Referat Trauma Thoraks Yang Baru

47
1 BAB I PENDAHULUAN Rongga thorak dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga thorak dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting thorak selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae, esofagus, trakhea, dll.). Thoracic inlet merupakan “pintu masuk” rongga thorak yang disusun oleh: permukaan ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi vertebra torakal II. Batas bawah rongga thorak atau thoracic outlet (pintu keluar thorak) adalah area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh processus xiphoideus. Diafragma sebagai pembatas rongga thorak dan rongga abdomen, memiliki bentuk seperti kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen sebenarnya terletak di dalam “area” thorak.

description

thorax

Transcript of Referat Trauma Thoraks Yang Baru

Page 1: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

1

BAB I

PENDAHULUAN

Rongga thorak dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga thorak dapat

dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum.

Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum

terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting

thorak selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae, esofagus,

trakhea, dll.).

Thoracic inlet merupakan “pintu masuk” rongga thorak yang disusun oleh: permukaan

ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta

manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior

terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi

vertebra torakal II. Batas bawah rongga thorak atau thoracic outlet (pintu keluar thorak)

adalah area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga

dan anterior oleh processus xiphoideus.

Diafragma sebagai pembatas rongga thorak dan rongga abdomen, memiliki bentuk

seperti kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen

sebenarnya terletak di dalam “area” thorak.

Trauma paru merupakan komponen yang penting dalam trauma thorak. Cidera thorak

memberikan impak medis dan social yang besar, dengan kontribusi terhadap trauma yang

menyebabkan kematian kira-kira 25% dan menyumbang secara signifikan sebanyak 25% dari

seluruh penyebab kematian.

Trauma thorak merupakan penyebab utama kematian, cacat, rawat inap, pertambahan

golongan kurang upaya pada masyarakat di amerika dari umur 1 tahun sehingga umur

pertengahan decade 50 tahun. Sehingga kini, trauma merupakan masalah besar kesehatan

tingkat nasional.

Page 2: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

2

BAB II

ISI

I. ANATOMI THORAK

Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernapasan berlangsung dengan bantuan

gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan

mengempis tergantung mengembang atau mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi karena

kontraksi otot pernafasan, yaitu m.interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga

dada membesar dan rongga paru mengembang sehingga udara dapat terhisap masuk ke

alveolus melalui trachea dan bronkus.

Toraks adalah daerah pada tubuh manusia yang berada di antara leher dan perut

(abdomen). Toraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic

inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding toraks yang disusun

oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan jaringan ikat.

Sedangkan rongga toraks dibatasi oleh diafragma dengan rongga abdomen. Rongga

Toraks dapat dibagi kedalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan

mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior.

Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-

organ penting toraks selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae,

esofagus, trakhea, dll.).

Thoracic inlet merupakan "pintu masuk" rongga toraks yang disusun oleh:

permukaan ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan

(lateral), serta manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga

bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak

kira-kira setinggi vertebra torakal II.

Batas bawah rongga toraks atau thoracic outlet (pintu keluar toraks) adalah area yang

dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh

processus xiphoideus.

Diafragma sebagai pembatas rongga toraks dan rongga abdomen, memiliki bentuk

seperti kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen

sebenarnya terletak di dalam "area" toraks.

Page 3: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

3

Gambar 1 : Gambaran Toraks anterior

Struktur Dinding Toraks

1. Sternum

Pada garis tengah dibagian anterior terletak sternum yang terdiri dari 3 bagian,

manubrium sterni, korpus sterni, dan prosesus xiphoideus. Titik paling atas sternum

dikenal sebagai sternal notch atau insisura jugularis, yang tampak berupa lekukan

antara kedua kaput klavikula. Insisura ini setinggi batas bawah dari vertebra torakal

ke-2.

Manubrium sterni merupakan bagian atas sternum masing-masing sisinya bersendi

dengan clavicula, cartilgines costales 1 dan bagian atas cartilagines costales II.

Manubrium sterni terletak berhadapan dengan vertebra thoracica III dan IV.

Bagian atas corpus sterni bersendi dengan manubrium sterni melalui sebuah

juncture fibrocartilaginea yang disebut symphisis xiphosternalis. Bagian bawah ,

corpus sterni beresendi dengan processus xiphoideus pada symphisis xiphosternalis.

