BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...
Transcript of BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...
3
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Korupsi merupakan perbuatan tercela dan bentuk dari penyakit sosial
masyarakat, sehingga korupsi dikategorikan sebagai suatu tindak pidana
(Straafbaarfeit). Perkara tindak pidana korupsi merupakan perkara yang dapat
digolongkan ke dalam suatu kejahatan yang disebut dengan “white collar crime”
yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan yang
tinggi dalam masyarakat dan dilakukan sehubungan dengan tugas atau
pekerjaannya.5
Korupsi sangat membahayakan pembangunan dan keberlangsungan
kehidupan bangsa terutama terhadap usaha-usaha mewujudkan pertumbuhan
ekonomi, kesejahteraan dan keadilan sosial. Sebagaimana yang dicita-citakan oleh
Pancasila sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia” dan UUD 1945
pasal 33 ayat 3 “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional” maka korupsi harus ditindak secara tegas,
menyeluruh dan diberikan upaya penegakan hukum secara langsung supaya visi dan
misi bangsa tersebut dapat terpenuhi.
5 Darwan Prinst, 2002, “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 2.
4
Korupsi dapat menyebabkan turunnya tingkat kesejahteraan rakyat,
kemakmuran rakyat, kerusakan lingkungan dan sumber daya alam, mahalnya biaya
pendidikan dan kesehatan, hilangnya sumber daya manusia yang handal, sampai
dengan rusaknya moral masyarakat yang apabila dibiarkan secara terus menerus akan
menyebabkan keterbelakangan bangsa Indonesia dari berbagai aspek penting.
Daya saing investasi Indonesia di tingkat Asia Tenggara (ASEAN) memang
menduduki peringkat teratas. Investor masih melirik Indonesia sebagai negara tujuan
investasi di kawasan ASEAN. Namun terdapat beberapa faktor yang menghambat
daya saing investasi Indonesia di kancah Asia Tenggara, salah satunya adalah korupsi
disamping faktor lain seperti in-efisiensi birokrasi pemerintahan, stabilitas keamanan
dan tidak tersedianya infrastruktur yang memadai. Menurut data yang dirilis
Transparency International (TI) situasi korupsi di 177 negara untuk tahun 2013. Dari
jumlah itu, Indonesia menduduki peringkat 64 dalam urutan negara paling korup di
dunia. Peringkat itu menunjukkan Indonesia masih berhadapan dengan banyak kasus
korupsi. Namun peringkat itu lebih baik ketimbang 2012 saat Indonesia menduduki
peringkat 60 besar negara paling korup.6
Tidak jarang korupsi terjadi juga di beberapa sektor penting contohnya
terhadap investasi di sektor pertambangan, minyak dan gas bumi di Indonesia.
Berdasarkan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi, praktik korupsi terbesar selama
ini terjadi di sektor minyak dan gas bumi. Tindak pidana korupsi tersebut
menyebabkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah per tahun. Menurut
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, salah satu praktik
6 Widibyo, “Korupsi Sebagai Penghambat Pertumbuhan Investasi”, Bisnis Indonesia, 21 Maret 2002.
5
korupsi yang marak terjadi di sektor migas adalah praktik suap yang dilakukan para
pengusaha pertambangan untuk memperoleh izin menambang di suatu daerah. Dana
suap ini mengalir mulai dari tingkat bupati, gubernur, hingga jajaran anggota Dewan
tingkat kabupaten dan provinsi. ”Dari pengakuan sejumlah pengusaha pertambangan,
biaya untuk suap ini bahkan lebih besar daripada besaran royalti yang semestinya
mereka bayarkan kepada negara,” ujar Abraham Samad, dalam seminar nasional
bertema “Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum dan
Politik” di Universitas Muhammadiyah Magelang, Jawa Tengah. Dalam satu tahun,
total pendapatan dari sektor pertambangan migas mencapai sekitar Rp 15 triliun.
Sekitar 50 persen dari dana tersebut semestinya dibayarkan sebagai royalti untuk
negara, tetapi pada akhirnya justru lebih banyak masuk ke kantong-kantong pribadi
pejabat daerah.7
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diamanatkan bahwa salah
satu tujuan dari didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran kehidupan rakyat.. Salah satu upaya
untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang
perekonomian adalah kegiatan penanaman modal.
Penanaman modal memegang peranan yang sangat besar dan negara juga
telah mengakomodasi dan mengatur kegiatan ini di dalam Undang-Undang Nomor 25
tahun 2007 tentang penanaman modal. Di dalam Undang-Undang tersebut
didefinisikan bahwa Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman
7 http://nasional.kompas.com/read/2014/04/07/0730424/Korupsi.Terbesar.di.Sektor.Migas
6
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.
