Askep Trauma Dada

30
ASKEP TRAUMA DADA A. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI Untuk kasus trauma thorax / dada, setidaknya terdapat 3 bagian / organ yang perlu dipelajari secara sistematis, yaitu rongga thorax, paru-paru dan jantung. 1. Rongga Thorax Rongga Thorax tersusun atas jaringan tulang dan otot (Muskuloskeletal), yang membentuk suatu rongga (Cavum). Didalam rongga thorax terdiri dari beberapa organ vital yaitu ; jantung yang merupakan organ utama pada sistem kardiovaskuler, dan paru-paru yang juga merupakan organ utama pada sistem pernapasan. Rangka thorax dibentuk oleh columna vertebralis, tulang costa, cartilago costa, dan sternum. Costa terdiri dari 12 pasang tulang rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut terbagi menjadi : 7 pasang costa sejati, 3 pasang costa palsu, dan 2 pasang costa melayang. Tulang-tulang tersebutlah yang melindungi cavum thorax dan beberapa organ didalamnya. Rongga ini dilapisi oleh tiga otot yang menyerupai dinding otot abdomen. Ketiga otot tersebut yaitu ; a. M. Intercostalis Externus Askep Trauma Dada 1

Transcript of Askep Trauma Dada

Page 1: Askep Trauma Dada

ASKEP TRAUMA DADA

A. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI

Untuk kasus trauma thorax / dada, setidaknya terdapat 3 bagian / organ

yang perlu dipelajari secara sistematis, yaitu rongga thorax, paru-paru

dan jantung.

1. Rongga Thorax

Rongga Thorax tersusun atas jaringan tulang dan otot

(Muskuloskeletal), yang membentuk suatu rongga (Cavum). Didalam

rongga thorax terdiri dari beberapa organ vital yaitu ; jantung yang

merupakan organ utama pada sistem kardiovaskuler, dan paru-paru

yang juga merupakan organ utama pada sistem pernapasan.

Rangka thorax dibentuk oleh columna vertebralis, tulang costa,

cartilago costa, dan sternum. Costa terdiri dari 12 pasang tulang

rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut terbagi menjadi : 7 pasang

costa sejati, 3 pasang costa palsu, dan 2 pasang costa melayang.

Tulang-tulang tersebutlah yang melindungi cavum thorax dan

beberapa organ didalamnya.

Rongga ini dilapisi oleh tiga otot yang menyerupai dinding otot

abdomen. Ketiga otot tersebut yaitu ;

a. M. Intercostalis Externus

Otot ini berjalan mengisi rongga intercostalis dari vertebra

posterior sampai di perbatasan kostokondral di anerior, kemudian

otot ini terus berjalan ke depan sebagai membran yang tipis,

secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf V.

b. M. Intercostalis Internus

Otot ini berjalan mengisi rongga intecostalis dari sternum sampai

ke angulus costa kemudian berjalan ke belakang sebagai suatu

membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat

seperti huruf “A”.

Askep Trauma Dada 1

Page 2: Askep Trauma Dada

c. M. Intercostalis Intima (terdalam)

Nervus intercostal adalah rami anterior primer dari n. Segmentalis

torakalis. Hanya enam nervus teratas yang berjalan dalam rongga

intercostalis, sisanya masuk ke dalam dinding anterior abdomen.

Nervus intercostal berjalan melewati 11 costa, sedangkan costa

ke 12 dilewati oleh nervus subcosta. Adapun cabang-cabang

Nervus Intercostalis adalah :

1) Cabang kolateral yang menyuplai otot di rongga intercostalis

(juga disuplai oleh n. Intercostalis utama).

2) Cabang sensoris dari pleura (nervus atas) dan peritonium

(nervus bawah).

Yang merupakan perkecualian adalah :

a) Nervus Inercostalis ke-1 bergabung dengan pleksus

brakialis dan tidak memiliki cabang kutaneus anterior.

b) Nervus Intercostalis ke-2 bergabung dengan Nervus

Cutaneus medialis dilengan melalui cabang Nervus

Interkostobrakialis, oleh karena itu nervus ini menyuplai

kulit ketiak dan sisi medial lengan.

