmen proksimal, tipe II fraktur pada diafisis atau shaft dan tipe III fraktur

pada segmen distal (Mc Rae,1994). Dalam hal ini akan dibahas fraktur caput

humeri. Berdasarkan data dari bangsal bougenville RSOP Dr Soeharso surakarta

bulan Desember 2005-pebruari 2006, terdapat 27 pasien dengan kasus fraktur

1

Page 2: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

humeri dari 68 pasien fraktur anggota gerak atas dan fraktur untuk anggota gerak

bawah terdapat 117 pasien.

Tindakan medis yang sering diberikan pada fraktur caput humeri ada 2

yaitu jenis operatif dan non-opertif. Jenis tindakan dipengaruhi oleh tingkat

kestabilan fraktur. pada fraktur yang stabil tindakan yang diberikan berupa

tindakan non operatif yaitu backslap atau gips dan plaster spica. Sedangkan pada

fraktur yang tidak stabil tindakan medis yang diberikan berupa tindakan operatif

yaitu dengan fiksasi internal misalnya intramedulary nail dan plate and screw

serta fiksasi eksternal misalnya illizarov (Thomson, 1991)

Tindakan medis yang sering diberikan pada fraktur caput humeri adalah

dengan pemasangan plate and screw. Akibat yang ditimbulkan pasca operasi

pemasangan plate and screw adalah gangguan berupa impairment, functional

limitation dan participation restriction. Impairment misalnya oedema, nyeri,

keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) siku dan bahu, serta penurunan kekuatan

otot penggerak sendi siku dan bahu. Fuctional limitation berupa gangguan self

care seperti mandi, makan dan berpakaian. Participation restriction berupa

ketidakmampuan pasien untuk beraktifitas sesuai dengan usia dan peranannya.

Fisioterapi sebagai salah satu profesi yang bertanggung jawab atas gerak

dan fungsi dapat berperan pada kondisi di atas. Dengan modalitas fisioterapi

berupa infra merah dan terapi latihan dapat digunakan untuk mengurangi oedema,

mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS), meningkatkan

kekuatan otot, meningkatkan kemampuan fungsional. Modalitas yang digunakan

adalah static contraction untuk mengurangi nyeri, free active movement untuk

23

Page 3: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

meningkatkan kekuatan otot, relaxed passive movement dan assisted passive

movement untuk memelihara LGS, infra merah untuk mengurangi oedema dan

mengurangi nyeri, dan latihan fungsional untuk meningkatkan kemampuan

fungsional (Kisner and Colby,1996)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada KTI ini adalah untuk mengetahui manfaat: (1)

apakah static contraction dapat mengurangi nyeri dan oedema?, (2) apakah free

active movement dapat meningkatkan kekuatan otot?, (3) apakah assited active

movement dan relaxed passive movement dapat memelihara LGS?, (4) apakah

latihan fungsional dapat mengembalikan aktifitas fungsional?, (5) apakah infra

merah dapat mengurangi oedema dan mengurangi nyeri pada pasien fraktur caput

humeri pasca operasi pemasangan fiksasi internal berupa plate and srew .

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan KTI ini adalah untuk mengetahui manfaat: (1) static

contraction dalam mengurangi nyeri dan oedema, (2) free active movement dalam

meningkatkan kekuatan otot, (3) assited active movement dan relaxed passive

movement dalam memelihara LGS, (4) latihan fungsional dalam mengembalikan

aktifiats fungsional, (5) infra merah dalam mengurangi oedema dan mengurangi

nyeri pada pasien fraktur caput humeri pasca operasi pemasangan fiksasi internal

berupa plate and screw.

33

Page 4: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

a. Pasca operasi pemasangan plate and screw

Pasca operasi berasal dari kata pasca yang berarti setelah dan operasi yang

berasal dari kata operate yang berarti membedah. Plate and screw berasal dari

kata plate yang berarti lempengan baja dan screw yang berarti sekrup yang

berfungsi sebagai alat fiksasi tulang panjang yang mengalami fraktur. jadi pasca

operasi pemasangan plate and screw adalah suatu keadaan setelah dilakukan

tindakan pembedahan untuk pemasangan fiksasi internal yang terdiri dari

lempengan platina dan sekrup pada fraktur yang tidak stabil (Thomson, 1992).

b. Fraktur caput humeri

Fraktur adalah hilang kontinyuitas dari tulang (Mc Rae,1994). Humeri

adalah tulang panjang seperti tongkat yang membentuk struktur lengan atas.

Caput adalah bagian paling atas dari tulang panjang. Jadi fraktur caput humeri

adalah hilang kontinyuitas dari tulang humeri pada bagian paling atas.

c. Terapi latihan

Terapi latihan merupakan upaya penyembuhan yang terdiri dari gerak aktif

dan gerak pasif anggota gerak tubuh yang bertujuan untuk mengurangi oedema,

43

4

Page 5: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot

serta meningkatkan kemampuan fungsional ( Kisner and Colby, 1996)

d. Infra merah

Infra merah merupakan pancaran gelombang elektromagnetik. Infra merah

mempunyai frekuensi 7 x 1014 – 400 x 1014 Hz dan panjang gelombang 700 –

15.000 nm (Wadsworth, 1983). Klasifikasi infra merah berdasarkan panjangang

gelombang : (1) gelombang panjang (non penetrating), adalah panjang gelombang

di atas 12.000 A sampai dengan 150.000 A. Daya penetrasi sinar ini hanya sampai

pada lapisan superfisial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm, (2) gelombang pendek

(penetrating), adalah gelombang dengan panjang gelombang antara 7.700 –

12.000 A. Daya penetrasi lebih dalam dari gelombang panjang, yaitu sampai

jaringan subcutan kira-kira dapat mempengaruhi secara langsung terhadap

pembuluh darah kapiler, pembuluh lymphe, ujung-ujung saraf dan jaringan –

jaringan lain di bawah kulit (Sujatno, dkk, 2002).

Efek fisiologis yang ditimbulkan dari pemberian infra merah adalah (1)

meningkatkan proses metabolisme pada lapisan superficial kulit sehingga

pemberian oksigen dan nutrisi kepada jaringan lebih diperbaiki, begitu juga

pengeluaran sisa-sisa pembakaran, (2) vasodilatasi pembuluh darah kapiler dan

arteriolae akan terjadi segera setelah penyinaran, (3) terhadap saraf sensoris,

pemanasan yang ringan mempunyai pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung saraf

sensoris, (4) terhadap jaringan otot, kenaikan temperatur di samping membantu

terjadinya releksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi,

(5) kenaikan temperatur tubuh, penyinaran yang luas yang berlangsung dalam

53

Page 6: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

waktu yang relatif cukup lama dapat mengakibatkan kenaikan temperatur tubuh,

(6) mengaktifkan kerja kelenjar keringat, pengaruh rangsangan panas yang dibawa

ujung-ujung saraf sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat

(Sujatno,dkk, 2002).

Efek terapeutik yang ditimbulkan dari pemberian infra merah adalah (1)

mengurangi / menghilangkan rasa nyeri, (2) rileksasi otot, (3) meningkatkan

suplai darah, (4) menghilangkan sisa-sisa metabolisme (Sujatno, dkk, 2002).

Indikasi dari pemberian infra merah yaitu (1) kondisi peradangan setelah

sub acut, (2) artrhitis, (3) gangguan sirkulasi darah, (4) penyakit kulit, (5) sebagai

persiapan exercise dan massage (Sujatno, dkk, 2002).

Kontra indikasi dari sinar infra merah adalah (1) daerah dengan

insufisiensi pada darah, (2) gangguan sensibilitas kulit, (3) adanya kecenderungan

terjadinya perdarahan (Sujatno, dkk, 2002).

Bahaya yang dapat ditimbulkan dari pemberian sinar infra merah adalah

(1) adanya luka bakar, yang terjadi pada daerah superficial epidermis, (2) electric

shock, ini bisa terjadi apabila terdapat kabel penghantar yang terbuka dan

tersentuh oleh pasien, (3) meningkatkan keadaan gangrene, (4) headache, adalah

perasaan pusing setelah penyinaran infra merah, (5) kaitness, penderita menjadi

pingsan atau tidak sadar secara tiba-tiba, (6) menggigil, (7) kerusakan pada mata,

sinar infra merah merupakan predisposing terjadinya katarak pada mata (Sujatno,

dkk, 2002

63

Page 7: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

2. Anatomi

a. Humeri

Humeri merupakan tulang panjang seperti tongkat, bagian yang

mempunyai hubungan dengan bahu bentuknya bundar membentuk kepala sendi

yang disebut caput humeri. Caput humeri dan cavitas glonoidalis bersatu

membentuk articulatio glenohumeralis. Pada caput humeri terdapat tonjolan yang

disebut tuberculum mayus dan tuberculum minus, di sebelah bawah caput humeri

terdapat lekukan yang disebut columna humeri. Pada bagian yang berhubungan

dengan bagian bawah terdapat epicondylus lateralis humeri dan epicondylus

medialis humeri. Di samping itu juga mempunyai lekukan yaitu fossa coronoid

(bagian depan) dan fossa olecrani (bagian belakang). (syaifuddin, 1997).

b. Sendi bahu

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint)

yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat

dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya

secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang

demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini

sering menimbulkan gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk

oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone),

humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup

73

Page 8: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi

acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama

secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat luas lingkup geraknya karena

caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal

(Sidharta, 1984).

