Reza Jurnal

13
KARAKTERISTIK FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennst) TERHADAP Candida albicans Septi Reza Putra, Diana Sri Zustika, Tresna Lestari Prodi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada ABSTRAK Telah dilakukan pengujian aktivitas antijamur dari umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) terhadap Candida albicans.Dari 400 gram simplisia seberat 35,77 gram ekstrak kental dengan nilai rendemen 8,94%. Pemeriksaan skrining fitokimia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) mengandung metabolit sekunder alkaloid, polifenolat, flavanoid, monoterpen, seskuiterpen, kuinon. Hasil pengujian parameter simplisia diperoleh susut pengeringan 12,60%, kadar air 6,67%, kadar sari larut air 15,95%, kadar sari larut etanol 2,58%, kadar abu total 2,52%, kadar abu tidak larut asam 1,23%, kadar abu larut air 1,15%. Hasil pengujian anti jamur terhadap Candida albicans dari ekstrak dan fraksi diperoleh hasil daya hambat pada ekstrak sebesar 1,8 mm pada konsentrasi 10 %, pada fraksi dengan nilai terbaik pada fraksi etil asetat sebesar 2,22 mm dengan konsentrasi 10 %. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 0,91 mm dengan konsentrasi 7 % memiliki aktivitas yang setara dengan pembanding nistatin sebesar 5.30%. Kata kunci: Umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst), (KHM) etil asetat, antijamur, Candida albicans ABSTRACT The research has been conducted of antifungal activity of Gadung’s bulb (Dioscorea hispida Dennst) to Candida albicans. From 400 grams of crude extracts obtained thick extract 35.77 grams with a value of 8.94% yield. Phytochemical screening of Gadung’s bulb (Dioscorea hispida Dennst) positively showed containing secondary metabolites such as alkaloids, polifenolat, flavonoids, monoterpenes, sesquiterpenes, quinones. The results of simplicia drying shrinkage parameters 12.60%, containing water 6.67%, the levels of water-soluble extract 15.95%, the levels of ethanol- soluble extract 2.58%, ash total 2.52%, ash insoluble acid 1.23%, ash content of water soluble 1.15%. From the test results of extracts and fractions to antifungal activity against Candida albicans showed has inhibition potential is 1.8 mm with 10% of the concentration, the fraction with the best value in the ethyl acetate fraction is 2.22 mm with 10% of concentration. Value of the minimum inhibitory concentration (MIC) with a 7% concentration is 0.91 mm, knowing has activity equivalent to Nystatin comparison of 5,30%. Keywords: Gadung’s bulb (Dioscorea hispida Dennst), (MIC) acetate ,antifungal, Candida albicans 1

description

bahan alam

Transcript of Reza Jurnal

KARAKTERISTIK FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennst) TERHADAP Candida albicans

Septi Reza Putra, Diana Sri Zustika, Tresna LestariProdi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada

ABSTRAKTelah dilakukan pengujian aktivitas antijamur dari umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) terhadap Candida albicans.Dari 400 gram simplisia seberat 35,77 gram ekstrak kental dengan nilai rendemen 8,94%. Pemeriksaan skrining fitokimia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) mengandung metabolit sekunder alkaloid, polifenolat, flavanoid, monoterpen, seskuiterpen, kuinon. Hasil pengujian parameter simplisia diperoleh susut pengeringan 12,60%, kadar air 6,67%, kadar sari larut air 15,95%, kadar sari larut etanol 2,58%, kadar abu total 2,52%, kadar abu tidak larut asam 1,23%, kadar abu larut air 1,15%. Hasil pengujian anti jamur terhadap Candida albicans dari ekstrak dan fraksi diperoleh hasil daya hambat pada ekstrak sebesar 1,8 mm pada konsentrasi 10 %, pada fraksi dengan nilai terbaik pada fraksi etil asetat sebesar 2,22 mm dengan konsentrasi 10 %. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 0,91 mm dengan konsentrasi 7 % memiliki aktivitas yang setara dengan pembanding nistatin sebesar 5.30%.

