Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung
-
Upload
regina-gaezani -
Category
Documents
-
view
462 -
download
25
Transcript of Embriologi Hidung Dan Anatomi Word Hidung
Embriologi hidung
Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi
sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala
berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian
dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang
dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai
sinus.
Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional
anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang
terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah
frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung
pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang
hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan
perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.
Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk,
yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia
kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah
konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus
maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media.
Dan pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis
yang membentuk suatu daerah yang lebar disebut hiatus emilunaris. Pada usia kehamilan
empat belas minggu ditandai dengan pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal
dari invaginasi bagian atap meatus media dan sel ethmoidalis posterior yang berasal dari
bagian dasar meatus superior.
1
Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung
terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus
paranasal muncul dengan tingkatan yang berbeda sejak anak baru lahir,
perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus
etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus frontal.
Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol
pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga
bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat
kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus
hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-
bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum
nasi), 3) puncak hidung (hip),
ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh
kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot
kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka
tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3)
prosesus nasalis os frontal ; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa
pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago
nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga
sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.
2
Anatomi hidung dalam
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah
anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media,
dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus
inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan
sebelah atas konka media disebut meatus superior.
Septum nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum
(kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh
os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.
3
Kavum nasi
Kavum nasi terdiri dari:
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os
palatum.
4
Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus
frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap
hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius
yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas
septum nasi dan permukaan kranial konka superior. .
Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os
lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid,
konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.
Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka
inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan
inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior.
Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka
suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,
sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian
superior dan palatum.
5
Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan
massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara
di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di
atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-
etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.
Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal
dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang
dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus
semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang
berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada
penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium
6
sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di
infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian
anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya
sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di
depan infundibulum.
Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus
nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior
nostril.
7
Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring,
berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian
bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer,
bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.
Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal
terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya
menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus
zygomatikus os maksilla.
8
SINUS PARANASAL
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang
berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya
berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus.
Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang
berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya
berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet
Kompleks ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa
celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran
KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina
9
papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar
dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum
masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah
sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus
frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam
celah di antara prosesus unsinatus dan konka media
Vaskularisasi hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis
10
interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris
interna, di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang
ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang –
cabang a.fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut
pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah
cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung)
terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,
sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke
intracranial.
Persarafan Hidung
11
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-
1). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila
melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan
persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut
parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari
n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas
ujung posterior konka media.
Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
12
HISTOLOGI HIDUNG
Rongga Hidung
Vestibulum
O Merupakan bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung.
O Disekitar permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat, serta vibrisea (rambut yg pendek dan tebal)
Fungsi vibrisea menahan dan menyaring partikel2 besar dari udara
fosa nasalis (cavum nasi)
O Didalam otak terdapat 2 bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum nasi.
O di bagian lateral keluar 3 tonjolan yang dikeal dengan konka superior, media,
inferior.
O Konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus.
O Konka media dan konka inferior di lapisi oleh epitel respirasi.
Mukosa pernafasan hidung
O Epitel organ pernafasan berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, tergantung
pada tekanan dan kecepatan udara, suhu, dan derajat kelembapan udara. Biasanya
berupa epitel thoraks, bersilia, bertingkat palsu. (pseudo-stratified)
O Pada ujung anterior konka dan septum dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
tanpa silia.
O Sepanjang arus inspirasi epitel menjadi thoraks dgn silia pendek.
O Pada sel2 meatus media dan inferior yang berperan dalam proses ekspirasi
memiliki silia panjang dan tersusun rapi.
Lapisan mukosa olfaktorius
O Epitel olfaktorius daerah khusus membran mukosa konka superior yang
terletak di atap rongga hidung. Luasnya sekitar 10 cm2 dengan tebal sampai 100
epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris .
O Sel penyokong memiliki apeks silindris yg lbh besar dan basis yg lebih
sempit. pada permukaan bebasnya terdapat mikrofili yang terbenam dalam selapis
cairan. Mengandung pigmen kuning muda yang menimbulkan warna mukosa
olfaktorius.
13
O Sel-sel basal berukuran kecil, bentuknya bulat atau kerucutdan membentuk
suatu lapisan pada basis epitel.
O Diantara sel2 basal dan sel penyokong terdapat sel-sel olfaktorius merupakan
neuron bipolar. Intinya terletak di bawah inti sel penyokong. Dendritnya memiliki
daerah yang meninggi dan melebar, tempat 6-8 silia berasal.
O Akson aferen dr neuron bipolar sel2 olfaktorius bergabung dalam berkas kecil
yang mengarah ke susunan saraf pusat di lobus olfaktorius otak.
