B4 Kajian UU 18 2008 Pengelolaan Sampah Revisi Januari 2015

33
TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN KAJIAN DAN TINJAUAN KRITIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DOSEN MATA KULIAH: PROF.DR.IR. SURJONO HADI SUTJAHJO, MS DR. DRH. AKHMAD ARIF AMIN DISUSUN OLEH: NINI SRIANI (P052130541) JANUDIANTO (P052130811) PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

description

Kajian UU 18 2008 Pengelolaan Sampah

Transcript of B4 Kajian UU 18 2008 Pengelolaan Sampah Revisi Januari 2015

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

KAJIAN DAN TINJAUAN KRITIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

DOSEN MATA KULIAH:

PROF.DR.IR. SURJONO HADI SUTJAHJO, MS

DR. DRH. AKHMAD ARIF AMIN

DISUSUN OLEH:

NINI SRIANI (P052130541)

JANUDIANTO (P052130811)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanallahu wa ta’ala,

karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga tugas mata kuliah

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dengan judul “Kajian Dan Tinjauan

Kritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang

Pengelolaan Sampah” dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini berisi tentang pengantar permasalahan pengelolaan sampah di

Indonesia, uraian substansi dan analisis isi dari perundangan mengenai

pengelolaan sampah. Penulis berharap makalah ini mampu memberikan gambaran

mengenai pengelolaan sampah di Indonesia serta memberikan masukan lebih jauh

untuk perbaikan dari pengelolaan sampah di Indonesia. Semoga makalah ini

bermanfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir.

Surtjono Hadi Sutjahjo, MS. Agr. selaku dosen koordinator mata kuliah AMDAL

dan Bapak Dr. drh. Akhmad Arif Amin, M.S. selaku dosen penanggung jawab

praktikum AMDAL yang telah banyak memberi pengetahuan dan saran dalam

penulisan makalah ini.

Sebagai penulis, kami menyadari makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik serta

masukan yang membangun dari pembaca. Atas perhatiannya kami ucapkan terima

kasih.

Bogor, November 2014

Tim Penulis

Kelompok B4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2 

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3 

DAFTAR TABEL .................................................................................................... 4 

1.  PENDAHULUAN ........................................................................................... 5 

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 5 

1.2 Tujuan ............................................................................................................ 6 

2.  URAIAN SUBSTANSI ................................................................................... 7 

2.1 Umum ............................................................................................................ 7 

2.2 Sistematika dan Penjelasan Pasal .................................................................. 9 

3.  ANALISIS ISI ............................................................................................... 27 

3.1 Uraian Pasal Terkait AMDAL ..................................................................... 27 

3.2 Kekuatan dan Kelemahan (Analisis SWOT) .............................................. 27 

3.3 Keterkaitan dengan Peraturan lain .............................................................. 29 

3.4 Tantangan dan Implementasi dengan kondisi saat ini ................................. 31 

4.  KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 32 

4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 32 

4.2 Saran ............................................................................................................ 32 

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 33 

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Beberapa Kota di Indonesia dan Sistem Pengolahan Sampah yang

diterapkan ................................................................................................................ 8 

Tabel 2 Sistematika Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 ...................................... 9 

Tabel 3 Analisis SWOT dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah ............................................................................................. 28 

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan lingkungan hidup terkait erat dengan pengelolaan sampah. Di

Indonesia, sampah menjadi permasalahan nasional yang harus segera diatasi

secara komprehensif dan terpadu. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dan

perubahan pola konsumsi menjadi faktor penyebab meningkatnya volume, jenis,

dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Kuantitas sampah yang terus

meningkat akan menyulitkan upaya pengelolaan sampah dari waktu ke waktu.

Tanpa diiringi pengelolaan sampah yang memadai, sampah bisa menjadi beban

terhadap lingkungan dan menimbulkan dampak negatif, seperti menimbulkan

pencemaran air, tanah dan udara (KLH 2005).

Berdasarkan perkiraan, volume sampah yang dihasilkan oleh manusia rata-

rata sekitar 2,5 liter/hari, sehingga untuk Indonesia yang memiliki penduduk

237.641.326 (BPS 2010) atau mencapai 250 juta jiwa pada 2014, menghasilkan

sampah sekitar 625 juta liter/hari (KLH 2005). Diprediksikan pada 2025 jumlah

penduduk Indonesia mencapai 350 juta jiwa. Bila tidak cepat ditangani secara

benar, maka kota-kota besar tersebut akan tenggelam dalam timbunan sampah

berbarengan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya seperti

pencemaran lingkungan seperti air, udara, tanah, dan menimbulkan sumber

penyakit.

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah

berakhirnya suatu proses. Pengertian sampah yang umum digunakan di

Indonesia mengikuti konsep dari Lembaga Penelitian Universitas Indonesia

(2003) yaitu sampah merupakan limbah padat atau setengah padat yang berasal

dari kegiatan manusia yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, dapat

dibakar dan tidak dapat dibakar, yang tidak termasuk kotoran manusia. Sampah

didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-

proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-

produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung.

Warga Indonesia berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik

dan sehat, sesuai dengan ketentuan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945. Dalam rangka memenuhi hak masyarakat

sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 tersebut, maka

pemerintah memiliki kewajiban untuk menciptakan lingkungan yang baik dan

sehat bagi warga negara. Salah satu dari pelaksanaan untuk menciptakan

lingkungan yang baik dan sehat itu adalah dengan melaksanakan pelayanan

dalam pengelolaan sampah di masyarakat.