Kata kunci: Umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst), (KHM) etil asetat, antijamur, Candida albicans

ABSTRACTThe research has been conducted of antifungal activity of Gadungs bulb (Dioscorea hispida Dennst) to Candida albicans. From 400 grams of crude extracts obtained thick extract 35.77 grams with a value of 8.94% yield. Phytochemical screening of Gadungs bulb (Dioscorea hispida Dennst) positively showed containing secondary metabolites such as alkaloids, polifenolat, flavonoids, monoterpenes, sesquiterpenes, quinones. The results of simplicia drying shrinkage parameters 12.60%, containing water 6.67%, the levels of water-soluble extract 15.95%, the levels of ethanol-soluble extract 2.58%, ash total 2.52%, ash insoluble acid 1.23%, ash content of water soluble 1.15%. From the test results of extracts and fractions to antifungal activity against Candida albicans showed has inhibition potential is 1.8 mm with 10% of the concentration, the fraction with the best value in the ethyl acetate fraction is 2.22 mm with 10% of concentration. Value of the minimum inhibitory concentration (MIC) with a 7% concentration is 0.91 mm, knowing has activity equivalent to Nystatin comparison of 5,30%.

Keywords: Gadungs bulb (Dioscorea hispida Dennst), (MIC) acetate ,antifungal, Candida albicans

1

PENDAHULUANNenek moyang terdahulu sudah memanfaatkan tanaman untuk mengobati berbagai penyakit. Pemanfaatan tanaman tersebut karena Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang menyebabkan tanahnya subur sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh sehingga kaya akan sumber daya tanaman yang mengandung berbagai komponen zat, baik yang sudah dikenal maupun yang masih terikat pada tumbuhan-tumbuhan sebagai sumber obat. Tanaman obat merupakan suatu komponen penting dalam pengobatan tradisional. Penggunaan tanaman obat untuk menyembuhan suatu penyakit didasarkan pada pengalaman yang secara turun temurun diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya (Pramono Sasongko, 2009).Khasiat dan manfaat tanaman gadung sebagai anti-inflamasi, spasmolitik, diaforetik. Gadung digunakan untuk mengobati keputihan, kencing manis, kusta, mulas, nyeri empedu, nyeri haid, radang kandung empedu, rematik (nyeri persendian), dan kapalan (obat luar). Selain sebagai obat masyarakat lebih banyak memamfaatkan bagian umbinya dengan pengolahan tradisional menjadi keripik dan makanan pengganti beras, sagu dan jagung (Anonim, 2008).Masyarakat belum dapat memanfaatkan dengan maksimal khasiat lain dari umbi gadung sebagai obat. Pada penelitian akan dilakukan pengujian karakteristik fitokimia umbi gadung dan uji aktivitas anti jamur dari ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst).Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada tanaman obat. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (J.B. Harborne, 1987).Fraksinasi adalah memisahkan senyawa yang terkandung dalam suatu tanaman berdasarkan tingkat kepolaran dari pelarut yang digunakan seperti pelarut polar, semi polar dan non polar, sehingga senyawa dapat terpisah berdasarkan kepolarannya. Fungi merupakan organisme eukariot yang sel-selnya mempunyai nukleus (inti sel) yang jelas dan mengandung materi genetik (DNA) yang dikelilingi oleh membran inti sel. Fungi dapat berupa organisme uniseluler, yang disebut dengan khamir, atau organisme multiseluler, yang disebut dengan jamur.

METODE PENELITIAN

AlatAlat yang digunakan pada percobaan ini tabung maserator digunakan untuk ekstraksi, gelas kimia, batang pengaduk, kain flanel, gelas ukur, rotary evaporator, mortir, stem, inkubator, pipet volum, pipet mikro, tip, tabung, spatel, tabung reaksi, timbangan analitik, labu ukur, dan pinset.BahanBahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah HCl pekat, CHCl3, pereaksi Mayer, Bourchardat, Liebermann-Burchard, NH4OH, larutan gelatin 1%, FeCl3, serbuk Zn, amil alkohol, NaOH, eter, etil asetat, n-heksana. BaCl2, H2SO4, NaCl fisiologis, aquades, nistatin, dan Candida albicans.

Sampel PenelitianSampel umbi gadung (Dioscorea hispida dennst) diperoleh dari perkebunan Manoko Bandung.