2. Paru-Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri

dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel

epitel dan endotel. Banyaknya alveoli ± 700.000.000 buah paru-paru

kiri dan kanan. Paru-paru di bagi 2, yaitu paru-paru kanan yang terdiri

dari 3 lobus yaitu : lobus pulmo dextra superior, lobus media dan

lobus inferior. Paru-paru kiri hanya terdiri dari 2 lobus karena

berbatasan langsung dengan organ jantung didalam rongga thorax.

Adapun kedua lobus tersebut yaitu : pulmo sinistra lobus superior dan

lobus inferior. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah

segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-

Askep Trauma Dada 2

Page 3: Askep Trauma Dada

paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus

superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dn 3 buah segmen

pada lobus inferior. Organ ini terletak pada rongga dada yang

menghadap ke tengah rongga dada. Paru-paru di bungkus oleh

selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu pleura

visceral dan pleura parietal (Martini, 2000).

Menurut Tambayong (2001), proses pernapasan dapat dibagi atas

empat kriteria yaitu :

a. Ventilasi pulmonal yang artinya masuk dan keluarnya udara dari

atmosfir ke bagian alveolus

b. Difusi Oksigen dan Karbondioksida yang masuk dari udara yang

masuk ke pembuluh darah disekitar alveoli

c. Transportasi oksigen dan karbondioksida oleh darah ke sel

d. Pengaturan Ventilasi.

Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan

karbondioksida yang terjadai di paru-paru. Oksigen di ambil melalui

mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk

melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam

kapiler pulmonal, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen

menembus membrane, dan diambil oleh sel darah merah di bawa ke

jantung  dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh. Ada 4 proses

yang berhubungan dengan pernafasan paru-paru :

a. Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara

dalam alveoli dengan udara luar.

b. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk

ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke

paru-paru.

Askep Trauma Dada 3

Page 4: Askep Trauma Dada

c. Distribusi arus udara dan arus darah dengan jumlah yang tepat

untuk di capai semua bagian.

d. Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler

karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

3. Jantung

Menurut Martini. (2001), jantung merupakan sebuah organ muskuler

berongga yang terdiri dari otot-otot. Otot jantung merupakan jaringan

istimewa karena jika dilihat dari bentuk dan susunannya sama

dengan otot serat lintang, dan cara kerjanya dipengaruhi oleh

susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.

Jantung terletak dirongga dada sebelah depan (cavum mediastinum

anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas

diafragma, dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara costa V

dan VI, dua jari dibawah papila mamae. Pada tempat ini teraba

adanya denyutan jantung yang disebut iktuscordis. Ukuran jantung +

sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250 – 300

gram. Organ ini tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan pembungkus

(Perycardium), lapisan otot (Myocardium), dan lapisan terdalam

(Endocardium) yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir

yang melapisi permukaan rongga jantung. Pada bagian dalam

jantung inilah terdapat 4 ruang / rongga, yaitu atrium kanan, atrium

kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Keempat ruang ini dihubungkan

dengan keberadaan katup Atrioventrikularis dan katup Semilunaris.

Curah jantung adalah volume darah yang disemprotkan oleh setiap

ventrikel setiap menit. Dua penentu curah jantung adalah kecepatan

denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume

darah yang dipompa per denyut). Pada keadaan normal (fisiologis)

jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri dan ventrikel kanan

sama besarnya bila tidak demikian maka akan terjadi penimbunan

darah di tempat tertentu, misalnya bila jumlah darah yang

Askep Trauma Dada 4

Page 5: Askep Trauma Dada

dipompakan ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri maka

jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kiri ke peredaran

darah sistemik sehingga terjadi penimbunan darah di paru-paru.

Jumlah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah

jantung dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel pada setiap kali

sistol disebut isi sekuncup. Secara normal pada setiap sistol ventrikel

tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel, hanya sebagian dari isi

ventrikel yang dikeluarkan. Curah jantung pada pria dewasa dalam

keadaan istirahat + 5 liter dan dapat turun atau naik pada berbagai

keadaan.

