PENDAHULUAN -...
Transcript of PENDAHULUAN -...
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahan adalah bagian dari sumberdaya alam dan merupakan salah satu
komponen utama penyusun kehidupan di Bumi. Komponen utama lainnya adalah
air, oksigen, karbon, nitrogen dan sinar Matahari. Seluruh komponen memiliki
peranan yang sama penting dalam menjaga kelangsungan kehidupan di muka
Bumi. Kehilangan salah satu komponen tersebut akan menyebabkan terganggu
atau bahkan hilangnya kehidupan di Bumi (Platt, 2004).
Istilah lahan setidaknya memiliki empat pengertian (Platt, 2004).
Pengertian pertama, lahan adalah material fisik dari kulit Bumi (physical material
of Earth’s crust) yang mendukung segala bentuk kehidupan. Pengertian kedua,
lahan adalah tanah dan semua benda yang menyatu dengannya yang menjadi
objek kepemilikan dan mempunyai status hukum (real property or real estate).
Menurut pengertian yang kedua, lahan terbagi menjadi satuan tertentu yang
disebut persil (parcel). Setiap persil memiliki batas dan status kepemilikan yang
terdefinisikan dengan jelas. Pemilik persil dapat berupa perorangan, kelompok,
korporasi atau lembaga pemerintah. Pengertian ketiga, lahan adalah objek yang
memiliki nilai ekonomi (an object of capital value). Implikasi dari pengertian
ketiga adalah lahan merupakan sesuatu yang dapat dimiliki dan digunakan oleh
pemiliknya untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang maksimal. Pengertian
keempat, lahan adalah sesuatu yang dapat mempunyai nilai nonekonomi.
Manusia memanfaatkan sumberdaya lahan dengan berbagai cara dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk dan cara pemanfaatan sumberdaya
lahan sangat beragam. Keragaman cara pemanfaatan sumberdaya lahan
berkembang sejalan dengan berkembangnya peradaban manusia. Segala bentuk
dan cara pemanfaatan sumberdaya lahan oleh manusia disebut penggunaan lahan
(Aspinal dan Hill, 2008)
2
Penggunaan lahan merefleksikan interaksi antara manusia dengan
lingkungannya. Interaksi terjadi mulai dari skala lokal hingga skala global. Pada
tingkat lokal, penggunaan lahan merupakan hasil interaksi antara individu atau
kelompok individu dengan kondisi lingkungannya. Setiap individu merupakan
pengambil keputusan tentang apa bentuk dan atau bagaimana cara memanfaatkan
sumberdaya lahan yang dimilikinya. Pada tingkatan yang lebih makro, regional
hingga global, penggunaan lahan merupakan interaksi antara korporasi atau
lembaga pemerintah (Aspinal dan Hill, 2008).
Sumberdaya lahan termasuk dalam kategori sumberdaya yang
kuantitasnya terbatas. Manusia, sebagai pengguna utama sumberdaya lahan,
cenderung meningkat populasinya dari waktu ke waktu. Meningkatnya populasi
juga diikuti dengan meningkatnya kebutuhan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan manusia, terhadap sumberdaya lahan,
adalah berubahnya bentuk dan cara pemanfaatan sumberdaya lahan. Fenomena ini
disebut sebagai dinamika penggunaan lahan. Dinamika penggunaan lahan adalah
perubahan penggunaan lahan menurut ruang dan waktu (Aspinal, 2008).
Geografi adalah ilmu yang mengkaji fenomena dan proses yang terjadi di
permukaan Bumi. Kajian meliputi fenomena dan proses alamiah maupun yang
berkaitan dengan manusia. Lingkup kajian mulai skala lokal hingga skala global
(Matthews and Herbert, 2008). Menurut White (2002; dalam Herbet, 2008) proses
di permukaan Bumi yang dikaji dalam geografi meliputi proses lingkungan dan
proses sosial. Fokus kajian ilmu geografi adalah pada dimensi keruangan (spatial
dimension) dari proses lingkungan dan sosial tersebut. Menurut Gaile dan
Willmot (2003; dalam Herbet, 2008) Geografi adalah ilmu yang mengkaji
dinamika lingkungan dan sosial (environmental and societal dynamics) dan
mengkaji interaksi sosial dan lingkungan (society-environment interactions).
Ilmu geografi mengkaji fenomena dan proses dipermukaan Bumi
berlandaskan pada tiga konsep inti. Konsep tersebut adalah ruang (space), tempat
(place) dan lingkungan (environment). Geografi dipandang sebagai nexus, yaitu
pertampalan antara konsep ruang, tempat dan lingkungan seperti ditunjukkan pada
3
Gambar 1.1. Inti dari kajian geografi, berdasarkan gambar tersebut, adalah suatu
integrasi antara variasi keruangan (spatial variation) yang ada di permukaan Bumi
dengan perbedaan atau keunikan antar tempat (distinctiveness of places) dan
interaksi antara manusia dengan lingkungannya
Gambar 1.1. Tiga Konsep Inti dalam Ilmu Geografi (Matthews and Herbert, 2008)
Penggunaan lahan dan dinamikanya merupakan hasil interaksi manusia
dengan lingkungannya. Interaksi terjadi pada tempat-tempat atau lokasi-lokasi
tertentu di permukaan Bumi. Bentuk dan intensitas interaksi tersebut bervariasi
disetiap tempat. Tempat kedudukan suatu fenomena, termasuk fenomena interaksi
antara manusia dan lingkungannya, dalam perspektif ilmu geografi disebut
sebagai ruang. Ruang dalam hal ini merupakan wadah (container) tempat
berlangsungnya proses interaksi.
Dimensi keruangan adalah salah satu fokus kajian dan sekaligus menjadi
ciri dari ilmu geografi. Ruang digunakan sebagai dasar untuk mengkaji ada
tidaknya hubungan antarfenomena. Dua atau lebih fenomena yang menempati
atau berada pada ruang yang sama mengindikasikan adanya hubungan
antarfenomena tersebut. Hubungan ini disebut sebagai hubungan keruangan.
Pemodelan spasial merupakan metodologi penelitian yang berakar pada
paradigma atau kerangka teoretis yang disebut sebagai ilmu keruangan (spatial
science). Paradigma tersebut merupakan satu di antara empat paradigma penting
4
yang digunakan dalam kajian geografi dewasa ini. Paradigma yang dimaksud
adalah spatial science, humanism, critical realism dan poststructuralism (Gomez
dan Jones, 2010). Berdasarkan uraian tersebut, pemodelan spasial merupakan
salah satu pilar penting dari metodologi penelitian dalam ilmu geografi.
Pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan pada hakikatnya bertujuan
untuk memahami dan menjelaskan mekanisme keruangan terjadinya dinamika
penggunaan lahan. Mekanisme keruangan yang sesungguhnya, di dunia nyata,
sangat kompleks dan tidak dapat diketahui secara pasti. Melalui pemodelan,
mekanisme tersebut akan disederhanakan agar lebih mudah dipahami.
Penyederhanaan, dalam rangka menghasilkan model spasial, terdiri dari dua
proses utama. Proses yang pertama adalah konseptualisasi mekanisme dinamika
penggunaan. Proses yang kedua adalah implementasi atau operasionalisasi model
konseptual pada domain spasial
Konseptualisasi mekanisme dinamika penggunaan akan menghasilkan apa
yang disebut sebagai model konseptual. Model ini menggambarkan ide, gagasan
atau pemikiran tentang mekanisme terjadinya dinamika penggunaan lahan.
Umumnya, pendekatan yang digunakan sebagai dasar penyusunan model
konseptual adalah teori atau hasil penelitian. Model yang disusun semata
mendasarkan pada teori disebut sebagai model teoretis. Syarat utama penyusunan
model teoretis adalah adanya teori yang mapan atau definitif mengenai fenomena
atau objek yang dimodelkan.
Teori definitif tentang mekanisme keruangan terjadinya dinamika
penggunaan lahan belum ada (Aspinal, 2008; Aspinal dan Hill, 2008). Dinamika
penggunaan lahan bukan semata proses alamiah yang dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori ilmu alam atau ilmu pasti. Dinamika penggunaan lahan adalah
fenomena kompleks yang melibatkan aspek sosial, budaya, ekonomi dan juga
kebijakan. Konseptualisasi dinamika penggunaan lahan memerlukan integrasi
atau kombinasi (overarching) berbagai teori (Aspinal, 2008)
Belum adanya teori definitif tentang mekanisme keruangan dinamika
penggunaan lahan merupakan permasalahan sekaligus celah pengetahuan (gap of
5
knowledge) yang harus diisi melalui penelitian. Model konseptual dinamika
penggunaan lahan tidak dapat disusun semata mendasarkan teori. Dinamika
penggunaan lahan adalah fenomena yang bervariasi menurut ruang dan waktu.
Teori yang sesuai diterapkan pada tempat dan waktu tertentu tidak dapat serta
merta dideduksi untuk tempat lain. Pendekatan teoretis harus selalu dikombinasi
dengan pendekatan empiris. Kajian secara empiris berlandasakan pada fakta
tentang adanya perubahan penggunaan lahan. Melalui suatu analisis, yang
umumnya dilakukan dengan teknik analisis statistik, dapat diketahui faktor yang
berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan. Hasil analisis dapat
dikombinasikan dengan teori yang relevan untuk menyusun model konseptual
dinamika penggunaan lahan.
Model konseptual adalah tahap awal dalam penyusunan model spasial
dinamika penggunaan lahan. Konsep tersebut harus dapat diimplementasikan
dalam bentuk yang lebih nyata. Komponen model konseptual perlu dijabarkan
menjadi komponen pemodelan spasial. Pemodelan spasial terdiri atas tiga
komponen utama yaitu input pemodelan, algoritma pemodelan dan output
pemodelan. Ciri yang membedakan model spasial dari model nonspasial adalah
bagaimana dimensi keruangan direpresentasikan pada setiap komponen modelnya.
Model spasial merepresentasikan dimensi keruangan secara jelas atau eksplisit,
sehingga disebut disebut dengan istilah spatially explicit model.
Input pemodelan disebut sebagai variabel pemodelan, yaitu representasi
dari faktor-faktor yang mempunyai hubungan signifikan dengan terjadinya
perubahan penggunaan lahan. Variabel dalam pemodelan spasial adalah data
spasial atau disebut sebagai peta variabel. Peta tersebut diperoleh melalui proses
yang disebut spasialiasi. Makna spasialisasi dalam hal ini kurang lebih sama
dengan pemetaan. Peta variabel diperoleh melalui pemetaan atau spasialisasi
terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan dinamika penggunaan lahan.
Faktor-faktor tersebut dipetakan menggunakan entitas spasial tertentu. Entitas
spasial dalam konteks pemetaan disebut sebagai unit pemetaan.
6
Spasialisasi data adalah proses penting dalam pemodelan spasial. Metode
dan teknik spasialisasi seharusnya menjadi kajian fundamental dalam pemodelan
spasial namun sering diabaikan. Setidaknya terdapat dua hal mengapa metode dan
atau teknik spasialisasi sangat penting dalam pemodelan spasial dinamika
penggunaan lahan. Pertama, faktor yang berhubungan dengan perubahan
penggunaan lahan sangat beragam antara lain faktor fisik lahan, faktor sosial-
ekonomi, faktor kebijakan pemerintah dan persepsi individu. Konsekunsesi dari
beragamnya faktor tersebut adalah beragam pula jenis datanya. Kedua, faktor-
faktor yang berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan tidak selalu
mempunyai dimensi keruangan yang jelas atau eksplisit. Faktor-faktor yang
demikian disebut sebagai a multivariate pseudo spatial sphere of influence (Hill
dan Aspinal, 2006). Data mengenai faktor-faktor tersebut tidak berada pada
domain spasial. Konsekuensinya, diperlukan proses transformasi untuk mengubah
domain data dari domain asli menjadi domain spasial.
Algoritma secara harfiah berarti suatu prosedur untuk menyelesaikan suatu
masalah atau prosedur untuk mencapai suatu tujuan. Prosedur tersebut berisi
seperangkat aturan yang jelas (unambiguous rules) mengenai tahapan operasional
yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Longley, 2005). Algoritma,
dalam konteks pemodelan spasial, diperlukan untuk mengimplementasikan model
konseptual menjadi model yang lebih kongkrit dan memiliki karakter keruangan
eksplisit yaitu simulasi spasial (spatial simulation). Simulasi spasial adalah
replika mekanisme keruangan atau proses terjadinya perubahan penggunaan
lahan. Hasil konkret yang diperoleh dari simulasi spasial adalah data spasial atau
peta prediksi perubahan penggunaan lahan. Peta tersebut memberikan gambaran
tentang lokasi-lokasi yang diperkirakan mengalami perubahan penggunaan lahan.
