BAB 1 PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN -...
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dualisme ekonomi regional adalah suatu kondisi yang kerap terjadi di
semua tingkatan pembangunan. Wilayah berpendapatan tinggi berdampingan
dengan wilayah berpendapatan rendah di waktu yang sama. Keadaan tersebut
berlangsung terus-menerus dan masih menjadi topik menarik untuk diteliti.
Williamson (1965) menyebut ketimpangan regional seperti itu sebagai North-
South problem yang unik untuk masing-masing wilayah. Italia, Perancis, Brazil,
dan Amerika Serikat menghadapi North-South problem mereka sendiri, sesuai
dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi yang mereka hadapi. Indonesia
sebagai negara dengan banyak pulau juga memiliki North-South problem-nya
sendiri.
Indonesia memiliki lima pulau terbesar yaitu Sumatera1, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, yang terbentang dari Barat hingga Timur
dengan karakteristik antar pulau tidak sama. Selain karakteristik alam dan
kehidupan sosial yang bervariasi, kondisi perekonomian mereka juga bervariasi.
Aktivitas perekonomian pulau-pulau besar di Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 1.1.
1 Penulisan Sumatera bukan Sumatera merujuk pada publikasi BPS dan juga profil wilayah diKemendagri (www.kemendagri.go.id).
2
Sumber : Diolah dari Badan Pusat Statistik (2001-2012)Keterangan : Histogram menggunakan data PDRB harga konstan 2000 migas
Lainnya merujuk pada Nusa Tenggara, Maluku, Papua
Gambar 1.1. Distribusi Persentase PDRB Pulau atas Dasar Harga Konstan2000 Migas Tahun 2001-2012
Perbedaan kondisi perekonomian menurut pulau-pulau besar di Indonesia
relatif tidak berubah dari 2001-2012, kondisi ini bahkan juga terjadi di tahun-
tahun sebelum 2001. Dua pulau besar yang memiliki pangsa PDRB di atas rata-
rata hanyalah Jawa dan Sumatera, akan tetapi nilai mereka terpaut jauh meskipun
posisi geografis kedua pulau tersebut berada di kawasan Barat Indonesia. Jawa
adalah pulau tempat ibukota negara berada, memiliki aktivitas ekonomi terpadat
dan jumlah penduduk terbanyak (Hill, et al., 2008).
Aglomerasi industri yang terjadi di Jawa tidak cukup memberikan
keuntungan ekonomi bagi pulau-pulau di luar Jawa (Amiti dan Cameron, 2003).
Hal ini dialami oleh Sumatera, meskipun berada di kawasan Barat Indonesia tetapi
nilai pendapatan regional Sumatera tidak mampu mendekati Jawa. Sumatera
sendiri mengalami masalah dualisme ekonomi, beberapa provinsi di Sumatera
memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat
3
dari kontribusi PDRB Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan pada
Gambar 1.2.
Sumber : Diolah dari Badan Pusat Statistik (2001-2012)Keterangan : Histogram menggunakan data PDRB harga konstan 2000 migas
Gambar 1.2. Distribusi Persentase PDRB Provinsi terhadap PDRB Sumateraatas Dasar Harga Konstan 2000 Migas Tahun 2001-2012
Data PDRB migas harga konstan 2000 digunakan karena menggambarkan
keadaan yang sebenarnya terjadi di wilayah pengamatan. Setiap wilayah memiliki
karakteristiknya sendiri dengan sumber daya yang berbeda-beda. Semisal
Sumatera Barat dan Bengkulu, mereka adalah dua wilayah yang tidak memiliki
nilai pertambangan migas dalam PDRB harga konstan 2000. Meskipun begitu
beberapa wilayah di Sumatera Barat memiliki nilai pertambangan bukan migas
relatif besar, karena kegiatan pertambangan batu bara yang aktif.
Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan adalah tiga provinsi dengan
kontribusi PDRB harga konstan 2000 di atas rata-rata selama periode 2001-2012.
Kontribusi PDRB ketiga wilayah tersebut adalah 24,20 persen, 22,48 persen, dan
13,47 persen. Kontribusi terendah berada di Jambi, Bangka Belitung, dan
4
Bengkulu dengan besaran 3,51 persen, 2,23 persen, dan 1,71 persen. Kondisi
tersebut berlangsung selama 12 tahun masa pengamatan. Pengamatan terhadap
Sumatera dimulai dari tahun 2001 hingga 2012 dengan mempertimbangkan masa
pemulihan setelah krisis tahun 1997-1998 serta terbentuknya daerah otonomi baru
yang dimulai tahun 1999.
