3. Lapkas Reza Oktarama Putra
-
Upload
edhobiondi -
Category
Documents
-
view
225 -
download
1
description
Transcript of 3. Lapkas Reza Oktarama Putra
BAB IPENDAHULUAN
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 – 20 ml cairan yang
berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di rongga pleura yang diakibatkan oleh
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya.
Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa
kelainan, antara lain infeksi tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,
keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark paru,
serta gagal jantung kongestif. Pada negara-negara yang sedang berkembang,
seperti Indonesia, efusi pleura biasanya diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1.2
Gejala klinis yang dapat timbul pada pasien dengan efusi pleura antara lain
sesak nafas, nyeri dada, kesulitan bernafas, peningkatan suhu tubuh (apabila
disertai dengan infeksi), keletihan, dan batuk.3
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
mikobakterium tuberculosis (TB) dan merupakan masalah kesehatan global, pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah
kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang
terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 %
dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk,
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari
Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.3,4
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab
kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001
menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada
golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan Departemen
1
Kesehatan tahun 2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23%
dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini
berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya
muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap
100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia
untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.3,4
Mikobakterium TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi
ke pleura berupa pleuritis atau efusi pleura dan merupakan salah satu manifestasi
TB ekstra paru yang paling sering terjadi selain limfadenitis TB. 3
Efusi pleura Tuberkulosa (TB) adalah efusi pleura yang disebabkan oleh
Mikobakterium TB yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB. Peradangan
rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi TB paru
primer.3,4
Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi
TB pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi
pleura ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya
mencapai 25% dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap
253 kasus dijumpai 37% disebabkan oleh TB.5,6 Sedangkan penelitian di
Indonesia yang dilakukan Rwanda pada 127 penderita efusi pleura dijumpai
sekitar 86% penyebabnya adalah TB.2
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak
10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,
dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah
tuberkulosis, infeksi paru nontuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus
atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara-
negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis
hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, umumnya diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1,2
2.2 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.5
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
besar sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.6
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura
parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis
lagi seperti pada pasien emfisema paru.5,6
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
3
dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan pneumotoraks.5
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),
jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti, pakreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.5,6
2.3 Manifestasi Klinik
Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan
gejala demam, ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.
Nyeri dada dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf
interkostalis dan segmen torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya
terutama pada waktu bernafas dalam, sehingga pernafasan penderita menjadi
dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemitoraks yang sakit menjadi
tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis disebabkan karena
nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau
cairannya penuh. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama
apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.5,7
2.4 Diagnosis
4
Adanya efusi pleura memberikan kelainan pada hemitoraks yang sakit
dengan pergerakan pernapasan yang tertinggal, cembung, ruang antar iga yang
melebar dan mendatar, getaran nafas pada perabaan menurun, trakea yang
terdorong, suara ketuk yang redup dan menghilangnya suara pernapasan pada
pemeriksaan auskultasi. Gambaran radiologik posterior anterior (PA) terdapat
kesuraman pada hemitoraks yang terkena efusi, dari foto toraks lateral dapat
diketahui efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan
lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk
efusi pleura dengan cairan yang minimal.3,8
2.4.1 Pleuritis tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan
bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis
paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab
lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju
rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis (menimbulkan Penyakit Pott). Dapat
juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang
biasanya serous, kadang-kadang juga bisa hemoragik. Jumlah leukosit antara 500-
2.000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.
Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma.5
Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan
efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah di mana
frekuensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian
besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan
adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura.5
2.5 Penatalaksanaan
5
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi
pleura pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan
cairan pleura) agar keluhan sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk
efusi pleura yang berisi penuh. Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis
bila jumlah efusi sedikit, asalkan terapi obat anti tuberkulosis diberikan secara
adekuat.5
Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi
pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter.
Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah
selang melalui dinding toraks.9
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus
diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan
pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).8,9
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara
pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan
diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan).3,5,8
6
BAB IIILAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : M. Husein Husman
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Agama : Islam
Suku : Aceh
No. CM : 0-93-18-25
Alamat : Darul Imarah, Aceh Besar
Tgl. Masuk RS : 3 Desember 2014
Tgl. Pemeriksaan : 12 Desember 2014
II. Anamnesis
a. Keluhan utama
Sesak nafas
b. Keluhan tambahan
Batuk berdahak, demam, nyeri di dada kanan bawah, lemas dan lelah dan
demam.
c. Riwayat penyakit sekarang
7
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas disertai nyeri dada yang
dirasakan memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan terasa sepanjang
hari sehingga mengganggu aktivitas. Pasien mengeluhkan dadanya sesak seperti
berat dan sulit bernafas. Keluhan sesak nafas ini tidak dipengaruhi oleh aktifitas
maupun cuaca. Namun pasien mengaku sesak nafas berkurang saat pasien
berbaring dalam keadaan miring. Sesak nafas membuat pasien hanya bisa
berbaring ditempat tidur saja.
Pasien juga mengeluhkan sering batuk-batuk sejak 6 bulan terakhir, batuk
diakui pasien kadang berdahak dan kadang tidak. Apabila berdahak, dahaknya
berwarna kuning. Batuk tidak dialami terus menerus namun sering. Batuk tidak
dipengaruhi oleh cuaca maupun suhu. Riwayat penurunan berat badan selama
sakit (+), nafsu makan menurun (+). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini disangkal.
Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat Diabetes Melitus disangkal. Riwayat
penyakit jantung disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat pengobatan TB
sebelumnya disangkal. Riwayat alergi disangkal.
e. Riwayat penggunaan obat
Parasetamol dan obat batuk (pasien lupa nama obatnya) yang dibeli di
warung dan apotik.
f. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama.
g. Kebiasaan Sosial
Pasien merupakan pensiunan PNS. Tidak ada warga maupun tetangga
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien, maupun riwayat menderita
TB paru.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
8
Nadi : 88 kali/menit
Frekuensi pernafasan : 24 kali/menit
Suhu Tubuh : 36,70C
Kulit
Warna : Sawo Matang
Kepala
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), RCL
(+/+), RCTL (+/+)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP R-2 cmH2O
Pemeriksaan Fisik Paru
Inspeksi : simetris, retraksi SS, IC dan epigastrium (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor (+/+) di seluruh lapangan paru
Auskultasi : ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)
Pemeriksaan Fisik Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di interkosta V, Linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dekstra batas
jantung kiri di 1 jari dari linea midclacivula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I>II, regular (+), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar/lien/renal tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) N, bising usus (-)
Ekstremitas
9
Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)
CRT <2”
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah (3 Desember 2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukanHemoglobin 10,8 14,0 – 17,0 gr/dlLeukosit 7,4 4.5-10.5 x 103/mm3
Trombosit 195 150-450 x 103/ulHematokrit 30 45-55 %Eritrosit 3,5 4.7-6.1 x 103/mm3
LED 80 10- 25 ml/ jamEosinofil 0 0 – 6Basofil 0 0 – 2Netrofil segemen 75 60 – 70Limfosit 13 20 – 40Monosit 12 2 – 6
Laboratorium darah (12 Desember 2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukanHemoglobin 9,7 14,0 – 17,0 gr/dlLeukosit 5,6 4.5-10.5 x 103/mm3
Trombosit 233 150-450 x 103/ulHematokrit 27 45-55 %Eritrosit 3,2 4.7-6.1 x 103/mm3
Eosinofil 1 0 – 6Basofil 0 0 – 2Netrofil segemen 70 60 – 70Limfosit 16 20 – 40Monosit 13 2 – 6Natrium 132 135-145 mmol/dlKalium 4,5 3.5-4.5 mmol/dlClorida 108 90-110 mmol/dlUreum 35 13—43mg/dLKreatinin 0,82 0,51-0,95mg/dL
Foto Thorax (3 Desember 2014)
10
Pulmo : Perselubungan pada hemithorax kanan.