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas

glenoidalis scapula yang dangkal dan berbentuk ball and socket. Permukaan sendi

meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya

labrum glenoidale (Snell, 1997).

Berbeda dangan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka

bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang

kompleks, yaitu:

1. Sendi glenohumerale

Sendi glenohumerale Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas

glenoidalis scapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas

glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar

sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi

terhadap sendi tersebut dilakukan oleh acromion, procecus coracoideus, dan

ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput

humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.

Ligament yang memperkuat antara lain: (1) ligamentum coraco humerale,

yang membentang dari procesus coracoideus sampai tuberculum humeri, (2)

83

Page 9: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus sampai

acromion, (3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas

glenoidalis ke colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu: ligament gleno humerale

superior, yang melewati articulasio sebelah cranial, Ligament glenohumeralis

medius, yang melewati articulatio sebelah ventral, Ligamentum gleno humeralis

inferius, yang melewati articulation sebelah inferius.

Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint yaitu (1) Bursa otot latisimus

dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon latisimus dorsi, (2) Bursa

infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositas humeri, (3)

Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insertion otot pectoralis

mayor, (4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri

dibawah otot deltoideus, (5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas

ligamentum coraco claviculare, (6)Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi

glenoidalis scapulae dengan otot subscapularis, (7) Bursa subcutanea acromialis,

terletak diantas acromion dibawah kulit.

Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau

gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis

lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi

atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau

gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan

translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression

dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).

93

Page 10: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative

therapy untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan

gerakan translasi, geraka-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis

pada saat pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1).

Traction/ traksi, (2). Compression/ kompresi,(3). Gliding.

(1). Traction/ traksi

Apabila translasi tulang arahnya tegak lurus dan menjauhi bidang

terapi,serta terjadi peregangan permukaan sendi disebut traksi, apabila tidak

sampai menimbulkan peregangan permukaan sendi disebut distraksi.

(2). Compression/ kompresi

Apabila arah gerakan translasi tegak lurus terhadap dan ke arah bidang

terapi, dan kedua permukaan sendi saling mendekat/ menekan disebut kompresi.

Apabila timbul nyeri akibat kompresi sendi, hal ini mengindikasikan adanya lesi

sendi.

(3). Gliding

Apabila gerakan yang terjadi paralel sejajar dengan bidang terapi (bukan

sejajar dengan permukaan sendi), dan menimbulkan geseran/ luncuran antara

kedua permukaan sendi disebut gliding (Mudatsir, 2002).

Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeral yaitu : (1) gerakan

fleksi terjadi rolling caput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan

abduksi terjadi rolling caput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral

103

Page 11: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

(3) gerakan eksternal rotasi terjadi rolling caput humeri ke dorso lateral, sliding

ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi terjadi rolling caput humeri ke ventro

medial dan sliding ke dorso lateral (Kapanji, 1982).

2. Sendi sterno claviculare

Sendi sterno claviculare Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula,

dengan incisura clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation

sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada

suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesiakan kedua facies

articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas, sehingga

kemungkinan gerakan luas.

Ligamentum yang memperkuat yaitu (1) ligamentum interclaviculare,

yang membentang diantara medial extremitas sternalis, lewat sebelah cranial

incisura jugularis sterni, (2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang di

antara costae pertama sampai permukaan bawah clavicula, (2) ligamentum sterno

claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal incisura clavicularis sterni,

kebagian cranial extremitas sternalis claviculare. Gerak osteokinematika yang

terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°, serta protraksi 30° dan

retraksi 30°. Sedangkan gerak arthrokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi

terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi

terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi

roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai

113

Page 12: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisar 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah

caudal dan slide clavicula kearah cranial.

3. Sendi acromioclaviculare

Sendi acromioclaviculare Dibentuk oleh extremitas acromialis clavicula

dengan tepi medial dari acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata

dan dilapisi oleh fibro cartilago. Di antara facies articularis ada discus

artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies

articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

Ligamentum yang memperkuat yaitu (1) ligamentum acromio claiculare,

yamg membentang antara acromion dataran ventral sampai dataran caudal

clavicula, (2) Ligamentum coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu (1)

Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial procecus

coracoideus sampai dataran caudal claviculare, (2) Ligamentum trapezoideus,

yang membentang dari dataran lateral procecus coraoideus sampai dataran bawah

clavicuare,

Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan

gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi di atas kepala maka terjadi rotasi

clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula,

elevasi tersebut pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada

rotasi clavicula.

123

Page 13: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

4. Sendi subacromiale,

Sendi subacromiale berada di antara arcus acromioclaviculare yang

berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh

caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.

5. Sendi scapulo thoracic

Sendi scapulo thoracic (bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa

pergerakan scapula terhadap dinding thorax)[ anatomi gerak atas (Pujiastuti,

Susilowati),2002].

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain

ligamen glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral dan

ligamen coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan

collum anatomicum humeri (Snell, 1997).

Gerak osteokinematika sendi ini meliputi (1) gerakan ke arah abduksi-

adduksi, (2) gerakan ke arah eksorotasi-endorotasi (down ward-up ward), (3)

gerakan ke arah elevasi-depresi.

c. Sendi siku

Sendi siku dibentuk oleh tiga tulang, yaitu humeri, radius dan ulna yang

saling berhubungan. Pada sendi siku dibentuk oleh 3 articulatio yaitu, (1)

articulation humeroulnar, (2) articulatio humeroradial dan (3) articulatio

radioulnar proksimal. Pada sendi ini terdapat gerakan kedua arah yaitu fleksi dan

ekstensi yang terjadi pada bidang sagital dan rotasi (pronasi dan supinasi) yang

133

Page 14: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

terjadi pada bidang rotasi. Fleksi dan ekstensi terjadi antara humeri dan lengan

bawah (radius dan ulna). Untuk gerakan fleksi siku sebesar 1450 dan ekstensi

sendi siku sebesar 00 tapi dalam keadaan hiperekstensi dapat mencapai 100

lingkup gerak sendi siku untuk gerakan fleksi dan ekstensi dapat ditulis S 0-0-145

(tanpa hiperekstensi) atau S 10-0-145 (hiperekstensi) (Russe and Gerardt, 1975).

Pronasi dan supinasi terjadi karena radius berputar pada ulna, sementara itu radius

juga berputar pada porosnya. untuk gerakan supinasi sampai sebesar 900 dan

pronasi sebesar 800 sehingga dapat ditulis R 90-0-80. (Russe and Gerhardt, 1975).

Sendi siku merupakan sendi yang stabil. Sendi ini diperkuat oleh

ligamentum colaterale laterale, ligamentum colaterale mediale dan ligamentum

annulare radii yang menstabilkan caput radii. Otot-otot yang berperan penting

untuk menggerakan siku antara lain tertera di dalam table di bawah ini :

143

Page 15: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Tabel 1. Otot-otot region lengan

No Otot Origo Insertio Fungsi

1 Bicep brachialis a. Caput brevis processus coracoideus.

b. Caput longum: tuberositas supra glenoidalis

Tuberositas radii

Fleksi dan supinasi siku

2 Brachialis 2/3 distal permukaan anterior humeri

Tuberositas ulna

Fleksi siku

3 Brachioradialis Epicondilus lateral humeri (supracondilair)

Proksimal processus styloideus radii

Fleksi dan supinasi siku

4 Triceps brachii a. Caput longum: tuberositas infraglenoidalis

b. Caput medial: permukaan posterior humeri

c. Caput lateral: permukaan posterior humeri

Olecranon Ekstensi siku

5 Supinator Condilus lateralis Permukaan dorsal dan lateral radius 1/3 distal

Supinasi siku

6 Prenator teres a. Caput humeri: epicondilus lateralishumeri

b. Caput ulnar: processus coronoideus

Permukaan lateral radius 1/3 tengah

Pronasi siku

7 Pronator quadratus

Permukaan anterior ulna 1/4 distal

Permukaan anterior ulna 1/3 distal

Pronasi siku

Sumber: Hislop and Mongomery, 1995

153

Page 16: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Selain otot-otot penggerak siku juga terdapat otot fleksor dan ekstensor

pergelangan tangan. Otot-otot ekstensor pergelangan tangan berasal dari sekitar

epicondylus lateralis humeri sedangkan otot-otot fleksor pergelangan tangan

berasal dari sekitar epicondylus medial humeri. pada sisi medial di lengan atas di

antara m.biceps brachii dan m.coraco brachialis terdapat sebuah cabang saraf. (1)

nervus ulnaris berjalan lewat belakang bagian medial dari epicondylus medialis

humeri, (2) nervus medianus berjalan ke dalam fassa cubiti dan (3) nervus

radialis yang berada pada sisi lateral siku (Wolf, 1994).