Peran yang dimainkan oleh modal asing dan bantuan luar negri sangat
menentukan dalam laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan banyaknya industri-
industri yang terbangun oleh penanaman modal khususnya penanaman modal asing,
perbaikan sarana dan prasarana dengan menggunakan bantuan luar negri suatu
keterkaitan yang tidak terbantahkan bahwa antara peran yang dimainkan oleh modal
asing dan bantuan luar negri dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi nasional yang
mengakibatkan terciptanya sarana dan prasarana yang menunjang bagi kehidupan
masyarakat menjadi sangat menentukan. Di samping itu pula, dengan adanya
kebijaksanaan pemerintah dalam pengelolaan perekonomian nasional Indonesia turut
juga mempercepat laju perekonomian nasional, hingga tahap sekarang ini boleh
dikatakan Indonesia telah menuju kepada negara yang maju perekonomiannya. Hal
ini terbukti dengan masuknya Indonesia ke dalam jajaran negara-negara industri baru
dengan tingkat pendapatan nasional menjadi sekitar US$ 600 miliar per tahun
sebelum terjadi krisis 1998.8
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal sebagaimana yang tercantum di
dalam Pasal 3 ayat 2 undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal
adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan
kemampuan daya saing dunia usaha nasional, meningkatkan kapasitas dan
8 Aminuddin Ilmar, 2006, “Hukum Penanaman Modal di Indonesia”, Penerbit Prenada Media Group, Jakarta, halaman 257.
7
kemampuan teknologi nasional, mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan,
mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan
dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Pasal 1 ayat 3 dan 6 undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman
modal menjelaskan definisi penanaman modal asing dan penanam modal asing.
Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri. Penanam modal asing adalah perseorangan warga
Negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan
penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.
Penanam modal asing, terutama di dalam tesis ini akan dibahas secara khusus
penanam modal asing yang berasal dari Negara Amerika Serikat (AS), dimana telah
diketahui secara luas bahwa penanam modal asing AS ini membidik Indonesia
sebagai negara yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
menjanjikan sebagai peluang untuk memperoleh keuntungan dan kesejahteraan yang
sebesar-besarnya.
Peranan penanaman modal dari AS ini sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
menunjukan bahwa di tengah terpaan krisis yang dialami AS, ternyata penanaman
modal asal AS ke Indonesia justru melonjak. Investasi AS pada 2011 mencapai US$
1,5 miliar dengan porsi 7,6% dari total investasi dan meningkat dibanding tahun
8
sebelumnya yang mencapai US$ 1 miliar.9 Hal ini disebabkan investasi yang
dilakukan bukan merupakan investasi jangka pendek, investasi yang dilakukan
penyikapannya bisa mencapai lebih dari 10 tahun.
Investasi jangka panjang ini salah satunya adalah investasi di dalam sektor
industri pertambangan, minyak dan gas bumi (migas). Di Asia bagian tenggara,
Indonesia dikaruniai sumber daya alam migas melimpah yang diperkirakan mencapai
87,22 milliar barel untuk minyak bumi dan 594,43 TSCF untuk gas bumi tersebar di
Indonesia.10
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai tujuan Investasi yang menarik
pada sektor migas. Peluang investasi pengembangan industri migas di Indonesia, baik
di bidang hulu maupun hilir di masa mendatang masih sangat menjanjikan dan
menguntungkan.
Secara geologi, Indonesia masih mempunyai potensi ketersediaan hidrokarbon
yang cukup besar. Rencana pemerintah dalam mempertahankan produksi minyak
bumi pada tingkat 1 juta barel per hari, tentu akan memberikan dampak peluang
investasi yang besar di sektor hulu migas.11
Potensi sumber daya migas nasional saat ini masih cukup besar, terakumulasi
dalam 60 cekungan sedimen (basin) yang tersebar di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Dari 60 cekungan tersebut, 38 cekungan sudah dilakukan kegiatan
eksplorasi dan sisanya sama sekali belum dilakukan eksplorasi. Dari cekungan yang
telah dieksplorasi, 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon, 9 cekungan belum
diproduksi walaupun telah diketemukan kandungan hidrokarbon, sedangkan 15
9 http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/displayberita.php?in=250&ia=0
10 http://www.lemigas.esdm.go.id/id/berita-111-peluang-investasi-migas-di-indonesia.html
11 ibid
9
cekungan sisanya belum diketemukan kandungan hidrokarbon. Kondisi di atas
menunjukkan bahwa peluang kegiatan eksplorasi pertambangan dan minyak dan gas
bumi (migas) di Indonesia masih terbuka lebar, terutama dari 22 cekungan yang
belum pernah dilakukan kegiatan eksplorasi dan sebagian besar berlokasi di laut
dalam terutama di Indonesia bagian Timur.12
Muhammad Sadli13
salah seorang penasehat ekonomi pemerintah Orde Baru
1960-an menegaskan, bahwa keberadaan perusahaan asing yang menanamkan
modalnya di Indonesia akan mempunyai efek katalisator atas pertumbuhan
selanjutnya dari perekonomian nasional. Adanya tuduhan yang sering kali terdengar
dalam perekonomian bekas colonial bahwa perusahaan penanaman modal asing dapat
menghambat pertumbuhan perusahaan pribumi akan dapat dihindarkan. Lebih lanjut,
beliau mengemukakan bahwa proses pembangunan ekonomi pada akhirnya akan
menuju kepada industrialisasi, dimana industrialisasi merupakan hasil pembangunan,
dan bukan malah sebaliknya.