Kesimpulan : Perselubungan hemithorax kanan yang mengesankan efusi pleura
dextra
Hasil USG Thorax tanggal 7 Desember 2014
11
Kesimpulan : Efusi Pleura Dextra
CT Scan Thorax Kontras ( 11 Desember 2014)
12
Kesimpulan : Tidak tampak adanya massa dan pembesaran kelenjar
Pemeriksaan sitologi cairan pleura : tanggal 11 Desember 2014
Kesimpulan : Suatu proses radang kronis
Analisa cairan pleura : tanggal 11 Desember 2014
Hasil : cairan eksudat berwarna kuning keruh, bekuan (-), protein 5,8 gr/dl,
Glukosa 96 mg/dl, PMN 5%, MN 95%
Sputum BTA (10 Desember 2014)
Sewaktu : +0
Pagi : +2
Sewaktu : +1
13
Diagnosis Banding
Efusi pleura ec TB Paru
Efusi Pleura ec Malignansi
Diagnosis Kerja
Efusi Pleura ec TB Paru
Tatalaksana
Bedrest
O2 2-4L/i nasal kanul
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
Asam Mefenamat 3x500mg
Curcuma 3 x 1 Tab
Acetyl-cystein 3 x 200mg
Isoniazid 1 x 300mg, Rifampisin 1 x 450mg, Pirazinamid 1 x 1000mg,
Etambutol 1 x 1000mg
Multivitamin B1, B6, B12 (Sohobion) 1x1 tablet
TINDAKAN
Pemasangan WSD tanggal 8 Desmber 2014
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Follow-up Harian
14
Tanggal/Hari rawatan Catatan Instruksi
11 Desember 2014
H11
S/ Nyeri BAK, batuk, sesak
O/ VS/ TD= 100/70 mmHg
N = 82 x/menit
RR = 24 x/menit
T = 36,5oC
Pf/
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-).
Terpasang WDS dada
sebelah kanan
P: NT(-), Sf ka=ki
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Ass/ Efusi pleura ec TB Paru +
intake sulit
Th/
O2 4L/i nasal kanul
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1
gram/12 jam IV
Asam Mefenamat
3x500mg
Curcuma 3 x 1 Tab
Pectocyl 3 x 200mg
Multivitamin B1, B6,
B12 (Sohobion) 1x1
tablet
P/
Susul hasil sitologi cairan
pleura
CT-Scan contras & non
contras hari (hari ini)
Tanggal/Hari rawatan Catatan Instruksi
12 Desember 2014
H12
S/ Nyeri BAK, batuk,
O/ VS/ TD= 100/60 mmHg
N = 82 x/menit
RR = 21 x/menit
T = 36,5oC
Pf/
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-).
Terpasang WDS dada
sebelah kanan
P: NT(-), Sf ka=ki
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/-),
Wh (-/-)
Th/
O2 4L/i nasal kanul
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1
gram/12 jam IV
Multivitamin B1, B6,
B12 (Sohobion) 1x1
tablet
Asam Mefenamat
3x500mg
Curcuma 3 x 1 Tab
Pectocyl 3 x 200 mg
Isoniazid 1 x 300mg,
Rifampisin 1 x 450mg,
15
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Ass/ Efusi pleura ec TB Paru +
intake sulit
Pirazinamid 1 x 1000mg,
Etambutol 1 x 1000mg
P/
Periksa Sputum BTA
Tanggal/Hari rawatan Catatan Instruksi
13 Desember 2014
H-13
S/ Nyeri BAK, batuk, sesak
O/ VS/ TD= 110/70 mmHg
N = 82 x/menit
RR = 21 x/menit
T = 36,6oC
Pf/
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-), Sf ka=ki
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/-)
minimal, Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Ass/ Efusi pleura ec TB Paru +
intake sulit
Th/
O2 4L/i nasal kanul IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i Inj. Ceftriaxone 1
gram/12 jam IV Multivitamin B1, B6,
B12 (Sohobion) 1x1 tablet
Asam Mefenamat 3x500mg
Curcuma 3 x 1 Tab Pectocyl 3 x 200mgIsoniazid 1 x 300mg, Rifampisin 1 x 450mg, Pirazinamid 1 x 1000mg, Etambutol 1 x 1000mgP/
Aff WSD ( senin
15/12/2014)
BAB IVANALISA KASUS
16
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 64 tahun di RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh pada tanggal 12 September 2014 dengan keluhan utama sesak
disertai nyeri dada, batuk, berkeringat malam dan penurunan berat badan dengan
diagnosis efusi pelura dextra ec TB paru. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
4.1 Anamensis
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan sesak
nafas disertai nyeri dada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dan
nyeri dada dirasakan makin memberat dan sesak napas timbul tanpa dipengaruhi
oleh cuaca dan memberat jika beraktifitas. Sesak hilang timbul dan dirasakan
berkurang saat pasien beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan sering batuk-batuk sejak 6 bulan terakhir, batuk
diakui pasien kadang berdahak dan kadang tidak. Apabila berdahak, dahaknya
berwarna kuning. Batuk tidak dialami terus menerus namun sering. Batuk tidak
dipengaruhi oleh cuaca maupun suhu. Riwayat penurunan berat badan selama
sakit (+). Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pasien efusi pleura mengeluhkan
sesak napas dan nyeri dada. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat,
terutama jika cairannya penuh. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan,
terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya. 3,5
Batuk disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi dan berkeringat pada
malam hari. Batuk darah disangkal oleh pasien. Batuk pada efusi pleura mungkin
disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang
berlebihan, proses inflamasi ataupun massa pada paru-paru. Pasien juga mengeluh
adanya penurunan nafsu makan dan berat badan tanpa alasan yang jelas semenjak
muncul keluhan batuk.3
Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (70%) biasanya tidak
berdahak, nyeri dada (75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14%
yang subfebris, penurunan berat badan dan malaise. Keluhan sesak ini timbul
akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan
kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu.5,9
17
Dari pemeriksaan fisik didapatkan palpasi vokal fremitus sama kiri dan
kanan, perkusi sonor dan auskultasi terdapat suara napas tambahan berupa rhonki
pada dada kanan dan rhonki minimal pada dada kiri.
Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung
pada banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa
dilihat kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada
yang terlibat sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada
palpasi stem fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada
daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler
melemah sampai menghilang, dan suara gesekan pleura.5,6,9
Gambar 1. Rongga Pleura
Pada pemeriksaan penunjang foto thorax AP didapatkan kesimpulan efusi
pleura dextra. Hasil USG thorax didapatkan Efusi Pleura Dextra Massive.
Pemeriksaan sitologi cairan pleura disimpulkan adanya suatu proses radang
kronis. Analisa cairan pleura didapatkan hasil cairan eksudat berwarna kuning
keruh, bekuan (-), protein 5,8 gr/dl, Glukosa 96 mg/dl, PMN 5%, MN 95%.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi
karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif,
sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh
berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis,
obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan
pneumotoraks. Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan
yang menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
18
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang
paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,
paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,
legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena
Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain
seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.5,6,8
Gambar 2. Efusi pleura karena infeksi tuberkulosis
Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi
pleura TB. Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien
kebanyakan hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit >
50%. Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien dengan efusi pleura TB, hanya 17
(6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan pleuranya. Pada pasien
dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan PMN lebih
banyak. Pada torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini
menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang menonjol. Pada efusi pleura TB
kadar LDH cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.5,8,9
Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
19
torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis
aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap
kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema
paru.5
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-
ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru,
keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan
agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat, ini
menunjukkan adanya abses karena amuba.5,9
b. Biokimia5,9
TRANSUDAT EKSUDATKadar protein dalam efusi (g/dL)
<3 >3
Kadar protein dalam efusi
< 0,5 >0,5
Kadar protein dalam serumKadar LDH dalam efusi (LU)
< 200 >200
Kadar LDH dalam efusi
< 0,6 >0,6
Kadar LDH dalam serumBerat jenis cairan efusi
< 1, 016 >1,016
Rivalta Negatif Positif
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan adanya infeksi akut, sel
20
limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau
limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan adanya infark paru, biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel mesotel maligna biasanya pada
mesotelioma, sel-sel besar dengan banyak inti pada arthritis rheumatoid dan sel
