3. Lapkas Reza Oktarama Putra

35
BAB I PENDAHULUAN Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 – 20 ml cairan yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas. Efusi pleura adalah akumulasi cairan di rongga pleura yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya. Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Pada negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, efusi pleura biasanya diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. 1.2 Gejala klinis yang dapat timbul pada pasien dengan efusi pleura antara lain sesak nafas, nyeri dada, kesulitan bernafas, peningkatan suhu tubuh (apabila disertai dengan infeksi), keletihan, dan batuk. 3 Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium tuberculosis (TB) dan merupakan masalah kesehatan global, pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada 1

description

plmo

Transcript of 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Page 1: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

BAB IPENDAHULUAN

Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 – 20 ml cairan yang

berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.

Efusi pleura adalah akumulasi cairan di rongga pleura yang diakibatkan oleh

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura

selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya.

Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa

kelainan, antara lain infeksi tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,

keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark paru,

serta gagal jantung kongestif. Pada negara-negara yang sedang berkembang,

seperti Indonesia, efusi pleura biasanya diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1.2

Gejala klinis yang dapat timbul pada pasien dengan efusi pleura antara lain

sesak nafas, nyeri dada, kesulitan bernafas, peningkatan suhu tubuh (apabila

disertai dengan infeksi), keletihan, dan batuk.3

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

mikobakterium tuberculosis (TB) dan merupakan masalah kesehatan global, pada

tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis

sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa

terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah

kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang

terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 %

dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk,

terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari

Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.3,4

Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab

kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa

penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001

menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada

golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan Departemen

1

Page 2: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Kesehatan tahun 2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23%

dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini

berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya

muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap

100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia

untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.3,4

Mikobakterium TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi

ke pleura berupa pleuritis atau efusi pleura dan merupakan salah satu manifestasi

TB ekstra paru yang paling sering terjadi selain limfadenitis TB. 3

Efusi pleura Tuberkulosa (TB) adalah efusi pleura yang disebabkan oleh

Mikobakterium TB yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB. Peradangan

rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi TB paru

primer.3,4

Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi

TB pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi

pleura ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya

mencapai 25% dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap

253 kasus dijumpai 37% disebabkan oleh TB.5,6 Sedangkan penelitian di

Indonesia yang dilakukan Rwanda pada 127 penderita efusi pleura dijumpai

sekitar 86% penyebabnya adalah TB.2

BAB II

2

Page 3: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura

bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.

Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak

10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,

dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada

waktu pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah

tuberkulosis, infeksi paru nontuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus

atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara-

negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis

hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang

berkembang, seperti Indonesia, umumnya diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1,2

2.2 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara

cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura

dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini

terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial

submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.

Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.5

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh

peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,

sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah

besar sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.6

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura

parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering

disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis

lagi seperti pada pasien emfisema paru.5,6

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain

bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,

3

Page 4: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis

konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan pneumotoraks.5

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial

berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam

rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena

mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.

Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),

jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,

proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang

sebab lain seperti, pakreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.5,6

2.3 Manifestasi Klinik

Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan

gejala demam, ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.

Nyeri dada dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf

interkostalis dan segmen torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya

terutama pada waktu bernafas dalam, sehingga pernafasan penderita menjadi

dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemitoraks yang sakit menjadi

tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis disebabkan karena

nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau

cairannya penuh. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama

apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.5,7

2.4 Diagnosis

4

Page 5: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Adanya efusi pleura memberikan kelainan pada hemitoraks yang sakit

dengan pergerakan pernapasan yang tertinggal, cembung, ruang antar iga yang

melebar dan mendatar, getaran nafas pada perabaan menurun, trakea yang

terdorong, suara ketuk yang redup dan menghilangnya suara pernapasan pada

pemeriksaan auskultasi. Gambaran radiologik posterior anterior (PA) terdapat

kesuraman pada hemitoraks yang terkena efusi, dari foto toraks lateral dapat

diketahui efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan

lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk

efusi pleura dengan cairan yang minimal.3,8

2.4.1 Pleuritis tuberkulosa

Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan

bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis

paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab

lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju

rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis (menimbulkan Penyakit Pott). Dapat

juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang

biasanya serous, kadang-kadang juga bisa hemoragik. Jumlah leukosit antara 500-

2.000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi

kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman

tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.

Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma.5

Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan

efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah di mana

frekuensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian

besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan

adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura.5

2.5 Penatalaksanaan

5

Page 6: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi

pleura pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan

cairan pleura) agar keluhan sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk

efusi pleura yang berisi penuh. Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis

bila jumlah efusi sedikit, asalkan terapi obat anti tuberkulosis diberikan secara

adekuat.5

Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi

pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter.

Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah

selang melalui dinding toraks.9

Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.

Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka

pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus

diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan

pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).8,9

Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,

Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara

pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini

menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan

eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan

diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid

secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis

diturunkan).3,5,8

6

Page 7: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

BAB IIILAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : M. Husein Husman

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Agama : Islam

Suku : Aceh

No. CM : 0-93-18-25

Alamat : Darul Imarah, Aceh Besar

Tgl. Masuk RS : 3 Desember 2014

Tgl. Pemeriksaan : 12 Desember 2014

II. Anamnesis

a. Keluhan utama

Sesak nafas

b. Keluhan tambahan

Batuk berdahak, demam, nyeri di dada kanan bawah, lemas dan lelah dan

demam.

c. Riwayat penyakit sekarang

7

Page 8: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas disertai nyeri dada yang

dirasakan memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan terasa sepanjang

hari sehingga mengganggu aktivitas. Pasien mengeluhkan dadanya sesak seperti

berat dan sulit bernafas. Keluhan sesak nafas ini tidak dipengaruhi oleh aktifitas

maupun cuaca. Namun pasien mengaku sesak nafas berkurang saat pasien

berbaring dalam keadaan miring. Sesak nafas membuat pasien hanya bisa

berbaring ditempat tidur saja.

Pasien juga mengeluhkan sering batuk-batuk sejak 6 bulan terakhir, batuk

diakui pasien kadang berdahak dan kadang tidak. Apabila berdahak, dahaknya

berwarna kuning. Batuk tidak dialami terus menerus namun sering. Batuk tidak

dipengaruhi oleh cuaca maupun suhu. Riwayat penurunan berat badan selama

sakit (+), nafsu makan menurun (+). BAB dan BAK tidak ada keluhan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini disangkal.

Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat Diabetes Melitus disangkal. Riwayat

penyakit jantung disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat pengobatan TB

sebelumnya disangkal. Riwayat alergi disangkal.

e. Riwayat penggunaan obat

Parasetamol dan obat batuk (pasien lupa nama obatnya) yang dibeli di

warung dan apotik.

f. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama

dengan pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama.

g. Kebiasaan Sosial

Pasien merupakan pensiunan PNS. Tidak ada warga maupun tetangga

yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien, maupun riwayat menderita

TB paru.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

8

Page 9: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Nadi : 88 kali/menit

Frekuensi pernafasan : 24 kali/menit

Suhu Tubuh : 36,70C

Kulit

Warna : Sawo Matang

Kepala

Rambut : Hitam, sukar dicabut

Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)

Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), RCL

(+/+), RCTL (+/+)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (-), sekret (-)

Mulut : sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)

Leher : pembesaran KGB (-), JVP R-2 cmH2O

Pemeriksaan Fisik Paru

Inspeksi : simetris, retraksi SS, IC dan epigastrium (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi : sonor (+/+) di seluruh lapangan paru

Auskultasi : ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-)

Pemeriksaan Fisik Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di interkosta V, Linea

midclavicularis sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dekstra batas

jantung kiri di 1 jari dari linea midclacivula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I>II, regular (+), bising (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi (-)

Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar/lien/renal tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : peristaltik (+) N, bising usus (-)

Ekstremitas

9

Page 10: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)

Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)

CRT <2”

IV. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah (3 Desember 2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukanHemoglobin 10,8 14,0 – 17,0 gr/dlLeukosit 7,4 4.5-10.5 x 103/mm3

Trombosit 195 150-450 x 103/ulHematokrit 30 45-55 %Eritrosit 3,5 4.7-6.1 x 103/mm3

LED 80 10- 25 ml/ jamEosinofil 0 0 – 6Basofil 0 0 – 2Netrofil segemen 75 60 – 70Limfosit 13 20 – 40Monosit 12 2 – 6

Laboratorium darah (12 Desember 2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukanHemoglobin 9,7 14,0 – 17,0 gr/dlLeukosit 5,6 4.5-10.5 x 103/mm3

Trombosit 233 150-450 x 103/ulHematokrit 27 45-55 %Eritrosit 3,2 4.7-6.1 x 103/mm3

Eosinofil 1 0 – 6Basofil 0 0 – 2Netrofil segemen 70 60 – 70Limfosit 16 20 – 40Monosit 13 2 – 6Natrium 132 135-145 mmol/dlKalium 4,5 3.5-4.5 mmol/dlClorida 108 90-110 mmol/dlUreum 35 13—43mg/dLKreatinin 0,82 0,51-0,95mg/dL

Foto Thorax (3 Desember 2014)

10

Page 11: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Pulmo : Perselubungan pada hemithorax kanan.

