askep THALASEMIA

23
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THALASEMIA Pengkajian 1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. 2. Umur Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun. 3. Riwayat Kesehatan Anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. 4. Pertumbuhan dan Perkembangan Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 5. Pola Makan Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia. 6. Pola Aktivitas

description

askep THALASEMIA

Transcript of askep THALASEMIA

Page 1: askep  THALASEMIA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THALASEMIA

Pengkajian

1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.

6. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)

Page 2: askep  THALASEMIA

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia

KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai

bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.

Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan Mulut dan bibir terlihat kehitaman Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung

dan disebabkan oleh anemia kronik. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali). Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai

dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.

Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan

Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan

dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Intervensi Keperawatan

1. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.

Kriteria hasil :

Tidak terjadi palpitasi Kulit tidak pucat Membran mukosa lembab Keluaran urine adekuat Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen

Page 3: askep  THALASEMIA

Tidak terjadi perubahan tekanan darah Orientasi klien baik.

Rencana keperawatan / intervensi :

Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.

Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).

Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai

indikasi. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll. Kolaborasi dalam pemberian transfusi. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.

Kriteria hasil :

Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.

Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas. Catat respin terhadap tingkat aktivitas. Berikan lingkungan yang tenang. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

3. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

Kriteria hasil :

Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil. Tidak ada malnutrisi.

Intervensi :

Page 4: askep  THALASEMIA

Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan pasien. Timbang BB tiap hari. Beri makanan sedikit tapi sering. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan. Pertahankan higiene mulut yang baik. Kolaborasi dengan ahli gizi. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak

dianjurkan.

4. Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan novrologis.

Kriteria hasil :

Kulit utuh.

Intervensi :

Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.

Ubah posisi secara periodik. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

5. Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

Kriteria hasil :

Tidak ada demam Tidak ada drainage purulen atau eritema Ada peningkatan penyembuhan luka

Intervensi :

Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan. Dorong perubahan ambulasi yang sering. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat. Pantau dan batasi pengunjung. Pantau tanda-tanda vital. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.

6. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :

Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan. Mengidentifikasi faktor penyebab.

Page 5: askep  THALASEMIA

Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.

Intervensi :

Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin

melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.

Diposting Oleh Yoedhas Flyingdutchman on 07:53 Label: Asuhan Keperawatan

PENDAHULUAN

Talasemia merupakan penyakit keturunan. Penyakit ini sangat luas penyebarannya. Distribusi utama penyakit ini meliputi daerah-daerah yang berbatasan dengan laut mediterania. Sebagian besar terjadi di Afrika, Timur Tengah, sub benua Hindia, dan Asia Tenggara. Dari 3-9% orang Amerika keturunan Italia dan Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen thalesemia β tersebar luas di daerah Italia, Yunani, Afrika Utara, Timur Tengah, India Selatan, Sri Lanka, sampai kawasan Asia Tenggara. Frekuensi penyebaran Thalasemia β di Asia Tenggara antara 3-9%. Di daerah negro Amerika, daerah-daerah tertentu di Italia dan negara-negara mediterania frekuensi carrier thalasemia β dapat mencapai 15-20%. Di daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasinya mempunyai satu atau lebih gen thalasemia. Daerah geografis dimana talasemia merupakan prevalen yang sangat pararel dengan daerah dimana plasmodium falsitarum dulunya merupakan endemik resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan. Pada pembawa gen talasemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi1. Thalasemia merupakan suatu sindrom yang ditemukan pada ras

mediterania, India, dan Cina. Suatu kelompok penyakit anemia kronis yang heterogen, dimana sebagaian besar adalah anemia hemolitik, tetapi defeknya yang terutama adalah karena menurunnya produksi rantai polipeptida Hb

2. Thalasemia merupakan suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan Hb, dimana satu atau lebih rantai polipeptida Hb kurang atau tidak terbentuk sehingga terjadi anemia hemolitik (Broyles, 1997

3. Thalasemia syndrome adalah sekelompok penyakit atau keadaan dimana produksi satu atau lebih jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).

