BAB 1 PENDAHULUAN -...

24
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dualisme ekonomi regional adalah suatu kondisi yang kerap terjadi di semua tingkatan pembangunan. Wilayah berpendapatan tinggi berdampingan dengan wilayah berpendapatan rendah di waktu yang sama. Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus dan masih menjadi topik menarik untuk diteliti. Williamson (1965) menyebut ketimpangan regional seperti itu sebagai North- South problem yang unik untuk masing-masing wilayah. Italia, Perancis, Brazil, dan Amerika Serikat menghadapi North-South problem mereka sendiri, sesuai dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi yang mereka hadapi. Indonesia sebagai negara dengan banyak pulau juga memiliki North-South problem-nya sendiri. Indonesia memiliki lima pulau terbesar yaitu Sumatera 1 , Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, yang terbentang dari Barat hingga Timur dengan karakteristik antar pulau tidak sama. Selain karakteristik alam dan kehidupan sosial yang bervariasi, kondisi perekonomian mereka juga bervariasi. Aktivitas perekonomian pulau-pulau besar di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1. 1 Penulisan Sumatera bukan Sumatera merujuk pada publikasi BPS dan juga profil wilayah di Kemendagri (www.kemendagri.go.id).

Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN -...

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dualisme ekonomi regional adalah suatu kondisi yang kerap terjadi di

semua tingkatan pembangunan. Wilayah berpendapatan tinggi berdampingan

dengan wilayah berpendapatan rendah di waktu yang sama. Keadaan tersebut

berlangsung terus-menerus dan masih menjadi topik menarik untuk diteliti.

Williamson (1965) menyebut ketimpangan regional seperti itu sebagai North-

South problem yang unik untuk masing-masing wilayah. Italia, Perancis, Brazil,

dan Amerika Serikat menghadapi North-South problem mereka sendiri, sesuai

dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi yang mereka hadapi. Indonesia

sebagai negara dengan banyak pulau juga memiliki North-South problem-nya

sendiri.

Indonesia memiliki lima pulau terbesar yaitu Sumatera1, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, yang terbentang dari Barat hingga Timur

dengan karakteristik antar pulau tidak sama. Selain karakteristik alam dan

kehidupan sosial yang bervariasi, kondisi perekonomian mereka juga bervariasi.

Aktivitas perekonomian pulau-pulau besar di Indonesia dapat dilihat pada

Gambar 1.1.

1 Penulisan Sumatera bukan Sumatera merujuk pada publikasi BPS dan juga profil wilayah diKemendagri (www.kemendagri.go.id).

2

Sumber : Diolah dari Badan Pusat Statistik (2001-2012)Keterangan : Histogram menggunakan data PDRB harga konstan 2000 migas

Lainnya merujuk pada Nusa Tenggara, Maluku, Papua

Gambar 1.1. Distribusi Persentase PDRB Pulau atas Dasar Harga Konstan2000 Migas Tahun 2001-2012

Perbedaan kondisi perekonomian menurut pulau-pulau besar di Indonesia

relatif tidak berubah dari 2001-2012, kondisi ini bahkan juga terjadi di tahun-

tahun sebelum 2001. Dua pulau besar yang memiliki pangsa PDRB di atas rata-

rata hanyalah Jawa dan Sumatera, akan tetapi nilai mereka terpaut jauh meskipun

posisi geografis kedua pulau tersebut berada di kawasan Barat Indonesia. Jawa

adalah pulau tempat ibukota negara berada, memiliki aktivitas ekonomi terpadat

dan jumlah penduduk terbanyak (Hill, et al., 2008).

Aglomerasi industri yang terjadi di Jawa tidak cukup memberikan

keuntungan ekonomi bagi pulau-pulau di luar Jawa (Amiti dan Cameron, 2003).

Hal ini dialami oleh Sumatera, meskipun berada di kawasan Barat Indonesia tetapi

nilai pendapatan regional Sumatera tidak mampu mendekati Jawa. Sumatera

sendiri mengalami masalah dualisme ekonomi, beberapa provinsi di Sumatera

memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat

3

dari kontribusi PDRB Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan pada

Gambar 1.2.

Sumber : Diolah dari Badan Pusat Statistik (2001-2012)Keterangan : Histogram menggunakan data PDRB harga konstan 2000 migas

Gambar 1.2. Distribusi Persentase PDRB Provinsi terhadap PDRB Sumateraatas Dasar Harga Konstan 2000 Migas Tahun 2001-2012

Data PDRB migas harga konstan 2000 digunakan karena menggambarkan

keadaan yang sebenarnya terjadi di wilayah pengamatan. Setiap wilayah memiliki

karakteristiknya sendiri dengan sumber daya yang berbeda-beda. Semisal

Sumatera Barat dan Bengkulu, mereka adalah dua wilayah yang tidak memiliki

nilai pertambangan migas dalam PDRB harga konstan 2000. Meskipun begitu

beberapa wilayah di Sumatera Barat memiliki nilai pertambangan bukan migas

relatif besar, karena kegiatan pertambangan batu bara yang aktif.

Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan adalah tiga provinsi dengan

kontribusi PDRB harga konstan 2000 di atas rata-rata selama periode 2001-2012.

Kontribusi PDRB ketiga wilayah tersebut adalah 24,20 persen, 22,48 persen, dan

13,47 persen. Kontribusi terendah berada di Jambi, Bangka Belitung, dan

4

Bengkulu dengan besaran 3,51 persen, 2,23 persen, dan 1,71 persen. Kondisi

tersebut berlangsung selama 12 tahun masa pengamatan. Pengamatan terhadap

Sumatera dimulai dari tahun 2001 hingga 2012 dengan mempertimbangkan masa

pemulihan setelah krisis tahun 1997-1998 serta terbentuknya daerah otonomi baru

yang dimulai tahun 1999.

Tingginya PDRB Sumatera Utara ternyata tidak menjamin pencapaian

yang sama untuk semua kabupaten/kota di dalamnya. Enam dari 33

kabupaten/kota di Sumatera Utara terklasifikasi sebagai daerah tertinggal (Tabel

1.1). Sementara itu, Jambi dengan kontribusi PDRB di bawah rata-rata Sumatera

tidak memiliki kabupaten/kota sebagai daerah tertinggal. Jumlah daerah tertinggal

di Sumatera paling banyak dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia. Delapan

dari 10 provinsi Sumatera memiliki daerah tertinggal dan 33 dari 46 daerah

tertinggal merupakan daerah otonomi baru setelah tahun 1999. Rincian daerah

tertinggal di Sumatera dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1Persentase Daerah Tertinggal di Sumatera

Sumber : Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal dan BPS (2010)Keterangan : DT adalah Daerah Tertinggal

Provinsi DT Jumlah Kab/Kota Persentase DT

Aceh 12 23 52Sumatera Utara 6 33 18Sumatera Barat 8 19 42Kepulauan Riau 2 7 29Sumatera Selatan 7 15 47Bangka Belitung 1 7 14Bengkulu 6 10 60Lampung 4 14 29

Total 46 128 36

5

Penentuan 183 kabupaten tertinggal tersebut didasarkan pada perhitungan

enam kriteria utama yaitu : (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya

manusia; (3) infrastruktur (prasarana); (4) kemampuan keuangan lokal (celah

fiskal); (5) aksesibilitas dan (6) karakteristik daerah. Selain kriteria dasar tersebut,

juga dipertimbangkan kondisi kabupaten yang berada di daerah perbatasan antar

negara, daerah rawan bencana dan daerah yang ditentukan secara khusus

(Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal dan BPS, 2010).

Karakteristik perekonomian suatu wilayah bisa dilihat dari banyak hal,

salah satunya melalui PDRB harga konstan 2000 menurut lapangan usaha.

Lapangan usaha yang dimaksud adalah sembilan jenis sektor usaha yang didapat

dari Badan Pusat Statistik (BPS). Aktivitas sektor-sektor tersebut dapat

memberikan informasi tentang karakteristik wilayah sesuai dengan sumber daya

yang dimiliki wilayah bersangkutan. Pangsa sektor terbesar dari provinsi-provinsi

di Sumatera dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2.Pangsa Sektor Terbesar Provinsi di Sumatera Tahun 2001 dan 2012Provinsi Pangsa Sektor Terbesar

2001 2012Aceh Pertambangan (24,99%) Pertanian (26,94%)Sumatera Utara Pertanian (27,37%) Pertanian (22,89%)Sumatera Barat Pertanian (23,80%) Pertanian (22,46%)Riau Pertambangan (61,83%) Pertambangan (45,48%)Kep.Riau Industri Pengolahan (49,74%) Industri Pengolahan (50,23%)Jambi Pertanian (31,29%) Pertanian (29,47%)Sumatera Selatan Pertambangan (31,30%) Pertambangan (20,33%)Bangka Belitung Pertanian (24,65%) Pertanian (22,96%)Bengkulu Pertanian (39,63%) Pertanian (37,12%)Lampung Pertanian (44,55%) Pertanian (37,34%)Sumber : Diolah dari Badan Pusat Statistik (2001 dan 2012)

Mayoritas provinsi-provinsi di Sumatera memiliki pangsa terbesar di

sektor pertanian, kecuali untuk Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan.

