Askep Trauma Thoraks
-
Upload
fuzy-brengoz -
Category
Documents
-
view
39 -
download
12
description
Transcript of Askep Trauma Thoraks
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA THORAKS
A. Tinjauan teori trauma thoraks
Trauma toraks mencakup area anatomis leher dan toraks serta dapat
menyebabkan kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem
pencernaan. Menurut salah satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada
trauma toraks mencapai 10%. Akan tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan
1/4 jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma.
1. Klasifikasi trauma thoraks
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan
tumpul
a. Trauma tembus (tajam).
- Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab
trauma
- Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
- Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
b. Trauma tumpul
- Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
- Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast
injuries.
- Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
- Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
2. Mekanisme trauma thoraks
a. Akselerasi
- Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma.
Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi)
sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung
pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma
tersebut.
- Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan
dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk
peluru.
b. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma.
Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang
mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak
dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga
tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
c. Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan
pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau
atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat
terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-
nya.
d. Blast injury
- Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung
dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
- Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang
energi.
3. Faktor lain yang mempengaruhi trauma
a. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan
tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma.
Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat
dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau
sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang
kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
b. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita
kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah
pre-kordial.
c. Arah trauma
- Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan
dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
- Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma
pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat
pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari
sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit
diperkirakan
4. Beberapa Trauma dada yang berbahaya dan mengancam hidup
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya
dan mematikan bila tidak dikenali dan di tatalaksana dengan segera:
a. Trauma pada dinding dada
1) Fraktur iga
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang
diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang
mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang
sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.
Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena)
Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra
abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau
spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII
Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas
dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur
pada iga I-III atau fraktur klavikula.
a) Penatalaksanaan
Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif
(analgetika).
Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru,
hematotoraks, pneumotoraks).
Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit
pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks
lain, adalah:
- Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
- Bronchial toilet
- Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
- Cek Foto Ro berkala
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai
penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.),
ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara
langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang
adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala),
sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi. Komplikasi
tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang
umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.
2) Fraktur klavikula
- Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau
disertai trauma toraks, atau disertai trauma pada sendi bahu ).
- Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian
tengah (1/3 tengah).
- Deformitas, nyeri pada lokasi taruma
- Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
a) Penatalaksanaan
Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu.
Pemberian analgetika.
Operatif : fiksasi internal
b) Komplikasi
Timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan
pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
3) Fraktur sternum
- Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya
terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
- Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang
cukup besar
- Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
- Sering disertai fraktur Iga.
- Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius,
seperti: kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
a) Tanda dan gejala
Nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis
fraktur, atau gambaran sternum yang tumpang tindih.
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya
perubahan EKG (tanda trauma jantung).
b) Penatalaksanaan
Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan
pemberian analgetika dan observasi tanda2 adanya laserasi atau
kontusio jantung
Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan
tindakan operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal
wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau
struktur di mediastinum.
4) Dislokasi sendi sternoklavikula
- Kasus jarang
- Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula"
(sendi sternoklavikula) menonjol kedepan
- Posterior : sendi tertekan kedalam
- Pengobatan : reposisi
5) Flail chest
a) Definisi
Fail chest adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab
adanya fraktur iga multipel berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis
fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya. Akibatnya adalah:
terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari
gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan
bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.
b) Karakteristik
Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat
inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat pada pasien dalam ventilator
Menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,
ekstremitas)
c) Komplikasi
Komplikasi utama fail chest adalah gagal napas, sebagai akibat
adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh
edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak
dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara
eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada,
oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara
keseluruhan.
d) Penatalaksanaan
Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-
tanda kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas
yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan
takipneu,
Pain control
Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi
internal melalui operasi)
Bronchial toilet
Fisioterapi agresif
Tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
- Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth:
hematotoraks masif, dsb)
- Gagal/sulit weaning ventilator
- Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
- Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
- Menghindari cacat permanen
- Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga
tidak didapatkan lagi area "flail"
b. Trauma Pada Pleura Dan Paru
1) Pneumothoraks
- Pneumothoraks adanya udara yang terperangkap di rongga pleura.
- Pneumotoraks akan meningkatkan tekanan negatif intrapleura
sehingga mengganggu proses pengembangan paru.
- Terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks.
