askep tumor hidung bambang

download askep tumor hidung bambang

of 23

description

askep tumoir bambang sujana

Transcript of askep tumor hidung bambang

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangTumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan diluar negri, kekerapan jenis yang ganas hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Hidung dan sinus paranasal atau disebut sinonasal merupakan daerah yang terlindungi sehingga tumor yang timbul didaerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditemukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja dengan PERHATI dan bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM januari agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien dari jumlah resebut 30% mempunyai indikasi operasi BSEF.Tumor sering ditemukan namun jarang yang ganas. Tumor jinak di kavum nasi dan sinus pranasal seringkali bersifat destruktif ke jaringan sekitarnya, sehingga perlu penanganan seperti tumor ganas. Yang sering ditemukan adalah papiloma. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.108)B. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumAdapun tujuan umum dari penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Sensori Persepsi.2. Tujuan KhususAdapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini:a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi hidungb. Untuk mengetahui konsep dasar tumor hidungc. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien tumor hidung

C. Metode PenulisanMetode penulisan dari makalah ini menggunakan intisari sari buku yang ada diperpustakaan dan sumber internet.

BAB IITINJAUAN TEORITISA. Anatomi dan Fisiologi 1. PengertianHidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis platinum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang mengganggu proses pernapasan. (Syaifuddin, 2011, Hal.383)2. Struktur HidungTulang raawan epitelium dan lamina propia keduanya saling berkaitan, dianggap sebagai bagian fungsioanal mukosa terbanyak yang berasal dari rongga hidung. Lamina propia mengandung banyak arteri, vena, dan kapiler yang membawa nurtisi dan air yang dikeluarkan oleh sel. (Syaifuddin, 2011, Hal.383)a. Rangka hidung dibentuk oleh: (Syaifuddin, 2011, Hal.384)1) Bagian atas oleh laminan kribosa ossis etmoidalis dan pars nasalis ossis frontalis. 2) Dinding lateral oleh tulang keras dan tulang rawan.3) Sekat hidung (septum nasi) oleh tulang karang dan tulang rawan.4) Disamping itu terdapat celah (kavun nasi).5) Prosessus spenoetmodalis terletak antara konka suprima dan konka superior.6) Meatus nasi superior antara konka superior dan konka media.7) Meatus nasi media antara konka media dan konka inferior.b. Pintu depan kavun nasi dibentuk oleh tepi bawah os maksilaris dan insisura nasalis ossis maksilaris. Sekeliling sebelah dalam terdapat ruang-ruang udara di dalam tulang-tulang kepala yang disebut sinus paranasalis, terdiri dari: (Syaifuddin, 2011, Hal.384)1) Sinus sfenoidalis, terletak dibagian belakang kranial hidung di dalam korpus sfenoidalis, bermuara e rongga hidung bagian belakang.2) Sinus etmoidalis, terdapat dalam pars labirinitus ossis etmoidalis.3) Sinus frontalis, terletak pada infundibulun meatus nasi madi.4) Sinus maksilaris (antrum hiqmori), terdapat pada dinding laral hidung korpus maksilaris bermuara di hiatus maksilaris ke rongga hidung hiatus semilunaris media.c. Bagian-bagian dari hidung: (Syaifuddin, 2011, Hal.384)1) Batang hidung: dinding depan hidung yang dibentuk oleh ossa nasalis.2) Cuping hidung: bagian bawah dinding lateral hidung yang dibentuk oleh