bab 1 & 3 reza

15
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP INDIVIDU YANG MENDERITA GANGGUAN JIWA DI DESA SOKARAJA LOR SOKARAJA BANYUMAS Disusun Oleh : REZA NURDIANSYAH G1D012097 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU ILMU KESEATAN JURUSAN KE!ERA"ATAN 201#

description

reza

Transcript of bab 1 & 3 reza

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP INDIVIDU YANG MENDERITA GANGGUAN JIWA DI DESA SOKARAJA LOR SOKARAJA BANYUMAS

Disusun Oleh :REZA NURDIANSYAHG1D012097

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS ILMU ILMU KESEHATANJURUSAN KEPERAWATAN2015

BAB 1PENDAHULUAN1.01 Latar BelakangGangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan - keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang meliputi ketegangan (tension), rasa putus asa kemudian murung, gelisah, cemas, perbuatan - perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, dan pikiran - pikiran buruk (Yosep, 2010). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2008) gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan bagi setiap negara di dunia, tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa psikotik / skizofrenia saja, tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif (NAPZA) juga menjadi masalah dalam kesehatan jiwa. Menurut Yosep (2007) tanda dan gejala gangguan jiwa ada lima. Pertama, ketegangan (tension) meliputi rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, dan pikiran-pikiran buruk. Kedua, gangguan persepsi yaitu merasa mendengar, melihat merasakan sesuatu padahal orang disekitarnya tidak merasakannya. Hal ini sering disebut halusinasi. Ketiga, gangguan kemauan, dimana klien memiliki kemauan yang lemah, susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku. Keempat, gangguan emosi, dirtandai dengan klien merasa senang, dan gembira yang berlebihan. Kelima, gangguan psikomotor meliputi hiperaktivitas, melakukan pergerakan yang berlebihan kemudian melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh dan melakukan gerakan yang aneh (Yosep, 2007). Comment by ADI: Reza, paragraf ini sudah saya perbaiki untuk penulisannya. Coba reza bandingkan dengan tulisan Reza.Penyebab dari gangguan jiwa biasanya dari faktor biologis, psikologis dan sosiobudaya. Faktor biologisi meliputi riwayat keluarga. Faktor psikososial meliputi stresor. Faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status ekonomi dan status perkawinan. ( Setiowati, 2012 )Comment by ADI: Penjelasan ini kurang tepat, stresor bukan faktor psikososial. Reza jelaskan apa saja yang termasuk faktor psikososial. Dilihat lagi referansinya ya...Menurut WHO, masalah gangguan jiwa di dunia sudah menjadi masalah yang serius. WHO menyatakan ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental, diperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Perkiraan oleh Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) (2007) menunjukkan bahwa 154 juta orang secara global mengalami depresi dan 25 juta orang menderita skizofrenia, 15 juta orang berada di bawah pengaruh penyalahgunaan zat terlarang, 50 juta orang menderita epilepsi dan sekitar 877.000 orang meninggal karena bunuh diri tiap tahunnya. Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007, total jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6% dari populasi dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat atau 46 per mil. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Depkes, 2007) menyatakan 14,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan sampai berat. kondisi ini diperberat oleh aneka bencana alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Data jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus bertambah, data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) diseluruh Indonesia hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. 11,6% penduduk Indonesia berkisar 19 juta penduduk yang berusia diatas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional atau. Sebesar 0,46% diantaranya bahkan mengalami gangguan jiwa berat atau sekitar 1 juta penduduk. Prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai 44 tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jawa Tengah masih dibawah 1.000 tempat tidur. klien yang tidak menjalani perawatan berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang seksama karena sering mengalami kekambuhan Comment by ADI: Kalimat ini itdak tuntas, dilanjutkan ya... coba diingat saran saya saat konsul kemarin.Menurut penelitian Abidin (2007) faktor penyebab kekambuhan pada gangguan skizofreni9a adalah keluarga yang kurang harmonis. Hubungan dengan saudara - saudara yang kurang akrab, kemudian penderita yang malas serta merasa bosan kontrol secara rutin dan minum obat yang tidak teratur. Kurang dukungan dalam pengontrolan minum obat penderita dari keluarga sehingga rawat jalan menjadi tidak stabil. Sedangkan menurut penelitian Agus (2014) faktor yang memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain penderita tidak meminum obat dan tidak kontrol ke dokter secara rutin, menghentikan sendiri minum obat tanpa persetujuan