Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

72
Embriologi hidung Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris. Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk, yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media. 1

Transcript of Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Page 1: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Embriologi hidung

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi

sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala

berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian

dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang

dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai

sinus.

Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional

anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang

terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah

frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung

pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang

hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan

perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.

Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk,

yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia

kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah

konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus

maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media.

Dan pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis

yang membentuk suatu daerah yang lebar disebut hiatus emilunaris. Pada usia kehamilan

empat belas minggu ditandai dengan pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal

dari invaginasi bagian atap meatus media dan sel ethmoidalis posterior yang berasal dari

bagian dasar meatus superior.

1

Page 2: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung

terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus

paranasal muncul dengan tingkatan yang berbeda sejak anak baru lahir,

perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus

etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus frontal.

Anatomi hidung luar

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol

pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga

bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat

kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus

hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-

bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum

nasi), 3) puncak hidung (hip),

ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh

kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot

kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka

tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3)

prosesus nasalis os frontal ; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa

pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago

nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga

sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.

2

Page 3: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Anatomi hidung dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah

anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.

Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media,

dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus

inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan

sebelah atas konka media disebut meatus superior.

Septum nasi

Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior

dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum

(kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh

os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.

3

Page 4: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Kavum nasi

Kavum nasi terdiri dari:

Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os

palatum.

4

Page 5: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Atap hidung

Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus

frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap

hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius

yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas

septum nasi dan permukaan kranial konka superior. .

Dinding Lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os

lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid,

konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.

Konka

Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka

inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan

inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior.

Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka

suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,

sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian

superior dan palatum.

5

Page 6: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Meatus superior

Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan

massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara

di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di

atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-

etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.

Meatus media

Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas

dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal

dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya

menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang

dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit

yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus

semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang

berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada

penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium

6

Page 7: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di

infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian

anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya

sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di

depan infundibulum.

Meatus Inferior

Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus

nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior

nostril.

7

Page 8: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Nares

Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring,

berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian

bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer,

bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.

Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus

maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal

terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya

menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus

zygomatikus os maksilla.

8

Page 9: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

SINUS PARANASAL

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang

berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya

berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus.

Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang

berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya

berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet

Kompleks ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa

celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran

KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina

9

Page 10: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,

infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.

Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar

dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum

masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah

sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus

frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam

celah di antara prosesus unsinatus dan konka media

Vaskularisasi hidung

Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan

posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis

10

Page 11: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris

interna, di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari

foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang

ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang –

cabang a.fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang

a.sfenopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut

pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah

cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung)

terutama pada anak.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,

sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke

intracranial.

Persarafan Hidung

11

Page 12: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-

1). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila

melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan

persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa

hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut

parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari

n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas

ujung posterior konka media.

Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa

olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

12

Page 13: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

HISTOLOGI HIDUNG

Rongga Hidung

Vestibulum

O Merupakan bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung.

O Disekitar permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar

keringat, serta vibrisea (rambut yg pendek dan tebal)

Fungsi vibrisea menahan dan menyaring partikel2 besar dari udara

fosa nasalis (cavum nasi)

O Didalam otak terdapat 2 bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum nasi.

O di bagian lateral keluar 3 tonjolan yang dikeal dengan konka superior, media,

inferior.

O Konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus.

O Konka media dan konka inferior di lapisi oleh epitel respirasi.

Mukosa pernafasan hidung

O Epitel organ pernafasan berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, tergantung

pada tekanan dan kecepatan udara, suhu, dan derajat kelembapan udara. Biasanya

berupa epitel thoraks, bersilia, bertingkat palsu. (pseudo-stratified)

O Pada ujung anterior konka dan septum dilapisi oleh epitel berlapis gepeng

tanpa silia.

O Sepanjang arus inspirasi epitel menjadi thoraks dgn silia pendek.

O Pada sel2 meatus media dan inferior yang berperan dalam proses ekspirasi

memiliki silia panjang dan tersusun rapi.

Lapisan mukosa olfaktorius

O Epitel olfaktorius daerah khusus membran mukosa konka superior yang

terletak di atap rongga hidung. Luasnya sekitar 10 cm2 dengan tebal sampai 100

epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris .

O Sel penyokong memiliki apeks silindris yg lbh besar dan basis yg lebih

sempit. pada permukaan bebasnya terdapat mikrofili yang terbenam dalam selapis

cairan. Mengandung pigmen kuning muda yang menimbulkan warna mukosa

olfaktorius.

13

Page 14: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

O Sel-sel basal berukuran kecil, bentuknya bulat atau kerucutdan membentuk

suatu lapisan pada basis epitel.

O Diantara sel2 basal dan sel penyokong terdapat sel-sel olfaktorius merupakan

neuron bipolar. Intinya terletak di bawah inti sel penyokong. Dendritnya memiliki

daerah yang meninggi dan melebar, tempat 6-8 silia berasal.