Pengelolaan sampah adalah serangkaian kegiatan pengumpulan,

pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material

sampah. Pengelolaan sampah memiliki tujuan untuk mengubah sampah menjadi

material yang memiliki nilai ekonomis, mengolah sampah agar menjadi material

yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup serta menekan volume

sehingga mudah diatur (Manurung HDJ 2009). Pengelolaan sampah di Indonesia

dianggap masih belum berwawasan lingkungan. Tragedi Leuwi Gajah, Bandung

terjadi akibat kurangnya pengelolaan sampah di TPA. Longsor pada 21 Februari

2005 silam mengubur 150 penduduk di sekitar TPA. Tragedi ini menjadi

peristiwa terbesar kedua di dunia. Untuk memperingati tragedi ini, setiap tanggal

21 Februari diperingati sebagai Hari Sampah. Tragedi tersebut menjadi salah

satu sebab Pemerintah RI menerbitkan Undang-undang (UU) No. 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah, yang hingga saat ini belum direvisi.

1.2 Tujuan

1. Mengkaji substansi UU RI No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah

2. Mengkaji keterkaitan UU RI No. 18 tahun 2008 dengan AMDAL serta

mereview peraturan perundangan terkait pengelolaan sampah di

Indonesia

2. URAIAN SUBSTANSI

2.1 Umum

Undang-undang Pengeloaan Sampah berlaku secara formal tepat pada

tanggal 7 Mei 2008. Dengan itu untuk pertama kalinya ada landasan legal bagi

pengelolaan sampah di Indonesia. Kelahiran UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah, yang kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Keluarga dan Sampah Sejenis

Sampah Keluarga merupakan tonggak sejarah pengelolaan sampah di Indonesia,

karena mencakup regulasi tentang hak dan kewajiban semua pemangku

kepentingan terkait dengan pengelolaan sampah.

Substansi undang undang no 18 tahun 2008 ini meliputi kewajiban semua

orang untuk ikut dalam pengelolaan persampahan, termasuk produsen suatu

barang yang sampahnya tidak dapat diproses secara alami, bertanggung jawab

untuk mengelola sampah produknya. Untuk peraturan pelaksana yaitu PP No. 81

tahun 2012 ini, mencakup tiga isu penting yaitu pertama, mulai tahun 2013

seluruh pemerintah kabupaten/kota harus mengubah sistem open dumping pada

tempat pemrosesan akhir (TPA) menjadi berwawasan lingkungan. Kedua,

kalangan dunia usaha, dalam hal ini produsen, importir, distributor, dan retaile,

bersama pemerintah harus segera merealisasikan penerapan extended producer

responsibility (EPR) dalam pengelolaan sampah. Ketiga, pengelola kawasan

permukiman, kawasan industri, kawasan komersial, kawasan khusus, fasilitas

umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, harus segera memilah,

mengumpulkan, dan mengolah sampah di masing-masing kawasan. Lebih lanjut

dengan PP No. 81 Tahun 2012 ini, akan mewujudkan pengelolaan sampah yang

berwawasan lingkungan yang bertumpu pada penerapan 3R dalam rangka

penghematan sumber daya alam, penghematan energi, pengembangan energi

alternatif dari pengolahan sampah, perlindungan lingkungan, dan pengendalian

pencemaran.

Menurut SNI 19-2454-2002 tentang teknik operasional pengelolaan

sampah perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi

3 (tiga) metode yaitu:

a. Open Dumping

Dilakukan dengan cara sampah dibuang begitu saja di tempat pembuangan

akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai pada suatu saat TPA penuh dan

pembuangan sampah dipindahkan ke lokasi lain atau TPA yang baru. Untuk

efisiensi pemakaian lahan, biasanya dilakukan kegiatan perataan sampah dengan

menggunakan dozer atau perataan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia.

b. Controlled Landfill

Dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan dipadatkan

kemudian pada kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap

lingkungan. Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia pakai,

seluruh timbunan sampah harus ditutup dengan lapisan tanah. Diperlukan

persediaan tanahyang cukup sebagai lapisan tanah penutup.

c. Sanitary Landfill

Adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara

sampah ditimbun dan dipadatkan,kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan

penutup. Hal ini dilakukan terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana

yang telah ditetapkan. Pekerjaan pelapisan sampah dengan tanah penutup

dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi. Diperlukan persediaan tanah yang

cukup untuk menutup timbunan sampah.

Tabel 1 Beberapa Kota di Indonesia dan Sistem Pengolahan Sampah yang diterapkan

No. Kota Sistem Pengolahan

No. Kota Sistem Pengolahan

1. Medan Open dumping 24. Madiun Open dumping 2. Palembang Open dumping 25. Banyuwangi Open dumping 3. Jakarta Controlled landfill 26. Palangkaraya Open dumping 4. Bandung Controlled landfill 27. Pontianak Controlled

landfill 5. Semarang Controlled landfill 28. Balikpapan Controlled

landfill 6 Surabaya Controlled landfill 29. Banjarmasin Controlled

landfill 7. Ujung

Pandang Open dumping 30. Pare-pare Open dumping

8. Padang Controlled landfill 31. Bitung Open dumping

9. Bandar Lampung

Open dumping 32. Palu Open dumping

10. Bogor Open dumping 33. Denpasar Controlled landfill

11. Surakarta Open dumping 34. Ambon Open dumping 12. Malang Controlled landfill 35. Kupang Open dumping 13. Langsa Open dumping 36. Mataram Open dumping 14. Pematang

Siantar Open dumping 37. Batu Sangkar Open dumping

15. Tebing Tinggi

Open dumping 38. Bandar Jaya Open dumping

16. Jambi Open dumping 39. Pandeglang Open dumping 17. Batam Open dumping 40. Sukoharjo Open dumping 18. Pangkal

Pinang Open dumping 41. Pacitan Controlled

landfill 19. Purwakarta Open dumping 42. Kandangan Open dumping 20. Cianjur Open dumping 43. Bantaeng Open dumping 21. Garut Open dumping 44. Watansoppeng Open dumping 22. Magelang Sanitary landfill 45. Singaraja Open dumping 23. Yogyakarta Controlled landfill 46. Manokwari Open dumping

Menurut Wibowo dan Djajawinata (2004), sebagian besar kota di

Indonesia masih menggunakan sisitem pengolahan sampah open dumping, yaitu

pembuangan ke TPA tanpa ada pengolahan lebih lanjut. Rincian kota-kota di

Indonesia berdasarkan sistem pengolahan sampahnya dapat dilihat pada tabel 1.