Kesimpulan : Perselubungan hemithorax kanan yang mengesankan efusi pleura

dextra

Hasil USG Thorax tanggal 7 Desember 2014

11

Page 12: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Kesimpulan : Efusi Pleura Dextra

CT Scan Thorax Kontras ( 11 Desember 2014)

12

Page 13: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Kesimpulan : Tidak tampak adanya massa dan pembesaran kelenjar

Pemeriksaan sitologi cairan pleura : tanggal 11 Desember 2014

Kesimpulan : Suatu proses radang kronis

Analisa cairan pleura : tanggal 11 Desember 2014

Hasil : cairan eksudat berwarna kuning keruh, bekuan (-), protein 5,8 gr/dl,

Glukosa 96 mg/dl, PMN 5%, MN 95%

Sputum BTA (10 Desember 2014)

Sewaktu : +0

Pagi : +2

Sewaktu : +1

13

Page 14: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Diagnosis Banding

Efusi pleura ec TB Paru

Efusi Pleura ec Malignansi

Diagnosis Kerja

Efusi Pleura ec TB Paru

Tatalaksana

Bedrest

O2 2-4L/i nasal kanul

IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i

Asam Mefenamat 3x500mg

Curcuma 3 x 1 Tab

Acetyl-cystein 3 x 200mg

Isoniazid 1 x 300mg, Rifampisin 1 x 450mg, Pirazinamid 1 x 1000mg,

Etambutol 1 x 1000mg

Multivitamin B1, B6, B12 (Sohobion) 1x1 tablet

TINDAKAN

Pemasangan WSD tanggal 8 Desmber 2014

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Follow-up Harian

14

Page 15: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Tanggal/Hari rawatan Catatan Instruksi

11 Desember 2014

H11

S/ Nyeri BAK, batuk, sesak

O/ VS/ TD= 100/70 mmHg

N = 82 x/menit

RR = 24 x/menit

T = 36,5oC

Pf/

Thoraks :

I: simetris, retraksi (-).

Terpasang WDS dada

sebelah kanan

P: NT(-), Sf ka=ki

P: Sonor (+/+)

A: ves (+/+), Rh (+/+),

Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Ass/ Efusi pleura ec TB Paru +

intake sulit

Th/

O2 4L/i nasal kanul

IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxone 1

gram/12 jam IV

Asam Mefenamat

3x500mg

Curcuma 3 x 1 Tab

Pectocyl 3 x 200mg

Multivitamin B1, B6,

B12 (Sohobion) 1x1

tablet

P/

Susul hasil sitologi cairan

pleura

CT-Scan contras & non

contras hari (hari ini)

Tanggal/Hari rawatan Catatan Instruksi

12 Desember 2014

H12

S/ Nyeri BAK, batuk,

O/ VS/ TD= 100/60 mmHg

N = 82 x/menit

RR = 21 x/menit

T = 36,5oC

Pf/

Thoraks :

I: simetris, retraksi (-).

Terpasang WDS dada

sebelah kanan

P: NT(-), Sf ka=ki

P: Sonor (+/+)

A: ves (+/+), Rh (+/-),

Wh (-/-)

Th/

O2 4L/i nasal kanul

IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxone 1

gram/12 jam IV

Multivitamin B1, B6,

B12 (Sohobion) 1x1

tablet

Asam Mefenamat

3x500mg

Curcuma 3 x 1 Tab

Pectocyl 3 x 200 mg

Isoniazid 1 x 300mg,

Rifampisin 1 x 450mg,

15

Page 16: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Ass/ Efusi pleura ec TB Paru +

intake sulit

Pirazinamid 1 x 1000mg,

Etambutol 1 x 1000mg

P/

Periksa Sputum BTA

Tanggal/Hari rawatan Catatan Instruksi

13 Desember 2014

H-13

S/ Nyeri BAK, batuk, sesak

O/ VS/ TD= 110/70 mmHg

N = 82 x/menit

RR = 21 x/menit

T = 36,6oC

Pf/

Thoraks :

I: simetris, retraksi (-)