163

Page 17: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Keterangan gambar 1

1. Caput humeri

2. Collum anatomikum

3. Collum chirugicum

4. Sulcus nervi radialis

5. Facies posterior

6. Crista supra epicondylaris medialis

7. Fossa olecrani

8. Epicondylus medialis

9. Sulcus nervi ulnaris

10. trohlea humeri

11. Epicondylus lateralis

12. Crista supra epicondylaris

13. Corpus humeri

14. Tuberculum majus

173

Page 18: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Gambar 1 Tulang humeri tampak dari belakang

(Putz, R dan Pabst, R, 2000)

183

Page 19: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Keterangan gambar 2

1. Sulcus intertubercularis 13. Trohlea humeri

2. Tuberculum majus 14. Epicondylus medialis

3. Collum chirugicum 15. Crista supraepicondylaris

medialis

4. Crista tubercului majoris 16. Fossa coronoidea

5. Tuberositas deltoidea 17. Facies antero medialis

6. Margo lateralis 18. Margo medialis

7. Facies anterolateralis 19.Crista tuberculi minoris

8. Crista supraepicondylaris lateralis 20.Tuberculum minus

9. Fossa radialis 21. Collum anatomicum

10. Epicondylus lateralis 22. Caput humeri

11. Capitatum humeri

12. Condylus humeri

193

Page 20: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Gambar 2 Tulang humeri tampak dari depan

(Putz, R dan Pabst, R, 2000)

203

Page 21: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Keterangan gambar 3

1. M. trapizius 15. M. exstensor pollicis brevis

2. Spina scaplae 16. Retinaculummusculorum

exstensorum

3. M. deltideus 17. M. exstensor pollicis longus,

tendo

4. M. triceps bracii, caput laterale 18. M. exstensor carpi radialis,

tendines

5. Septum intermusculare Bracii laterale 19. Caput ulnae, proc. Stiloideus

ulnae

6. N. cutaneus brachii posterior 20. M. extensor digiti minimi

7. M. biceps brachii 21. M. extensor carpi ulnaris

8. N. cutaneus antebrachii posterior 22. M. flexor carpi ulnaris

9. M. brachioradialis 23. M. anconius

10. Epicondilus lateralis 24. Bursa subcutanea olecrani

11. M. extensor carpi radialis longus 25. Olecranon

12. M. extensor digitorum 26. M. triceps brachii, caput mediale

13. M. extensor carpi radialis brevis 27. M. triceps brachii, caput longum

14. M. abductor pollicis longus 28. M. teres major

213

Page 22: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

gambar 3 otot-otot region lengan dan tangan tampak dari depan

223

Page 23: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

(Putz, R dan Pabst, R, 2000)

Keterangan gambar 4

1. Clavikula 15. N. cutaneus brachii medialis

2. Fossa infraclavicularis 16. Fascia antebrachii

3. M. deltoideus 17. Aponeurosis palmaris

4. M. pectoralis major, pars clavikularis 18. M. fleksor carpi ulnaris

5. V. cephalica 19. M. palmaris longus

6. N. medianus 20. M. fleksor carpi radialis

7. V. basilica 21. Epicondylus medialis

8. M. biceps brachii 22. Septum inermusculare brachii

9. M. brachialis 23. M. triceps brachii

10. N. musculo cutaneus, 24. N. cutaneus antebrachii medialis

N. cutaneus ante brachii lateralis

11. Aponeurisis musculi bicipitis brachii 25. N. cutaneus brachii medialis

12. V. mediana cubiti 26. N. intercostobrachialis

13. N. radialis, R. superficialis 27. M. biceps brachii, caput breve

14. M brachioradialis, tendo

233

Page 24: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

243

Page 25: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

gambar 4 otot-otot region lengan dan tangan tampak dari belakang (Putz, R dan Pabst, R, 2000)

253

Page 26: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

3. Etilogi

Pada fraktur caput humeri mendapatkan tindakan medis berupa operasi

yang bertujuan untuk reduksi dan pemasangan fiksasi internal berupa plate and

screw. Saat operasi dilakukan incisi sehingga akan Terjadi kerusakan jaringan

lunak di bawah kulit maupun pembuluh darah yang akan mengakibatkan

terjadinya oedema pada lengan atas dan lengan bawah, nyeri pada lengan atas,

penurunan LGS siku dan bahu serta penurunan kekuatan otot penggerak sendi

siku dan sendi bahu.

4. Patologi

Tindakan medis yang diberikan pada pasien fraktur caput humeri adalah

tindakan operatif. Pada saat operasi dilakukan incisi yang menyebabkan

kerusakan jaringan lunak

Menurut Dandy (1993) yang dikutip oleh hassenkam (1999) penyembuhan

pada cidera jaringan lunak ada 3 tahap yaitu injury, inflammation, dan repair.

a. Injury(Trauma)

Pada tahap ini otot dan jaringan lunak disayat pada proses operasi yang

menyebabkan luka dan pendarahan serta kematian pada beberapa jaringan

tersebut. Akan terjadi pendarahan pada ruang incisi yang kemudian akan diikuti

dengan penggumpalan. Setelah itu tubuh akan mengeluarkan leoukosit untuk

fagositosis jaringan yang mati.

263

Page 27: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

b. Inflamation (peradangan)

Dalam 24 jam pertama akan terjadi reaksi radang mendadak atau acout

inflammation. Pada masa ini karena terjadi kerusakan jaringan maka akan

menstimulasi pengeluaran zat-zat kimiawi dari dalam tubuh yang membuat nyeri

seperti histamin dan bradykynin. Pada masa ini juga terdapat tanda-tanda

peradangan seperti bengkak, nyeri, teraba panas, kemerah-merahan, dan

kehilangan fungsi. Bengkak dapat terjadi karena penimbunan exudat di bawah

kulit. Teraba panas dan kemerah-merahan karena terjadi perubahan vaskuler.

Berupa vasodilatasi pembuluh darah sehingga darah banyak terkonsentrasi pada

luka tersebut. Nyeri terjadi karena peningkatan ketegangan jaringan dan adanya

zat-zat kimiawi yang dikeluarkan tubuh sehingga menyebabkan nyeri. Kehilangan

fungsi terjadi karena bengkak, nyeri dan peningkatan ketegangan jaringan lunak

sehingga menghambat gerakan.

c. Repair (perbaikan)

Repair terjadi antara 2-3 hari, mulai terbentuk fibroblast (jaringan

pengikat muda) dan gumpalan darah atau haematoma akan diganti oleh jaringan

granulasi yaitu jaringan berwarna merah dan banyak mengandung pembuluh

darah, dimana pada ke 3-4 jaringan granulasi akan mengganti exudat dan jaringan

yang mati dengan jaringan yang baru. Antara hari ke 3-14, fibroblast akan

menghasilkan serabut kolagen dan akhirnya akan terbentuk jaringan parut atau

cicatric yang miskin vaskularisasi. Pada hari ke 5 akan tensil strength yaitu

kekuatan untuk mencegah terbukanya luka kembali tetapi belum maksimal. Pada

273

Page 28: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

hari ke 7-8 epitilisasi luka mulai terjadi dengan kecepatan 0,5 mm per hari yang

berjalan dari tepi luka dan menuju ke tengah. Setelah hari ke 14, tensil strength

mempunyai kekuatan 1/5 dari kekuatan maksimal dan saat itu juga jaringan parut

akan mengkerut. Luka yang semula bewarna ungu akan berangsur-angsur menjadi

pucat. Tensil strength akan mencapai kekuatan maksimal pada 3 bulan setelah

luka terjadi.

Menurut Appley (1995) proses penyembuhan fraktur ada 5 tahap yaitu

hematoma, proliferation, calsification, consolidation, dan remodelling.

a. Hematoma (perdarahan)

Hematoma terjadi pada pembuluh darah rusak sehingga terjadi perdarahan

di antara fragmen dan sekitar fraktur. Ujung-ujung fragmen fraktur tidak

mendapatkan suply darah sehingga akan terjadi kematian jaringan sepanjang 1-2

mm.

b. Proliferation (perbanyakan jaringan)

Proliferation terjadi dalam 8 jam setelah operasi akan terjadi perdarahan

dan inflamasi akut di bawah periosteum dan saluran medulare yang tertembus.

Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan baru dan menghubungkan fragmen

fraktur. Hematoma perlahan membeku dan diabsorbsi lalu terbentuk kapiler-

kapiler baru.

283

Page 29: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

c. calsification (pembentukan callus)

Jaringan yang berkembang memiliki potensi chondrogic dan osteogenic

yaitu membentuk tulang dan kartilago. Selain itu juga terdapat osteoclast yang

dihasilkan pembuluh darah baru yang memfagositosis tulang-tulang yang mati.

Jaringan yang berkembang dan tulang-tulang yang immature serta kartilago

membentuk callus pada permukaan periostium dan endosteum. Selama 4 minggu

setelah cedera tulang-tulang immature menjadi lebih padat.

d. Consolidation (maturisasi tulang)

Pada consolidation terjadi aktivitas osteoblast dan osteoclast terus yang

berlanjut. Tulang yang immature berubah menjadi tulang lamellar. Osteoblast

mengisi celah-celah yang masih tersisa di antara fragmen fraktur dengan tulang

baru. Proses ini merupakan proses yang lambat selama 1-2 bulan.

e. Remodelling (pengembalian bentuk tulang)

Pada proses Remodelling tulang semakin menguat. Proses resorbsi dan

pembentukan tulang terus berlanjut sehingga tulang kembali ke bentuk seperti

semula.

5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien pasca operasi fraktur

caput humeri adalah oedema pada lengan atas dan lengan bawah, nyeri pada

293

Page 30: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

lengan atas, penurunan LGS siku dan bahu, penurunan kekuatan otot penggerak

siku dan bahu, dan fungsilaesa (Appley, 1995).

