referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

35
TUMOR KEPALA DAN LEHER Distribusi keganasan di bidang telinga hidung dan tenggorokan terdapat kira-kira 42% tumor ganas rongga mulut, 25% laring, 15% orofaring dan hipofaring, 7% kelenjar liur besar, 4% nasofaring, 4% hidung dan sinus paranasal, dan 3% tiroid dan jaringan ikat lainnya. 1. Klasifikasi tumor ganas Klasifikasi tumor ganas leher dan kepala yang digunakan di seluruh dunia adalah system TNM. Sistem TNM ini ditujukan untuk mengetahui perluasan tumor secara anatomi dengan pengertian: T : perluasan dari tumor primer N : status terdapatnya kelenjar limfe regional M : ada atau tidak adanya metastasis jauh Tabel 1. Klasifikasi klinis TNM T (tumor primer) TX Tumor primer tidak dapat ditemukan T0 Tidak ada tumor primer Tis Karsinoma in situ T1, T2, T3, T4 Besarnya tumor primer N (kelenjar limfa regional) NX Tidak dapat ditemukan kelenjar limfa regional N0 Tidak ada metastasis kelenjar 1

description

referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Transcript of referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Page 1: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

TUMOR KEPALA DAN LEHER

Distribusi keganasan di bidang telinga hidung dan tenggorokan terdapat kira-kira 42%

tumor ganas rongga mulut, 25% laring, 15% orofaring dan hipofaring, 7% kelenjar liur besar,

4% nasofaring, 4% hidung dan sinus paranasal, dan 3% tiroid dan jaringan ikat lainnya.

1. Klasifikasi tumor ganas

Klasifikasi tumor ganas leher dan kepala yang digunakan di seluruh dunia adalah

system TNM. Sistem TNM ini ditujukan untuk mengetahui perluasan tumor secara anatomi

dengan pengertian:

T : perluasan dari tumor primer

N : status terdapatnya kelenjar limfe regional

M : ada atau tidak adanya metastasis jauh

Tabel 1. Klasifikasi klinis TNM

T (tumor primer)

TX Tumor primer tidak dapat ditemukan

T0 Tidak ada tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1, T2, T3, T4 Besarnya tumor primer

N (kelenjar limfa regional)

NX Tidak dapat ditemukan kelenjar limfa

regional

N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional

N1, N2, N3 Besarnya kelenjar limfa regional

M (metastasis jauh)

MX Tidak ditemukan metastasis jauh

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Tabel 2. Klasifikasi pembesaran kelenjar limfa regional

1

Page 2: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

NX Kelenjar limfa regional tidak ditemukan

N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional

N1 Metastasis pada satu sisi, tunggal, ukuran 3 cm atau kurang

N2 Metastasis pada satu sisi, tunggal, ukuran lebih dari 3 cm, kurang dari 6 cm atau

multiple, pada satu sisi dan tidak lebih dari 6 cm atau bilateral/kontralateral juga tidak

lebih dari 6 cm

N2a Metastasis pada satu sisi, tunggal, lebih dari 3 cm dan tidak lebih dari 6 cm

N2b Metastasis pada satu sisi, multiple tidak lebih dari 6 cm

N2c Metastasis bilateral/kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis, ukuran lebih dari 6 cm

Stadium tumor ganas leher dan kepala kecuali tumor kelenjar liur dan tiroid

Stadium 1 T1 N0 M0

Stadium 2 T2 N0 M0

Stadium 3 T3 N0 M0

T1 atau T2 atau T3 N1 M0

Stadium 4 T4 N0 atau N1 M0

Tiap T N2 atau N3 M0

Tiap T tiap N M1

A. Sistem aliran limfa leher

System aliran limfa leher penting untuk dipelajari, karena hampir semua bentuk

radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar limfa

leher. Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan berada pada

rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfa yang selalu terlibat pada

metastasis tumor adalah kelenjar limfa pada rangkaian jugularis interna, yang terbentang

antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian jugularis interna ini dapat dibagi dalam

kelompok superior, media, dan inferior. Kelompok kelenjar yang lain adalah submental,

submandibula, servikalis supervisial, retrofaring, paratrakeal, spinalis asesorius, skelenus

anterior dan supraklavikula.

2

Page 3: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Kelenjar limfa jugularis interna superior menerima aliran limfa yang berasal dari

daerah palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan

supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa dari kelenjar limfa retrofaring, spinalis

asesorius, parotis, servikalis superficial, dan submandibula.