Melihat data tersebut tentu memperkuat bahwa pengelolaan sampah di Indonesia

saat ini belum memadai dan perlu disempurnakan.

2.2 Sistematika dan Penjelasan Pasal

Sistematika UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ini

disajikan secara ringkas sebagaiaman berikut:

Tabel 2 Sistematika UU No. 18 Tahun 2008

Bab Judul Pasal Uraian I Ketentuan Umum 1-2 Bab 1 terdiri dari 2 pasal yang menjelaskan

mengenai definisi sampah dan istilah terkait sampah dan pengelolaannya serta ruang lingkup atau batasan sampah yang dibahas pada undang-undang ini.

II Asas dan Tujuan 3-4 Bab 2 terdiri dari 2 pasal, yang menjelaskan asas dan tujuan dalam

pengelolaan sampah. III Tugas dan

Wewenang Pemerintahan

5-10 Bab 3 terdiri dari 6 pasal, yang menjelaskan tugas dan wewenang pemerintah di berbagai tingkat pemerintahan yaitu pemerintah (pusat), provinsi, dan kabupaten/kota.

IV Hak dan Kewajiban 11-16 Bab 4 terdiri dari 6 pasal, yang menjelaskan mengenai hak dan kewajiban setiap orang sebagai pelaku rumah tangga, pengelola kawasan dan produsen.

V Perizinan 17-18 Bab 5 terdiri dari 2 pasal, yang menjelaskan mengenai perizinan usaha pengelolaan sampah.

VI Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah

19-23 Bab 6 terdiri dari 5 pasal, menjelaskan tentang penyelenggaraan sampah yang terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah serta pengelolaan sampah spesifik.

VII Pembiayaan dan Kompensasi

24-25 Bab 7 terdiri dari 2 pasal, menjelasakan tentang pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampah dan kompensasi diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah daerah dari dana APBN atau APBD

VIII Kerja Sama dan Kemitraan

26-27 Bab 8 terdiri dari 2 pasal, menjelaskan mengenai kerjasama antar pemerintah maupun kemitraan pemerintah dengan badan usaha dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah

IX Peran Masyarakat 28 Bab 9 terdiri dari 1 pasal, yang menjelskan bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah.

X Larangan 29 Bab 10 terdiri dari 1 pasal,menjelaskan mengenai larangan bagi setiap orang terkait sampah.

XI Pengawasan 30-31 Bab 11 terdiri dari 2 pasal, menjelaskan terkait pengawasan terhadap pengelolaan sampah.Bab 12

XII Sanksi Administratif 32 Bab 12 terdiri dari 1 pasal, menjelaskan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.

XIII Penyelesaian Sengketa

33-37 Bab 13 terdiri dari 5 pasal, yang menjelasakan mengenai sengketa dan penyelesaian sengketa dari pengelolaan sampah.

XIV Penyidikan 38 Bab 14 terdiri dari 1 pasal, membahas mengenai pegawai penyidik dan wewenangnya.

XV Ketentuan Pidana 39-43 Bab 15 terdiri dari 5 pasal, membahas mengenai ketentuan kurungan dan jumlah denda yang harus dibayar oleh perorangan, pengelola sampah maupun korporasi.

XVI Ketentuan Peralihan 44-45 Bab 16 terdiri dari 2 pasal, membahas mengenai tenggang waktu penutupan tempat pemrosesan sampah dan kawasan kegiatan yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan tidak memilah sampah.

XVII Ketentuan Lain-lain 46 Bab 17 terdiri 1 pasal, penjelasan untuk daerah provinsi DKI jakarta

XVIII Ketentuan Penutup 47-49 Bab 18 terdiri dari 3 pasal, penjelasan untuk ketentuan penutup.

Penjelasan Pasal-Pasal

Pada Bagian Kesatu Pasal 1 ini mengatur tentang definisi istilah yang

digunakan dalam undang-undang ini. Definisi yang digunakan dalam undang-

undang ini, antara lain mengenai pengertian mengenai sampah, sampah spesifik,

sumber sampah, penghasil sampah,pengelolaan sampah,tempat penampungan

sementara, tempat pengolahan sampah terpadu,tempat pemrosesan akhir,

kompensasi, dan sistem tanggap darurat.

Sampah dalam pengertian undang-undang ini adalah sisa kegiatan manusia

dan/atau proses alam sehari-hari yang berbentuk padat. Dalam hal ini, sampah

merupakan segala jenis benda buangan atau yang dibuang yang dihasilkan dari

segala aktivitas manusia, baik dari kegiatan rumah tangga, komersial, industri,

maupun proses-proses alam yang berbentuk padat, baik dapat didaur ulang

maupun tidak dapat didaur ulang. Pengelolaan sampah dalam undang-undang ini

dimaksudkan sebagai kegiatan yang menyeluruh, dan berkesinambungan yang

meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Bagian Kedua Pasal 2 mengatur tentang ruang lingkup pengelolaan

sampah, terutama mengenai jenis sampah. Jenis sampah yang diatur adalah:

1). Sampah rumah tangga

Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-

hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

2). Sampah sejenis sampah rumah tangga

Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari

kegiatan sehari-hari yang berasal bukan dari rumah tangga, namun berasal dari

kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas

umum, atau fasilitas lainnya.