6. Komplikasi atau faktor penyulit

Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan tindakan operasi pada

pasien fraktur caput humeri adalah infeksi yang terjadi karena luka bekas operasi

yang tidak steril sehingga memperlama proses penyembuhan dan peralatan

operasi yang tidak steril, dan nerve injury yaitu kelumpuhan saraf radialis (drop

hand) karena saraf terluka akibat tindakan operasi (Appley, 1995).

7. Prognosis gerak dan fungsi

Kasus fraktur caput humeri mempunyai prognosis gerak dan fungsi yang

baik jika pasien secepat mungkin di bawa ke rumah sakit setelah trauma untuk

mendapatkan penanganan yang tepat oleh tim medis dan pasien pasca operasi

segera mendapatkan penanganan dari fisioterapi untuk mendapatkan terapi

latihan, sehingga oedema, nyeri, penurunan LGS, dan penurunan kekuatan otot

dapat diatasi, serta kontraktur dan kekakuan sendi dapat dicegah. Prognosis gerak

dan fungsi akan buruk apabila fraktur disertai komplikasi atau faktor penyulit dan

tidak mendapatkan fisioterapi.

B. Diskripsi problematik fisioterapi

Dari segi fisioterapi pada fraktur caput humeri akan menimbulkan

gangguan berupa impairment, functional limitation, participation restriction.

303

Page 31: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

a. Impairment

1 oedema pada lengan atas kanan

terjadi karena adanya suatu reaksi suatu radang atau respon tubuh terhadap

cidera jaringan. tindakan operasi pada pasien fraktur caput humeri akan dilakukan

incisi sehingga akan terjadi kerusakan jaringan lunak di bawah kulit maupun

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya oedema.

Parameter yang digunakan untuk mengetahui oedema adalah pengukuran

lingkar segmen tubuh (antropometri) dengan menggunakan midline/meteran.

Pengukuran dilakukan pada satu titik sebagai patokan di proksimal fraktur berupa

tonjolan tulang seperti acromion.

2 Nyeri pada daerah lengan atas kanan

Terjadi karena akibat adanya luka incisi yang menyebabkan ujung-ujung

saraf sensoris teriritasi dan karena adanya oedema pada daerah fraktur.

Parameter yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah Verbal

Descriptive Scale (VDS) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan 7 skala

penilaian. Terapis menjelaskan 7 skala nyeri lalu pasien diminta untuk

menyebutkan seberapa nyeri yang dirasakan dengan memilih salah satu dari 7

skala. Pemeriksaan derajat nyeri meliputi nyeri diam, nyeri tekan, nyeri gerak.

313

Page 32: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Tabel 2. Kriteria nyeri menggunakan verbal descriptive scale (VDS)

No Skala Nyeri Kriteria

1 1 Tidak nyeri

2 2 Nyeri sangat ringan

3 3 Nyeri ringan

4 4 Nyeri tidak begitu berat

5 5 Nyeri cukup berat

6 6 Nyeri berat

7 7 Nyeri hampir tak tertahankan

Sumber : Sri Surini dan Budi Utomo, 2002

3 Penurunan kekuatan otot penggerak sendi siku dan gerak bahu kanan

Penurunan kekuatan otot penggerak siku dan bahu kanan disebabkan oleh

nyeri sehingga pasien cenderung memposisikan lengan pada posisi yang nyaman

(inaktif lama)

Parameter yang digunakan untuk mengetahui nilai kekuatan otot adalah

pemeriksaan kekuatan otot secara manual atau manual muscle testing (MMT)

dengan ketentuan sebagai berikut.

323

Page 33: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Tabel 3. Kriteria Nilai Kekuatan OtotNo Nilai Kriteria Cara1 5 Subyek bergerak dengan LGS

penuh melawan gravitasi dan tahanan maksimal

Terapis memberikan tahanan yang maksimal pada gerak fleksi dan ekstensi

2 4+ Subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi dan tahanan moderat

Terapis memberikan tahanan yang moderat pada gerak fleksi dan ekstensi

3 4 Subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi dan tahanan minimal

Terapis memberikan tahanan minimal pada gerak fleksi dan ekstensi

4 4- Subyek bergerak dengan LGS hampir penuh melawan gravitasi dan tahanan minimal

Terapis memberikan tahanan minimal pada gerak fleksi dan ekstensi

5 3+ Subyek bergerak dengan LGS kurang dari midle range dan tahanan minimal

Terapis memberikan tahanan minimal pada gerak fleksi dan ekstensi

6 3 Subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi

Pasien disuruh untuk begerak fleksi dan ekstensi sendiri

7 3- Subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi dengan LGS lebih dari midle range

Pasien disuruh untuk begerak fleksi dan ekstensi sendiri

8 2+ Subyek bergerak dengan sedikit melawan gravitasi

Pasien disuruh untuk begerak fleksi dan ekstensi sendiri

9 2 Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melawan gravitasi

Posisi pasien tidur miring lengan pasien yang berada diatas disangga oleh terapis ,Pasien disuruh untuk begerak fleksi dan ekstensi sendiri

10 2- Subyek bergerak dengan LGS tidak penuh tanpa melawan gravitasi

Posisi pasien tidur miring lengan pasien yang berada diatas disangga oleh terapis, Pasien disuruh untuk begerak fleksi dan ekstensi sendiri

11 1 Kontraksi otot dapat di palpasi Pasien disuruh untuk begerak fleksi dan ekstensi sendiri lalu terapis mempalpasi otot

12 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

Pasien disuruh untuk begerak fleksi dan ekstensi sendiri lalu terapis mempalpasi otot

Sumber : Medical Research Council

333

Page 34: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

4 Penurunan Lingkup Gerak Sendi (LGS) siku dan bahu kanan

Penurunan LGS adalah suatu kondisi dimana sendi tidak dapat bergerak

dengan LGS penuh. Pada pasien pasca operasi fraktur caput humeri dengan

pemasangan plate and screw akan immobilisasi cukup lama. Selain itu adanya

nyeri dan oedema dapat membuat pasien takut untuk bergerak dan cenderung

memposisikan yang menetap dan dirasa nyaman oleh pasien. Jika hal ini dibiarkan

lama LGS akan menurun (Kisner and colby, 1996).

Pemeriksaan LGS dilakukan dengan goniometer. Untuk

mendokumentasikan hasil pengukuran LGS menggunakan metode Sagital Frontal

Tranversal Rotasi (SFTR) (Russe and Colby, 1975). Pemeriksaan dilakukan pada

sendi siku dan bahu kanan. Pencatatan hasil pengukuran dimulai dengan cara

menuliskan bidang gerak terlebih dahulu lalu diikuti penulisan gerak dalam 3

kelompok angka. Penulisan dimulai dari gerakan yang menjauhi tubuh, posisi

awal (netral) dan gerakan yang mendekati tubuh ditulis paling akhir.

Selain mengalami impairment pasien juga akan mengalami functional

limitation berupa gangguan aktivitas fungsional yaitu belum mampu mandi,

makan, dan berpakaian.

C. Teknologi Interverensi Fisioterapi

Teknologi interverensi fisioterapi yang bermanfaat untuk mengurangi

oedema, mengurangi nyeri, meningkatkan LGS dan meningkatkan kekuatan otot

343

Page 35: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

pada pasien fraktur caput humeri pasca operasi pemasangan fiksasi internal

berupa plate and screw adalah :

1. Infra merah

merupakan pancaran gelombang elektromagnetik. Efek terapeutik yang

ditimbulkan dari pemberian infra merah adalah (1) mengurangi / menghilangkan

rasa nyeri, (2) rilaksasi otot, (3) meningkatkan suplai darah, (4) menghilangkan

sisa-sisa metabolisme (Sujatno, dkk, 2002).

2. Active exercise

Active exercise adalah gerakan yang dilakukan oleh kontraksi secara aktif

dari suatu otot yang melewati sendi yang digerakkan (Kisner and Colby, 1996) .

Active exercise dapat memacu reaksi pumping action otot yang membantu cairan

oedema bergerak ke proksimal dan ikut dalam peredaran darah sehingga oedema

akan menurun (Beherns, 1996). Selain itu active exercise dapat meningkatkan

aktivitas fungsional (Kisner and Colby, 1996). Tehnik active exercise yang

dilakukan yaitu :

a. Assisted active movement

Assisted active movement adalah gerak aktif yang dilakukan pasien secara

aktif dengan bantuan dari luar untuk mengeliminasi gravitasi. Jenis terapi latihan

ini dapat membantu mempertahankan fungsi sendi dan mengembalikan LGS

setelah terjadi fraktur (Appley, 1995).

353

Page 36: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

b. Free active movement

Free active movement adalah gerakan yang terjadi akibat dari otot yang

bersangkutan tanpa adanya bantuan dan tahanan dari luar, kecuali gaya gravitasi.

Efek dan penggunaannya adalah untuk memperlancar sirkulasi darah sehingga

oedema berkurang, meningkatkan mobilisasi otot sehingga kekuatan otot

meningkat (Priatna, 1985).