O Akson aferen dr neuron bipolar sel2 olfaktorius bergabung dalam berkas kecil

yang mengarah ke susunan saraf pusat di lobus olfaktorius otak.

Silia

O Merupakan struktur kecil mirip rambut.

O Panjang : 5-7 mikron

O Letak : pada lamina akhir sel-sel permukaan epitelium

O Jumlah : sekitar 250 per sel pada saluran pernafasan atas.

O Terbentuk dari 2 mikrotubulus sentral tunggal. Yang di kelilingi oleh 9 pasang

mikrotubulus.

O Semua mikrotubulus ini terbungkus oleh 3 lapisan yang tipis dan rapuh.

Sinus paranasal

O Merupakan rongga tertutup dalam tulang frontal, maxilla, ethmoid dan sfenoid.

O Sinus2 ini dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung

sel goblet.

O Sinus paranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang2

kecil. Mukus yang dihasilkan dalam rongga2 ini terdorong ke dalam hidung

akibat aktivitas dari epitel bersilia.

14

Page 15: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Fisiologi organ penghidu

indera penghidu merupakan indera khusus yg paling kurang dimengerti, karena organnya kurang berkembang pada manusia, dibandingkan hewan

membran olfaktoriusterletak di langit2 rongga hidung,

mengandung tiga jenis sel :

reseptor olfaktorius -> terdiri dari bbrp kepala mnggembung berisi bbrp silia sbg tempat pengikatan molekul odoriferosa

sel penunjang -> sekresi mukus u/ melapisi saluran hidung

sel basal -> prekursor u/ regenerasi sel olfaktoriyg baru/ 2 bulan

syarat bahan agar dapat dibaui :

mudah menguap

mudah larut air -> larut dalam lapisan mukus yg melapisi mukosa olfaktorius

15

Page 16: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

tahapan bagaimana indera penghidu dapat membaui

16

Page 17: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

17

Page 18: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

RHINITIS ALERGI

DEFINISI

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien

atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen

spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its

Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,

rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai

oleh IgE.

ETIOLOGI

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara

genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran

penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi.

Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau

mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat

di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah

memiliki kecenderungan alergi.

Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara

pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk

sari, dan lain-lain.

GEJALA Bersin berulangkali Hidung berair (rhinorrhea) Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal Mata merah, gatal, berair Post-nasal drip

18

Page 19: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

PATOFISIOLOGI

Sensitisasi

Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi

terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di

mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel

Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut.

Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu

kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul

ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh

sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan

berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya.

IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B

menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat

dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya

IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.

Reaksi Alergi Fase Cepat

Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan

alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin,

tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin.

Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan

dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema,

berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung

tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel

goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi

rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada

hidung dan bersin-bersin.

19

Page 20: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Reaksi Alergi Fase Lambat

Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan

oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler

yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana

molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel.

Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit,

basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi

teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),

Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic

Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung.

Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.

KLASIFIKASI

Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat

berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:

Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,

bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

DIAGNOSIS

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung

tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul,

menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon

terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rinitis alergi

seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata

20

Page 21: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan

petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi

hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang

pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering

digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).

Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau

livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat

adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung

tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang

berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai

pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang

pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi

dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai

normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna

adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test)

atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test).

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu

tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores

(scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test).

Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan

pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration – SET). SET dilakukan untuk alergen

inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat

mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial

untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan

memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula

21

Page 22: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test

(IPFT).

PENATALAKSANAAN

Terapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu:

Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa hidung. Tahapan ini

diterapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab.

Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa menuju IgE pada

permukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif dengan

imunoterapi.

Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai akibat lebih lanjut

reaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisir

dengan obat – obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor

H1 dengan histamin.

Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai dengan timbulnya

gejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau

lokal.

Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:

Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan imunoterapi,

sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti

sinusitis dan polip hidung.

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Pencegahan primer untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap

alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko

atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai

trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan.

Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen

dan polutan.

2. Pencegahan sekunder untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa

asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupa

22

Page 23: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

alergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadap

pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.

3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit

alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan.

RINITIS AKUT

Rinitis dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa hidung yang dapat

disebabkan oleh beberapa proses patologis yang berbeda. Rinitis ditandai dengan adanya

hidung tersumbat, rinorea, bersin, gatal hidung, post nasal drip (PND), ataupun

kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Rinitis dibagi menjadi dua, rinitis alergi dan non

alergi. Yang paling sering terjadi adalah rinitis alergi. Rinitis alergi secara klinis

didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah paparan alergen

melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung. Berdasarkan perjalanan

penyakitnya, rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis akut dan rinitis kronis.