Page 6: askep  THALASEMIA

4. Thalasemia adalah sekelompok heterogen anemia hemolitik herediter dengan berbagai derajat keparahan.

5. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif menurut hukum Mendel pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertama kali ini diumumkan oleh Thomas Cooleg yang didapat dari keluarga keturunan Italia yang bermukim di USA. Kata “thalasemia” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “laut”.

B. Etiologi

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan pada sel darah merah di dalam pembuluh darah sehinga umur eritrosit pendek (kurang dari 120 hari). Kerusakan tersebut disebabkan oleh HB yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan rantai globin atau struktur HB. (Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak)Defek genetik yang mendasari Thalasemia meliputi delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi atau insersi nukleotida akibat dari perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya m-RNA bagi satu atau lebih ranti globin atau pembentuka m-RNA yang cacat secara fungsional akibatnya adalah penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida HB.(Ilmu Kesehatan Anak).Ketidakseimbangan dalam rantai globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan HB disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua. Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek. Umur eritrosit ada yang 6 minggu atau 8 minggu. Bahkan dalam kasus berat umureritrosit ada yang hanya mampu bertahan selama 3 minggu saja. Jadi thalasemia letak rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lain.

C. Patofisiologi / Pathway

Pernikahan penderita thalasemia carier menyebabkan penurunan penyakit thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin α dan β (kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan :

Pembentukan rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang. Rantai β kurang dibanding rantai α. Rantai β tidak terbentuk sama sekali Rantai β yang terbentuk tidak cukup.

Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia β.Gangguan pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat mengakibatkan rantai α yang terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga terjadilah thalasemia α.Thalasemia α dan β dapat mengakibatkan :

Pembentukan rantai α dan β Pembentukan rantai α dan β kurang Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang

berlebihan

Page 7: askep  THALASEMIA

Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HBA (2α dan 2β) sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (inclussion bodies) yang dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit sehingga dindung eritrosit mudah rusak.Dinding eritrosit yang rusak tersebut mengakibatkan terjadinya hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif dan penghancuran prekursom eritrosit di intra medular (sumsum tulang). Selain itu juga terjadi kurangnya sintesis HB sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah falasemia.Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya metabolisme dalam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien mengalami defisit perawatan diri dan intoleransi aktivitas.Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai darah ke jaringan juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan eritroporetin yang dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur dan mudah lisis, maka terjadilah penurunan HB, maka memerlukan transfusi.Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ (hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa penumpukan Fe ini dapat mengakibatkan spleno megali maka harus dilakukan splenoktomi sehingga beresiko terjadi infeksi. Di hati penumpukan Fe mengakibatkan hepatomegali / sirohepatis yang menyebabkan anoreksia sehingga pasien mengalami gangguan pemenuan nutrisi kurang dari kebutuhan.Selain akibat tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan perubahan sirkulasi sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit.Thalasemia juga dapat mengakibatkan menurunnya pengikatan O2 oleh eritrosit sehingga aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun, sehingga O2 dan nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang mengakibatkan perfusi jaringan terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.Pathaway

Pernikahan penderita talasemia carier↓

Penurunan penyakit secara resesif↓

Gangguan sintesis rantai globin α dan β (kromosom 11 dan 16)↓

Pembentukan rantai α dan β diretikulosef tidak seimbang Rantai α kurang terbentuk dibanding rantai β

Rantai β kurang dibanding α

Rantai β yang terbentuk tidak cukup Rantai β tidak terbentuk sama sekal

Thalasemia β thalasemia α↓

Pembentukan rantai α dan β Pembentukan rantai α dan β kurang Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan

Page 8: askep  THALASEMIA

↓Tidak terbentuknya HBA (2 α dan 2 β)

↓Akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (terbentuknya inclussion bodies)

↓Endapan menempel pada dinding eritrosit

↓Dinding eritrosit rusak

↓Hemolisis

↓Eritrosit darah tidak efektif dan penghancuran pre kurson eritrosit di intra medular (sumsum

tulang)↓

Sintesis HB kuran sehingga eritrosit hipokron dan mikrositer↓

Hemolisis eritrosit yang imatur↓

THALASEMIA

D. Manifestasi Klinis

Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.