Pada setiap sisi terdapat lekukan-lekukan untuk bersendi dengan bagian bawah

cartilagines costales II dan cartilagines costales III sampai IV. Cartilagines costales II-

IV bersendi dengan sternum melalui juncture synovialis.

Page 4: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

4

Gambar 2 : Permukaan anterior sternum

Angulus sternalis (ludovixci) adalah tonjolan yang terjadi oleh karena

pertemuan bagian korpus dan manubrium sterni yang membentuk sudut. Sudut ini

tampak nyata pada orang yang kurus. Angulus sternalis (ludovici) adalah penanda

anatomi permukaan oleh karena terletak setinggi iga ke-2 dan vertebra torakal 4-5.

Setinggi angulus ini terdapat organ-organ penting: arkus aorta dan karina.

Bagian terakhir sternum adalah processus xiphoideus yang dapat diraba

sebagai ujung bawah yang lunak dari sternum; kira-kira setinggi vertebra torakal 9.

Lateral terhadap sternal terdapat iga dan sela iga yang dapat dibedakan dan

dihitung melalui palpasi. Hampir seluruh iga tertutup oleh otot, tetapi hanya iga I

yang tidak dapat teraba oleh karena tertutup oleh klavikula. Batas bawah rongga iga di

sebelah anterior dibentuk oleh processus xiphoideus, rawan kartilago dari iga VII-X,

dan ujung kartilago dari iga XI-XII.

2. Cartilagines Costae

Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis

osteokartilaginosa. Memiliki penampang berbentuk konus, dengan diameter

Page 5: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

5

penampang yang lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar di iga sebelah bawah.

Di bagian posterior lebih petak dan makin ke anterior penampang lebih memipih.

Terdapat 12 pasang costae yang melekat pada vertebrae thoracica. 7 costae

pertama melekat pada vertebra yang bersesuaian, dan di sebelah anterior ke sternum

melalui cartilagines costales. Iga VIII-X merupakan iga palsu (false rib) yang melekat

di anterior ke rawan kartilago iga diatasnya, dan 2 iga terakhir merupakan iga yang

melayang karena tidak berartikulasi di sebelah anterior.

Gambar 3 : Costae dan toraks anterior

Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), tuberculum, corpus (shaft)

dan angulus costae. Dan memiliki 2 ujung : permukaan artikulasi vertebral dan

sternal. Tempat untuk bersendi dengan corpus vertebrae yang nomornya sama dan

dengan vertebra yang terletak diatasnya.

Page 6: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

6

Gambar 4 : Costae

Bagian posterior iga kasar dan terdapat foramen-foramen kecil. Sedangkan

bagian anterior lebih rata dan halus. Tepi superior iga terdapat krista kasar tempat

melekatnya ligamentum costotransversus anterior, sedangkan tepi inferior lebih bulat

dan halus.

Pada daerah pertemuan collum dan corpus di bagian posterior iga terdapat

tuberculum. Tuberculum terbagi menjadi bagian artikulasi dan non artikulasi.

Penampang corpus costae adalah tipis dan rata dengan 2 permukaan (eksternal

dan internal), serta 2 tepi (superior dan inferior). Permukaan eksternal cembung

(convex) dan halus; permukaan internal cekung (concave) dengan sudut mengarah ke

superior.

Diantara batas inferior dan permukaan internal terdapat costal groove, tempat

berjalannya arteri-vena-nervus interkostal.

Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi tempat

melintasnya plexus brachialis, arteri dan vena subklavia. M.scalenus anterior melekat

di bagian anterior permukaan internal iga I (tuberculum scalenus), dan merupakan

pemisah antara plexus brachialis di sebelah lateral dan avn subklavia di sebelah

medial dari otot tersebut.

Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m. intercostalis

externus dan internus. Lebih dalam dari m. intercostalis internus terdapat fascia

Page 7: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

7

transversalis, dan kemudian pleura parietalis dan rongga pleura. Pembuluh darah dan

vena di bagian dorsal berjalan di tengah sela iga (lokasi untuk melakukan anesteri

blok), kemudian ke anterior makin tertutup oleh iga. Di cekungan iga ini berjalan

berurutan dari atas ke bawah vena, arteri dan syaraf (VAN). Mulai garis aksilaris

anterior pembuluh darah dan syaraf bercabang dua dan berjalan di bawah dan di atas

iga. Di anterior garis ini kemungkinan cedera pembuluh interkostalis meningkat pada

tindakan pemasangan WSD.