P: NT(-), Sf ka=ki

P: Sonor (+/+)

A: ves (+/+), Rh (+/-)

minimal, Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Ass/ Efusi pleura ec TB Paru +

intake sulit

Th/

O2 4L/i nasal kanul IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i Inj. Ceftriaxone 1

gram/12 jam IV Multivitamin B1, B6,

B12 (Sohobion) 1x1 tablet

Asam Mefenamat 3x500mg

Curcuma 3 x 1 Tab Pectocyl 3 x 200mgIsoniazid 1 x 300mg, Rifampisin 1 x 450mg, Pirazinamid 1 x 1000mg, Etambutol 1 x 1000mgP/

Aff WSD ( senin

15/12/2014)

BAB IVANALISA KASUS

16

Page 17: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Telah diperiksa seorang laki-laki usia 64 tahun di RSUD dr. Zainoel

Abidin Banda Aceh pada tanggal 12 September 2014 dengan keluhan utama sesak

disertai nyeri dada, batuk, berkeringat malam dan penurunan berat badan dengan

diagnosis efusi pelura dextra ec TB paru. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

4.1 Anamensis

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan sesak

nafas disertai nyeri dada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dan

nyeri dada dirasakan makin memberat dan sesak napas timbul tanpa dipengaruhi

oleh cuaca dan memberat jika beraktifitas. Sesak hilang timbul dan dirasakan

berkurang saat pasien beristirahat.

Pasien juga mengeluhkan sering batuk-batuk sejak 6 bulan terakhir, batuk

diakui pasien kadang berdahak dan kadang tidak. Apabila berdahak, dahaknya

berwarna kuning. Batuk tidak dialami terus menerus namun sering. Batuk tidak

dipengaruhi oleh cuaca maupun suhu. Riwayat penurunan berat badan selama

sakit (+). Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pasien efusi pleura mengeluhkan

sesak napas dan nyeri dada. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis

disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat,

terutama jika cairannya penuh. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan,

terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya. 3,5

Batuk disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi dan berkeringat pada

malam hari. Batuk darah disangkal oleh pasien. Batuk pada efusi pleura mungkin

disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang

berlebihan, proses inflamasi ataupun massa pada paru-paru. Pasien juga mengeluh

adanya penurunan nafsu makan dan berat badan tanpa alasan yang jelas semenjak

muncul keluhan batuk.3

Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (70%) biasanya tidak

berdahak, nyeri dada (75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14%

yang subfebris, penurunan berat badan dan malaise. Keluhan sesak ini timbul

akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan

kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu.5,9

17

Page 18: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Dari pemeriksaan fisik didapatkan palpasi vokal fremitus sama kiri dan

kanan, perkusi sonor dan auskultasi terdapat suara napas tambahan berupa rhonki

pada dada kanan dan rhonki minimal pada dada kiri.

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung

pada banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa

dilihat kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada

yang terlibat sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada

palpasi stem fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada

daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler

melemah sampai menghilang, dan suara gesekan pleura.5,6,9

Gambar 1. Rongga Pleura

Pada pemeriksaan penunjang foto thorax AP didapatkan kesimpulan efusi

pleura dextra. Hasil USG thorax didapatkan Efusi Pleura Dextra Massive.

Pemeriksaan sitologi cairan pleura disimpulkan adanya suatu proses radang

kronis. Analisa cairan pleura didapatkan hasil cairan eksudat berwarna kuning

keruh, bekuan (-), protein 5,8 gr/dl, Glukosa 96 mg/dl, PMN 5%, MN 95%.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi

karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif,

sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh

berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis,

obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan

pneumotoraks. Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan

yang menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat

18

Page 19: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi

pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang

paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis

eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,

paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,

legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena

Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain

seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.5,6,8

Gambar 2. Efusi pleura karena infeksi tuberkulosis

Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi

pleura TB. Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien

kebanyakan hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit >

50%. Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien dengan efusi pleura TB, hanya 17

(6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan pleuranya. Pada pasien

dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan PMN lebih

banyak. Pada torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini

menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang menonjol. Pada efusi pleura TB

kadar LDH cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.5,8,9

Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui

19

Page 20: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum

yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh

pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun

terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan

posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis

aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap

kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali

aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema

paru.5

Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :

a. Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-

ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru,

keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan

agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat, ini

menunjukkan adanya abses karena amuba.5,9

b. Biokimia5,9

TRANSUDAT EKSUDATKadar protein dalam efusi (g/dL)