Determinasi TanamanDeterminasi sampel dilakukan di Hebarium Sekolah Ilmu Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung.

Pengolahan SimplisiaUmbi gadung dikupas dan dibersihkan pada air mengalir, dikeringkan dengan di angin-anginkan dalam ruangan. Potong menjadi kecil dan haluskan dengan blender, keringkan kembali dengan pemanasan oven. Serbuk digunakan untuk sampel penelitian.

Penapisan Fitokimia1. Pemeriksaan golongan senyawa alkaloidSimplisia ditambah amonia encer lalu digerus dalam mortar. Tambahkan beberapa milliliter kloroform sambil terus digerus. Filtrat disaring dan dikocok dengan asam klorida 2N. Lapisan asam dipisahkan kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama digunakan sebagai blanko. Bagian kedua ditetesi dengan larutan pereaksi Mayer. Bagian ketiga ditetesi pereaksi Dragendorf. Terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer dan endapan jingga coklat pada pereaksi Dragendorf menunjukkan reaksi positif adanya senyawa alkaloid (Farnsworth, 1966).

2. Pemeriksaan golongan senyawa flavonoidSimplisia digerus dalam mortar dan dipanaskan dengan air di atas penangas, kemudian disaring. Filtrat yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk Zn, larutan alkohol : HCl (1:1) dan amil alkohol dan campuran kemudian dikocok kuat-kuat. Adanya senyawa flavonoid ditandai dengan filtrat berwarna merah, kuning atau jingga yang dapat ditarik oleh amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3. Pemeriksaan golongan senyawa saponinSimplisia ditambahkan air dan digerus dalam mortar hingga lumat, kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan lagi sedikit air dan dipanaskan. Setelah dingin tabung reaksi dikocok kuat selama beberapa menit. Pembentukan busa sekurang-kurangnya setinggi 1 cm dan persisten selama beberapa menit serta tidak hilang dengan penambahan asam menunjukan adanya senyawa saponin (Farnsworth, 1966).

4. Pemeriksaan golongan senyawa tannin dan polifenolatSimplisia digerus dalam mortar dan dipanaskan dengan air di atas penangas kemudian disaring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama ditetesi dengan pereaksi besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru hitam menunjukkan adanya senyawa tannin dan polifenolat. Bagian kedua ditambahkan larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat senyawa tannin (Farnsworth, 1966).5. Pemeriksaan golongan senyawa steroid dan triterpenoidSimplisia disari dengan eter. Sari eter kemudian diuapkan hingga kering. Pada residu diteteskan pereaksi Liebermann-Burchard. Penambahan pereaksi dilakukan dalam keadaan dingin. Terbentuknya warna ungu menunjukkan bahwa dalam simplisia terkandung senyawa terpenoid, sedangkan bila terbentuk warna hijau biru menunjukkan adanya senyawa steroid (Farnsworth, 1966).6. Pemeriksaan golongan senyawa monoterpen dan seskuiterpenSimplisia disari dengan eter. Sari eter kemudian diuapkan hingga kering. pada residu diteteskan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau vanillin-asam sulfat. Penambahan pereaksi dilakukan dalam keadaan dingin. terbentuk warna ungu menunjukkan adanya senyawa monoterpen dan seskuiterpen (Farnsworth, 1966).

7. Pemeriksaan golongan senyawa kuinonSimplisia digerus dalam mortar dan dipanaskan dengan air di atas penangas kemudian disaring. Filtrat ditetesi dengan larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya senyawa kuinon (Farnsworth, 1966).

Pengujian Parameter Simplisia1. Pemeriksaan makroskopikPemeriksaan makroskopik simplisia dilakukan terhadap umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) menggunakan pancaindra meliputi bentuk, warna dan bau.

2. Pemeriksaan mikroskopikPemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst), menggunakan alat bantu mikroskop. Bahan yang diperiksa disimpan diatas kaca objek, dan ditutup dengan deck glass, kemudian diamati dengan mikroskop.

3. Susut pengeringan. Timbang seksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 mm, masukan kedalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Setiap sebelum pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu ruangan (Kemenkes, 1995).