tulang rawan.3) Septum nasi: dinding yang membatasi rongga hidung.4) Dinding lateral rongga hidung (kavum nasi).d. Pada dinding hidung terdapat alaat-alat kecil yang berfungsi untuk menggerakan hidung dan menghirup udara, meliputi:1) M. Piramidalis nasi:otot berbentuk piramid pada hidung.2) M. Levator labil superior alaguenas: otot bibir yang dapat menggerakkan hidung.3) M. Dilator nares anterior: otot memanjang bagian belakang hidung.4) M. Dilatator nares anterior: otot memanjang bagian depan hidung.5) M. Komresor nasi.6) M. Kompresor narium minor.7) M. Depressor alaris nasi.Permukaan dorsal lateral rangka depan hidung yang ditutupi oleh jaringan ikat, melekat pada puncak hidung dan mengandung folikel dan glandula sebasea. (Syaifuddin, 2011, Hal.385)Fossa nasalis terdiri dari ruangan hidung (kavum nasi), merupakan bagian dalam hidung. Dindingnya dilapisi oleh tunika mukosa yang disebut pituitari, mengeluarkan sekret mukosa. Selaput lendir hidung dilanjutkan oleh jaringan kulit melekat pada perikondrium lamina. Batas atap atas vestibulum krista disebut linea nasi, bagian belakang selaput lendir hidung melanjut menjadi membran mukosa nasofaring. Membran mukosa kavum nasi meliputi dinding dari sinus paranasalis dan melanjutkan diri ke daerah sekelilingnya. Pada sinus maksilaris melalui hiatus maksilaris kavum nasi yang juga diliputi membran mukosa. (Syaifuddin, 2011, Hal.385)Bagian frontal hiatus maksilaris tertutup oleh membran mukosa, bagian oksipital ditutup oleh tunika mukosa, terdapat lubang yang terbuka pada hiatus maksilaris tempat bermuara kavum nasi. Kavum nasi ini terletaak disebelah atas. Bila terjadi infeksi, cairan menumpuk di dasar sinus maksilaris. (Syaifuddin, 2011, Hal.385)Pada daerah kranial, konka nasalis superior mempunyai selaput lendir yang epiteliumnya merupakan neuroepitelium. Bagian ujung terdapat sel saraf dendrit, bagian ini meruncing, berakhir seperti filia ke permukaan membran mukosa. Sel nervus olfaktorius menuju ke bagian dalam memran mukosa, berhubungan dengan hujung filia olfaktorius dari N. Olfaktorius, meninggalkan kavum nasi melalui lubang kribosa ossis etmoidalis menuju ke rongga tengkorak. (Syaifuddin, 2011, Hal.385)e. Pembuluh darah hidung:1) Arteri palatina, bercabang dua yaitu A. Nasalis posterios lateralis dan A. Nasalis posterior septi.2) A. Nasalis anterior, berasal dari A.oftalmika, mempuyai cabang A. Anteriores lateralis dan A. Nasalis anteriores septi.3) Vena hidung: terdapat kribosa jaringan pada daerah konka, dikelilingi olehserabut otot krikuler dan longitunal, bermuara ke pleksus venosus pterigoideus vena kanalis.Perdarahan hidung (kavum nasi) disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah vena di hidung yang sebut epistaksis.f. Persarafan hidung (Syaifuddin, 2011, Hal.386)1) Nervus olfaktorius: sebagai saraf sensibel (saraf pembau), masuk melalui lubang-lubang lamina kribosa etmoidalis.2) Nervus trigeminus: mempunyai cabang N. Oftalmikus dengan ranting N. Nasalis posterior soperior dan konka nasalis media.3) Nervus etmoidalis anterior: cabang dari oftalmikus masuk ke dalam kavum nasi melalui lubang frontal di lamina kribosa ossis etmoidalis.4) Nervus palatinus anterior: masuk ke dalam kavum nasi melalui lubang dalam pars perpendikularis ossis palatini.Pembuluh limfe hidung membentuk pleksus pada bagian permukaan membran mukosa. Aliran limfe hidung dari subdural dan ruangan subaraknoid dari rongga tengkorak. Aliran limfe dari hidung sebagian bermuara ke nodus servikalis retrofaringeal yang terletak di dekat kornu mayor hidoideum. (Syaifuddin, 2011, Hal.386)

