Askep Trauma Leher

24
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya akan merusak struktur tulang saja namun dapat menyebakan cedera pada medulla spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh. Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur

description

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Transcript of Askep Trauma Leher

Page 1: Askep Trauma Leher

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari

kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7

tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan

keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya akan

merusak struktur tulang saja namun dapat  menyebakan cedera pada medulla

spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior

tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan

pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut

saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh.

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit

jantung, kanker dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap

tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis,

2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar

dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury

disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport,

kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering

pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3.

Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlanto-

servikalis sehingga kepala tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan

apabila menembus ligamentum posterior dan mencederai medulla spinalis

maka pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera pada C3-C5

menyebabkan gangguan pada otot pernapasan dan cedera pada C4-C7

mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas (qudriplegia).

Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional

tubuh manusia maka evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal

memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi

Page 2: Askep Trauma Leher

spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci

keberhasilan manajemen. Penanganan rehabilitas spinal cord dan kemajuan

perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern

dari fusi servikal dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal

masyarakat. Oleh karena itu, perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu

menguasai dan memmahami pengetahuan tentang asuhan keperawatan dan

tindakan-tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cedera servikalis.

Sehingga pada tatanan praktiknya, perawat mampu mengaplikasikan teori

dengan baik dan terampil.

Page 3: Askep Trauma Leher

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  ANATOMI  

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus,

membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton

(tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi

medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan

dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33

vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5

sacral, 4 coccigeal.

Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang

menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk

memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung

jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.

Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah

lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa

lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas.

Foramina melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan

tulang besar dan parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis

inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2

sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan

ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh

vertebra.

Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament,

discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa

ligamen yang terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :

Page 4: Askep Trauma Leher

ligamen'ta fla'va : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning

melekat dan memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang

berdekatan, dari sumbu ke sacrum.. Namanya Latin untuk "ligamen kuning,"

dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur

tubuh ketika seseorang sedang duduk atau berdiri tegak.

Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus dari

tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari

belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua

sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga

mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari

sacrum , tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul.

Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian

bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal

pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara

pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya.

Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke

belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah

tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka

membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang

belakang .

Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga

intermuskularis fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital

eksternal ke punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak

occipital eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah

dua belah leher rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic

dari otot leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal

sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius,

dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara

klinis, ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan

dura tulang belakang antara tengkuk dan C1,

Page 5: Askep Trauma Leher

Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam

tubuh manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi,

cairan-cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan

tulang rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan

yang berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat

gerakan meluncur.

Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas

melekat, di atas, untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi

atas dari lamina dari sumbu .

Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk

batas bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal

ini diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan

tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan

merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior .

Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis,

dan membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari

tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk

sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada

ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi

patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram

tulang belakang.

Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang

lengkungan di cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di

kontak dengan lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin

dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar

berfungsi untuk transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf

aksesori.

Page 6: Askep Trauma Leher

B. Definisi

Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya

kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan

Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis

dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,

kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang

mengenai basis oksiput hingga C2.

Trauma leher adalah suatu benturan yang mengenai bagian

leher ( tenggorokan ) sebagai akibat terkena benda tumpul ataupun benda

tajam.

C. Etiologi

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),

kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh

namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

1. Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba

berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan

pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat

patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut

rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan

ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan

Page 7: Askep Trauma Leher

menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang

luas.

2. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan

benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering

dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari

atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang  

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang

tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat

rapuh.

Page 8: Askep Trauma Leher

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA LEHER

I. PENGKAJIAN DATA

a. Data subjektif

1) Klien mengatakan nyeri pada daerah luka

2) Klien mengatakan sulit bernafas

3) Klien mengatakan sulit bicara

4) Klien mengeluh nyeri bila menelan

5) Keluarga mengatakan klien terkena benda tajam

6) Keluarga mengatakan klien dianiaya

b. Data objektif

1) Klien tampak sukar bernafas dan sesak nafas

2) Klien tampak batuk dan keluar darah

3) Klien tampak pucat dan gelisah

4) Klien tampak cyanosis

5) Tampak keluar darah berbuih pada leher karena perdarahan

6) Klien sulit berbicara

7) Tanda – tanda vital : TD : 130/90 mmHg         Pernafasan : 32 x /

mnt  Nadi : 104 x / mnt,  Suhu: 36,9º C

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada

leher                    

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk

bernafas, batuk dan menelan akibat trauma leher

3. Nyeri akut b/d adanya perlukaan pada leher

4. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher

5. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan mengeluarkan suara

Page 9: Askep Trauma Leher

III. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada

leher                    

Tujuan : tidak terjadi aspirasi kedalam paru – paru

Kriteria evaluasi :

