anak thalasemia

30
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Dosen : Ns. MARFUAH, S.Kep. Oleh : KELOMPOK VIII 1. Rika Endah Swarini (08.34.KH) 2. Habibi (08.16.KH) 3. Tri Suharyono (08.45.KH)

description

askep anak

Transcript of anak thalasemia

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN THALASEMIA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Dosen : Ns. MARFUAH, S.Kep.

Oleh :

KELOMPOK VIII

1. Rika Endah Swarini (08.34.KH)

2. Habibi (08.16.KH)

3. Tri Suharyono (08.45.KH)

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

DINAS KESEHATAN

AKADEMI KEPERAWATAN PROGRAM KHUSUS LUMAJANG

2010

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN THALASEMIA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Dosen : Ns. MARFUAH, S.Kep.

Oleh :

KELOMPOK VIII

1. Rika Endah Swarini (08. 34.KH)

2. Habibi (08.16.KH)

3. Tri Suharyono (08.45.KH)

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

DINAS KESEHATAN

AKADEMI KEPERAWATAN PROGRAM KHUSUS LUMAJANG

2010

ii

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan dan

rahmat waktu, rahmat kesehatan, sehingga makalah ini bisa terselesaikan. Makalah ini

ditujukan agar kita dapat mengerti konsep thalasemia beserta asuhan keperawatannya.

Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam memberikan

penanganan dan asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia apabila kita

menemukannya nanti baik di institusi maupun di lapangan.

Oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Ibu Ns.

Marfuah, S.Kep. selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak yang telah

memberikan arahan dan motivasi sehingga kami mampu melahirkan makalah tentang

thalasemia.

Demi kesempurnaan di masa yang akan datang, kami mengharap saran dan kritik

yang bersifat membangun, terutama dari dosen dan teman-teman mahasiswa dan dari

semua pembaca pada umumnya.

Jember, Mei 2010

Penyusun

iii

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ……………………………………… i

HALAMAN SAMPUL DALAM …………………………………….. ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………... iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………. iv

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………. v

DAFTAR BAGAN …………………………………………………… vi

BAB 1 Pendahuluan ………………………………………………...

1

BAB 2 Tinjauan Pustaka ….……………………………………….. 2

2.1. Fisiologi Darah ………..... …. ………………………… 2

2.2. Konsep Congenital Heart Dideases ……....................... 4

2.2.1. Definisi ................... ……………………………. 4

2.2.2. Klasifikasi .............. …………………………….. 4

2.2.3. Gejala Klinis ......................................................... 5

2.2.4. Prognosis .............................................................. 5

2.2.5. Pemeriksaan Diagnostik ....................................... 6

2.2.6. Penatalaksanaan .................................................... 6

2.2.7. Patofisiologi .......................................................... 7

2.3. Asuhan Keperawatan …………………………... .......... 8

2.3.1. Pengkajian ........... ................................................ 8

2.3.2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul ... 11

2.3.3. Perencanaan .......................................................... 11

BAB 3 PENUTUP …………………………………………………. 14

DAFTAR PUSTAKA

iv

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Eritrosit …………………………….. ……………. 2

Gambar 2.2 Ikatan hemoglobin ……………………... ............... 3

Gambar 2.3 Lekosit ………. …………………………………... 4

Gambar 2.4 Trombosit ..................... …………………….......... 4

v

v

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Gambar Halaman

Bagan 2.1 Patofisiologi Thalasemia .…. ………………. 7

vi

vi

BAB 1

PENDAHULUAN

Thalasemia merupakan penyakit anak yang paling banyak diderita di Indonesia

(Nursalam, 2008). Thalasemia merupakan suatu gangguan dimana pembentukan rantai

globulin hemoglobin terhambat sehingga menyebabkan sel darah merah menjadi mudah

pecah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya anemia hemolitik.

Setidaknya, terdapat 3000 penderita thalasemia baru di Indonesia setiap

tahunnya (www.liputan6.com). Dari seluruh penderita thalasemia tersebut, sebanyak

85% berasal dari keluarga kurang mampu. Hal tersebut membuat proses pengobatan

thalasemia yang ahrus dijalani secara terus-menerus menjadi sering terhambat karena

keterbatasan biaya.

Oleh karena itu, agar thalasemia tidak menjadi momok bagi para orang tua,

perlu diadakan konseling tentang penyakit tersebut. Makalah ini diharapkan dapat

membantu memberikan pencerahan baik kepada petugas kesehatan maupun kepada para

orang tua tentang penyakit thalasemia dan proses penanganannya.