Silia
O Merupakan struktur kecil mirip rambut.
O Panjang : 5-7 mikron
O Letak : pada lamina akhir sel-sel permukaan epitelium
O Jumlah : sekitar 250 per sel pada saluran pernafasan atas.
O Terbentuk dari 2 mikrotubulus sentral tunggal. Yang di kelilingi oleh 9 pasang
mikrotubulus.
O Semua mikrotubulus ini terbungkus oleh 3 lapisan yang tipis dan rapuh.
Sinus paranasal
O Merupakan rongga tertutup dalam tulang frontal, maxilla, ethmoid dan sfenoid.
O Sinus2 ini dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung
sel goblet.
O Sinus paranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang2
kecil. Mukus yang dihasilkan dalam rongga2 ini terdorong ke dalam hidung
akibat aktivitas dari epitel bersilia.
14
Fisiologi organ penghidu
indera penghidu merupakan indera khusus yg paling kurang dimengerti, karena organnya kurang berkembang pada manusia, dibandingkan hewan
membran olfaktoriusterletak di langit2 rongga hidung,
mengandung tiga jenis sel :
reseptor olfaktorius -> terdiri dari bbrp kepala mnggembung berisi bbrp silia sbg tempat pengikatan molekul odoriferosa
sel penunjang -> sekresi mukus u/ melapisi saluran hidung
sel basal -> prekursor u/ regenerasi sel olfaktoriyg baru/ 2 bulan
syarat bahan agar dapat dibaui :
mudah menguap
mudah larut air -> larut dalam lapisan mukus yg melapisi mukosa olfaktorius
15
tahapan bagaimana indera penghidu dapat membaui
16
17
RHINITIS ALERGI
DEFINISI
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its
Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai
oleh IgE.
ETIOLOGI
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara
genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran
penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi.
Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau
mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat
di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah
memiliki kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk
sari, dan lain-lain.
GEJALA Bersin berulangkali Hidung berair (rhinorrhea) Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal Mata merah, gatal, berair Post-nasal drip
18
PATOFISIOLOGI
Sensitisasi
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi
terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di
mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel
Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut.
Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu
kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul
ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh
sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan
berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya.
IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B
menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat
dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya
IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.
Reaksi Alergi Fase Cepat
Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan
alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin,
tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin.
Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan
dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema,
berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung
tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel
goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi
rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada
hidung dan bersin-bersin.
19
Reaksi Alergi Fase Lambat
Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan
oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler
yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana
molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel.
Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit,
basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi
teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic
Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung.
Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.
KLASIFIKASI
Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat
berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:
Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.
DIAGNOSIS
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung
tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul,
menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon
terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rinitis alergi
seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata
20
dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan
petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu
bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi
hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang
pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering
digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).
Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau
livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat
adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung
tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang
pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi
dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna
adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test)
atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test).
Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu
tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores
(scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test).
Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan
pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration – SET). SET dilakukan untuk alergen
inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat
mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial
untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan
memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula
21
dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test
(IPFT).
PENATALAKSANAAN
Terapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu:
Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa hidung. Tahapan ini
diterapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab.
Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa menuju IgE pada
permukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif dengan
imunoterapi.
Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai akibat lebih lanjut
reaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisir
dengan obat – obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor
H1 dengan histamin.
Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai dengan timbulnya
gejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau
lokal.
Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:
Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan imunoterapi,
sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti
sinusitis dan polip hidung.
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Pencegahan primer untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap
alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko
atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai
trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan.
Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen
dan polutan.
2. Pencegahan sekunder untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa
asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupa
22
alergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadap
pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.
3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit
alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan.
RINITIS AKUT
Rinitis dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa hidung yang dapat
disebabkan oleh beberapa proses patologis yang berbeda. Rinitis ditandai dengan adanya
hidung tersumbat, rinorea, bersin, gatal hidung, post nasal drip (PND), ataupun
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Rinitis dibagi menjadi dua, rinitis alergi dan non
alergi. Yang paling sering terjadi adalah rinitis alergi. Rinitis alergi secara klinis
didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah paparan alergen
melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung. Berdasarkan perjalanan
penyakitnya, rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis akut dan rinitis kronis.
Rinitis Akut
Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi
virus atau bakteri. Selain itu, rinitis akut dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder
akibat iritasi lokal atau trauma. Penyakit ini seringkali ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Yang termasuk ke dalam rinitis akut diantaranya adalah rinitis simpleks,
rinitis influenza dan rinitis bakteri akut supuratif. Sinonim Rinitis akut adalah Acute
Nasal Catarrh; Acute Coryza; Cold in the Head. Acute viral nasopharyngitis, atau
Acute Coryza, biasanya dikenal sebagai common cold, adalah sangat tinggi
penularannya, penyakit infeksi virus dari sistem pernapasan atas, terutama semata
disebabkan oleh picornav Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama
hidung, umumnya disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus,
meliputi rhinovirus, Respiratory syncytial viruses (RSV), virus parainfluenza, virus
influenza, dan adenovirusirus atau coronavirus.