Tingginya PDRB Sumatera Utara ternyata tidak menjamin pencapaian
yang sama untuk semua kabupaten/kota di dalamnya. Enam dari 33
kabupaten/kota di Sumatera Utara terklasifikasi sebagai daerah tertinggal (Tabel
1.1). Sementara itu, Jambi dengan kontribusi PDRB di bawah rata-rata Sumatera
tidak memiliki kabupaten/kota sebagai daerah tertinggal. Jumlah daerah tertinggal
di Sumatera paling banyak dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia. Delapan
dari 10 provinsi Sumatera memiliki daerah tertinggal dan 33 dari 46 daerah
tertinggal merupakan daerah otonomi baru setelah tahun 1999. Rincian daerah
tertinggal di Sumatera dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1Persentase Daerah Tertinggal di Sumatera
Sumber : Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal dan BPS (2010)Keterangan : DT adalah Daerah Tertinggal
Provinsi DT Jumlah Kab/Kota Persentase DT
Aceh 12 23 52Sumatera Utara 6 33 18Sumatera Barat 8 19 42Kepulauan Riau 2 7 29Sumatera Selatan 7 15 47Bangka Belitung 1 7 14Bengkulu 6 10 60Lampung 4 14 29
Total 46 128 36
5
Penentuan 183 kabupaten tertinggal tersebut didasarkan pada perhitungan
enam kriteria utama yaitu : (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya
manusia; (3) infrastruktur (prasarana); (4) kemampuan keuangan lokal (celah
fiskal); (5) aksesibilitas dan (6) karakteristik daerah. Selain kriteria dasar tersebut,
juga dipertimbangkan kondisi kabupaten yang berada di daerah perbatasan antar
negara, daerah rawan bencana dan daerah yang ditentukan secara khusus
(Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal dan BPS, 2010).
Karakteristik perekonomian suatu wilayah bisa dilihat dari banyak hal,
salah satunya melalui PDRB harga konstan 2000 menurut lapangan usaha.
Lapangan usaha yang dimaksud adalah sembilan jenis sektor usaha yang didapat
dari Badan Pusat Statistik (BPS). Aktivitas sektor-sektor tersebut dapat
memberikan informasi tentang karakteristik wilayah sesuai dengan sumber daya
yang dimiliki wilayah bersangkutan. Pangsa sektor terbesar dari provinsi-provinsi
di Sumatera dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2.Pangsa Sektor Terbesar Provinsi di Sumatera Tahun 2001 dan 2012Provinsi Pangsa Sektor Terbesar
2001 2012Aceh Pertambangan (24,99%) Pertanian (26,94%)Sumatera Utara Pertanian (27,37%) Pertanian (22,89%)Sumatera Barat Pertanian (23,80%) Pertanian (22,46%)Riau Pertambangan (61,83%) Pertambangan (45,48%)Kep.Riau Industri Pengolahan (49,74%) Industri Pengolahan (50,23%)Jambi Pertanian (31,29%) Pertanian (29,47%)Sumatera Selatan Pertambangan (31,30%) Pertambangan (20,33%)Bangka Belitung Pertanian (24,65%) Pertanian (22,96%)Bengkulu Pertanian (39,63%) Pertanian (37,12%)Lampung Pertanian (44,55%) Pertanian (37,34%)Sumber : Diolah dari Badan Pusat Statistik (2001 dan 2012)
Mayoritas provinsi-provinsi di Sumatera memiliki pangsa terbesar di
sektor pertanian, kecuali untuk Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan.
6
Kontribusi dari sektor-sektor dominan di tahun 2001 mengalami perubahan
seiring waktu, sehingga pangsa sektor tertentu mengalami penurunan di tahun
2012. Aceh yang pada 2001 memiliki pangsa Pertambangan sebagai sektor
terbesar mengalami perubahan di 2012 menjadi sektor Pertanian. Hal yang sama
juga terjadi pada provinsi dengan pangsa pertanian terbesar di 2001, peran
pertanian dalam pembentukan PDRB harga konstan 2012 mulai menurun.
Hoover dan Fisher (1949) dalam Dawkins (2003) menyatakan perubahan
sektoral mungkin terjadi selama proses pertumbuhan regional. Perekonomian
regional di tahap awal akan didominasi sektor pertanian, seiring dengan perbaikan
sistem transportasi dan spesialisasi perdagangan pergeseran struktur ekonomi
terjadi. Perlahan-lahan aktivitas perekonomian mulai mengarah ke industri yang
mengolah hasil pertanian dan sumber daya alam lainnya, lalu memasuki fase
industrialisasi yang kemudian berfokus pada produksi pemenuhan ekspor.