Kelenjar limfa jugularis interna media menerima aliran limfa yang berasal dari

subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior, dan daerah krikoid posterior. Juga

menerima dari kelenjar limfa jugularis interna superior dan retrofaring bagian bawah.

Kelenjar limfa jugularis interna inferior meneria aliran limfa dari glandula tiroid,

trakea, esophagus bagian servikal. Juga menerima dari kelenjar limfa jugularis interna

superior dan media, dan kelenjar limfa paratrakea.

Kelenjar limfa submental, terletak pada segitiga submental di antara plastima dan

m.omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran dari dagu, bibir

bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan dan 1/3 bagian bawah lidah.

Pembuluh eferen mengalirkan ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral atau kontra

lateral, kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa jugularis interna.

Kelenjar limfa submandibula, terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan di

dalam kelenjar liurnya sendiri. Pembuluh aferen menerima dari kelenjar liur submandibula,

bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian anterior rongga mulut, bagian

medial kelopak mata, palatum mole dan 2/3 depan lidah. Pembuluh aferen mengalirkan ke

kelenjar jugularis interna superior.

Kelenjar limfa servikal superficial, terletak di sepanjang vena jugularis eksterna,

menerima aliran limfa dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis, daerah retroaurikula, kelenjar

parotis dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa

jugularis interna superior.

Kelenjar limfa retrofaring, terletak di antara faring dan fasia prevertebra, mulai dari

dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima aliran

limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius. Pembuluh eferen

mengalirkan ke kelenjar limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius bagian

superior.

3

Page 4: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Kelenjar limfa paratrakea, menerima aliran limfa dari laring bagian bawah,

hipofaring, esophagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid. Pembuluh eferen

mengalirkan ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau kelenjar limfa mediastinum

superior.

Kelenjar limfa spinal asesoris, terletak di sepanjang saraf spinal asesoris, menerima

aliran limfa yang berasal dari kulit kepala bagian parietal dan bagian belakang leher. Kelenjar

limfa parafaring menerima aliran dair nasofaring, orofaring dan sinus paranasal. Pembuluh

eferen mengalirkan ke kelenjar limfa supraklavikula.

Rangkaian kelenjar limfa jugularis interna mengalirkan limfa ke trunkus jugularis dan

selanjutnya masuk ke duktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dengan untuk sisi sebelah

kanan masuk ke duktus limfatikus kanan atau langsung ke system vena pada pertemuan vena

jugularis interna dan vena subklavia. Juga duktus torasikus dan duktus lifatikus kanan

menerima aliran limfa dari kelenjar limfa supraklavikula.

4

Page 5: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Letak kelenjar limfa leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center

Classification dibagi dalam lima daerah penyebaran kelompok kelenjar, yaitu daerah:

I. Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula

II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfa jugularis superior,

kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior superior

III. Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan persilangan m.omohioid

dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior m.sternokleidomastoid.

IV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula

V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.

Metastasis dari tumor ganas yang primernya berada di kepala dan leher lebih dari

90% primernya dapat ditemukan dengan pemeriksaan fisik. Insiden tertinggi metastasis dari

karsinoma sel skuamosa di rongga mulut, orofaring, hipofaring, laring dan nasofaring adalah

ke rangkaian kelenjar limfa jugularis interna superior.

5

Page 6: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Adanya massa tumor yang berada di preaurikula umumnya disebabkan oleh tumor

primer dari kelenjar parotis atau metastasis tumor ganas dari kulit muka, kepala dan telinga

homolateral.

Massa tumor pada kelenjar yang berada di bawah m.sternokleidomastoid bagian atas

dan atau pada kelenjar servikal superior posterior biasanya berasal dari tumor ganas di

nasofaring, orofaring dan bagian posterior sinus maksila.

Pada kelenjar submental dapat berasal dari tumor ganas di kulit hidung atau bibir, atau

dasar mulut bagian anterior.

Pada segitiga submandibula dapat disebabkan oleh tumor primer pada kelenjar

submandibula atau metastasis tumor yang berasal dari kulit muka homolateral, bibir, rongga

mulut atau sinus paranasal.

Pada daerah kelenjar jugularis interna superior, dapat berasal dari tumor ganas di

rongga mulut, orofaring posterior, nasofaring, dasar lidah atau laring.

Tumor yang tunggal pada daerah jugularis media biasanya berupa tumor primer pada

laring, hipofaring atau tiroid.

Tumor di daerah jugularis bagian bawah umumnya berupa tumor pada subglotis,

laring, tiroid atau esophagus bagian servikal.