Data spasial atau peta prediksi perubahan penggunaan lahan memiliki
manfaat penting dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan lingkungan
(Wainwright and Mulligan, 2004; Aspinal and Hill, 2007). Kegiatan perencanaan,
wilayah maupun kota (regional or urban planning), selalu membutuhkan beragam
data masukan. Prediksi keruangan perubahan penggunaan lahan menjadi masukan
7
yang berharga dalam perencanaan karena dapat memberikan gambaran tentang
konfigurasi penggunaan lahan di masa yang akan datang (Koomen and Stillwell,
2007). Peta prediksi perubahan penggunaan sangat dibutuhkan namun
ketersediannya relatif terbatas. Pemodelan spasial dapat memberikan kontribusi
yaitu mengisi atau menyediakan data tersebut (fill gaps in data availability).
Uraian tentang dinamika penggunaan lahan dan hakikat model atau
pemodelan, menunjukkan arti penting dan keterkaitan antar keduanya. Dinamika
penggunaan lahan sangat penting dikaji karena berkaitan dengan beragam aspek
mendasar dalam kehidupan manusia. Dinamika penggunaan lahan, di sisi lain,
merupakan fenomena keruangan kompleks yang tidak mungkin dikaji secara
langsung. Pemodelan spasial adalah salah satu metode yang tepat untuk mengkaji
fenomena tersebut.
Pemodelan spasial berfungsi sebagai alat bantu untuk memahami dan
menjelaskan terjadinya dinamika penggunaan lahan. Hal ini sejalan dengan fungsi
didactic dan heuristic dari model seperti yang dikemukakan oleh Sanders (2007).
Pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan mempunyai fungsi didactic dan
heuristic. Fungsi didactic berarti memahami terjadinya dinamika penggunaan
lahan. Fungsi heuristic berarti menjelaskan proses terjadinya dinamika
penggunaan lahan. Berdasarkan pada dua fungsi model tersebut, hal penting dan
mendasar dalam penelitian tentang pemodelan adalah cara atau proses penyusunan
model. Hal-hal yang berkaitan dengan proses penyusunan model adalah fokus dari
penelitian tentang pemodelan.
Merujuk pada fungsi didactic dan heuristic dari model, penelitian tentang
pemodelan dinamika penggunaan lahan pada hakikatnya dapat dilakukan
dimanapun (any area). Fokus penelitian adalah pada cara menyusun model dalam
rangka memahami dan menjelaskan proses terjadinya dinamika penggunaan lahan
pada daerah yang dipilih. Cara penyusunan model berhubungan dengan
pendekatan dan metode yang digunakan dalam menyusun model. Terdapat dua
pendekatan utama dalam hal ini yaitu deduktif atau teoretis dan induktif atau
empiris. Mengingat bahwa belum ada teori definitif tentang dinamika penggunaan
8
lahan, maka pendekatan teoretis harus selalu digabungkan dengan pendekatan
empiris.
Data adalah elemen fundamental dalam pemodelan empiris. Ketersediaan
data, terutama data spasial multitemporal, menjadi hal penting yang harus
dipertimbangkan dalam penelitian tentang pemodelan spasial. Konsekuensinya,
pertimbangan tersebut juga harus digunakan dalam pemilihan atau penentuan
daerah penelitian. Lokasi atau area yang datanya relatif lengkap menjadi prioritas
untuk dijadikan sebagai daerah penelitian. Hal lain yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan daerah penelitian adalah adanya fenomena perubahan
penggunaan lahan yang cukup signifikan.
Kota Yogyakarta adalah kota yang dikenal dengan beberapa sebutan atau
predikat. Sebutan tersebut antara lain kota perjuangan, kota kebudayaan, kota
wisata dan kota pelajar. Kota pelajar adalah predikat yang paling dikenal oleh
masyarakat. Sebutan sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan perannya
dalam dunia pendidikan. Kondisi tersebut didukung oleh tersedianya tempat
pendidikan dari berbagai jenjang. Khusus pada jenjang perguruan tinggi, jumlah
maupun ragam tempat pendidikan yang tersedia sangat memadai. Berdasar data
dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat
kurang lebih 144 perguruan tinggi di Kota Yogyakarta dan sekitarnya.
Keberadaan fasilitas pendidikan tersebut menjadi faktor yang menarik minat
orang untuk datang ke Yogakarta.
Berbagai predikat yang melekat pada Kota Yogyakarta menjadikannya
sebagai daerah dengan karakteristik yang khas yang berbeda dengan daerah
lainnya. Kondisi tersebut secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
dinamika perkembangan Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Kota
Yogyakarta berkembang menjadi pusat kegiatan bisnis, terutama di sektor
pendidikan dan sektor yang terkait, yang dinamis bagi daerah di sekitarnya.
Perkembangan kota ke daerah di sekitarnya merupakan konsekuensi logis akibat
meningkatnya kegiatan perekonomian dan terbatasnya lahan yang tersedia.
9
Perubahan penggunaan lahan di daerah sekitar kota adalah dampak yang tidak
dapat dihindari.
Fakta perkembangan daerah pinggiran Kota Yogyakarta dapat dirunut
berdasarkan data dari BPS seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Selama kurun waktu
25 tahun (1980 - 2005) di daerah pinggiran Kota Yogyakarta terjadi perubahan
penggunaan lahan yang cukup signifikan. Persentase lahan pertanian yang
berubah menjadi lahan nonpertanian berkisar antara 17,5% sampai dengan 27 %.
Persentase perubahan lahan pertanian terbesar terdapat di Kecamatan Kasihan
Kabupaten Bantul yaitu 27 %. Persentase perubahan lahan pertanian terkecil
yaitu 17,5% terdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Gamping Kabupaten
Sleman dan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Persentase perubahan
lahan pertanian tersebut mengindikasikan adanya dinamika penggunaan lahan
yang cukup tinggi di daerah penelitian.