• Kawasan komersial berupa, antara lain, pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, perkantoran, restoran, dan tempat hiburan.

• Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.

• Kawasan khusus merupakan wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, dan pengembangan teknologi tinggi.

• Fasilitas sosial berupa, antara lain, rumah ibadah, panti asuhan, dan panti sosial. Fasilitas umum berupa, antara lain, terminal angkutan umum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat pemberhentian kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar. Sementara, fasilitas lainnya, antara lain rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan pusat kegiatan olah raga.

3). Sampah spesifik.

Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau

volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Sampah spesifik ini meliputi:

• Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti batere bekas atau obat bekas.

• Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti sampah dari kegiatan medis.

• Sampah yang timbul akibat bencana. • Puing bongkaran bangunan, seperti kayu bekas, batu bata, besi. • Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah. • Sampah yang timbul secara tidak periodik, seperti sampah hasil

pembersihan saluran umum, sampah dari kegiatan bersih lingkungan.

Pasal 3 mengatur asas pengelolaan sampah berdasarkan asas tanggung

jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas

kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Asas

yang ada mencerminkan landasan dan paradigma kebijakan yang harus

dipertimbangkan dalam pengelolaan sampah. Penjelasan dari asas-asas tersebut:

1. Asas tanggung jawab adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah

mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak

masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Asas berkelanjutan adalah bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan

menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan

lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan

datang.

3. Asas manfaat adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan

pendekatan yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Asas keadilan adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan

pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat

dan dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah.

5. Asas kesadaran adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan

pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap,

kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang

dihasilkannya.

6. Asas kebersamaan adalah bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan

dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

7. Asas keselamatan adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin

keselamatan manusia.

8. Asas keamanan adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan

melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif.

9. Asas nilai ekonomi adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang

mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan

nilai tambah.

Pasal 4 mengatur tentang tujuan pengelolaan sampah yaitu untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan

sampah sebagai sumber daya.

Bagian Kesatu Pasal 5 mengatur ketentuan bahwa Pemerintah, baik

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota

memiliki tugas yang sama, yaitu menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah

yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan pengaturan dalam

undang-undang.

Bagian Kedua Pasal 6 mengatur tentang tugas Pemerintah meliputi:

1. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah.

2. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan

penanganan sampah.

3. Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,

penanganan, dan pemanfaatan sampah.

4. Pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana

pengelolaan sampah.

5. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan

sampah.

6. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada

masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah.

7. Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia

usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Bagian Kedua Pasal 7 menetapkan kewenangan pemerintah dan

pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah sesuai dengan ruang lingkup

pemerintahan. Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi lebih pada

kebijakan dan fasilitasi dalam pengelolaan sampah. Sementara, secara teknis,

pengelolaan sampah lebih menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota.

1). Wewenang Pemerintah

Pasal 7 mengatur wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sampah:

a) menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah.

b) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah.

c) memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan,

dan jejaring dalam pengelolaan sampah.

d) menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja

pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah.

e) menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam

pengelolaan sampah.

2). Wewenang Pemerintah Provinsi

Pasal 8 mengatur wewenang Pemerintah Provinsi dalam

menyelenggarakan pengelolaan sampah:

a) menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai

dengan kebijakan Pemerintah.

b) memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan,

dan jejaring dalam pengelolaan sampah.

c)menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja

kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah.

d) memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah

antarkabupaten /antarkota dalam 1 (satu) provinsi.

3). Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 9 mengatur wewenang pemerintah kabupaten/kota, meliputi:

a) menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan

kebijakan nasional dan provinsi.

b) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai

dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan

Pemerintah;

Penyelenggaraan pengelolaan sampah yang menjadi wewenang

pemerintah kabupaten/kota tersebut, antara lain meliputi: penyediaan

tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan

sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat

pemrosesan akhir sampah.

c) melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah

yang dilaksanakan oleh pihak lain;

d) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan

sampah terpadu (TPST), dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah (TPA);

e) melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam)

bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir

sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan

f) menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan

sampah sesuai dengan kewenangannya.

Penetapan lokasi TPST dan TPA yang dilakukan pemerintah

kabupaten/kota, dilakukan sesuai dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang

telah ditetapkan masing-masing kabupaten/kota. Kebijakan ini mengharuskan

adanya sinkronisasi dengan peraturan daerah lainya, khususnya mengenai

kebijakan tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Sementara, kewenangan untuk menyusun dan menyelenggarakan sistem

tanggap darurat tersebut, harus diharmonisasikan dengan pedoman yang diatur

dalam peraturan menteri (Permen). Pasal 10 menegaskan bahwa pembagian

wewenang antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pada bab ini mengatur tentang hak dan kewajiban setiap orang dalam

pengelolaan sampah. Selain itu, mengatur pula kewajiban pengelola kawasan

permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas

umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, serta produsen.

a. Hak

Bagian Kesatu Pasal 11 mengatur hak setiap orang, yaitu:

1) mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan

berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain

yang diberi tanggung jawab untuk itu.

2) berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan

pengawasan di bidang pengelolaan sampah.

3) memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai

penyelenggaraan pengelolaan sampah.

4) mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan

tempat pemrosesan akhir sampah.

5) memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara

baik dan berwawasan lingkungan.