Tumor pada kelenjar limfa suboksipital biasanya berupa metastasis tumor yang

berasal dari kulit kepala bagian posterior atau tumor primer di aurikula.

Massa tumor di supraklavikula, biasanya oleh karena tumor primer di infraklavikula,

tumor esophagus bagian servikal atau tumor tiroid.

A. Tumor Hidung dan Sinonasal

Hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-

tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah

ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor juga sulit ditentukan, apakah berasal dari hidung

atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor

sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.

6

Page 7: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Jenis histology

Hampir seluruh jenis histopatologi tumor jinak dan ganas dapat tumbuh di daerah

sinonasal. Termasuk tumor jinak epithelial yaitu adenoma dan papiloma, yang non epithelial

yaitu fibroma, angiofibroma, hemangioma, neurilemoma, osteoma, dysplasia fibrosa dan lain-

lain. Adapula tumor odontogenik seperti ameloblastoma atau adamantinoma.

Tumor ganas epithelial adalah karsinoma sel skuamosa, kanker kelenjar liur,

adenokarsinoma, karsinoma tanpa diferensiasi dan lain-lain. Jenis non-epitelial ganas adalah

hemangioperisitoma, aneka sarcoma seperti rhabdomiosarkoma dan osteogenik sarcoma

ataupun keganasan limfoproliferatif seperti limfoma maligna.

Beberapa jenis tumor jinak ada yang mudah kambuh atau secara klinis bersifat ganas

karena tumbuh agresif mendestruksi tulang, misalnya papiloma inverted, dysplasia fibrosa

ataupun ameloblastoma. Pada jenis ini tindakan operasi harus radikal.

Gejala dan tanda

Gejala tergantung dari asal tumor serta arah dan perluasannya. Tergantung dari

perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Gejala nasal. Berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering

bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang

hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas, ingusnya

berbau karena mengandung jaringan nekrotik.

b. Gejala orbital. Perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia,

proptosis, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Perhatikan arah proptosis,

jika mata terdorong ke atas berarti tumor berasal dari sinus maksila, jika ke bawah

dan lateral berarti tumor berasal dari sinus frontal atau etmoid.

c. Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus

di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas

lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di

gigi, tetapi tidak sembuh walau gigi yang sakit dicabut.

d. Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi.

Disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus.

e. Gejala intracranial. Perluasan tumor ke intracranial menyebabkan nyeri kepala

hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan

7

Page 8: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media

maka saraf cranial lainnya juga akan terkena. Jika tumor meluas ke belakang,

terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia dan

parestesi daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis.

Saat pasien berobat biasanya tumor sudah dalam stadium lanjut. Gejala dini yang

mirip dengan rhinitis atau sinusitis kronis menyebabkan diagnosis yang terlambat.

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan antara lain foto polos sebagai diagnosis

awal terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai

keganasan dan dilakukan CT scan karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan

destruksi tulang. MRI dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal. Foto polos

paru diperlukan untuk melihat adanya metastase tumor di paru.

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan melakukan

biopsy. Jika curiga tuor vaskuler, jangan dilakukan biopsy karena akan sulit untuk

menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan angiografi.

1. Tumor jinak

Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan

polip, tetapi lebih vascular, padat dan tidak mengkilat. Ada 2 jenis papiloma, pertama

eksofitik atau fungiform dan endofitik atau papiloma inverted. Papiloma inverted bersifat

sangat invasif, dapat merusak jaringan di sekitarnya. Cenderung untuk residif dan dapat

berubah menjadi ganas. Lebih sering pada laki-laki usia tua. Terapi adalah bedah radikal

seperti rinotomi lateral atau maksilektomi medial.

Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang

mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi rongga sinus paranasal dan mendorong bolamata

ke anterior.

Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih mungkin. Bila perlu dilakukan

dengan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving (peningkapan).

2. Tumor ganas

Tumor ganas tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul oleh karsinoma

tanpa diferensiasi dan tumor asal kelenjar.

8

Page 9: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Sinus maksila adalah yang tersering terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-

25%), hidung sendiri (24%), sedangkan sinus sphenoid dan sinus frontal jarang terkena.

Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (<5%) karena rongga sinus sangat miskin

dengan system limfa kecuali jika tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi

yang kaya akan system limfatik. Metastasis jauh juga jarang terjadi (<10%) dan organ yang

sering terkena adalah hati dan paru.