1

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Darah

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian, yakni cairan yang

merupakan bahan interseluler yang disebut plasma dan unsur-unsur padat berupa sel

darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan berat badan atau

kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan, sedangkan 45% sisanya adalah sel

darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang

dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai dengan 47.

Darah tersusun atas serum darah atau plasma yang terdiri atas:

1. Air : 91,0%

2. Protein: 8,0% (albumin, globulin, protrombin, dan fibrinogen)

3. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium,

fosfor, magnesium dan besi)

Sisanya diisi oleh sejumlah bahan organik, yaitu glukose, lemak, urea, asam urat,

kreatini, kolesterol, dan asam amino. Plasma juga berisi gas – oksigen dan

karbondioksida, hormin-hormon, enzim, dan antigen.

Sementara komponen yang kedua, yaitu sel darah terdiri atas tiga jenis, yaitu

eritrosit (sel darah merah), lekosit (sel darah putih), dan trombosit (butir pembeku).

Sel darah merah merupakan unsur padat terbanyak dalam darah, yakni

5.000.000/mm3 darah (Pearce, Evelyn, 2000). Di dalamnya terdapat hemoglobin,

yakni sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen (www.wikipedia.org).

Gambar 2.1 Eritrosit (Sumber: www.wikipedia.org dan www.medicinenet.com)

Hemoglobin adalah suatu molekul protein yang terdapat di dalam sel darah

merah yang dapat mengambil oksigen dari paru-paru dan membawanya untuk di

2

2

edarkan ke seluruh jaringan tubuh. Selain itu, hemoglobin juga dapat membawa

karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru.

Hemoglobin pada orang dewasa tersusun dari 4 molekul protein (rantai

globulin) yang terikat bersama-sama. Hemoglobin normal memiliki 2 rantai

globulin alfa (-globulin) dan 2 rantai globulin beta (-globulin). Pada fetus dan

bayi baru lahir, hanya ada beberapa rantai -globulin sehingga molekul hemoglobin

terdiri dari 2 rantai -globulin dan 2 rantai -globulin. Setiap rantai gobulin

mengandung struktur yang sangat penting yang di sebut molekul heme yang berisi

zat besi inilah yang mengangkut oksigen di dalam darah. Selain itu, zat besi juga

memberikan warna merah terhadap darah dan mempertahankan bentuk sel darah

merah (www.medicinenet.com).

Gambar 2.2 Ikatan hemoglobin (Sumber: www.wikipedia.org dan www.medicinenet.com)

Ada dua tipe fisiologis dari hemoglobin, yaitu:

1. Hemoglobin A orang dewasa: Sebanyak 2,5% adalah jenis A2 yang geraknya

lambat, disertai rantai delta yang menggantikan rantai beta – mengalami

denaturasi pada larutan alkali.

2. Hemoglobin F: Kedua rantai beta digantikan oleh rantai gamma. Sebanyak 60-

90% hemoglobin neonatus cukup bulan adalah hemoglobin F, pada umur 4-5

bulan jumlah yang beredar kurang dari 10%. Pada beberapa keadaaan,

hemoglobin F dapat menetap, misalnya talasemia. Hemoglobin ini tahan

terhadap alkali.

Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara

amoemoid, dan dapat menembus idnding kapiler. Normalnya, terdapat 4000 sampai

dengan 11.000 sel darah putih dalam 1 mm3 darah manusia. Sel darahj ini berfungsi

3

3

untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari

sistem kekebalan tubuh (www.wikipedia.org).

Gambar 2.3 Lekosit (Sumber: www.wikipedia.org dan www.medicinenet.com)

Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah.

Trombosit adalah sel anuklear (tidak mempunyai nukleus pada DNA-nya)dengan

bentuk tak beraturan berukuran diameter2-3 m dan mudah pecah bila tersentuh

benda kasar. Terdapat 300.000 trombosit dalam setiap mm3 darah. Trombosit

berperan penting dalam proses pembekuan darah (www.wikipedia.org).

Gambar 2.4 Trombosit (Sumber: www.medicinenet.com)

2.2. Thalasemia

2.2.1. Definisi

Thalasemia adalah suatu kondisi yang diturunkan berupa kurangnya

jumlah hemoglobin dalam darah (www.medicinenet.com). Talasemia adalah

suatu pentakit kongenital herediter yang diturunkan secara outosom

berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau lebih rantai polipeptida

hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sama sekali sehingga menyebabkan

terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997 dalam Nursalam, 2008).