1. Thalasemia minor (talasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.

2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.

a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara makan yang buruk, peningkatan BB dan pembesaran limpa.

b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.

3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :

a. Splenomegallb. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang

kranial, pembesaran kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.

Page 9: askep  THALASEMIA

c. Komplikasi jantung, seperti aritmaia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot jantung.

d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.

e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.

f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.

g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.

4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena oksigen yagn dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.

E. Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium1. HPl akan menyatakan mikrositosis, hipokromia, amsositosis,

polikhositosis, sel target, dan bercak basofil, nilai HB dan hematokrit menurun.

2. Hitung retikulosif akan menurun3. Elektroforesis Hb akan menyatakan peningkatan nilai HB F dan

HBA.4. CVS atau analisa darah atau sel janin akan menyaring

thalasemia saat pranatal

a. Thalasemia Mayor

Darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrosifik, anisositosis, polikilo sitosis dan adanya sel target, jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit, muda (normoblast) HB rendah, resistensi osmotik patologis, nilai MC, MCV, MCFI, dan MCHC menurun, jumlah leukosit normal/menignkat, kadar Fe dalam serum meningkat, bilirubin, SGOT dan SGPT meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemolisis.

b. Thalasemia Minor

Kadar HB bifarrasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor / hanya sekedar nilai MC dan MCH biasanya menurun, sedangkan MCHC biasanya normal, resistensi osmotik meningkat.

Page 10: askep  THALASEMIA

c. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA, DNA drobing, geneblotting, dan pemeriksaan PCR (Poly merase Chain Reaction).

d. Gambaran radiologis, tulang akan memperlihatkan medulanya. Tipsi dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak usia bermain kadang-kadang terlihat bruch apperance (menyerupai rambut berdiri potongan pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga melebar, terutama pada bagian artikulasi dengan prosesis transversus.

F. Penatalaksanaan Medis1. Terapi diberikan secara teratur untuk

mempertahankan kadar Hb di atas 10 gr/dl. Rugimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata, memugkinkan aktivitas normal yang nyaman, mencegah auto imunisasi dan mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulan muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan esteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah mrah terpampat (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu.

2. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah auto imonusasi dan mencegah reaksi transfusi.

3. Meminimalkan reaksi demam akibat transfusi dengan menggunakan eritrosit yang direkonstruksi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dengan pembeian antipiretik sebelum transfusi.

4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.

5. Splenoktomi akhirnya diperlukan karena ukuran organ tersebut atau akrena hipersplenisme sekunder.

Page 11: askep  THALASEMIA

6. Cangkok sumsum tulang (cst) adalah kuratif pada penderita inr dan telah terbukti keberhasilan yang meningkat.

G. Pengkajian keperawatan1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.

6. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)

Page 12: askep  THALASEMIA

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemiaa. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak

selincah anak lain yang seusia.b. Kepala dan bentuk muka

Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.

c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningand. Mulut dan bibir terlihat kehitamane. Dada

Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.

f. Perut

Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).

g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal

h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.

i. Kulit

Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

H. Diagnosa Keperawatan1. perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai O2 dan kebutuhan.3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

Page 13: askep  THALASEMIA

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

I. Intervensi

Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.Kriteria hasil :

1. Tidak terjadi palpitasi2. Kulit tidak pucat3. Membran mukosa lembab4. Keluaran urine adekuat5. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen6. Tidak terjadi perubahan tekanan darah7. Orientasi klien baik.