3. Otot dinding toraks

Gambar 5 : Musculus dinding toraks

o Serratus posterior superior:

Berfungsi untuk elevasi rusuk,

Origo: prosesus spinosum C7-T3

Insersi: batas superior rusuk ke 2 dan 4

o Serratus posterior inferior

Berfungsi untuk depresi rusuk

Origo: prosesus spinosum T11- S2

Insersi: batas inferior rusuk 8 dan 12 dekat sudutnya

o Levator costarum

Berfungsi untuk elevasi rusuk

Origo: prosesus transversum T7-T11

Insersi: rusuk dibawahnya antara tuberkel dan sudut

o Transverse thoracic

Page 8: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

8

Berfungsi untuk depresi rusuk (lemah)

Origo: permukaan posterior sternum bawah

Insersi: permukaan internal kartilago kosta 2-6

o External intercostal

Berfungsi untuk elevasi rusuk saat forced inspiration

Origo: batas inferior rusuk

Insersi: batas superior rusuk dibawahnya

o Internal intercostal dan innermost intercostal

Berfungsi untuk depresi rusuk (interosseous) dan elevasi

rusuk (interchondral) saat respirasi aktif (forced)

Origo dan insersi sama dengan external intercostal

o Subcostal

Kemungkinan berfungsi sama seperti internal intercostal

Origo: permukaan internal rusuk bawah dekat dengan

sudutnya

Insersi: permukaan superior rusuk 2 dan 3 dibawahnya.

4. Diagfragma

o Merupakan shared wall (sebenarnya atap/lantai) yang memisahkan

toraks dan abdomen.

o Fungsi vitalnya adalah otot utama saat inspirasi

5. Inervasi dinding toraks

o Terdapat 12 pasang saraf spinal torakalis yang menginervasi.

o Setelah keluar dari foramen IV, saraf spinalis torakal terbagi

menjadi anterior dan posterior primary rami

o Anterior rami saraf T1-T11 membentuk saraf intercostal yang

berjalan sepanjang celah intercostal. Anterior ramus T12 saraf

subcostal

o Posterior rami berjalan kearah posterior melewati lateral dari

prosesus artikulare dari vertebra untuk mensuplai sendi, otot, dan

kulit pada punggung di bagian torakal.

Page 9: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

9

6. Vaskularisasi dinding toraks

o Pola vaskularisasi sesuai dengan struktur rangka toraks, yaitu

berjalan di celah intercostal dan parallel terhadap rusuk.

o Arteri:

Thoracic aorta, melalui posterior intercostal dan subcostal

Subclavian artery, melalui internal thoracic dan supreme

intercostal arteries

Axillary artery, melalui superior dan lateral thoracic arteries

o Vena:

Vena intercostal berjalan bersama arteri dan saraf

intercostal dan terletak paling superior dari costal grooves.

Terdapat 11 vena intercostal posterior dan 1 vena subcostal

ditiap sisinya. Vena intercostal posterior bernastomosis

dengan vena intercostal anterior.

Hampir seluruh vena intercostal posterior berakhir di

azygous/hemiazygous venous system yang akan membawa

darah ke SVC.

Vena intercostal anterior berakhir di internal thoracic vein, dan

dibawa ke vena subklavian dan menuju SVC.

Gambar 6 : Vena Intercostalis

Page 10: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

10

\ Gambar 7 : Arteri Subclavicula

Papilla mammae pada pria yang kurus berada di sekitar sela iga V kiri sedikit

lateras garis mid-klavikula.Triangulus auskultatorius adalah area segitiga yang

dibentuk oleh skapula di lateral, superior oleh batas inferior m.trapezius dan inferior

oleh batas superior m. latissimus dorsi yang terjadi saat skapula tertarik ke lateral-

anterior pada posis lengan melipat ke depan dada dan ke depan. Area ini merupakan

petunjuk klinis penting karena sela-sela iga di tempat ini hanya tertutup oleh jaringan

sub-kutan dan merupakan tempat yang baik untuk pemeriksaan auskultasi toraks.

Klavikula dapat dengan mudah diraba atau dilihat karena hanya ditutupi oleh

subkutis dan kulit.Skapula dapat diraba dari permukaan dengan margo vertebralis,

angulus inferior, dan spina.

Untuk vertebra, sebagai patokan hanya dapat diraba prosesus spinosus

vertebra; pada bagian atas yang terbesar dan paling menonjol adalah vertebra

servikalis ke-7 dan dibawahnya adalah vertebra torakalis pertama.