4. Kadar airBersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas dengan air, kemudian keringkan dalam lemari pengering. Timbang saksama sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 4 sampai 5 mL air, masukan ke dalam labu kering. Masukan lebih kurang 200 mL toluen jenuh air ke dalam labu, pasang rangkaian alat. Masukan toluen jenuh air ke dalam tabung penerima melalui pendingin sampai leher alat penampung. Panaskan labu hati- hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, atur penyulingan dengan kecepatan lebih kurang dua tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen jenuh air, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi oleh toulen jenuh air. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Dinginkan tabung penerima hingga suhu ruangan. Jika ada tetes air yang melekat, gosok tabung pendingin dan penerima dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toulen jenuh air hingga tetesan air turun. Baca volume air setelah air dan toluen memisah sempurna. Kadar dihitung dalam %v/b (Kemenkes, 1995).

5. Kadar sari larut airTimbang seksama lebih kurang 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan kedalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh kloroforn, kocok berkali-kali selam 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105C hingga bobot tetap (Kemenkes, 1995).

6. Kadar sari larut etanolTimbang seksama lebih kurang 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol 95% P, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105 C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut etanol (Kemenkes, 1995).

7. Kadar abu totalTimbang seksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang abis, dinginkan dan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas aduk saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat kedalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Kemenkes, 1995).

8. Kadar abu tidak larut asamDidihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 mL HCl LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam krus hinga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan uji, dinyatakan dalam %b/b (Kemenkes, 1995).

9. Kadar abu larut airAbu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total, didihkan dengan 25 mL air selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut, saring dengan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas dan pijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450C hingga bobot tetap kemudian timbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut dengan air. Hitung kadar abu yang larut dalam air terhadap simplisia (Depkes, 1995 ).

EkstraksiEkstraksi menggunakan cara dingin yaitu maserasi. 400 g serbuk dari umbi gadung direndam dengan pelarut etanol 96% pada suhu kamar dan tertutup rapat. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam dan setiap 24 jam pelarut diganti dengan yang baru. Ekstrak cair dipekatkan dengan rotary evaporator..

Pemantauan Ekstrak dengan KLTPada pemisahan dengan KLT digunakan plat silika Gel GF254. Ekstrak di totolkan pada plat KLT. Kemudian dielusi dengan fase gerak. Kromatogram dilihat dibawah sinar tampak, disemprot dengan H2SO4 10% , dalam lampu UV-Vis pada rentang panjang gelombang 254 nm dan 366 nm Noda terbentuk masing-masing diukur Rfnya, Noda yang terbentuk diperiksa dengan sinar tampak (Lailis, 2010).

FraksinasiEkstrak etanol difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair (ECC) menggunakan corong pisah, dengan menggunakan pelarut non polar, semi polar dan polar. Ekstrak etanol dilarutkan dalam air kemudian ditambahkan Fraksi n-heksana (1:1) dipisahkan dari fraksi air, ditampung dan dipekatkan. Fraksi air difraksinasi lagi dengan etil asetat. Fraksi etil asetat dipisahkan dari fraksi air, masing-masing ditampung dan dipekatkan.

Uji Aktivitas Antijamur1. Sterilisasi alatPada percobaan uji mikroba alat disterilisasi terlebih dahulu, umumnya untuk bahan yang sensitif terhadap kelembaban digunakan metode sterilisasi panas kering pada temperatur 160 C-180 C, sedangkan bahan yang resisten kelembabban digunakan metode sterilisasi panas basah pada temperatur 115 C-134 C (Sylvia, 2008).

2. Pembuatan media pembiakana. Larutan NaCl fisiologisNatrium klorida ditimbang sebanyak 0,9 g lalu dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit dalam labu ukur 100 mL sampai larut sempurna. Kemudian ditambahkan air suling sampai tanda garis batas, lalu di sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.b. Sabouraud dextrose agar (SDA)Media Sabouraud Dextrose agar(SDA) sebanyak 25 g medium disuspensikan ke dalam satu liter aquadest, medium dipanaskan sampai mendidih agar tercampur dengan sempurna selama 1 menit kemudian disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 188 C -121 C dengan tekanan 1-2 atm.

