Askep Trauma Thoraks

40
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA THORAKS A. Tinjauan teori trauma thoraks Trauma toraks mencakup area anatomis leher dan toraks serta dapat menyebabkan kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem pencernaan. Menurut salah satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada trauma toraks mencapai 10%. Akan tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan 1/4 jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma. 1. Klasifikasi trauma thoraks Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan tumpul a. Trauma tembus (tajam). - Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma - Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru - Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi b. Trauma tumpul

description

kasehatan

Transcript of Askep Trauma Thoraks

Page 1: Askep Trauma Thoraks

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA THORAKS

A. Tinjauan teori trauma thoraks

Trauma toraks mencakup area anatomis leher dan toraks serta dapat

menyebabkan kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem

pencernaan. Menurut salah satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada

trauma toraks mencapai 10%. Akan tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan

1/4 jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma.

1. Klasifikasi trauma thoraks

Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan

tumpul

a. Trauma tembus (tajam).

- Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab

trauma

- Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru

- Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi

b. Trauma tumpul

- Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.

- Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast

injuries.

- Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.

- Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi

Page 2: Askep Trauma Thoraks

2. Mekanisme trauma thoraks

a. Akselerasi

- Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma.

Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi)

sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung

pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma

tersebut.

- Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;

penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high

velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan

dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk

peluru.

b. Deselerasi

Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya

terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma.

Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang

mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak

dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga

tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.

c. Torsio dan rotasi

Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya

deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan

pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau

atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat

Page 3: Askep Trauma Thoraks

terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-

nya.

d. Blast injury

- Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung

dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.

- Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang

energi.

3. Faktor lain yang mempengaruhi trauma

a. Sifat jaringan tubuh

Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan

tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma.

Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat

dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau

sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang

kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.

b. Lokasi

Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita

kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah

pre-kordial.

c. Arah trauma

- Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan

dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.

- Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma

pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat

Page 4: Askep Trauma Thoraks

pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari

sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit

diperkirakan

4. Beberapa Trauma dada yang berbahaya dan mengancam hidup

Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya

dan mematikan bila tidak dikenali dan di tatalaksana dengan segera:

a. Trauma pada dinding dada

1) Fraktur iga

Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang

diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang

mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang

sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.

Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena)

Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra

abdomen.

Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau

spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII

Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas

dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur

pada iga I-III atau fraktur klavikula.

a) Penatalaksanaan

Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif

(analgetika).

Page 5: Askep Trauma Thoraks

Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru,

hematotoraks, pneumotoraks).

Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit

pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks

lain, adalah:

- Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)

- Bronchial toilet

- Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah

- Cek Foto Ro berkala

Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai

penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.),

ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara

langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang

adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala),

sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi. Komplikasi

tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang

umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.

2) Fraktur klavikula

- Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau

disertai trauma toraks, atau disertai trauma pada sendi bahu ).

- Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian

tengah (1/3 tengah).

- Deformitas, nyeri pada lokasi taruma

- Foto Rontgen tampak fraktur klavikula

Page 6: Askep Trauma Thoraks

a) Penatalaksanaan

Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu.

Pemberian analgetika.

Operatif : fiksasi internal

b) Komplikasi

Timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan

pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia.

3) Fraktur sternum

- Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya

terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.

- Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang

cukup besar

- Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum

- Sering disertai fraktur Iga.

- Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius,

seperti: kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.

a) Tanda dan gejala

Nyeri terutama di area sternum, krepitasi

Pemeriksaan

Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis

fraktur, atau gambaran sternum yang tumpang tindih.

Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya

perubahan EKG (tanda trauma jantung).

Page 7: Askep Trauma Thoraks

b) Penatalaksanaan

Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan

pemberian analgetika dan observasi tanda2 adanya laserasi atau

kontusio jantung

Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan

tindakan operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal

wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau

struktur di mediastinum.