Garis-garis (imajiner) yang penting adalah linea midsternalis (midline), linea

parasternalis, dan midklavikularis. Di toraks lateral ada garis aksilaris anterior (sesuai

sisi lateral M.pektoralis mayor), linea aksilaris medius (sesuai dengan puncak aksila)

dan linea aksilaris posterior (sesuai dengan M.latissimus dorsi)

Page 11: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

11

Biasanya otot yang diinsisi pada waktu melakukan torakotomi posterolateral

hanya otot latissimus dorsi. Bila diinginkan lebih lebar: ke posterior dapat dipotong

muskulus trapezius dan rhomboideus mayor dan minor; ke anterior dapat dipotong

muskulus seratus anterior di origonya (bagian depan otot) untuk menghidari

kerusakan nervus torakalis longus.Untuk torakotomi anterior dilakukan pemotongan

dari M.pektoralis

Area Pre-cordial adalah area proyeksi dari jantung ke dinding dada anterior, yaitu

daerah dengan :

– Batas superior: iga II kiri

– Batas inferior : pinggir bawah toraks (iga) kiri

– Batas kanan : garis parasternal kanan

– Batas kiri : garis mid-klavikula kiri

II. DEFINISI

Trauma thorak adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorak yang

dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorak ataupun isi dari cavum thorak

yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan

keadaan gawat thorak akut. Trauma thorak atau cedera dada dapat menyebabkan

kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ disekitarnya

termasuk viscera (berbagai organ dalam besar di dalam rongga dada).

III. EPIDEMIOLOGI

Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorak adalah 10 %, dimana

trauma thorak menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di

Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan

banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan

diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorak dan hanya 15 – 30

% dari trauma tembus thorak yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas

kasus trauma thorak dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan

Page 12: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

12

diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma

thorak.

IV. ETIOLOGI

- Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada

- Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan

- Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.

- Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh

vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.

- Tusukan paru dengan prosedur invasif.

- Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda

berat.

- Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

- Fraktur tulang iga

- Tindakan medis (operasi)

- Pukulan daerah torak

V. KLASIFIKASI

Trauma Tembus

o Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat

penyebab trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau

peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi

1. Pneumothorak terbuka

2. Hemothorak

3. Trauma tracheobronkial

4. Contusio Paru

5. Ruptur diafragma

6. Trauma Mediastinal

Trauma Tumpul

o Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Terutama akibat

kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Kelainan

tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. Sekitar <10%

yang memerlukan operasi torakotomi

Page 13: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

13

1. Tension pneumothorak

2. Trauma tracheobronkhial

3. Flail Chest

4. Ruptur diafragma

5. Trauma mediastinal

6. Fraktur kosta

VI. PATOFISIOLOGI

Akibat dari trauma thorak atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi

(keluar masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar (organ kecil

pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik

(sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai

O2) seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan.

Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap

cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult Respiratory Distress Syndrome

(ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS), dan sepsis. Hipoksia,

hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorak. Hipokasia jaringan

merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh

karena hipovolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation/perfusion mismatch

( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan

intrathorak ( contoh : tension pneumothorak, pneumothorak terbuka ). Hiperkarbia

lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan

intrathorak atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh

hipoperfusi dari jaringan ( syok ).

VII. KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAK

A. Trauma dinding thorak dan paru

1. Fraktur Iga

Merupakan komponen dari dinding thorak yang paling sering mengalami

trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat

terbidainya iga terhadap dinding thorak secara keseluruhan menyebabkan gangguan

ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan

Page 14: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

14

insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya

penyakit paru – paru. Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan oleh

benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada

fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga begian tengah ( iga

ke – 4 sampai ke – 9 ).

Kompresi anteroposterior dari rongga thorak akan menyebabkan lengkung iga

akan lebih melengkung lagi kea rah lateral dengan akibat timbulnya fraktur pada titik

tengah (bagian lateral) iga. Cedera langsung pada iga akan cenderung menyebabkan

fraktur dengan pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke dalam rongga pleura dan

potensial menyebabkan cedera intratorakal seperti pneumothorak. Patah tulang iga

terbawah (10 sampai 12) harus dicurigai adanya cedera hepar atau lien.