3. Passive exercise

Passive exercise adalah gerak yang dihasilkan oleh kekuatan dari luar

tanpa adanya kontraksi dari otot secara voluntair. Teknik passive exercise terdiri

dari 2 teknik yaitu (1) relaxed passive movement yaitu pemberian gerak pasf yang

dilakukan sampai batas nyeri. (2) forced passive movement pemberian gerak pasif

disertai dorongan pada akhir gerakan untuk mencapai LGS yang penuh. (Appley,

1995). Rilexed passive movement tepat diberikan pada kondisi radang akut dan

nyeri (Kisner and Colby, 1996). Pada kasus ini forced passive movement tidak

diberikan karena dapat merusak jaringan terutama cidera di daerah siku. (Appley,

1995).

4. Static contraction

Static contraction adalah kontraksi otot yang tidak disertai perubahan

panjang otot. Jenis terapi latihan ini dapat memberikan rileksasi dan

meningkatkan sirkulasi serta untuk mengurangi nyeri setelah cidera jaringan

selama fase penyembuhan. (Kisner, 1996).

363

Page 37: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

BAB III

PELAKSANAAN STUDI KASUS

Sebelum memberikan pelayanan fisoerapi kepada pasien maka seorang

fisioterapis melakukan assesment (pemeriksaan) untuk identifikasi masalah

dengan pengumpulan data tentang kondisi pasien. Data tersebut sangat berguna

untuk menetukan problematika fisioterapi dan menentukan terapi yang tepat bagi

pasien.

A. Pengkajian Fisioterapi

1. Pemeriksaan subyektif

a. Anamnesis

Anamnesis adalah pengumpulan data dengan cara melakukan suatu tanya

jawab dengan pasien ( auto anamnesis ) atau dengan orang lain yang mengetahui

proses kejadian dari penyakit pasien ( hetero anamnesis ). Pada kasus fraktur

caput humeri dextra anamnesis dilakukan secara autoanamnesis yaitu anamnesis

yang dilakukan dengan penderita sendiri, yang terdiri dari anamnesis umum dan

anamnesis khusus

1) Anamnesis umum

Dari anamnesis umum terapis memperoleh informasi tentang data pasien

yang meliputi; nama: Ny Sarijem, Umur: 63 th, jenis kelamin: perempuan, agama:

Islam, pekerjaan; ibu rumah tangga, alamat: margorejo, sragen.

373

26

Page 38: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

2) Anamnesis khusus

a) Keluhan utama

Keluhan utama adalah satu atau lebih gejala yang dirasakan yang

membuat pasien mencari pertolongan. Pada kasus ini pasien mengeluh adanya

nyeri pada daerah bahu kanan, nyeri meningkat ketika lengan kanan digerakan.

b) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang menggambarkan riwayat penyakit secara

kronologis dengan jelas lengkap serta pengobatan yang pernah dilakukan

sebelumnya. Pada 5 februari 2008 pasien terpeleset di sumur, pasien mengeluh

tangan kanannya tidak bisa digerakan karena sakit, lalu pasien di bawa ke RSUD

sragen, tanggal 6 februari 2008 pasien dioperasi. Sehabis dioperasi dari tanggal 6

februari-15 februari pasien belum pernah diterapi, tanggal 16 februari pasien di

bawa ke poli fisioterapi RSUD sragen, saat di bawa ke poli fisioterapi pasien

masih mengeluh nyeri pada daerah bahu, nyeri timbul saat digerakan bengkak di

daerah lengan atas, masih terpasang verban pada luka incisi, keterbatasan gerak

pada bahu dan siku kanan.

c) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu pasien yaitu pasien belum pernah mengalami

patah tulang seperti yang dialami sekarang.

383

Page 39: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

d) Riwayat penyakit penyerta

Pasien mempunyai hipertensi.

e) Riwayat pribadi

Pasien adalah seorang nenek yang pekerjaannya setiap hari menyapu,

mencuci dan mengepel.

f) Riwayat keluarga

Bukan merupakan penyakit herediter.

g) Anamnesis sistem

Pada sistem kepala dan leher, sistem respirasi, sistem kardiovaskuler,

sistem gastrointestinal dan sistem urogenetalis tidak ada gangguan. Pada sistem

muskuloskeletal ada nyeri tekan pada daerah incisi, nyeri gerak pada bahu kanan

dan siku kanan. Pada sistem nervorum tidak ada keluhan kesemutan pada lengan

kanan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Tanda- tanda vital

Tekanan darah: 140/80 mmHg, denyut nadi: 72 kali permenit, pernafasan

20 kali permenit, temperatur: 36,5° C, berat badan: 40 kg, tinggi badan: 145 cm.

393

Page 40: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

b. Inspeksi

Dari inspeksi statis dapat diketahui terpasang verban pada luka incisi,

warna kulit kemerah-merahan, ada bekas jahitan, dinamis diketahui pasien merasa

nyeri saat menggerakkan siku dan bahu kanan.

c. Palpasi

Dari palpasi diperoleh nyeri tekan pada daerah luka incisi, pitting oedema

pada lengan atas, suhu lengan atas kanan lebih hangat dibandingkan dengan lengan

atas kiri, ada spasme pada otot disekitar bahu.

d. Pemeriksaan gerak dasar

pemeriksaan gerak dasar terdiri dari:

1) Gerak aktif

Pasien diminta menggerkkan siku kanannya ke arah fleksi ekstensi,

pronasi dan supinasi. Saat pasien bergerak ke arah fleksi pasien merasa nyeri,

LGS terbatas dan kekuatan otot menurun. Saat pasien bergerak ke arah ekstensi

pasien merasa nyeri, LGS penuh dan kekuatan otot menurun. Saat pasien

bergerak ke arah pronasi dan supinasi tidak merasa nyeri, LGS penuh dan kesan

kekuatan otot normal.

Pasien diminta untuk menggerakan bahu kanannya ke arah fleksi,

ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi. Saat pasien bergerak ke

403

Page 41: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

arah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi, pasien merasa

nyeri, LGS menurun dan kekuatan otot menurun.

2) Gerak pasif

Siku kanan pasien digerakan ke arah fleksi, ekstensi, pronasi dan supinasi.

Saat digerakan ke arah fleksi, ekstensi didapatkan informasi adanya nyeri, LGS

menurun, saat digerakan ke arah pronasi dan supinasi pasien tidak merasa nyeri.

Bahu kanan pasien digerakan kearah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,

eksorotasi, endorotasi. Saat digerakan kesemua arah pasien merasa nyeri, LGS

terbatas.

e. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan pada kasus ini meliputi:

a. Pemeriksaan nyeri

Parameter yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah Verbal

Descriptive Scale (VDS) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan 7 skala

penilaian. Terapis menjelaskan 7 skala nyeri lalu pasien diminta untuk

menyebutkan seberapa nyeri yang dirasakan dengan memilih salah satu dari 7

skala. Pemeriksaan derajat nyeri meliputi nyeri diam, nyeri tekan, nyeri gerak.

hasil pemeriksaan didapatkan hasil:

413

Page 42: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

- Nyeri diam : 2 (sangat ringan)

- Nyeri gerak : 6 (berat)

- Nyeri tekan : 4 (sedang)

b. Anthropometri

Pengukuran lingkar segmen tubuh (antropometri) dengan menggunakan

midline/meteran. segmen yang diukur adalah lengan atas yang sakit dan lengan

atas yang sehat kemudian dibandingkan. Pada kasus ini pemeriksaan dilakukan

pada lengan atas dengan patokan acromion ke distal. Dari pengukuran didapatkan

hasil:

Tabel 4 hasil pengukuran lingkar segmen lengan atas kanan (T0) 18 februari 2008

Letak patokan Lengan atss

kanan

Lengan atas

kiri

Selesih

Acromion ke

distal

10 cm

15 cm

20 cm

25 cm

24 cm

22 cm

21 cm

20 cm

21 cm

20 cm

18 cm

19 cm

3 cm

2 cm

3 cm

1 cm

Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada lengan atas pasien terdapat

423

Page 43: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

bengkak yang dapat dilihat dari selisih lingkar segmen lengan atas kanan dan

lengan atas kiri.

c. Pengukuran LGS

Pemeriksaan LGS dilakukan dengan goniometer. Untuk

mendokumentasikan hasil pengukuran LGS menggunakan metode Sagital Frontal

Tranversal Rotasi (SFTR) (Russe and Colby, 1975). Pemeriksaan dilakukan pada

sendi siku. Gerakan yang terjadi adalah fleksi dan ekstensi. Pada pemeriksaan

gerak fleksi dan ekstensi posisi pasien tidur terlentang. Axis goniometer diletakan

pada epicondylus lateral humeri. tangkai statis sejajar dengan tulang humeri dan

tangkai dinamis sejajar dengan tulang radius. Dilakukan gerak fleksi dan ekstensi

siku tejadi pada bidang sagital. Pencatatan hasil pengukuran dimulai dengan cara

menuliskan bidang gerak terlebih dahulu lalu diikuti penulisan gerak dalam 3

kelompok angka. Penulisan dimulai dari gerakan yang menjauhi tubuh, posisi

awal (netral) dan gerakan yang mendekati tubuh ditulis paling akhir. dari hasil

pengukuran LGS didapatkan:

Tabel 5 hasil pemeriksaan LGS siku dan bahu(T0) tanggal 18 februari 2008

Elbow kanan LGS Pasif

S 0 0 -0 0 -100 0

R 90 0 -0 0 -80 0Terdapat penuruanan LGS

LGS Akif

S 0 0 -0 0 -80 0

R 90 0 -0 0 -80 0Terdapat penuruanan LGS

Shoulder kansn

LGS Aktif

S 10 0 -0 0 -10 0

F 0 0 -0 0 -10 0

R 20 0 -0 0 -80 0

Terdapat penuruanan LGS

LGS Pasif

S 0 0 -0 0 -10 0

F 30 0 -0 0 -100Terdapat penuruanan

433

Page 44: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

R 00 -00 -200 LGS

Dari data di atas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan LGS siku dan

bahu kanan.

d. Kekuatan otot

Parameter yang digunakan untuk mengetahui nilai kekuatan otot adalah

pemeriksaan kekuatan otot secara manual atau manual muscle testing (MMT)

dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 6 hasil pemeriksaan kekuatan otot (T0) tanggal 18 februari 2008Kelompok Otot Kekuatan Otot

Pronator kanan

Supinator kanan

Fleksor bahu kanan

Ekstensor bahu kanan

Abduktor bahu kanan

Adduktor bahu kanan

Eksorotator bahu kanan

Endorotaror bahu kanan

Fleksor siku

Ekstensor siku

4

4

2+

3

2

2

2

2

2+

2+

Dari data di atas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan kekuatan otot

penggerak siku dan bahu.