dokter, kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat dapat memicu stres. Keadaan ini sebenarnya karena informasi dan pengetahuan yang kurang dari masyarakat sehingga masyarakat melakukan perilaku yang membuat penderita gangguan jiwa tersebut tidak membaik. Pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. pengetahuan bisa didapatkan dari pengalaman dan penelitian.Comment by ADI: Paragraf selanjutnya sebaiknya dijelaskan tentang pengetahuan dan bagaimana pengetahuan masyarakat mempengaruhi perilaku seseorang.Peneliti menarik kesimpulan dari dua penelitian diatas bahwa penyebab kekambuhan gangguan jiwa itu karena hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis, penderita yang malas meminum obat dan enggan untuk melakukan kontrol rutin ke dokter dan kurangnya dukungan dari anggota keluarga terdekat untuk minum obat secara rutin dapat menyebabkan kekambuhan pada individu yang menderita gangguan jiwa. Perilaku masyarakat yang negatif juga berperan untuk kekambuhan penderita gangguan jiwa, jadi sebenarnya kekambuhan tersebut dikarenakan masyarakat tidak mempunyai pengetahuan tentang gangguan jiwa dan perilaku penerimaan di masyarakat yang tidak baik membuat penderita mengalami kekambuhan.Comment by ADI: Inti paparan ini hampir sama dengan paragaf di atasnya. Cukup ditulis intisarinya saya dan dikombinasikan dengan penjelasannya sebelumnya yang setopik.Dari penelitian Puspitasari (2009) mengatakan bahwa penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Hal ini tampak lebih jelas dialami oleh kebanyakan penderita skizofrenia, mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan, diisolasi atau dipasung. Mereka sering sekali disebut sebagai orang gila (insanity atau madness). Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai skizofrenia. Pandangan masyarakat tentang penderita gangguan jiwa, selalu diidentikkan dengan sebutan orang gila dan karena hal-hal seperti kerasukan setan. Tanpa disadari secara tidak langsung hal ini merupakan mindset yang keliru dari kita sehingga orang memandang penderita gangguan jiwa sebagai suatu masalah yang negatif dan selalu mengancam (Videbeck, 2008).Selain itu, menurut Idwar (2009) juga menyatakan bahwa Persepsi masyarakat tentang gangguan jiwa terjadi karena dilakukan guna-guna oleh seseorang, sehingga tindakan awal pencarian pengobatan secara tradisional dengan menggunakan dukun. Pengobatan dengan berbagai dukun ternyata tidak memberikan kesembuhan, kemudian masyarakat menggunakan sistem medis modern, yaitu berobat ke sarana kesehatan. Pengobatan dengan medis modern memberikan kesembuhan, tetapi setelah penderita gangguan jiwa kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat kembali mengalami kekambuhan. Sehingga pada akhirnya penanganan terakhir yang dilakukan oleh keluarga adalah dengan merantai, mengurung di kamar dan memasung.Dari penelitian yang dilakukan oleh Sulistiorini 2013 tentang hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa. Sedangkan menurut Adilamarta (2011) tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dengan penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa dari penelitian tersebut menunjukan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel tingkat pengetahuan dengan penerimaan individu menderita gangguan jiwaMenurut data puskesmas 2 Sokaraja tahun 2015 menunjukan bahwa penderita gangguan jiwa terbanyak di delapan desa area kerja puskesmas 2 sokaraja yaitu desa Sokaraja Lor dengan jumlah 23 orang yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data tersebut peneliti melakukan survey dan wawancara terhadap 10 orang warga yang tinggal di Desa Sokaraja Lor pada bulan Juni 2015, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa orang yang gangguan jiwa itu karena keturunan, dan masyarakat mempersepsikan bahwa orang yang ganguan jiwa itu meresahkan warga, warga juga mengatakan takut kepada penderita gangguan jiwa karena sering mengamuk dan kadang kadang berkata kasar serta jorok. Masyarakat juga tetap membiarkan orang dengan gangguan jiwa tersebut berkeliaran diarea rumah mereka, namun ketika orang dengan gangguan jiwa tersebut kumat (mengamuk) warga akan memarahi membenak bentak orang gangguan jiwa tersebut. Untuk pengobatan, masyarakat mengatakan bahwa orang yang gangguan jiwa harus di datangkan tabib. Selanjutnya ada 2 orang yang mengatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa sebenarnya jangan di musuhi karena mereka juga manusia, tetapi mereka hanya mengalami gangguan stres pada dirinya, masyarakat juga mengatakan bahwa tetap terbuka dengan penderita gangguan jiwa ketika sembuh dan akan ikut melakukan kegiatan dan berorganisasi kembali.. Comment by ADI: Paragraf ini diletakkan sebelum paparan studi pendahuluan Dari data diatas dan penelitian yang dilakukan oleh Sulistiorini dan Adilamarta yang menunjukan hasil yang berbeda, sehingga peneliti tertarik meneliti hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku penerimaan masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa di desa Sokaraja Lor..1.02 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa.