3. Pembuatan suspense jamurSuspensi dibuat dari koloni strain murni dengan mengambil beberapa koloni dengan menggunakan ose bulat. Campurkan pada larutan NaCl fisiologis sampai kekeruhannya sama dengan larutan Mc Farland 0,5 yang diukur kepadatan jamur dengan menggunakan turbidimeter.

4. Pengujian antijamur terhadap Candida albicansSuspensi Candida Albicans sebanyak 0,2 mL dimasukan ke dalam cawan petri yang sudah disterilisasi terlebih dahulu. Masukan ke dalam 20 mL SDA , goyangkan cawan secara memutar sampai homogen. Setelah agar mengeras dibuat garis horizontal dan vertikal supaya terbagi menjadi 4 bagian. Setiap bagian dibuat lubang, ekstrak umbi gadung dimasukkan ke setiap lubang dengan konsentrasi yang berbeda. Setelah selesai cawan petri dibungkus kertas dan diikat dengan benang nilon. Inkubasi selama 24-28 jam pada suhu 25C, ukur zona yang akan terbentuk (Iwan, 2013).

5. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) fraksi umbi gadungPenetuan Konsentrasi Hambat Minimum dilakukan untuk fraksi yang memberikan hambatan terbesar terhadap pertumbuhan jamur uji dengan variasi konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan jamur merupakan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan jamur merupakan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM).

6. Penetapan kesetaraan aktivitas dan pembanding nistatinterhadap Candida albicansAntibiotik diencerkan dibuat dengan beberapa konsentrasi yang berbeda dan diujikan terhadap Candida Albicans . Hasil pengujian dibuat kurva kalibrasi dengan diameter hambat (mm) pada sumbu y dan konsentrasi antibiotik pembanding pada sumbu x sehingga akan diketahui persamaan dari garis tersebut dengan ditentukan kesetaraan aktivitas fraksi ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida dennst) terhadap nistatin dengan memasukkan besarnya diameter hambat pertumbuhan Candida Albicans pada persamaan garis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Determinasi TanamanDeterminasi sampel dilakukan di Hebarium Sekolah Ilmu Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Hasil dinyatakan bahwa simplisia merupakan divisi Magnoliopyta, kelas Liliadae, bangsa liliales, nama suku Dioscoreaceae, nama jenis Dioscorea hispida dennst.

Pengolahan SampelPengolahan sampel pertama dilakukan pencucian dan pengupasan hingga menjadi potongan kecil. Proses pengeringan dilakukan dengan cara pengeringan alami, yaitu menggunakan sinar matahari secara tidak langsung. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan adanya senyawa yang mudah menguap. Sampel yang sudah dikeringkan diblender sampai halus.

Penapisan FitokimiaUntuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dari umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) maka dilakukan skrining fitokimia terhadap simplisia, ekstrak dan fraksinya. Hasil skrining fitokimia.

Tabel 1. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia, Ekstrak dan Fraksi Umbi GadungGolongan SenyawaSimplisiaEkstrakFraksi AirFraksi Etil AsetatFraksi N-heksana

Alkaloid++-++

Flavonoid++++-

Saponin+----

Tannin-----

Polifenolat+++++

Monoterpen dan Seskuiterpen+++++

Steroid dan Triterpenoid-----

Kuinon++++-

Keterangan: (+) positif (-) negatif

Dari pengujian skrining fitokimia terlihat dalam simplisia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) menunjukan hasil positif alkaloid, polifenolat, flavanoid, monoterpen, seskuiterpen, kuinon dan saponin, sedangkan pada ekstrak saponin menunjukan hasil negatif. Dalam fraksi non polar yaitu fraksi n-heksana menunjukan hasil negatif pada pengujian kuinon.

Pengujian Parameter SimplisiaPengujian parameter simplisia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) bertujuan untuk mengetahui mutu dari simplisia tersebut dengan pengujian makroskopik, mikroskopik, susut pengeringan, kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air.Berdasarkan hasil pemeriksaan makroskopik terhadap umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) dapat dilihat umbi membulat, kadang agak memanjang, bagian luar bewarna kelabu atau kuning , banyak serabut, hampir seperti duri tempel, dan bagian dalam berwarna kuning atau putih.

a. b.Gambar 1 Hasil pemeriksaan makroskopik umbi gadung, a. simplisia umbi gadung b. serbuk simplisia umbi gadungHasil pemeriksaan mikroskopik terhadap umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) menunjukan bahwa pada umbi tersebut terdapat beberapa anatomi atau fragmen khas pati, berkas pembuluh dan rambut penutup.

a. b. c.