Tabel 1.1. Luas Lahan Pertanian di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta Th. 1980 - 2005
Kabupaten Sleman (ha) Kabupaten Bantul (ha) Tahun Gamping Mlati Depok Banguntapan Sewon Kasihan
1980 1.368 1.300 745 1.708 1.744 922 1985 1.385 1.378 741 1.708 1.668 920 1990 1.263 1.284 740 1.549 1.604 834 1995 1.251 1.295 608 1.534 1.491 806 2000 1.225 1.291 602 1.466 1.363 707 2005 1.128 984 564 1.409 1.305 673
Sumber : Sleman dalam Angka (1980-2005) dan Bantul dalam Angka (1980-2005)
Karakteristik Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya, serta hakikat
penelitian tentang pemodelan dinamika penggunaan lahan, merupakan
pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan daerah penelitian. Lokasi
penelitian adalah Kota dan daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Secara
administratif, daerah penelitian meliputi seluruh wilayah Kota Yogyakart,
sebagian wilayah Kabupaten Sleman dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul.
Daerah penelitian yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul meliputi tiga
kecamatan yaitu Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon dan Kecamatan
Kasihan. Daerah penelitian yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman
10
meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Depok, Kecamatan Mlati dan
Kecamatan Gamping. Daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Lokasi Daerah Penelitian
Kajian secara keruangan mengenai perubahan penggunaan lahan di Kota
Yogyakarta dan daerah pinggirannya dapat dilakukan melalui analisis peta dan
atau data penginderaan jauh multitemporal. Peta penggunaan lahan multitemporal
adalah data yang ideal untuk keperluan tersebut. Permasalahannya, peta
penggunaan lahan multitemporal tidak selalu tersedia. Ketersediaan data
penginderaan jauh multitemporal, di sisi lain, jauh lebih baik dibandingkan peta.
Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini juga mendukung ketersedian
data spasial pada berbagai tingkat kerincian (resolusi spasial). Kelebihan tersebut
11
menyebabkan data penginderaan jauh semakin banyak digunakan sebagai basis
dalam berbagai kajian fenomena secara keruangan. Data penginderaan jauh sangat
sesuai digunakan sebagai basis pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan.
1.2. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Uraian tentang latar belakang penelitian menyiratkan beberapa masalah
berkaitan dengan dinamika penggunaan lahan dan cara mengkajinya melalui
pemodelan. Permasalahan yang dimaksud dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Teori yang menjelaskan penyebab terjadinya dinamika penggunaan
lahan belum bersifat definitif. Dinamika penggunaan lahan adalah
fenomena keruangan kompleks. Faktor penyebabnya sangat beragam dan
hampir sulit diidentifikasi secara pasti. Kompleksitas dari faktor tersebut
semakin bertambah karena intensitas atau peran dari setiap faktor juga
bervariasi menurut ruang dan waktu. Identifikasi faktor penyebab dinamika
penggunaan lahan tidak dapat dilakukan semata-mata secara deduktif
berlandasakan teori atau hasil penelitian terdahulu. Metode deduktif harus
selalu dikombinasikan dengan metode induktif yang berlandasakan pada
analisis terhadap fakta empiris. Dimensi keruangan merupakan aspek
penting yang harus dipertimbangkan dalam analisis, karena dinamika
penggunaan lahan adalah fenomena keruangan. Sebagai konsekuensinya,
faktor-faktor penyebab terjadinya dinamika penggunaan lahan di
daerah penelitian perlu dikaji secara empiris melalui analisis secara
keruangan (analisis spasial). Kajian perlu dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek penting dalam analisis spasial yaitu pengaruh
skala terhadap hasil analisis. Permasalahan ini dikenal dengan sebutan
MAUP (Modifiable Area Unit Problem)
2. Belum ada teori spesifik yang menjelaskan tentang mekanisme
keruangan terjadinya dinamika penggunaan lahan. Dinamika
penggunaan lahan merupakan hasil interaksi keruangan kompleks dari
berbagai faktor. Mekanisme interaksi yaitu kapan dan bagaimana cara
12
berinteraksinya faktor-faktor tersebut tidak atau belum diketahui secara
pasti. Konsep tentang mekanisme dinamika penggunaan lahan perlu
dirumuskan dalam suatu model konseptual. Penelitian terdahulu belum
ada yang merumuskan dengan jelas mekanisme keruangan terjadinya
dinamika penggunaan lahan.
3. Model konseptual adalah model yang berada pada domain konsep atau
gagasan. Konsep tentang dinamika penggunaan lahan perlu dikonversi
menjadi model dengan domain yang sesuai. Dinamika penggunaan lahan
adalah fenomena keruangan. Domain pemodelan yang sesuai untuk
fenomena keruangan adalah domain spasial. Model yang dihasilkan disebut
sebagai model spasial. Konversi model konseptual menjadi model spasial,
memunculkan masalah transformasi domain. Transformasi dari domain
konsep atau nonspasial menjadi domain spasial pada hakikatnya adalah
spasialisasi data. Spasialisasi data memerlukan metode dan teknik. Metode
dan teknik spasialisasi data adalah bagian penting dalam penyusunan
model spasial namun belum banyak dikaji.
4. Model spasial dinamika penggunaan lahan perlu diimplementasikan
dalam bentuk yang lebih konkret. Simulasi spasial atau simulasi
keruangan adalah salah satu bentuk konkret dari model spasial dinamika
penggunaan lahan. Mekanisme perubahan penggunaan lahan perlu
dimodelkan dalam suatu bentuk simulasi, sehingga diperoleh prediksi
perubahan penggunaan lahan dalam bentuk peta atau data spasial. Data
spasial ini selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan dalam berbagai
kegiatan perencanaan. Permasalahan terkait dengan implementasi model,
dalam bentuk simulasi spasial, adalah perlunya algoritma yang tepat atau
sesuai. Algoritma yang diperlukan adalah yang dapat mereplika mekanisme
keruangan dinamika penggunaan lahan, mengacu pada model konseptual
dan model spasial yang telah disusun. Algoritma simulasi keruangan yang
dapat memenuhi kriteria tersebut perlu dikaji.
13
Penelitian ini pada hakikatnya adalah proses untuk menemukan solusi atas
permasalahan yang telah dirumuskan. Penemuan solusi atau jawaban akan
diperoleh dengan mengajukan sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang secara secara keruangan memiliki hubungan
signifikan dengan perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian dan
bagaimana cara mengkajinya?
2. Teori atau konsep apa yang relevan dengan hasil kajian empiris tentang
determinan perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian? Bagaimana
mekanisme perubahan penggunaan lahan dikonseptualisasikan, ke dalam suatu
model, berdasarkan kombinasi teori dan hasil kajian empiris ?