6

Kontribusi dari sektor-sektor dominan di tahun 2001 mengalami perubahan

seiring waktu, sehingga pangsa sektor tertentu mengalami penurunan di tahun

2012. Aceh yang pada 2001 memiliki pangsa Pertambangan sebagai sektor

terbesar mengalami perubahan di 2012 menjadi sektor Pertanian. Hal yang sama

juga terjadi pada provinsi dengan pangsa pertanian terbesar di 2001, peran

pertanian dalam pembentukan PDRB harga konstan 2012 mulai menurun.

Hoover dan Fisher (1949) dalam Dawkins (2003) menyatakan perubahan

sektoral mungkin terjadi selama proses pertumbuhan regional. Perekonomian

regional di tahap awal akan didominasi sektor pertanian, seiring dengan perbaikan

sistem transportasi dan spesialisasi perdagangan pergeseran struktur ekonomi

terjadi. Perlahan-lahan aktivitas perekonomian mulai mengarah ke industri yang

mengolah hasil pertanian dan sumber daya alam lainnya, lalu memasuki fase

industrialisasi yang kemudian berfokus pada produksi pemenuhan ekspor.

Perhitungan menggunakan Indeks Perubahan Struktural memberikan hasil

bahwa perubahan struktural relatif lambat di provinsi-provinsi dengan sektor

pertanian yang kuat (Hill et al, 2008). Kuznets (1955) menyatakan saat

pertumbuhan ekonomi terjadi maka perubahan struktur juga terjadi dari pertanian

ke non pertanian atau industri. Saat proses itu berlangsung populasi perkotaan

semakin besar dan ketimpangan pendapatan juga meningkat.

Masalah ketimpangan antar daerah yang masih terus-menerus ada

memunculkan pendekatan lain. Berdasarkan pertimbangan berbagai potensi dan

keunggulan yang dimiliki serta tantangan pembangunan yang harus dihadapi

maka disusunlah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI). Pendekatan yang digunakan dalam MP3EI didasari pada

7

pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang sudah ada maupun yang

baru. Pendekatan ini merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional

yang merangsang setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi

keunggulan.

Tema pembangunan koridor ekonomi Sumatera adalah Sentra Produksi

dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional dengan pusat ekonomi

di 10 wilayah. Sepuluh wilayah tersebut adalah ibukota provinsi yang ada di

Sumatera yaitu: Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Padang, Jambi,

Pangkal Pinang, Palembang, Bengkulu, dan Bandar Lampung. Kegiatan ekonomi

utama difokuskan pada kelapa sawit, karet, serta batubara yang memiliki potensi

sangat besar menjadi mesin pertumbuhan ekonomi koridor Sumatera.

1.2. RUMUSAN PERMASALAHAN

Masalah konvergensi regional menjadi isu utama sampai dengan Perang

Dunia ke dua, setelah masa itu gagasan tentang divergensi regional mulai menjadi

perbincangan (Higgins, 1972). Beberapa kritik terhadap konsep konvergensi

regional ditujukan pada asumsi yang digunakan yaitu constant returns of scale,

biaya transportasi nol, teknologi produksi yang identik antar wilayah serta pekerja

dan capital input yang homogen (Dawkins, 2003).

Kuznets (1955) menyampaikan gagasan tentang inverted U curve yaitu

kondisi ketimpangan yang pada tahap awal pertumbuhan akan meningkat lalu

pada titik tertentu mulai menurun. Perubahan struktur perekonomian juga terjadi

ketika pertumbuhan ekonomi berjalan. Tahap awal pertumbuhan ekonomi ditandai

8

dengan dominasi sektor pertanian lalu mengarah pada peningkatan peran sektor

non pertanian seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat.

Williamson (1965) melakukan penelitian tentang ketimpangan regional

(dispersi geografis) dengan mengadaptasi gagasan Kuznets (1955) di Amerika

Serikat, Kanada, Kolombia, dan Spanyol. Temuan yang didapatkan adalah

ketimpangan hanya berlangsung sementara yaitu pada tahap awal pembangunan.

Seiring dengan semakin matangnya pertumbuhan ekonomi, konvergensi regional

akan tercipta atau dengan kata lain terjadi pengurangan ketimpangan antar

wilayah.

Ide Kuznets tentang kurva U terbalik tidak dapat diterima oleh semua

pihak karena penelitian yang dilakukan di tempat berbeda memberikan hasil yang

berbeda. Alderson et al (2002) menemukan trend ketimpangan berbentuk U

(bukan U terbalik) dengan mengamati 16 negara dalam OECD. Nielsen et al

(1997) juga menemukan hal yang sama dengan wilayah penelitian Amerika

Serikat. Galbraith (2007) menggunakan data di 15 negara menemukan bahwa

ketimpangan pendapatan berfluktuasi dan cenderung konstan daripada

membentuk U terbalik.