Perhitungan menggunakan Indeks Perubahan Struktural memberikan hasil
bahwa perubahan struktural relatif lambat di provinsi-provinsi dengan sektor
pertanian yang kuat (Hill et al, 2008). Kuznets (1955) menyatakan saat
pertumbuhan ekonomi terjadi maka perubahan struktur juga terjadi dari pertanian
ke non pertanian atau industri. Saat proses itu berlangsung populasi perkotaan
semakin besar dan ketimpangan pendapatan juga meningkat.
Masalah ketimpangan antar daerah yang masih terus-menerus ada
memunculkan pendekatan lain. Berdasarkan pertimbangan berbagai potensi dan
keunggulan yang dimiliki serta tantangan pembangunan yang harus dihadapi
maka disusunlah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI). Pendekatan yang digunakan dalam MP3EI didasari pada
7
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang sudah ada maupun yang
baru. Pendekatan ini merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional
yang merangsang setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi
keunggulan.
Tema pembangunan koridor ekonomi Sumatera adalah Sentra Produksi
dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional dengan pusat ekonomi
di 10 wilayah. Sepuluh wilayah tersebut adalah ibukota provinsi yang ada di
Sumatera yaitu: Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Padang, Jambi,
Pangkal Pinang, Palembang, Bengkulu, dan Bandar Lampung. Kegiatan ekonomi
utama difokuskan pada kelapa sawit, karet, serta batubara yang memiliki potensi
sangat besar menjadi mesin pertumbuhan ekonomi koridor Sumatera.
1.2. RUMUSAN PERMASALAHAN
Masalah konvergensi regional menjadi isu utama sampai dengan Perang
Dunia ke dua, setelah masa itu gagasan tentang divergensi regional mulai menjadi
perbincangan (Higgins, 1972). Beberapa kritik terhadap konsep konvergensi
regional ditujukan pada asumsi yang digunakan yaitu constant returns of scale,
biaya transportasi nol, teknologi produksi yang identik antar wilayah serta pekerja
dan capital input yang homogen (Dawkins, 2003).
Kuznets (1955) menyampaikan gagasan tentang inverted U curve yaitu
kondisi ketimpangan yang pada tahap awal pertumbuhan akan meningkat lalu
pada titik tertentu mulai menurun. Perubahan struktur perekonomian juga terjadi
ketika pertumbuhan ekonomi berjalan. Tahap awal pertumbuhan ekonomi ditandai
8
dengan dominasi sektor pertanian lalu mengarah pada peningkatan peran sektor
non pertanian seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
Williamson (1965) melakukan penelitian tentang ketimpangan regional
(dispersi geografis) dengan mengadaptasi gagasan Kuznets (1955) di Amerika
Serikat, Kanada, Kolombia, dan Spanyol. Temuan yang didapatkan adalah
ketimpangan hanya berlangsung sementara yaitu pada tahap awal pembangunan.
Seiring dengan semakin matangnya pertumbuhan ekonomi, konvergensi regional
akan tercipta atau dengan kata lain terjadi pengurangan ketimpangan antar
wilayah.
Ide Kuznets tentang kurva U terbalik tidak dapat diterima oleh semua
pihak karena penelitian yang dilakukan di tempat berbeda memberikan hasil yang
berbeda. Alderson et al (2002) menemukan trend ketimpangan berbentuk U
(bukan U terbalik) dengan mengamati 16 negara dalam OECD. Nielsen et al
(1997) juga menemukan hal yang sama dengan wilayah penelitian Amerika
Serikat. Galbraith (2007) menggunakan data di 15 negara menemukan bahwa
ketimpangan pendapatan berfluktuasi dan cenderung konstan daripada
membentuk U terbalik.
Kaldor (1970) dalam Scottish Journal of Political Economy (2013)
mengemukakan masalah regional yang mungkin dihadapi setiap wilayah yaitu
tingkat pertumbuhan yang berbeda untuk wilayah yang berbeda. Perbedaan ini
membuat wilayah tertentu lebih maju meninggalkan wilayah lainnya. Keadaan
tersebut dijelaskannya dalam prinsip cumulative causation yang merujuk pada
Myrdal (1957).