3. Fungsi HidungFungsi hidung dalam proses pernapasan meliputi:a. Udara di hangatkan, oleh permukaan konka dan septum nasalis setelah melewati faring, suhu lebih kurang 36Cb. Udara di lembabkan, sejumlah besar udara yang melewati hidung bila mencapai faring kelembapannya lebih kurang 75%.c. Kotoran disaring oleh bulu-bulu hidung. Partikel di rongga disaring oleh rambut vestibular, lapisan mukosiliar, dan lisazim (protein dalam air mata). Fungsi ini dinamakan fungsi air conditioning jalan pernapasan atas. Kenaikan suhu tidak melebihi 2-3% dari suhu tubuh. Uap air mencapai trakea bagian bawah bila seseorang bernapas melalui tabung langsung masuk trakea. Pendingin dan pengeringan berpengaruh pada bagian bawah paru sehingga mudah terjadi infeksi paru.d. Penciuman. Pada pernapasan, biasanya 5-10% udara pernapasan melalui celah olfaktori. Dalam menghirup udara dengan keras, 20% udara penapasan melalui celah ofaktori.B. Konsep Dasar Tumor Hidung 1. PengertianTumor hidung adalah pertumbuhan kearah ganas dan mengenai hidung dan lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung termasuk kulit dari hidung luar dan vestibulum nasi.Sinus pranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus pranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus atmoid, dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus pranasal merupakan hasil pniumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang.Kanker rongga hidung dan sinus pranasal adalah tumor ganas yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus pranasal disekitar hidung. Rongga hidung merupakan sebuah ruang dibelakang hidung dimana udara melewatinya masuk ke tenggorokan. Sinus pranasal adalah daerah yang dipenuhi-udara yang mengelilingi rongga hidung pada pipi (sinus maksila), diatas dan diantara mata (sinus etmoid dan sinus frontal), dan dibelakang etmoid (sinus sphenoid). Kanker sinus maksil merupakan tipe paling sering kanker sinus pranasal.

2. EtiologiPenyebab tumor ganas hidung belum diketahui, tetapi di duga beberapa zat hasil industry merupakan penuyebab antara lain, nikel, debu kayu, kulit, formal dehid, kormium, minyak isopropyl, dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi kefganasan hidung dan sinus jauh lebih besar. Rokok juga diduga berhubungan dengan timbulnya penyakit ini. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.109)

3. Manifestasi KlinisGejala tergantung asal tumor primer serta arah dan luas penyebaran tumor. Tumor jinak dan gejala dini tumor ganas dapat menyerupai rhinitis dan sinusitis kronik. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.109)Gejala dini menyerupai rinosinusitis kronik. Di dalam rongga hidur tumor menyebabkan gejala hidung, tersumbat dan epistaksis. Terdapat rinorea unilateral yang menetap. Bila sangat besar, tulang hidung akan terdesak sehingga bentuk hidung berubah. Bila meluas ke sinus etmoid atau lamina kribosa, menimbulkan nyeri daerah frontal. Bila meluas ke orbita, menyebabkan proptosis, nyeri orbita, dan diplopia, mungkin terasa massa di orbita. Tumor yang meluas ke nasofaring dapat menyebabkan tuli konduktif akibat gangguan tuba eustachius. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.109)Didalam sinus maksila, tumor biasanya tidak bergejala sampai meluas ke organ lain. Dapat menyebabkan rasa nyeri pada gigi atas, gigi goyah, gangguan oklusi, atau pembengkakan dan laserasi di aderha palatum. Tumor ganas sinus maksila umumnya membuat deformitas dan asimetri pipi kanan dan kiri serta nyeri. Gejala pada hidung berupa sumbatan, epistaksis ringan, dan secret kental pada tumor jinak, sedangkan pada tumor ganas diikuti ingus berbau dan rasa nyeri. Gejala pada rongga mulut berupa nyeri gigi, gusi, gigi goyah, dan sebagainya. Gejala pada mata jarang terjadi. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.109)Pada tumor di sinus etmoid, gejala mata adalah muncul setelah gejala hidung. Hanya sedikit terjadi deformitas luka. Tumor sinus frontal cenderung hanya memberikan gejala pada mata saja, sedangkan pada sinus sfenoid, umumnya memberikan gejala neurologic. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.109)Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut :a. Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjaddi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.b. Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, protosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.c. Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidakigi, tetapi tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.d. Gejala faisal. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi. Disertai nyeri, anatesia atau parastesia muka jika mengenai nervus trigeminus.e. Gejala intracranial. Perluasan tumor ke intracranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar

4. PatofisiologiBerbagai jenis tipe tumor berbeda telah dijelaskan terdapat pada rahang atas. Jenis histologis yang paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili sekitar 80%kasus. Lokasi primer tidak selalu mudah untuk ditentukan dengan sejumlah sinus berbeda yangsecara umum terlibat seiring waktu munculnya pasien. Mayoritas (60%) tumortampaknya berasal dari antrum, 30% muncul dalam rongga hidung, dan sisa 10% muncul dari etmoid. Tumor primer frontal dan sfenoid sangat jarangLimfa denopati servikal teraba muncul pada sekitar 15% pasien pada presentasi. Gambaran kecil ini disebabkan drainase limfatik sinus paranasal ke nodus retrofaring dandari sana ke rantai servikal dalam bawah. Sebagai akibatnya, nodus yang terlibat diawal tidak mudah dipalpasi di bagian leher manapun. Tumor hidung dapat diketahui bersama-sama dengan polip nasi dan cenderung untuk timbul bersama tumor hidung sel skuamosa maligna, lebih sering timbul didinding lateral hidung dan daapt pula menyebabkan obstruksi saluran pernapasan hidung, perdarahan intermiten atau keduanya.

5. 1

6. Patway

Faktor resiko (misal debu kayu)Tumor sinonasalTumor ganasTumor jinakPapiloma skoumosaPapiloma inversiDisplasia fibrosaAngiofibroma nasofaring juvenilKarsinoma sel skuomosaUndifferentiated carcinomaAdenokarsinomaMelanoma malignaPolip, tidak mengkilat, menghambat jalan masuk napasKetidakefektifan bersihan jalan nafasinvasifMerusak jaringan lateral disekitar hidungMengenai sinus paranasalDapat merubah kontur wajah dan fungsi wajahGangguan citra tubuhTerdapatnya masa yang mengisi rongga hidung dan sinus paranasalBola mata ke anteriorSinus maxilaris, cavum nasi, sfeinodalis/frontalisPembengkakan pipi/palatum,hidung,Hidung tersumbat dan masa pd cavum nasiEpitaksis Rinoria Resiko infeksiMassa yang cepat membesarMengenai saluran sino nasal bahkan melampau anatomi sinonasalMenyumbat cavum nasi dan sinus paranasalNyeri Nyeri akut/kronismaxilarisInvasi/merusak jaringan lunak dan tulangJarang bermetastasiskematianMassa pd wajahMelalui aliran darahMetastasis nodul servikalPolipoid dan lesi primerMempengaruhi saraf olfaktoriGangguan persepsi sensori7. Klasifikasi Tumora. Tumor jinak1) Papiloma SkuamosaTumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Etiologinya mungkin disebabkan oleh virus, namun perubahan epitel pada papiloma skuamosa dapat bervariasi dalam berbagai derajat diskeratosis. (Roezin, 2007).2) Papiloma InversiPapiloma inversi ini membalik ke dalam epitel permukaan. Jarang ditemukan pada hidung dan sinus paranasalis, seringkali berasal dari dinding lateral hidung dan secara makroskopis terlihat hanya seperti gambaran polip. Tumor ini bersifat sangat invasif, dapat merusak jaringan sekitarnya. (Roezin, 2007).3) Displasia FibrosaDisplasia fibrosa sering mengacu pada tumor fibro-oseus tak berkapsul yang melibatkan tulang-tulang wajah dan sering mengenai sinus paranasalis. Etiologinya tidak diketahui, tumor ini merupakan tumor yang tumbuh lambat, jarang disertai nyeri dan cenderung timbul sekitar waktu pubertas dimana pasien datang dengan alasan kosmetik akibat asimetri wajah. Karena pertumbuhan tumor kembali melambat dengan bertambahnya usia, maka kebutuhan akan pengobatan bergantung pada derajat deformitas atau ada tidaknya nyeri. Meskipun reseksi total diperlukan pada terapi tumor ini tapi pada mayoritas kasus hanya dilakukan pengangkatan sebagian tumor saja untuk memulihkan kontur dan fungsi wajah. (Roezin, 2007)4) Angiofibroma Nasofaring JuvenilTumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan mendorong bola mata keanterior. (Roezin, 2007).b. Tumor Ganas1) Karsinoma Sel SkuamosaKarsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan nonkeratinizing. Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%). Simtom berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau lakrimasi. Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang bersebelahan seperti pada mata, pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif. (Agussalim, 2006).a) Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell CarcinomaSecara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosalain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. (Agussalim, 2006).b) Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) CarcinomaTumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang di karakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harusdibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin. (Agussalim, 2006)