1.03 Tujuan PenelitianTujuan penelitian terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk tujuan umumnya peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa sedangkan untuk tujuan khusus dari penelitian peneliti adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa kemudian untuk mengetahui perilaku penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa dan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa.Comment by ADI: Masyarakatnya di hapus saja.

1.04 Manfaat Penelitian1.04.1 Bagi Institusi PendidikanHasil penelitian ini diharapkan sebagai bacaan dan perbandingan, dapat digunakan dimasa yang akan datang dan menjadi sumber informasi bagi pihak program Studi ilmu Keperawatan khususnya keperawatan jiwa.104.2 Bagi PenelitiSebagai pengembangan kemampuan peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat di bangku kuliah dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam hal penelitian ilmiah.1.04.3 Bagi MasyarakatHasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat dan bisa mengubah pandangan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa.

1.05 Keaslian Penelitian1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sulistyorini (2013) tentang Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental bersifat Deskriptif Korelatif. Sampel penelitian sebanyak 100 masyarakat dengan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Pengujian hipotesis menggunakan uji Kendall Tau. Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi () sebesar 0,347 dengan nilai signifikansi (p-value) 0,000. Dengan kesimpulan penelitian adalah: (1) pengetahuan responden di wilayah kerja Puskesmas Colomadu 1 tentang gangguan jiwa mayoritas adalah termasuk kategori pengetahuan cukup, (2) sikap responden di wilayah kerja Puskesmas Colomadu 1 terhadap penderita gangguan jiwa lebih banyak sikap yang positif atau mendukung, (3) terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap masyarakatkepada penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Colomadu 1.Semakin baik pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa, maka semakin positif sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa.Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti di bagian variabel terikat pengetahuan. Sedangkan perbedaannya pada variabel bebasnya yaitu tentang sikap masyarakat sedangkan peneliti variabel bebasnya tentang perilaku penerimaan2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nofia Adilamarta (2011) Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Dengan Penerimaan Masyarakat Terhadap Individu Yang Menderita Gangguan Jiwa Dikelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo PadangDesain penelitian ini deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dimulai pada tanggal 1 Mei14 Mei 2011 dengan sampel 391 masyarakat dengan usia 18-60 tahun. Pengumpulan data dikumpulkan dengan alat ukur kuesioner, dan dilakukan pengolahan serta analisa dengan uji statistick chi-square. Hasil penelitian pengetahuan tinggi (44,5%), sikap negatif (65,7%), tidak menerima (67,3%), tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel tingkat pengetahuan dengan penerimaan individu menderita gangguan jiwa (p>0,5), dan ada hubungan yang bermakna antara variabel sikap dengan penerimaan individu menderita gangguan jiwa (p 75% - 100%

