BAB VIII -...
Transcript of BAB VIII -...
342
BAB VIII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini,
terkait dengan penguatan toleransi agama dalam komunikasi pembangunan
agama. Penguatan toleransi agama merupakan suatu proses penguatan yang
menerapkan kajian komunikasi pembangunan agama, dengan mengoptimalkan
potensi modal sosial masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor dan
Yogyakarta, beserta seluruh pemangku kepentingan dalam mengkomunikasikan
koten regulasi toleransi agama. Begitu juga dengan optimalisasi nilai-nilai budaya
dan kearifan lokal yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor dan Yogyakarta
beserta seluruh pemangku kepentingan dalam melakukan proses penguatan
toleransi agama baik secara struktural maupun kultural , maka dapat disimpulkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Bogor, khususnya pada sektor pembangunan
agama Pemerintah Kota Bogor mendisposisikan pembangunan agama pada
Asisten Perekonomian Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat, tepatnya pada
bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat dan Kemasyarakatan. Secara teknis
pelaksanaan hanya sebatas pembangunan sarana dan prasarana yang terkait
dengan rumah ibadah. Begitu juga dengan perayaan hari-hari besar agama. Untuk
sektor kehidupan keberagamaan terkait hubungan antar agama, Pemerintah Kota
Bogor mendelegasikan tugas dan fungsi kepada lembaga FKUB Kota Bogor.
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
343
Begitu juga dengan Kementerian Agama Kota yang secara struktural memiliki
tanggung jawab kepada Kementerian Agama pada tingkatan yang lebih tinggi
hingga sampai ke pusat. Akan tetapi secara sistem pemerintahan Kementerian
Agama Kota Bogor, FKUB Kota Bogor, Walikota Kota Bogor, seharusnya
menjalin suatu komunikasi yang baik, akan tetapi proses ini tidak berjalan, terkait
dengan penyatuan persepsi dalam menyikapi kebutuhan masyarakat pada sektor
keberagamaan dalam mewujudkan layanan publik yang maksimal. Terdapatnya
ego sektoral dalam sistem pemerintahan sehingga menutup peluang dalam akses
komunikasi ke berbagai institusi lembaga pemerintah lainnya dalam membangun
isu-isu toleransi agama.
2. Untuk wilayah Kota Yogyakarta pembangunan masyarakat
khususnya pada aspek pembangunan agama, Pemerintah Kota Yogyakarta
mendisposisikan pelaksanaan secara teknis pada kantor Pemberdayaan
Masyarakat dan Perempuan, pada seksi pemberdayaan masyarakat. Secara
operasional disposisi ini hanya bersifat pelimpahan kewenangan dalam bentuk
realisasi anggaran yang terkait dengan kegiatan-kegiatan keagamaan baik yang
bersifat pembangunan fisik, maupun perayaan hari besar agama. Sedangkan
kegiatan yang terkait dengan toleransi umat beragama Pemerintah Kota
Yogyakarta mendisposisikan ke FKUB Kota Yogyakarta. Begitu juga
Kementerian Agama Kota Yogayakarta, walaupun secara institusi tidak memiliki
tanggung jawab secara struktural pemerintahan dengan Pemerintahan Kota
Yogyakarta. Akan tetapi proses komunikasi terkait dengan kebijakan
pembangunan toleransi agama pada dasarnya harus dilakukan. Penyatuan persepsi
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
344
diantara institusi pemerintahan sangatlah penting, apalagi terkait dengan
pelayanan hak-hak dasar keberagamaan masyarakat yang harus dilakukan oleh
pemerintah beserta pihak yang terkait. Proses pengkomunikasian terkait dengan
konten regulasi toleransi agama yang menjadi fokus dalam penelitian ini tidak
berjalan dengan baik. Kuatnya pengaruh Sultan dalam sistem Pemerintahan Kota
Yogyakarta. Akan tetapi pada sektor pembangunan agama pada aspek toleransi
agama, belum menunjukkan pengaruh yang kuat dalam mewujudkan
pembangunan toleransi agama. Begitu juga dengan adanya ego sektoral dalam
sistem pemerintahan Kota Yogyakarta, sehingga kondisi ini melemahkan secara
struktural dalam proses pengkomunikasian konten regulasi toleransi agama.