3. Metode dan atau teknik apa yang dapat digunakan untuk melakukan
spasialisasi data dalam rangka mengubah model konseptual menjadi model
spasial?
4. Bagaimana mengimplementasikan model konseptual ke dalam domain
pemodelan spasial eksplisit?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji faktor-faktor yang mempunyai hubungan signifikan dengan
perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian
2. Merumuskan model konseptual sebagai kerangka teoretis penyusunan model
spasial dinamika penggunaan lahan
3. Mengkaji metode dan teknik spasialisasi data untuk untuk mengkonversi
model konseptual menjadi model spasial dinamika penggunaan lahan.
4. Mengaplikasikan model spasial dalam suatu bentuk simulasi keruangan
(spatial simulation) dinamika penggunaan lahan.
14
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap pengembangan ilmu baik pada tataran teoretis maupun
praktis. Manfaat pada tataran teoretis dalam rangka pengembangan ilmu Geografi
pada umumnya dan secara khusus di bidang Kartografi adalah:
1. Mengembangkan teori, metode dan teknik untuk mengkaji dinamika
penggunaan lahan secara keruangan. Penggunaan lahan dan dinamikanya
adalah bagian dari objek kajian ilmu geografi. Penelitian ini dapat
mempertegas arti dan makna pemodelan spasial sebagai salah satu metodologi
penelitian dalam ilmu geografi. Pemodelan spasial bukan sekedar teknik atau
metode tetapi merupakan metodologi penelitian. Suatu metodologi harus
mempunyai landasan konseptual atau teoretis yang jelas. Pemodelan spasial
adalah metodologi penelitian yang berakar pada paradigma ilmu keruangan
(spatial science). Setiap fenomena, yang menjadi objek kajian ilmu Geografi,
mempunyai tiga dimensi yaitu tematik, spasial dan temporal. Pemodelan
disebut sebagai pemodelan spasial jika dimensi ruang direpresentasikan secara
jelas dan menjadi bagian penting dalam analisis.
2. Mengembangkan metode pemetaan berbasis pemodelan (modeling based
mapping) sebagai bagian dari kajian Kartografi Analitik (Analytical
Cartography). Peta dapat dihasilkan melalui bermacam proses, salah satunya
adalah penggabungan atau sintesis dari beberapa peta yang telah ada. Model
statistik regresi, regresi logistik biner (binary logistic regression) dan
algoritma kecerdasan buatan (artificial intelligent) yaitu cellular automata,
yang digunakan untuk menyusun peta prediksi perubahan penggunaan lahan
dalam penelitian ini, adalah bentuk pengembangan metode dan teknik sintesis
peta.
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Model yang dihasilkan dalam penelitian ini, baik model konseptual maupun
model spasial yang berupa peta dan simulasi spasial, dapat digunakan sebagai
15
alat bantu (tools) untuk memahami dan menjelaskan faktor-faktor dan
mekanisme yang menyebabkan terjadinya dinamika penggunaan lahan.
2. Hasil pemodelan spasial yang berupa peta prediksi perubahan penggunaan
lahan dapat memberikan gambaran secara keruangan eksplisit (spatially
explicit) tentang kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan lahan di
daerah penelitian di masa yang akan datang. Pemerintah melalui instansi yang
kompeten dengan perencanan pembangunan dapat memanfaatkan peta
prediksi perubahan penggunaan lahan sebagai masukan dalam proses
perencanaan. Lokasi-lokasi yang diprediksikan mengalami perubahan, namun
dipandang berpotensi menimbulkan permasalahan dikemudian hari, dapat
diidentifikasi lebih awal.
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang penggunaan lahan, dinamika penggunaan lahan dan
pemodelan spasial telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Uraian berikut ini
menjelaskan tentang penelitian-penelitian tersebut untuk menentukan keaslian
penelitian ini.
1) Anwar (2002) meneliti dinamika perubahan penggunaan lahan melalui suatu
simulasi keruangan (spatial simulation). Penelitian dilakukan di sebagian
daerah Nong Chok, sub urban Kota Bangkok, Thailand. Luas daerah
penelitian kurang lebih 10 km2. Fokus penelitian adalah simulasi perubahan
penggunaan lahan sawah (paddy field) menjadi tambak atau kolam ikan air
tawar (fish pond). Periode perubahan yang dikaji adalah 19 tahun (1981 -
2000). Sumber data yang digunakan adalah foto udara Tahun 1981, 1990,
1995 dan 2000. Skala foto udara tersebut bervariasi yaitu skala 1: 50.000, 1:
20.000 dan yang terbesar 1: 15.000. Penggunaan lahan di daerah penelitian
dibedakan menjadi 5 kelas yaitu : paddy field, fish pond, resident and orchard
dan waterbody. Validasi hasil pemodelan dilakukan menggunakan sejumlah
indeks pola bentanglahan (landscape pattern indices). Indeks yang digunakan
16
adalah : luas, patch density, edge density, mean patch size dan mean nearest
neighborhood.
a. Daerah penelitian relatif kecil, tidak ada variasi bentanglahan
b. Pemilihan variabel pemodelan hanya berdasarkan studi pustaka,
tidak ada kajian (uji statistik) hubungan antara perubahan dengan
variabel
c. Variabel demografi dan sosial ekonomi lebih dominan
2) Singh (2003) dengan judul penelitian ” Modelling Land Use and Land cover
Changes Using Cellular Automata in Geo-Spatial Environment”. Penelitian
berlokasi di Kota Simla, Himarachal Pradesh India. Tujuan penelitan adalah
menyusun model cellular automata untuk memprediksikan perubahan
penutup dan penggunaan lahan. Fokus penelitian adalah pemodelan perubahan
penggunaan lahan dari pertanian ke nonpertanian. Model yang digunakan
adalah cellular automata yang diintegrasikan dengan SIG. Sumber data yang
digunakan adalah citra Landsat tahun 1987 dan citra IRS (Indian Remote
Sensing) 1 D tahun 1999. Citra tersebut digunakan untuk membuat peta
penggunaan lahan tahun 1987 dan 1999. Interpretasi citra dilakukan secara
visual. Penggunaan lahan di daerah penelitian dibedakan menjadi empat
kategori (kelas) yaitu permukiman, pertanian, lahan kosong (termasuk padang
rumput), semak belukar dan hutan. Cellular automa digunakan untuk
mengetahui dinamika perubahan lahan permukiman dan pertanian dengan
mengintegrasikan faktor fisik dan sosial-ekonomi ke dalam model. Faktor
yang digunakan sebagai input pemodelan terdiri dari delapan faktor yang
dikelompokkan menjadi dua kategori. Kategori pertama disebut faktor fisik,
yang terdiri dari curah hujan, lereng, aspect dan ketinggian. Kategori kedua
disebut faktor kedekatan (proximity), yang terdiri dari jarak terhadap jalan,
jarak terhadap kota, jarak terhadap pusat wisata dan jarak terhadap industri.