<3 >3

Kadar protein dalam efusi

< 0,5 >0,5

Kadar protein dalam serumKadar LDH dalam efusi (LU)

< 200 >200

Kadar LDH dalam efusi

< 0,6 >0,6

Kadar LDH dalam serumBerat jenis cairan efusi

< 1, 016 >1,016

Rivalta Negatif Positif

c. Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik

penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel

tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan adanya infeksi akut, sel

20

Page 21: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau

limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan adanya infark paru, biasanya juga

ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel mesotel maligna biasanya pada

mesotelioma, sel-sel besar dengan banyak inti pada arthritis rheumatoid dan sel

L.E pada lupus eritematosus sistemik.5,8,9

Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam

sputum, cairan pleura dan jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan

analisis cairan pleura. Diagnosis dapat juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

ADA, IFN-γ, dan PCR cairan pleura. Hasil darah perifer tidak bermanfaat;

kebanyakan pasien tidak mengalami lekositosis. Hasil pemeriksaan darah rutin

kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah

(LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai

indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,

sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita

serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian

pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita,

yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif,

tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Jumlah

limfosit kurang spesifik dan sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan

gambaran infiltrat pada foto toraks.5,10

Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada

sputum, cairan pleura dan jaringan pleura. Pemeriksaan apusan cairan pleura

secara Ziehl-Nielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi

sensitivitinya rendah sekitar 35%. Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan

konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB

biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu

11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur

memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan

M.TB.5,9,10

21

Page 22: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Gambar 3. Mikobacterium Tuberkulosis

3.2 Tatalaksana

Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan

kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Pada

pasien ini dilakukan pemasangan WSD, yang mana WSD ini merupakan suatu

sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau

cairan dari cavum pleura.5,8

Selanjutnya pada pasien dengan efusi pleura masif, selain dilakukan

pemasangan WSD perlu pula dipertimbangkan dilakukannya tindakan

Pleurodesis. Pleurodesis merupakan tindakan melengketkan pleura parietalis

dengan pleura visceralis dengan zat kimia (tetracycline, bleomisin, thiotepa,

corynebacterium parvum) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila

cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi kembali. Hal ini dilakukan untuk

mencegah terjadinya akumulasi cairan berulang pada cavum pleura.5,7

Disamping itu pada pasien juga diberikan terapi penunjang lainnya berupa

pemberian oksigen nasal kanul 2 liter/ menit untuk mengatasi keluhan sesaknya.

Pasien juga diberikan cairan berupa IVFD NaCl 0,9% sebanyak 5 tpm, diet

makanan biasa tinggi kalori tinggi protein untuk pemenuhan nutrisi pasien,

pemberian analgetik berupa asam mefenamat 3 x 500mg untuk mengurangi nyeri

yang dialami pasien. Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan

sakit berat yang luas atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif,

diberikan terapi kategori I (Fase Intensif dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin,

22

Page 23: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

Pirazinamid, Etambutol selama 2 bulan dan diikuti dengan fase lanjutan selama 4

bulan dengan 2 macam obat : INH dan Rifampisin). Pada pasien dengan efusi

pleura TB soliter harus diterapi dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid selama

2 bulan diikuti dengan terapi INH dan rifampisin selama 4 bulan.3,5

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: 3. Lapkas Reza Oktarama Putra

1. Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N. Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru. J

Respir Indones. 2009. 29 (4): 1-9.

2. Khairani R, Syahruddin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di

Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo. Juli 2012. 32 (3) : 155-160.

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI : Jakarta.

4. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 5, Jilid II. InternaPublishing. Jakarta. 2009:

hal. 998-1007.

5. Halim H. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Sudoyo AW, et al. Edisi 5, Jilid II. InternaPublishing. Jakarta. 2009: hal.

1066-1070.

6. McGrath EE, Anderson PB. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic

Approach. American Journal of Critical Care. March 2011; 20 (2): 119-128.

7. Misnadiarly. Penelitian Survey Penyakit Penyerta pada Penderita TB Paru /

Mycobacteriosis Paru secara Restrospektif. Research Report from Center for

Research and Development of Disease Control, NIHRD. Badan Litbang

Kesehatan. April 2002.

8. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D: Harrison’s Principles of

internal medicine 17th Edition. Mcgraw-hill. 2008.

9. Alsagaff H, Wibisono MJ, Winariani. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Airlangga University Press. Surabaya. 2008. 143-162.

10. Light R W. Pleural Effusion. N Eng J Med. Juni 2002; 346: 1971 – 1977.

24