Perluasan tumor primer dikategorikan dalam T1, T2, T3 dan T4. Paling ringan T1,

tumor masih terbatas di mukosa sinus, paling berat T4, tumor sudah meluas ke orbita, sinus

sphenoid dan frontal dan/atau rongga intracranial. Dengan TNM ini dapat ditentukan stadium

yaitu stadium dini (stadium I dan II) stadium lanjut (stadium III dan IV). Lebih dari 90%

pasien datang dalam stadium lanjut.

Penatalaksanaannya dapat berupa pembedahan atau lebih sering dengan modalitas

terapi lain seperti radiasi dan kemoterapi. Pembedahan masih diindikasikan walaupun

menyebabkan morbiditas yang tinggi bila terbukti dapat mengangkat tumor secara lengkap.

Pembedahan dikontraindikasikan bila sudah terdapat metastasis jauh, sudah meluas ke sinus

kavernosus bilateral atau tumor sudah mengenai kedua orbita.

Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas dengan metastasis atau residif atau jenis

yang sangat baik dengan kemoterapi seperti limfoma maligna. Tindakan operasi harus

seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilektomi, dapat berupa maksilektomi medial,

total, atau radikal. Maksilektomi radikal dilakukan misalnya pada tumor yang sudah

mengenai seluruh dinding sinus maksila dan sering juga masuk ke rongga orbita, sehingga

pengangkatan maksila dilakukan secara en bloc disertai eksenterasi orbita. Jika tumor sudah

masuk ke rongga intracranial dilakukan reseksi kraniofasial atau hingga kraniotomi.

Sesudah maksilektomi total, harus dilakukan prosthesis maksila sebagai tindakan

rekonstruksi dan rehabilitasi, supaya pasien tetap dapat melakukan fungsi menelan dan

berbicara dengan baik, di samping perbaikan kosmetik melalui bedah plastic.

Pada umumnya prognosis tumor ini kurang baik. Banyak factor yang mempengaruhi

prognosis di antaranya adalah gambaran histologist, asal tumor primer, perluasan tumor,

pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi ajuvan yang diberikan,

status imunologis, lamanya follow up dan lain-lain. Walaupun demikian pengobatan yang

agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor

9

Page 10: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

primer dan akan meningkatkan angka bertahan hidup selama 5 tahun sebesar 75% untuk

seluruh stadium tumor.

B. Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang

terbanyak ditemukan di Indonesia (60%). Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa

oleh yang bukan ahlinya, seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis

ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.

Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus

Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer antivirus EB yang cukup

tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala

lainnya, tumor organ tubuh lain, dan bahkan pada kelainan nasofaring lainnya sekalipun.

Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki.

Gejala dan tanda

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring,

gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau gejala di leher.

i. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, kalau

perlu lakukan pemeriksaan nasofaringoskop, karena seringkali gejala belum

ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tidak tampak karena masih terdapat

di bawah mukosa (creeping tumor).

ii. Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal

tumor dekat muara tuba eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat

berupa tinnitus, rasa tidak nyaman di teling hingga otalgia.

iii. Gangguan mata dan saraf terjadi karena penjalaran melalui foramen laserum

sehingga akan mengenai saraf otak III, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga

timbul diplopia. Neuralgia trigeminal juga dapat terjadi.

iv. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, XII jika

penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relative jauh dari

nasofaring. Gangguan ini sering disebut sindrom Jackson. Bila sudah

mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai

dengan destruksi tulang tengkorak yang menyebabkan prognosisnya buruk.

Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher.

10

Page 11: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring yaitu 3 bentuk

mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran

nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring bila diikuti bertahun tahun akan menjadi

karsinoma nasofaring.

Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring yang dapat

dilakukan dengan 2 cara yaitu: dari hidung atau dari mulut. Biopsy dari hidung dilakukan

tanpa melihat jelas tumornya. Cunam biopsy dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri

konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.

Biopsy dari mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung

dan ujung kateter yang berada di dalam mulut ditarik keluar dan diklem, demikian pula

dengan kateter dari hidung sebelahnya. Sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian

dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring, lalu nasofaringoskop dimasukkan untuk melihat

massa tumor lebih jelas.

CT scan daerah kepala dan leher dapat digunakan untuk melihat tumor primer yang

tersembunyi sekalipun. Dapat pula dilakukan pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti

VCA untuk infeksi virus EB.

Histopatologi

Telah disetujui WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada

nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa, karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma

tidak berdiferensiasi. Semua yang kita kenal selama ini dengan limfoepitelioma, sel

11

Page 12: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain-lain dimasukkan dalam kelompok tidak

berdiferensiasi.