1.1.1 Peranan Investor Amerika Serikat terhadap Pembangunan Perekonomian di
Indonesia
Dengan kondisi-kondisi yang telah dijelaskan diatas, Indonesia bisa dibilang
sebagai wilayah yang sangat menjanjikan bagi investasi pertambangan dan migas dan
hal tersebut tentu saja tidak luput dari perhatian para investor AS. Salah satu
contohnya, Hess Corporation, perusahaan minyak dan gas bumi asal Amerika Serikat,
12 ibid
13 Muhammad Sadli, Indonesia Economic Development, Conference Board Record, Volume 6, Nopember 1969, halaman 40.
10
yang akan menambah investasi di Indonesia hingga US$2 miliar atau sekitar Rp18,86
triliun selama 6-10 tahun mendatang. Hess Corporation saat ini memiliki dua blok
minyak dan gas di Indonesia, satu telah beroperasi sedangkan satu lagi masih dalam
tahap eksplorasi. Hess Corporation menilai perkembangan perekonomian di
Indonesia sangat bagus dan akan menambah investasi dengan nilai US$ 200 juta per
tahun.14
Contoh investor AS lainnya di dalam sektor minyak dan gas bumi adalah PT.
Chevron Pacific Indonesia. PT Chevron Pacific Indonesia merupakan produsen
minyak terbesar di Indonesia, mengalokasikan dana maksimum US$ 7 miliar untuk
menerapkan teknologi injeksi surfaktan pada lapangan Minas di Riau. Teknologi
tersebut diproyeksikan dapat meningkatkan produksi minyak di blok Minas dari saat
ini 70 ribu barel per hari menjadi 140 ribu barel per hari pada enam tahun kedepan.
Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi minyak harian Chevron hingga semester I
2011 tercatat sebesar 356.005 barel per hari. Hingga pertengahan tahun 2011,
Chevron memproduksi dan menjual (lifting) minyak sebesar 64,437 jutabarel.15
Dua kontraktor migas besar asal AS lainnya yang akan menambah investasi di
Indonesia adalah Conoco Philips dan Exxon Mobil. Penambahan investasi yang
dimaksud tersebut adalah untuk blok minyak dan gas baru yang masih dalam tahap
kegiatan eksplorasi. Conoco Philips misalnya, tertarik untuk menggarap blok migas di
14 http://duniaindustri.com/hess-corp-tanam-investasi-us-2-miliar-di-indonesia/
15https://www.ipotnews.com/m/article.php?jdl=Chevron_Proyeksikan_Investasi_US$_7_Miliar_di_Minas&level2=&level3=&level4=
manufacturing&news_id=319705&group_news=CLIPPING&taging_subtype=BANKING&popular=&search=y&q=
11
kawasan timur Indonesia. Contoh, di blok Amborip IV, Conoco Philips memiliki 51%
saham bersama dengan Total E&P (24,5%) dan OPIC (24,5%)16
.
Exxon Mobil pada tahun 2011 telah menandatangani kontrak EPC
(Engineering, Procurement and Construction) untuk blok Cepu. Selain terus
melakukan pengembangan gas di wilayah Cepu, di Kalimantan ExxonMobil juga
mengembangkan eksplorasi gas metana batubara atau yang dikenal sebagai Coal Bed
Metane (CBM). Tidak hanya itu, ExxonMobil juga mengelola eksplorasi Blok
Cendrawasih di perairan dalam Papua17
.
Merujuk data SKK Migas tahun 2010 sebagaimana yang disajikan di tabel di
bawah ini, realisasi investasi hulu migas mencapai US$ 11,03 miliar. Jumlah itu naik
23% menjadi US$ 13,59 miliar dari tahun sebelumnya. Kemudian, ditargetkan akan
naik menjadi US$15 miliar.18
16 http://industri.kontan.co.id/news/tiga-kontraktor-asing-siap-tambah-investasi
17 http://wapresri.go.id/index/preview/kegiatan/1864
18 Opcit
12
Tabel 1. Realisasi Investasi Hulu Migas
Adapun pengaruh investasi ini terhadap pertumbuhan perekonomian di
Indonesia secara tidak langsung kontribusinya dapat kita cermati dari tabel statistik
penerimaan negara dari sektor hulu migas dibawah ini.
13
Tabel 2. Penerimaan Negara dari Sektor Hulu Migas
Investor AS sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas dan banyak diketahui
oleh berbagai kalangan, telah banyak melakukan kegiatan penanaman modal dengan
cara mendirikan perusahaan, anak perusahaan, cabang, maupun afiliasi lainnya di
Indonesia. Investor AS tersebut di dalam melakukan penanaman modal di Indonesia,
selain tunduk kepada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia, kepada-nya juga
melekat dan tunduk kepada ketentuan dari negara tempatnya berasal, salah satunya
adalah mengenai undang-undang praktik korupsi asing atau foreign corrupt practice
act (FCPA).
14
Keberadaan penanaman modal, khususnya modal asing di Indonesia tidak lain
dimaksudkan, untuk membantu atau sebagai pelengkap dalam perekonomian nasional
yang mengalami kemerosotan dan boleh dikatakan hampir ambruk pada dasawarsa
1960-an.19
Dikemukakan oleh Sumantoro,20
bahwa kebijaksanaan pemerintah untuk
menerbitkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing disertai pertimbangan agar
dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi sedapat mungkin disertakan sumber-
sumber dari luar negeri, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menutup kekurangan
modal dalam negeri tanpa menimbulkan ketergantungan kepada luar negeri. Hadirnya
modal, teknologi dan keahlian manajemen luar negeri tersebut diharapkan dapat
membantu mempercepat pembangunan nasional dalam bentuk pemberian lapangan
kerja, pengalihan teknologi serta peningkatan produksi pada umumnya.