Setiap faktor diberi bobot, yaitu bobot kesesuaian untuk pertanian dan bobot
kesesuaian untuk permukiman. Penentuan bobot berdasarkan hasil wawancara
dengan narasumber yang dianggap kompeten.
17
a. Kategori perubahan penggunaan lahan yang dimodelkan terdiri dari
dua kategori yaitu perubahan menjadi lahan pertanian dan
perubahan menjadi permukiman
b. Simulasi dan prediksi perubahan penggunaan lahan didasarkan
pada dua faktor yaitu kesesuaian (suitability) dan ketetanggan
(neighborhood). Faktor kesesuaian diperoleh dengan
menggabungkan bobot dan skor delapan faktor. Metode
penggabungan yang digunakan adalah penjumlahan
3) Aguayo et al (2007) dengan judul penelitian ” Revealing the Driving Forces of
Mid-Cities Urban Growth Patterns Using Spatial Modeling: A Case Study of
Los Ángeles, Chile”. Penelitian dilakukan menggunakan pemodelan spasial
berbasis sistem informasi geografis (SIG). Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkuantifikasikan hubungan antara perkembangan kota dengan sejumlah
faktor yang diduga sebagai pemicu (driving force) dan memprediksikan pola
perkembangan kota. Faktor-faktor yang diduga sebagai pemicu perubahan
dipilih secara a priori menggunakan hipotesis yang disusun berdasarkan
pengetahuan lokal mengenai proses urbanisasi di kota tersebut. Faktor-faktor
yang telah dipilih selanjutnya digunakan sebagai variabel dalam pemodelan.
Variabel tersebut dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: variabel jarak,
variabel ketetanggaan dan variabel lingkungan. Variabel jarak terdiri dari:
jarak terhadap jalan, jarak terhadap batas kota, jarak terhadap pusat kota, jarak
terhadap fasilitas umum dan jarak terhadap sungai. Variabel ketetanggan
terdiri dari: kepadatan jaringan jalan, kepadatan daerah perkotaan, kepadatan
industri dan kepadatan fasilitas. Variabel lingkungan terdiri dari : elevasi,
lereng dan jenis tanah. Model yang digunakan adalah regresi logistik biner
(binary logistic regression) dengan dua kategori variabel respon yaitu growth
dan nongrowth.
a. Model yang digunakan untuk prediksi perubahan penggunaan
lahan bersifat statis. Hasil pemodelan tidak mencantumkan secara
eksplisit kapan (periode waktu) perubahan penggunaan yang
18
dipredisikan akan terjadi. Hasil pemodelan hanya berupa
probabilitas terjadinya perubahan penggunaan lahan pada setiap
lokasi di daerah penelitian.
b. Variabel yang digunakan dalam pemodelan lebih dominan faktor
fisik. Variabel nonfisik direpresentasikan menggunakan fungsi
jarak dan kepadatan, sehingga lebih bersifat fisik.
4) Braimoh dan Onisi (2007) dengan judul penelitian ” Spatial Determinants of
Urban Land Use Change in Lagos, Nigeria”. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji faktor determinan perubahan penggunaan lahan permukiman dan
industri. Faktor determinan selanjutnya digunakan untuk menyusun peta
probabilitas perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan
berlaku sebagai variabel terpengaruh atau terikat. Sejumlah faktor atau kondisi
yang diduga berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan berlaku
sebagai variabel pengaruh atau variabel bebas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan adalah
aksesibilitas, dampak interaksi keruangan dan faktor kebijakan.
a. Penelitian difokuskan pada perubahan penggunaan lahan
permukiman dan industri dan faktor yang mempengaruhinya
b. Perubahan penggunaan lahan diprediksikan menggunakan model
regresi logistik. Prediksi diwujudkan dalam bentuk peta
probabilitas perubahan penggunaan lahan
5) Susilo (2008) dengan judul penelitian ”Model SIG-Binary Logistic Regression
untuk Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah Pinggiran Kota
Yogyakarta”. Penelitian bertujuan untuk menyusun pediksi perubahan
penggunaan lahan secara spasial dengan mengintegrasikan model statistik
dengan SIG. Probabilitas perubahan penggunaan lahan dihitung berdasarkan
sejumlah variabel prediktor menggunakan model regresi logistik biner.
Variabel potensial diidentifikasi berdasarkan studi literatur dan dipilih
menggunakan analisis statistik Man Whitney dan Spearman. Model regresi
logistik biner yang dihasilkan diintegrasikan dengan SIG untuk menghasilkan
19
peta probabilitas perubahan. Peta prediksi perubahan dihasilkan dengan
mengkonversi probabilitas perubahan menjadi kategori perubahan
menggunakan treshold atau cut value tertentu. Pemilihan treshold didasarkan
pada analisis ROC (Relatif Operating Characterictic) antara prediksi dengan
kondisi aktual. Analisis ROC dikombinasikan dengan perhitungan koefisien
statistik Kappa.
6) Almeida et al (2008) dengan penelitian berjudul ” Using Neural Networks and
Cellular Automata for Modelling Intra-Urban Land-Use Dynamics” . Tujuan
penelitian adalah menyusun simulasi keruangan dinamika penggunaan lahan
menggunakan integrasi neural network dan cellular automata. Penelitian
berlokasi di Kota Piracicaba, sebelah barat Sao Paulo, Brazil. Sumberdata
yang digunakan adalah citra Landsat 5 TM tahun 1985 dan 1999. Neural
network digunakan untuk memproses sejumlah variabel guna menghasilkan
peta probabilitas transisi. Peta probabilitas transisi tersebut selanjutnya dipakai
sebagai input dalam simulasi perubahan penggunaan lahan menggunakan
cellular automata. Simulasi menghasilkan peta penggunaan lahan tahun 1999.
Peta hasil simulasi di validasi menggunakan peta penggunaan lahan aktual
tahun 1999. Hasil validasi menunjukkan peta hasil simulasi mempunyai
ketelitian rata-rata 84,5%.