Kaldor (1970) dalam Scottish Journal of Political Economy (2013)

mengemukakan masalah regional yang mungkin dihadapi setiap wilayah yaitu

tingkat pertumbuhan yang berbeda untuk wilayah yang berbeda. Perbedaan ini

membuat wilayah tertentu lebih maju meninggalkan wilayah lainnya. Keadaan

tersebut dijelaskannya dalam prinsip cumulative causation yang merujuk pada

Myrdal (1957).

9

Kemajuan aktivitas industri akan menghasilkan skala produksi yang besar

serta mendatangkan keuntungan lainnya. Perbaikan teknologi produksi,

kemudahan komunikasi dan pertukaran ide serta pengalaman, berkesempatan

melakukan diferensiasi produk serta spesialisasi adalah beberapa keuntungan yang

bisa didapat. Perdagangan terbuka membuat suatu wilayah dengan industri yang

lebih maju mampu memenuhi kebutuhan wilayah sekitarnya. Akibatnya, wilayah

yang tidak mampu bersaing akan tertinggal.

Krugman (1991b) menyatakan saat divergensi regional terjadi maka proses

ini akan terus berjalan karena eksternalitas yang tercipta saat terjadi konsentrasi

aktivitas manufaktur di wilayah tertentu. Aktivitas produksi menjadi magnet bagi

penduduk untuk bergerak mendekat, saat populasi bertambah banyak maka tempat

tersebut menjadi magnet bagi aktivitas produksi lainnya. Proses ini berlangsung

terus-menerus hingga tercipta konsentrasi-konsentrasi aktivitas produksi dan

penduduk di beberapa tempat.

Aktivitas ekonomi banyak yang secara geografis terkonsentrasi di tempat

tertentu. Krugman (1998) menyebutkan konsentrasi geografis terjadi karena ada

daya tarik-menarik antara kekuatan centripetal dan centrifugal yang secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3.Kekuatan yang Mempengaruhi Konsentrasi Geografis

Centripetal Forces Centrifugal ForcesMarket-size effectThick labour marketsPure external economies

Immobile factorsLand rentsPure external diseconomies

Sumber : Krugman (1998)

Faktor-faktor yang tertulis pada kolom centripetal forces merupakan tiga

hal yang berasal dari Alfred Marhall tentang external economies. Wilayah yang

10

memiliki akses ke pasar yang besar diminati sebagai lokasi produksi dan pasar

yang besar menurunkan biaya produksi. Konsentrasi industri menjadi daya tarik

bagi pekerja sehingga perusahaan lebih mudah mencari pekerja dan pekerja lebih

mudah mencari pekerjaan. Konsentrasi aktivitas ekonomi menimbulkan

konsentrasi penduduk dan pekerja, divergensi regional mulai terjadi. Once started,

this process will feed on itself (Krugman, 1991b).

Berdasar latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka

permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Di mana pusat pertumbuhan ekonomi dan daerah tertinggal di Sumatera?

2. Apakah pusat pertumbuhan ekonomi tersebut memiliki keterkaitan spasial

dengan wilayah sekitarnya?

3. Sektor apa yang menjadi unggulan kabupaten/kota di Sumatera?

4. Sejauh mana transformasi struktural terjadi di Sumatera?

5. Apakah hipotesis Kuznets berlaku di Sumatera?

6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketimpangan antar

kabupaten/kota di Sumatera?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah

adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi serta menganalisis pusat pertumbuhan ekonomi dan wilayah

tertinggal di Sumatera

2. Mengidentifikasi keterkaitan spasial pusat pertumbuhan dengan wilayah

tetangga.

11

3. Menganalisis sektor unggulan untuk kabupaten/kota di Sumatera.

4. Mengetahui dan menganalisis perubahan struktur sektoral yang terjadi pada

kabupaten/kota di Sumatera.

5. Membuktikan keberlakuan hipotesis Kuznets di Sumatera

6. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

ketimpangan ekonomi yang terjadi antar kabupaten/kota di Sumatera.

