Bab 12 service culture

13
BAB 12 >Lizar Alfansi culture

description

Judul : PEMASARAN JASA FINANSIAL, Edisi 2 oleh Alfansi Penulis : Lizar Alfansi Penerbit : Salemba Empat ISBN : 978-979-061-254-9 Tahun : 2012 Tebal : 308 halaman Komentar para ahli. Tempatkan pada cover belakang buku “Buku ini ditunjang dengan data empiris terkini, sangat relevan dan tepat waktunya karena sampai saat ini, tidak banyak buku yang secara komprehensif mengulas pemasaran jasa finansial dengan bahasa yang cukup mudah dimengerti semua kalangan pembaca. Saya mengucapkan selamat kepada penulis, dan menyarankan para pembaca untuk menambah koleksi perpustakaannya dengan buku ini yang masih sangat langka di Indonesia. Kiranya buku ini tidak hanya membuka wawasan kita tentang pemasaran jasa finansial, tetapi juga menggugah dan memotivasi kita untuk melihat peluang-peluang untuk melakukan penelitian di bidang perbankan yang ternyata cukup luas ini”. (Dr. Marthin Nanere, Senior Lecturer of Marketing, Latrobe University, Bendigo Campus, Victoria – Australia) “Kehadiran buku ini patut kita sambut dengan sangat gembira, paling tidak dengan lima alasan. Pertama, saat ini tidak banyak buku pemasaran jasa keuangan yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Kedua, pada saat ini masih terdapat sebuah paradoks dalam dunia akademis kita. Perekonomian di satu pihak bergerak ke arah dominasi jasa, tetapi studi-studi akademis tentang pemasaran di sekolah-sekolah bisnis masih didominasi oleh pemasaran produk manufaktur terutama produk konsumen. Buku ini diharapkan dapat melengkapi buku-buku pemasaran tradisional yang berorientasi kepada barang dan ke depan dapat membantu merubah fokus pengajaran pemasaran yang lebih berorientasi kepada jasa keuangan. Ketiga, buku ini terasa lebih konstekstual karena penulisnya mencoba untuk menyeimbangkan kombinasi antara teori dan praktik yang disertai dengan contoh-contoh nyata pemasaran jasa keuangan di Indonesia. Ke empat, buku ini juga menguraikan perkembangan berbagai kebijakan keuangan dan perbankan yang mempengaruhi kinerja pemasaran jasa keuangan. Kelima, isi buku ini sangat komprehensif dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti”. (Ir. Arief Daryanto, DipAgEc, MEc, PhD, Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor dan Ketua Asosiasi Program Magister Manajemen Indonesia) "Buku ini memberikan tuntunan dan analisa secara mendalam bagaimana proses mencari keunggulan dapat dilakukan. Tidak hanya itu, penulis juga telah memberikan telaah yang baik dan mendalam serta menyajikan studi kasus yang komprehesif; sehingga pembaca dapat segera mendapat tuntunan dalam aplikasi teori dalam praktek operasional. Buku seperti inilah yang harus dibaca agar para praktisi bisa memahami teori sementara akademisi dapat menghadirkan keseharian dalam ruang kelas dan ruang diskusi". (Daniel Rembeth, CEO/Executive Director, The Jakarta Post).

Transcript of Bab 12 service culture

Page 1: Bab 12 service culture

BAB 12

>Lizar Alfansi

culture

Page 2: Bab 12 service culture

BUDAYA LAYANAN• Budaya layanan sangat penting dalam penciptaan organisasi

yang berfokus pada konsumen dan dianggap sebagai sumber keunggulan bersaing perusahaan (Hallowell et al., 2002).

• Menurut Gronroos (2000), budaya merupakan konsep yang menjelaskan mengapa orang melakukan tindakan tertentu, berpikir dengan cara yang sama, menghargai tujuan yang sama, menjalani rutinitas yang sama, bahkan berbagi lelucon yang sama karena mereka merupakan anggota suatu organisasi yang sama.

• Service culture atau budaya layanan didefinisikan sebagai suatu bisnis yang menempatkan layanan sebagai inti budaya organisasi (Curtis and Upchurch, 2008; Teare, 1993).

Page 3: Bab 12 service culture

ORIENTASI LAYANAN

• Orientasi layanan dapat diartikan sebagai sikap dan nilai yang dianut yang mempengaruhi orang-orang di organisasi sehingga interaksi sesama mereka secara internal dan intraksi dengan pelanggan dan pihak lain dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan (Groonroos, 2000).

• Peningkatan kualitas layanan yang dilakukan karyawan akan memperbaiki persepsi pelanggan terhadap jasa layanan dan pada akhirnya akan menuju ke peningkatan laba seperti yang digambarkan pada Gambar 12.1.

Page 4: Bab 12 service culture

ORIENTASI LAYANAN (lan jutan....)