Penggunaan hak setiap orang dalam pengelolaan sampah diatur dengan

peraturan pemerintah (PP) dan peraturan daerah (Perda). Dengan demikian,

ketentuan tersebut berisi hak setiap orang yang untuk melaksanakannya

berdasarkan pengaturan lebih lanjut dengan PP dan Perda, sebagaimana diatur

dalam Pasal 11 Ayat (2).

b. Kewajiban

Bagian Kedua Pasal 12 mengatur bahwa setiap orang dalam pengelolaan

sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib

mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

Pada pengaturan pelaksanaan lebih lanjut untuk menjalankan kewajibannya, tata

cara pelaksanaanya diatur dengan Perda. Pasal 13 mengatur kewajiban pengelola

kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,

fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya adalah menyediakan fasilitas

pemilahan sampah. Pasal 14 mengatur bahwa setiap produsen harus

mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan

penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya; Pasal 15 mengatur bahwa

setiap produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya

yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Pengaturan kewajiban tersebut, berbeda dengan tata cara pelaksanaan

kewajiban bagi selain setiap orang. Tata cara pelaksanaan kewajiban bagi

pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan

khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan produsen, diatur

dengan PP dan tidak memerlukan pengaturan lebih lanjut dengan Perda.

Pasal 17 mengatur tentang perizinan bagi setiap orang yang melakukan

usaha pengelolaan sampah. Setiap orang yang melakukan usaha pengelolaan

sampah wajib memiliki izin dari kepala daerah sesuai dengan kewenanganya.

Pasal 18 mengatur ketentuan bahwa keputusan pemberian izin tersebut harus

diumumkan secara terbuka kepada masyarakat. Tata cara memperoleh izin dan

jenis usaha pengelolaan sampah ini, memerlukan pengaturan lebih lanjut dengan

Perda.

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

Bagian Kesatu mengatur tentang penyelenggaraan pengelolaan sampah.

Pada Pasal 19 mengatur bahwa pengelolaan sampah dibagi menjadi dua jenis,

yaitu:

1. Pengurangan sampah

2. Penanganan sampah

Pada pengurangan sampah, Pasal 20 Ayat (1) mengatur kegiatan pengurangan

sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi:

1. Pembatasan timbunan sampah.

2. Pendauran ulang sampah

3. Pemanfaatan kembali sampah.

Dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah, sebagaimana diatur dalam Pasal

20 Ayat (2) pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban:

1. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka

waktu tertentu.

2. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan.

3. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan.

4. Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang.

5. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 21 mengatur tentang ketentuan untuk mendorong masyarakat melakukan

pengurangan sampah, yaitu pemerintah memberikan

1. Insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah.

2. Disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan

sampah.

Pasal 22 mengatur tentang kegiatan penanganan sampah rumah tangga dan

sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi:

1. Pemilahan sampah

Pemilahan dilakukan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan

sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah. Kegiatan ini dilakukan

dengan metode yang memenuhi standar keamanan, kesehatan, lingkungan,

kenyamanan, dan kebersihan.

2. Pengumpulan sampah

Pengumpulan dilakukan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan

sampah dari sumber sampah ke TPS atau TPST.

3. Pengangkutan sampah

Pengangkutan dilakukan dalam bentuk membawa sampah dari sumber

dan/atau dari tempat TPS atau TPST menuju ke TPA.

4. Pengolahan sampah

Pengolahan dilakukan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi,

dan jumlah sampah. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar sampah dapat

diproses lebih lanjut, dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan

secara aman bagi manusia dan lingkungan.

5. Pemrosesan akhir sampah.

Pemrosesan akhir sampah dilakukan dalam bentuk pengembalian sampah

dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Pengaturan pengurangan dan penanganan sampah tersebut, tentu masih

memerlukan aturan pelaaksanaan yang lebih detail. Karena itu, untuk

melaksanakan pengurangan dan penanganan sampah tersebut, memerlukan

pengaturan lebih lanjut dalam bentuk PP dan/Perda.

PP diperlukan untuk pengaturan lebih lanjut mengenai pengurangan dan

penanganan sampah. Perda diperlukan untuk pengaturan lebih lanjut mengenai

kewajiban yang harus dilaksanakan dalam pengurangan sampah dan penanganan

sampah, khususnya sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga.

Pengelolaan Sampah Spesifik

Bagian Kedua Pasal 23 mengatur perbedaan pengelolaan sampah rumah

tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dengan pengelolaan sampah

spesifik. Pengelolaan sampah spesifik menjadi tanggungjawab Pemerintah.

Karena itu, pengaturan lebih lanjut pengelolaan sampah spesifik dengan PP.

Pembiayaan dan Kompensasi

Bagian Kesatu Pasal 24 mengatur kewajiban pemerintah dan pemerintah

daerah untuk membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Kewajiban

pembiayaan tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional

(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Bagian Kedua Pasal 25 mengatur kompensasi yang bisa dilakukan

pemerintah maupun pemerintah daerah secara sendiri maupun bersama-sama

memberikan kompensasi kepada orang akibat dampak negatif kegiatan

penanganan sampah di TPA. Kompensasi sebagai bentuk pertanggungjawaban

pemerintah tersebut berupa:

1. Relokasi

2. Pemulihan lingkungan

3. Biaya kesehatan dan pengobatan

4. Kompensasi dalam bentuk lain.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan penyelenggaraan

pengelolaan sampah dan kompensasi akibat dampak negatif penanganan sampah

di TPA tersebut diatur dengan PP dan/atau Perda. Pengaturan lebih lanjut dengan

PP termasuk pula bentuk kompensasi, sementara Perda hanya mengatur

pembiayaan dalam APBD dan kompensasi secara sendiri atau bersama pemerintah

yang diberikan kepada orang akibat dampak negatif penanganan sampah di TPA.