1.4. KEASLIAN PENELITIAN

Fenomena suatu wilayah tumbuh lebih baik dibandingkan wilayah lain

terjadi di beragam negara dengan penyebab yang berbeda-beda. Kemunculan

pusat pertumbuhan adalah salah satu bukti telah terjadinya pertumbuhan yang

tidak sama. Beragam penelitian terkait dengan pusat pertumbuhan, geografi

ekonomi, analisis spasial, dan determinan penyebab ketimpanganyang dijadikan

acuan penulisan dapat dilihat pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4Penelitian Empiris Terdahulu

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel HasilWilliamson(1965)

Negara1949-1961

IndeksWilliamson

Indeks Williamson,pendapatan perkapita, populasi,luas wilayah

Disparitaspendapatanregionalmeningkat difase awal begitujuga dengandualisme Utara-Selatan

Konvergensiregional danketimpanganUtara-Selatanmengecil saatfasepembangunansudah lebihmatang

12

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel HasilKetimpanganregional selaluada walaupundengan jarakyang semakinmengecil

Semple et al(1972)

Sao Paulo Brazil1940-1950 dan1950-1960

Trend surfaceanalysis

Real pole jikateridentifikasidi dua periode.

Potential polejikateridentifikasihanya di satuperiode.

Jarak wilayahpengamatan denganpusat-pusat aktivitasdan pertumbuhanekonomi

Pusatpertumbuhanterdiri dari:Natural polesberasal dariprosesindustrialisasi,terdapat di areametropolitan SaoPaulo (real pole)Planned polesBerasal dariupayapemerintahuntukmengendalikanpertumbuhanekonomi(investasiproduksipertanian).Berada di luarareametropolitan(potential pole)

Deininger &Squire(1998)

Negara1960-1990

Regresi panel Uji KuznetsDependen:GiniIndependen:Pendapatan perkapita

Dependen:GrowthIndependen:GDP, investasi,dummy lokasi

HipotesisKuznets tidakbisa dibuktikandi negaraberkembang

Pengaruhterhadap Growth- GDP (-)- Investasi (+)- Lokasi (-/+)

Nakamura,Sendouw(2009)

ProvinsiIndonesia1998-2004

Regresi panel Dependen :GRP per kapitaIndependen:Akses pasardomestik(GRP/jarak), aksespasar luar negeri(ekspor+impor),

GRP per kapitadua wilayahdengankemiripansumber dayaakan berbedajika di salah satuwilayah terdapat

13

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasilurban population,jumlah siswa SMAdan universitas(proksi humancapital)

aglomerasi

Akses pasardomestik danluar negeriberpengaruhposistif terhadapGRP per kapita.Keberadaannyayang tidak samadi setiap wilayahpengamatanmeningkatkandisparitas antarprovinsi.

Human capitalberpengaruhpositif terhadapGRP per kapita.

Barro (2000) Negara1960, 1970,1980, 1990

Data panel Dependen:GiniIndependen:GDP, GDP perkapita, dummypendapatan, dummysumber pendapatan,pendidikan, dummylokasi, indeksdemokrasi, opennes

Inverted U curve

Pengaruhterhadapketimpangan:- Dummy

pendapatan (-)- Dummy

sumberpendapatan (-)

- Pendidikan(-/+)

- Dummy lokasi(+)

- Indeksdemokrasi (-)

- Openness (+)Alderson danNielsen(2002)

Negara1967-1992

Data panel Dependen:GiniIndependen:GDP, GDP kapita,sector dualism,%TK pertanian,populasi,pendidikan, impor,dummy periode

U curve

Pengaruhterhadapketimpangan:- sector

dualism (+)- %TK

pertanian (+)- Populasi (+)- Pendidikan

(-)- Impor (+)- Dummy

14

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasilperiode (+)

Resosudarmo& Vidyattama(2006)

Indonesia1993-2002

Data Panel Dependen:Growth of GDP percapitaIndependenPendapatan kapita,akumulasi capitalfisik, akumulasihuman capital,pertumbuhanpopulasi, fdi, gini,openness, rasiomigas, dummy tahun

KetimpanganGDP per kapitaantar provinsirelatif tinggi

PertumbuhanGDP per kapitaprovinsi miskinlebih cepat dariprovinsi kaya

Pengaruhterhadap growthGDP per kapita:- Pendapatan

kapita (-)- Akumulasi

capital fisik(+)

- openness (+)- rasio migas

(+)- dummy tahun

(-/+)Choi (2006) 119 Negara

1993-2002Data Panel Dependen:

GiniIndependen:FDI/GDP, GDPkapita, pertumbuhanGDP, dummy Asia,dummy AmerikaLatin, dummy tahun

Pengaruhterhadapketimpangan:- FDI (+)- GDP per

kapita (+)- pertumbuhan

GDP (-)- dummy

AmerikaLatin,Karibia (+)

Kubis dan Titze(2008)

Jerman1999-2004

Quantil Gross value added(GVA)Pusat pertumbuhanjika pertumbuhanGVA adalah 5%tertinggi

Pertumbuhanekonomi wilayahdipengaruhipangsa sektorsekunder yangsemakinmenguat

Wilayah denganpertumbuhanekonomi tinggimemiliki pangsasektor sekunderyang tinggi.