Gambar 2 Mikroskopik umbi gadung pembesaran 400 x a. pati b.berkas pembuluh c. rambut penutup

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst).

Tabel 2 Hasil pengujian parameter simplisia umbi gadungPengujianHasil

Kadar air6,67%

Kadar abu total2,52%

Kadar abu tidak larut asam1,23%

Kadar abu larut air1,15%

Kadar sari larut air15,95%

Kadar sari larut etanol2,58%

Susut pengeringan12,60%

Penetapan susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui banyaknya senyawa yang menguap selama proses pemanasan Dari penetapan susut pengeringan diperoleh hasil sebesar 12,60%.Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui rentang besarnya kandungan air yang terdapat pada simplisia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) setelah proses pengeringan. Hasil yang diperoleh dari hasil kadar air sebesar 6,67%. Dari hasil penentuan kadar sari larut air, diperoleh 15,95%. Hal ini untuk mengetahui senyawa yang tersari dalam air. Pada saat kadar sari larut air digunakan kloroform. Dari hasil penentuan kadar sari larut etanol, diperoleh 2,58%.Kadar sari larut etanol ini berfungsi sebagai standar dalam menentukan metode selanjutnya misalnya dalam ekstraksi. Parameter berikutnya yang ditetapkan adalah kadar abu. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kadar abu total sebesar 2,52 % . Kadar abu total untuk menunjukan parameter kandungan mineral baik yang berasal dari simplisia maupun cemaran. Untuk mengetahui jumlah zat anorganik yang merugikan seperti logam berat atau cemaran dan zat anorganik yang tidak larut air dilakukan penentuan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu tidak larut air, data yang diperoleh sebesar 1,23% untuk kadar abu tidak larut asam dan 1,15 % untuk kadar abu tidak larut air.

EkstraksiUntuk menyari senyawa dalam simplisia dilakukan dengan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96 %. Metode maserasi dipilih diharapkan dapat mengurangi resiko kerusakan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia. Hasil maserasi dari 400 gram simplisia didapat ekstrak kental seberat 35,77 gram. Dengan nilai rendemen yang diperoleh 8,94%.

Pemantauan Ekstrak

a. b. c. d.

. Gambar 4.3 Kromatrogram lapis tipis ekstrak etanol umbi gadung (Dioscorea hispida) fase diamsilica gel GF254fase gerak chloroform : aceton (6:4) a.dilihat secara visual,b. Dilihat dibawah sinar UV 254 nm,c.dilihat dibawah sinar UV 366 nm,d. Penampak bercak H2SO4 10% dalam metanolDilihat dari gambar 4.3 hasil kromatrogram dengan menggunakan fase gerak kloroform : aseton (6:4) dengan fase diam silika gel Gel GF254, dilihat secara visual, lampu uv 254 nm, lampu uv 366 nm, dan disemprot dengan H2SO4 menujukan empat bercak dengan niai Rf 0,2 , 0,5, 0,72, 0,8.

Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol umbi gadungPengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas anti jamur dari ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst).

Gambar 4.4 Uji aktivitas antijamur ekstrak etanol umbigadung(Dioscorea hispida) dengan berbagai konsentrasi a. 10%, 20%, 30%, 40% b.50%, 60%, 70% c. 80%, 90% d.100%

Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol umbi gadungKonsentrasi (%)Diameter Hambat (mm)