7) Arsanjani et al (2013) dengan judul penelitian ” Integration of Logistic
Regression, Markov Chain and Cellular Automata Models to Simulate
Urban Expansion”. Tujuan penelitian ini adalah menyusun simulasi
keruangan dan memprediksikan perkembangan Kota Tehran tahun 2016 dan
tahun 2026. Sumber data yang digunakan adalah citra Landsat tahun 1986,
1996 dan 2006. Metode yang digunakan adalah integrasi antara regresi
logistik, Markov chain dan cellular automata. Perubahan penggunaan lahan
tahun 1986-1996 digunakan sebagai dasar untuk menyusun simulasi
perubahan tahun 1996-2006. Peta penggunaan lahan tahun 2006 hasil simulasi
di uji akurasi atau ketelitiannya menggunakan peta penggunaan lahan aktual
tahun 2006. Ketelitian atau kesamaan antara peta hasil simulasi dengan peta
20
aktual adalah 89 %. Berdasarkan ketelitian tersebut, simulasi digunakan untuk
memprediksi perkembangan Kota Tehran tahun 2016 dan tahun 2026.
8) Boundeth et al (2013), dengan judul penelitian ”Land Use Change and Its
Determinant Factors in Northern Laos: Spatial and Socio-economic
Analysis”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola perubahan pengguaan
lahan dan faktor yang mempengaruhinya atau faktor determinan. Penelitian
berlokasi di HouayXai District, Bokeo Province, Laos. Perubahan
penggunaan lahan di daerah penelitian dipetakan menggunakan sumber data
berupa citra Landsat 5-TM tahun 2001, 2004, 2007 dan 2010. Hasil pemetaan
menunjukkan perubahan penggunaan lahan yang dominan adalah hutan
menjadi perkebunan. Analisis statistik dengan teknik regresi logistik
digunakan untuk mengidentifikasi faktor mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan tersebut. Unit yang digunakan dalam analisis adalah
responden yaitu petani yang berjumlah 75 orang. Lokasi dari responden
dicatat koordinatnya dengan bantuan GPS.
Seluruh penelitian terdahulu yang dikaji dalam rangka menentukan keaslian
penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.1. Berdasarkan tabel tersebut dan
penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dibuat kesimpulan tentang
persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini.
Penelitian ini memiliki beberapa persamaan sekaligus perbedaan dengan
peneliti terdahulu. Persamaan utamanya adalah tema kajian yaitu tentang
pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan. Persamaan yang lain bersifat
minor atau parsial, karena hanya bagian tertentu yang sama tetapi tidak ada yang
sepenuhnya sama. Persamaan yang dimaksud antara lain teknik analisis statistik,
teknik simulasi spasial dan teknik validasi hasil simulasi. Perbedaan dengan
peneliti terdahulu ada yang bersifat minor dan ada yang bersifat mayor atau
mendasar. Perbedaan minor antara lain daerah penelitian, waktu penelitian,
sumberdata dan variabel pemodelan. Perbedaan yang bersifat mendasar, dan
paling penting dinyatakan dalam rangka menunjukkan keaslian penelitian ini
adalah:
21
a) Peneliti terdahulu tidak membuat rumusan model konseptual dinamika
penggunaan lahan. Model konseptual adalah representasi dari konsep dan
teori yang diacu oleh peneliti dan digunakan sebagai kerangka teoretis dalam
penyusunan model. Teori tentang aspek fundamental dan mekanisme
keruangan dibalik terjadinya dinamika penggunaan lahan tidak dikaji dan
dirumuskan secara eksplisit oleh peneliti terdahulu. Penelitian ini secara
eksplisit merumuskan model konseptual, dan menggunakannya sebagai
kerangka teoretis untuk menyusun model spasial dinamika penggunaan lahan.
Model konseptual, dalam penelitian ini, dirumuskan berdasarkan telaah
teoretis yang dikombinasikan dengan kajian empiris.
b) Peneliti terdahulu tidak mengkaji masalah transformasi domain spasial. Model
spasial pada hakikatnya adalah hasil transformasi dari domain konsep (model
konseptual) ke domain spasial eksplisit (model spasial eksplisit). Elemen
model konseptual harus ditransformasi menjadi elemen model spasial
eksplisit yaitu peta atau data spasial. Transformasi domain spasial, secara
sederhana dapat dimaknai sebagai pendekatan, metode dan teknik untuk
mengubah konsep menjadi peta. Istilah lain yang maknanya sama atau hampir
sama adalah spasialisasi data. Transformasi domain atau spasialisasi data
adalah aspek penting dan bersifat mendasar dalam pemodelan spasial, yang
menjadi bagian kajian dalam penelitian ini, dan tidak dikaji oleh peneliti
terdahulu.
22
Tabel 1.2. Telaah Penelitian Sebelumnya
No Peneliti
Judul Penelitian Tujuan
Penelitian Lokasi
Penelitian Metode
Penelitian Hasil
Penelitian
1 Morshed Anwar (2002)
Land Use Change Dynamics: A Dynamic Spatial Simulation
1. Mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
2. Melakukan simulasi perubahan penggunaan lahan
Nong Chok, Suburban Area of Bangkok. Thailand
Sumber Data:
Foto udara skala 1: 15.000, 1: 20.000 dan 1: 50.000
Data sekunder
Model: Simulasi spasial dengan Cellular Automata
Variabel pemodelan Variabel demografi dan sosial ekonomi
1. Simulasi perubahan penggunaan lahan tahun 1981 – 2000
2. Deskripsi tentang akurasi hasil simulasi perubahan penggunaan lahan, yaitu 69%
2 Anujh Kumar Singh (2003)
” Modelling Land Use and Land cover Changes Using Cellular Automata in Geo-Spatial Environment
Memprediksi perubahan penutup dan penggunaan lahan menggunakan model cellular automata
Kota Simla, Himarachal Pradesh, India
Sumber Data:
Citra Landsat 1987, citra IRS 1999, data sekunder
Model: Simulasi spasial dengan Cellular Automata
Variabel pemodelan Variabel fisik: curah hujan, lereng, aspect dan ketinggian
Variabel kedekatan: jarak-jalan, jarak-kota, jarak-wisata dan jarak - lokasi industri.