4) Dislokasi sendi sternoklavikula

- Kasus jarang

- Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula"

(sendi sternoklavikula) menonjol kedepan

- Posterior : sendi tertekan kedalam

- Pengobatan : reposisi

5) Flail chest

a) Definisi

Fail chest adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab

adanya fraktur iga multipel berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis

fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya. Akibatnya adalah:

terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari

gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan

bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.

Page 8: Askep Trauma Thoraks

b) Karakteristik

Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat

inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat pada pasien dalam ventilator

Menunjukkan trauma hebat

Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,

ekstremitas)

c) Komplikasi

Komplikasi utama fail chest adalah gagal napas, sebagai akibat

adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh

edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak

dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara

eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada,

oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara

keseluruhan.

d) Penatalaksanaan

Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-

tanda kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas

yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan

takipneu,

Pain control

Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi

internal melalui operasi)

Bronchial toilet

Page 9: Askep Trauma Thoraks

Fisioterapi agresif

Tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet

Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:

- Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth:

hematotoraks masif, dsb)

- Gagal/sulit weaning ventilator

- Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)

- Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)

- Menghindari cacat permanen

- Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga

tidak didapatkan lagi area "flail"

b. Trauma Pada Pleura Dan Paru

1) Pneumothoraks

- Pneumothoraks adanya udara yang terperangkap di rongga pleura.

- Pneumotoraks akan meningkatkan tekanan negatif intrapleura

sehingga mengganggu proses pengembangan paru.

- Terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks.

- Dapat pula terjadi karena perlukaan pleura viseral (barotrauma), atau

perlukaan pleura mediastinal (trauma trakheobronkhial)

- Diklasifikasikan menjadi 3 : simpel, tension, open

a) Pneumothoraks Simpel

Pneumothoraks Simpel Adalah pneumothoraks yang tidak disertai

peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.

Page 10: Askep Trauma Thoraks

Ciri-ciri pneumothoraks simpel

Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)

Tidak ada mediastinal shift

PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi),

pengembangan dada

Penatalaksanaan: WSD

b) Pneumothoraks Tension

Pneumothoraks tension adalah pneumotoraks yang disertai

peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin

bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan

mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak

dapat keluar).

Ciri- ciri pneumothoraks tension

Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga

terjadi : kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan

mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea → venous return

↓ → hipotensi & respiratory distress berat.

Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan

cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis &

dinamisMerupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro

Penatalaksanaan:

Dekompresi segera: large-bore needle insertion

(sela iga II, linea mid-klavikula)

Page 11: Askep Trauma Thoraks

WSD

c) Open Pneumothorax

Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga

udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah.

Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.

Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.

Penatalaksanaan:

- Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan

mekanisme ventil)

- Pasang WSD dahulu baru tutup luka

- Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau

organ intra toraks lain.

- Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)

2) Hematothoraks (Hemothoraks)

a) Defini hematothoraks (hemathoraks

Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau

tembus pada dada.

b) Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.

mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat

menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok

berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang

nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam

rongga toraks.

Page 12: Askep Trauma Thoraks

c) Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya

perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya

tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan

d) Pemeriksaan

• Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)

• Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru

• Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks

e) Indikasi Operasi

Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)

Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD

< 4 jam setelah kejadian trauma.

Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut

Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut

Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam

Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila

produksi WSD:

≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut

≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut

≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam

f) Penatalaksanaan

Tujuan: Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya dan

penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan

sirkulasi.

Page 13: Askep Trauma Thoraks

Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi

cito (eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan

3) Kontusio Paru

a) Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks

b) Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan

edema parenkim

c) Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi

→ lung compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hipoksia

& work of breathing ↑

d) Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)

Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam

setelah trauma

e) Penatalaksanaan

Tujuan:

Mempertahankan oksigenasi

Mencegah/mengurangi edema

f) Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2,

pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif.

4) Laserasi Paru

a) Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma

tumpul keras yang disertai fraktur iga.

b) Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks

c) Penatalaksanaan umum : WSD

Page 14: Askep Trauma Thoraks

d) Indikasi operasi

Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)

Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya

robekan paru

Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas

c. Ruptur Diafragma

1) Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma

tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.

2) Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan

peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke

diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan

tersebut.

3) Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah

toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai

organ-organ lain (intratoraks ata intraabdominal).

4) Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral)

5) Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma

kanan

6) Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks

7) Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial

8) Diagnostik

Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen

Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah

Page 15: Askep Trauma Thoraks

Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum

kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)

CT scan toraks

9) Penatalaksanaan

Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)

d. TRAUMA ESOFAGUS

Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma

tajam/tembus.

Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau

efusi pleura

Diagnostik: Esofagografi

Tindakan: Torakotomi eksplorasi

e. TRAUMA JANTUNG

Kecurigaan trauma jantung :

Trauma tumpul di daerah anterior

Fraktur pada sternum

Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga

II kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)

Diagnostik

- Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB /

Troponin T)

- Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour

pada mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium

- Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade

Page 16: Askep Trauma Thoraks

Penatalaksanaan

- Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi

dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency

- Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan

indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi.

- Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan

dengan observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade

Komplikasi

Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya

aneurisma ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.

5. Penatalaksanaan Trauma Toraks

a. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan

pasien trauma secara umum (primary survey - secondary survey)

b. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah:

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis

dan terapi secara konsekutif (berturutan)

c. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa

dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood

examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan

pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.

d. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis

akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa

dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.

Page 17: Askep Trauma Thoraks

e. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan

fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan

trauma.

f. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan

oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma

Life Support).

g. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary

survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian

spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang

memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.

B. Asuhan Keperawatan

1. pengkajian

Data yang harus dikaji pada pasien yang mengalami trauma dada sangat

tergantung pada jenis dari taruma dada. Gejala yang biasa didapatkan pada masing-

masind trauma dada adalah sebagai berikut :

a. Pneumothoraks tertutup

Nyeri dada tajam pada sisi yang sakit

Dyspnea

Gerakan dada asimetri

Agitasi

Penetrating wound to the chest

Chest pain

Tachycardia

Page 18: Askep Trauma Thoraks

Diaphoresis

Hipotensi

Sucking sound on inspiration

↓/(-)suara nafas pada area injury

b. Tension pneumothoraks

Tracheal deviasi

Hipoksia

Dyspne hebat

Takikardi

Agitasi

Air hunger

Diaporesis

Penggunaan otot aksesoris

Gerakan dada asimetris

Subcutaneous emphysema di leher & dada

Nyeri hebat saat nafas

Distensi vena jugularis

Hipotensi

Suara nafas ↓ / (-)

Hyperresonan pada perkusi

Cyanosis

c. Hemotoraks

Pekak dengan perkusi diatas sisi yang sakit

Gejala lain sama seperti Pneumothoraks tertutup

Page 19: Askep Trauma Thoraks

d. Pneumothoraks terbuka

Gejala sama seperti Pneumothoraks tertutup

e. Fail chest

Sianosis

Gerakan dinding dada paradoksimal (gerakan ke arah dalam pada dinding

dada yang sakit sewaktu inspirasi dan gerakan ke arah luar sewaktu

ekspirasi)

f. Fraktur tulang iga

Nyeri tekan dan ekimosis di atas sisi yang sakit

Krepitasi

Nyeri dada pada pernafasan

Luka dan memar pada dada

g. Kontusia paru

Dispnea dan takipnea

Luka dan memar pada dada

Batuk mengeluarkan sputum dengan bercak darah

Nyeri dada pleuritik (sakit dada pada saat bernafas dalam)

takikardia

h. Kontusio jantung

Nyeri dada

Luka dan memar pada dada

Denyut jantung tidak teratur dan takikardia, dengan tekanan darah rendah

2. Diagnosa Keperawatan

Page 20: Askep Trauma Thoraks

a. Tidak efektifnya pertukaran gas/oksigen berhubungan

dengan kerusakan jalan nafas.

b. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan

hilangnya fungsi jalan nafas.

c. Nyeri acut berhubungan dengan trauma dada

d. Risiko tinggi infeksi

3. Perencanaan

a. Tidak efektifnya pertukaran gas/oksigen berhubungan

dengan kerusakan jalan nafas.