4

4

2.2.2. Klasifkasi

Terdapat dua jenis talasemia yang dikenal, yaitu:

1. Thalasemia minor: adanya gangguan pada pembentukan rantai globulin

alfa. Jenis thalasemia ini biasanya diketahui pada usia 4- tahun karena

gejalanya memang tidak terlalu terlihat.

2. Thalasemia mayor: dimana terjadi gangguan pada pembentukan rantai

globulin beta. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan rantai

globulin alfa. Rantai alfa ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalam

sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membran

sel menjadi lebih permeabel. Keadaan ini mengakibatkan mudah

pecahnya sel darah merah atau hemolisa. Oleh karena itu, penderita

thalasemia mayor pasti sudah menunjukkan gejala-gejala ketika masih

berusia kurang dari 1 tahun.

(Wahyuni,Evi T., 2005)

2.2.3. Gejala Klinis

1. Pigmentasi khas – sebagai akibat dari hemosiderosis transfusi dan ikterus

2. Wajah ’mongoloid’ yang diakibatkan oleh penebalan tulang kranial dan

molar. Hal ini akibat hiperplasi sumsum tulang

3. Hepar membesar, begitu pula limpa dan kadang jantung

4. Sering terdapat ulkus pada tungkai

5. Mental dapat terbelakang

6. Pertumbuhan terganggu, pubertas terhambat atau tidak sama sekali,

terjadi diabetes mellitus sekunder terhadap siderosis pankreas

7. Anemia, anoreksia

8. Pada gambaran radiologik terdapat gambaran striae vertikal apda tulang

kepala, gambaran hair-on-end. Tulang-tulang panjang menjadi tipis dan

sering terjadi fraktur.

(Short, John Rendle, 1992)

2.2.4. Prognosis

Pada thalasemia mayor, keadaan menjadi hampir selalu fatal pada

dekade kedua atau ketiga.

5

5

2.2.1. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

a. Saat dilakukan hapusan darah tepi, didapatkan gambaran:

1) Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna)

2) Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang

3) Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah merah yang abnormal

4) Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak terdapat sel

normoblast

5) Kadar Fe dalam serum tinggi

b. Kadar hemoglobin rendah, yaitu < 6 mg/dl

(Nursalam, 2008)

2. Radiologis

Pada gambaran radiologik terdapat gambaran striae vertikal apda tulang

kepala, gambaran hair-on-end. Tulang-tulang panjang menjadi tipis dan

sering terjadi fraktur (Short, John Rendle, 1992).

2.2.5. Penatalaksanaan

Prinsip terapi pada anak dengan thalasemia adalah mencegah

terjadinya hipoksia jaringan. Untuk itu, hal-hal yang dapat dilakukan adalah:

1. Pertahankan hemoglobin di atas 9-10 g/dl dengan memberikan transfusi

darah berulang sedikit demi sedikit (dosis 10 mg/kgBB/kali pemberian)

dengan interval 4-6 minggu

2. Mungkin diperlukan splenektomy karena ukuran limpa yang besar sekali

yang dapat mengakibatkan trauma/ruptur limpa. Splenektomy dilakukan

pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun

3. Pemberian roborantia. Hindari roborantia yang mengandung preparat Fe

4. Mambantu meningkatkan ekskresi Fe agar dapat memngurangi

hemosiderosis dengan memberikan desferioxamin dan asam askorbat.

5. Pengurangan proses absorbsi Fe melalui usus dilakukan dengan

menganjurkan klien banyak minum teh.

(Short, John Rendle, 1992 dan Nursalam, 2008)

6

6

2.2.6. Patofisiologi

Bagan 2.1 Patofisiologi Thalasemia

Peningkatan rantai Pembentukan rantai beta terhambat

Denaturasi dan presitipasi rantai alfa

Membran sel menjadi lebih permeabel

Sel darah merah mudah pecahStabilitas

gugusan heme terganggu

ANEMIA (HEMOLITIK):THALASEMIA

Transport oksigen dan karbondioksida serta nutrisi ke dan dari jaringan

Mudah lelah AnoreksiDaya tahan tubuh berkurang

Intoleransi aktifitas

Intoleransi aktifitas

Perubahan perfusi jaringan perifer

Perubahan perfusi jaringan perifer

Gangguan pertumbuha

n fisik

Gangguan pertumbuha

n fisik

Risiko tinggi terhadap infeksi

Risiko tinggi terhadap infeksi

Perubahan nutrisi:

kurang dari kebutuhan

Perubahan nutrisi:

kurang dari kebutuhan

7

7

2.3. Asuhan Keperawatan

2.3.1. Pengkajian

1. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar Laut tengah

(Mediterania), seperti Turki, Yunani, Cyprus, dan alin-lain. Di Indonesia

sendiri, thalasemia cukup dijumpai pada anak, bahkan merupakan

penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah

terlihat sejhak ank berumur < 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor

yang gejalanya lebih ringan biasanya anak baru datang berobat pada

umur sekitar 4-6 tahun.