Pada penderita dengan cedera iga akan ditemukan nyeri tekan pada palpasi

dan krepitasi. Jika teraba atau terlihat adanyadeformitas harus curiga fraktur iga. Foto

Thorak harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan cedera intratorakal dan

bukan untuk mengidentifikasi fraktur iga. Plester iga, pengikat iga dan bidai eksternal

merupakan kontra indikasi. Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit agar

penderita dapat bernafas dengan baik. Blok interkostal, anestesi epidural dan analgesi

sistemik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi nyeri.

2. Flail Chest

Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan

keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada

dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail

chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada.

Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada

tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan

Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).

Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari

dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan

menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama

Page 15: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

15

disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma

jaringan parunya.

Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat)

dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara

asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan

krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan

lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi

costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya

hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest.

Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen

yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian

cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan

pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan

sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran

yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal.

Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa

oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki

ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan

hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi

perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi

pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi

Page 16: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

16

pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan

memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.

3. Kontusio Paru

Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan

potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan

berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana

penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus

ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang berulang-ulang.

Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara

ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada

jam-jam pertama setelah trauma.

Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru

kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan

ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara

selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulse

oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat

bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita

memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih

dahulu.

4. Pneumothorak Sederhana

Pneumotoraks disebabkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura

viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama

dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari

pnerumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi

oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya

tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga

pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi

karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada

oksigenasi.

Page 17: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

17

Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan

pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan

diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube

pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks

hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah

selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap,

dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.

Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan

pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai

resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai

dipasang chest tube. Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension

pneumothorak, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan

positif diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita

ditransportasi/rujuk.

5. Pneumothorak terbuka ( Sucking chest wound )

Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan

pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama

dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter

trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai

tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi

terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.

Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya

pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter

Type Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah

kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk

menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang

dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan

menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan menyebabkan

tension pneumothorak kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup

sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze,

Page 18: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

18

sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan

penjahitan luka.

6. Tension Pneumothorak

Tension pneumorothorak berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena

ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk

ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara

yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di

intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi

berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return),

serta akan menekan paru kontralateral.

Penyebab tersering dari tension pneumothorak adalah komplikasi penggunaan

ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan

kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorak dapat timbul sebagai

komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam

dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada

pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala defek atau

perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorak, jika

salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings)

yang kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorak

juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran

(displaced thoracic spine fractures).

Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan

tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Tension

pneumothorak ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan, takikardi,

hipotensi, deviasi trakes, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher.

Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension

pneumothorak dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada awalnya

tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang

terkena pada tension pneumothorak dapat membedakan keduanya.

Page 19: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

19

Tension pneumothorak membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan

awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis

midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan

mengubah tension pneumothorak menjadi pneumothorak sederhana (catatan :

kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi

ulang selalu diperlukan. Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang

dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan

midaxilaris.

7. Hemothorak

Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari

pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma

tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat

menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak

memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat

pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar.

Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,

mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat

dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan

juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur

diafragma traumatik.

Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi

pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang

dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara

cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200

ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus

menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.

8. Hemothorak Masif

Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc

di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak

pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat

Page 20: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

20

disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher

dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan

distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorak. Jarang terjadi efek mekanik

dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mediastinum sehingga

menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan

dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi

dada yang mengalami trauma.

Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang

dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan

kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan

golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam

penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus,

sebuah selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anterior

dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita

mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika

pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut

membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang

keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini juga

mamebutuhkan torakotomi.

Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus

sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita

tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk

toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang

dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus

ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau

vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya

torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan

luka di daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa

kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh

darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.

Page 21: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

21

Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman

dan sudah mendapat latihan.

9. Cedera trakea dan Bronkus

Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma

tembus, manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis

bermakna, hemopneumothorak, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Emfisema

mediastinal dan servical dalam atau pneumothorak dengan kebocoran udara masif.

Penatalaksanaan yaitu dengan pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol

endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan ventilasi dan mencegah aspirasi darah,

pada torakostomi diperlukan untuk hemothorak atau pneumothorak.

B. Trauma Jantung dan Aorta

1. Tamponade Jantung

Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian,

trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung,

pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri

dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang

terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu

pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml

sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik.

Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnostik klasik adalah adanya

Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan

suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang

gawat darurat dalam keadaan berisik, distensi vena leher tidak ditemukan bila keadaan

penderita hipovolemia dan hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia.

Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari

tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10

mmHg, maka ini merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda

pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang

Page 22: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

22

gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorak, terutama sisi kiri,

maka akan sangat mirip dengan tamponade jantung.

Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah

kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya

temponade jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension

pneumothorak harus dicurigai adanya temponade jantung. Pemasangan CVP dapat

membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pda berbagai

keadaan lain. Pemeriksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif

yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang

melaporkan angka negatif yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita trauma

tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen,

yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak

menghambat resusitasi. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila

penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan

mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh

diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan.

Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan

perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita

yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan indiksi untuk

melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif

lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi dengan

perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di

ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.

Walaupun kecurigaan besar besar akan adanya tamponade jantung, pemberian

cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac

output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan

perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated

needle atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam

keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard.

Monitoring Elektrokardiografi dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan

Page 23: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

23

voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium)

atau terjadinya disritmia.

2. Kontusio Miocard

Terjadi karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti memar

jantung dikenal sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera jantung mungkin

bervariasi dari petekie epikardial superfisialis sampai kerusakan transmural. Disritmia

merupakan temuan yang sering timbul. Pemeriksaan Jantung yaitu dengan Isoenzim

CPK merupakan uji diagnosa yang spesifik, EKG mungkin memperlihatkan

perubahan gelombang T – ST yang non spesifik atau disritmia.

3. Trauma Tumpul Jantung

Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur

atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan

tamponade jantung yang harus diwaspadai saat primary survey. Kadang tanda dan

gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah atrium. Penderita dengan

kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada dada tetapi keluhan tersebut

juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur sternum dan/atau fraktur iga.

Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan inspeksi dari miokard yang

mengalami trauma.

Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran

yang jelas ada EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada

pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dan

kadang menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel perematur

yang multipel, sinus takikardi yang tak bisa diterangkan, fibrilasi atrium, bundle

branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah perubahan segmen ST

yang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari tekanan vena sentral yang tidak

ada penyebab lain merupakan petunjuk dari disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat

kontusio jantung. Juga penting untuk diingat bahwa kecelakaannya sendiri mungkin

dapat disebabkan adanya serangan infak miokard akut. Penderita kontusio miokard

yang terdiagnosis karena adanya kondusksi yang abnormal mempunyai resiko

Page 24: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

24

terjadinya disrtimia akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval

tersebut resiko disritmia kaan menurun secara bermakna.

4. Ruptur Aorta (Traumatic Aortic Disruption)

Ruptur aorta traumatic sering menyebabkan kematian segera setelah

kecelakaan mobil tabrakan frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita yang

selamat, sesampainya di rumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan bila

ruptur aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya dilakukan operasi. Penderita dengan

ruptur aorta (yang kemungkinan bisa ditolong), baisanya laserasi yang terjadi tidak

total dan dekat dengan ligamentum arteriosum.

Kontinuitas dari aorta dipertahankan oleh lapisan adventitia yang masih utuh

atau adanya hematom mediastinum yang mencegah terjadinya kematian segera.

Walaupun ada darah yang lolos ke dalam mediastinum, tetapi pada hakekatnya ini

adalah suatu hematoma yang belum pecah. Hipotensi menetap atau berulang akan

ditemukan sedangkan perdarahan di tempat lain tidak ada. Bila rupture aorta berupa

transeksi aorta, maka perdarahann yang terjadi masuk ke dalam rongga pleura dan

menyebabkan hipotensi biasanya berakibat fatal dan penderita harus dilakukan

operasi dalam hitungan menit.

Seringkali gejala ataupun tanda spesifik ruptur aorta tidak ada, namun adanya

kecurigaan yang besar atas riwayat trauma, adanya gaya deselerasi dan temuan

radiologis yang khas diikuti arteriografi merupakan dasar dalam penetapan diagnosis.

Angiografi harus dilakukan secara agresif karena penemuan foto thorak, terutama

pada posisi berbaring, hasilnya tidak dapat dipercaya. Apabila ditemukan pelebaran

mediastinum pada foto thorak dan diberlakukan kriteria indikasi agresif untuk

pemeriksaan angiografi maka hasil positif untuk rupture aorta adalah sekitar 3%.

Angiografi merupakan pemeriksaan gold standard tetapi Transesofageal

Echokardiografi (TEE) merupakan pemeriksaan minimal invasive yang dapat

digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. CT helical dengan kontras saat

ini merupakan cara terbaik untuk skrining cedera aorta.