Stadium

Untuk stadium dipakai system TNM menurut UICC (2002).

T0 : tumor tidak tampak

T1 : tumor terbatas di nasofaring

T2 : tumor meluas ke jaringan lunak

T2a: perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan

parafaring (perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor ke arah

posterolateral melebihi fasia faringobasilar)

T2b: disertai perluasan ke parafaring

T3 : tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 : tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf

cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator

N0 : tidak ada pembesaran

N1 : metastasis KGB unilateral, ukuran ≤ 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N2 : metastasis KGB bilateral, ukuran ≤ 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N3 : metastasis KGB bilateral, ukuran > 6 cm, atau terletak di dalam fossa

supraklavikula

N3a: ukuran > 6 cm

N3b: di dalam fossa supraklavikula

Mx : metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 : tidak ada metastasis jauh

M1 : terdapat metastasis jauh

12

Page 13: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0, N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a, T2b N2 M0

T3 N2 M0

Stadium IVA T4 N0, N1, N2 M0

Stadium IVB Semua T N3 M0

Stadium IVC Semua T Semua N M1

Penatalaksanaan

Stadium I : radioterapi

Stadium II dan III : kemoradiasi

Stadium IV dengan N < 6 cm : kemoradiasi

Stadium IV dengan N > 6 cm : kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi

Terapi

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama. Pengobatan tambahan dapat berupa

diseksi leher, pemberian tetrasiklin, factor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin

dan antivirus.

Kemoterapi Cis-platinum, bleomycin, dan 5-fluorouracil hasilnya cukup memuaskan.

Demikian pula dengan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun

efek sampingnya cukup berat tapi memberikan harapan kesembuhan lebih baik. Kombinasi

kemoradioterapi dengan mitomycin C dan 5-florouracil oral setiap hari sebelum diberi radiasi

memperlihatkan adanya harapan sembuh total. Diseksi leher radikal dilakukan terhadap

benjolan di leher yang tidak hilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran,

dengan syarat tumor induk sudah hilang, serta tidak ada metastasis jauh.

13

Page 14: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Tidak seperti keganasan kepala dan leher lainnya, karsinoma nasofaring mempunyai

risiko terjadinya rekurensi. Kekambuhan tersering terjadi < 5 tahun, 5-15% terjadi 5-10

tahun. Sehingga perlu follow up setidaknya 10 tahun.

C. Angiofibroma Nasofaring Belia

Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang

secara histology jinak, tapi secara klinis bersifat ganas, karena dapat mendestruksi tulang dan

meluas ke jaringan sekitarnya, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.

Pathogenesis

Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral

koana di atap nasofaring. Tumor tubuh besar dan meluas di bawah mukosa, sepanjang atap

nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke bawah membentuk tonjolan massa

di atap rongga hidung posterior. Perluasan ke anterior akan mengisi rongga hidung,

mendorong septum dan memipihkan konka. Perluasan ke lateral ke arah foramen

sfenopalatina, masuk ke fisura pterigomaksila dan mendesak dinding posterior sinus maksila.

Apabila mendorong salah satu atau kedua bola mata akan tampak gambaran “muka kodok”.

Perluasan ke intracranial melalui fosa infratemporal dan pterigomaksila masuk ke fosa serebri

media. Dari sinus etmoid masuk ke fosa serebri anterior atau dari sinus sphenoid ke sinus

kavernosus dan fosa hipofise.

Diagnosis

Diagnosis biasanya hanya ditegakan dari gejala klinis. Gejala yang paling sering

ditemukan (> 80%) adalah hidung tersumbat yang progresif dan epistaksis berulang yang

masif. Obstruksi hidung memudahkan penimbunan sekret, sehingga timbul rinorea kronis

yang diikuti gangguan penciuman. Tuba eustachius menimbulkan ketulian atau otalgia.

Sefalgia hebat biasanya menunjukan tumor sudah meluas ke intracranial.

Pada pemeriksaan fisik rinoskopi posterior terlihat masa tumor dengan konsistensi

kenyal warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda. Pada usia muda warnanya merah

muda, pada usia yang lebih tua warnanya kebiruan karena lebih banyak komponen

fibromanya. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulserasi.

Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat gambaran “Holman Miller” yaitu

pendorongan prosessus pterigoideus ke belakang sehingga fisura pterigopalatina melebar.

14

Page 15: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Terlihat pula gambaran massa di nasofaring yang mengerosi dinding orbita, arkus zigoma dan

tulang di sekitar nasofaring. Dari CT scan dengan kontras tampak perluasan massa tumor

serta destruksi tulang sekitar.