- Dapat pula terjadi karena perlukaan pleura viseral (barotrauma), atau
perlukaan pleura mediastinal (trauma trakheobronkhial)
- Diklasifikasikan menjadi 3 : simpel, tension, open
a) Pneumothoraks Simpel
Pneumothoraks Simpel Adalah pneumothoraks yang tidak disertai
peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri-ciri pneumothoraks simpel
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi),
pengembangan dada
Penatalaksanaan: WSD
b) Pneumothoraks Tension
Pneumothoraks tension adalah pneumotoraks yang disertai
peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin
bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan
mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).
Ciri- ciri pneumothoraks tension
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga
terjadi : kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan
mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea → venous return
↓ → hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan
cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis &
dinamisMerupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
Dekompresi segera: large-bore needle insertion
(sela iga II, linea mid-klavikula)
WSD
c) Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga
udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah.
Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
- Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan
mekanisme ventil)
- Pasang WSD dahulu baru tutup luka
- Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau
organ intra toraks lain.
- Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
2) Hematothoraks (Hemothoraks)
a) Defini hematothoraks (hemathoraks
Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada dada.
b) Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat
menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok
berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang
nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam
rongga toraks.
c) Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya
perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya
tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan
d) Pemeriksaan
• Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
• Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
• Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
e) Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)
Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD
< 4 jam setelah kejadian trauma.
Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila
produksi WSD:
≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam
f) Penatalaksanaan
Tujuan: Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya dan
penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan
sirkulasi.
Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi
cito (eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan
3) Kontusio Paru
a) Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks
b) Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan
edema parenkim
c) Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi
→ lung compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hipoksia
& work of breathing ↑
d) Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam
setelah trauma
e) Penatalaksanaan
Tujuan:
Mempertahankan oksigenasi
Mencegah/mengurangi edema
f) Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2,
pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif.
4) Laserasi Paru
a) Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma
tumpul keras yang disertai fraktur iga.
b) Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
c) Penatalaksanaan umum : WSD
d) Indikasi operasi
Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya
robekan paru
Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas
c. Ruptur Diafragma
1) Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.
2) Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke
diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan
tersebut.
3) Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah
toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai
organ-organ lain (intratoraks ata intraabdominal).
4) Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral)
5) Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma
kanan
6) Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks
7) Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
8) Diagnostik
Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah
Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum
kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)
CT scan toraks
9) Penatalaksanaan
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
d. TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma
tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau
efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
e. TRAUMA JANTUNG
Kecurigaan trauma jantung :
Trauma tumpul di daerah anterior
Fraktur pada sternum
Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga
II kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
- Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB /
Troponin T)
- Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour
pada mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
- Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Penatalaksanaan
- Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency
- Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan
indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi.
- Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan
dengan observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya
aneurisma ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.
5. Penatalaksanaan Trauma Toraks
a. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan
pasien trauma secara umum (primary survey - secondary survey)
b. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah:
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis
dan terapi secara konsekutif (berturutan)
c. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa
dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood
examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan
pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
d. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis
akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa
dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
e. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan
fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan
trauma.
f. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan
oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma
Life Support).
g. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary
survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian
spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang
memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
B. Asuhan Keperawatan
1. pengkajian
Data yang harus dikaji pada pasien yang mengalami trauma dada sangat
tergantung pada jenis dari taruma dada. Gejala yang biasa didapatkan pada masing-
masind trauma dada adalah sebagai berikut :
a. Pneumothoraks tertutup
Nyeri dada tajam pada sisi yang sakit
Dyspnea
Gerakan dada asimetri
Agitasi
Penetrating wound to the chest
Chest pain
Tachycardia
Diaphoresis
Hipotensi
Sucking sound on inspiration
↓/(-)suara nafas pada area injury
b. Tension pneumothoraks
Tracheal deviasi
Hipoksia
Dyspne hebat
Takikardi
Agitasi
Air hunger
Diaporesis
Penggunaan otot aksesoris
Gerakan dada asimetris
Subcutaneous emphysema di leher & dada
Nyeri hebat saat nafas
Distensi vena jugularis
Hipotensi
Suara nafas ↓ / (-)
Hyperresonan pada perkusi
Cyanosis
c. Hemotoraks
Pekak dengan perkusi diatas sisi yang sakit
Gejala lain sama seperti Pneumothoraks tertutup
d. Pneumothoraks terbuka
Gejala sama seperti Pneumothoraks tertutup
e. Fail chest
Sianosis
Gerakan dinding dada paradoksimal (gerakan ke arah dalam pada dinding
dada yang sakit sewaktu inspirasi dan gerakan ke arah luar sewaktu
ekspirasi)
f. Fraktur tulang iga
Nyeri tekan dan ekimosis di atas sisi yang sakit
Krepitasi
Nyeri dada pada pernafasan
Luka dan memar pada dada
g. Kontusia paru
Dispnea dan takipnea
Luka dan memar pada dada
Batuk mengeluarkan sputum dengan bercak darah
Nyeri dada pleuritik (sakit dada pada saat bernafas dalam)
takikardia
h. Kontusio jantung
Nyeri dada
Luka dan memar pada dada
Denyut jantung tidak teratur dan takikardia, dengan tekanan darah rendah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya pertukaran gas/oksigen berhubungan
dengan kerusakan jalan nafas.
b. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan
hilangnya fungsi jalan nafas.
c. Nyeri acut berhubungan dengan trauma dada
d. Risiko tinggi infeksi
3. Perencanaan
a. Tidak efektifnya pertukaran gas/oksigen berhubungan
dengan kerusakan jalan nafas.
Tujuan : Oksigenasi jaringan adekuat
Kriteria Hasil
- Tidak ada tanda-tanda sianosis
- Frekuensi nafas 12 - 24 x/mnt
- SP O2 > 95
Intervensi :
- Kaji airway, breathing, circulasi.
- Kaji tanda-tanda distress nafas, bunyi, frekuensi, irama, kedalaman
nafas.
- Monitor tanda-tanda hypoxia(agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)
- Monitor hasil laboratorium, AGD, kadar oksihemoglobin, hasil
oximetri nadi
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan endotracheal tube
atau tracheostomi tube bila diperlukan.
- Kolabolarasi dengan tim medis untuk pemasangan ventilator bila
diperlukan.
- Kolaborasi dengan tim medis untuik pemberian inhalasi terapi bila
diperlukan
b. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan
hilangnya fungsi jalan nafas.
Tujuan : Pasien dapat
mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi
(-)
Kriteria Hasil
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan
nafas
Intervensi
- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Rasional : penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat
meningkatkan usaha dalam bernafas
- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan
fremitus
Rasional : Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi
cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
- Catat karakteristik dari suara nafas
Rasional : Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati
batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau
sumbatan lain dari saluran nafas
- Catat karakteristik dari batuk
Rasional : Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada
penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam
jumlah yang banyak, tebal dan purulent
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas
tambahan bila perlu
Rasional : Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan
lakukan suction bila ada indikasi
Rasional : Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi
perkembangan atelektasis dan infeksi paru
- Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Rasional : Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai
indikasi
Rasional : Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Rasional : Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan
sekret
- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada indikasi
Rasional : Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot pernafasan
- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
Rasional : Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan
viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
c. Nyeri acut berhubungan dengan trauma dada
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil
Pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80-
84 x/menit, pasien tidak meringgis, skala nyeri ringan (1-3)
Intervensi :
- Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal
dan non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
- Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah
meningkat, nadi, pernafasan meningkat
- Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
- Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk
mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga
nmengurangi penekanan dan nyeri.
- Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan
menimbulkan penghilangan nyeri.
d. Risiko tinggi infeksi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak ada, WBC (4,00-11,00 k/ul),
bebas eritema dan demam.
Intervensi
- Gunakan tehnik aseptik pada semua prosedur perawatan dan rawat
luka dengan tehnik streril
Rasional : mikroorganisme bisa masuk pada setiap prosedur yang
dilakukan
- Observasi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, fungsio lasea
Rasional : infeksi atau tidak sehingga dapat memberikan tindakan
yang cepat dan tepat
- Observasi tanda-tanda vital
Rasional : dengan adanya infeksi dapat terjadi sepsis
- Delegatif dalam pemberian obat antibiotika
Rasional : antibiotika dapat membunuh kuman penyebab infeksi
- kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
- Rasional : mengetahui secara dini adanya infeksi di dalam tubuh
4. Evaluasi
a. Oksigenasi jaringan adekuat
b. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
dan ronchi (-)
c. Nyeri berkurang
d. Tidak terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
2. Carpenito, L.J., (2006) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
3. Doengoes, M.E., (1998), Dokumentasi & Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
4. www.universityaircare.org
5. www.emedicine.com
6. www-cdu.dc.med.unipi.it/ECTC/indexectc.htm