C. Manifestasi Cedera Thorak Lain

Page 25: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

25

1. Emfisema Subkutis

Emfisema subkutis dapat disebabkan oleh cedera airway, parenkim paru, atau

yang jarang yaitu cedera ledakan. Walaupun tidak memerlukan terapi, penyebab

timbulnya kelainan ini harus dicari. Jika penderita menggunakan ventilasi tekanan

positif , pemasangan selang dada harus dipertimbangkan untuk dipasang pada sisi

yang terdapat emfisema subkutis sebagai antisipasi terhadap berkembangnya tension

pneumothorak.

2. Crushing Injury to The Chest (Traumatic Asphyxia)

Tergencetnya thorak akan menimbulkan kompresi tiba-tiba dan sementara

terhadap vena cava superior dan menimbulkan plethora serta petechiae yang meliputi

badan bagian atas, wajah dan lengan. Dapat terjadi edema berat, bahkan edema otak.

Yang harus diterapi adalah cedera penyerta.

VIII. TATALAKSANA

Penanganan cedera toraks

I. Toraksosentesis Jarum

Gamabr 12 : Cara dalam torakosintesis jarum

Indikasi di lakukan toraksosentesis jarum adalah penderita tension pneumotoraks.

Sedangkan jika toraksosentesis jarum di lakukan pada penderita bukan tension

Page 26: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

26

pneumotoraks, maka dapat terjadi pneumotoraks dan/atau kerusakan pada parenkim

paru. Adapun langkah – langkah pelaksanaan toraksosentesis jarum, yaitu :

Identifikasi toraks penderita dan status respirasi

Memberikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan

Menidentifikasi sela iga II di linea midklavikula di sisi tension pneumotoraks

Asepsis dan antisepsis dada

Penderita di anastesi local

Penderita dalam posisi tegak, apabila tidak terdapat fraktur servikal

Luer lok di ujung distal kateter dipertahankan, insersi jarum kateter (panjang

3-6 cm) ke kulit secara langsung tepat diatas sela iga ke dalam sela iga.

Pleura parietal ditusuk

Memidahkan luer-lok dari kateter dan mendengarkan keluarnya udara ketika

jarum memasuki pleura parietal, menandakan tension pneumotoraks telah

teratasi.

Memindahkan jarum dengan mengganti luer lok di ujung distal kateter.

Kateter plastik ditinggalkan pda tempatnya dan di tutup dengan plester atau

kain kecil.

Chest tube disiapkapkan dan dipasang setinggi puting susu anterior linea

midaksilaris pada hemitoraks yang terkena.

Menghubungkan chest tube ke WSD atau katup tipe flutter dan kateter yang

digunakan di cabut, untuk dekompresi tension pneumotoraks.

Melakukan foto ronsen toraks.

Komplikasi toraksosentesis jarum dapat berupa hematom lokal, infeksi pleura,

empiema dan pneumotoraks.

II. Torakotomi

Torakotomi dapat dilakukan pada penderita dengan luka tembus dan trauma

tumpul pada toraks. Pada tindakan terapi efektif yang dapatdilakukan selama

torakotomi adalah :

Evakuasi darah di perikard yang menyebabkan tamponade jantung

Mengontrol secara langsung sumber perdarahan pada perdarahan intratoraks

Pijatan jantung terbuka

Page 27: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

27

Mengklem silang aorta descendens

Hal-hal diatas tidak efektif hasilnya, apabila dilakukan pada penderita yang

mengalami henti jantung setelah trauma tumpul. Indikasi pelaksaan torakotomi :

Penderita yang kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam

waktu 2-4 jam

Penderita yang sejak awal sudah kehilangan darah 1500 ml

Pada awalnya penderita kehilangan darah kurang dari 1500 ml, tetapi

perdarahan masih berlangsung.

Kontraindikasi torakotomi adalah luka tembus toraks di daerah anterior, medial

dari garis puting susu atau luka di daerah posterior dan medial skapula. Hal ini

dikarenakan pembuluh darah besar, struktur hilus terluka oleh trauma atau jantung

yang potensial menjadi tamponade jantung.