Rencana keperawatan / intervensi :

1. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).

3. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.4. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai

indikasi.6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.7. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.8. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.Kriteria hasil :Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.Intervensi :

1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.

2. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.3. Catat respin terhadap tingkat aktivitas.

Page 14: askep  THALASEMIA

4. Berikan lingkungan yang tenang.5. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.6. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.7. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.8. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.9. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.11. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.Kriteria hasil :

1. Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.2. Tidak ada malnutrisi.

Intervensi :

1. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.3. Timbang BB tiap hari.4. Beri makanan sedikit tapi sering.5. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.6. Pertahankan higiene mulut yang baik.7. Kolaborasi dengan ahli gizi.8. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.9. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak

dianjurkan.

Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan novrologis.Kriteria hasil : kulit utuh.Intervensi :

1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.

2. Ubah posisi secara periodik.3. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.Kriteria hasil :

1. Tidak ada demam2. Tidak ada drainage purulen atau eritema3. Ada peningkatan penyembuhan luka

Page 15: askep  THALASEMIA

Intervensi :

1. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.2. Dorong perubahan ambulasi yang sering.3. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.4. Pantau dan batasi pengunjung.5. Pantau tanda-tanda vital.6. Kolaboran dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.

Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.Kriteria hasil :

1. Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan.2. Mengidentifikasi faktor penyebab.3. Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.

Intervensi :

1. Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.2. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.3. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.4. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin

melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.

PENUTUP

Prevalensi pembawa sifat thalassemia di Indonesia sekitar 3 – 8%. Artinya 3 sampai 8 dari 100 orang Indonesia membawa sifat thalassemia. Di RSCM saja pada tahun 2006 tercatat 1300 pasien thalassemia, dengan kisaran usia 6 bulan hingga 40 tahun.Thalassemia adalah suatu penyakit kelainan darah bawaan yang menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis). Kelainan gen ini akan mengakibatkan berkurang/ tidak terbentuknya rantai globin pembentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Akibatnya, tubuh tidak bisa membentuk sel darah yang normal, sehingga sel darah merah mudah pecah dan terjadilah anemia.Secara klinis, terdapat tiga jenis thalassemia, yakni :

1. thalassemia mayor2. thalassemia intermedia3. thalassemia minor/ pembawa sifat

Page 16: askep  THALASEMIA

A. Fakta tentang pengobatan thalassemia1. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan

transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.

2. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.

3. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi rendah diri.

4. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.

B. Kelebihan zat besi

Akibat transfusi darah, seumur hidup pada penderita thalassemia, maka akan terjadi penumpukan (kelebihan) zat besi. Dalam 1 liter darah, terkandung 750 mikrogram zat besi. Penumpukan zat besi terjadi di kelenjar pembentuk hormon, hati, jantung, tulang, dan lain sebagainya. Untuk mencegah kelebihan zat besi, anak perlu diberi obat untuk mengeluarkan zat besi yang berlebih dari tubuhnya. Obat kelasi yang banyak tersedia di Indonesia saat ini harus diberikan dengan cara disuntikkan di bawah kulit pasien selama 8-12 jam/ hari selama 5 kali dalam seminggu, seumur hidupnya.Efek samping lain adalah jika penderita sudah terinfeksi virus hepatitis, karena memerlukan pengobatan antivirus yang sangat mahal harganya. Jika terjadi keterlambatan pubertas, diperlukan pemberian terapi hormon, yang amat mahal biayanya. Tiga Ratus Juta Per Tahu

DAFTAR PUSTAKA

-Merenstein, Gerald B. 2001. Buku Pegangan Pediatri. Widya Medika : Jakarta -Muscary, Marry E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta -Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak/Vol. 2. EGC : Jakarta -Nursalam. Susilaningrum, Rekawati. Utami, Asri. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk -perawat dan bidan). Salemba Medika : Jakarta