3. FKUB secara politik dilemahkan fungsi dan peranannya oleh
Pemerintahan Kota Bogor dan Yogyakarta, sehingga mematikan fungsi dan
peranannya bersama pemerintah dalam mewujudkan harmonisasi kehidupan
keberagamaan di masyarakat dan oleh karena itu pada pemenuhan hak-hak dasar
setiap individu tidak terlayani dengan baik dalam menjalani keyakinan agamanya
masing-masing, yang pada dasarnya hak- hak tersebut telah dilindungi Undang-
Undang Dasar 1945. Akibatnya ada ketidakjelasan anggaran operasional FKUB
sebagai lembaga resmi pemerintah.
4. Pembangunan agama, pada sektor toleransi agama belum menjadi
agenda penting dalam pembangunan bagi ke dua daerah tersebut. Sehingga
rendahnya respon yang dilakukan oleh institusi negara seperti lembaga
Kementerian Agama dan Pemerintah Kota dalam melakukan monitoring serta
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
345
evaluasi terhadap perkembangan penyiaran agama yang menjurus pada
pemahaman “radikalisme” agama di masyarakat.
5. Lemahnya pemahaman Pemerintah Kota Bogor dan Yogyakarta
terhadap konten regulasi toleransi agama, sehingga menghambat proses
komunikasi dari regulasi tersebut baik secara struktural maupun kultural.
6. Terdapat anomali sikap Pemerintah Kota Bogor terkait dengan
peranan dan fungsinya dalam mewujudkan harmonisasi kehidupan keberagamaan
warganya, sebagai contoh, di Kota Bogor masih terdapat penyiaran agama yang
menyalahi aturan pemerintah dalam batasan penggunaan pengeras suara. Begitu
juga masih ada tuntutan dari penganut Keristen terkait tentang putusan kasus GKI
Yasmin, tuntutan itu terkait dengan ketidakpuasan terhadap pelaksanaan
keputusan hukum pada saat ini. Begitu juga dengan adanya pelarangan bagi warga
Syiah dalam memperingati hari Asyuro yang dikeluarkan oleh Walikota terkait.
7. Pemerintah Kota Yogyakarta, terkesan kurang responsif terhadap
pelaksanaan putusan pembangunan rumah Ibadah/Balai Kerajaan Saksi-Saksi
Yehuwa, yang oleh FKUB Kota Yogyakarta telah di rekomendasikan dan
rekomendasi tersebut mendapat persetujuan dari Kementerian Agama Kota
Yogyakarta. Demikian juga dalam akses untuk mencari solusi bagi penganut
aliran Yehova. Kondisi ini diperparah dengan kurang responnya Pemerintah Kota
Yogyakarta dalam memberikan solusi yang dapat memecahkan persoalan
tersebut. Posisi Sultan selaku sosok yang sangat di patuhi dan dihormati oleh
seluruh warga Yogyakarta sangat diharapkan mampu memberikan solusi yang
bijaksana, terkait dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Pada kondisi ini maka
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
346
regulasi pemerintah “kalah” oleh kekuatan regulasi “sosial”, dengan
mengatasnamakan keamanan dalam menjaga stabilisasi sosial.
8. Bagi Kota Bogor yang lekat dengan budaya Sunda mampu menjadi
salah satu pendekatan strategis dalam membagun penguatan toleransi agama. Ada
ungkapan yang menjadi kearifan lokal warga masyarakat asli yang tinggal di Kota
Bogor sebagai berikut “ silih asih, silih asa, silih asuh” yang memiliki makna
bahwa setiap manusia harus punya rasa sayang kepada siapapun, tanpa terkecuali.
Hal ini sesuai dengan konsep musyawarah yang terdapat dalam masyarakat
melalui nilai “Welas Asih Pepitu” (Cinta kasih yang tuju) Secara sosiokultural
masyarakat yang tinggal di Kota Bogor, masih ada pengaruh sisa-sisa peninggalan
romantisme DI/TII pada masa lalu. Kondisi ini yang menjadi salah satu hambatan
bagi pemerintah maupun masyarakat dalam melakukan penguatan toleransi agama
baik secara struktural maupun kultural.