III. Insersi Chest Tube

a) Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter vena kaliber besar, dan

monitor tanda-tanda vital harus dilakukan

b) Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi putting (sela iga V) anterior linea

midaksilaris pada area yang terkena.

c) Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain.

d) Anestesi lokal kulit dan periosteum iga.

e) Insisi transversal 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi tumpul

melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga

f) Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat

insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekata,

bekuan darah, dan lain-lain.

g) Klem ujung proksimal tube toraksostomi dan dorong tube ke dalam

ronggapleura sesuai panjang yang diinginkan.

h) Cari adanya fogging pada chest tube pada saat ekspirsi atau dengar aliran

udara

i) Sambung ujung tube toraksostomi ke WSD

j) Jahit tube ditempatnya

Page 28: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

28

k) Tutup dengan kain/kassa dan plester

l) Buat foro rontgen toraks

m) Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan

Komplikasi

Laserasi atau menusuk intratoraks/atau organ abdomen yang dapat dicegah

dengan tekhnik jari sebelum melakukan insersi

Infeksi pleura (empiema)

Kerusakan saraf intrakostal, arteri, vena

Posisi tube yang keliru, ekstratoraks/intratoraks

Lepasnya chest tube dari dinding dada atau lepasnya sambungan dengan WSD

Pneumotoraks persisten

Emfisema subkutis

Pneumotoraks rekuren sesudah pencabutan tube; penutupan luka toraksostomi

tidak segera dilakukan

Gagalnya paru untuk mengembang akibat adanya plak bronkus, perlu

bronkoskopi

Reaksi anafilaktik atau alergi obat anestesi atau persiapan bedah.

IV. Perikardiosentesis

Monitor tanda vital penderita, CVP, dan EKG sebelum dan sesudah prosedur

Persiapan bedah pada area xiphoid dan subxiphoid

Anestesi lokal di tempat pungsi jika perlu

Page 29: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

29

Gunakan #16-#18 gauge, 6 inchi(15 cm) atau kateter jarum yang lebih

panjang, terpasang pada tabung jarum yang kosong 35 ml dengan 3 way

stopcock

Identifikasi adanya pergeseran mediastinum yang menggeser jantung secara

bermakna

Tusuk kulit 1-2 cm inferior xiphokondrial junction kiri, dengan sudut 45

derajat

Dorong jarum secara hati-hati ke arah sefalad dan ditujukan ke ujung scapula

kir

Jika jarum yang didorong terlalu jauh (ke otot ventricular) pola cedera

(misalnya, perubahan ekstrim gelombang ST-T atau melebar dan

membesarnya kompleks QRS) muncul pada monitor EKG. Pola ini

mengindikasikan jarum perikardiosentesis harus ditarik sampai pola EKG

sebelumnya muncul kembali. Kontraksi ventricular premature dapat pula

terjadi, sekunder terhadap iritasi pada miokard ventrikel.

Ketika ujung jarum memasuki perikard yang terisi darah, hisap sebnyak

mungkin

Selama aspirasi, epikardium kembali mendekat dengan permukaan dalam

perikard, juga mendekati ujung jarum. Akibatnya pola cedera pada EKG

muncul kembali. Hal ini menandakan jarum perikardiosentesis harus ditarik

sedikit. Jika pola cedera ini persisten, tarik seluruh jarum

Sesudah aspirasi selesai cabut tabung jarum, dan sambungkan ke 3 way

stopcock, tinggalkan stopcock tertutup. Pertahankan posisi kateter di

tempatnya.

Jika gejala tamponade jantung persisten, buka stopcock dan perikard diaspirasi

ulang. Jarum plastic perikardiosentesis dapat dijahit atau diplester dan ditutp

dengan kain/kassa kecil untuk memungkinkan dilakukandekompresi

berulangatau pada saat pemindahan penderita ke fasilitas medis yang lain.

Komplikasi

Aspirasi darah ventrikel dan bukan darah pericardium

Laserasi ventrikel epikard/miokard

Laserasi arteri/vena coroner

Page 30: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

30

Hemoperikardium baru, sekunder terhadap laserasi arteri/vena koroner, dan

atau ventrikel epikrd/miokard

Fibrilasi ventrikel

Pneumotoraks, sekunder terhadap pungsi paru

Penusukan pembuluh darah besar dengan akibat memburuknya temponade

jantung

Penusukan esophagus dengan akibat mediastinitis

Penusukan peritoneum dengan akibat peritonitis, atau aspirasi cairan yang

false positive

Page 31: Referat Trauma Thoraks Yang Baru

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Komisi Trauma IKABI.2004. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. Jakarta :

Komisi Trauma IKABI.

2. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Snell R. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6.Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

4. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. Ed.6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.