0-

101,8

203,5

304,6

404,9

505,3

605,6

705,9

806,7

908,3

10010,6

Keterangan : Diameter zona hambat ekstrak etanol sudah dikurangi zona hambat blankoBerdasarkan hasil pengujian bahwa ekstrak etanol menunjukan adanya diameter hambat terhadap Candida albicans dengan diameter hambat 1,8 mm pada konsentrasi 10 %. Berdasarkan penapisan fitokimia ekstrak etanol dari umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) mengandung senyawa alkaloid, polifenolat, flavanoid, monoterpen dan seskuiterpen dan kuinon. Mekanisme kerja alkaloid yang dihasilkan ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) dapat merusak dinding sel. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut (Agus et al, 2012), mekanisme kerja alkaloid diprediksi melalui penghambatan sintesis dinding sel yang akan menyebabkan lisis pada sel sehingga sel akan mati. Flavanoid dapat mendenaturasi protein sel dengan merusak sel membentuk senyawa komplek dengan protein ekstraseluler (Cowan, 1995). Dari data di atas ditunjukan dengan semakin tinggi konsentrasi dari ekstrak etanol umbi gadung (Dioscorea hispida dennst) semakin kuat daya hambat terhadap Candida albicans.

FraksinasiFraksinasi dilakukan untuk memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair - cair (ECC) dengan menggunakan corong pisah dan pelarut n-heksana, etil asetat, dan air. Dari 20 gram ekstrak kental umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) diperoleh fraksi n- heksan seberat 4,96 g dengan nilai rendemen sebesar 24,81 %, fraksi etil asetat seberat 3,32 g dengan nilai rendemen 16,60% dan fraksi air seberat 6,14 g dengan nilai rendemen sebesar 30,73 %.

Uji Aktivitas Antibakteri Umbi GadungTabel 4. Hasil penentuan uji aktivitas antijamur fraksi air, etil asetat dan n-heksanaKonsentrasi (%)Diameter Hambat (mm)

Fraksi N-HeksanaFraksi Etil AsetatFraksi air

0---

10-2,22-

20-2,30-

30-2,70-

40-3,00-

50-3,14-

60-4,10-

70-4,52-

80-5,13-

903,25,787,12

1004,76,047,19

Keterangan : Diameter zona hambat fraksi sudah dikurangi zona hambat blanko

a. b. c.Gambar 5 Hasil uji aktivitas antijamur, (a) fraksi n-heksan (2) fraksi etil asetat (3) fraksi airDari data yang diperoleh pada fraksi etil asetat menunjukan hasil daya hambat yang baik dengan konsentrasi terkecil pada konsentrasi 10 % dengan daya hambat sebesar 2,22 mm, sedangkan pada fraksi n-heksana dan fraksi air konsentrasi yang menunjukan daya hambat pada konsentrasi 90% dengan daya hambat n-heksana sebesar 3,2 mm dan fraksi air sebesar 7,12 mm. Selanjutnya fraksi etil asetat dilanjutkan dengan pengujian konsentrasi hambat minimum dengan konsentrasi dari 1 % sampai 10 %.

Hasil Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi Etil Asetat Umbi Gadung Terhadap Bakteri Candida albicans

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas terkecil pada fraksi etil asetat.

Gambar4.6Pengujiankonsentrasihambatminimum(KHM)fraksi etil asetat umbi gadung(Dioscorea hispida)

Tabel 5 Hasil penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) fraksi etil asetat umbi gadung terhadap jamur Candida albicans

Konsentrasi (%)Diameter Hambat (mm)

0-

1-

2-

3-

4-

5-

6-

70,91

80,98

91,30

102,32

Keterangan : Diameter zona hambat fraksi sudah dikurangi zona hambat blanko.Berdasarkan hasil yang didapat konsentrasi terkecil dari fraksi etil asetat memberikan hambatan pada pertumbuhan jamur Candida albicans adalah pada konsentrasi 7 % dengan besar diameter 0,91mm. Dilihat nilai rata rata yang diperoleh, semakkin besar konsentrasi fraksi etil asetat maka semakin besar diameter hambat yang terbentuk. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi dari fraksi etil asetat dari umbi gadung (Dioscorea hispida Dennt) maka aktivitas anti jamur semakin kuat.