1. Perdarahan berhenti

2. Tidak ada lagi cyanosis

3. Klien tidak pucat

Intervensi keperawatan

1. Kaji tingkat perdarahan dan jumlahnya

Rasional :  Perdarahan yang banyak dapat memberikan efek yang

berbahaya sehingga harus selalu dipantau untuk memberikan

tindakan dengan cepat dan tepat

2. Observasi tanda – tanda vital

Rasional :  Tanda – tanda vital merupakan indicator untuk

menegtahui bila terjadi penurunan kesadaran secara progresif 

3.Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30 – 45 derajat

Rasional :  Untuk mencegah terjadinya aspirasi dan pengumpulan

secret/ darah pada leher

4. Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan trakeatomi

Rasional :  Tindakan trakeatomi dapat membersihkan/ mencuci luka,

dieksplorasi dan luka dijahit kembali sehingga perdarahan berhenti

Page 10: Askep Trauma Leher

5. Jelaskan kepada klien tentang pentingnya membatasi gerakan dari

kepala dan leher

Rasional :  Untuk meningkatkan pemahaman klien tentang apa yang

dialami dan mau bekerjasama dalam memecahkan masalahnya

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk

bernafas, batuk dan menelan akibat trauma leher

Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas

bersih/ jelas

Kriteria evaluasi :

1) Klien tidak sukar bernafas

2) Klien tidak cyanosis

3) Klien tidak pucat dan gelisah

Intervensi keperawatan

1. Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan

Rasional :  Perubahan pada pernafasan dapat terjadi akibat obstruksi

sehingga pola nafas tidak efektif

2. Tinggikan kepaa 30 – 45 derajat

Rasional :  Posisi ini memudahkan kerja pernafasan dan ekspansi dada

3. Dorong batuk efektif dan nafas dalam

Rasional :  Memobilisasi untuk membersihkan jalan nafas dan

membantu mencegah komplikasi pernafasan

4. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen dan

pemasangan intubasi trakeal

Rasional :  Pemberian oksigen dan pemasangan intubasi trakeal akan

membantu kebutuhan oksigen klien

Page 11: Askep Trauma Leher

5. Jelaskan pada klien tentang pentingnya batuk efektif

Rasional :  Untuk mengajarkan pada klien bahwa dengan batuk efektif

akan memudahkan dalam bernafas

c. Nyeri akut b/d adanya perlukaan pada leher

Tujuan : menunjukkan nyeri hilang/ ketidaknyamanan dengan

menurunnya tegangan dan rileks, tidur dan istirahat dengan tepat

Kriteria evaluasi :

1) Klien tidak merasa nyeri

2) Klien tidak gelisah

Intervensi keperawatan

1. Kaji tingkat nyeri, skala dan intensitasnya

Rasional :  Untuk mengetahui sejauh mana nyeri dirasakan klien

sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat

2. Sokong kepala dan leher dengan bantal, tunjukkan klien bagaimana

menyokong leher selama aktivitas

Rasional :  Kurangnya sokongan, meningkatkan ketidaknyamanan

dan dapat memperparah luka yang ada

3. Berikan tindakan nyaman ( pijatan punggung, perubahan posisi ) dan

aktivitas hiburan (melihat televisi, membaca, duduk )

Rasional :  Meningkatkan rileksasi dan membantu klien

memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri/

ketidaknyamanan dapat menurunkan dosis/ frekuensi analgetik

Page 12: Askep Trauma Leher

4. Anjurkan penggunaan perilaku menajemen stress ( tehknik relaksasi,

bimbingan imajinasi )

Rasional :  Meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan

analgetik dan meningkatkan penyembuhan

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik

Rasional :  Analgetik dapat menghilangkan rasa nyeri

6. HE tentang pentingnya penggunaan perilaku menajemen stress

 ( Tehknik relaksasi dan bimbingan imajinasi )

Rasional :  Untuk meningkatkan pengetahuan klien betapa

pentingnya penggunaan perilaku menajemen stress bila ada nyeri

d. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher

Tujuan : Menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa komplikasi

Kriteria evaluasi :

1) Luka sembuh dengan baik

2) Tidak terjadi komplikasi

Intervensi

a) Kaji warna kulit/ suhu dan pengisian kapiler pada area luka

Rasional :  Kulit harus berwarna merah mudah atau mirip dengan

warna kulit sekitarnya sehingga bila ada kelainan perlu dicurigai

adanya iskemi/ nekrosis jaringan

b) Lindungi luka pada kulit dan jahitan dari tegangan dan tekanan

Rasional :  Tekanan plester atau tegangan pada jahitan dapat

menganggu sirkulasi

c) Bersihkan luka dengan cairan garam faal ( NaCl 0,9 % )