Preload adalah jumlah atau volume darah saat pengisian kembali ke

atrium kanan melewati vena cava superior dan vena cava inferior

sedangkan Afterload adalah jumlah atau volume darah dalam sekali

pompa oleh ventrikel kiri keseluruh tubuh.

B. PENGERTIAN TRAUMA DADA / THORAX

Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat

menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan

sebagainya (FKUI, 1995).

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding

thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh

benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura

paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam

maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan

(Suzanne & Smetzler, 2001).

Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ; Trauma

Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik

tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang

menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan

Askep Trauma Dada 5

Page 6: Askep Trauma Dada

bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi

atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan

paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik

seperti ; Haematothorax, Pneumothorax,  Tamponade Jantung, dan

sebagainya.

C. ETIOLOGI

1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada

2. Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan

3. Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran

balutan.

4. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga,

ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.

5. Tusukan paru dengan prosedur invasif.

6. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau

tertimpa benda berat.

7. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

8. Pukulan daerah thorax dan Fraktur tulang iga

9. Tindakan medis (operasi)

D. KLASIFIKASI

Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Trauma Tajam

a. Pneumothoraks terbuka

b. Hemothoraks

c. Trauma tracheobronkial

d. Contusio Paru

e. Ruptur diafragma

Askep Trauma Dada 6

Page 7: Askep Trauma Dada

f. Trauma Mediastinal

g. Trauma Tumpul

1) Tension pneumothoraks

2) Trauma tracheobronkhial

3) Flail Chest

4) Ruptur diafragma

5) Trauma mediastinal

6)   Fraktur kosta

E. PATOFISIOLOGI

Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk

kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya

menyebabkan memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika

mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard

jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan

perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas

jika kontusio terjadi pada paru-paru.

Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax

juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup

maupun terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail

Chest, yaitu suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai

kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi

karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua

atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang)

menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan

parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang

maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.

Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali

berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda

tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding

dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ

Askep Trauma Dada 7

Page 8: Askep Trauma Dada

yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan

perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama

akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga

thorax maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif

akan terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat

seperti Pneumothorax, penurunan ekspansi paru, gangguan difusi,

kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran proses

perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema 2.1.

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

4. Dyspnea, takipnea

5. Takikardi

6. Tekanan darah menurun.

7. Gelisah dan agitasi

8. Kemungkinan cyanosis.

9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

11. Ada jejas pada thorak

12. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi

vena leher

13. Bunyi muffle pada jantung

14. Perfusi jaringan tidak adekuat

15. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi

dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

Askep Trauma Dada 8

Page 9: Askep Trauma Dada

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola

dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,

kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air

bag dan lain lain. 

2. Radiologi : Foto Thorax (AP)

Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien

dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan

dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius

trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks. 

3. Gas Darah Arteri (GDA) dan pH

Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam

penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.

Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam

basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar

karbondioksida dalam darah.

Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama

pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang

dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri

radialis, A. brachialis, A. Femoralis.

Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH,

serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil

pemeriksaannya :

Nilai Normal Asidosis Alkaliosis

pH ( 7,35 s/d 7,45 ) Turun Naik

HCO3 (22 s/d 26) Turun Naik

PaCO2 (35 s/d 45) Naik Turun

BE (–2 s/d +2) Turun Naik

PaO2 ( 80 s/d 100 ) Turun NaikTabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif,

2007)

Askep Trauma Dada 9

Page 10: Askep Trauma Dada

Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan

diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat

dilakukan dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap

pemberian terapi / intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan

nilai AGD dan pH yang tidak normal baik Asidosis maupun Alkaliosis,

baik Respiratori maupun Metabolik. Dari pemantauan yang dilakukan

dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat diketahui

ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau belum / tidak

terkompensasi.

Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang

menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.