9
Kemajuan aktivitas industri akan menghasilkan skala produksi yang besar
serta mendatangkan keuntungan lainnya. Perbaikan teknologi produksi,
kemudahan komunikasi dan pertukaran ide serta pengalaman, berkesempatan
melakukan diferensiasi produk serta spesialisasi adalah beberapa keuntungan yang
bisa didapat. Perdagangan terbuka membuat suatu wilayah dengan industri yang
lebih maju mampu memenuhi kebutuhan wilayah sekitarnya. Akibatnya, wilayah
yang tidak mampu bersaing akan tertinggal.
Krugman (1991b) menyatakan saat divergensi regional terjadi maka proses
ini akan terus berjalan karena eksternalitas yang tercipta saat terjadi konsentrasi
aktivitas manufaktur di wilayah tertentu. Aktivitas produksi menjadi magnet bagi
penduduk untuk bergerak mendekat, saat populasi bertambah banyak maka tempat
tersebut menjadi magnet bagi aktivitas produksi lainnya. Proses ini berlangsung
terus-menerus hingga tercipta konsentrasi-konsentrasi aktivitas produksi dan
penduduk di beberapa tempat.
Aktivitas ekonomi banyak yang secara geografis terkonsentrasi di tempat
tertentu. Krugman (1998) menyebutkan konsentrasi geografis terjadi karena ada
daya tarik-menarik antara kekuatan centripetal dan centrifugal yang secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3.Kekuatan yang Mempengaruhi Konsentrasi Geografis
Centripetal Forces Centrifugal ForcesMarket-size effectThick labour marketsPure external economies
Immobile factorsLand rentsPure external diseconomies
Sumber : Krugman (1998)
Faktor-faktor yang tertulis pada kolom centripetal forces merupakan tiga
hal yang berasal dari Alfred Marhall tentang external economies. Wilayah yang
10
memiliki akses ke pasar yang besar diminati sebagai lokasi produksi dan pasar
yang besar menurunkan biaya produksi. Konsentrasi industri menjadi daya tarik
bagi pekerja sehingga perusahaan lebih mudah mencari pekerja dan pekerja lebih
mudah mencari pekerjaan. Konsentrasi aktivitas ekonomi menimbulkan
konsentrasi penduduk dan pekerja, divergensi regional mulai terjadi. Once started,
this process will feed on itself (Krugman, 1991b).
Berdasar latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka
permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Di mana pusat pertumbuhan ekonomi dan daerah tertinggal di Sumatera?
2. Apakah pusat pertumbuhan ekonomi tersebut memiliki keterkaitan spasial
dengan wilayah sekitarnya?
3. Sektor apa yang menjadi unggulan kabupaten/kota di Sumatera?
4. Sejauh mana transformasi struktural terjadi di Sumatera?
5. Apakah hipotesis Kuznets berlaku di Sumatera?
6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketimpangan antar
kabupaten/kota di Sumatera?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi serta menganalisis pusat pertumbuhan ekonomi dan wilayah
tertinggal di Sumatera
2. Mengidentifikasi keterkaitan spasial pusat pertumbuhan dengan wilayah
tetangga.
11
3. Menganalisis sektor unggulan untuk kabupaten/kota di Sumatera.
4. Mengetahui dan menganalisis perubahan struktur sektoral yang terjadi pada
kabupaten/kota di Sumatera.
5. Membuktikan keberlakuan hipotesis Kuznets di Sumatera
6. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
ketimpangan ekonomi yang terjadi antar kabupaten/kota di Sumatera.
1.4. KEASLIAN PENELITIAN
Fenomena suatu wilayah tumbuh lebih baik dibandingkan wilayah lain
terjadi di beragam negara dengan penyebab yang berbeda-beda. Kemunculan
pusat pertumbuhan adalah salah satu bukti telah terjadinya pertumbuhan yang
tidak sama. Beragam penelitian terkait dengan pusat pertumbuhan, geografi
ekonomi, analisis spasial, dan determinan penyebab ketimpanganyang dijadikan
acuan penulisan dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4Penelitian Empiris Terdahulu
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel HasilWilliamson(1965)
Negara1949-1961
IndeksWilliamson
Indeks Williamson,pendapatan perkapita, populasi,luas wilayah
Disparitaspendapatanregionalmeningkat difase awal begitujuga dengandualisme Utara-Selatan
Konvergensiregional danketimpanganUtara-Selatanmengecil saatfasepembangunansudah lebihmatang
12
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel HasilKetimpanganregional selaluada walaupundengan jarakyang semakinmengecil
Semple et al(1972)
Sao Paulo Brazil1940-1950 dan1950-1960
Trend surfaceanalysis
Real pole jikateridentifikasidi dua periode.