15

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasil

Spillover effectmenyebar daripusatpertumbuhan kewilayahtetangga.

Hill et al(2008)

Indonesia1975-2004

IndekstransformasiStruktural

Diagrampencar

GRP (per kapita,sektoral)

Aktivitasekonomi terbesarSumatera diRiau(sekarangtermasukKep.Riau) danSumatera Utara.

Riau memilikinilai GRP perkapita tinggikarena sumberdaya migas,spillover effectSingapura, danperdaganganinternasional(ekspor).

SumateraSelatan,Bengkulu, danLampungmemiliki nilaiGRP rendah dantidak menerimaefek limpahaneprtumbuhanekonomi dariUtara danSelatan (Jawa).

Provinsi dengandominasi sektorpertaniantradisionalcenderungmemiliki nilaiGRP per kapitarendah.

Penurunanpangsa sektorpertanian lambat

16

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasildi provinsi yangmiskin atau yangmemilikikeunggulankomparatif besardi pertanian.

Pangsa sektorindustri terbesardi Sumateraberada di Riau,Sumatera Utara,SumateraSelatan.

Sumatera Baratmemiliki pangsasektor jasaterbesar diSumatera, karenatradisi merantau.

Perubahanstruktur relatiflambat di banyakprovinsi denganpangsa sektorpertanian besar.

Provinsi yangterhubungdenganperekonomianglobal tumbuhlebih baik.

Digdowiseiso(2009)

ProvinsiIndonesia1996,1999,2002, 2005(Susenas)

Regresi(OLS, 2SLS)

Dependen:GiniIndependen:Average years ofschooling (ays),economic growth,GDP per kapita,tingkat kelahirantotal

Dependen:Growth of GDP percapitaIndependen:Average years ofschooling (ays),

Semakin tinggikualitas sumberdaya manusia(ays) denganpenyebaran tidakmerata akanmeningkatkanketimpangandistribusipendapatan

17

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasileconomic growth,angka harapan hidup

Kuncoro &Idris (2010)

KalimantanTimur1993-2007

SLQ, DLQ

TransformasiStrustural

Diagrampencar

PDRB Penerapanotonomi daerahberpengaruhpositif terhadapstrukturpertumbuhanekonomi danPDRB per kapitaKabupaten/kotadi KalimantanTimur

Pertambangandan penggalianmerupakansektor unggulan.

Subsektorunggulan berupakehutanan,minyak-gasbumi,pertambangantanpa migas,industri migas,perdaganganbesar-eceran

Tidak adaperubahanspesialisasisektor unggulan.

Transformasistruktural berupaindustrialisasitidak terjadi.

Javed dan Khan(2011)

Cina(1985-2005)Jepang(1971-2005)

Regresi TimeSeries

Dependen:GiniIndependen:GDP kapita, FDI,Average years oftertiary schooling,Average years ofsecondaryschooling, Populasikota

China Inverted Ucurve. JepangU curve

Pengaruhterhadapketimpanganpendapatan diChina:- GDP kapita

(+)- Urban

18

Peneliti Unit Analisis Metode Variabel Hasilpopulation (+)

- Average yearsof secondaryschooling (-)

Semple et al (1972) menggunakan trend surface analysis dan membagi

periode pengamatan menjadi dua (masing-masing 10 tahun), menemukan pusat

pertumbuhan potensial dan real pole. Kubis dan Titze (2008) menggunakan

pendekatan quantil (5 persen tertinggi di atas rata-rata) untuk mencari pusat

pertumbuhan. Studi ini menggunakan pendekatan quantil (10 persen tertinggi di

atas rata-rata) untuk mencari pusat pertumbuhan, serta membagi periode

pengamatan. Hal tersebut menjadi penting karena disesuaikan dengan kondisi

Sumatera dan fenomena otonomi daerah.

Kebijakan pembangunan pusat pertumbuhan diharapkan mampu

memberikan efek limpahan ke wilayah di sekitarnya. Studi ini menggunakan

Indeks Moran global untuk melihat pola pengelompokan pertumbuhan ekonomi,

dan Indeks Moran lokal (LISA) untuk melihat keterkaitan spasial dan kontribusi

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah tetangganya. Penentuan

wilayah tetangga menggunakan kriteria Queen dibandingkan jarak antar wilayah

karena keterbatasan data, dan menggunakan alat bantu GeoDa (Anselin, 2005).