9. Masyarakat Kota Yogyakarta dengan kekuatan nilai-nilai budaya
Jawanya yang kuat dapat dijadikan sebagai basis penguatan dalam membangun
toleransi agama. Apalagi kekuatan budaya Jawa yang dibangun atas philosofis
nilai yang memiliki muatan ketuhanan, alam, dan manusia. Sebagaimana
terungkap dalam ungkapan yang sudah menjadi nilai kearifan lokal masyarakat
“Mulih mula mulanira” yang maksudnya manusia berasal dari Tuhan dan kelak
akan kembali kepada Tuhan. Kekuatan tersebut mampu melebur dalam sistem
kehidupan masyarakat, dengan berbagai perbedaan, baik perbedaan suku maupun
agama. Begitu juga dengan kekuatan tradisi dalam menerima perbedaan, sehingga
mereka terbiasa untuk menerima sesuatu perbedaan, hal ini terungkap lewat
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
347
ungkapan yang menjadi salah satu nilai kearifan lokal masyarakat asli Kota
Yogyakarta “ngono yo ngono, neng ojo ngono” Secara tidak langsung ungkapan
ini memberikan makna untuk lebih menghargai perbedaan.
10. Pemerintahan Kota Bogor dan Yogyakarta belum mengoptimalkan
potensi budaya dan kearifan lokal sebagai suatu modal besar bagi pemerintah dan
masyarakat dalam melakukan proses penguatan toleransi agama secara kultural.
Sudah seharusnya pemerintah lebih meningkatkan ide-ide kreatif melalui
revitalisasi kearifan lokal dan nilai budaya dalam proses perubahan sosial
masyarakat dengan catatan tidak menghilangi muatan philosofis dari nilainya.
11. Bagi masyarakat kota Yogyakarta kearifan lokal yang dimiliki
cenderung dikomersialisasikan untuk kepentingan pariwisata. Oleh karena itu
seyogyanya pemerintah dan masyarakat Yogyakarta memperkuat dan
mempertahankan nilai budaya yang dimiliki, yang mengandung makna filosofis
yang tinggi dan adi luhung.
8.2. Diskusi Teoritik
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan penelitian
yang telah dipaparkan maka dapat diajukan beberapa persoalan yang dapat
didiskusikan secara teoritik, yang menjadi suatu kebaruan dalam pengembangan
teori komunikasi pembangunan khususnya yang dikembangkan oleh Servaes.
Pembangunan agama, merupakan salah satu bentuk layanan publik
yang dilakukan oleh pemerintah. Menindaklanjuti pendekatan teori komunikasi
pembagunan yang dikembangkan oleh Servaes yang menganalisis ada sesuatu
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
348
kekuatan moral yang dibangunnya. Kekuatan moral tersebut merupakan kekuatan
yang berasal dari prinsip normativitas yang menyangkut hak-hak asasi manusia.
Kekuatan moral ini dijadikan basis bagi pemerintah dalam melakukan layanan
publik untuk memberikan layanan yang terbaik bagi setiap warga. Pada proses
selanjutnya aktor yang terlibat dalam proses pembangunan dapat memposisikan
dirinya sebagai pelaku dalam menjalankan proses pembangunan, serta
melepaskan dirinya baik secara individu maupun tugas pemerintahannya dari
kekuatan intervensi ideologi baik itu agama maupun politik. Sehingga kebijakan
yang dirumuskan dalam proses pembangunan merupakan kebijakan yang berpihak
kepada masyarakat sesuai dengan semangat regulasi. Pendekatan teori ini sangat
baik, untuk dijadikan salah satu pendekatan bangunan teori, dalam memperkaya
teori-teori yang sudah berkembang dalam diskursus keilmuan komunikasi
pembangunan. Akan tetapi Servaes tidak mempertimbangkan bagaimana bentuk
intervensi yang dilakukan oleh masyarakat dengan kekuatan nilai-nilai
budayanya. Dalam hal ini, sebagai bentuk kebaruan dalam pengembangan teori
komunikasi pembangunan, harus ada bentuk yang dapat mempasilitasi kekuatan
nilai-nilai budaya masyarakat dalam bentuk legalitas sosial maupun legalitas
pemerintah. Legalitas ini berfungsi untuk memberi kekuatan atas nilai kebebasan
dari intervensi kekuatan politik tertentu yang tidak berpihak kepada kepentingan
warga baik secara individu maupun kelompok. Dari proses analisis ini, jika
dikaitkan dengan peranan pemerintah dalam merealisasikan komunikasi
pembangunan agama, menawarkan suatu formulasi baru terkait dengan sistem dan
model komunikasi pembangunan agama. Sistem dan model komunikasi
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
349
pembangunan agama ini dikembangkan dari model dan sistem komunikasi yang
sudah dibangun oleh ilmuan sebelumnya. Sistem dan model komunikasi
pembangunan agama yang tawarkan lebih bersifat kontekstual, maka dari itu
sangat memungkinkan untuk dikembangkan dengan berbagai pendekatan, ketika
menerapkan konsep ini dalam menganalisis persoalan yang terkait dengan
pembangunan agama. Pada dasarnya tawaran konsep model dan sistem
komunikasi pembangunan agama ini juga bisa diterapkan pada sektor
pembangunan lainnya, misalnya kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Begitu juga dengan pelibatan warga dari akar rumput untuk terlibat secara
langsung dalam proses pembangunan yang ditawarkan oleh Servaes. Akan tetapi
partisipasi yang ditawarkan dalam teorinya belum sampai kepada penyatuan
persepsi antara aktor-aktor yang terlibat dalam proses pembangunan termasuk
masyarakat. Penyatuan persepsi ini sangat diperlukan mulai dari perencanaan
program pembangunan itu untuk dilakukan, sampai kepada tahapan evaluasi.