Potential polejikateridentifikasihanya di satuperiode.
Jarak wilayahpengamatan denganpusat-pusat aktivitasdan pertumbuhanekonomi
Pusatpertumbuhanterdiri dari:Natural polesberasal dariprosesindustrialisasi,terdapat di areametropolitan SaoPaulo (real pole)Planned polesBerasal dariupayapemerintahuntukmengendalikanpertumbuhanekonomi(investasiproduksipertanian).Berada di luarareametropolitan(potential pole)
Deininger &Squire(1998)
Negara1960-1990
Regresi panel Uji KuznetsDependen:GiniIndependen:Pendapatan perkapita
Dependen:GrowthIndependen:GDP, investasi,dummy lokasi
HipotesisKuznets tidakbisa dibuktikandi negaraberkembang
Pengaruhterhadap Growth- GDP (-)- Investasi (+)- Lokasi (-/+)
Nakamura,Sendouw(2009)
ProvinsiIndonesia1998-2004
Regresi panel Dependen :GRP per kapitaIndependen:Akses pasardomestik(GRP/jarak), aksespasar luar negeri(ekspor+impor),
GRP per kapitadua wilayahdengankemiripansumber dayaakan berbedajika di salah satuwilayah terdapat
13
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasilurban population,jumlah siswa SMAdan universitas(proksi humancapital)
aglomerasi
Akses pasardomestik danluar negeriberpengaruhposistif terhadapGRP per kapita.Keberadaannyayang tidak samadi setiap wilayahpengamatanmeningkatkandisparitas antarprovinsi.
Human capitalberpengaruhpositif terhadapGRP per kapita.
Barro (2000) Negara1960, 1970,1980, 1990
Data panel Dependen:GiniIndependen:GDP, GDP perkapita, dummypendapatan, dummysumber pendapatan,pendidikan, dummylokasi, indeksdemokrasi, opennes
Inverted U curve
Pengaruhterhadapketimpangan:- Dummy
pendapatan (-)- Dummy
sumberpendapatan (-)
- Pendidikan(-/+)
- Dummy lokasi(+)
- Indeksdemokrasi (-)
- Openness (+)Alderson danNielsen(2002)
Negara1967-1992
Data panel Dependen:GiniIndependen:GDP, GDP kapita,sector dualism,%TK pertanian,populasi,pendidikan, impor,dummy periode
U curve
Pengaruhterhadapketimpangan:- sector
dualism (+)- %TK
pertanian (+)- Populasi (+)- Pendidikan
(-)- Impor (+)- Dummy
14
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasilperiode (+)
Resosudarmo& Vidyattama(2006)
Indonesia1993-2002
Data Panel Dependen:Growth of GDP percapitaIndependenPendapatan kapita,akumulasi capitalfisik, akumulasihuman capital,pertumbuhanpopulasi, fdi, gini,openness, rasiomigas, dummy tahun
KetimpanganGDP per kapitaantar provinsirelatif tinggi
PertumbuhanGDP per kapitaprovinsi miskinlebih cepat dariprovinsi kaya
Pengaruhterhadap growthGDP per kapita:- Pendapatan
kapita (-)- Akumulasi
capital fisik(+)
- openness (+)- rasio migas
(+)- dummy tahun
(-/+)Choi (2006) 119 Negara
1993-2002Data Panel Dependen:
GiniIndependen:FDI/GDP, GDPkapita, pertumbuhanGDP, dummy Asia,dummy AmerikaLatin, dummy tahun
Pengaruhterhadapketimpangan:- FDI (+)- GDP per
kapita (+)- pertumbuhan
GDP (-)- dummy
AmerikaLatin,Karibia (+)
Kubis dan Titze(2008)
Jerman1999-2004
Quantil Gross value added(GVA)Pusat pertumbuhanjika pertumbuhanGVA adalah 5%tertinggi
Pertumbuhanekonomi wilayahdipengaruhipangsa sektorsekunder yangsemakinmenguat
Wilayah denganpertumbuhanekonomi tinggimemiliki pangsasektor sekunderyang tinggi.
15
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasil
Spillover effectmenyebar daripusatpertumbuhan kewilayahtetangga.
Hill et al(2008)
Indonesia1975-2004
IndekstransformasiStruktural
Diagrampencar
GRP (per kapita,sektoral)
Aktivitasekonomi terbesarSumatera diRiau(sekarangtermasukKep.Riau) danSumatera Utara.