Kerja Sama dan Kemitraan

Bagian Kesatu Pasal 26 mengatur bahwa pemerintah daerah dapat

melakukan kerja sama antar pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan

sampah yang dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan

usaha bersama pengelolaan sampah. Pedoman teknis dari bentuk kerja sama

tersebut, diatur dengan Permendagri karena menyangkut tentang kewenangan

pemerintah dan pemerintah daerah.

Bagian Kedua Pasal 27 mengatur bahwa dalam pengelolaan sampah,

pemerintah kabupaten/kota secara sendiri- sendiri atau bersama-sama dapat

bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah. Kemitraan tersebut dituangkan

dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan

usaha yang bersangkutan.

Peran Masyarakat

Pasal 28 mengatur bahwa masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan

sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Peran

yang tersebut dapat dilakukan melalui:

1. Pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah dan/atau

pemerintah daerah.

2. Perumusan kebijakan pengelolaan sampah.

3. Pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.

Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah tersebut, peraturan pelaksanaanya

diatur lebih lanjut dengan pp dan/atau perda.

Larangan

Pasal 29 mengatur tentang larangan-larangan yang ketentuan lebih lanjutnya

diatur dengan PP dan Perda. Larangan bagi setiap orang yang selanjutnya diatur

dengan PP meliputi:

1. Memasukkan sampah ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI).

2. Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun.

3. Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan.

Larangan bagi setiap orang yang selanjutnya diatur dengan Perda meliputi:

1. Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan

disediakan.

2. Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tpa.

3. Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis

pengelolaan sampah.

Perda yang mengatur tentang larangan tersebut, menurut ketentuan

sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (4) undang-undang ini, dapat menetapkan

sanksi pidana kurungan atau denda bagi pelanggarnya. Di samping larangan yang

perlu diatur lebih lanjut dengan PP atau Perda, ada larangan bagi setiap orang

mengimpor sampah. Pengaturan yang tegas tersebut tidak memerlukan pengaturan

lebih lanjut dalam PP atau Perda.

Pengawasan

Pada bab ini, mengatur tentang pengawasan pengelolaan sampah yang

dilakukan secara berjenjang. Pasal 30 mengatur bahwa pengawasan terhadap

kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan oleh pemerintah

pusat. Selanjutnya, pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah oleh pemerintah

kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.

Pasal 31 mengatur bahwa pada pelaksanaan teknis pengawasan

pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola sampah

dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota secara sendiri-

sendiri maupun secara bersama-sama. Pengawasan yang dilakukan didasarkan

pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan yang diatur oleh

Pemerintah. Sementara, pelaksanaan teknis pengawasan yang dilakukan

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri maupun

secara bersama-sama tersebut, diatur dengan Perda.

Sanksi Administratif

Pada bab ini mengatur tentang sanksi administratif terhadap pelanggaran

perizinan dalam pengelolaan sampah yang pengaturannya lebih lanjut dilakukan

dengan Perda. Pasal 32 mengatur bahwa bupati/wali kota dapat menerapkan

sanksi administratif berupa:

1). Paksaan pemerintahan

Paksaan pemerintahan merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh

pemerintah daerah untuk memulihkan kualitas lingkungan dalam keadaan semula

dengan beban biaya yang ditanggung oleh pengelola sampah yang tidak mematuhi

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

2). Uang paksa

Uang paksa merupakan uang yang harus dibayarkan dalam jumlah tertentu oleh

pengelola sampah yang melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan sebagai pengganti dari pelaksanaan sanksi paksaan pemerintahan.

3). Pencabutan izin usaha pengelolaan sampah

Penyelesaian Sengketa

Bagian Kesatu Pasal 33 mengatur tentang penyelesaian sengketa yang

dapat terjadi dalam pengelolaan sampah. Sengketa tersebut dapat timbul antara

pemerintah daerah dengan pengelola sampah dan sengketa antara pengelola

sampah dan masyarakat. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan di luar

pengadilan atau melalui pengadilan.

Bagian Kedua Pasal 34 mengatur bahwa penyelesaian di luar pengadilan

dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau pilihan lain dari para pihak

yang bersengketa. Penyelesaian tersebut diklakukan untuk mencapai kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu

berupa perbaikan prasarana dan sarana pengelolaan sampah guna menjamin tidak

akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif dari kegiatan pengelolaan

sampah. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka pihak- pihak yang bersengketa

dapat mengajukannya ke pengadilan.

Bagian Ketiga Pasal 35 mengatur bahwa penyelesaian sengketa di dalam

pengadilan dilakukan melalui gugatan melawan hukum. Penggugat dipersyaratkan

membuktikan unsur-unsur kesalahan, kerugian, dan hubungan sebab akibat antara

perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan, hingga dapat memperoleh ganti

kerugian dan/atau tindakan tertentu berupa perbaikan prasarana dan sarana

pengelolaan sampah.

Bagian Keempat Pasal 36 mengatur tentang hak masyarakat yang

dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah untuk

mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok. Gugatan tersebut dilakukan

melalui pengajuan gugatan oleh satu orang atau lebih yang mewakili diri sendiri

atau mewakili kelompok.

Bagian Kelima Pasal 37 mengatur bahwa organisasi persampahan berhak

mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan sampah yang aman bagi

kesehatan masyarakat dan lingkungan. Namun, gugatan yang dilakukan terbatas

pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu berupa perbaikan prasarana dan

sarana pengelolaan sampah. Di samping itu, organisasi persampahan yang berhak

mengajukan gugatan tersebut harus memenuhi persyaratan:

1. Berbentuk badan hukum

2. Mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah

3. Telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai

dengan anggaran dasarnya

Penyidikan

Pasal 38 mengatur tentang pemberian kewenangan khusus sebagai

penyidik bagi pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi

pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan

persampahan. Kewenangan yang dimiliki meliputi;

1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak

pidana di bidang pengelolaan sampah;

3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan

peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;

4. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;

5. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan

bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan

penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan

bukti dalam perkara tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; dan

6. Meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana

di bidang pengelolaan sampah.