3. Riwayat kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas atau

infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang

berfungsi sebagai alat transport oksigen dan karbondioksida.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah ada

orang tua yang menderita thalasemia. Apabla kedua orang tua menderita

thalasemia , maka anaknya berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh

karena itu, konseling pra nikah sebenarnya perlu dilakukan karena

berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan

karena keturunan.

5. Pertumbuhan dan Perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan

terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya

pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama

untuk thalasemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk

umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak

ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat

8

8

mengalami penurunan. Namun, pada jenis thalasemia minor, sering

terlhat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

6. Pola Makan

Karena ada anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga

berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

7. Pola Aktifitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya, anak lebih

banyak tidur/istirahat karena bila beraktifitas seperti anak normal mudah

terasa lelah.

8. Riwayat Antenatal Care

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam

adanya faktor risiko thalasemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya

sehat. Apabila diduga ada faktor risiko, maka ibu perlu diberitahu

mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.

Untuk memmastikan diagnosis, maka ibu segera sirujuk ke dokter.

9. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum anak biuasanya terlihat lemah dan kurang bergairah

serta tidak selincah anak seusianya yang normal

b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum/tidak

mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala

membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung

pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi

terlihat lebar

c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e. Dada. Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol

akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia

kronik

f. Perut. Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran

limpa dan hati (hepatosplenomegali)

9

9

g. Pertumbuhan fisik terlalu kecil untuk umurnya dan berat badannya

kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila

dibandingkan dengan anak normal seusianya

h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas

mengalami keterlambatan, bahkan mungkin anak tidak dapat

mencapai tahap adolesence akibat adanya anemia kronik

i. Kulit. Warna kulit pucat kekuningan. Jika anak telah sering

mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti

besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit

(hemosiderosis).

10. Pemeriksaan Diagnosis

a. Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi

didapatkan gambaran sebagai berikut:

1) Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna)

2) Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang

3) Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah merah yang

abnormal

4) Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak terdapat sel

normoblast

5) Kadar Fe dalam serum tinggi

b. Kadar Hb rendah

11. Program terapi

Prinsip terapi pada anak dengan thalasemia adalah mencegah terjadinya

hipoksia jaringan. Tindakan yang diperlukan adalah:

a. Pemberian transfusi darah apabila kadar Hb rendah sekali (< 6g%)

atau anak lemah dan tidak mau makan. Pemberian transfusi darah

dilakukan berulang sedikit demi sedikit (dosis 10 mg/kgBB/kali

pemberian) dengan interval 4-6 minggu

b. Splenektomy. Dilakukan pada anak yang berumur > 2 tahun dan bila

limpa terlalu besar sehingga risko terjadinya trauma yang berakibat

perdarahan cukup besar

10

10

c. Pemberian roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi

d. Pemberian desferioxamin dan asam askorbat untuk mengurangi

proses hemosiderosis. Anjurkan untuk banyak minum teh untuk

mengurangi absorbsi zat besi melalui usus

e. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang

berusia > 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dalksanakan

karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai

2.3.2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Munsul

1. Perubahan perfusi jaringan perifer

2. Risiko tinggi terhadap infeksi

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan

4. Gangguan pertumbuhan fisik

5. Intoleransi aktifitas

2.3.3. Perencanaan

Apabila ditemukan anak yang mungkin menderita thalasemia dan

belum pernah ditangani oleh dokter, segera rujuk ke rumah sakit dengan

fasilitas lebih lengkap. Anak dengan thalasemia tidak selalu harus dirawat di

rumah sakit kecuali apabila ada komplikasi atau penyakit penyerta. Secara

periodik, anak perlu kontrol untuk transfusi darah. Oleh karena itu, tujuan

perawatan anak thalasemia adalah:

1. Anak akan terpenuhi kebutuhan perfusi jaringan perifernya sehingga dapt

melaksanakan aktiofitas yang layak sesuai dengan kemampuannya

2. Keluarga dapat memahami keadaan anaknya sehingga rasa cemasnya

berkurang, dapat membantu program terapi anaknya, dan bersedia untuk

mengikuti konseling genetik

3. Terhindar dari risiko nfeksi/komplikasi seperti ISPA, gagal jantung, dan

perdarahan limpa

4. Terpenuhi kebutuhan nutrisinya dan anak dapat tumbuh normal

Adapun perencanaan yang dapat diterapkan adalah:

11

11

1. Memulihkan atau mengembalikan perfusi jaringan secara adekuat yaitu

dengan jalan melakukan transfusi darah sesuai dengan protokol terapi.