Rinitis Akut

Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi

virus atau bakteri. Selain itu, rinitis akut dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder

akibat iritasi lokal atau trauma. Penyakit ini seringkali ditemukan dalam kehidupan

sehari-hari. Yang termasuk ke dalam rinitis akut diantaranya adalah rinitis simpleks,

rinitis influenza dan rinitis bakteri akut supuratif. Sinonim Rinitis akut adalah Acute

Nasal Catarrh; Acute Coryza; Cold in the Head. Acute viral nasopharyngitis, atau

Acute Coryza, biasanya dikenal sebagai common cold, adalah sangat tinggi

penularannya, penyakit infeksi virus dari sistem pernapasan atas, terutama semata

disebabkan oleh picornav Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama

hidung, umumnya disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus,

meliputi rhinovirus, Respiratory syncytial viruses (RSV), virus parainfluenza, virus

influenza, dan adenovirusirus atau coronavirus.

Epidemiologi

Infeksi saluran pernapasan atas adalah penyakit infeksi paling umum org dewasa yang

mempunyai 2 – 4 kali terinfeksi pernapasan tiap tahun. Anak-anak mungkin punya 6 – 10

23

Page 24: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

c.colds dalam 1 tahun (dan sampai 12 kali c.colds dalam 1 tahun untuk anak-anak

sekolah). Anak anak lebih mudah menjadi transmisi infeksi.

Rinitis Simpleks

Rinitis simpleks disebut juga pilek, selesma, common cold, dan coryza. Penyakit ini

merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada manusia. Sangat menular, gejala

muncul jika kekebalan tubuh rendah

Etiologi

Penyebab rinitis simpleks ialah beberapa jenis virus, yang diklasifikasikan berdasarkan komposisi biokimia virus : rhinovirus, bisa juga myxovirus, coxsackie virus, ECHO virus Virus RNA termasuk kelompok seperti rinovirus, ekhovirus, virus influenza, parainfluenza, dan campak. virus DNA termasuk kelompok adenovirus dan herpes virus.

Gejala klinisGejala : panas, gatal dan kering pada hidung, bersin berulang, hidung tersumbat, ingus encer, hidung merah dan bengkak, jika disertai infeksi bakteri ingus mukopurulen

24

Page 25: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

25

Page 26: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Cara Penularan

1. Diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih penting lagi

penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang yang

baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang

terinfeksi.

2. Rhinovirus, RSV dan kemungkinan virus-virus lainnya ditularkan melalui tangan

yang terkontaminasi dan membawa virus ini ke membran mukosa mata dan

hidung

Komplikasi

Komplikasinya yaitu dapat mengantarkan ke opportunistic coinfections atau

superinfections seperti bronkitis akut, bronkiolitis, croup, pneumonia, sinusitis,

dan otitis media. Orang-orang dengan penyakit paru-paru kronik seperti asma dan

COPD adalah lebih rentan terjadi. C. Colds mungkin menyebabkan eksaserbasi

akut dari asma, emfisema atau bronkitis kronik

Terapi

1. Terapi terbaik pada rinitis virus tanpa komplikasi adalah istirahat, obat-obatan

simtomatis seperti analgetika, antipiretik dan dekongestan. Selama fase infeksi

bakteri sekunder, dapat diberikan antibiotika.

2. Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien

merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan.

3. Tetes hidung efedrin 1 % sangat menolong, bila hidung tersumbat.

4. analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik terpilih adalah

asetaminofen.

Pencegahan

1. Tidak ada vaksin efektif melawan colds, dan infeksi tidak  mempertimbangkan

imunitas. Pencegahan tergantung kepada :9

2. Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah.

3. Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi

4. Tidak berbagi sapu tangan, alat makan, atau gelas minum.

5. Menutup mulut ketika batuk dan bersin

26

Page 27: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Rinitis Influenza

Etiologi

Rinitis influenza disebabkan oleh virus A, B dan C dari golongan ortomiksovirus.

Gambaran Klinik

Gejala yang sering timbul ialah sekret hidung berair, dan hidung tersumbat. Lebih sering terjadi infeksi bakteri sekunder dan nekrosis epitel bersilia dibandingkan common cold.

TerapiTerapi rinitis influenza tidak ada yang spesifik, sama dengan rinitis simpleks, terapi terbaik adalah istirahat, analgetika, antipiretik dan dekongestan, serta antibiotika bila terdapat infeksi sekunder.

27

Page 28: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Rinitis Bakteri Akut SupuratifEtiologi

Penyebab rinitis bakteri akut supuratif adalah Pneumococcus, Staphylococcus, dan

Streptococcus.

Gambaran Klinik

Rinitis bakteri akut supuratif merupakan infeksi bakteri sekunder pada rinitis virus. Pada

orang dewasa seringkali disertai sinusitis bakterialis, dan pada anak sering disertai

adenoiditis. Namun pada anak kecil dapat terjadi rinitis bakterialis primer yang gejalanya

mirip common cold.

Terapi

Terapi yang tepat adalah antibiotika, obat cuci hidung, dekongestan dan analgesik.