Epidemiologi
Infeksi saluran pernapasan atas adalah penyakit infeksi paling umum org dewasa yang
mempunyai 2 – 4 kali terinfeksi pernapasan tiap tahun. Anak-anak mungkin punya 6 – 10
23
c.colds dalam 1 tahun (dan sampai 12 kali c.colds dalam 1 tahun untuk anak-anak
sekolah). Anak anak lebih mudah menjadi transmisi infeksi.
Rinitis Simpleks
Rinitis simpleks disebut juga pilek, selesma, common cold, dan coryza. Penyakit ini
merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada manusia. Sangat menular, gejala
muncul jika kekebalan tubuh rendah
Etiologi
Penyebab rinitis simpleks ialah beberapa jenis virus, yang diklasifikasikan berdasarkan komposisi biokimia virus : rhinovirus, bisa juga myxovirus, coxsackie virus, ECHO virus Virus RNA termasuk kelompok seperti rinovirus, ekhovirus, virus influenza, parainfluenza, dan campak. virus DNA termasuk kelompok adenovirus dan herpes virus.
Gejala klinisGejala : panas, gatal dan kering pada hidung, bersin berulang, hidung tersumbat, ingus encer, hidung merah dan bengkak, jika disertai infeksi bakteri ingus mukopurulen
24
25
Cara Penularan
1. Diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih penting lagi
penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang yang
baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang
terinfeksi.
2. Rhinovirus, RSV dan kemungkinan virus-virus lainnya ditularkan melalui tangan
yang terkontaminasi dan membawa virus ini ke membran mukosa mata dan
hidung
Komplikasi
Komplikasinya yaitu dapat mengantarkan ke opportunistic coinfections atau
superinfections seperti bronkitis akut, bronkiolitis, croup, pneumonia, sinusitis,
dan otitis media. Orang-orang dengan penyakit paru-paru kronik seperti asma dan
COPD adalah lebih rentan terjadi. C. Colds mungkin menyebabkan eksaserbasi
akut dari asma, emfisema atau bronkitis kronik
Terapi
1. Terapi terbaik pada rinitis virus tanpa komplikasi adalah istirahat, obat-obatan
simtomatis seperti analgetika, antipiretik dan dekongestan. Selama fase infeksi
bakteri sekunder, dapat diberikan antibiotika.
2. Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien
merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan.
3. Tetes hidung efedrin 1 % sangat menolong, bila hidung tersumbat.
4. analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik terpilih adalah
asetaminofen.
Pencegahan
1. Tidak ada vaksin efektif melawan colds, dan infeksi tidak mempertimbangkan
imunitas. Pencegahan tergantung kepada :9
2. Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah.
3. Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi
4. Tidak berbagi sapu tangan, alat makan, atau gelas minum.
5. Menutup mulut ketika batuk dan bersin
26
Rinitis Influenza
Etiologi
Rinitis influenza disebabkan oleh virus A, B dan C dari golongan ortomiksovirus.
Gambaran Klinik
Gejala yang sering timbul ialah sekret hidung berair, dan hidung tersumbat. Lebih sering terjadi infeksi bakteri sekunder dan nekrosis epitel bersilia dibandingkan common cold.
TerapiTerapi rinitis influenza tidak ada yang spesifik, sama dengan rinitis simpleks, terapi terbaik adalah istirahat, analgetika, antipiretik dan dekongestan, serta antibiotika bila terdapat infeksi sekunder.
27
Rinitis Bakteri Akut SupuratifEtiologi
Penyebab rinitis bakteri akut supuratif adalah Pneumococcus, Staphylococcus, dan
Streptococcus.
Gambaran Klinik
Rinitis bakteri akut supuratif merupakan infeksi bakteri sekunder pada rinitis virus. Pada
orang dewasa seringkali disertai sinusitis bakterialis, dan pada anak sering disertai
adenoiditis. Namun pada anak kecil dapat terjadi rinitis bakterialis primer yang gejalanya
mirip common cold.
Terapi
Terapi yang tepat adalah antibiotika, obat cuci hidung, dekongestan dan analgesik.
Perbedaan selesma dengan influenza
Antara commond cold atau selesma dan flu itu mirip sekali, yaitu bahwa mereka
mempengaruhi saluran pernafasan dan memiliki gejala yang mirip, yaitu tenggorokan
sakit, hidung tersumbat,rhinorrhea,dll. Tetapi, secara umum, gejala selesma jauh lebih
ringan daripada gejala flu. Gejala flu (influenza) bisa meliputi demam tinggi, menggigil,
badan pegal-pegal, dan kelelahan. Selesma dan flu disebabkan oleh virus yang berbeda.