Riau memilikinilai GRP perkapita tinggikarena sumberdaya migas,spillover effectSingapura, danperdaganganinternasional(ekspor).
SumateraSelatan,Bengkulu, danLampungmemiliki nilaiGRP rendah dantidak menerimaefek limpahaneprtumbuhanekonomi dariUtara danSelatan (Jawa).
Provinsi dengandominasi sektorpertaniantradisionalcenderungmemiliki nilaiGRP per kapitarendah.
Penurunanpangsa sektorpertanian lambat
16
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasildi provinsi yangmiskin atau yangmemilikikeunggulankomparatif besardi pertanian.
Pangsa sektorindustri terbesardi Sumateraberada di Riau,Sumatera Utara,SumateraSelatan.
Sumatera Baratmemiliki pangsasektor jasaterbesar diSumatera, karenatradisi merantau.
Perubahanstruktur relatiflambat di banyakprovinsi denganpangsa sektorpertanian besar.
Provinsi yangterhubungdenganperekonomianglobal tumbuhlebih baik.
Digdowiseiso(2009)
ProvinsiIndonesia1996,1999,2002, 2005(Susenas)
Regresi(OLS, 2SLS)
Dependen:GiniIndependen:Average years ofschooling (ays),economic growth,GDP per kapita,tingkat kelahirantotal
Dependen:Growth of GDP percapitaIndependen:Average years ofschooling (ays),
Semakin tinggikualitas sumberdaya manusia(ays) denganpenyebaran tidakmerata akanmeningkatkanketimpangandistribusipendapatan
17
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasileconomic growth,angka harapan hidup
Kuncoro &Idris (2010)
KalimantanTimur1993-2007
SLQ, DLQ
TransformasiStrustural
Diagrampencar
PDRB Penerapanotonomi daerahberpengaruhpositif terhadapstrukturpertumbuhanekonomi danPDRB per kapitaKabupaten/kotadi KalimantanTimur
Pertambangandan penggalianmerupakansektor unggulan.
Subsektorunggulan berupakehutanan,minyak-gasbumi,pertambangantanpa migas,industri migas,perdaganganbesar-eceran
Tidak adaperubahanspesialisasisektor unggulan.
Transformasistruktural berupaindustrialisasitidak terjadi.
Javed dan Khan(2011)
Cina(1985-2005)Jepang(1971-2005)
Regresi TimeSeries
Dependen:GiniIndependen:GDP kapita, FDI,Average years oftertiary schooling,Average years ofsecondaryschooling, Populasikota
China Inverted Ucurve. JepangU curve
Pengaruhterhadapketimpanganpendapatan diChina:- GDP kapita
(+)- Urban
18
Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasilpopulation (+)
- Average yearsof secondaryschooling (-)
Semple et al (1972) menggunakan trend surface analysis dan membagi
periode pengamatan menjadi dua (masing-masing 10 tahun), menemukan pusat
pertumbuhan potensial dan real pole. Kubis dan Titze (2008) menggunakan
pendekatan quantil (5 persen tertinggi di atas rata-rata) untuk mencari pusat
pertumbuhan. Studi ini menggunakan pendekatan quantil (10 persen tertinggi di
atas rata-rata) untuk mencari pusat pertumbuhan, serta membagi periode
pengamatan. Hal tersebut menjadi penting karena disesuaikan dengan kondisi
Sumatera dan fenomena otonomi daerah.
Kebijakan pembangunan pusat pertumbuhan diharapkan mampu
memberikan efek limpahan ke wilayah di sekitarnya. Studi ini menggunakan
Indeks Moran global untuk melihat pola pengelompokan pertumbuhan ekonomi,
dan Indeks Moran lokal (LISA) untuk melihat keterkaitan spasial dan kontribusi
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah tetangganya. Penentuan
wilayah tetangga menggunakan kriteria Queen dibandingkan jarak antar wilayah
karena keterbatasan data, dan menggunakan alat bantu GeoDa (Anselin, 2005).
Penggunaan Indeks Moran dengan GeoDa menjadi prioritas karena
penggunaannya yang mudah, mencukupi kebutuhan penelitian, dilengkapi dengan
visualisasi peta dan diagram pencar, serta probabilita untuk melihat signifikansi
keterkaitan wilayah i dengan wilayah tetangga .