Pada pemeriksaan arteriografi arteri karotis eksterna terlihat vaskularisasi tumor yang

biasanya berasal dari cabang arteri maksila interna homolateral. Arteri maksilaris interna

terdorong ke depan karena pertumbuhan tumor dari posterior ke anterior dan dari nasofaring

ke fossa pterigimaksila.

Stadium

Untuk menentukan derajat atau stadium tumor saat ini digunakan klasifikasi Session dan

Fisch.

Klasifikasi menurut Session :

Stadium IA : tumor terbatas di nares posterior dan atau nasofaringeal voult

Stadium IB : tumor meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal voult dengan eluas

sedikitnya satu sinus paranasal.

Stadium IIA : tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila.

Stadium IIB : tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanpa mengerosi tulang orbita.

Stadium IIIA : tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan meluas sediki ke intracranial.

Stadium IIIB : tumor telah meluas ke intrakraial dengan atau tanpa meluas ke sinus

kavernosus.

Klasifikasi menurut Fisch :

Stadium I : tumor terbatas di rongga hidung, nasofaring tanpa mendestruksi tulang.

Stadium II : tumor menginvasi fossa pterigomaksila, sinus paranasal dengan destruksi

tulang.

Stadium III : tumor menginvasi fossa infratemporal, orbita dengan atau regio paraselar.

Stadium IV : tumor menginvasi sinus kavernosus, regio kiasma optic, dan atau fossa

pituitari.

15

Page 16: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Pengobatan

Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal dan radioterapi.

Operasi yang dilakukan disesuaikan dengan lokasi tumor dan perluasannya, seperti melalui

transpalatal, rinotomi lateral, rinotomi sublabial atau kombinasi dengan kraniotomi

frontotemporal. Selain itu operasi melalui bedah endoskopi transnasal juga dapat dilakukan.

Sebelum operasi, selain embolisasi banyak dilakukan ligasi arteri karotis eksterna dan

anestesi dengan teknik hipotensi.

Pengobatan hormonal diberikan pada pasien dengan stadium I dan II dengan preparat

testosteron reseptor bloker (flutamid).

Pengobatan radioterapi dilakukan dengan stereotaktik radioterapi atau jika sudah

meluas ke intracranial dengan radioterapi konformal 3 dimensi.

Untuk tumor yang sudah meluas ke jaringan sekitar dan mendestruksi dasar tengkorak

sebaiknya diberikan radioterapi prabedah atau dapat pula diterapi hormonal selama 6 minggu

sebelum operasi.

D. Tumor Ganas Rongga Mulut

Tumor ganas rongga mulut ialah tumor ganas yang terdapat di daerah yang terletak

mulai dari perbatasan kulit-selaput lendir bibir atas dan bawah sampai ke perbatasan palatum

durum-palatum mole di bagian atas dan garis sirkumvalat di bagian bawah, dengan kata lain

meliputi bibir atas dan bawah, selaput lendir mulut, mandibula dan bagian atas trigonum

retromolar, lidah bagian 2/3 depan, dasar ulut dan palatum durum.

Keganasan di rongga mulut akan menjalar ke organ lain melalui aliran limfa.

Umumnya ke kelenjar limfa di daerah submental dan submandibula. Kelenjar limfa pada

ujung lidah mengalir ke kelenjar limfa di jugulodigastrikus bagian atas dan kelenjar limfa di

retrofaring bagian lateral yang selanjutnya ke daerah submental. Bagian lateral 2/3 depan

lidah mempunyai aliran limfa ke kelenjar limfa submandibula dan kelenjar limfa

jugulodigastrikus.

16

Page 17: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Diagnosis

Umumnya keluhan yang terjadi adalah seperti rasa nyeri pada telinga, nyeri saat

menelan (disfagia). Terkadang pasien tidak dapat membuka mulut (trismus). Terkadang juga

terlihat adanya bercak keputihan (leukoplakia) dan bercak kemerahan (eritroplakia).

Terdapatnya suatu massa dengan permukaan tidak rata dan memberikan rasa nyeri

karena adanya persarafan nervus trigeminus dan cabang nervus fasialis. Dapat digunakan CT

scan untuk menentukan batas serta ukuran pada tumor yang besar dan luas. Diagnosis pasti

untuk tumor ini adalah biopsy pada massa tumor. Dan dari PA, 95% hasilnya menunjukan

jenis karsinoma sel skuamosa.