Perbedaan selesma dengan influenza

Antara commond cold atau selesma dan flu itu mirip sekali, yaitu bahwa mereka

mempengaruhi saluran pernafasan dan memiliki gejala yang mirip, yaitu tenggorokan

sakit, hidung tersumbat,rhinorrhea,dll. Tetapi, secara umum, gejala selesma jauh lebih

ringan daripada gejala flu. Gejala flu (influenza) bisa meliputi demam tinggi, menggigil,

badan pegal-pegal, dan kelelahan. Selesma dan flu disebabkan oleh virus yang berbeda.

Jika selesma disebabkan oleh virus selesma (cold virus atau rhinovirus). Iinfluenza

disebabkan oleh virus Haemophylus influenzae yang memiliki berbagai type, yaitu type

A, B, dan C

Commond cold / Selesma:

1. Demam: jarang

2. Sakit kepala : jarang

3. Nyeri dan pegal : ringan

4. Lemah : jarang/lemah

5. Terbaring di tempat tidur : jarang

6. Pilek : sering

7. Bersin-bersin : biasa

8. Tenggorokan sakit : biasa

9. Batuk : kadang-kadang, ringan-sedang

10. Komplikasi yang bisa terjadi : Sinus atau infeksi telinga

28

Page 29: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Flu / Influenza:

1. Demam : tiba-tiba, seringkali demam tinggi, berakhir dalam 3-4 hari

2. Sakit kepala : sering

3. Nyeri dan pegal : biasa terjadi, dan sering sangat sakit

4. Lemah : sedang sampai berat, bisa sampai satu bulan

5. Terbaring di tempat tidur : sering, bisa sampai 5-10 hari

6. Pilek : kadang-kadang

7. Bersin-bersin : kadang-kadang

8. Tenggorokan sakit : kadang-kadang

9. Batuk : Biasa, bisa menjadi parah

10. Komplikasi yang bisa terjadi : pneumonia, gagal ginjal, gagal hati, dapat

mengancam jiwa.

PERBEDAAN RHINITIS ALERGI DENGAN INFLUENZA

Rhinitis Alergi

1. Sesudah kontak dengan hal-hal pencetus alergi langsung timbul gejala

2. Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai demam

3. Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada kontak dengan

penyebab dan belum diobati

Influenza

1. Sesudah masuknya virus influenza selama 1 – 3 hari baru gejala timbul

2. Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertai dengan demam

3. Serangan 5 – 6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektifitas pengobatan

Diagnosis Rhinitis Akut

Dari anamnesis dapat ditemukan :

1. Rasa panas, kering, dan gatal di hidung atau nasofaring

2. Sneezing (bersin)

3. Rhinorrhea (hidung beringus)

4. Hidung tersumbat

5. Mata berair

29

Page 30: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

6. Adanya demam dan nyeri kepala ringan

7. Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada hari-hari pertama menunjukkan mukosa

hidung yang hiperemis tetapi tidak terlalu membengkak. Pada jam-jam pertama

mukosa menjadi kering dan kadang-kadang seperti mengkilat. Kemudian mukosa

menjadi edem dan mengeluarkan ingus yang encer atau mukoid. Pada keadaan ini

mukosa pucat, sembab dan basah menyerupai keadaan alergi. Dianggap alergi bila

pada pewarnaan sekret hidung ditemukan banyak eosinofil.

Rinitis Akut

Rintis Akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus

atau bakteri. Penyakit ini sering ditemukan, dan merupakan manifestasi dari rinitis

simpleks (common cold), influensa, beberapa penyakit eksantem (seperti morbilli,

varisela, pertusis), dan beberapa penyakit infeksi spesifik. Juga penyakit ini dapat timbul

sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma.

RINITIS SIMPLEKS (PILEK, SELESMA, COMMON COLD, CORYZA)

Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia. 

Etiologi

Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus. Virus-

virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO.  Penyakit ini sangat

menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya

daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-lain)

Gejala

Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering

dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung

tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala.

Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.Selanjutnya akan terjadi

infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga sekret menjadi kental dansumbatan di hidung

bertambah.Bila tidak terdapat komplikasi, gejala kemudian akan berkurang dan penderita

akan sembuh sesudah 5 – 10 hari. Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah sinusitis,

otitis, media, faringtis, bronkitis dan pneumonia.

30

Page 31: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Terapi

Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat diberikan obat-

obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan. Antibiotik hanya

diberikan bila terdapat komplikasi.

Rinitis Kronis 

Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi,rinitis, sika (sicca) dan rintis

spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, kadang-kadang rinitis alergi, rinitis

vasomotor dan rinitis medikamentosa dimasukkan juga dalam rinitis kronis.

Rinitis Hipertrofi

Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau

sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.

Gejala

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering

ada keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi,

terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga

hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang banyak

biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum, dan di dasar rongga hidung.