L.E pada lupus eritematosus sistemik.5,8,9
Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam
sputum, cairan pleura dan jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan
analisis cairan pleura. Diagnosis dapat juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
ADA, IFN-γ, dan PCR cairan pleura. Hasil darah perifer tidak bermanfaat;
kebanyakan pasien tidak mengalami lekositosis. Hasil pemeriksaan darah rutin
kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah
(LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai
indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita
serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian
pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita,
yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Jumlah
limfosit kurang spesifik dan sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan
gambaran infiltrat pada foto toraks.5,10
Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada
sputum, cairan pleura dan jaringan pleura. Pemeriksaan apusan cairan pleura
secara Ziehl-Nielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi
sensitivitinya rendah sekitar 35%. Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan
konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB
biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu
11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur
memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan
M.TB.5,9,10
21
Gambar 3. Mikobacterium Tuberkulosis
3.2 Tatalaksana
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Pada
pasien ini dilakukan pemasangan WSD, yang mana WSD ini merupakan suatu
sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau
cairan dari cavum pleura.5,8
Selanjutnya pada pasien dengan efusi pleura masif, selain dilakukan
pemasangan WSD perlu pula dipertimbangkan dilakukannya tindakan
Pleurodesis. Pleurodesis merupakan tindakan melengketkan pleura parietalis
dengan pleura visceralis dengan zat kimia (tetracycline, bleomisin, thiotepa,
corynebacterium parvum) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila
cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi kembali. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya akumulasi cairan berulang pada cavum pleura.5,7
Disamping itu pada pasien juga diberikan terapi penunjang lainnya berupa
pemberian oksigen nasal kanul 2 liter/ menit untuk mengatasi keluhan sesaknya.
Pasien juga diberikan cairan berupa IVFD NaCl 0,9% sebanyak 5 tpm, diet
makanan biasa tinggi kalori tinggi protein untuk pemenuhan nutrisi pasien,
pemberian analgetik berupa asam mefenamat 3 x 500mg untuk mengurangi nyeri
yang dialami pasien. Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan
sakit berat yang luas atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif,
diberikan terapi kategori I (Fase Intensif dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin,
22
Pirazinamid, Etambutol selama 2 bulan dan diikuti dengan fase lanjutan selama 4
bulan dengan 2 macam obat : INH dan Rifampisin). Pada pasien dengan efusi
pleura TB soliter harus diterapi dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid selama
2 bulan diikuti dengan terapi INH dan rifampisin selama 4 bulan.3,5
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N. Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru. J
Respir Indones. 2009. 29 (4): 1-9.
2. Khairani R, Syahruddin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di
Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo. Juli 2012. 32 (3) : 155-160.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI : Jakarta.
4. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 5, Jilid II. InternaPublishing. Jakarta. 2009:
hal. 998-1007.
5. Halim H. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 5, Jilid II. InternaPublishing. Jakarta. 2009: hal.
1066-1070.
6. McGrath EE, Anderson PB. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic
Approach. American Journal of Critical Care. March 2011; 20 (2): 119-128.
7. Misnadiarly. Penelitian Survey Penyakit Penyerta pada Penderita TB Paru /
Mycobacteriosis Paru secara Restrospektif. Research Report from Center for
Research and Development of Disease Control, NIHRD. Badan Litbang
Kesehatan. April 2002.
8. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D: Harrison’s Principles of
internal medicine 17th Edition. Mcgraw-hill. 2008.
9. Alsagaff H, Wibisono MJ, Winariani. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press. Surabaya. 2008. 143-162.
10. Light R W. Pleural Effusion. N Eng J Med. Juni 2002; 346: 1971 – 1977.
24