Ordinal

2Perilaku penerimaan terhadap individu gangguan jiwaSuatu tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh masyarakat tentang penderita gangguankuesionerPositifNegatif Nominal

3.05Variabel PenelitianVariabel merupakan anggota kelompok yang memiliki ciri berbeda yang memiliki yang dimiliki oleh kelompok lain (Saryono & Anggraeni, 2013). Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu :3.05.1 Variabel bebas (independen) Variabel bebas (independen) merupakan variabel yang mempengaruhi atau dianggap menentukan variabel terikat. Faktor risiko, prediktor, kausa/penyebab merupakan contoh dari wujud variabel ini (Saryono & Anggraeni, 2013 ). Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah. pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwaComment by ADI: tReza, variabelnya terbalik3.05.2 Variabel terikat (dependen)variabel terikat (dependen) ini merupakan variabel yang dipengaruhi. Variabel ini sering disebut juga sebagai luaran, efek atau dampak (Saryono & Anggraeni, 2013). Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah perilaku penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa.Comment by ADI: idem comment 93.05.3 variabel confounding / penggangguvariabel confounding merupakan variabel yang dapat mempengaruhi variabel terikat selain variabel bebas. Variabel pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa adalah : pendidikan, interaksi sosial, sosial ekonomi, lingkungan dan budaya

3.06 Instrument PenelitianComment by ADI: Reza sudah punya kuesionernya. Bila sudah ada, jelas instrumennya mengadop dari penelitian siapa. Jelaskan untuk tiap instrumen yang reza gunakan.Instrument penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar mempermudah penelitian dan hasilnya lebih baik cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah ( Saryono, 2011 ). Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar kuesioner yang terdiri dari dua kuesioner yaitu kuesioner pengetahuan dan perilaku. Kuesioner pengetahuan menggunakan skala Likert. Skala likert menurut Sugiyono (2010:93) adalah Skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

3.07 Validitas Dan Reliabilitas InstrumenValiditas merupakan indeks yang menunjukan alat itu benar benar mengukur yang diukur (Saryono & Anggraeni, 2013 ). Sementara reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan serta hasil pengukuran tetap konsisten atau tetap bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama ( Notoatmodjo, 2005 ). Alat pengukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner dengan skala likert yang telah dilakukan modifikasi oleh peneliti sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada responden yang memiliki karakteistik hampir sama.Uji validitas merupakan uji coba suatu alat pengukuran ( kuesioner ) agar dapat mengukur dan relevan terhadap variabel yang akan diukur. Untuk melakukan uji validitas suatu kuesioner dilakukan uji korelasi antara skor tiap tiap item dengan skor total kuesioner melalui uji korelasi pearson product moment.Rumus uji korelasi pearson product moment adalah sebagai berikut :r = keteranganr : Nilai korelasi antara X dan Y ( product moment )N: Jumlah respondenX: Skor item pertanyaan nomor ke -nY: Skor total item pertanyaanXY: Skor pertanyaan nomor ke n dikali skor totalUji tersebut dikatakan valid apabila nilai hasil R lebih besar dari R label dan hasilnya positif namun sebaliknya apabila didapat hasil uji R lebih kecil dari R tabel R maka dapat disimpulkan tidak valid dengan nilai signifikansi 0,05. Uji validitas penelitian ini akan dilakukan di Desa Sokaraja Lor.Uji reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui suatu alat pengukur dapat digunakan dua kali atau untuk mengukur gejala yang sama dengan hasil yang sama. Uji reabilitas ini mengunakan rumus Alpha cronbach dengan nilai alfa 0,05. Hasil dikatakan reliabel, apabila r11 hitung lebih besar dari r tabel. r11 = 1- keteranganr11: Reliabilitas instrumenk: Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soalb2: Jumlah varians butir butir pertanyaant: Varians total