Dibutuhkan wawasan pengembangan penanaman modal khususnya
penanaman modal asing guna mendorong dan memacu perkembangan aplikasi
penanaman modal di Indonesia. Kebijakan yang dibuat dan diperuntukan untuk
mengatur dan mengendalikan penanaman modal bukanlah dimaksudkan untuk
mempersempit ruang jangkauan penanaman modal dalam melakukan usahanya, akan
tetapi justru memberikan perlindungan hukum yang lebih memadai dan menciptakan
sinergitas hubungan dengan negara penerima modal (host country) agar lebih serasi
dan berimbang, baik dalam peruntukan maupun dalam perolehan hasil.21
Dinamika Industri Minyak dan Gas Bumi yang sudah berlangsung sejak lama,
menjadikan Indonesia lebih matang dalam mengembangkan kontrak dan kebijakan
19 Aminuddin Ilmar, “Hukum Penanaman Modal di Indonesia”, Prenada Media Group, Jakarta, 2006, Halaman 43. 20 Sumantoro, “Hukum Ekonomi”, UI-Press, Jakarta, 1986, halaman 104. 21 Ibid, halaman 271
15
yang ada untuk mendukung investasi. Dukungan peraturan, insentif dan
penghormatan terhadap kontrak yang ada adalah usaha pemerintah Indonesia untuk
menjamin keberlangsungan investasi di Indonesia22
, termasuk di dalamnya adalah
dukungan peraturan dan penghormatan terhadap FCPA, hal ini didukung oleh Pasal
14 huruf (a) Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 dimana
disebutkan bahwa setiap penanam modal berhak mendapat kepastian hak, hukum dan
perlindungan.
1.1.2 Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (Foreign Corrupt Practice Act
[FCPA])
Sebagai hasil penyelidikan dari pihak Securities and Exchange Commission
(SEC) AS pada pertengahan tahun 1970, lebih dari 400 (empat ratus) perusahaan AS
mengakui adanya pembayaran illegal dengan jumlah lebih dari US$ 300.000.000,00
(tiga ratus juta dolar amerika) kepada institusi-institusi pemerintahan, politikus dan
partai-partai politik asing. Melihat kepada fakta tersebut, Kongres AS pada akhirnya
memutuskan untuk memberlakukan FCPA yaitu dalam rangka menghentikan
penyuapan kepada pihak resmi asing serta mengembalikan kepercayaan semua pihak
terhadap integritas sistem bisnis Amerika. 23
FCPA diundangkan di AS pada tahun 1977 dan diamandemen pada tahun
1988 oleh kongres AS. Di dalam undang-undang ini pada dasarnya dinyatakan bahwa
dianggap sebagai suatu tindak pidana bagi warga AS dan juga perusahaan yang
22 http://www.lemigas.esdm.go.id/id/berita-111-peluang-investasi-migas-di-indonesia.html
23 http://www.justice.gov/criminal/fraud/fcpa
16
didirikan dengan hukum AS, termasuk anak perusahaan, cabang dan afiliasi-nya
untuk secara nyata diketahui menawarkan pembayaran atau janji mengenai
pembayaran sejumlah uang maupun hal berharga lainnya kepada pihak asing resmi
dengan tujuan dan maksud yang berkaitan dengan kepentingan bisnis.
Sehubungan dengan larangan tersebut, berdasarkan yang termaktub di dalam
FCPA, terdapat 5 (lima) elemen yang menjadi indikator pelanggaran FCPA. Kelima
elemen tersebut antara lain :
1) Who/Siapa
FCPA berlaku untuk setiap individu, perusahaan, pejabat, direktur,
karyawan, atau agen dari perusahaan dan setiap pemegang saham yang
bertindak atas nama perusahaan. Individu dan perusahaan juga dapat
dikenakan sanksi jika mereka memerintahkan, memberikan wewenang atau
membantu orang lain untuk melanggar ketentuan FCPA atau jika diantara
mereka bersekongkol untuk melanggar ketentuan-ketentuan anti suap.
2) Corrupt Intent/Niat Korup
Orang yang membuat atau mengotorisasi pembayaran memiliki niat
korup, dan pembayaran yang dilakukan ditujukan untuk mendorong penerima
agar menyalahgunakan posisi resminya terhadap kegiatan bisnis pihak yang
melakukan pembayaran. Tawaran maupun janji atas suatu pembayaran juga
merupakan pelanggaran atas FCPA. FCPA melarang pembayaran yang
ditujukan untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan pihak resmi asing
dalam kapasitas resminya, untuk mendorong pihak tersebut untuk melakukan
17
tindakan yang melanggar kewajiban hukumnya dalam rangka mendapatkan
keuntungan yang tidak layak, atau untuk mendorong pihak resmi asing untuk
menggunakan pengaruhnya atas sebuah tindakan dan keputusan.
3) Payment/Pembayaran
FCPA melarang pembayaran, penawaran, janji untuk membayar atau
memberikan wewenang untuk membayar atau menawarkan sejumlah uang
maupun sesuatu yang berharga.