Terapi

Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan kemudian

memberikan pengobatan yang sesuai. Untuk mengurangi sumbatan hidung akibat konka

hipertrofi dapat dilakukan kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam

triklor asetat) atau elektrokauter. Bila tak menolong, dilakukan luksasi konka atau bila

perlu dilakukan konkotomi.

Rhinitis jamur

Definisi : Terjadi bersamaan dengan sinusitis

Sifat

Invasif dan non infasif

Hasil pemeriksaan

a. Ada sekret mukopurulen , ulkus

b. Perforasi septum

31

Page 32: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Penatalaksanaan :

1. Invasif : anti jamur oral dan topikal,cuci hidung dan pembersikan hidung

2. Debridement

3. Rekonsrtuksi

4. Non Invasif : mengangkat seluruh gumpalan jamur

Rhinitis Sifilis

Etiologi

Kuman treponema pallidum

Tahapan

1. Primer sekunder : gejala sama dengan rinitis yang lainnya namun ada bercak, dan

bintik di mukosa

2. Tersier : gummaperforasi septum

Hasil pemeriksaan

1. Sekret mukopurulen berbau dan krusta

2. Perforasi septum atau hidung

Penatalaksanaan

Penisilin + obat cuci hidung

32

Page 33: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Sinusitissinus

Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah.

Sinus dilapisi oleh epitel respirasi yang sangat tipis dan sedikit mengandung sel goblet(penghasil mukus) FUNGSI SINUS PARANASAL

Mengatur kondisi udara

Penahan suhu

Membantu keseimbangan kepala

Membantu resonansi suara

Peredam perubahan tekanan udara

Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL1. Inspeksi

2. Palpasi

3. Rinoskopi anterior

4. Rinoskopi posterior

33

Page 34: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

5. Transiluminasi

6. Pemeriksaan radiologik

7. Sinuskopi

SINUSITISDefinisi:Inflamasi mukosa sinus paranasal ETIOLOGI

1. VIRUS

PADA INFEKSI SALURAN NAPAS ATAS 2. BAKTERI

- STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE - HAEMOPHILLUS INFLUENZAE - STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Klasifikasi berdasarkan waktu :1. Sinusitis Akut

2. Sinusitis Subakut

3. Sinusitis Kronik

MANIFESTASI KLINIS Subjektif

1. Sinusitis Akut Demam, malaise, nyeri kepala, wajah bengkak, terasa penuh, nyeri pipi tumpul dan menusuk, gigi terasa nyeri

2. Sinusitis Subakut Gejala = akut, tanda radang (-)

3. Sinusitis Kronis:

Gejala Mayor Wajah terasa nyeri/ tertekan Wajah terasa penuh Obstruksi nasal Ingus bernanah / post nasal drip Hiposmia / anosmia

Gejala Minor Sakit kepala Demam Halitosis Keletihan Nyeri gigi

34

Page 35: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Batuk Nyeri telinga/ terasa penuh, tertekan

Berdasarkan kriteria International on Sinus Disease tahun 1993

OBJEKTIF1.Sinusitis Akut - Rinosk. Ant Pus dalam hidung - Rinosk. Post Sekret mukopurulen dalam nasofaring - Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi 2. Sinusitis Subakut - Sama dengan sinusitis akut 3. Sinusitis Kronik - Pada pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut - Tidak terdapat pembengkakan wajah - Rinoskopi ante-posterior = sinusitis akut

Diagnosa Sinusitis : 2 gejala mayor, atau 1 gejala mayor + 2 gejala minor

35

Page 36: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Difrensial diagnosis

36

Page 37: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Patofisiologi

37

Page 38: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

38

Page 39: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Transiluminasi 2. Evaluasi radiologis

Plain radiograph CT Scan pilihan MRI

3. Sinus puncture4. USG5. Nasal smear

PENATALAKSANAANSinusitis Akut Antibiotik spektrum luas Dekongestan Analgetik & kompres hangat pada wajah

Bila antibiotik gagal irigasi antrum segera ( dapat dilakukan dengan 2 cara) Sinusitis Subakut Medikamentosa = akut Tindakan : - Diatermi

- Pungsi dan irigasi - Antrostomi

39

Page 40: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Sinusitis Kronis Cari faktor predisposisi dan penyebab terapi disesuaikan Medikamentosa antibiotik dan dekongestan Pembedahan Caldwell-Luc procedure, FESS Terapi

antiobiotika : amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole

kasus khronis : drainase cairan mukus dengan cara pembedahan.

40

Page 41: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

FESS

Caldwell Luc procedure

KOMPLIKASIKomplikasi Sinusitis :

Osteomyelitis dan abses subpperiosteal Kelainan orbita Kelainan intrakranial Kelainan paru Komplikasi Caldwell-luc procedure Fistel oroantral Trauma nervus infraorbitalis Trauma akar gigi

41

Page 42: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

INTERPRETASI KASUS

KU : Hidung tersumbat dicurigai adanya sekret di dalam hidung atau massa.