Jika selesma disebabkan oleh virus selesma (cold virus atau rhinovirus). Iinfluenza
disebabkan oleh virus Haemophylus influenzae yang memiliki berbagai type, yaitu type
A, B, dan C
Commond cold / Selesma:
1. Demam: jarang
2. Sakit kepala : jarang
3. Nyeri dan pegal : ringan
4. Lemah : jarang/lemah
5. Terbaring di tempat tidur : jarang
6. Pilek : sering
7. Bersin-bersin : biasa
8. Tenggorokan sakit : biasa
9. Batuk : kadang-kadang, ringan-sedang
10. Komplikasi yang bisa terjadi : Sinus atau infeksi telinga
28
Flu / Influenza:
1. Demam : tiba-tiba, seringkali demam tinggi, berakhir dalam 3-4 hari
2. Sakit kepala : sering
3. Nyeri dan pegal : biasa terjadi, dan sering sangat sakit
4. Lemah : sedang sampai berat, bisa sampai satu bulan
5. Terbaring di tempat tidur : sering, bisa sampai 5-10 hari
6. Pilek : kadang-kadang
7. Bersin-bersin : kadang-kadang
8. Tenggorokan sakit : kadang-kadang
9. Batuk : Biasa, bisa menjadi parah
10. Komplikasi yang bisa terjadi : pneumonia, gagal ginjal, gagal hati, dapat
mengancam jiwa.
PERBEDAAN RHINITIS ALERGI DENGAN INFLUENZA
Rhinitis Alergi
1. Sesudah kontak dengan hal-hal pencetus alergi langsung timbul gejala
2. Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai demam
3. Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada kontak dengan
penyebab dan belum diobati
Influenza
1. Sesudah masuknya virus influenza selama 1 – 3 hari baru gejala timbul
2. Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertai dengan demam
3. Serangan 5 – 6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektifitas pengobatan
Diagnosis Rhinitis Akut
Dari anamnesis dapat ditemukan :
1. Rasa panas, kering, dan gatal di hidung atau nasofaring
2. Sneezing (bersin)
3. Rhinorrhea (hidung beringus)
4. Hidung tersumbat
5. Mata berair
29
6. Adanya demam dan nyeri kepala ringan
7. Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada hari-hari pertama menunjukkan mukosa
hidung yang hiperemis tetapi tidak terlalu membengkak. Pada jam-jam pertama
mukosa menjadi kering dan kadang-kadang seperti mengkilat. Kemudian mukosa
menjadi edem dan mengeluarkan ingus yang encer atau mukoid. Pada keadaan ini
mukosa pucat, sembab dan basah menyerupai keadaan alergi. Dianggap alergi bila
pada pewarnaan sekret hidung ditemukan banyak eosinofil.
Rinitis Akut
Rintis Akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus
atau bakteri. Penyakit ini sering ditemukan, dan merupakan manifestasi dari rinitis
simpleks (common cold), influensa, beberapa penyakit eksantem (seperti morbilli,
varisela, pertusis), dan beberapa penyakit infeksi spesifik. Juga penyakit ini dapat timbul
sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma.
RINITIS SIMPLEKS (PILEK, SELESMA, COMMON COLD, CORYZA)
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Etiologi
Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus. Virus-
virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO. Penyakit ini sangat
menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya
daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-lain)
Gejala
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering
dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung
tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala.
Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.Selanjutnya akan terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga sekret menjadi kental dansumbatan di hidung
bertambah.Bila tidak terdapat komplikasi, gejala kemudian akan berkurang dan penderita
akan sembuh sesudah 5 – 10 hari. Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah sinusitis,
otitis, media, faringtis, bronkitis dan pneumonia.
30
Terapi
Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat diberikan obat-
obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan. Antibiotik hanya
diberikan bila terdapat komplikasi.
Rinitis Kronis
Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi,rinitis, sika (sicca) dan rintis
spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, kadang-kadang rinitis alergi, rinitis
vasomotor dan rinitis medikamentosa dimasukkan juga dalam rinitis kronis.
Rinitis Hipertrofi
Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau
sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.
Gejala
Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering
ada keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi,
terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga
hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang banyak
biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum, dan di dasar rongga hidung.
Terapi
Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan kemudian
memberikan pengobatan yang sesuai. Untuk mengurangi sumbatan hidung akibat konka
hipertrofi dapat dilakukan kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam
triklor asetat) atau elektrokauter. Bila tak menolong, dilakukan luksasi konka atau bila
perlu dilakukan konkotomi.