4) Recipient/Penerima
Larangan hanya berlaku untuk pembayaran yang bertujuan korup kepada
pihak resmi asing, partai politik asing atau pejabat partai, maupun kandidat
untuk jabatan politik asing. Pihak resmi asing adalah setiap pejabat atau
pegawai pemerintahan asing, organisasi internasional publik, atau setiap
departemen atau lembaga atau orang yang bertindak dalam kapasitas resmi.
FCPA berlaku untuk pembayaran kepada pejabat publik, terlepas dari
pangkat atau posisi pejabat publik tersebut. FCPA berfokus pada tujuan
pembayaran bukan berfokus pada tugas tertentu pihak resmi asing yang
menerima pembayaran, penawaran atau janji pembayaran resmi dari penerima
pembayaran.
18
5) Business Purpose Test/Menguji Tujuan Bisnis
FCPA melarang pembayaran yang dilakukan untuk membantu perusahaan
dalam memperoleh atau mempertahankan suatu kegiatan bisnis.
FCPA telah memiliki dampak yang besar terhadap cara perusahaan Amerika
melakukan bisnis di luar negeri. Beberapa perusahaan yang membayar suap untuk
pihak resmi asing menjadi subyek dari tindakan penegakan hukum pidana dan
perdata, adapula diberlakukan kepada perusahaan tersebut denda dengan jumlah yang
besar, bahkan diberikan penangguhan serta dijadikan daftar hitam dalam daftar
kontrakor pengadaan federal di Amerika Serikat. Beberapa karyawan dan petugas-
petugas yang melakukan penyuapan juga dihukum penjara.24
1.1.3 Kasus FCPA di Sektor Pertambangan, Minyak dan Gas di Indonesia
Terdapat beberapa kasus menyangkut FCPA di sektor pertambangan dan
migas di Indonesia, Selain menyangkut perusahaan pertambangan dan migas, banyak
juga diantaranya dilakukan oleh perusahaan jasa penunjang migas. Perusahaan jasa
penunjang migas adalah perusahaan yang melakukan usaha sebagai kontraktor dari
KKKS untuk melakukan pekerjaan dimana perusahaan penunjang migas tersebut
memiliki keahlian dan sumber daya khusus di dalamnya dan yang mana KKKS tidak
memiliki keahlian dan sumber daya khusus tersebut. Perusahaan jasa penunjang
migas tidak hanya bergerak di bidang hulu migas, namun juga bergerak di bidang
24 ibid
19
hilir migas. Pada dasarnya Usaha penunjang Migas diatur di dalam Permen ESDM
No. 27 tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi
(Permen 27/2008).
Salah satu kasus menarik berkaitan dengan sebuah perusahaan jasa penunjang
migas yaitu Baker Hughes yang beroperasi di Indonesia. Perkara SEC v. KPMG
Siddharta & Harsono menguraikan bagaimana Security Exchange Commission
(SEC)/Badan Pengawas Pasar Modal Amerika bersamaan dengan Department of
Justice (DOJ)/Departemen Kehakiman Amerika pada tahun 2001 secara bersama-
sama menuntut Kantor Akuntan Indonesia dengan tuduhan melakukan suap berkaitan
dengan pembayaran pajak dari anak perusahaan Baker Hughes yaitu PT Eastman
Christiensen. Perkara ini menunjukkan bagaimana FCPA berlaku extraterritorial (di
luar wilayah Amerika). Perkara ini juga menunjukkan bagaimana seorang penasehat
hukum mencegah penyuapan yang termasuk tindakan korupsi25
.
Kasus FCPA lain yang menarik di sektor migas Indonesia adalah menyangkut
anak perusahaan Amerika di Indonesia, yaitu PT. Triton Indonesia yang juga
mencoba menyuap pejabat Indonesia untuk menurunkan tagihan pajak kepada
perusahaan tersebut. PT. Triton Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pengoperasian proyek pemulihan migas yang sepenuhnya dimiliki oleh Triton Energy
Corp, perusahaan yang berasal dari AS dan didirikan di Delaware. Dalam perkara
SEC v. Triton Energy Corp. SEC dalam hal ini telah menuntut induk perusahaan
25 Daniel Patrick Ashe, “The Lengthening Anti-Bribery Lasso Of The United States: The Recent Extraterritorial Application Of The U.S.
Foreign Corrupt Practice Act”,Fordham Law Review, May, 2005, hlm. 2921-2931.
20
tersebut Triton Energy Corporation turut bertanggung jawab bagi dua pejabat anak
perusahaannya di Indonesia yang menyuap pejabat pajak26
.