KT : Hidung terasa gatal disertai bersin-bersin pada pagi hari

RPS : Pasien mengira hal tersebut merupakan pilek biasa, tapi ternyata pileknya tidak

sembuh-sembuh. Ibunya mengatakan bahwa anaknya juga sering mengalami

sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang mulutnya menganga karena

kesulitan bernapas.

RPD : Tidak memiliki penyakit asma dan alergi terhadap udara dingin

RPK : Ibu pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama.

Hipotesis

Rhinitis Alergi : dijadikan hipotesis karena dari keluhan utama yang menyatakan bahwa

adanya hidung tersumbat, hidung terasa gatal dan bersin-bersin di pagi hari serta adanya

riwayat alergi terhadap udara dingin memperkuat pengambilan hipotesis.

Common Cold : dijadikan hipotesis karena hidung pasien tersumbat dan pasien

mengalami pilek tetapi pileknya tidak sembuh – sembuh.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : baik dapat melemahkan hipotesis common cold, karena pada

common cold didapatkan suhu yang meningkat.

Status Generalis :

Mata : Palpebra inferior tampak kehitaman merupakan ciri khas dari alergi yaitu

allergic shiner ( Demmie Morgan ) yang terjadi akibat stasis vena akibat

obstruksi hidung.

Leher : inspeksi : bentuk simetris

o Palpasi : limfonodi submandibula tidak teraba

Tidak terjadi pembesasaran kelenjar getah bening di daerah leher berarti tidak

terdapat infeksi di daerah leher.

42

Page 43: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Thorax : denyut jantung regular, tidak ada bising jantung

Pulmo : suara dasar vesikuler, retraksi intercostae (-), wheezing (-)

Kesulitan bernapas bukan berasal dari gangguan pada organ respirasinya,

kesulitan bernapas karena adanya sumbatan pada hidungnya.

Abdomen : Inspeksi : datar

Auskultasi : bunyi usus normal

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada

Tidak ada infeksi sistemik.

Ekstremitas : Dapat bergerak bebas, tidak ada radang, udem (-), cyanosis (-)Tidak ada infeksi sistemik

Status Lokalis :

Telinga Kanan dan Kiri

Inspeksi : bentuk normal, serumen (-)

Palpasi : Nyeri Tragus (-), nyeri tekan mastoid

Otoskopi : Membran timpani utuh, refleks cahaya (+)

Tidak ada kelainan pada organ pendengaran, tidak ada gangguan pada

pendengaran dan tidak ada otitis media akut maupun otitis media supuratif kronik.

Hidung Rhinoskopi anterior

Nasal dekstra et Sinistra :

Deviasi septum nasi (-), discharge (+) encer dan jernih, concha inferior dan media

hipertrofi (+), kongesti konka, membran mukosa: udem, basah dan kebiruan (boggy and

bluish)

Tidak terdapat sinusisitis karena tidak ada deviasi septum, discharge encer dan

jernih merupakan ciri khas dari rhinitis alergi, concha inferior dan media

hipertropi karena adanya reaksi inflamasi, kongesti konka terdapat akumulasi

sekret, membran mukosa : udem, basah dan kebiruan menandakan adanya rekasi

inflamasi.

Tenggorok

Inspeksi : kotor (-) jika terdapat tenggorok yang kotor dicurigai tonsilitis

diphteriae

43

Page 44: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Mukosa faring : hiperemi (-), granulasi (-), eksudat putih (-) tidak terdapat reaksi

infkamasi dan tidak ada post nasal drip

Gigi: Lubang (-) pasien memiliki oral hygiene yang baik dan tidak ada faktor

predisposisi untuk sinusitis dentogen dan karena kebiasaan pasien yang sering

menganga karena tidak bisa bernapas ditakutkan adanya facies adenoid atau

gangguan pertumbuhan gigi geligi.

Uvula : udem (-), hiperemis (-) tidak terdapat infeksi

Tonsil dextra et sinistra : udem (-), hiperemis (-), permukaan licin , tidak ada reaksi

inflamasi maupun infeksi.

Laboratorium :Eosinofil 5 % ada reaksi alergi

Basofil 0 %

Batang 5%

Segmen 5%

Limfosit 30%

Monosit 5%

Diagnosis :Rhinitis Allergica

44

Page 45: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Patogenesis dan Patofisiologi

45

Histamin

Kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami

hipersekresi dan permeabilitas kapiler

meningkat

Rangsangan pada mukosa hidung

terjadi pengeluaran ICAM 1

Vasodilatasi SinusoidMerangsang reseptor H1 pada ujung saraf

vidianus

Rinorhea Bersin Hidung Tersumbat

Page 46: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Penatalakssanaan :

FarmakologiPenatalaksanaan Rhinitis AlergiANTI HISTAMINHistamin merupakan zat yang diproduksi oleh tubuh yang keluar sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu, misalkan pada reaksi alergi terhadap rangsangan benda asing.Fungsi histamin• dilatasi kapiler

• meningkatkan permeabilitas dan menimbulkan penurunan tekanan darah

• kontraksi jaringan polos termasuk otot polos bronkial paru

• induksi peningkatan sekresi gastrik

• akselerasi frekuensi jantung.