Rhinitis jamur
Definisi : Terjadi bersamaan dengan sinusitis
Sifat
Invasif dan non infasif
Hasil pemeriksaan
a. Ada sekret mukopurulen , ulkus
b. Perforasi septum
31
Penatalaksanaan :
1. Invasif : anti jamur oral dan topikal,cuci hidung dan pembersikan hidung
2. Debridement
3. Rekonsrtuksi
4. Non Invasif : mengangkat seluruh gumpalan jamur
Rhinitis Sifilis
Etiologi
Kuman treponema pallidum
Tahapan
1. Primer sekunder : gejala sama dengan rinitis yang lainnya namun ada bercak, dan
bintik di mukosa
2. Tersier : gummaperforasi septum
Hasil pemeriksaan
1. Sekret mukopurulen berbau dan krusta
2. Perforasi septum atau hidung
Penatalaksanaan
Penisilin + obat cuci hidung
32
Sinusitissinus
Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah.
Sinus dilapisi oleh epitel respirasi yang sangat tipis dan sedikit mengandung sel goblet(penghasil mukus) FUNGSI SINUS PARANASAL
Mengatur kondisi udara
Penahan suhu
Membantu keseimbangan kepala
Membantu resonansi suara
Peredam perubahan tekanan udara
Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung
PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Rinoskopi anterior
4. Rinoskopi posterior
33
5. Transiluminasi
6. Pemeriksaan radiologik
7. Sinuskopi
SINUSITISDefinisi:Inflamasi mukosa sinus paranasal ETIOLOGI
1. VIRUS
PADA INFEKSI SALURAN NAPAS ATAS 2. BAKTERI
- STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE - HAEMOPHILLUS INFLUENZAE - STAPHYLOCOCCUS AUREUS
Klasifikasi berdasarkan waktu :1. Sinusitis Akut
2. Sinusitis Subakut
3. Sinusitis Kronik
MANIFESTASI KLINIS Subjektif
1. Sinusitis Akut Demam, malaise, nyeri kepala, wajah bengkak, terasa penuh, nyeri pipi tumpul dan menusuk, gigi terasa nyeri
2. Sinusitis Subakut Gejala = akut, tanda radang (-)
3. Sinusitis Kronis:
Gejala Mayor Wajah terasa nyeri/ tertekan Wajah terasa penuh Obstruksi nasal Ingus bernanah / post nasal drip Hiposmia / anosmia
Gejala Minor Sakit kepala Demam Halitosis Keletihan Nyeri gigi
34
Batuk Nyeri telinga/ terasa penuh, tertekan
Berdasarkan kriteria International on Sinus Disease tahun 1993
OBJEKTIF1.Sinusitis Akut - Rinosk. Ant Pus dalam hidung - Rinosk. Post Sekret mukopurulen dalam nasofaring - Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi 2. Sinusitis Subakut - Sama dengan sinusitis akut 3. Sinusitis Kronik - Pada pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut - Tidak terdapat pembengkakan wajah - Rinoskopi ante-posterior = sinusitis akut
Diagnosa Sinusitis : 2 gejala mayor, atau 1 gejala mayor + 2 gejala minor
35
Difrensial diagnosis
36
Patofisiologi
37
38
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Transiluminasi 2. Evaluasi radiologis
Plain radiograph CT Scan pilihan MRI
3. Sinus puncture4. USG5. Nasal smear
PENATALAKSANAANSinusitis Akut Antibiotik spektrum luas Dekongestan Analgetik & kompres hangat pada wajah
Bila antibiotik gagal irigasi antrum segera ( dapat dilakukan dengan 2 cara) Sinusitis Subakut Medikamentosa = akut Tindakan : - Diatermi
- Pungsi dan irigasi - Antrostomi
39
Sinusitis Kronis Cari faktor predisposisi dan penyebab terapi disesuaikan Medikamentosa antibiotik dan dekongestan Pembedahan Caldwell-Luc procedure, FESS Terapi
antiobiotika : amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole
kasus khronis : drainase cairan mukus dengan cara pembedahan.
40
FESS
Caldwell Luc procedure
KOMPLIKASIKomplikasi Sinusitis :
Osteomyelitis dan abses subpperiosteal Kelainan orbita Kelainan intrakranial Kelainan paru Komplikasi Caldwell-luc procedure Fistel oroantral Trauma nervus infraorbitalis Trauma akar gigi
41
INTERPRETASI KASUS
KU : Hidung tersumbat dicurigai adanya sekret di dalam hidung atau massa.
KT : Hidung terasa gatal disertai bersin-bersin pada pagi hari
RPS : Pasien mengira hal tersebut merupakan pilek biasa, tapi ternyata pileknya tidak
sembuh-sembuh. Ibunya mengatakan bahwa anaknya juga sering mengalami
sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang mulutnya menganga karena
kesulitan bernapas.