2) Undifferentiated CarcinomaMerupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis atipikal, nekrosis tumor dan apoptosis. Pemeriksaan tambahan seperti imunohistokimia, mikroskop elektron dan biologimolekuler seringkali diperlukan dalam diagnosis undifferentiated carcinoma dan dapat membedakan keganasan ini dari neoplasma ganas lainnya.

3) Limfoma MalignaKebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang ditemukan di western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia. Di karakteristikkan dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa nasal dan sinus paranasal, dengan pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan. Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik, angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Sel-sel limfoma ukurannya bervariasi mulai dari kecil, medium hingga berukuran besar. Sel-sel memiliki sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat dilihat dengan pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrate inflamatori yang mengandung limfosit kecil, histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil.Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel skuamosa dapat ditemukan, menyerupai karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik. (Agussalim, 2006).4) Adenokarsinoma SinonasalAdenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid. Simtom primer berupa hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan atau proptosis dan epistaksis, bergantung pada lokasinya. Adenokarsinoma menunjukkan tiga pola pertumbuhan yaitu sessile, papilari dan alveolar mucoid. Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis. Prognosis jelek dan biasanya penderita meninggal dunia disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya metastasis. (Agussalim, 2006).5) Melanoma maligna Melanoma bisa terjadi sebagai sindrom autosomal dominan familial. Sekitar 8% dari 12 % semua kasus. Para anggota keluarga ini berada pada peningkatan risiko menderita melanoma secara keseluruhan dan akan menimbulkan beberapa lesi primer pada usia lebih dini. Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara makroskopik, massa polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Di dalam kavum nasi, lokasi yang sering ditemukan melanoma maligna ini adalah daerah posterior septum nasal diikuti dengan turbinate medial dan inferior. Tumor menyebar melalui aliran darah atau limfatik. Metastasis nodul servikal dapat ditemukan pada pemeriksaan awal. (Agussalim, 2006).

8. Pemeriksaan PenunjangPemerikaan foto sinus pranasal dan paru untuk melihat adanya metastasis. Dilakukan foto polos dengan posisi Caldwell, waters, lateral, dan submentovertikal. Dicari gambaran perselubungan sinus, masa jaringan lunak, sklerosis dinding sinus, dan destruksi tulang. Dengan tomogram dapat terlihat jelas perluasan tumor dan destruksi tulang. Tomografo computer dapat menunjukan perluasan kejaringan dan cranial. Biopsi untuk diagnosis pasti, dapat dilakukan melalui sinoskopi. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.109)

9. PenatalaksanaanPada tumor jinak dilakukan ekstirpasi sebersih mungkin. Pada tumor ganas, terapi merupakan kombinasi operasi, radioterapi (sesudah atau sebelum operasi), dan kemoterapi. Kadang-kadang setelah operasi diperlukan rekonstruksi dengan protese (bedah plastik) dan rehabilitas. (Mansjoer dkk, 2008, Hal.109) a. Medis1) BedahTerapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-masing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). (American Cancer Society, 2011).2) RadioterapiTerapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai adjuvant radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi lokal alternatif untuk operasi. (Carrau, 2013).3) KemoterapiKemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. (Carrau, 2011).10. KomplikasiTidak dapat bermetasis, tetapi sangat destruktif disekitarnya dapat menyebar memenuhi nasofaring dan terlihat dari orofaring.