Stadium

Menurut AJCC:

Tx : karsinoma in situ

T1 : jika diameter < 2 cm

T2 : jika diameter 2-4 cm

T3 : jika diameter > 4 cm

T4 : tumor sudah menyerang organ lain seperti bagian korteks tulang, otot lidah

yang lebih dalam, sinus maksila dan kulit

Nx : tidak terdeteksi sel tumor dalam kelenjar

N0 : tidak teraba pembesaran kelenjar

N1 : pembesaran kelenjar diameter < 3 cm, sisi yang sama

N2 : pembesaran kelenjar diameter 3-6 cm, hanya satu, sisi yang sama, atau < 6

cm tetapi terdapat pada beberapa kelenjar pada sisi yang sama, pada kedua sisi

atau sisi lain

N2a: pembesaran kelenjar diameter 3-6 cm hanya satu pada sisi yang sama

N2b: pembesaran kelenjar diameter < 6 cm, terdiri dari beberapa kelenjar dan

hanya pada satu sisi

17

Page 18: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

N2c: pembesaran kelenjar diameter < 6 cm, bisa pada 2 sisi atau sisi

kontralateral

N3 : pembesaran kelenjar diameter > 6 cm

Mx : tidak diketahui dimana adanya metastasis

M0 : tidak ada metastasis jauh

M1 : terdapat metastasis jauh

Secara PA, tumor ganas pada rongga mulut yang paling sering adalah karsinoma sel

skuamosa. Walaupun tumor ini bersifat radiosensitive, terapi terbaik adalah pengangkatan

massa tumor, yang dilanjutkan dengan penyinaran.

Prognosis terburuk terjadi pada tumor pangkal lidah, oleh karena pada tempat ini

terdapat banyak jaringan limfa yang bersifat bercampur dan bermuara ke kelenjar limfa leher.

Tumor yang hanya terdapat pada permukaan dengan tebal 2-3 mm mempunyai prognosis

yang baik. Bila tumor sudah masuk ke dalam jaringan, prognosis menjadi lebih jelek dan

pada terapi sering dilakukan diseksi leher elektif, walaupun tidak teraba metastasis. Tumor

yang lebih besar mungkin harus dilakukan glosektomi sebagian (parsial) atau glosektomi satu

sisi (hemiglosektomi). Kalau tumor sudah melewati garis tengah, harus dilakukan glosektomi

total. Kalau teraba pembesaran kelenjar, maka harus dilakukan diseksi leher radikal

sebelumnya.

Pada tumor dengan T1 yang kecil, hanya diberikan radiasi (radioterapi) saja. Tumor

yang lebih besar harus dioperasi. Pada tumor pangkal lidah yang lebih besar, dilakukan

diseksi leher radikal pada satu sisi, dan diseksi leher radikal pada sisi lain. Sesudah operasi

umumnya dilanjutkan dengan radioterapi. Kemoterapi (sitostatika) tidak diberikan pasca

operasi karena memberikan efek samping yang jelek.

E. Tumor Laring

Tumor jinak laring

Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring (terbanyak frekuensinya), adenoma,

kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma, neurofibroma.

18

Page 19: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Papiloma laring

Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis: papiloma laring juvenile (ditemukan pada

anak, biasanya multiple dan mengalami regresi pada waktu dewasa); pada orang dewasa

biasanya berbentuk tunggal, tidak mengalami resolusi dan merupakan pre kanker.

Pada bentuk juvenile, tumor dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior ataupun

daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara

makroskopis bentuknya seperti buah murbei berwarna putih kelabu terkadang merah.

Jaringan ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan, seringkali

rekuren.

Gejala utamanya ialah suara parau, terkadang ada batuk, apabila papiloma telah

menutupi rima glottis maka timbul sesak napas dengan stridor.

Terapinya adalah berupa ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan

sinar laser. Tidak dianjurkan memberikan radioterapi karena papiloma dapat berubah menjadi

ganas.

Tumor ganas laring

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95-98% dari semua tumor ganas laring. Karsinoma

sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi: berdeferensiasi baik (grade I), berdeferensiasi

sedang (grade II), dan berdeferensiasi buruk (grade III). Kebanyakan tumor ganas pita suara

cenderung berdeferensiasi baik sedangkan yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan

plika ariepiglotika kurang berdeferensiasi baik.

Tumor supraglotik terbatas di tepi atas epiglotis hingga batas atas glottis termasuk pita

suara palsu dan ventrikel laring. Tumor glotik mengenai pita suara asli. Tumor subglotik

tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.