RPD : Tidak memiliki penyakit asma dan alergi terhadap udara dingin
RPK : Ibu pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama.
Hipotesis
Rhinitis Alergi : dijadikan hipotesis karena dari keluhan utama yang menyatakan bahwa
adanya hidung tersumbat, hidung terasa gatal dan bersin-bersin di pagi hari serta adanya
riwayat alergi terhadap udara dingin memperkuat pengambilan hipotesis.
Common Cold : dijadikan hipotesis karena hidung pasien tersumbat dan pasien
mengalami pilek tetapi pileknya tidak sembuh – sembuh.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : baik dapat melemahkan hipotesis common cold, karena pada
common cold didapatkan suhu yang meningkat.
Status Generalis :
Mata : Palpebra inferior tampak kehitaman merupakan ciri khas dari alergi yaitu
allergic shiner ( Demmie Morgan ) yang terjadi akibat stasis vena akibat
obstruksi hidung.
Leher : inspeksi : bentuk simetris
o Palpasi : limfonodi submandibula tidak teraba
Tidak terjadi pembesasaran kelenjar getah bening di daerah leher berarti tidak
terdapat infeksi di daerah leher.
42
Thorax : denyut jantung regular, tidak ada bising jantung
Pulmo : suara dasar vesikuler, retraksi intercostae (-), wheezing (-)
Kesulitan bernapas bukan berasal dari gangguan pada organ respirasinya,
kesulitan bernapas karena adanya sumbatan pada hidungnya.
Abdomen : Inspeksi : datar
Auskultasi : bunyi usus normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada
Tidak ada infeksi sistemik.
Ekstremitas : Dapat bergerak bebas, tidak ada radang, udem (-), cyanosis (-)Tidak ada infeksi sistemik
Status Lokalis :
Telinga Kanan dan Kiri
Inspeksi : bentuk normal, serumen (-)
Palpasi : Nyeri Tragus (-), nyeri tekan mastoid
Otoskopi : Membran timpani utuh, refleks cahaya (+)
Tidak ada kelainan pada organ pendengaran, tidak ada gangguan pada
pendengaran dan tidak ada otitis media akut maupun otitis media supuratif kronik.
Hidung Rhinoskopi anterior
Nasal dekstra et Sinistra :
Deviasi septum nasi (-), discharge (+) encer dan jernih, concha inferior dan media
hipertrofi (+), kongesti konka, membran mukosa: udem, basah dan kebiruan (boggy and
bluish)
Tidak terdapat sinusisitis karena tidak ada deviasi septum, discharge encer dan
jernih merupakan ciri khas dari rhinitis alergi, concha inferior dan media
hipertropi karena adanya reaksi inflamasi, kongesti konka terdapat akumulasi
sekret, membran mukosa : udem, basah dan kebiruan menandakan adanya rekasi
inflamasi.
Tenggorok
Inspeksi : kotor (-) jika terdapat tenggorok yang kotor dicurigai tonsilitis
diphteriae
43
Mukosa faring : hiperemi (-), granulasi (-), eksudat putih (-) tidak terdapat reaksi
infkamasi dan tidak ada post nasal drip
Gigi: Lubang (-) pasien memiliki oral hygiene yang baik dan tidak ada faktor
predisposisi untuk sinusitis dentogen dan karena kebiasaan pasien yang sering
menganga karena tidak bisa bernapas ditakutkan adanya facies adenoid atau
gangguan pertumbuhan gigi geligi.
Uvula : udem (-), hiperemis (-) tidak terdapat infeksi
Tonsil dextra et sinistra : udem (-), hiperemis (-), permukaan licin , tidak ada reaksi
inflamasi maupun infeksi.
Laboratorium :Eosinofil 5 % ada reaksi alergi
Basofil 0 %
Batang 5%
Segmen 5%
Limfosit 30%
Monosit 5%
Diagnosis :Rhinitis Allergica
44
Patogenesis dan Patofisiologi
45
Histamin
Kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat
Rangsangan pada mukosa hidung
terjadi pengeluaran ICAM 1
Vasodilatasi SinusoidMerangsang reseptor H1 pada ujung saraf
vidianus
Rinorhea Bersin Hidung Tersumbat
Penatalakssanaan :
FarmakologiPenatalaksanaan Rhinitis AlergiANTI HISTAMINHistamin merupakan zat yang diproduksi oleh tubuh yang keluar sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu, misalkan pada reaksi alergi terhadap rangsangan benda asing.Fungsi histamin• dilatasi kapiler
• meningkatkan permeabilitas dan menimbulkan penurunan tekanan darah
• kontraksi jaringan polos termasuk otot polos bronkial paru
• induksi peningkatan sekresi gastrik
• akselerasi frekuensi jantung.