C. Asuhan Keperawatan1. PengkajianPada pasien tumor hidung; Nyeri pada hidunga. Riwayat Kesehatan SekarangPasien mulai merasakan nyeri akibat pembengkakan b. Riwayat Kesehatan DahuluApakah tumor hidung ini diderita sejak bayi sehingga mempengaruhi dalam kemampuan bernafas c. Riwayat Kesehatan KeluargaDalam keluarga pasien tidak ada keluarga yang menderitapenyakit pada sistempenciuman.d. Pengkajian fisikGejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium penyakit, antara lain:1) Gejala hidunga) Buntu hidung unilateral dan progresif.b) Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnyac) Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.d) Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.e) Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.2) Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:a) Pembengkakan pipib) Pembengkakan palatum durumc) Geraham atas goyah, maloklusi gigid) Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.3) Pada tumor ganas didapati gejala sistemik:a) Penurunan berat badan lebih dari 10 %b) Kelelahan/malaise umumc) Napsu makan berkurang (anoreksia)e. Pemeriksaan fisikSaat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila. Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher.2. Diagnose KeperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tumor sinonasal menurut (Wilkinson, 2013) adalah sebagai berikut :a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d polip, massa dan lesi di jalan nafasb. Gangguan persepsi sensori b.d integrasi sensoric. Nyeri akut b.d pembengkakan pada palatum dan rongga hidungd. Gangguan citra tubuh b.d penyakit tumor sinonasale. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan lateral di sekitar hidung

3. 4. Rencana Tindakan KeperawatanDiagnosa Tujuan & KHIntervensiRasional

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Obstruksi jalan nafas (polip, massa dan lesi)

Tujuan : dalam 2x24 jam masalah klien berkurang sampai teratasai Kriteria hasil : -Kepatenan jalan nafas adekuat Mengeluarkan massa secara efektif Status pernapasan : ventilasi tidak terganggu Kaji dan dokumentasikan frequensi, kedalaman dan upaya pernafasan Observasi pembesaran polip Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada Kolaborasikan dengan tim medis untuk melakukan pengangkatan polip

Megumpulkan dan menganalisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat Untuk memudahkan intervensi dalam pengangkatan polip Mengubah posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara sengaja untuk memfasilitasi kepatenan jalan nafaas, kesejahteraan fisiologis dan psikologis Memaksimalkan obstruksi jalan nafas

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanDari penulisan makalah diatas kelompok mengambil kesimpulan sebagai berikut :Tumor hidung adalah pertumbuhan kearah ganas dan mengenai hidung dan lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung termasuk kulit dari hidung luar dan vestibulum nasi.Penyebab tumor ganas hidung belum diketahui, tetapi di duga beberapa zat hasil industry merupakan penuyebab antara lain, nikel, debu kayu, kulit, formal dehid, kormium, minyak isopropyl, dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi kefganasan hidung dan sinus jauh lebih besar. Rokok juga diduga berhubungan dengan timbulnya penyakit ini.B. SaranAdapun saran yang dapat kami sampaikan pada makalah kami ini adalah sebagai berikut:1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan klien tumor hidung2. Mahasiswa dapat lebih mengerti tentang asuhan keperawatan klien dengan tumor hidung3. Bisa menjadikan bahan yang kami buat ini sebagai pedoman untuk melakukan tindakan keperawatan.

Daftar Pustaka

Agussalim. (2006). Tumor sinonasal. Sumut : Universita Sumatera UtaraCarau RL, MD. (2013). Malignant Tumor Of Nasal Cavity and Sinuses.Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Media Aesculapius. Jakarta Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan dan Kedokteran. EGC. JakartaWilkinson M, Judith & Ahern R, Nancy. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9. EGC. Jakarta