Penyatuan persepsi ini pada akhirnya mampu memberikan rasa kepemilikkan
yang kuat bagi seluruh komponen yang terlibat dalam proses pembangunan
sehingga pembangunan dapat dirasakan dampaknya secara positif oleh semua
pihak.
Dalam melakukan penguatan toleransi agama, melalui pendekatan
komunikasi pembangunan, dengan menjadikan teori komunikasi pembangunan
yang dikembangkan oleh Servaes. Ada beberapa lapisan-lapisan yang terlibat
dalam proses pembangunan agama, yaitu: Aktor, baik secara individu maupun
institusi pemerintah yang terkait dengan pembangunan di sektor agama. Sistem
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
350
struktural, merupakan suatu bentuk sistem yang berkembang dalam sistem
birokrasi pemerintahan yang ada di Indonesia. Begitu juga dengan sistem kultural,
di mana di dalamnya ada suatu kekuatan nilai-nilai philosofis yang kuat, terkait
dengan relasi nilai theologis, alam dan manusia. Hampir semua nilai budaya dan
kekuatan kearifan lokal masyarakat yang ada di Indonesia terutama dalam konteks
penelitian ini, pengaruh budaya Sunda dan Jawa dalam sistem sosial masyarakat
begitu terasa dipengaruhi oleh ke tiga relasi yang terkandung dalam muatan
theologis, alam dan manusia. Pada dasarnya kekuatan nilai filosofis yang terdapat
dalam nilai budaya dan kearifan lokal dapat dijadikan oleh pemerintah sebagai
salah satu landasan philosofis dalam mengkaji dan menerapkan regulasi terkait
dalam menerapkan suatu konsep kebijakan dalam proses pembangunan.
Terutama dalam penelitian ini proses pengkomunikasian yang terkait
dengan konten regulasi toleransi agama. Proses pengkomunikasian terhadap
konten regulasi toleransi agama selama ini tidak menjadi perhatian oleh beberapa
kalangan akademis, sehingga terkadang kita jumpai ada regulasi yang tidak
tersampaikan dengan baik oleh pemerintah, bahkan regulasi tersebut tidak
diketahui dengan baik oleh para aktor yang menjadi pengambil kebijakan dalam
proses pembangunan, begitu juga dengan masyarakat. Sehingga ada kesulitan
ketika regulasi yang sudah diterapkan tersebut untuk dilakukan evaluasi terhadap
indikator-indikator yang menjadi penghambat atau penunjang dalam proses
penerapan dari konten regulasi itu sendiri.
Untuk tatanan pemerintah daerah, sistem struktural ini sangat erat
kaitannya dengan setting situasi sosio kultural, terlebih dalam menyahuti
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
351
kebutuhan semangat otonomi daerah dalam sistem struktur pemerintahan di
tingkat daerah. Struktur ini menguat, ketika partisipasi masyarakat makin
diharapkan keterlibatannya dalam proses pembangunan. Sistem kultural, sistem
ini merupakan suatu bentuk perwujudan dari adaptasi suatu nilai-nilai budaya
yang dimunculkan dari suatu kekuatan etnisitas dari suatu kawasan dengan
berbagai macam nilai kearifan lokal yang ada. Pada dasarnya kekuatan nilai-nlai
lokal ini dapat diwujudkan dalam konteks kekinian dengan cara revitalisasi
terhadap nilai budaya dan kearifan lokal tersebut. Nilai budaya dan kearifan lokal
merupakan suatu perekat sistem yang didapati dalam sistem masyarakat kita yang
sudah ada dari dahulu.