• Histamin juga bertanggungjawab atas triple response dan tersangkut sebagai mediator hipersensitivitas segera.
Antihistamin• Antihistamin adalah kelompok obat yang mencegah kerja histamin dalam tubuh.
• Terbagi 2 golongan:1. AntiHistamin Penghambat reseptor H1
untuk pengobatan edema, eritema, pruritus 2. AntiHistamin Penghambat reseptor H2 untuk mengambat sekresi asam lambung akibat histamin
Antagonis Reseptor H1Farmakodinamik:• Antagonisme terhadap histamin: menghambat efek histamin pada pembuluh
darah, bronkus, dan bermacam- macam otot polos; mengobati reaksi hipersensitivitas
• Bersifat anestetik lokal
• Antikolinergik
• Dapat merangsang ataupun menghambat SSP. Efek: insomnia, gelisah, eksitasi
• Efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1
• Tidak ada efek berarti pada system kardiovaskular
46
• Farmakokinetik
• Setelah pemberian oral atau parenteral diabsorpsi dengan baik
• Efek timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal 1-2 jam
• Tempat utama biotransformasi ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal
• Diekskresi melalui urin
Indikasi• Berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah
atau mengobati mabuk perjalanan
• Penyakit alergi: berguna untuk mengobati urtikaria akut; dpt menghilangkan bersin, rinore, dan gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever; efektif terhadap alergi debu.
• Mabuk perjalanan: mencegah dan mengobati mabuk perjalanan udara, laut dan darat. Obat yang digunakan: prometazin, difenhidramin, siklizin dan meklizin. Diberikan setengah jam sebelum berangkat
• Kegunaan lain: efektif untuk ⅔ kasus vertigo,mual dan muntah. Dpt digunakan untuk mengurangi rigiditas dan tremor pada pasien parkinson
Efek samping• Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping
• Yang paling sering: sedasi
• Efek samping lain: mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala. Rasa berat dan lemah pada tangan
Intoksikasi• Kejang, halusinasi, midriasis, depresi
Pengobatan:• Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif
PerhatianSupir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantukAntagonis reseptor H2 (AH2)• Bekerja menghambat sekresi asam lambung akibat histamin
Simetidin dan ranitidin
47
• Mengambat sekresi asam lambung
• Absorpsi diperlambat oleh makanan
• Diberikan bersama atau segera setelah makan
• Absorpsi pada menit 60-90
• Indikasi: mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhan
• Efek samping rendah
Nizatidin• Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih sama
dengan ranitidin
• Bioavailabilitas oral lebih dari 90%
• Tidak dipengaruhi makanan atau antikolinergik
• Kadar puncak dalam serum tercapai setelah 1 jam setelah pemberian oral
• Ekskresi: urin
• Indikasi: pengobatan gangguan asam lambung
• Efek samping jarang terjadi
DEKONGESTANDefinisiDekongestan merupakan agen simpatomimetik yang bertindak pada reseptor dalam mukosa nasal menyebabkan pengecilan pembuluh darah (vasokonstriksi)Selain itu, juga dpt mengurangi edema mukosa hidung dan melegakan pernafasan • Dekongestan apabila dikombinasikan dengan antihistamin sangat efektif
melegakan gejala rhinitis terutama bila hidung tersumbat
48
Dekongestan Sistemik• Dekongestan sistemik antara lain spt efedrin, fenilpropanolamin dan
pseudoefedrin
Dekongestan sistemik diberi secara oral. Biasanya tidak begitu efektif dibanding dengan dekongestan topikal tapi mempunyai efek samping iritasi. Masa terapinya juga lebih lama. • Efedrin, fenilpropanolamin dan pseudoefedrin dpt menyebabkan tekanan
darah tinggi terutama efedrin dan fenilpropanolamin bila melebihi dosis terapeutik sebanyak 2-3 kali normalnya.
• Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal dalam mengatasi rinore, namun tidak mempunyai efek terhadap bersin, gatal di hidung maupun di mata.