• Histamin juga bertanggungjawab atas triple response dan tersangkut sebagai mediator hipersensitivitas segera.

Antihistamin• Antihistamin adalah kelompok obat yang mencegah kerja histamin dalam tubuh.

• Terbagi 2 golongan:1. AntiHistamin Penghambat reseptor H1

untuk pengobatan edema, eritema, pruritus 2. AntiHistamin Penghambat reseptor H2 untuk mengambat sekresi asam lambung akibat histamin

Antagonis Reseptor H1Farmakodinamik:• Antagonisme terhadap histamin: menghambat efek histamin pada pembuluh

darah, bronkus, dan bermacam- macam otot polos; mengobati reaksi hipersensitivitas

• Bersifat anestetik lokal

• Antikolinergik

• Dapat merangsang ataupun menghambat SSP. Efek: insomnia, gelisah, eksitasi

• Efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1

• Tidak ada efek berarti pada system kardiovaskular

46

Page 47: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

• Farmakokinetik

• Setelah pemberian oral atau parenteral diabsorpsi dengan baik

• Efek timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal 1-2 jam

• Tempat utama biotransformasi ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal

• Diekskresi melalui urin

Indikasi• Berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah

atau mengobati mabuk perjalanan

• Penyakit alergi: berguna untuk mengobati urtikaria akut; dpt menghilangkan bersin, rinore, dan gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever; efektif terhadap alergi debu.

• Mabuk perjalanan: mencegah dan mengobati mabuk perjalanan udara, laut dan darat. Obat yang digunakan: prometazin, difenhidramin, siklizin dan meklizin. Diberikan setengah jam sebelum berangkat

• Kegunaan lain: efektif untuk ⅔ kasus vertigo,mual dan muntah. Dpt digunakan untuk mengurangi rigiditas dan tremor pada pasien parkinson

Efek samping• Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping

• Yang paling sering: sedasi

• Efek samping lain: mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala. Rasa berat dan lemah pada tangan

Intoksikasi• Kejang, halusinasi, midriasis, depresi

Pengobatan:• Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif

PerhatianSupir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantukAntagonis reseptor H2 (AH2)• Bekerja menghambat sekresi asam lambung akibat histamin

Simetidin dan ranitidin

47

Page 48: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

• Mengambat sekresi asam lambung

• Absorpsi diperlambat oleh makanan

• Diberikan bersama atau segera setelah makan

• Absorpsi pada menit 60-90

• Indikasi: mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhan

• Efek samping rendah

Nizatidin• Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih sama

dengan ranitidin

• Bioavailabilitas oral lebih dari 90%

• Tidak dipengaruhi makanan atau antikolinergik

• Kadar puncak dalam serum tercapai setelah 1 jam setelah pemberian oral

• Ekskresi: urin

• Indikasi: pengobatan gangguan asam lambung

• Efek samping jarang terjadi

DEKONGESTANDefinisiDekongestan merupakan agen simpatomimetik yang bertindak pada reseptor dalam mukosa nasal menyebabkan pengecilan pembuluh darah (vasokonstriksi)Selain itu, juga dpt mengurangi edema mukosa hidung dan melegakan pernafasan • Dekongestan apabila dikombinasikan dengan antihistamin sangat efektif

melegakan gejala rhinitis terutama bila hidung tersumbat

48

Page 49: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Dekongestan Sistemik• Dekongestan sistemik antara lain spt efedrin, fenilpropanolamin dan

pseudoefedrin

Dekongestan sistemik diberi secara oral. Biasanya tidak begitu efektif dibanding dengan dekongestan topikal tapi mempunyai efek samping iritasi. Masa terapinya juga lebih lama.  • Efedrin, fenilpropanolamin dan pseudoefedrin dpt menyebabkan tekanan

darah tinggi terutama efedrin dan fenilpropanolamin bila melebihi dosis terapeutik sebanyak 2-3 kali normalnya.

• Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal dalam mengatasi rinore, namun tidak mempunyai efek terhadap bersin, gatal di hidung maupun di mata.