Revitalisasi menjadi suatu keharusan yang dilakukan oleh aktor dalam
proses pembangunan Revitalisasi ini bertujuan memberikan suatu adaptasi nilai
budaya dan kearifan lokal yang masih tersisa dalam sistem sosial kehidupan
masyarakat untuk menyikapi terhadap suatu perubahan yang terjadi dalam
dinamika sosial masyarakat. Revitalisasi itu diwujudkan dalam bentuk kekinian
untuk menyahuti kebutuhan dalam memberi solusi terhadap persoalan sosial yang
terjadi dalam masyarakat.
Pengembangan ilmu-ilmu sosial yang sifatnya interdesipliner,
membutuhkan banyak pendekatan keilmuan untuk menjawab fenomena problem
yang dihadapi dalam masyarakat pada saat ini. Begitu juga dengan keilmuan
religion studies, yang dijadikan sebagai suatu pendekatan untuk mengurai
persoalan yang menjadi fokus dalam penelitian ini, serta menemukan jawaban-
jawaban akademik dengan menerapkan beberapa pendekatan keilmuan yang
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
352
sangat membantu untuk menemukan jawabannya, pada tahapan selanjutnya kajian
ini sangat membutuhkan kajian-kajian yang lebih mendalam untuk menemukan
jawaban yang lebih komprehensif dengan metode dan pendekatan yang berbeda
dengan penelitian ini
Dalam perkembangannya untuk keilmuan religion studies, mengalami
kemajuan yang sangat pesat, seiring dengan kebutuhan akan keberadaannya di
tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu pendekatan solusi secara keilmuan
dalam menyikapi persoalan masyarakat terkait dengan banyaknya konflik yang
dimunculkan oleh sikap keberagamaan masyarakat akhir-akhir ini. Sebagai satu
bentuk kebaruan, dari segi keilmuan studi ini menawarkan suatu konsep
pendekatan keilmuan baru dalam ruang lingkup kajian ilmu komunikasi sebagai
pengembangan terhadap ilmu komunikasi dan religion studies dalam menjawab
kebutuhan untuk memecahkan salah satu dari problema masyarakat saat ini yang
terkait dengan pembangunan agama. Akan tetapi selama ini agama hanya
diajdikan sebagai media pendekatan dalam melakukan proses komunikasi
pembangunan, misalnya aspek kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Konsep keilmuan baru tersebut adalah komunikasi pembangunan
agama. Komunikasi pembangunan agama merupakan bahagian dari disiplin ilmu
dan aplikasi komunikasi dalam konteks pembangunan pada sebuah negara.
Berbeda dengan komunikasi pembangunan yang banyak diterapkan di negara-
negara berkembang. Komunikasi pembangunan agama dapat juga diterapkan di
negara-negara maju. Komunikasi pembangunan agama itu sendiri merupakan
komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan dalam
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
353
bidang agama oleh suatu negara. Serta dapat diterapkan sebagai salah satu strategi
kebijakan pembangunan agama khususnya dalam melakukan penguatan toleransi
agama baik dalam pendekatan sistem struktural pemerintahan, begitu juga dengan
sistem kultural masyarakat. Pengkajian dalam pendekatan filsafat ilmu
pengetahuan, guna memperkuat posisi konsep komunikasi pembangunan agama
sebagai suatu ilmu yang bersandar kepada ilmu-ilmu sosial, dimana menggunakan
pendekatan-pendekatan ilmu lain dalam pengembangannya pada tahapan
selanjutnya.
Perlu adanya suatu sistem komunikasi pembangunan agama, yang
mampu menganalisis lebih mendalam tentang kajian yang berhubungan dengan
komunikasi pembangunan agama. Temuan teoritis tersebut dapat dirumuskan
dengan istilah RDICS (Religion Development Information Communication
System) Adapun komponen RDICS ini, yaitu; 1. Pemerintah, 2. Perguruan Tinggi,
3. Lembaga Penelitian, 4. Civil Society. Keempat komponen ini dalam prosesnya
saling bertukar informasi, untuk memberikan kontribusi dalam membangun
penguatan pembangunan agama secara keilmuan. Komponen RDICS selama ini
nampaknya masih berjalan sendiri-sendiri dalam fokus pengkajian pembangunan
agama di Indonesia. Maka dari itu sangat diperlukan mediator yang menjadi
“aktor” penting dalam mengoperasionalisasikan kompenen RDICS secara teknis.