Kasus FCPA di Indonesia yang sedang berkembang saat ini adalah dugaan
suap yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia, anak perusahaan dari perusahaan
AS Freeport McMorran Copper and Gold. Di Amerika Serikat, Freeport McMoran
Copper & Gold diadukan ke departemen kehakiman AS atas dugaan pelanggaran
FCPA. Tanggal 1 November tahun 2011, Persatuan Pekerja Baja (United
Steelworkers) yang berkedudukan di Pittsburg, Philadephia, Amerika Serikat,
mengajukan surat kepada Departemen Kehakiman AS atas pernyataan Kapolri
Jenderal Timur Pradopo bahwa ada dana yang diberikan oleh PT Freeport Indonesia
kepada aparat kepolisian. Dalam surat itu juga dikutip laporan Kontras yang
menyebutkan dana Rp. 1.250.000 per bulan diberikan oleh Freeport Indonesia kepada
635 personel kepolisian dan militer.27
Kasus lainnya yang melibatkan perusahaan migas nasional Indonesia adalah
kasus United States v. Innospec, Inc. Innospec merupakan perusahaan manufaktur
dan penjual zat tambahan bahan bakar dan bahan kimia lainnya yang berasal dari
Delaware, AS dan berbasis di Inggris. Meskipun kasus FCPA terhadap innospec
sudah diselesaikan pada tanggal 18 Maret 2010 ketika Innospec mengaku bersalah
telah membayar suap kepada pejabat pemerintah Indonesia dan Irak untuk pembelian
zat tambahan bahan bakar, namun pada tanggal 30 November 2011, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan bahwa KPK telah menuntut mantan
26 Alexandros Zervos, “Amending The Foreign Corrupt Practices Act : Repealing The Exemption For “Routine Government” Payment”,
Penn State International Law Review, Summer, 2006, hlm. 261-261. 27
http://nasional.kompas.com/read/2011/11/05/14472574/Di.Amerika.Saja.Diadukan.Masa.di.Indonesia.Freeport.Dilind ungi
21
direktur PT. Pertamina karena terbukti telah menerima suap dari Innospec. Kasus ini
juga dituntut di Inggris dan masih dalam tahap pending/penundaan terhadap beberapa
karyawan Innospec dalam menghadapi tuduhan korupsi. Innospec telah membayar
denda sebesar US$ 40.200.000 kepada DOJ, SEC dan U.K. Serious Fraud Office.28
Berdasarkan fakta-fakta yang disajikan diatas, maka penindakan kasus suap
korporasi terhadap pihak resmi asing di banyak negara maju memasuki tahapan baru.
Pemidanaan tidak hanya dijatuhkan terhadap eksekutif korporasi yang terlibat. Akan
tetapi juga terhadap korporasinya, dalam bentuk pembayaran denda dan pengambilan
keuntungan korporasi dari bisnis yang didapat dari suap tersebut. Hukuman ini
dikenal sebagai: disgorgement of profits, yang awalnya diperkenalkan AS melalui
FCPA.
Kumulasi hukuman model FCPA itu kini telah pula diterapkan melalui
legislasi negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and
Development (OECD), dengan mengacu pada the 1997 OECD Anti-Bribery
Convention. Pasal 3 (3):
Each Party shall take such measures as may be necessary to provide that
the bribe and the proceeds of the bribery of a foreign public official, or
property the value of which corresponds to that of such proceeds, are subject
to seizure and confiscation or that monetary sanctions of comparable effect
are applicable.
Pasal ini meletakkan dasar bagi penerapan denda dan disgorgement of profits sebagai
hukuman terhadap korporasi yang terbukti menyuap pejabat publik.
28 http://www.corporatecomplianceinsights.com/the-asia-pacific-top-10-fcpa-cases-of-2011/
22
Landasan serupa juga diletakkan dalam Pasal 31 (6) the 2003 United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC), yang telah diratifikasi oleh Indonesia
melalui UU No 7 Tahun 2006.29
Income or other benefits derived from such proceeds of crime, from property
into which such proceeds of crime have been transformed or converted or
from property with which such proceeds of crime have been intermingled
shall also be liable to the measures referred to in this article, in the same
manner and to the same extent as proceeds of crime.
Dari data Control Risks (UK), selama semester pertama 2009 ini lebih dari
120 kasus penyuapan pejabat publik disidik di AS dan negara-negara OECD. Banyak
korporasi besar yang disidik terancam hukuman denda dan disgorgement of profits.
Pada Februari 2009, perusahaan minyak raksasa AS, Halliburton, dan afiliasinya,
KBR Inc. harus membayar sejumlah US$579 juta (+ Rp5,6 triliun) kepada negaranya,
terdiri dari denda US$402 juta dan US$177 juta sebagai disgorgement of profits.
Selain hukuman ini, top eksekutifnya yang mengaku bersalah (plea guilty) dihukum
tujuh tahun penjara. Kedua perusahaan ini mengakui menyuap para pejabat publik di
Nigeria untuk mendapatkan kontrak pembangunan fasilitas gas alam di Pulau Bonny,
Nigeria.30
Di Indonesia, hukuman terhadap tindak pidana penyuapan khususnya diatur di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 209, 210, 418 dan 419 jo Pasal 5,
6, 11 dan 12 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun
2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
29 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4af7905853711/disgorgement-of-profits, Arsul Sani, SH, M.Si, MCIArb
30 Alexandros Zervos, “Amending The Foreign Corrupt Practices Act : Repealing The Exemption For “Routine Government” Payment”,
Penn State International Law Review, Summer, 2006, hlm. 261-261.
23
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri memang tidak
menggunakan istilah penyuapan. Namun dari beberapa pasalnya, kita bisa
menafsirkan bahwa KUHP membedakan dua jenis penyuapan, yaitu penyuapan aktif
dan penyuapan pasif. Penyuapan aktif diatur dalam pasal 209 dan 210 KUHP,
sedangkan penyuapan pasif diatur dalam pasal 418, 419 dan 420 KUHP.