Page 13: Askep Trauma Leher

Rasional :  Mencegah pembentukan kerak dan menghindari

meningkatnya ukuran luka

d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotic

Rasional :  Antibiotik akan mencegah terjadinya infeksi dan dapat

menyembuhkan luka dengan cepat

e) jelaskan tentang pentingnya melindungi luka pada kulit dan jahitan

dari tegangan dan tekanan

Rasional :  Memberikan pemahaman pada klien bahwa luka harus

dilindungi dari tegangan atau tekanan untuk memudahkan

penyembuhan

e. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan mengeluarkan suara

Tujuan : Mengidentifikasi/ merencanakan pilihan metode berbicara yang

tepat setelah sembuh dan mampu menyatakan kebutuhan dalam cara

efektif

Kriteria evaluasi :

1) Klien dapat berbicara dengan lancar dan jelas

2) Klien mampu mengungkapkan kebutuhannya

Intervensi

a) Kaji tingkat gangguan komunikasi bicara yang dialami klien

Rasional :  Untuk mengidentifikasi sejauh mana gangguan yang

dialami klien sehingga dapat memilih tehknik komunikasi yang tepat

b) Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi kebutuhan klien

Rasional :  Memungkinkan klien untuk menyatakan kebutuhan/

masalahnya

Page 14: Askep Trauma Leher

c) Berikan waktu yang cukup untuk komunikasi

Rasional :  Kehilangan bicara dan stress menganggu komunikasi dan

menyebabkan frustasi dan hambatan ekspresi

d) Dorong komunikasi, terus menerus dengan dunia luar ( contoh : koran,

televisi, radio, kalender dan jam

Rasional :  untuk merangsang klien didalam melakukan komunikasi

dan meningkatkan kepercayaan diri klien

e) Kolaborasi dengan tim kesehatan yang tepat, terapis, agen rehabilitasi

Rasional :  Untuk memberi kemampuan menggunakan pilihan suara

dan metode bicara

f) Jelaskan pada keluarga untuk selalu berkomunikasi dengan klien

setiap saat

Rasional :  Untuk memberikan pemahaman pada keluarga klien bahwa

Klien sangat memerlukan bantuan dari orang terdekatnya

Page 15: Askep Trauma Leher

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur

dapat dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa

trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, fraktur patologik

karena kelemahan pada tulang.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema, memar/ ekimosis,

spasme otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal,

krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu:

hiperfleksi, fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi- rotasi, kompresi vertical.

Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan yaitu: stabil dan tidak stabil

Setelah primery survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan

eksternal, tahap berikutnya adalah evaluasi radiografik tercakup di dalamnya,

plain foto fluoroscopy, polytomography CT-scan tanpa atau dengan

myelography dan MRI.

B. Saran

Sebagai tenaga kesehatan professional, perawat hendaknya dapat

memberikan asuhan keperawatan keperawatan pada penderita cegera servikal

untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi.

Sehingga dapat diharapkan dapat terwujud kesehatan pada klien cedera

servikal secara optimal.

Page 16: Askep Trauma Leher

DAFTAR PUSTAKA

R. Syamsu Hidayat dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Buku

kedokteran EGC Edisi 2, Hlm 489.

Marilynn E. Doenges/ Mary Frances Moorhouse/ Alice C.

Geisler, Rencana Asuhan keperawatan ( Pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien ), Buku kedokteran EGC Edisi 3, Hlm 205 –

210, Tahun 2000

H. Nurbaiti Iskandar. Prof, Buku Ajar Telinga Hidung dan

Tenggorokan, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Hlm 366 dan hlm 411

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur

Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id. Diakses tanggal  11 Maret 2011

Dawodu, Segun.2008.Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com.

Diakses tanggal 11 Maret 2011

Devenport, Moira.2010.Cervical Spine Fracture in Emergency

Medicine. http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Eidelson, MD,  Stewart G.  2010 .Lumbar

Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-spine. Diakses tanggal 23

Maret 2011

Khosama, Herlyani.Diagnosis dan Penatalaksanaan Trauma Medula

Spinalis. http://neurology.multiply.com/journal/item/27. Diakses tanggal 11

Maret 2011

Malanga, A.Gerrad.2008. Cervical Spine Sprain/Strain Injuries.

http://www.medscape.com . Diakses tanggal 11 Maret 2011