Jenis Gangguan Asam Basa PH Total CO2 PCO2

Asidosis respiratorik tidak

terkonpensasiRendah Tinggi Tinggi

Alkalosis respiratorik tidak

terkonfensasiTinggi Rendah Rendah

Asidosis metabolic tidak

terkonfensasiRendah Rendah Normal

Alkalosis metabolic tidak

terkonfensasiTinggi Tinggi Rendah

Asidosis respiratorik

kompensasi alkalosis

metabolic

Normal Tinggi Normal

Alkalosis respiratorik

kompensasi asidosis metabolicNormal Rendah Normal

Asidosis metabolic kompensasi

alkalosis respiratorikNormal Rendah Rendah

Alkalosis metabolic

kompensasi asidosis

respiratorik

Normal Tinggi Tinggi

Tabel 2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)

Askep Trauma Dada 10

Page 11: Askep Trauma Dada

 

4. CT-Scan

Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul

toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.

Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis

dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum

pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan

ini sebelum dilakukan Aortografi.

5. Ekhokardiografi

Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam

menegakkan diagnose adanya kelainan pada jantung dan

esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi,

adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub

jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh

seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya

hampir 96%.

6. EKG (Elektrokardiografi)

Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi

akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.

Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan

konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan

adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,

gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan

seperti kontusi jantung.

7. Angiografi

Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan

adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks. 

a. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

b. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan

kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

 

Askep Trauma Dada 11

Page 12: Askep Trauma Dada

H. PENATALAKSANAAN

1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama

Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun

di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya

harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan

memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.

Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan

masing-masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi penting

dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui

dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar

maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan

memperhatikan :

a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)

Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan

pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan

dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan

jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,

sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan

menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat

dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan

berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,

biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka

lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah

satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas

oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang

dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula

(Jaw Thrust Manuver).

Askep Trauma Dada 12

Page 13: Askep Trauma Dada

b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas

(Breathing)

Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik

melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan

merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),

biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu

waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang

ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan

metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.

c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)

Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi

jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi

perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami

kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus

akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi

fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai

pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan

perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari

penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga

prosedur operatif.

Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada

penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan

sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir

kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.

d. Tindakan Kolaboratif

Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis

dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien

yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa

diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi

cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium

Askep Trauma Dada 13

Page 14: Askep Trauma Dada

darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat

darurat.

2. Konservatif

a. Pemberian Analgetik

Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan

kelanjutan dari pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap

akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan

penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari

terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya

pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ

jantung.

b. Pemasangan Plak / Plester

Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan

perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari

masuknya mikroorganisme pathogen.

c. Jika Perlu Antibiotika

Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan

dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan

keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad

spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x

sehari.

d. Fisiotherapy

Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif

jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan

fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program

pengobatan konservatif.

Askep Trauma Dada 14

Page 15: Askep Trauma Dada

3. Invasif / Operatif

a. WSD (Water Seal Drainage)

WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk

mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,

rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa

penghubung.

1) Indikasi

a) Pneumothoraks

Spontan > 20% oleh karena rupture bleb

Luka tusuk tembus

Klem dada yang terlalu lama

Kerusakan selang dada pada sistem drainase

b) Hemothoraks

Robekan pleura

Kelebihan antikoagulan

Pasca bedah thoraks

c) Thorakotomy

Lobektomy

Pneumoktomy

d) Efusi pleura

Penyakit paru serius

Kondisi inflamasi

e) Emfiema

2) Tujuan

i. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura

dan rongga thorak

ii. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura

iii. Mengembangkan kembali paru yang kolaps dan

mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga

dada.

Askep Trauma Dada 15

Page 16: Askep Trauma Dada

3) Tempat / Area Pemasangan WSD

Bagian apex paru (apical)

Anterolateral interkosta ke 1-2

Fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

4) Jenis-jenis WSD

i. WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan

pada pasien simple pneumothoraks

Terdiri dari botol dengan penutup segel yang

mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan

1 lagi masuk ke dalam botol

Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung

selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya

udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps

paru

Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka

untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar

Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan

gravitasi.

Undulasi pada selang cairan mengikuti irama

pernafasan :

- Inspirasi akan meningkat

- Ekpirasi menurun

.

Askep Trauma Dada 16

Page 17: Askep Trauma Dada

ii. WSD dengan sistem 2 botol

Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan

drainage dan botol ke-2 botol water seal

Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang

awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek

pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2

yang berisi water seal.

Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1

dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal

botol 2.

Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara

dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD

dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk

ke WSD.

Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,

hemopneumothoraks, efusi peural.

iii. WSD dengan sistem 3 botol

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk

mengontrol jumlah hisapan yang digunakan.

Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah

air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada

kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air

botol WSD.

Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan

yang ditambahkan.

Botol ke-3 mempunyai 3 selang :

- Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan

tube pada botol ke dua.

- Tube pendek lain dihubungkan dengan suction.

- Tube di tengah yang panjang sampai di batas

permukaan air dan terbuka ke atmosfer

Askep Trauma Dada 17

Page 18: Askep Trauma Dada

5) Komplikasi Pemasangan WSD

a) Komplikasi primer : perdarahan, edema paru,

tension pneumothoraks, atrial

aritmia

b) Komplikasi sekunder : infeksi, emfisema

b. Ventilator

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu

sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan

oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan

negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan

pemberian oksigen dalam waktu yang lama. ( Brunner dan

Suddarth, 1996).

1) Klasifikasi

Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat

tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah

ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.

a) Ventilator Tekanan Negatif

Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif

pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan

intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara

mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi

volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada

gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi

neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular,

sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis.

Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil

atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan

ventilasi sering.

Askep Trauma Dada 18

Page 19: Askep Trauma Dada

b) Ventilator Tekanan Positif

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru

dengan mengeluarkan tekanan positif  pada jalan nafas

dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang

selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan

intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara

luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.

Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan

bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.

Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan

positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset

telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup

mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang

telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus

mati. Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya

untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan. Ventilator

waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri atau

mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume

udara yang diterima klien diatur oleh kepanjangan

inspirasi dan frekuensi  aliran udara .

Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.

Ventilator volume bersiklus yaitu ventilator yang

mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang

telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada

klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara

pasif. Ventilator  volume bersiklus sejauh ini adalah

ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.

Askep Trauma Dada 19

Page 20: Askep Trauma Dada

2) Gambaran ventilasi mekanik yang ideal adalah :

a) Sederhana, mudah dan murah

b) Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan

frekuensi nafas hingga 60x/menit dan dapat diatur ratio

I/E.

c) Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai

alat penunjang pernafasan yang lain.

d) Dapat dirangkai dengan PEEP

e) Dapat memonitor tekanan , volume inhalasi, volume

ekshalasi, volume tidal, frekuensi nafas, dan konsentrasi

oksigen inhalasi

f) Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan

obat didalamnya

g) Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support

h) Mudah membersihkan dan mensterilkannya.

3) Indikasi Klinik

a) Kegagalan Ventilasi

Neuromuscular Disease

Central Nervous System disease

Depresi system saraf pusat

Musculosceletal disease

Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi

b) Kegagalan Pertukaras Gas

Gagal nafas akut

Gagal nafas kronik

Gagal jantung kiri

Penyakit paru-gangguan difusi

Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

Askep Trauma Dada 20

Page 21: Askep Trauma Dada

4) Peran Perawat

Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien

dan fungsi ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat

mengevaluasi hal – hal berikut :

a) Tanda-tanda vital

b) Bukti adanya hipoksia

c) Frekuensi dan pola pernafasan

d) Bunyi nafas

e) Status neurologis

f) Volume tidal, ventilasi semenit, kapasitas vital kuat

g) Kebutuhan pengisapan

h) Upaya ventilasi spontan klien

i) Status nutrisi

j) Status psikologis

5) Evaluasi

Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang

diberikan antara lain :

a) Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri,

tekanan arteri pulmonal dan tanda-tanda vital yang

adekuat.

b) Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi

lendir yang minimal.

c) Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan

suhu tubuh dan jumlah sel darah putih.

d) Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.

e) Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak

tubuh atau alat komunikasi lainnya.

f) Dapat mengatasi masalah secara efektif

Askep Trauma Dada 21