Dosis dekongestan sistemik

49

Page 50: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Jenis obat dewasa Anak anak

Pseudoefedrin 60 mg tiap 4-6 jam

6-12 thn : 30 mg tiap 4-6 jam2-5 thn : 15 mg tiap 4-6 jam

Efedrin sulfat 25-50 mg tiap 4-6 jam

2-3 mg/kg sehari (dlm dosis trbagi tiap 4 jam)

Fenilpropanolamin 25 mg tiap 4 jam

6-12 thn : 12,5 mg tiap 4 jam2-5 thn : 6,25 mg tiap 4 jam

Dekongestan NasalIndikasi:• Rhinitis Alergi

• Rhinitis Vasomotor

• ISPA dengan Rhinitis Akut

Farmakodinamik• Vasokonstriksi dlm mukosa hidung mll reseptor α1 shg mengurangi volume

mukosa atau penyumbatan hidung

• Vasokonstriksi arteriol oleh α2-agonis membuat kerusakan struktural pd mukosa hidung shg menimbulkan hilangnya efektivitas, rebound hiperemia & memperburuk gejala pd pemberian kronik / bila obat dihentikan

• Efedrin oral sering menimbulkan efek samping sentral

• Pseudoefedrin : stereoisomer dr efedrin yg kurang kuat, dpt menimbulkan takikardi, ↑TD & stimulasi SSP dibanding efedrin

• Fenilpropanolamin hati2 pd pasien hipertensi & pria dg hipertrofi prostat.

Dosis maksimal 75 mg/hari.• Kombinasi obat ini dg MAO merupakan kontraindikasi

Efedrin

50

Page 51: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

• Efek farmakodinamik sama dg epinefrin tp efedrin bukan katekolamin shg efektif pd pemberian oral, masa kerjanya lbh panjang, efek sentralnya lbh kuat tp memerlukan dosis yg > epinefrin

Farmakodinamik• Efedrin bekerja pd reseptor α, β1, β2

• Efek perifer mll kerja langsung & mll p’lepasan NE endogen

• Efek kardiovaskular : ↑TD, takikardia, aliran darah ginjal & viseral berkurang sdgkn aliran darah koroner, otak & otot rangka ↑

bronkorelaksasi mata : midriasis tp refleks cahaya, daya akomodasi & tekanan

intraokular tdk berubah Dekongestan Topikal• Indikasi :

• Rinitis akut karena tempat kerjanya lebih selektif

• Bila berlebihan digunakan m/ penyumbatan hidung berlebihan ( rebound congestion)

• Dekongestan topikal dalam bentuk sediaan inhalan, tetesan

• Tdk ada penyerapan sistemik

• Agen ini sangat efektif melegakan hidung yang tersumbat.

• Dekongestan topikal lebih digunakan utk rinitis akut karena tmpt kerjanya lebih selektif

• Tdk boleh > 3-5 hari berturut-turut, krn bisa menyebabkan rhinitis medicamentosa

• Selain itu, scr topikal dapat menyebabkan iritasi

Dekongestan Oral• Rebound congestion jauh lebih kecil kemungkinannya tp risiko lbh besar

menimbulkan efek samping sisitemik

Efek Samping• Dekongestan oral --> SSP (gelisah, insomnia, sangat peka rangsang, dan

sakit kepala)

• Pengaruhnya thd kardiovaskular palpitasi, takikardi, peningkatan tekanan darah

51

Page 52: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

KombinasiAntihistamin+Dekongestan• Saat ini kombinasi antihistamin dgn dekongestan bnyk digunakan.

• Sbg cth adlh kombinasi pseudoefedrin 120 mg dan loratadin 5 mg.

• kombinasi obat ini dpt mengatasi semua gejala rhinitis alergi tmsk sumbatan hidung yg tdk dpt diatasi bila hanya menggunakan antihistamin saja

Obat rinore bersin gatal Hidung tersumbat

Gejala mata

AH 1 oral ++ +++ ++ + +

dekongestan topical

- - - +++ -

Sodium kromoglikat

+ + + + +

Ipatropium bromide

+++ - - - -

kortikosteroid nasal

+++ +++ +++ +++ ++

Perbedaan Rhinitis Alergi dengan Influenza

52

Page 53: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Rhinitis Alergi InfluenzaOnset Sesudah kontak dengan pencetus

alergilangsung timbul gejalaSesudah masuknya virus influenza selama 1-3 hari baru gejala timbul

Gejala Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai demam

Lendir dari encer/cairmengental dan kekuningan dan disertai demam

Lama serangan

Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada kontak dengan penyebab dan belum diobati

Serangan 5-6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektivitas pengobatan

Perbedaan Rhinitis Alergi dengan Rhinitis Vasomotor

53

Page 54: Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung

Mulai Serangan

Etiologi Gatal & Bersin

Gatal di mata

Test kulit

Sekret hidung

Eosinofil darah

IgE darah Neurektomi n.vidianus

Rhinitis Alergi

Belasan Tahun(riwayat terpapar allergen (+))

Reaksi Ag-Ab terhadap rangsangan spesifik

Menonjol

Sering dijumpai

(+) Peningkatan eosinofil

meningkat meningkat Tidak membantu

Rhinitis Vasomotor

Dekade ke-3,4(riwayat terpapar allergen(-))

Reaksi neurovaskuler terhadap beberapa rangsangan mekanis atau kimia,juga factor psikologis

Tidak menonjol

Tidak dijumpai

(-) Eosinofil tidak meningkat

normal normal membantu

54