Pasal 209
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang
pejabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
2. barang siapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Pencabutan hak
tersebut dalam pasal 35 No. 1- 4 dapat dijatuhkan.
Pasal 210
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang
hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
2. barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang
yang menurut ketentuan undang-undang ditentukan menjadi
penasihat atau adviseur untuk menghadiri sidang atau pengadilan,
dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang
akan diherikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
(2) Jika pemberian atau janji dilakukan dengan maksud supaya dalam perkara
pidana dijatuhkan pemidanaan, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Penyuap atau yang memberi suap diancam dengan pidana oleh pasal 209, 210,
tetapi yang menerima suap itu diancam di pasal lain, yaitu pasal 418, 419, dan 420.
24
Pasal 418 Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan
dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 419 Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat:
1. yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah
atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya;
2. yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai
akibat. atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Pasal 420
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun:
1. seorang hakim yang menerima hadiah atau janji. padahal diketahui bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
menjadi tugasnya;
2. barang siapa menurut ket.entuan undang-undang ditunjuk menjadi
penasihat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi nasihat tentang perkara yang harus diputus oleh pengadilan
itu.
(2) Jika hadiah atau janji itu diterima dengan sadar bahwa hadiah atau janji itu
diberikan supaya dipidana dalam suatu perkara pidana, maka yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Sedangkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20
Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menguraikan :
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
25
Pasal 6
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 210 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 11
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 12
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Denda ancaman tertinggi jika ditelaah dari bunyi pasal-pasal tersebut paling tertinggi
adalah sebesar Rp1.000.000.000,- (1 miliar rupiah). Dalam banyak vonis kasus
korupsi di Indonesia, hakim menjatuhkan pula pidana tambahan, berupa perintah
membayar uang pengganti kepada negara; untuk kasus dimana terdapat kerugian
keuangan negara. Jika pembayaran ini tidak dilaksanakan, maka diganti dengan
pemenjaraan tambahan.
Proses peradilan dan vonis dalam kasus korupsi di Indonesia sejauh ini hanya
dijalani oleh individu, walaupun suap yang diadili berkaitan dengan kepentingan
bisnis perusahaan. Hal ini berpotensi membuat kerugian negara sulit dipulihkan,
karena harta benda terpidana individu yang menjadi pelaku korupsi pada umumnya
lebih kecil dibandingkan dengan harta benda korporasi.
26
Pidana Korporasi di Indonesia dikenal juga di dalam Undang Undang
Lingkungan Hidup (UULH) No.32 Tahun 2009 yang disahkan 7 September 2009
yaitu di dalam Pasal 116, 117, 118, 119:
Pasal 116 :
(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas
nama badan usaha, tuntutan, pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada :
a. Badan usaha; dan/atau
b. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut
atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak
pidana tersebut.
(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau
berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan
usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin
dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut
dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
Pasal 117 :
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman
pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan
sepertiga.
Pasal 118 :
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 116 ayat (1) huruf
a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus
yang berwenang mewakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam
dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku
pelaku fungsional.
Pasal 119 :
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap
badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa
:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. Perbaikan akibat tindak pidana;
d. Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. Penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga)
tahun.
27
Meskipun pidana korporasi telah dikenal di dalam UULH ini, namun hal
tersebut khusus mengatur kepada tindak pidana lingkungan dan bukan kepada lingkup
tindak pidana korupsi. Suatu kemajuan dari UUPTK tahun 1999 dibandingkan
dengan UUPTK tahun 1971 ialah, bahwa subjek tindak pidana tidak hanya “orang
perseorangan” tetapi juga “korporasi”31
. Yang dimaksud dengan “korporasi” adalah
kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum (Pasal 1 ke-1 UUPTK tahun 1999).
Dengan dijadikannya korporasi (berbadan hukum atau bukan) sebagai subjek
tindak pidana korupsi, maka sistem pidana dan pemidanaannya juga seharusnya
berorientasi pada korporasi. Ini berarti, harus ada ketentuan khusus mengenai: (a)
kapan dikatakan korporasi melakukan tindak pidana; (b) siapa yang dapat
dipertanggungjawabkan; (c) dalam hal bagaimana korporasi dapat
dipertanggungjawabkan; dan (d) jenis-jenis sanksi apa yang dapat dijatuhkan untuk
korporasi. Mengenai sub (a), UUPTK tahun 1999 telah mengaturnya di dalam Pasal
20 (2), yaitu “apabila tindak pidana dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan
hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi
tersebut baik sendiri maupun bersama-sama”. Mengenai sub (b), diatur dalam Pasal
20 (1) yang menyatakan, bahwa “tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan
terhadap korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama”. Mengenai sub (c),
UUPTK tidak membuat ketentuan khusus yang rinci, tetapi diintegrasikan/terkandung
dalam Pasal 20 (1) dan (2) diatas. Akhirnya mengenai sub (d), UUPTK menyatakan,
31 Barda Nawawi, “Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan”, Prenada Media
Group, Jakarta, Halaman 154.