Penetapan Kesetaraan Antibiotika Pembanding Nistatin Terhadap Candida albicansPenetapan kesetaraan aktivitas ekstrak uji untuk aktivitas antijamur dengan suatu baku pembanding (Nistatin) diperoleh dengan membandingkan respon berupa hambatan pertumbuhan jamur dari zat uji terhadap respon dari baku pembanding (Nistatin) pada kondisi yang sama.Hasil dari pengamatan dibuat kurva baku dengan data konsentrasi Nistatin pada sumbu x (%) dan diameter hambat Nistatin terhadap jamur uji (mm) pada sumbu y. Kurva digunakan untuk menghitung konsentrasi zat uji yang memiliki aktivitas antijamur dengan cara menarik garis lurus yang memotong kurva baku dari diameter hasil pengamatan sehingga diperoleh konsentrasi sebenarnya dari zat uji.

Tabel 4.6 Uji Aktivitas Nistatin Terhadap Candida albicans(mm)KonsentrasiNistatin (%)Diameter HambatCandida albicans(mm)

20.53

40.73

61.03

81.23

101.47

121.67

141.92

162.18

182.40

202.67

Gambar 4,7 Grafik konsentrasi Nistatin terhadap Candida albicans

Konsentrasi fraksi etil asetat pada 7% dengan diameter hambat 0.91 mm setara dengan konsentrasi nistatin 5,30059%.

Gambar 4.8 Konsentrasi hambat minimum pembanding(Tetrasiklin HCl)Nilai banding fraksi etil asetat terhadap baku pembanding Nistatin dihitung menggunakan persamaan pada kurva baku Nistatin. Data pada Tabel 4.7 pada konsentrasi 7% b/v, diameter hambat fraksi terhadap Candida albicans dapat dihitung nilai x = 0,91 Jadi dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak umbi gadung mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida albicans yang setara dengan konsentrasi baku Nistatin 5,30059 % .

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh ekstrak kental dari 400 gram simplisia seberat 35,77 gram dengan nilai rendemen 8,94%. pemeriksaan skrining fitokimia umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) mengandung metabolit sekunder alkaloid, polifenolat, flavanoid, monoterpen, seskuiterpen, kuinon. Hasil parameter simplisia susut pengeringan 12,60%, kadar air 6,67%, kadar sari larut air 15,95%, kadar sari larut etanol 2,58%, kadar abu total 2,52%, kadar abu tidak larut asam 1,23%, kadar abu larut air 1,15%. Dari hasil pengujian anti jamur terhadap Candida albicans dari ekstrak dan fraksi memperoleh hasil daya hambat pada ekstrak sebesar 1,8 mm pada konsentrasi 10 %, pada fraksi dengan nilai terbaik pada fraksi etil asetat sebesar 2,22 mm dengan konsentrasi 10 %. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) fraksi etil asetat umbi gadung 0,91 mm dengan konsentrasi 7 % memiliki aktivitas yang setara dengan pembanding Nistatin sebesar 5,30059%.

SaranPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui uji aktivitas umbi gadung (Dioscorea hispida) terhadap mikroba yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Argo M. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat 431 jenisTanamanPenggempurAnekaPeny akit.Jakarta:PTAgromediapustaka;hal 70, 71

CowanMM.(1999). Plants products as antimicrobialagents. Clin. Microbiol. Rev.12: 564-582

G. Ibnu Gholib. & R. Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :Penerbit Pustaka Pelajar; hal 353, 354

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun CaraModernMenganalisisTumbuhan. Bandung:PenerbitITB;hal102, 234

Kemenkes RI. 2010. Suplemen 1 Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Insonesia.

M. Resmi, dkk. 2001. Penelitian Kimia Tanaman Obat.Edisi1.Bandung:WidyaPadjadjran.

Repiantika. 2012. Ekstraksi dan Fraksinasi Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Serta Uji Aktivitas Antimikroba Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans. [skripsi]. Tasikmalaya: Fakultas Farmasi, STIKes Bakti Tunas Husada tasikmalaya.

Sasongko P. 2009. Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea hispida) Melalui Proses Fermentasi Menggunakan Kapang Mucor Sp. Jurnal Teknologi Penelitian. Vol. 10(3), p 205-215

T. Pratiwi. 2009. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta : Penerbit Erlangga; hal 39, 40, 41, 43

Trianto, agus., at al. 2012.Uji Bioaktivitas Ekstrak TeripangPasir(Holothuriscabra)TerhadapBakteriseudomonasaeruginosDanBacilluscereusJ.perikanan 2012: 1(2): 5-6.2