Pada proses selanjutnya, penyidik pejabat pegawai negeri sipil tersebut kemudian

memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Selain itu, menyampaikan hasil

penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia.

Ketentuan Pidana

Bab ini mengatur tentang pidana bagi pelanggar ketentuan dalam undang-

undang ini. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42

dan Pasal 43.

Ketentuan pidana Pasal 39:

1. Setiap orang yang memasukan dan/atau mengimpor sampah rumah tangga

dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling

sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)

2. Setiap orang memasukkan dan/atau mengimpor sampah spesifik ke

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)

tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Ketentuan pidana Pasal 40:

1. Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja

melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan

norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan

gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran

lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan orang mati atau luka berat,

pengelola sampah diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Ketentuan pidana Pasal 41:

1. Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan

pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar,

prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan

masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau

perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)

tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan orang mati atau luka berat,

pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Di samping mengenai tindak pidana dengan sanksi-sanksinya, ketentuan

pidana pada undang-undang ini, juga mengatur tentang tindak pidana korporasi.

Pasal 42 mengatur tentang pengertian dari tindak pidana korporasi dan penuntutan

terhadap tindak pidana tersebut. Pasal 43 hanya menegaskan bahwa tindak pidana

pada Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 di atas adalah kejahatan.

Ketentuan Penutup

Pasal 47 memerintahkan agar PP dan Peraturan Menteri yang diamanatkan

undang-undang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak

undang-undang ini diundangkan. Sementara, untuk Perda diperintahkan untuk

diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak undang-undang ini

diundangkan. Penghitungan waktu mulai berlakunya undang-undang ini, sesuai

dengan Pasal 48, mulai berlaku sejak diundangkan, yaitu pada tanggal 7 Mei

2008.

3. ANALISIS ISI

3.1 Uraian Pasal Terkait AMDAL

UU Nomor 18 Tahun 2008 memberikan kejelasan pengertian antara

sampah dengan limbah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. Secara

prinsip, pencemaran lingkungan akibat sampah menjadi tanggungjawab

pemerintah, sementara dalam menangani pencemaran limbah menjadi

tanggungjawab pelaku usaha. Di samping itu, pada Pasal 18 undang-undang

tersebut mewajibkan setiap izin usaha atau kegiatan yang berdampak besar dan

penting bagi lingkungan hidup, wajib memiliki analisa dampak lingkungan

(AMDAL). Izin yang diperolehpun, wajib diumumkan.

UU Nomor 18 Tahun 2008 sesuai dan berkaitan dengan undang-undang

tentang Pemerintahan Daerah, karena pengaturan tugas dan wewenang antara

Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam

pengelolaan sampah, sesuai dengan wewenang otonomi daerah. Pada Pasal 14

Ayat (1) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa salah satu urusan wajib yang

menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota yang merupakan

urusan yang berskala kabupaten/kota adalah pengendalian lingkungan hidup.

Pengendalian lingkungan hidup ini, diantaranya termasuk pengelolaan sampah,

yang diantaranya meliputi pengumpulan, pengangkutan, penampungan,

pemusnahan/pengolahan, maupun penyediaan tempat pemrosesan akhir sampah

(TPA).

Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur urusan

pemerintahan sendiri. Selain itu memiliki wewenang seperti memungut pajak

daerah dan retribusi daerah; mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya

alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; dan mendapatkan sumber-

sumber pendapatan lain yang sah.

3.2 Kekuatan dan Kelemahan (Analisis SWOT)

Lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

merupakan suatu tonggak baru bagi pengelolaan sampah. Undang-undang ini

merupakan landasan legal bagi pengelolaan persampahan di Indonesia. Undang-

undang ini sebagai sebuah produk hukum memiliki berbagai sisi kekuatan

sekaligus kelemahan yang patut dicermati.

Bila kita lihat lebih teliti, undang-undang ini mempunyai plus minus yang

cukup signifikan. Beberapa diantaranya seperti disajikan di bawah berikut ini:

Tabel 3 Analisis SWOT dari UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Kekuatan (Strength) • Merupakan sebuah produk hukum

yang legal, mengikat dan memiliki kekuatan hukum bagi pengelolaan persampahan di Indonesia.

• Mengatur secara jelas tentang manajemen pengelolaan sampah di Indonesia.

• Memberi perlindungan hukum bagi masyarakat yang kemungkinan terkena dampak dari pengelolaan sampah.

Kelemahan (Weakness) • Pengelolaan persampahan masih dilihat

sebagai “domain publik” semata, masyarakat cenderung membiarkan pemerintah untuk dominan melakukan pengelolaan sampah.

• Prinsip “polluters pay principle” (Gaines SE. 1991) yang universal di dalam isu lingkungan “tidak dimplementasikan” dengan baik.

• Implementasi dari pengaturan di dalam undang undang ini cukup berat untuk dilaksanakan

• Lemahnya penegakan hukum, terutama terkait budaya membuang sampah sembarangan yang berkembang di masyarakat.

Ancaman (Threat)

• Pertumbuhan dan pertambahan jumlah

penduduk Indonesia yang cukup pesat

• Perubahan pola konsumsi dan

kehidupan masyarakat yang cenderung

menghasilkan lebih banyak sampah

(macam dan kuantitasnya)

• Adanya praktik bisnis illegal di dalam

mengimpor sampah (sampah

elektronik, otomatif, dan bahkan B3)

yang merugikan Indonesia.