28
bahwa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda,
yang maksimumnya ditambah/diperberat 1/3 (Pasal 20 ayat 7). Di samping pidana
denda, beberapa jenis pidana tambahan dalam Pasal 18 (1) dapat juga dijadikan
pidana pokok untuk korporasi atau setidak-tidaknya sebagai pidana tambahan yang
dapat dijatuhkan secara mandiri. Kalau pidana penjara (perampasan kemerdekaan)
merupakan pidana pokok untuk “orang”, maka pidana pokok untuk korporasi yang
dapat diidentikkan dengan pidana perampasan kemerdekaan adalah sanksi berupa
“penutupan perusahaan/korporasi untuk waktu tertentu” atau “pencabutan hak/izin
usaha”.32
Lebih lanjut, ketentuan yang dapat menjadi awal bagi penerapan
disgorgement of profits terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi
belum diatur secara detail di dalam perundang-undangan di Indonesia; meskipun di
dalam Pasal 18 ayat 1 huruf (b) Undang-Undang No. 31 tahun 1999 mengenai Tindak
Pidana Korupsi diatur mengenai uang pengganti : “Selain pidana tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana
tambahan adalah : (b) pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-
banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.”
Di dalam pasal ini disebutkan bahwa uang pengganti adalah jumlah yang
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, namun tidak diatur apakah keuntungan korporasi yang diperoleh, termasuk
bunga yang wajar dapat dimintakan ganti rugi.
32 Ibid, halaman 157-158
29
Berkaitan dengan cita-cita bangsa yang tercantum di dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pada umumnya, dan khususnya terhadap komitmen negara kita untuk
menetapkan tekad terhadap pemberantasan korupsi terutama di industri sektor
pertambangan, minyak dan gas bumi yang memiliki nilai yang fantastis, sebaiknya
Indonesia perlu menyempurnakan undang-undang anti korupsi yang dimiliki dengan
mengatur perihal penerapan disgorgement of profits dengan lebih mendetail.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan praktik korupsi
asing seperti FCPA?
2. Apakah pengaturan serupa disgorgement of profits terhadap korporasi perlu
diatur secara detail di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa apakah Indonesia memiliki peraturan
perundang-undangan praktik korupsi asing seperti dengan FCPA.
2. Untuk menganalisa dan mengusulkan apakah diperlukan suatu pengaturan
baru yang lebih detail mengenai disgorgement of profits terhadap korporasi di
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.
30
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini
adalah:
1. Teoritis
Bagi penulis untuk pengembangan ilmu hukum;
a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis serta
memberi manfaat bagi pembaca, khususnya dalam masalah hukum
investasi dan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan,
minyak dan gas di Indonesia.
b. Memberikan sumbangan dan kontribusi pemikiran untuk
perkembangan ilmu hukum terutama kontribusi penelitian
akademis dibidang hukum investasi dan tindak pidana korupsi di
sektor pertambangan, minyak dan gas di Indonesia.
2. Praktis
a. Hasil penelitian ini kiranya bermanfaat sebagai sumber
kepustakaan berupa sumbangan pemikiran dalam pengembangan
ilmu hukum, khususnya bagi yang berminat untuk meneliti lebih
lanjut tentang hukum investasi dan tindak pidana korupsi di sektor
pertambangan, minyak dan gas di Indonesia.
b. Hasil penelitian ini mampu memberikan masukan dan umpan
balik bagi para pihak yang berkompeten dalam pengembangan
31
hukum investasi dan tindak pidana korupsi di sektor
pertambangan, minyak dan gas di Indonesia.
c. Dapat memberikan masukan kepada para pihak yang
berkepentingan dengan pelaksanaan investasi dan penyempurnaan
peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian yang berjudul “Foreign Corrupt Practice Act (FCPA),
Disgorgement of Profits dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 dalam
Investasi di Sektor Industri Pertambangan, Minyak dan Gas di Indonesia.”
merupakan penelitian yang berdasarkan pada tindak pidana korupsi, FCPA &
disgorgement of profits berkaitan dengan investasi khususnya di sektor
pertambangan, minyak dan gas di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yang
membahas tentang peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam
perbandingannya dengan US FCPA dan disgorgment of profits di sektor investasi
industri pertambangan, minyak dan gas.
Peneliti mengambil tema ini dikarenakan sejauh pengamatan yang dilakukan,
FCPA dan disgorgment of profits merupakan peraturan perundang-undangan milik
AS yang dapat diadopsi oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bila
dapat diterapkan dengan baik akan dapat membawa peranan yang besar terhadap
perkembangan investasi di Indonesia karena kaitannya dengan pencegahan tindak
pidana korupsi khususnya penyuapan dalam sektor industri pertambangan, minyak
32
dan gas bumi. Mengingat dengan tidak adanya hambatan dari peraturan perundang-
undangan di Indonesia terhadap penegakan peraturan FCPA&Disgorgement of Profits
untuk investor AS, dimana investor AS merupakan salah satu investor terbesar di
Indonesia, maka secara tidak langsung tindak pidana suap yang berkaitan dengan
transaksi bisnis di Indonesia dapat diminimalisasi, khususnya tindak pidana suap
yang dilakukan oleh Investor AS terhadap pejabat resmi Indonesia yang dapat
berakibat kepada kerugian keuangan negara. Peneliti ingin meneliti apakah Indonesia
memiliki peraturan-peraturan tentang praktik korupsi asing seperti FCPA dan apakah
peraturan serupa Disgorgement of Profits perlu diadaptasi ke dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia terutama di dalam ketentuan-ketentuan yang ada di
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.