Askep Trauma Leher
-
Upload
ardi-artana -
Category
Documents
-
view
34 -
download
0
description
Transcript of Askep Trauma Leher
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari
kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7
tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan
keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya akan
merusak struktur tulang saja namun dapat menyebakan cedera pada medulla
spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior
tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan
pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut
saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh.
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap
tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis,
2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar
dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury
disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport,
kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering
pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3.
Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlanto-
servikalis sehingga kepala tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan
apabila menembus ligamentum posterior dan mencederai medulla spinalis
maka pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera pada C3-C5
menyebabkan gangguan pada otot pernapasan dan cedera pada C4-C7
mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas (qudriplegia).
Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional
tubuh manusia maka evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal
memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi
spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci
keberhasilan manajemen. Penanganan rehabilitas spinal cord dan kemajuan
perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern
dari fusi servikal dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal
masyarakat. Oleh karena itu, perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu
menguasai dan memmahami pengetahuan tentang asuhan keperawatan dan
tindakan-tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cedera servikalis.
Sehingga pada tatanan praktiknya, perawat mampu mengaplikasikan teori
dengan baik dan terampil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus,
membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton
(tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi
medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan
dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33
vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5
sacral, 4 coccigeal.
Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang
menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk
memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung
jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.
Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah
lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa
lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas.
Foramina melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan
tulang besar dan parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis
inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2
sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan
ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh
vertebra.
Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament,
discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa
ligamen yang terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :
ligamen'ta fla'va : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning
melekat dan memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang
berdekatan, dari sumbu ke sacrum.. Namanya Latin untuk "ligamen kuning,"
dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur
tubuh ketika seseorang sedang duduk atau berdiri tegak.
Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus dari
tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari
belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua
sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga
mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari
sacrum , tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul.
Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian
bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal
pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara
pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya.
Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke
belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah
tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka
membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang
belakang .
Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga
intermuskularis fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital
eksternal ke punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak
occipital eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah
dua belah leher rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic
dari otot leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal
sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius,
dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara
klinis, ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan
dura tulang belakang antara tengkuk dan C1,
Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam
tubuh manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi,
cairan-cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan
tulang rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan
yang berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat
gerakan meluncur.
Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas
melekat, di atas, untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi
atas dari lamina dari sumbu .
Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk
batas bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal
ini diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan
tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan
merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior .
Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis,
dan membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari
tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk
sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada
ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi
patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram
tulang belakang.
Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang
lengkungan di cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di
kontak dengan lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin
dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar
berfungsi untuk transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf
aksesori.
B. Definisi
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya
kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan
Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis
dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,
kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).
Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang
mengenai basis oksiput hingga C2.
Trauma leher adalah suatu benturan yang mengenai bagian
leher ( tenggorokan ) sebagai akibat terkena benda tumpul ataupun benda
tajam.
C. Etiologi
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),
kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh
namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan
pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat
patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut
rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan
ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang
luas.
2. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari
atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang
tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat
rapuh.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA LEHER
I. PENGKAJIAN DATA
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan nyeri pada daerah luka
2) Klien mengatakan sulit bernafas
3) Klien mengatakan sulit bicara
4) Klien mengeluh nyeri bila menelan
5) Keluarga mengatakan klien terkena benda tajam
6) Keluarga mengatakan klien dianiaya
b. Data objektif
1) Klien tampak sukar bernafas dan sesak nafas
2) Klien tampak batuk dan keluar darah
3) Klien tampak pucat dan gelisah
4) Klien tampak cyanosis
5) Tampak keluar darah berbuih pada leher karena perdarahan
6) Klien sulit berbicara
7) Tanda – tanda vital : TD : 130/90 mmHg Pernafasan : 32 x /
mnt Nadi : 104 x / mnt, Suhu: 36,9º C
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada
leher
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk
bernafas, batuk dan menelan akibat trauma leher
3. Nyeri akut b/d adanya perlukaan pada leher
4. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher
5. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan mengeluarkan suara
III. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada
leher
Tujuan : tidak terjadi aspirasi kedalam paru – paru
Kriteria evaluasi :
1. Perdarahan berhenti
2. Tidak ada lagi cyanosis
3. Klien tidak pucat
Intervensi keperawatan
1. Kaji tingkat perdarahan dan jumlahnya
Rasional : Perdarahan yang banyak dapat memberikan efek yang
berbahaya sehingga harus selalu dipantau untuk memberikan
tindakan dengan cepat dan tepat
2. Observasi tanda – tanda vital
Rasional : Tanda – tanda vital merupakan indicator untuk
menegtahui bila terjadi penurunan kesadaran secara progresif
3.Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30 – 45 derajat
Rasional : Untuk mencegah terjadinya aspirasi dan pengumpulan
secret/ darah pada leher
4. Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan trakeatomi
Rasional : Tindakan trakeatomi dapat membersihkan/ mencuci luka,
dieksplorasi dan luka dijahit kembali sehingga perdarahan berhenti
5. Jelaskan kepada klien tentang pentingnya membatasi gerakan dari
kepala dan leher
Rasional : Untuk meningkatkan pemahaman klien tentang apa yang
dialami dan mau bekerjasama dalam memecahkan masalahnya
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk
bernafas, batuk dan menelan akibat trauma leher
Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas
bersih/ jelas
Kriteria evaluasi :
1) Klien tidak sukar bernafas
2) Klien tidak cyanosis
3) Klien tidak pucat dan gelisah
Intervensi keperawatan
1. Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan
Rasional : Perubahan pada pernafasan dapat terjadi akibat obstruksi
sehingga pola nafas tidak efektif
2. Tinggikan kepaa 30 – 45 derajat
Rasional : Posisi ini memudahkan kerja pernafasan dan ekspansi dada
3. Dorong batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Memobilisasi untuk membersihkan jalan nafas dan
membantu mencegah komplikasi pernafasan
4. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen dan
pemasangan intubasi trakeal
Rasional : Pemberian oksigen dan pemasangan intubasi trakeal akan
membantu kebutuhan oksigen klien
5. Jelaskan pada klien tentang pentingnya batuk efektif
Rasional : Untuk mengajarkan pada klien bahwa dengan batuk efektif
akan memudahkan dalam bernafas
c. Nyeri akut b/d adanya perlukaan pada leher
Tujuan : menunjukkan nyeri hilang/ ketidaknyamanan dengan
menurunnya tegangan dan rileks, tidur dan istirahat dengan tepat
Kriteria evaluasi :
1) Klien tidak merasa nyeri
2) Klien tidak gelisah
Intervensi keperawatan
1. Kaji tingkat nyeri, skala dan intensitasnya
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana nyeri dirasakan klien
sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat
2. Sokong kepala dan leher dengan bantal, tunjukkan klien bagaimana
menyokong leher selama aktivitas
Rasional : Kurangnya sokongan, meningkatkan ketidaknyamanan
dan dapat memperparah luka yang ada
3. Berikan tindakan nyaman ( pijatan punggung, perubahan posisi ) dan
aktivitas hiburan (melihat televisi, membaca, duduk )
Rasional : Meningkatkan rileksasi dan membantu klien
memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri/
ketidaknyamanan dapat menurunkan dosis/ frekuensi analgetik
4. Anjurkan penggunaan perilaku menajemen stress ( tehknik relaksasi,
bimbingan imajinasi )
Rasional : Meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan
analgetik dan meningkatkan penyembuhan
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menghilangkan rasa nyeri
6. HE tentang pentingnya penggunaan perilaku menajemen stress
( Tehknik relaksasi dan bimbingan imajinasi )
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan klien betapa
pentingnya penggunaan perilaku menajemen stress bila ada nyeri
d. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher
Tujuan : Menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa komplikasi
Kriteria evaluasi :
1) Luka sembuh dengan baik
2) Tidak terjadi komplikasi
Intervensi
a) Kaji warna kulit/ suhu dan pengisian kapiler pada area luka
Rasional : Kulit harus berwarna merah mudah atau mirip dengan
warna kulit sekitarnya sehingga bila ada kelainan perlu dicurigai
adanya iskemi/ nekrosis jaringan
b) Lindungi luka pada kulit dan jahitan dari tegangan dan tekanan
Rasional : Tekanan plester atau tegangan pada jahitan dapat
menganggu sirkulasi
c) Bersihkan luka dengan cairan garam faal ( NaCl 0,9 % )
Rasional : Mencegah pembentukan kerak dan menghindari
meningkatnya ukuran luka
d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotic
Rasional : Antibiotik akan mencegah terjadinya infeksi dan dapat
menyembuhkan luka dengan cepat
e) jelaskan tentang pentingnya melindungi luka pada kulit dan jahitan
dari tegangan dan tekanan
Rasional : Memberikan pemahaman pada klien bahwa luka harus
dilindungi dari tegangan atau tekanan untuk memudahkan
penyembuhan
e. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan mengeluarkan suara
Tujuan : Mengidentifikasi/ merencanakan pilihan metode berbicara yang
tepat setelah sembuh dan mampu menyatakan kebutuhan dalam cara
efektif
Kriteria evaluasi :
1) Klien dapat berbicara dengan lancar dan jelas
2) Klien mampu mengungkapkan kebutuhannya
Intervensi
a) Kaji tingkat gangguan komunikasi bicara yang dialami klien
Rasional : Untuk mengidentifikasi sejauh mana gangguan yang
dialami klien sehingga dapat memilih tehknik komunikasi yang tepat
b) Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi kebutuhan klien
Rasional : Memungkinkan klien untuk menyatakan kebutuhan/
masalahnya
c) Berikan waktu yang cukup untuk komunikasi
Rasional : Kehilangan bicara dan stress menganggu komunikasi dan
menyebabkan frustasi dan hambatan ekspresi
d) Dorong komunikasi, terus menerus dengan dunia luar ( contoh : koran,
televisi, radio, kalender dan jam
Rasional : untuk merangsang klien didalam melakukan komunikasi
dan meningkatkan kepercayaan diri klien
e) Kolaborasi dengan tim kesehatan yang tepat, terapis, agen rehabilitasi
Rasional : Untuk memberi kemampuan menggunakan pilihan suara
dan metode bicara
f) Jelaskan pada keluarga untuk selalu berkomunikasi dengan klien
setiap saat
Rasional : Untuk memberikan pemahaman pada keluarga klien bahwa
Klien sangat memerlukan bantuan dari orang terdekatnya
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur
dapat dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa
trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, fraktur patologik
karena kelemahan pada tulang.
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema, memar/ ekimosis,
spasme otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal,
krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.
Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu:
hiperfleksi, fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi- rotasi, kompresi vertical.
Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan yaitu: stabil dan tidak stabil
Setelah primery survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
eksternal, tahap berikutnya adalah evaluasi radiografik tercakup di dalamnya,
plain foto fluoroscopy, polytomography CT-scan tanpa atau dengan
myelography dan MRI.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan professional, perawat hendaknya dapat
memberikan asuhan keperawatan keperawatan pada penderita cegera servikal
untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi.
Sehingga dapat diharapkan dapat terwujud kesehatan pada klien cedera
servikal secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
R. Syamsu Hidayat dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Buku
kedokteran EGC Edisi 2, Hlm 489.
Marilynn E. Doenges/ Mary Frances Moorhouse/ Alice C.
Geisler, Rencana Asuhan keperawatan ( Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien ), Buku kedokteran EGC Edisi 3, Hlm 205 –
210, Tahun 2000
H. Nurbaiti Iskandar. Prof, Buku Ajar Telinga Hidung dan
Tenggorokan, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Hlm 366 dan hlm 411
Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur
Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id. Diakses tanggal 11 Maret 2011
Dawodu, Segun.2008.Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com.
Diakses tanggal 11 Maret 2011
Devenport, Moira.2010.Cervical Spine Fracture in Emergency
Medicine. http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011
Eidelson, MD, Stewart G. 2010 .Lumbar
Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-spine. Diakses tanggal 23
Maret 2011
Khosama, Herlyani.Diagnosis dan Penatalaksanaan Trauma Medula
Spinalis. http://neurology.multiply.com/journal/item/27. Diakses tanggal 11
Maret 2011
Malanga, A.Gerrad.2008. Cervical Spine Sprain/Strain Injuries.
http://www.medscape.com . Diakses tanggal 11 Maret 2011