Page 5: Bab 12 service culture

ORIENTASI LAYANAN (lan jutan....)• Lytle et al., (1998) mengembangkan konstruk pengukuran

orientasi layanan organisasi yang terdiri dari sepuluh dimensi (lihat Figur 12.2)

Page 6: Bab 12 service culture

NILAI Groonros (2000) menyebutkan bahwa organisasi yang mempunyai nilai-nilai yang kuat memiliki karakteristik:• Nilai-nilai yang disepakati merupakan panduan

yang jelas untuk bekerja.• Para manajer menghabiskan waktu mereka

untuk mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai yang telah disepakati tersebut.

• Nilai-nilai tersebut mengakar pada karyawan.

Page 7: Bab 12 service culture

NILAI (lanjutan....)Berry (1999) yang meneliti nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan jasa kelas dunia seperti Bergstrom Hotels, Midwest Express Airline, dan Dana Commercial Credit, menyimpulkan bahwa organisasi kelas dunia tersebut memiliki tujuh nilai yang menjadi pegangan perusahaan, yakni:• Inovasi• Kegembiraan• Rasa hormat• Kerja kelompok• Keuntungan sosial• Integritas• Kualitas

Page 8: Bab 12 service culture

LEGENDA DALAM INDUSTRI JASA LAYANANSolnet dan Kandampully menyeleksi ke lima puluh perusahaan jasa dunia menjadi sepuluh perusahaan yang mereka anggap memiliki the best practice dan menjadi service excellence folklore dalam industri jasa yang dianggap memiliki atribut utama seperti:

• Kekuatan merek• Kepemimpinan pasar• Komitmen terhadap orientasi pelanggan• Komitmen terhadap karyawan• Fokus pada proses• Penggunaan pengukuran nonfinansial yang efektif seperti pengukuran

pelanggan dan karyawan• Kepemimpinan dalam inovasi dan penggunaan teknologi• Berpedoman pada standar yang mereka umumkan• Penerima berbagai penghargaan• Kepemimpinan yang efektif dari pemilik atau manajer.

Page 9: Bab 12 service culture

LEGENDA DALAM INDUSTRI JASA LAYANAN

Solnet dan Kandampully menyimpulkan bahwa ke sepuluh perusahaan tersebut memiliki komitmen yang kuat terhadap karyawan, pelanggan, dan pemasok yang memiliki implikasi:• Perluasan istilah ketidakterpisahan dalam jasa. • Orientasi pelanggan. • Orientasi karyawan.

Page 10: Bab 12 service culture

MEMBANGUN BUDAYA LAYANANPengembangan Strategi LayananZeithaml et al. (2009) menyebutkan untuk menciptakan kualitas layanan yang baik, perusahaan perlu mengembangkan strategi sumberdaya manusia dengan cara (lihat Figur 12.4):

Page 11: Bab 12 service culture

MEMBANGUN BUDAYA LAYANAN (lanjutan....)

Pengembangan Struktur Organisasi• Gronroos (2000) menyimpulkan, umumnya perusahaan yang

berorientasi pada layanan memiliki organisasi yang bersifat flat dengan tingkat hirarki yang sedikit.

• Ford et al. (2008) yang menyebutkan bahwa budaya layanan dapat menggantikan peran pengawasan manejerial karena budaya layanan yang baik akan dapat menuntun karyawan untuk mengambil keputusan dengan tepat.

• Ford et al (2008) menyebutkan bahwa Gaylord Palms melakukan pemberdayaan karyawan untuk menanggapi variasi ekpekstasi pelanggan dengan menghindari penciptaan peraturan sebisa mungkin.

Page 12: Bab 12 service culture

MEMBANGUN BUDAYA LAYANAN (lanjutan....)

Pengembangan Kepemimpian• Aitken (2007) dan Dickson et al. (2006) yang menyebutkan

bahwa semakin sesuai nilai-nilai personal pimpinan dengan perilaku mereka yang sesungguhnya, semakin besar kemungkinan karyawan mendukung budaya layanan organisasi.

• Pemimpin yang inspiratif adalah para atasan yang mampu melihat jauh ke depan, yang dapat melihat sesuatu yang abstraks dan menjelaskannya dengan bahasa yang gampang dimengerti oleh karyawan, yang dapat merubah tantangan sukar menjadi peluang, yang dapat meyakinkan karyawan bahwa penyajian layanan tanpa celah, flawless services,.

Page 13: Bab 12 service culture

MEMBANGUN BUDAYA LAYANAN (lanjutan....)

Program Pelatihan KaryawanUntuk meningkatkan budaya layanan suatu organisasi jasa, Gronroos (2000), menyarankan tiga kategori pelatihan layanan:• Pengembangan tinjauan organisasi dan fungsinya

secara holistik sebagai organisasi penyedia jasa yang melakukan pendekatan berbasis pasar.

• Pengembangan kecakapan yang terkait dengan bagaimana beragam tugas dilakukan.

• Pengembangan kecakapan komunikasi dan kecakapan khusus.