443

Page 45: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

e. Pemeriksaan aktivitas fungsinal

Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pasien

mengalami gangguan dalam melakukan aktifitas fungsional. Pada pemeriksaan

pasien belum mampu bersisir dengan tangan kanan, mandi secara mandiri,

mengancingkan baju , membawa gelas ke mulut.

B. Diagnosa Fisioterapi

Pada kasus pasca operasi fraktur caput humeri dengan plate and screw

meliputi impairment, functional limitation, dan participation restriction. Pada

impairment didapat oedema pada lengan atas kanan dan lutut, nyeri pada daerah

incisi, penurunan LGS pada siku dan bahu kanan, penurunan kekuatan otot pada

siku dan bahu kanan. Pada functional limitation yaitu keterbatasan pasien untuk

melakukan aktifitas fungsional dengan lengan kanan. Pada participation

restriction yaitu pasien dapat bersosialisasi dengan masyarakat seperti semula atau

secara optimal.

C. Pelaksanaan Terapi

1. Tujuan dan modalitas fisioterapi

Dalam pemberian terapi tentunya ada tujuan yang hendak dicapai

berdasarkan prolematika pasien. Tujuan fisioterapi pada kasus ini ada 2 macam

yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Adapun tujuan jangka

pendek adalah (1) mengurangi oedema pada lengan atas; (2) mengurangi nyeri

453

Page 46: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

pada lengan atas; (3) meningkatkan LGS siku dan bahu; (4) meningkatkan

kekuatan otot penggerak siku dan bahu kanan. Sedangkan tujuan jangka panjang

meningkatkan aktivitas fungsional.

Untuk mencapai tujuan fisioterapi yang sesuai dengan problematika

pasien. Pada kasus ini modalitas yang digunakan adalah infra merah dan terapi

latihan dengan teknik static contraction, free active movement, assisted active

movement, dan relaxed passive movement.

2. Penatalaksanaan fisioterapi

a. infra merah

Untuk mendapatkan efek yang optimal maka perlu diperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

a) Persiapan alat

Perlu dipersiapkan alat serta pemeriksaan alat yang akan digunakan, antara

lain meliputi : kabelnya, jenis lampu besarnya watt.

b) Persiapan pasien

Pada pelaksanaannya posisi pasien tidur terlentang, rileks dan senyaman

mungkin. Pasien menggunakan penutup mata. Daerah yang diobati harus bebas

dari pakaian serta perlu dilakukannya sensibilitas test terhadap panas dan dingin

terlebih dahulu. Tes ini bisa dilakukan dengan cara pasien disuruh merasakan

sensasi yang terjadi dengan menggunakan tabung berisi air hangat dan dingin.

Bila terjadi gangguan sensibilitas panas dan dingin pada daerah tersebut, maka

pengobatan dengan infra merah perlu dihindarkan. Pada pemeriksaan sensibilitas

463

Page 47: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

pada pasien ini adalah normal. Perlu pemberitahuan mengenai panas yang

dirasakan dari terapi infra merah yaitu rasa hangat. Bila ternyata ada rasa panas

yang menyengat, pasien diminta untuk segera memberitahukan fisioterapis.

c) Pelaksanaan terapi

Penyinaran dengan infra merah diusahakan tegak lurus dengan daerah

yang diobati yaitu pada daerah bahu, dengan jarak lampu antara 60 cm. Lamanya

waktu penyinaran 15 menit. Setelah terapi selesai alat dirapikan seperti semula.

b. Static contraction

Static contraction merupakan kontraksi otot yang tidak disertai

perubahan-perubahan panjang otot. Jenis terapi latihan ini untuk mengurangi nyeri

dan oedema jaringan selama fase penyembuhan. (1)Posisi pasien: half laying,

lengan kanan disangga bantal, (2) Posisi terapis: disamping pasien memberikan

instruksi, (3) Gerakan: pasien diminta untuk menggenggam tangan, menurut

Kuprian (1984) gerakan ini dilakukan dengan penahanan 6-10 detik, fase istirahat

3-5 detik, kekuatan kontraksi min 40% dari kekutan kontraksi maksimal dengan

12 kali pengulangan. Latihan ini dilakukan 3-5 kali per hari.

473

Page 48: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Gambar 5 Static contraction

c. Assisted active movement

Assisted active movement merupakan gerak aktif yang dilakukan pasien

secara sadar dengan bantuan dari luar. Pada kasus ini bantuan berupa penyangga

dengan tangan terapis dan bantal untuk meminimalisasi gaya gravitasi. Jenis

terapi latihan ini dapat membantu mempertahankan fungsi dan mengembalikan

LGS setelah terjadi fraktur.

1) Assisted active movement siku

(1) Posisi : half laying, lengan disangga bantal, (2) posisi terapis:

disamping pasien memberi instruksi, (3) Gerakan: pasien diminta untuk menekuk

dan meluruskan, serta memutar tangannya ke dalam dan keluar, siku sampai batas

kemampuannya, (4) Dosis: dilakukan 5-10 kali pengulangan.

Gambar 6

Assisted active

movement siku

483

Page 49: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

2) Assisted active movement bahu (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi)

(1) Posisi pasien: terlentang (untuk gerakan abduksi dan adduksi ) miring

ke kiri (untuk gerakan fleksi dan ekstensi ), (2) Posisi terapis: di sebelah kanan

pasien satu tangan di lengan bawah tangan di lengan atas menyangga daerah

fraktur, (3) Gerakan: untuk gerakan abduksi dan adduksi pasien diminta untuk

membuka dan menutup lengan sedangkan untuk gerakan fleksi dan ekstensi

pasien diminta untuk menggerakan lengan ke depan dan ke belakang. (4) Dosis:

dilakukan 5-10 kali pengulangan.

Gambar 7 Assisted active movement bahu

d. Free active movement

Free active movement merupakan gerak aktif yang dilakukan secara sadar

tanpa bantuan dari luar dengan melawan gaya gravitasi. Jenis terapi latihan ini

dapat meningkatkan kekuatan otot, memelihara LGS, dan mengurangi oedema.

493

Page 50: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

1) Free active movement siku

(1)) Posisi pasien: tidur terlentang terlentang,(2) Posisi terapis: di samping

pasien untuk memberikan instruksi, (3) Gerakan: pasien diminta untuk menekuk

dan meluruskan siku sampai penuh sesuai batas kemampuannya, (4) Dosis:

dilakukan 5-10 kali pengulangan.

Gambar 8 Free active movement siku

2) Free active movement bahu (pendulum exercise )

(1) Posisi pasien: berdiri dengan badan sedikit membengkuk menghadap

ke tembok lengan satunya lurus bersandar di tembok, (2) Posisi terapis: berdiri

disamping pasien memberikan instruksi, (3) Gerakan: pasien diminta untuk

mengayun lengan ke depan, belakang, samping kanan, samping kiri (fleksi,

503

Page 51: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

ekstensi, abduksi, adduksi ) sejauh mungkin, (4) Dosis: dilakukan 5-10 kali

pengulangan.

Gambar 9 Free active movement

e. Relaxed passive movement

Relaxed passive movement exercise merupakan gerak pasif yang dilakukan

terapis dimana terdapat penguluran selama gerakan sampai batas nyeri. Jenis

terapi latihan ini dapat memelihara LGS. (1) Posisi pasien: tidur terlentang

terlentang, (2) Posisi terapis: di samping pasien, satu tangan di lengan bawah

untuk menggerakan, tangan lain di lengan atas memfiksasi daerah fraktur, (3)

Gerakan: terapis menggerakan siku pasien ke arah fleksi dan ekstensi, bahu ke

arah fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi, (4) Dosis: dilakukan 5-10 kali

pengulangan.

513

Page 52: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Gambar

10 Relaxed passive movement bahu

Gambar 11 Relaxed passive movement siku

f. Edukasi

523

Page 53: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Edukasi kepada pasien meliputi pembelajaran dan home program.

Pembelajaran tersebut berupa penjelasan tentang kasus yang dialami pasien yaitu

bahwa pasien mengalami patah tulang yang telah mendapatkan tindakan operasi

sehingga timbul problematik seperti: (1) adanya nyeri karena luka incisi pada

lengan kanan atas bagian lateral yang menyebabkan radang sehingga timbul

oedema pada lengan atas kanan, (2) penurunan lingkup gerak sendi siku dan bahu

kanan, (3) penurunan kekuatan otot siku dan bahu kanan, (4) penurunan aktivitas

fungsional seperti mengkancingkan baju. Selain penjelasan di atas ditambah

dengan penjelasan tentang perlunya latihan agar problematik tersebut dapat

diatasi. Home program yang diberikan: (1) pasien disuruh untuk berlatihan sendiri

seperti free active atau latihan-latihan yang sudah diberikan terapis. (2) pasien

dianjurkan untuk memakai mitela pada saat beraktivitas. latihan bisa dilakukan di

rumah, dilakukan 2-3 kali perhari.

D. Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu evaluasi sesaat dan evaluasi

periodik. Evaluasi sesaat yaitu evaluasi yang selalu kita lakukan sebelum terapi,

selama terapi dan sesudah terapi. evaluasi sesaat penting untuk dilakukan karena

evaluasi sesaat yang cermat akan banyak berarti bagi keberhasilan terapi dan

menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama terapi dilakukan.

Evaluasi periodik adalah evaluasi yang telah disusun dan direncanakan dalam

waktu dan jumlah waktu tertentu. Prinsip evaluasi periodik yaitu membandingkan

keadaan sebelumnya atau keadaan awal pertama kali diperiksa dengan keadaan

533

Page 54: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

saat dilakukan evaluasi. Evaluasi ini merupakan upaya untuk mengetahui tingkat

keberhasilan dari tujuan yang ditetapkan sekaligus untuk meninjau kembali

program yang telah dilaksanakan mungkin perlu dilakukan modifikasi latihan.

Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari

1. Berkurangnya nyeri

Nyeri dengan VDS

Tabel 7 hasil evaluasi nyeri dengan VDS

T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Nyeri diam 2 2 - 2 - - 1

Nyeri gerak 6 6 - 5 - - 4

Nyeri tekan 4 4 - 3 - - 2

Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi penurunan

derajat nyeri.

543

Page 55: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

2. Berkurangnya oedema

Oedema dengan antropometri

Tabel 8 hasil evaluasi oedema dalam satuan cmTitik Patokan

dari acromion ke

distal

Lengan

KiriLengan kanan (cm)

T0 T1 T

2

T3 T

4

T5 T6

10 cm

15 cm

20 cm

25 cm

21 cm

20 cm

18 cm

19 cm

2

4

2

2

2

1

2

0

2

4

2

1

2

1

1

9

-

-

-

-

2

3

2

1

2

0

1

9

-

-

-

-

2

1

2

1

1

9

1

9

2

2

1

1

8

1

9

Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi penurunan

oedema pada lengan atas kanan.

3. Meningkatnya LGS

LGS dengan goniometer

553

Page 56: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Tabel 9 hasil evaluasi LGSTerapi Sendi Aktif Pasif

T0 Siku S. 00-0-0800

R. 900-00-800

S. 00-00-1000

R. 900-00-800

Bahu S. 100-00-100

F. 00-00-100

R. 00-00-100

S. 200-00-800

F. 300-00-100

R. 00-00-200

T1 Siku S. 00-00-1000

R. 900-00-800

S. 00-00-1200

R. 900-00-800

Bahu S. 100-00-300

F. 50-00-100

R. 00-00-100

S. 200-00-800

F. 300-00-100

R. 100-00-300

T2 Siku S. 00-00-1000

R. 900-00-800

S. 00-00-1200

R. 900-00-800

Bahu S. 100-00-500

F. 200-00-100

R. 50-00-200

S. 200-00-900

F. 600-00-100

R. 200-00-300

T3 Siku S. 00-00-1100

R. 900-00-800

S. 00-00-1200

R. 900-00-800

Bahu S. 150-00-600

F. 300-00-100

R. 150-00-200

S. 200-00-1000

F. 700-00-200

R. 200-00-450

T4 Siku S. 0-00-1150 S. 00-00-1200

563

Page 57: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

R. 900-00-800 R. 900-00-800

Bahu S. 200-00-700

F. 600-00-100

R. 200-00-300

S. 300-00-1000

F. 900-00-200

R. 300-00-500

T5 Siku S. 00-00-1200

R. 900-00-500

S. 00-00-1300

R. 900-00-800

Bahu S. 250-00-900

F. 700-00-100

R. 200-00-500

S. 300-00-100

F. 1000-00-200

R. 300-00-600

T6 Siku S. 00-00-1200

R. 900-00-800

S. 00-00-1300

R. 900-00-800

Bahu S. 250-00-1050

F. 700-00-200

R. 300-00-600

S. 300-00-1200

F. 1000-00-200

R. 300-00-600

Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi peningkatan LGS

siku dan bahu.

573

Page 58: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

4. Kekuatan otot

Kekuatan otot dengan MMT

Tabel 10 hasil evaluasi kekuatan otot ekstrimitas atas

Kelompok otot T1 T2 T3 T4 T5 T6

Pronator kanan 4 - - 4 - 4

Supinator kanan 4 - - 4 - 4

Fleksor bahu kanan 2+ - - 3- - 3-

Ekstensor bahu kanan 3 - - 3 - 3-

Abduktor bahu kanan 2 - - 3+ - 3+

Adduktor bahu kanan 2 - - 3- - 3

Eksoratator bahu kanan 2 - - 2+ - 2+

Endorotator bahu kanan 2 - - 2+ - 3-

Fleksor siku 2+ - - 3+ - 4

Ekstensor siku 2+ - - 3+ - 4

583

Page 59: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi peningkatan

kekuatan otot penggerak siku dan bahu.

5. kemajuan dalam melakukan suatu aktivitas fungsinal

- Pasien mampu mandi secara mandiri

- Pasien mampu mengkancingkan baju

- Pasien sudah mampu bersisir

- Pasien sudah mampu membawa gelas kemulut

593

Page 60: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL

Impairment yang dihadapi pasien dengan kondisi pasca operasi

pemasangan plate and screw pada fraktur caput humeri dextra adalah (1) oedema

pada lengan atas kanan (2) nyeri pada daerah incisi (3) penurunan LGS pada siku

dan bahu kanan (4) penurunan kekuatan ototpenggerak siku dan bahu kanan.

Akibat dari inpairment tersebut pasien mengalami gangguan dalam melakukan

aktivitas fungsional yang menggunakan tangan kanan.

Ny. Sarijem, 63 tahun dengan kondisi tersebut di atas setelah dilakukan

terapi sebanyak 6 kali berupa pemberian Infra merah dan terapi latihan dengan

teknik static contraction, assisted active movement, free active movement dan

relaxed pasive movement mempunyai perkembangan sebagai berikut:

1. Oedema pada lengan atas kanan

Oedem diukur dengan antropometri yang berupa lingkar segmen lengan

atas kanan. Didapatkan hasil penurunan lingkar segmen. Pengukuran dilakukan di

atas elastis bandage dengan titik patokan acromion ke distal Pada T1 didapat hasil

24 cm (10 cm ke distal dari acromion), 22 cm (15cm ke distal dari acromion),

21cm (20 cm ke distal dari acromion), 20 cm (25 ke distal dari acromion). Pada

603

59

Page 61: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

T6 didapatkan hasil 21 cm (10 cm ke distal dari acromion), 21 cm (15cm ke distal

dari acromion), 18cm (20 cm ke distal dari acromion), 19 cm (25 ke distal dari

acromion).

Pada kasus ini, infra merah dan terapi latihan yang digunakan untuk

mengurangi oedema yaitu active exercise sisi distal maupun proksimal fraktur,

static contraction dan juga positioning yang berupa elevasi lengan kanan. Proses

pengurangan oedema dengan menggunakan gerak aktif pada prinsipnya adalah

memanfaatkan sifat vena yang dipengaruhi oleh pumping action otot sehingga

dengan kontraksi yang kuat maka otot akan menekan vena dan cairan oedem

dapat dibawa vena menuju proksimal dan ikut dalam peredaran darah sehingga

nyeri akan berkurang. Sedangkan elevasi tungkai bawah bertujuan untuk

membantu venous return dengan memanfaatkan gaya dorong gravitasi bumi.

2. Nyeri pada lengan atas

Derajat nyeri diukur dengan menggunakan skala VDS dan didapatkan

hasil penurunan nyeri diam, tekan, dan nyeri gerak dari T1 – T6. Pada T1 nilai

nyeri diam pada skala 2 dan T6 menurun menjadi skala 1. Untuk nyeri tekan pada

T1 nyeri pada skala 4 menurun menjadi skala 2 pada T6. Untuk nyeri gerak pada

T1 skala 6 menurun pada skala 4 pada T6.

Pada T1, terlihat adanya nyeri yang cukup besar pada pasien. Hal tersebut

dapat disebabkan karena adanya proses peradangan akut yang pada proses

tersebut akan dihasilkan zat – zat kimiawi yang membuat nyeri seperti histamine,

bradikinin maupun prostagladin (Low et all, 2000).

613

Page 62: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Dengan infra merah dan latihan static contracrion dapat memberikan

rileksasi dan meningkatkan sirkulasi serta untuk mengurangi nyeri setelah cidera

jaringan selama fase penyembuhan. (Kisner, 1996).