Tujuan : Oksigenasi jaringan adekuat

Kriteria Hasil

- Tidak ada tanda-tanda sianosis

- Frekuensi nafas 12 - 24 x/mnt

- SP O2 > 95

Intervensi :

- Kaji airway, breathing, circulasi.

- Kaji tanda-tanda distress nafas, bunyi, frekuensi, irama, kedalaman

nafas.

- Monitor tanda-tanda hypoxia(agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)

- Monitor hasil laboratorium, AGD, kadar oksihemoglobin, hasil

oximetri nadi

- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan endotracheal tube

atau tracheostomi tube bila diperlukan.

Page 21: Askep Trauma Thoraks

- Kolabolarasi dengan tim medis untuk pemasangan ventilator bila

diperlukan.

- Kolaborasi dengan tim medis untuik pemberian inhalasi terapi bila

diperlukan

b. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan

hilangnya fungsi jalan nafas.

Tujuan : Pasien dapat

mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi

(-)

Kriteria Hasil

- Pasien bebas dari dispneu

- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan

nafas

Intervensi

- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya

Rasional : penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat

meningkatkan usaha dalam bernafas

- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan

fremitus

Rasional : Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi

cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus

- Catat karakteristik dari suara nafas

Rasional : Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati

Page 22: Askep Trauma Thoraks

batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau

sumbatan lain dari saluran nafas

- Catat karakteristik dari batuk

Rasional : Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada

penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam

jumlah yang banyak, tebal dan purulent

- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas

tambahan bila perlu

Rasional : Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten

- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan

lakukan suction bila ada indikasi

Rasional : Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi

perkembangan atelektasis dan infeksi paru

- Peningkatan oral intake jika memungkinkan

Rasional : Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum

Kolaboratif

- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai

indikasi

Rasional : Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen

- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi

Rasional : Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan

sekret

- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi

dada/vibrasi jika ada indikasi

Page 23: Askep Trauma Thoraks

Rasional : Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi

penggunaan otot-otot pernafasan

- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik

Rasional : Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan

viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi

c. Nyeri acut berhubungan dengan trauma dada

Tujuan : nyeri berkurang

Kriteria hasil

Pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80-

84 x/menit, pasien tidak meringgis, skala nyeri ringan (1-3)

Intervensi :

- Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal

dan non verbal setiap 6 jam

Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.

- Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam

Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah

meningkat, nadi, pernafasan meningkat

- Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)

Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri

- Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk

mengulangi bila merasa nyeri

Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga

nmengurangi penekanan dan nyeri.

- Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman

Page 24: Askep Trauma Thoraks

Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.

- Kolaborasi dalam pemberian analgetika.

Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan

menimbulkan penghilangan nyeri.

d. Risiko tinggi infeksi

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak ada, WBC (4,00-11,00 k/ul),

bebas eritema dan demam.

Intervensi

- Gunakan tehnik aseptik pada semua prosedur perawatan dan rawat

luka dengan tehnik streril

Rasional : mikroorganisme bisa masuk pada setiap prosedur yang

dilakukan

- Observasi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, fungsio lasea

Rasional : infeksi atau tidak sehingga dapat memberikan tindakan

yang cepat dan tepat

- Observasi tanda-tanda vital

Rasional : dengan adanya infeksi dapat terjadi sepsis

- Delegatif dalam pemberian obat antibiotika

Rasional : antibiotika dapat membunuh kuman penyebab infeksi

- kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium

- Rasional : mengetahui secara dini adanya infeksi di dalam tubuh

4. Evaluasi

a. Oksigenasi jaringan adekuat

Page 25: Askep Trauma Thoraks

b. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih

dan ronchi (-)

c. Nyeri berkurang

d. Tidak terjadi infeksi

Page 26: Askep Trauma Thoraks

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,

Jakarta.

2. Carpenito, L.J., (2006) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

3. Doengoes, M.E., (1998), Dokumentasi & Rencana Asuhan Keperawatan

Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

4. www.universityaircare.org

5. www.emedicine.com

6. www-cdu.dc.med.unipi.it/ECTC/indexectc.htm