Peta prediksi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian tahun 1999 dan 2011
23
No Peneliti
Judul Penelitian Tujuan
Penelitian Lokasi
Penelitian Metode
Penelitian Hasil
Penelitian
3 Mauricio I. Aguayo, Thorsten Wiegand, Gerardo D. Azócar, Kerstin Wiegand and Claudia E. Vega (2007) Revealing the Driving Forces of Mid-Cities Urban Growth Patterns Using Spatial Modeling
1. Mengkaji faktor pemicu (driving force) perkembangan kota
2. Memprediksi perkembangan kota
Kota Los Angeles, Chile.
Sumber Data: Foto udara tahun 1972, 1992 dan 1998. Skala tidak dicatumkan
Model: Regresi Logistik Biner
Variabel model: Variabel jarak, variabel ketetanggaan dan variabel lingkungan.
1. Faktor pemicu perkembangan kota yaiu aksesibilitas. Variabel prediktor yang paling signifikan adalah: jarak terhadap jalan lokal, kepadatan jaringan jalan dan jenis tanah
2. Prediksi perkembangan kota antara tahun 1992-1998. Ketelitian prediksi 90%
4 Ademola K. Braimoh and Takashi Onishi (2007)
Spatial Determinants of Urban Land Use Change in Lagos, Nigeria
Mengaji faktor determinan perubahan penggunaan lahan, khususnya perubahan penggunaan lahan permukiman dan industri
Lagos City-State
Nigeria
Sumber Data: Citra Landsat TM tahun 1984 dan tahun 2000
Model: Regresi Logistik Biner
Variabel model: Kondisi topografi ; elevasi dan lereng Variabel aksesibilitas Variabel kebijakan: ketersediaan air bersih, perlindungan hutan
1. Peta perubahan penggunaan lahan permukiman dan industri
2. Peta probabilitas perubahan penggunaaan lahan berdasarkan model regresi logistik
5 Bowo Susilo (2008)
Model SIG-Binary Logistic Regression untuk Prediksi
1. Memetakan perubahan penggunaan lahan
2. Menyusun pediksi perubahan
Pinggiran Kota Yogyakarta
Sumber Data: Foto Udara tahun 1981 dan tahun 2000
1. Model Statistik Perubahan Penggunaan Lahan
2. Peta Probabilitas
24
No Peneliti
Judul Penelitian Tujuan
Penelitian Lokasi
Penelitian Metode
Penelitian Hasil
Penelitian
Perubahan Penggunaan Lahan penggunaan lahan secara spasial dengan mengintegrasikan model statistik dengan SIG
Peta RBI skala 1: 25.000 Edisi Tahun 2000
Model Spasial Regresi Logistik Biner
Variabel : Kondisi fisik lahan yaitu lereng dan aksesibilitas
Perubahan Penggunaan Lahan
6 C. M. Almeida., J. M. Gleriani, E. F. Castejon, and B. S. Soares Filho (2008)
Using Neural Networks and Cellular Automata For Modelling Intra-Urban Land-Use Dynamics
1. Memetakan perubahan penggunaan lahan
2. Menyusun simulasi keruangan dinamika penggunaan lahan menggunakan neural network dan cellular automata
Kota Piracicaba, Barat Sao Paulo Brazil
Sumber Data: Citra Landsat 5-TM tahun 1985 dan 1999
Model Simulasi spasial dengan neural network, Markov dan Cellular Automata
Variabel : Variabel biofisik dan infrastruktur
1. Peta perubahan penggunaan lahan 1985-1999
2. Simulasi perubahan penggunaan lahan tahun 1985 – 1999. Ketelitian hasil simulasi 85,5%
7 Jamal Jokar Arsanjani;Marco Helbichb, Wolfgang Kainza dan Ali Darvishi Boloorani (2013)
Integration of Logistic Regression, Markov Chain and Cellular Automata Models to Simulate Urban Expansion
1. Menyusun simulasi keruangan perkembangan Kota Tehran
2. Menyusun prediksi perkembangan Kota Tehran tahun 2016 dan 2026
Kota Tehran, Iran Sumber Data: Citra Landsat tahun 1986, 1996, 2006
Model Integrasi Logistik Biner Markov Chain dan Cellular Automata
1. Simulasi Perkembangan Kota Tehran, Iran periode 1986-1996 dan 1996-2006
2. Prediksi Perkembangan Kota Tehran. Ketelitian hasil prediksi 89%
25
No Peneliti
Judul Penelitian Tujuan
Penelitian Lokasi
Penelitian Metode
Penelitian Hasil
Penelitian
8 Southavilay Boundeth, Teruaki Nanseki, Shigeyoshi Takeuchi and Tetsuo Satho (2013)
Land Use Change and Its Determinant Factors in Northern Laos: Spatial and Socio-economic Analysis
1. Mengkaji pola dan perubahan penggunaan lahan
2. Mengkaji faktor yang menentukan perubahan penggunaan lahan (determinant factors)
HouayXai District, Bokeo Province, Laos.
Sumber Data: Citra Landsat 5-TM tahun 2001, 2004, 2007 dan 2010
Model Regresi Logistik
Variabel : Luas lahan pertanian dan variabel demografi (jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan)
1. Peta perubahan penggunaan lahan Perubahan penggunaan lahan yang dominan adalah hutan menjadi perkebunan karet
2. Faktor yang menentukan perubahan penggunaan lahan
9 Bowo Susilo Pemodelan Spasial Dinamika Penggunaan Lahan di Daerah Perkotaan Yogyakarta
1. Mengkaji faktor determinan perubahan penggunaan lahan
2. Merumuskan model konseptual sebagai kerangka teoretis penyusunan model spasial dinamika penggunaan lahan
3. Mengkaji metode dan teknik spasialisasi data untuk mengkonversi model konseptual menjadi model spasial.
4. Mengaplikasikan model spasial dalam bentuk simulasi keruangan
Daerah Perkotaan Yogyakarta (Kota dan Pinggiran Kota Yogyakarta)
Sumber Data
Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 25.000 Foto Udara skala 1: 20.000 tahun 2000, Citra QuickBird tahun 2007, 2014
Model Model Konseptual: teoretis dan empiris
Model Spasial: transformasi domain konsep ke domain spasial
Simulasi Spasial
1. Faktor Determinan Perubahan Penggunaan Lahan
2. Model Konseptual Dinamika Penggunaan Lahan
3. Model Spasial Dinamika Penggunaan Lahan :
4. Simulasi Keruangan Dinamika Penggunaan Lahan dan Peta Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan