fraktur menyeluruh

download fraktur menyeluruh

of 22

Transcript of fraktur menyeluruh

DefinisiFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Klasifikasi frakturFraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara lain: 1. Klasifikasi etiologis Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba. Fraktur patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu. 2. Klasifikasi klinis Fraktur tertutup (simple fracture). Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar) Fraktur dengan komplikasi (compicated fracture). Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang 3. Klasifikasi radiologis, klasifikasi ini berdasarkan atas: A. Lokalisasi Difasial Metafisial Intra-artikuler Fraktur dengan dislokasi

1

B. Konfigurasi Fraktur transversal Fraktur oblik Fraktur spiral Fraktur Z Fraktur segmental Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen Fraktur baji, biasanya pada vertebra karena trauma kompresi Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo, misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patela Fraktur depresi, karena trauma langsung, misalnya pada tulang tengkorak Fraktur impaks Fraktur pecah (burst), dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah, misalnya pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus Fraktur epifisis C. Menurut ekstensi Fraktur total Fraktur tidak total (fraktur crack) Fraktur buckie atau torus Fraktur garis rambut Fraktur green stick D. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya Tidak bergeser (undisplaced) Bergeser (displaced)

2

3

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara: a. Bersampingan b. Angulasi c. Rotasi d. Distraksi e. Over-riding f. Impaksi

4

Diagnosis frakturAnamnesis Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: 1. Syok, anemia atau perdarahan 2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen 3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis Pemeriksaan lokal 1. Inspeksi (Look) Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi

5

2. Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai 3. Pergerakan (Move) Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf. 4. Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya. 5. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

6

Tujuan pemeriksaan radiologis: Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua angota gerak terutama pada fraktur epifisis Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid, foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian. Penatalaksanaan/Pengobatan Tujuan dari penatalaksanaan/pengobatan adalah untuk menempatkan ujungujung dar patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagai mana mestinya. Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi). Imobilisasi bisa dilakukan melalui: 1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang. 2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah

7

3. Penarik an (traksi) : mengg unakan beban untuk menaha n sebuah anggot a gerak pada tempat nya. Sekara ng sudah jarang diguna kan, tetapi dulu pernah menjad i pengob atan utama untuk patah tulang pinggul. 4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan8 terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.

Introduksi a. Definisi Fraktur yang mengenai tulang radius ulna karena rudapaksa termasuk fraktur dislikasi proximal atau distal radioulnar joint (Fraktur Dislokasi Galeazzi dan Montegia) Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal. Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius Klasifikasi Bado:

- Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi anterior kaput radius - Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii Fraktur ulna distal processus coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radii - Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan fraktur 1/3 proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis b. Ruang lingkup Fraktur dialisis radius dan ulna Fraktur-dislokasi Galeazi Fraktur-dislokasi Monteggia.

c. Pemeriksaan Klinis Patofisiologis Mekanisme trauma pada antebrachii yang paling sering adalah jatuh dengan outstreched hand atau trauma langsung. Gaya twisting menghasilkan fraktur spiral pada level tulang yang berbeda. Trauma langsung atau gangguan angulasi menyebabkan fraktur transversal pada level tulang yang sama. Bila salah satu tulang antebrachii mengalami fraktur dan menglami angulasi, maka tulang tersebut menjadi lebih pendek terhadap tulang lainnya. Bila perlekatan dengan wrist joint dan humerus intak, tulang yang lain akan mengalami dislokasi (fraktur dislokasi Galeazzi/ Monteggia) Pemeriksaan Klinis Fraktur radius ulna Deformitas di daerah yang fraktur: angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi) atau shorthening Nyeri Bengkak Pemeriksaan fisik harus meliputi evaluasi neurovascular dan pemeriksaan elbow dan wrist. Dan evaluasi kemungkinan adanya sindrom kompartemen

Fraktur Galeazzi Fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi radioulnar joint distal. Fragmen distal angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Fraktur dislokasi Galeazzi terjadi akibat trauma langsung pada wrist, khususnya pada aspek 9 dorsolateral atau akibat jatuh dengan outstreched hand dan pronasi forearm. Pasien dengan

nyeri pada wrist atau midline forearm dan diperberat oleh penekanan pada distal radioulnar joint Fraktur Monteggia Fraktur setengan proksimal ulna dengan dislokasi radioulnar joint proksimal. Pasien dengan fraktur-dislokasi Monteggia datang dengan siku yang bengkak, deformitas serta terbatasnya ROM karena nyeri khususnya supinasi dan pronasi. Kaput radius bisanya dapat di palpasi.Harus dilakukan pemeriksaan neurovascular dengan teliti oleh karena Bering terjadi cedera saraf periper n radialis atau PIN. Klasifikasi Fraktur dislokasi Monteggia menurut Bado: 1. Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi anterior kaput radius 2. Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi 3. posterior kaput radii dan fraktur kaput radii 4. Fraktur ulna distal processes coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio 5. Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan fraktur 1/3 proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis d. Kontra indikasi Operasi Keadaan umum jelek e. Pemeriksaan Penunjang X Ray dengan dua proyeksi Teknik Penanganan terapi konservatif dan operasi Metode Penanganan Konservatif Prinsipnya dengan melakukan traksi ke distal dan kembalikan posisi tangan berubah akibat rotasi Posisi tangan dalam arah benar dilihat letak garis patahnya - 1/3 proksinal posisi fragmen proksimal dalam supinasi untuk dapat kesegarisan fragmen distal supinasi - 1/3 tengah posisi radius netral maka posisi distal netral - 1/3 distal radius pronasi maka posisi seluruh lengan pronasi, setelah itu dilakukan immobilisasi dengan gips atas siku Metode Penanganan Operatif - Empat eksposur dasar yang direkomendasikan1. Straight ulnar approach untuk fraktur shaft ulna 2. Volar antecubital approach untuk fraktur radius proximal 3. Dorsolateral approach untuk fraktur shaft radius, mulai dari kapitulum radius sampai

distal shaft radius4. Palmar approach untuk fraktur radius 1/3 distal

- Posisikan pasien terlentang pada meja operasi. Meja hand sangat membantu untuk memudahkan operasi. Tourniquet dapat digunakan kecuali bila didapatkan lesi vaskuler. - Ekspos tulang yang mengalami fraktur sesuai empat prinsip diatas. - Reposisi fragmen fraktur seoptimal mungkin1 0

- Letakkan plate idealnya pada sisi tension yaitu pada permukaan dorsolateral pada radius, dan sisi dorsal pada ulna. Pada 1/3 distal radius plate sebaiknya diletakkan pada sisi volar untuk menghindari tuberculum Lister dan tendon-tendon ekstensor. - Pasang drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis f. Komplikasi Malunion Kompartemen sindrom Cross union Atropi sudeck Trauma N. Medianus Rupture tendo ekstensor sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi palmar, pergerakan serta ekstensi

g. Mortalitas Pada umumnya rendah h. Perawatan Pasca Bedah - Perawatan luka operasi pada umumnya - Drain dilepas 24-48 jam post operatif atau sesuai dengan produksinya - Elevasi lengan 10 cm di atas jantung - Mulai latihan ROM aktif dan pasif dari jari-jari, pergelangan tangan, siku sesegera mungkin setelah operasi i. Follow Up - Fisioterapi aktif ROM tangan, pergelangan dan siku - Buat X Ray kontrol 6 minggu dan 3 bulan sesudahnya - Penyembuhan biasanya setelah 16-24 minggu, selama ini hindari olah raga kontak dan mengangkat beban lebih dari 2 kilogram.

Fraktur Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak perubahan letak fragmen tulang (Kumar,1997). Menurut Lane1 Cooper (1995), fraktur atau patah and tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete yang1

berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan ayau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen. Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald, 1965). Penyebab Terjadinya fraktur adalah trauma atau rudipaksa dan penyakit. Fraktur karena trauma ini dikenal sebagai fraktur traumatika. Sedangkan fraktur karena penyakit ini bisa disebabkan oleh penyakit yang berada di dalam tulang (penyakit tulang) baik bersikap lokal maupun umum, dapat juga disebabkan oleh penyakit yang berada diluar tulang. Fraktur karena penyakit ini dikenal sebagai fraktur patologis. Penyakit yang berada di dalam tulang yang bersifat lokal adalah Radang tumor jinak/osteomielisis (TBC tulang) dan Tumor/jinak maupun ganas (osteoma, osteosarcoma). Penyakit yang berada di dalam tulang dan yang bersifat umum adalah osteogenesis imperpecta, penyakit metabolisme/sistemik (Hipovitaminosis A dan D). dan osteoporosis (Formalski, 2000). Berdasarkan bentuk patahan atau derajat kerusakan fraktur dibedakan menjadi patah tulang komplet (fraktur completa) dan patah tulang incompleta atau patah tulang sebagian. Patah tulang komplet adalah kerusakan tulang patah total dan patah tulang inkompleta atau patah tulang sebagian adalah sebagian kontinuitas tulang terputus yang dapat berupa retak/fissura atau green stic fracture (Kumar, 1997). Berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan udara luar, fraktur dibedakan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.fraktur tertutup adalah fraktur yang tanpa luka dan tidak ada hubungan dengan udara luar. Fraktur terbuka adalah fraktur dengan luka terbuka sampai menembus kulit sehingga tulangnya tampak dari luar tubuh dan berhubungan dengan udara luar (Kumar, 1997). Berdasarkan arah patahan dan lokasi, fraktur dibagi menjadi tujuh yaitu : fraktur transversal jika arah patahannya tegak lurus dengan sumbu panjang tulang. Kemudian fraktur oblique adalah fraktur dengan arah patahan miring, fraktur spiral jika arah patahannya bentuk spiral. Fraktur impaktive adalah fraktur dimana salah satu ujung tulang masuk ke fragmen yang lain. Fraktur comminutive adalah fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. Fraktur epiphyseal adalah fraktur pada titik pertemuan epiphysis pada batang tulang dan fraktur condyloid adalah fraktur dimana bagian condylus yang patah terlepas dari bagian yang lain (Kumar, 1997). Terapi fraktur diperlukan konsep empat R yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.1 2

1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna. 2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembailikan fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal. 3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan. 4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal. Menurut kumar (1997), prinsip dasar penanganan fraktur adalah aposisi dan immobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik. Pertimbangan-pertimbangan awal saat menangani kasus fraktur adalah menyelamatkan jiwa penderita yang kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan tubuh yang keluar dan kejadian shock, kemudian baru menormalkan kembali fungsi jaringan yang mengalami kerusakan. Kriteria penyembuhan fraktur dibagi menjadi 2 yaitu : 1) klinis, meliputi tidak ada pergerakan antar fragmen, tidak ada rasa sakit, ada konduksi yaitu ada kontinuitas tulang; 2) Radiology, meliputi terbentuknya kalus, trabekula tampak sudah menyeberangi garis patahan (Archibald, 1965). Fraktur radius ulna Fraktur radius ulna yang paling sering terjadi adalah fraktur radius ulna pars sepertiga distal, terutama pada anjing ras kecil. Fraktur ini mencakup 14% dari kasus fraktur tulang panjang yang muncul (Harasen, 2003b). Tipe fraktur radius ulna meliputi fraktur radius, fraktur ulna atau keduanya (Brinker, 1965). Penyebab paling umum dari fraktur ini adalah trauma saat jatuh atau tertabrak kendaraan bermotor (Degner, 2004). Kebanyakan fraktur ekstremitas depan merupakan fraktur displasia dan tidak stabil. Pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk menentukan level fraktur. Kemungkinan bahwa fraktur tersebut merupakan fraktur terbuka atau tertutup juga harus diperhatikan, karena open fracture sering terjadi pada fraktur pars distalis. Pemeriksaan radiologi mutlak dilakukan untuk menentukan penanganan selanjutnya dan prognosis dari fraktur tersebut (Nunamaker, 1985). Prinsip penanganan kasus fraktur adalah mereduksi fraktur dan menstabilkan reduksi1 fraktur menggunakan fiksasi. Tekhnik fiksasi fraktur biasanya diklasifikasikan dalam tiga 3

golongan, yaitu: external coaptation, internal fixation, dan external-internal fixation (Piermattei, 1997). External coaptation merupakan salah satu bentuk fiksasi yang paling sederhana. Fiksasi ini disukai karena ekonomis dan non invasif. Keterbatasan dari bentuk fiksasi ini adalah keterbatasan aplikasinya pada dan tidak memberi stabilitas yang cukup pada kasuskasus berat. External coaptation pada prinsipnya membatasi aktivitas dari persendian dan otot pada bagian fraktur. Hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri akibat tekanan terus menerus dan seringkali menyebabkan komplikasi pada jaringan disekitar area fraktur. Selain itu, karena kurang stabilnya fiksasi yang diberikan, pembentukan kalus menjadi lambat sehingga kesembuhan fraktur juga menjadi lebih lambat (Harasen, 2003a). Ada banyak tipe dari external coaptation, seperti Robert Jones bandage, Spica splint, Schroeder-Thomas splint, Velpeu sling, Ehmar sling, Pelvic Limb sling, Carpal flexion bandage, Hobbies, Full leg cast, Half cast, Walking bar, dan Bivaved cast. Material yang digunakan juga bervariasi dari bahan polypropylene hingga polymer. Bahan-bahan tersebut idealnya mudah diaplikasikan, nyaman digunakan, dan dapat mencapai kekuatan maksimum dengan cepat, sedangkan external coaptation yang baik harus bersifat radiolusen, sehingga dapat dimonitor dengan baik tanpa harus membuka perban. Selain itu cast harus bersifat mudah dileps, kuat dan ringan, tahan air, dan ekonomis (Piermattei, 1997; Slatter, 2002). Fiksasi internal adalah fiksasi fraktur dimana pada tulang yang mengalami fraktur difiksasi menggunakan pin, plat, screw, dan wire. Salah satu bentuk dari internal fixation adalah intramedullary pin atau Steinman pin (Slatter, 2002). Perbaikan jaringan dan kesembuhan luka Berdasarkan proses terjadinya, kesembuhan luka dibagi menjadi dua yaitu kesembuhan primer dan kesembuhan sekunder. Kesembuhan primer merupakan kesembuhan jaringan dengan nekrosis pasca operasi yang minimal dan tidak ditemukannya pernanahan. Kesembuhan primer dapat diusahakan dengan meminimalisir trauma bedah, mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembedahan yang aseptis dan menyatukan kembali jaringan yang terpisah dengan hati-hati (Mayer, 1959). Kesembuhan sekunder adalah kesembuhan yang terjadi pada luka operasi setelah mengalami infeksi yang mengakibatkan kesembuhan primer tidak terjadi. Pada proses pembedahan yang baik, setelah dilakukan penutupan luka dengan benar maka ruang kecil diantara jahitan dua jaringan yang disatukan akan tersisi cairan serous. Pada beberapa hari pertama, aktivitas kesembuhan sedikit-demi sedikit mulai tampak dan 41

penyatuan kembali jaringan tergantung pada kekuatan jahitan yang dibuat.dalam waktu sekitar empat hari, fibroblast mulai mulai berproliferasi dengan cepat dan membantu dalam menyatukan luka operasi. Dalam tahap ini ujung-ujung pembuluh darah yang terluka mulai berproliferasi dan membentuk jaringan kapiler yang baru. Penyatuan jaringan akan sempurna setelah 12-14 hari setelah pembedahan (mayer, 1959). Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut : 1. Fase hematoma Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak, kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteocyt pada daerah fraktur tersebut. 1. Fase proliferatif Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu preses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium. 1. Fase pembentukan callus Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera bersatu dengan garamgaram kalsium, membentuk tulang immature atau young callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada akhir stadium ter dapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar1 5 disebut external

callus.

1. Fase konsolidasi Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela). Pada setadium ini sebenarnya proses penyembuhan sedah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang radioopaque. Fase ini terjadi susudah empat minggu, namun pada umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal. 1. Fase remodeling Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak dan tulang sedah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang. Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya. (Santoso, 1999). Proses kesembuhan jaringan pada fraktur tulang menurut Archibald (1974), hampir sama dengan kesembuhan pada jaringan lunak, hanya saja tidak terbentuk serabut kolagen melainkan terbentuk osteosit dan matriks tulang. Fase pertama yaitu terjadi peningkatan kegiatan sel-sel tulang yang akan mengisi celah antara ujung patahan tulang dengan dibentuknya jaringan yang banyak mengandung sel. Fase kedua yaitu terbentuknya matriks tulang yang dibentuk di dalam sumsum tulang dan di sekeliling ujung patahan tulang membentuk selubung penguat yang disebut kalus. Jaringan kalus ini lama-lama akan diabsorbsi lagi yang kemudian akan terjadi kondensasi garam-garam kalsium pada matriks sehingga akan terbentuk sistema haversi dan matriks akan menjadi tulang yang sempurna. Bentuk kesembuhan tulang dapat bervariasi tergantung pada ketepatan reduksi dan fiksasi. Secara ringkas proses kesembuhan tulang dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu kesembuhan normal, kesembuhan kontak dengan fiksasi yang kokoh dan kesembuhan gap dengan fiksasi yang kokoh (Archibald, 1974).1 6

IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdr. D Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 18 tahun Alamat : Tarakan 4/6 Paguyangan Pekerjaan : Pelajar Agama : Islam Tanggal masuk : 25 5 2009 Tiba di IGD : Pukul 12.50 WIB II. ANAMNESA Autoanamnesa : 1. Keluhan utama : Nyeri pada bagian lengan kiri bawah. 2. Keluhan Tambahan : Bengkak dan gerak lengan kiri bawah tidak bebas karena sakit 3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSMS tanggal 25-5-2002 dengan keluhan nyeri pada bagian lengan kiri bawah. Keluhan tersebut dirasakan sejak pasien habis terpleset di lantai mesjid pada tanggal 25-5-2002 jam 06.00 WIB, waktu kejadian pasien dalam keadaan sadar sampai rumah sakit masih sadar. Waktu kejadian pasien terpleset dan jatuh terduduk dan beusaha menahan dengan tangan kiri. Setelah kejadian pasien mengeluh lengan kiri bawah terasa nyeri dan sulit digerakkan. 4. Riwayat Penyakit Dahulu : - Tidak ada riwayat mengeluh sakit tulang sebelumnya. 5. Riwayat Penyakit Keluarga : III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Umum Keadaan Umum : baik Kesadaran : Compos mentis. Vital Sign : T : 120/70 mmHg R : 20 x/menit N : 84 x/menit S : Afebris 1. Kepala : Simetris, mesochepal, rambut hitam, tidak ada hematom 71

2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+) 3. Hidung : Deviasi septum (-), discharge (-) 4. Telinga : Simetris, discharge (-/-) 5. Mulut : Lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis 6. Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar limfe 7. Thorax : Jantung : S1 > S2, reguler, gallop (-), murmur (-) Paru : Suara Dasar : Vesikuler Suara Tambahan : Ronchi (-) Wheezing (-) 8. Abdomen : Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran usus Palpasi : Hepar tidak teraba Lien tidak teraba Perkusi : Tympani di seluruh lapangan abdomen Auskultasi : Bising usus (+) normal. 9. Ekstremitas : Superior : Lihat status lokalis Inferior : gerakan akif pasif dalambatas normal B. Status Lokalis 1. Regio antebachii Sinistra Look : Tak tampak luka, oedem (+), deformitas (+) Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+) Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan, gangguan persarafan tidak ada

IV. RESUME A. Anamnesis - Pasien datang ke RSMS dengan keluhan nyeri pada bagian lengan kiri bawah. - Keluhan tersebut dirasakan sejak pasien habis terpleset di lantai mesjid pada tanggal 25-5-2002 jam 06.00 WIB. - Waktu kejadian pasien dalam keadaan sadar sampai RSU masih sadar. - Waktu kejadian pasien terpleset dan jatuh terduduk dan berusaha menahan 81

dengan tangan kiri. - Setelah kejadian pasien mengeluh lengan kiri bawah terasa nyeri dan sulit digerakkan. B. Pemeriksaan Fisik - Regio antebachii Sinistra Look : Tak tampak luka, oedem (+), deformitas (+) Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+) Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan, gangguan persarafan tidak ada V. DEFERENSIAL DIAGNOSIS - Fraktur Radius ulna sinistra, komplit displaced : Tedapat riwayat trauma Nyeri yang sangat pada gerakan aktif maupun pasif Tedapat pembengkakan Deformitas (+), pemendekan (+) - Fraktur radius ulna sinistra, komplit undisplaced. Tidak terdapat tanda-tanda pemendekan tulang sedankan pada kasusu ini terdapat tanda-tanda pemendekan tulang. - Fraktur radius ulna sinistra, inkomplit : Dapat disingkirkan karena pada pasien ini tidak ada gejala fraktur inkomplit yaitu : tidak ada tanda nyeri sekali, gerakan aktif pasif masih dapat dilakukan. - Dislokasi siku : Tidak terdapat gejala : rasa sendi yang keluar. Akan tetapi terdapat ejala dislokasi yang lain yang berupa : Riwayat trauma Nyeri yang sangat Gerak terbatas. - Coles fraktur : Tidak ada tanda dinner fork deformity - Smith fraktur - Galeazzi fraktur - Monteggia fraktur1 9

VI. USULAN PEMERIKSAAN Foto rontgen regio antebrachii sinistra AP-L Hasil : Terdapat fraktur di radius dan ulna sinistra1/3 distal, komplit displaced.

VII. Diagnosa Klinis Fraktur Radius Ulna sinistra 1/3 distal, komplit displaced, tertutup. VIII. PENATALAKSANAAN 1. Terapi Konservatif a. Immobilisasi : Bidai. b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. 2. Terapi Farmakologis a. Analgetik b. Roborantia 3. Terapi operatif a. Reposisi terbuka dan fiksasi interna : ORIF IX. PROGNOSIS : Dubia ad Bonam.

PEMBAHASAN FRAKTUR RADIUS ULNA Pada kasus diatas Anatomi dan Insidens Pada ulna dan radius sangat penting gerakan-gerakan pronasi dan supinasi. Untuk mengatur gerekan ini diperlukan otot-otot supinator, pronator eres dan pronator quadratus. Yang bergwerak supinasi pronasi adalah (rotasi) adalah radius. Gejala Klinik

Pada anamnesis didapati nyeri ditempat patah tulang. Hematom dalam 0

2

jaringan lunak dapat terbentuk, sehingga lengan yang patah akan terlihat lebih besar. Pada pemeriksaan, jelas ditemukan tanda fraktur. Pada pemeriksaan neurologis harus diperiksa n. radialis, karena n. radialis sering mengalami cedera dapat berupa neuropraxia, axonotmesis atau neurotmesis. Kalau terjadi hal ini pada pemeriksaan dijumpai kemampuan dorsofleksi pada pergelangan tangan tidak ada (wrist drop). Pemeriksaan Radiologi Sebelum melakukan pembuatan foto, lengan penderita dilakukan pemasangan bidai terlebih dahulu. Proyeksi foto AP/LAT. Penanggulangan Dilakukan reposisi tertutup. Prinsipnya dengan melakukan traksi kearah distal dan mengembalikan posisi tangan yang sudah berubah akibat rotasi. Sewtelah ditentukan kedudukan baru dalkukan immobilisasai dengan gips sirkular diatas siku. Gips dipertahankan selama 6 minggu. Kalu hasil reposisi tertutup tak baik, dilakukan tindakan operasi (open reposisi) dengan pemasanga internal fiksasi denga plate-screw.

Komplikasi Malunion : Biasanya terjadi pada fraktur yang kominutiva sedang immobilisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk memperbaiki perlu dilakukan asteotomi. Delayed union : Terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan infeksi atau pada fraktur yang communitiva. Hal ini dapat diatasi dengan operasi tandur alih tulang spongiosa. Non union : Disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang yang disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone grafting. Kekakuan sendi : Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu lama. Hal ini diatasi dengan fisioterapi. DAFTAR PUSTAKA2 1

1. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Staff Pengajar FKUI, Jakarta, 1994. 2. Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, EGC, 1997.

Komplikasi Dini Compartmen syndrome. Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi tungkai bawah yang dapat mengancam kelangsungan hidup tungkai bawah. Yang paling sering terjadi yaitu anterior compartment syndrome. Mekanisme : Dengan terjadi fraktur tibia terjadi perdarahan intrakompartment, hal ini akan menyebabkan tekanan intrakompartmen meninggi, menyebabkan aliran balik darah vena terganggu. Hal ini akan menyebabkan oedem. Dengan adanya oedem tekanan intrakompartmen makin meninggi sampai akhirnya sedemikian tinggi sehingga menyumbat arteri di intrakompartmen. Gejala : Rasa sakit pada tungkai bawah dan ditemukan paraesthesia, rasa sakit akan bertambah bila jari digerakan secara pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse pada otot-otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial anterior. Tekanan intrakompartemen dapat diukur langsung dengan cara whitesides. Penanganan : Dalam waktu kurang 12 jam harus dilakukan fasciotomi.

2 2