19
Perubahan struktur menggunakan rumusan dalam Hill et al (2008) tetapi
periode pengamatan tidak dibagi menjadi dua, untuk melihat lebih jelas perubahan
yang terjadi dalam jangkan waktu lebih panjang. Selain itu, studi ini mengikuti
batasan 20 persen untuk menilai aktivitas industri pengolahan terkait dengan
industrialisasi dan pembangunan ekonomi. Dengan patokan tersebut didapatkan
pola konsentrasi industri di Sumatera Utara untuk tahun 200 dan 2012, untuk
memperjelas hasil tersebut maka visualisasi peta juga dilampirkan
Ketimpangan regional pada studi ini menggunakan alat yang sering
dipakai karena kemudahan pengaplikasiannya, yaitu CV (coefficience variation)
tetapi menggunakan data jumlah penduduk sebagai penimbang regional seperti
yang dilakukan Williamson (1965). Pengujian Hipotesis Kuznet dilakukan seperti
yang Barro (2000) lakukan, menggunakan regresi data panel. Hal yang berbeda
adalah ketimpangan yang digunakan adalah ketimpangan regional dan tahun yang
digunakan relatif pendek, yaitu 20 tahun karena keterbatasan data untuk lingkup
kabupaten/kota. Selain itu, metode Barro (2000) dikombinasikan dengan tulisan
Cizek dan Melikhofa (2014) sehingga bisa diperoleh titik belok parabola.
Secara keseluruhan alat analisis yang dipergunakan dalam studi ini sudah
pernah dipergunakan dalam penelitian empiris terdahulu. Hal yang menjadikan
studi ini berbeda adalah lingkup pembahasan yang digunakan, tidak hanya
menunjukan lokasi (where) berdasarkan angka tetapi juga dilengkapi analisis
spasial untuk menjawab why dengan menggunakan peta geografis, dan analisis
tabel untuk menunjukan lokasi dan pola pengelompokan. Selain itu, studi ini tidak
hanya menjawab why dari sisi pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dikaitkan
dengan autokorelasi spasial untuk mengetahui interaksi kabupaten/kota dengan
20
wilayah lain (terutama tetangga mereka) serta aktivitas sektoral untuk melihat
keunggulan daerah. Supaya lebih memperjelas karakteristik wilayah dan
melengkapi jawaban maka studi ini dilengkapi dengan informasi tentang kualitas
pembangunan manusia, kemiskinan, dan pendidikan dari sisi nilai dan
kewilayahan.
1.5. KONTRIBUSI PENELITIAN
1. Kontribusi Metodologis
Pendapatan regional yang digunakan adalah PDRB harga konstan
2000 migas, karena disesuaikan dengan topik penelitian dan kondisi
Sumatera. Penelitian mulai dilakukan pada tahun 2001 hingga 2012
dengan mempertimbangkan otonomi daerah yang terjadi. Periode
pengamatan terbagi menjadi dua untuk analisis pusat pertumbuhan, daerah
tertinggal, keterkaitan spasial, dan ekonomi sektoral, karena otonomi
daerah yang terjadi memunculkan banyak kabupaten/kota baru di
Sumatera, sehingga jika periode tidak dibagi dua kondisi wilayah baru
tersebut tidak teramati. Penggunaan peta sebagai alat bantu informasi
geografis banyak digunakan untuk lebih memperjelas fenomena ekonomi
yang terjadi dan memperlihatkan karakteristik yang dimiliki
kabupaten/kota di Sumatera.
2. Kontribusi Empiris
Pusat pertumbuhan studi ini dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi
tinggi yang bersifat sementara karena pertumbuhan sektor pertambangan,
kecuali untuk Pekanbaru yang teridentifikasi sebagai pusat pertumbuhan di
21
dua periode pengamatan. Pertumbuhan ekonomi tinggi di pusat
pertumbuhan tidak menjamin wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai
PDRB per kapita dan IPM yang tinggi serta angka kemiskinan rendah
(kecuali untuk Pekanbaru).
Pendekatan Indeks Moran (global dan lokal) dengan metode Queen
dalam identifikasi wilayah tetangga, dan penggunaan perangkat lunak
GeoDa memberikan informasi bahwa terjadi pola pengelompokan
pertumbuhan ekonomi di tahun 2007-2012. Selain itu, pertumbuhan
ekonomi Banda Aceh, Pidie, Sarolangun, dan Bungo secara statistik
signifikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tetangga
mereka. Aceh Besar dan Pidie Jaya menjadi dua pusat pertumbuhan yang
menerima kontribusi pertumbuhan ekonomi dari wilayah tetangga.