Tumor transglotik adalah yang menyeberangi ventrikel mengenai pita suara asli dan palsu

atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.

Gejala

Gejala utamanya adalah serak dan merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini

disebabkan gangguan fungsi fonasi laring. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal

berfungsi dengan baik disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan

19

Page 20: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid, dan kadang-

kadang menyerang saraf. Terkadang terjadi afoni karena nyeri, sumbatan jalan napas, atau

paralisis komplit.

Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor

tumbuh pada pita suara asli serak merupakan gejala dini dan menetap. Bila tumor di ventrikel

laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di inferior pita suara, serak akan timbul

kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak merupakan gejala akhir atau tidak

timbul sama sekali.

Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan sumbatan jalan napas dan dapat

timbul pada tiap tumor laring. Biasanya gejala ini adalah tanda prognosis yang kurang baik.

Nyeri tenggorok, keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan hingga nyeri tajam. Disfagia

adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis dan

merupakan gejala paling sering pada tumor ganas post krikoid. Odinofagi menandakan

adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.

Batuk dan hemoptisis. Batuk biasanya timbul karena tertekannya hipofaring disertai

secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor

supraglotik.

Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan

penurunan berat badan menandakan adanya metastasis jauh. Pembesaran KGB leher

menunjukan tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut dikarenakan

komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

Pemeriksaan laring dapat dilakukan secara tidak langsung dengan kaca laring ataupun

langsung dengan laringoskop. Foto torak dilakukan untuk menilai keadaan paru (metastasis di

paru). CT scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama seperti

penjalaran tumor ke tulang serta metastasis KGB leher. Diagnosis pasti berdasarkan

pemeriksaan PA dari biopsy laring dan biopsy jarum halus pada pembesaran KGB leher.

20

Page 21: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

Klasifikasi

Tumor primer

Supraglotis

Tis Karsinoma insitu

T1 Tumor pada satu sisi pita suara palsu (gerakan masih baik)

T2 Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glottis masih

bisa bergerak

T3 Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke krikoid bagian

belakang, dinding medial sinus piriformis dan ke rongga pre-epiglotis

T4 Tumor meluas ke luar laring, infiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher

atau merusak tulang rawan tiroid.

Glottis

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor mengenai 1 atau 2 sisi pita suara, gerakan pita suara masih baik atau

tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior

T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat

bergerak ataupun sudah terfiksasi

T3 Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksasi

T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulag rawan tiroid atau sudah keluar dari

laring

Subglotis

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis

T2 Tumor meluas ke pita suara, pita suara masih dapat bergerak ataupun sudah

terfiksasi

T3 Tumor mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi

T4 Tumor luas dangan destruksi tulang rawan dan atau perluasan keluar laring

Penjalaran kelanjar limfa (N)

Nx Kelenjar tidak teraba

N0 Secara klinis kelenjar tidak teraba

N1 Teraba 1 kelenjar dengan diameter 3 cm homolateral

21

Page 22: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

N2 Teraba 1 kelenjar, ipsilateral diameter 3-6 cm

N2a Teraba 1 kelenjar ipsilateral, diameter 3-6 cm

N2b Teraba kelenjar multiple ipsilateral diameter < 6 cm

N2c Teraba kelenjar bilateral atau kontralateral diameter < 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfa > 6 cm

Metastasis jauh (M)

Mx : tidak terdeteksi

M0 : tidak ada metastasis jauh

M1 : terdapat metastasis jauh

Stadium

Stadium I T1 N0 M0

Stadium II T2 N0 M0

Stadium III T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0

Stadium IV T4 N0/N1 M0

T1/T2/T3/T4 N2/N3 M0

T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1

Penanggulangan

Ada 3 cara penanggulangan yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika atau

kombinasi daripadanya. Untuk stadium I dilakukan radiasi, stadium II dan III dilakukan

operasi, stadium IV dilakukan operasi dengan rekonstruksi bila masih memungkinkan dan

dilakukan radiasi.

Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial tergantung lokasi dan

penjalarannya. Diseksi leher radikal dilakukan bila terdapat penjalaran ke KGB leher.

Pemakaian sitostatika belum memuaskan.

22

Page 23: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

23

Page 24: referat Tumor Telinga Hidung Tenggorokan

DAFTAR PUSTAKA

Soepardi A.E. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala

dan Leher. Jakarta: FKUI

Bull T.R. 2003. Color Atlas of ENT Diagnosis 4th edition, revised and expanded. New York:

Thieme.

24