Penggunaan Indeks Moran dengan GeoDa menjadi prioritas karena

penggunaannya yang mudah, mencukupi kebutuhan penelitian, dilengkapi dengan

visualisasi peta dan diagram pencar, serta probabilita untuk melihat signifikansi

keterkaitan wilayah i dengan wilayah tetangga .

19

Perubahan struktur menggunakan rumusan dalam Hill et al (2008) tetapi

periode pengamatan tidak dibagi menjadi dua, untuk melihat lebih jelas perubahan

yang terjadi dalam jangkan waktu lebih panjang. Selain itu, studi ini mengikuti

batasan 20 persen untuk menilai aktivitas industri pengolahan terkait dengan

industrialisasi dan pembangunan ekonomi. Dengan patokan tersebut didapatkan

pola konsentrasi industri di Sumatera Utara untuk tahun 200 dan 2012, untuk

memperjelas hasil tersebut maka visualisasi peta juga dilampirkan

Ketimpangan regional pada studi ini menggunakan alat yang sering

dipakai karena kemudahan pengaplikasiannya, yaitu CV (coefficience variation)

tetapi menggunakan data jumlah penduduk sebagai penimbang regional seperti

yang dilakukan Williamson (1965). Pengujian Hipotesis Kuznet dilakukan seperti

yang Barro (2000) lakukan, menggunakan regresi data panel. Hal yang berbeda

adalah ketimpangan yang digunakan adalah ketimpangan regional dan tahun yang

digunakan relatif pendek, yaitu 20 tahun karena keterbatasan data untuk lingkup

kabupaten/kota. Selain itu, metode Barro (2000) dikombinasikan dengan tulisan

Cizek dan Melikhofa (2014) sehingga bisa diperoleh titik belok parabola.

Secara keseluruhan alat analisis yang dipergunakan dalam studi ini sudah

pernah dipergunakan dalam penelitian empiris terdahulu. Hal yang menjadikan

studi ini berbeda adalah lingkup pembahasan yang digunakan, tidak hanya

menunjukan lokasi (where) berdasarkan angka tetapi juga dilengkapi analisis

spasial untuk menjawab why dengan menggunakan peta geografis, dan analisis

tabel untuk menunjukan lokasi dan pola pengelompokan. Selain itu, studi ini tidak

hanya menjawab why dari sisi pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dikaitkan

dengan autokorelasi spasial untuk mengetahui interaksi kabupaten/kota dengan

20

wilayah lain (terutama tetangga mereka) serta aktivitas sektoral untuk melihat

keunggulan daerah. Supaya lebih memperjelas karakteristik wilayah dan

melengkapi jawaban maka studi ini dilengkapi dengan informasi tentang kualitas

pembangunan manusia, kemiskinan, dan pendidikan dari sisi nilai dan

kewilayahan.

1.5. KONTRIBUSI PENELITIAN

1. Kontribusi Metodologis

Pendapatan regional yang digunakan adalah PDRB harga konstan

2000 migas, karena disesuaikan dengan topik penelitian dan kondisi

Sumatera. Penelitian mulai dilakukan pada tahun 2001 hingga 2012

dengan mempertimbangkan otonomi daerah yang terjadi. Periode

pengamatan terbagi menjadi dua untuk analisis pusat pertumbuhan, daerah

tertinggal, keterkaitan spasial, dan ekonomi sektoral, karena otonomi

daerah yang terjadi memunculkan banyak kabupaten/kota baru di

Sumatera, sehingga jika periode tidak dibagi dua kondisi wilayah baru

tersebut tidak teramati. Penggunaan peta sebagai alat bantu informasi

geografis banyak digunakan untuk lebih memperjelas fenomena ekonomi

yang terjadi dan memperlihatkan karakteristik yang dimiliki

kabupaten/kota di Sumatera.

2. Kontribusi Empiris

Pusat pertumbuhan studi ini dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi

tinggi yang bersifat sementara karena pertumbuhan sektor pertambangan,

kecuali untuk Pekanbaru yang teridentifikasi sebagai pusat pertumbuhan di

21

dua periode pengamatan. Pertumbuhan ekonomi tinggi di pusat

pertumbuhan tidak menjamin wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai

PDRB per kapita dan IPM yang tinggi serta angka kemiskinan rendah

(kecuali untuk Pekanbaru).

Pendekatan Indeks Moran (global dan lokal) dengan metode Queen

dalam identifikasi wilayah tetangga, dan penggunaan perangkat lunak

GeoDa memberikan informasi bahwa terjadi pola pengelompokan

pertumbuhan ekonomi di tahun 2007-2012. Selain itu, pertumbuhan

ekonomi Banda Aceh, Pidie, Sarolangun, dan Bungo secara statistik

signifikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tetangga

mereka. Aceh Besar dan Pidie Jaya menjadi dua pusat pertumbuhan yang

menerima kontribusi pertumbuhan ekonomi dari wilayah tetangga.