Dosis dekongestan sistemik
49
Jenis obat dewasa Anak anak
Pseudoefedrin 60 mg tiap 4-6 jam
6-12 thn : 30 mg tiap 4-6 jam2-5 thn : 15 mg tiap 4-6 jam
Efedrin sulfat 25-50 mg tiap 4-6 jam
2-3 mg/kg sehari (dlm dosis trbagi tiap 4 jam)
Fenilpropanolamin 25 mg tiap 4 jam
6-12 thn : 12,5 mg tiap 4 jam2-5 thn : 6,25 mg tiap 4 jam
Dekongestan NasalIndikasi:• Rhinitis Alergi
• Rhinitis Vasomotor
• ISPA dengan Rhinitis Akut
Farmakodinamik• Vasokonstriksi dlm mukosa hidung mll reseptor α1 shg mengurangi volume
mukosa atau penyumbatan hidung
• Vasokonstriksi arteriol oleh α2-agonis membuat kerusakan struktural pd mukosa hidung shg menimbulkan hilangnya efektivitas, rebound hiperemia & memperburuk gejala pd pemberian kronik / bila obat dihentikan
• Efedrin oral sering menimbulkan efek samping sentral
• Pseudoefedrin : stereoisomer dr efedrin yg kurang kuat, dpt menimbulkan takikardi, ↑TD & stimulasi SSP dibanding efedrin
• Fenilpropanolamin hati2 pd pasien hipertensi & pria dg hipertrofi prostat.
Dosis maksimal 75 mg/hari.• Kombinasi obat ini dg MAO merupakan kontraindikasi
Efedrin
50
• Efek farmakodinamik sama dg epinefrin tp efedrin bukan katekolamin shg efektif pd pemberian oral, masa kerjanya lbh panjang, efek sentralnya lbh kuat tp memerlukan dosis yg > epinefrin
Farmakodinamik• Efedrin bekerja pd reseptor α, β1, β2
• Efek perifer mll kerja langsung & mll p’lepasan NE endogen
• Efek kardiovaskular : ↑TD, takikardia, aliran darah ginjal & viseral berkurang sdgkn aliran darah koroner, otak & otot rangka ↑
bronkorelaksasi mata : midriasis tp refleks cahaya, daya akomodasi & tekanan
intraokular tdk berubah Dekongestan Topikal• Indikasi :
• Rinitis akut karena tempat kerjanya lebih selektif
• Bila berlebihan digunakan m/ penyumbatan hidung berlebihan ( rebound congestion)
• Dekongestan topikal dalam bentuk sediaan inhalan, tetesan
• Tdk ada penyerapan sistemik
• Agen ini sangat efektif melegakan hidung yang tersumbat.
• Dekongestan topikal lebih digunakan utk rinitis akut karena tmpt kerjanya lebih selektif
• Tdk boleh > 3-5 hari berturut-turut, krn bisa menyebabkan rhinitis medicamentosa
• Selain itu, scr topikal dapat menyebabkan iritasi
Dekongestan Oral• Rebound congestion jauh lebih kecil kemungkinannya tp risiko lbh besar
menimbulkan efek samping sisitemik
Efek Samping• Dekongestan oral --> SSP (gelisah, insomnia, sangat peka rangsang, dan
sakit kepala)
• Pengaruhnya thd kardiovaskular palpitasi, takikardi, peningkatan tekanan darah
51
KombinasiAntihistamin+Dekongestan• Saat ini kombinasi antihistamin dgn dekongestan bnyk digunakan.
• Sbg cth adlh kombinasi pseudoefedrin 120 mg dan loratadin 5 mg.
• kombinasi obat ini dpt mengatasi semua gejala rhinitis alergi tmsk sumbatan hidung yg tdk dpt diatasi bila hanya menggunakan antihistamin saja
Obat rinore bersin gatal Hidung tersumbat
Gejala mata
AH 1 oral ++ +++ ++ + +
dekongestan topical
- - - +++ -
Sodium kromoglikat
+ + + + +
Ipatropium bromide
+++ - - - -
kortikosteroid nasal
+++ +++ +++ +++ ++
Perbedaan Rhinitis Alergi dengan Influenza
52
Rhinitis Alergi InfluenzaOnset Sesudah kontak dengan pencetus
alergilangsung timbul gejalaSesudah masuknya virus influenza selama 1-3 hari baru gejala timbul
Gejala Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai demam
Lendir dari encer/cairmengental dan kekuningan dan disertai demam
Lama serangan
Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada kontak dengan penyebab dan belum diobati
Serangan 5-6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektivitas pengobatan
Perbedaan Rhinitis Alergi dengan Rhinitis Vasomotor
53
Mulai Serangan
Etiologi Gatal & Bersin
Gatal di mata
Test kulit
Sekret hidung
Eosinofil darah
IgE darah Neurektomi n.vidianus
Rhinitis Alergi
Belasan Tahun(riwayat terpapar allergen (+))
Reaksi Ag-Ab terhadap rangsangan spesifik
Menonjol
Sering dijumpai
(+) Peningkatan eosinofil
meningkat meningkat Tidak membantu
Rhinitis Vasomotor
Dekade ke-3,4(riwayat terpapar allergen(-))
Reaksi neurovaskuler terhadap beberapa rangsangan mekanis atau kimia,juga factor psikologis
Tidak menonjol
Tidak dijumpai
(-) Eosinofil tidak meningkat
normal normal membantu
54