Sehingga komponen ini dapat dijadikan pendekatan akademik dalam melakukan
pembangunan keberagamaan. Dalam konteks kajian komunikasi pembangunan
agama juga diharapkan dapat meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat dengan
berbagai macam nilai- nilai kekuatan yang terdapat dalam sistem sosialnya. Pada
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
354
posisi ini peneliti setuju dengan apa yang dikembangkan oleh Servaes terhadap
pendekatan-pendekatan yang dilakukannya, untuk melihat secara komprehensif
terhadap penerapan keilmuan komunikasi pembangunan dalam melakukan proses
pembangunan, terlebih pendekatan hak asasi manusia dan mengakomodir nilai-
nilai etnisitas dalam merumuskan proses kebijakan pembangunan. Masyarakat
sudah bukan hanya menjadi obyek dari pembangunan akan tetapi dapat menjadi
subyek yang perlu dipertimbangkan posisinya dalam proses pembangunan.
8.3. Implikasi Kebijakan
1) Pemerintahan Kota Bogor secara teknis dapat menjadikan nilai budaya
sebagai salah satu pendekatan dalam menjalankan konten regulasi
terkait dengan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri terkait dengan peran kepala daerah dalam mewujudkan
harmonisasi kehidupan umat beragama. Pemerintahan Kota Yogyakara
dengan undang-undang keistimewaan yang dimilikinya dapat dijadikan
sebagai basis baik secara struktur pemerintahan maupun kultur
masyarakat dalam menjalankan konten regulasi terkait dengan
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri terkait
dengan peran kepala daerah dalam mewujudkan harmonisasi kehidupan
umat beragama
2)Memperkuat kelembagaan FKUB, dengan memfungsikan FKUB
sebagai penggerak pemeliharaan kerukunan umat beragama pada
tingkat daerah, dengan melibatkan seluruh komponen yang terkait
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
355
termasuk masyarakat. Dengan sifat kelembagaannya yang independensi
terhadap kepentingan politik pada tingkat lokal. Secara teknis
kelembagaan ini dapat diperkuat sampai kepada srutktur pemerintahan
yang terendah. Sehingga informasi-informasi terkait dengan
pembangunan toleransi agama dapat terserap dengan baik oleh
pemerintah terhadap situasi dan kondisi yang sedang berkembang
dimasyarakat. Monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas kegiatan
keagamaan di masyarakat dapat terpantau dengan baik. Pada proses
selanjutnya dapat menimalisir kemungkinan terjadinya tindakan-
tindakan intoleransi di masyarakat.
3) Redefenisi terhadap pengertian, peran, dan fungsi penyuluh agama di
Indonesia. Sebagai suatu alat negara yang berhadapan langsung dengan
masyarakat terkait dengan persoalan pembinaan umat beragama.
Redefinisi ini juga dapat dilakukan secara teknis oleh pemerintah Kota
Bogor dan Yogyakarta, ketika Pemerintah Kota mengoptimalkan
dengan baik peran penyuluh agama dimasyarakat, fokus dalam
memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan penguatan
kehidupan toleransi keberagamaan. Kondisi ini dapat terbagun dengan
baik apabila ada sinergi dalam bentuk komunikasi yang efektif antara
Pemerintah Kota beserta lembaga struktur pemerintahan yang terkait
dengan Kementerian Agama
4) Mengoptimalkan peran tokoh agama dalam masyarakat, yang dilakukan
oleh pemerintah beserta seluruh institusi yang terkait dalam
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
356
pembangunan umat beragama tanpa mengeyampingkan peranannya dari
perkembangan politik lokal di daerah.
5) Pemerintah seharusnya lebih meningkatkan peranannya dalam
melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terkait dengan
kelompok-kelompok organisasi masyarakat yang berbasis agama untuk
menimalisir kelompok-kelompok aliran yang mengajarakan faham-
faham radikalisme di masyarakat.
6) Mengoptimalkan sistem komunikasi pembangunan terhadap institusi
pemerintah, dengan memanfaatkan seluruh sumber yang ada.
Membangun model pendekatan komunikasi pembangunan yang efektif
dan dialogis. Aspek ini dapat diawali dengan pertukaran data informasi
yang kongkrit terkait dengan demografi masyarakat. Informasi ini
sangat penting sebagai langkah awal bagi pemerintah dengan struktur
kelembagaan yang terkait dalam menyusun perencanaan dan
menentukan strategi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Penguatan Toleransi Agama Dalam Komunikasi Pembangunan Agama (Studi Kasus Pemerintah KotaBogor DanYogyakartaHASAN SAZALIUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/