3.08Jalannya PenelitianPenelitian ini memiliki tahapan tahapan diantaranya adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data. Tahap persiapan ini meliputi pesiapan materi dan konsep yang mendukung penelitian, menyusun proposal penelitian yang terlebih dahulu di konsultasikan kepada pembimbing, kemudian melakukan studi pendahuluan di Desa Sokaraja Lor, konsultasi dengan pembimbing dan penyusunan proposal. Selanjutnya merupakan tahap kedua yaitu pelaksanaan penelitian diantaranya menentukan sempel yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian, memberikan penjelasan kepada responden mengenai penelitian, meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden, dan membagikan kuesioner. Kemudian tahap terahir dari penelitian ini adalah tahap pengolahan data yang diantaranya meliputi pengecekan data, data yang sudah diseleksi, kemudian diolah menggunakan batuan komputer.

3.09 Analisis DataPada penelitian ini dilakukan analisis data univariat dan bivariat. Analisis univariat merupakan pengumpulan data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan ukuran tendensi sentral (Saryono & Anggraeni, 2013).Analisa bivariat merupakan analisis yang melibatkan dua kelompok dalam mencari perbandingan dari variabel tersebut (Babbie, 2012). Kedua kelompok pada penelitian ini yaitu kelompok pengetahuan masyarakat dan perilaku penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa. Analisis bivariat penelitian ini menggunakan Chi Square karena penelitian ini merupakan penelitian korelasi variabel nominal dengan dua kelompok. Apabila dalam penelitian ini ditemukan disribusi data tidak normal maka menggunakan uji parametric yaitu uji pearson.3.010 Etika PenelitianDalam etika penelitian terdapat dua prinsip yaitu manfaat (beneficience), dan menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) (Nursalam, 2008).Pertama adalah manfaat (beneficience). Manfaat merupakan prinsip yang tidak membahayakan atau merugikan orang lain dan untuk melakukan yang baik. Prinsip beneficience ini meliputi hal-hal sebagai berikut seperti: Bebas dari penderitaan artinya pada penelitian ini bebas dari penderitaan, tidak ada unsur paksaan untuk menjadi responden. Bebas dari eksplorasi, artinya penelitian ini bersifat rahasia artinya data-data responden hanya diketahui oleh peneliti. Bebas dari risiko, artinya penelitian ini memberikan keuntungan berupa informasi mengenai pengetahuan dan perilaku yang baik terhadap penderita gangguan jiwa.Kedua anonymity adalah peneliti menjaga kerahasiaan identitas diri responden seperti tidak mencantumkan nama responden serta memberi jaminan bahwa informasi yang diberikan responden dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dan digunakan untuk penelitian selanjutnya.Terakhir adalah menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) meliputi hal-hal sebagai berikut hak untuk ikut atau tidak menjadi, artinya responden mempunyai hak untuk memutuskan kesediaan menjadi responden atau tidak, tanpa adanya sanksi apapun. Dalam kuesioner penelitian, telah dicantumkan lembar persetujuan untuk menjadi responden, sehingga peneliti tidak memaksa terhadap responden. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan, artinya sebelumnya, peneliti menjelaskan prosedur penelitian kepada responden. Peneliti meyakinkan kepada responden bahwa peneliti akan bertanggung jawab terhadap segala kemungkinan yang timbul dan akan menghindari perlakuan yang buruk terhadap responden selama penelitian. Informed consent, artinya responden mendapatkan informasi terlebih dahulu secara lengkap tentang tujuan penelitian, dan mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga telah dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya untuk pengembangan ilmu.