Dengan patokan pangsa industri pengolahan 20 persen ditemukan pola
pengelompokan industri di Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau.
Waktu pengamatan di tahun 2001 dan 2012 memberikan hasil yang tidak
jauh berbeda, meskipun ada pengurangan wilayah tetapi lokasi
pengelompokan tetap sama.
Studi ini menemukan hipotesis Kuznets berlaku di Sumatera, tetapi
dengan keadaan yang berbeda-beda untuk setiap provinsi. Hasil konsisten
tetap didapatkan saat variabel kontrol dimasukan dalam perhitungan. Studi
ini juga menemukan penanaman modal dalam negeri (ID), rata lama
sekolah (AYS), dan rasio penduduk kota signifikan berpengaruh negatif
terhadap ketimpangan. Dana bagi hasil sumber daya alam (DBH), pangsa
22
sektor industri (Shind), dan derajat keterbukaan (Open) secara signifikan
berpengaruh positif terhadap ketimpangan.
Kajian lokasi kabupaten/kota di bagian Barat dan Timur Sumatera
memberikan hasil, bahwa kabupaten/kota di wilayah Timur yang memiliki
keadaan ekonomi tinggi adalah mereka yang terletak di Riau dan
Kepulauan Riau. Hal ini diperkuat dengan informasi letak geografis kedua
provinsi tersebut di jalur transportasi laut utama, dekat dengan Singapura,
memiliki Batam sebagai kawasasan perdagangan dan pelabuhan bebas,
serta fakta historis mereka pernah terlibat dalam kerjasama Sijori.
3. Kontribusi Kebijakan
Ketimpangan kondisi perekonomian antar kabupaten/kota
memunculkan wilayah-wilayah yang terklasifikasi sebagai pusat
pertumbuhan dan daerah tertinggal. Kondisi yang tidak merata
memperburuk ketimpangan, sehingga saran kebijakan studi ini terkait
dengan penguatan ibukota provinsi sebagai pusat pertumbuhan, penguatan
konektivitas melalui pembangunan dan perbaikan transportasi serta
komunikasi, dan pembangunan wilayah berdasarkan potensi yang dimiliki
masing-masing wilayah tersebut.
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Bab 1. Pendahuluan
Bab ini memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan
permasalahan, tujuan penelitian, keaslian penelitian, kontribusi penelitian,
dan sistematika penulisan.
23
2. Bab 2. Tinjauan Pustaka
Bab ini akan memaparkan tentang landasan teori berupa teori lokasi, teori
pembangunan ekonomi, teori pertumbuhan, ketimpangan, serta paparan
tentang hubungan MP3EI dengan dokumen perencanaan pembangunan
Indonesia terkait.
3. Bab 3. Metode Penelitian
Bab ini memaparkan tentang kerangka penelitian, unit analisis, data dan
sumber data, alat penentuan pusat pertumbuhan dan tipologi wilayah,
indeks Moran, transformasi struktural, identifikasi sektor unggulan, dan
ketimpangan regional.
4. Bab 4. Dimensi Spasial Pusat Pertumbuhan dan Daerah Tertinggal di
Sumatera.
Bab ini memaparkan tentang pusat pertumbuhan, karakteristik pusat
pertumbuhan, daerah tertinggal, karakteristik daerah tertinggal, serta
kesimpulan Bab 4.
5. Bab 5. Keterkaitan Spasial Kabupaten/Kota di Sumatera
Bab ini memaparkan tentang keterkaitan spasial menggunakan Indeks
Moran, klasifikasi Moran serta kesimpulan Bab 5.
6. Bab 6. Sektor Unggulan Kabupaten/Kota di Sumatera
Bab ini memaparkan tentang identifikasi sektor unggulan, industri inti
daerah di kabupaten/kota, dan kesimpulan Bab 6.
7. Bab 7. Perubahan Struktural
24
Bab ini memaparkan tentang perubahan struktur kabupaten/kota di
Sumatera dan kesimpulan Bab 7.
8. Bab 8. Uji Hipotesis Kuznets
Bab ini memaparkan tentang pengujian hipotesis Kuznets dan kesimpulan
Bab 8.
9. Bab 9. Ketimpangan antar Kabupaten/Kota di Sumatera
Bab ini memaparkan tentang gambaran umum variabel, hasil perhitungan
dan pembahasan, serta kesimpulan Bab 9.
10. Bab 10. Penutup
Bab ini berisi kesimpulan, saran, dan keterbatasan penelitian.