Peluang (Opportunities)

• Merupakan masalah nasional dan

strategis, sehingga menjadi salah satu

fokus perhatian utama pemerintah

• Terbukanya era informasi, semakin

terbuka peluang sosialisasi penegakan

hukum yang lebih baik di masyarakat

• Adanya sanksi-sanksi sosial yang

berkembang di masyarakat sebagai

alternatif di dalam melengkapi sanksi

yang ada saat ini (misal sanksi melalui

media dan jejaring sosial).

Informasi yang disampaikan di dalam matriks di atas masih merupakan

sebagian dari telaah informasi yang berhasil disarikan. Diyakini terbuka banyak

kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan lainnya dari implementasi undang

undang ini. Namun demikian, setidaknya terlihat celah celah yang masih terbuka

dan perlu disempurnakan di dalam tahapan implementasinya. Baik di tataran

nasional, provinsi maupun kabupaten.

3.3 Keterkaitan dengan Peraturan lain

Dengan ditetapkannya UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah, kebijakan pengelolaan sampah dimulai. Kebijakan pengelolaan sampah

yang selama lebih dari tiga dekade hanya bertumpu pada pendekatan kumpul-

angkut-buang (end of pipe) dengan mengandalkan keberadaan TPA, diubah

dengan pendekatan reduce at source dan resource recycle melalui penerapan 3R.

Oleh karena itu seluruh lapisan masyarakat diharapkan mengubah pandangan dan

memperlakukan sampah sebagai sumber daya alternatif yang sejauh mungkin

dimanfaatkan kembali, baik secara langsung, proses daur ulang, maupun proses

lainnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Pemerintah menetapkan

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Ditetapkan oleh Presiden

Republik Indonesia tanggal 12 Oktober 2012. Dalam Peraturan Pemerintah ini,

terdapat lima tahap penanganan sampah yaitu 1) pemilahan, 2) pengumpulan,

3) pengangkutan, 4) pengolahan, dan 5) pemrosesan akhir sampah dilakukan

oleh seluruh lapisan masyarakat secara bertahap dan terencana, serta didasarkan

pada kebijakan dan strategi yang jelas.

Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya

memegang peran penting dalam melaksanakan UU Nomor 18 Tahun 2008.

Sehubungan dengan itu, Peraturan Pemerintah ini berperan penting guna

melindungi kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, menekan terjadinya

kecelakaan dan bencana yang terkait dengan pengelolaan sampah rumah tangga

dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta mendukung pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, Peraturan Pemerintah ini juga diharapkan

menjadi rujukan dalam menyusun peraturan daerah.

Beberapa peraturan lainnya yang terkait dengan UU Nomor 18 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Sampah ini antara lain adalah:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4490);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang (Lembaran Negara 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 5103);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5347);

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman

Pengelolaan Sampah

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2013 Tentang

Pengelolaan Limbah Radioaktif

11. Serta berbagai kaitannya di dalam Peraturan Daerah, diantaranya seperti:

a) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Sampah

b) Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031

c) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013

Tentang Pengelolaan Sampah

d) dan Perda lainnya.

3.4 Tantangan dan Implementasi dengan kondisi saat ini

Berbicara mengenai tantangan dan implementasi dari peraturan

perundangan tentang sampah ini, maka hal terberat datang dari pertumbuhan dan

pertambahan jumlah penduduk Indonesia. Indonesia sebagai negara yang

menempati posisi keempat populasi terbanyak dunia, tentu akan menghadapi

banyak konsekuensi dari kondisi tersebut. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk

tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bilamana ternyata penanganan sampah

yang dihasilkan masih kurang sigap ditanggapi oleh pemerintah di dalam

pengelolaannya. Sebagai masalah nasional dan strategis, maka menjadi salah satu

fokus perhatian utama pemerintah.

Tantangan berikutnya adalah munculnya praktik bisnis illegal di dalam

mengimpor sampah (sampah elektronik, otomatif, dan bahkan B3) yang

merugikan Indonesia. Di era terbukanya informasi, semakin terbuka peluang

usaha di berbagai sector. Bilamana sosialisasi dan penegakan hukum tidak

dilakukan dengan lebih baik di masyarakat, maka hal ini bisa membawa kesulitan

besar bagi Indonesia.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah merupakan

sebuah produk hukum yang legal, mengikat dan memiliki kekuatan hukum bagi

pengelolaan persampahan di Indonesia. Undang-undang ini mengatur secara jelas

tentang manajemen pengelolaan sampah di Indonesia, dan memberi perlindungan

hukum bagi masyarakat yang kemungkinan terkena dampak dari pengelolaan

sampah.

Pengelolaan persampahan dalam perspektif undang-undang ini masih

dilihat sebagai “domain publik” semata, masyarakat “cenderung membiarkan”

pemerintah untuk dominan melakukan pengelolaan sampah.

4.2 Saran

Prinsip “polluters pay principle” yang universal di dalam isu lingkungan

sebaiknya dimasukkan dan dimplementasikan dengan lebih baik pada aturan-

aturan turunan maupun penunjang dari undang-undang ini. Dengan demikian,

pengelolaan sampah di Indonesia dapat memberikan efek jera bila pihak yang

seharusnya bertanggungjawab lalai akan tanggung jawab tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Jumlah Penduduk Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12 diakses 7 November 2014.

[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2005. Prosiding Dialog Nasional Mencari Solusi Pengelolaan Sampah di Indonesia. Jakarta

Gaines SE. 1991. Polluter-Pays Principle: From Economic Equity to Environmental Ethos, The. Tex. Int'l LJ, 26, 463.

Manurung HDJ. 2009. Optimasi Pengelolaan Lingkugan Terpadu Berkelanjutan TPST Bantargebang, Bekasi. Tesis. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan PSL. IPB

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

[SNI] Standar Nasional Indonesia 19-2454-2002 tentang teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Wibowo A dan Djajawinata D.T. 2004. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu. Jakarta