Dengan patokan pangsa industri pengolahan 20 persen ditemukan pola

pengelompokan industri di Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau.

Waktu pengamatan di tahun 2001 dan 2012 memberikan hasil yang tidak

jauh berbeda, meskipun ada pengurangan wilayah tetapi lokasi

pengelompokan tetap sama.

Studi ini menemukan hipotesis Kuznets berlaku di Sumatera, tetapi

dengan keadaan yang berbeda-beda untuk setiap provinsi. Hasil konsisten

tetap didapatkan saat variabel kontrol dimasukan dalam perhitungan. Studi

ini juga menemukan penanaman modal dalam negeri (ID), rata lama

sekolah (AYS), dan rasio penduduk kota signifikan berpengaruh negatif

terhadap ketimpangan. Dana bagi hasil sumber daya alam (DBH), pangsa

22

sektor industri (Shind), dan derajat keterbukaan (Open) secara signifikan

berpengaruh positif terhadap ketimpangan.

Kajian lokasi kabupaten/kota di bagian Barat dan Timur Sumatera

memberikan hasil, bahwa kabupaten/kota di wilayah Timur yang memiliki

keadaan ekonomi tinggi adalah mereka yang terletak di Riau dan

Kepulauan Riau. Hal ini diperkuat dengan informasi letak geografis kedua

provinsi tersebut di jalur transportasi laut utama, dekat dengan Singapura,

memiliki Batam sebagai kawasasan perdagangan dan pelabuhan bebas,

serta fakta historis mereka pernah terlibat dalam kerjasama Sijori.

3. Kontribusi Kebijakan

Ketimpangan kondisi perekonomian antar kabupaten/kota

memunculkan wilayah-wilayah yang terklasifikasi sebagai pusat

pertumbuhan dan daerah tertinggal. Kondisi yang tidak merata

memperburuk ketimpangan, sehingga saran kebijakan studi ini terkait

dengan penguatan ibukota provinsi sebagai pusat pertumbuhan, penguatan

konektivitas melalui pembangunan dan perbaikan transportasi serta

komunikasi, dan pembangunan wilayah berdasarkan potensi yang dimiliki

masing-masing wilayah tersebut.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

1. Bab 1. Pendahuluan

Bab ini memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan

permasalahan, tujuan penelitian, keaslian penelitian, kontribusi penelitian,

dan sistematika penulisan.

23

2. Bab 2. Tinjauan Pustaka

Bab ini akan memaparkan tentang landasan teori berupa teori lokasi, teori

pembangunan ekonomi, teori pertumbuhan, ketimpangan, serta paparan

tentang hubungan MP3EI dengan dokumen perencanaan pembangunan

Indonesia terkait.

3. Bab 3. Metode Penelitian

Bab ini memaparkan tentang kerangka penelitian, unit analisis, data dan

sumber data, alat penentuan pusat pertumbuhan dan tipologi wilayah,

indeks Moran, transformasi struktural, identifikasi sektor unggulan, dan

ketimpangan regional.

4. Bab 4. Dimensi Spasial Pusat Pertumbuhan dan Daerah Tertinggal di

Sumatera.

Bab ini memaparkan tentang pusat pertumbuhan, karakteristik pusat

pertumbuhan, daerah tertinggal, karakteristik daerah tertinggal, serta

kesimpulan Bab 4.

5. Bab 5. Keterkaitan Spasial Kabupaten/Kota di Sumatera

Bab ini memaparkan tentang keterkaitan spasial menggunakan Indeks

Moran, klasifikasi Moran serta kesimpulan Bab 5.

6. Bab 6. Sektor Unggulan Kabupaten/Kota di Sumatera

Bab ini memaparkan tentang identifikasi sektor unggulan, industri inti

daerah di kabupaten/kota, dan kesimpulan Bab 6.

7. Bab 7. Perubahan Struktural

24

Bab ini memaparkan tentang perubahan struktur kabupaten/kota di

Sumatera dan kesimpulan Bab 7.

8. Bab 8. Uji Hipotesis Kuznets

Bab ini memaparkan tentang pengujian hipotesis Kuznets dan kesimpulan

Bab 8.

9. Bab 9. Ketimpangan antar Kabupaten/Kota di Sumatera

Bab ini memaparkan tentang gambaran umum variabel, hasil perhitungan

dan pembahasan, serta kesimpulan Bab 9.

10. Bab 10. Penutup

Bab ini berisi kesimpulan, saran, dan keterbatasan penelitian.