3.Lingkup gerak sendi

Pengukuran LGS dilakukan pada sendi siku dan bahu kanan didapatkan

hasil berupa peningkatan LGS sendi siku dan bahu kanan baik secara aktif

maupan pasif

Tabel 11 LGS T0 dan T6

Aktif Pasif

T0 Siku S. 00-00-800

R. 900-00-800

S. 00-00-1000

R. 900-00-800

Bahu S. 100-0-100

F. 00-00-100

R. 00-00-100

S. 200-00-800

F. 300-00-100

R. 00-00-200

Menjadi

Aktif Pasif

T6 Siku S. 00-00-1200

R. 900-00-800

S. 00-00-1300

R. 900-00-800

Bahu S. 250-00-1050

F. 700-00-2000

R. 300-00-600

S. 300-00-1100

F. 1000-00-250

R. 300-00-600

Penurunan LGS pada kasus ini dapat terjadi karena adanya luka incisi yang

menyebabkan oedema sehingga timbul nyeri yang menyebabkan pasien enggan

bergerak. Jika kondisi ini dibiarkan dapat menimbulkan spasme yang akan

623

Page 63: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

menyebabkan gerak sendi menjadi terbatas. Dari data di atas, dapat dikatakan

bahwa telah terjadi peningkatan LGS. Hal ini dapat terjadi karena seiring dengan

menurunnya oedem dan nyeri serta spasme otot, maka pasien lebih mudah untuk

menggerakkan sendi yang semula terbatas. Terapi latihan yang digunakan untuk

meningkatkan LGS yaitu berupa passive exercise, active exercise. Dengan gerak

aktif maka perlengketan jaringan akibat immobilisasi dapat dikurangi (Apley dan

Solomon, 1995), sehingga pasien akan lebih mudah untuk menggerakkan sendi

tanpa ada hambatan yang berefek pada peningkatan LGS. (Kisner dan Colby,

1996) dengan mekanisme yang telah dijelaskan di atas bahwa dengan kontraksi

isometrik yang kuat dan disertai dengan rileksasi maka ketegangan otot dan

spasme dapat berkurang. Hal tersebut ditambah dengan mekanisme penguluran

otot sehingga sarcomer otot yang semula memendek akan dapat memanjang

kembali dan berakibat pada kembalinya fungsi otot secara normal.

633

Page 64: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

4. Kekuatan otot

Kekuatan otot di ukur dengan MMT

Tabel 12 kekuatan otot T0 dan T6

Group otot T0 T6

Pronator kanan

Supinator kanan

Fleksor bahu kanan

Ekstensor bahu kanan

Abduktor bahu kanan

Adduktor bahu kanan

Eksorotator bahu kanan

Endorotaror bahu kanan

Fleksor siku

Ekstensor siku

4

4

2+

3

2

2

2

2

2+

2+

4

4

3-

3

3+

3

2+

3-

4

4

Dari nilai-nilai kekuatan otot yang diperoleh selama T1-T6, maka penulis

berpendapat bahwa nilai kekuatan otot yang diperoleh tidak begitu valid oleh

karena masih adanya nyeri pada lengan atas kanan pasien. Kekuatan otot lengan

dan tangan kanan pasien akan meningkat seiring dengan berkurangnya nyeri.

643

Page 65: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Tetapi bila pasien tidak dilatih maka dikhawatirkan setelah nyeri menghilang

maka akan terjadi penurunan kekuatan otot karena tidak pernah digunakan. Pada

kasus ini, setelah dilakukan free active exercise telah terjadi peningkatan kekuatan

otot. Menurut Kisner dan Colby (1996) jika suatu tahanan diberikan pada otot

yang berkontraksi maka otot tersebut akan beradaptasi dan menjadi lebih kuat.

5. Kemampuan aktivitas

Peningkatan kemampuan fungsional pada kasus fraktur dipengaruhi oleh

berkurangnya nyeri, motivasi pasien dan dorongan dari terapis, serta lingkungan

di rumah tersebut yang mendukung kesembuhan pasien. Kemampuan fungsional

pada kasus ini dapat seiring dengan menurunnya nyeri. Dengan menurunnya

nyeri, maka pasien akan lebih mudah dalam bergerak tanpa ada rasa takut lagi.

Peningkatan kemampuan fungsional juga tidak terlepas dari peran keluarga pasien

maupun terapis disamping motivasi pasien sendiri. Pada kasus ini, pasien

mempunyai motivasi dan keinginan sembuh yang tinggi, sehingga pengembalian

kemampuan fungsional akan lebih mudah. Peran terapis juga sangat besar untuk

menjelaskan manfaat melakukan latihan dan efek-efek negatif yang akan muncul

jika pasien tidak mau melakukan latihan. Selain itu motivasi dari keluarga pasien

sangat diperlukan. Lingkungan rumah juga sangat membantu dalam proses terapi

pasien, T1 kemampuan fungsional pasien belum mampu mengkancingkan baju,.

Pada T6 kemampuan fungsional pasien sudah mampu mengkancingkan baju.

653

Page 66: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pembahasan mengenai kondisi pasca operasi

pemasangan plate and screw pada fraktur caput humeri dextra, penulis dapat

menyimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi pada kasus ini oedema pada

lengan atas kanan, nyeri pada lengan atas kanan, keterbatasan LGS siku dan bahu

kanan serta kenurunan kekuatan otot penggerak siku dan bahu kanan, setelah

dilakukan interverensi fisioterapi dengan menggunakan infra merah dan terapi

latihan dengan teknik static contraction, assisted active movement, free active

movemen dan relaxed pasive movement.

B. Saran

Setelah melakukan proses fisioterapi yaitu dengan terapi latihan pada pasien pasca

operasi fraktur caput humeril dengan plate and screws, maka penulis akan

663

65

Page 67: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

memberikan saran kepada : 1) bagi pasien Disarankan untuk melakukan terapi

secara rutin, serta melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan fisioterapis

secara rutin di rumah 2) bagi fisioterapis Hendaknya benar-benar melakukan

tugasnya secara professional, yaitu melakukan pemeriksaan dengan teliti sehingga

dapat menegakkan diagnosa, menentukan problematik, menentukan tujuan terapi

yang tepat, untuk menentukan jenis modalitas fisioterapi yang tepat dan efektif

buat penderita, fisioterapis hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan serta

pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan studi kasus karena tidak

menutup kemungkinan adanya terobosan baru dalam suatu pengobatan yang

membutuhkan pemahaman lebih lanjut.

3) bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas

kerja yang mempunyai resiko untuk terjadinya trauma atau cidera. Disamping itu,

jika telah terjadi cidera yang dicurigai terjadi patah tulang maka tindakan yang

harus dilakukan adalah segera membawa pasien ke rumah sakit bukan ke alternatif

misalnya sangkal putung karena dapat terjadi resiko cidera dan komplikasi yang

lebih berat.

673

Page 68: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

DAFTAR PUSTAKA

Appley G.A & Salomon L.(1995). Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Terjemahan edisi ketujuh. Jakrta : widya medika

Behrens, J. Barbara.(1996). Phusical agent Theory and Pratice for the Physical Therapis Assistant.I Philadelpia : F.A. Davis Company

Cameron, H Mochele.(1999). Psysical Agent in Rehabilitaion from Search to Pratice. Philadelpia : W.B. Saunders Company.

Depkes RI, (1992). Undang- Undang Republik Indonesia : 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta, hal 1

Garden, H.Fae.(1995). Fraktur ekstrimitas. In Garrison,J.Susan. Dasar-dasar Terapi dan Rehabilitas Fisik. Jakarta : Hipocrates.

Gerhardt, J.John and Russe, A.Cotto.(1975). International SFTR Method of Measuring and Recording Joint Motion. Suttgart : Hans Huber Publiser.

Snell, Richards; (1991), Anatomi Klinik, Edisi Tiga, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Sujatno, dkk, 2002; Sumber Fisis; Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi, Surakarta, hal. 53 – 63.

Priatna H.(1985). Exercise Therapy. Surakarta : Akademi Fisioterapi

683

Page 69: Dek Lia,,( Kti Fraktur Humeri)

Hislop, J. Helen and Mongomery, Jaqueline.(1995). Muscle Testing Tecniques of Manual Eximination (sixth edition). Philadelpia : W.B Saundaers company.

Kisner, C . and Colby, L..(1996). Therapeutic Exercise Foundations and Techniques (trird edition).Philadelpia : F.A Davis Company.

Mc Rae, Ronald.(1994). Practical Fracture Treatment (third edition). Hongkong : Churchill Livingstone.

Mudatsir, Syatibi; (2002), Pemeriksaan Regio Bahu Joint Play Movement, Pelatihan Fisioterapi VII Terapi Manipulasi Ekstremitas, Surakarta.

Pudjiastuti, S dan Utomo, B.(2002). Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Syaifudin.(1991). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat (edisi kedua). Jakarta : Penerbit Buku Kedoteran EGC.

Thomson, Ann.(1991). Tidy’s Physioterpy. Butterwort Heineman.

Wolf,A.N.de.(1994). Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh. Bohn StafleuVan Loghum Houten.

Kuprian, W,et all.(1984). Sport Physioterapy Explained. De tjidstroo, Lochem, hal 95-97.

693