Hal yang diperlukan adalah:

a. Jelaskan semua prosedur untuk mengurangi kecemasan

b. Cari lokasi vena yang mudah

c. Monitor tnda vital sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan

transfusi serta reaksinya (misalnya: panas, menggigil, dan urtikaria).

Apabila terjadi reaksi, hentikan transfusi dan segera beritahu dokter

d. Spoel dengan cairan infus NaCl 0,9% atau RL sebelum dan sesudah

transfusi

2. Beri dukungan psikososial pada anak dan keluarga untuk mengurangi

kecemasan dan ketidaktahuan

a. Membesarkan hati anak dan keluarga agar tidak merasa cemas atau

bersalah dan agar terbuka dalam mengukapkan perasaannya.

b. Menyiapkan anak dan keluarganya untuk prosedur yang dilaksanakan

dengan menjelalaskan tujuan prosedur tersebut.

c. Jika transpalansi sumsum tulang disarankan oleh dokter, beri

dukungan untuk mengambil/menentukan keputusan

d. Jika anak diperbolehkan untuk rawat jalan, siapkan instruksi/prosedur

untuk perawatan di rumah (misalnya menghindari ruptus dan

melaksanakan diit rendah Fe)

e. Berikan pendidikan mengenai thalasemia yang meliputi pengertian,

etiologi, gejala dan tanda, pengobatan, serta tindak lanjut rutin

f. Berikan koseling genetik pada orang tua biula mereka ingin memiliki

anak lagi dan pada anak sendiri bila mereka ingin menikah

3. Memenuhi kebutuhan nutrisi.

Anak dengan thalasemia mengalami anoreksia karena terdapat anemia

yang kronis. Anoreksia bisa dikurangi dengan memperbaiki anemianya

yaitu dengan melakukan transfusi darah. Untuk kebutuhan nutrisi per

oral, hal yang perlu diperhatikan adalah:

12

12

a. Diit tinggi kaloro tinggi protein (TKTP) dengan gizi menu seimbang

dan bervariasi untuk menghindari kebosanan

b. Hindari pemberian makanan yang banyak mengandung fe, seperti

hati, sayuran hijau tua, dan anjurkan minum teh untuk menghiundari

penyerapan Fe malalui usus

c. Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering

d. Apabila anak belum mampu makan sendiri, suapi pasien

e. Ajak anak untuk makan bersama-sama dan ciptakan suasana yang

menyenangkan saat makan

4. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak

a. Memberikan stimulus sesuai umur anak

b. Transfusi darah secara teratur untuk menghindari Hb yang terlalu

rendah

c. Penuhi kebutuhan ntrisi secara mencukupi

d. Pantau tumbuh kembang anak secara berkala

e. Berikan kesemapatan pada anak untuk bereksploitasi dan bermain

sesuai umurnya

5. Mencegah risiko terjadinya infeksi/komplikasi

a. Segera atasi infeksi apabila terjadi

b. Berikan nutrisi yang mencukupi dan lakukan transfusi darah secara

teratur

c. Anjurkan anak untuk minum teh dan kolaborasikan untuk pemberian

Desferioxamine/Disperal untuk meningkatkan ekskresi Fe

d. Hindari terjadinya ruptur limpa dengan cara memberi ganjalan bantal

pada perut sebelah kiri apabila anak berbaring

e. Kolaborasikan dengan tim medis untuk dilakukan splenektomi bila

limpa terlalu besar

13

13

BAB 3

PENUTUP

Dalam penanganan penyakit thalasemia, diperlukan kesabaran dan ketelatenan

yang sangat besar karena harus dijalani seumur hidup. Namun, dengan kerja sama yang

baik antara pemerintah, penderita, keluarga, dan petugas kesehatan, proses pengobatan

thalasemia akan dapat dijalani dengan lebih ringan.

Sebagai petugas kesehatan, memberikan motivasi dan pelayanan yang baik

akan sangat membantu klien dan keluarga dalam melalui proses pengobatan yang begitu

panjang.

14

14

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Alimul Aziz. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak,Jakarta:Penerbit Salemba Medika

Internet.(2010).Hemoglobin:www.medicinenet.com

_______.(2010).Urinary Tract: www.wikipedia.org

Nursalam,et al.(2008).Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan),Jakarta:Penerbit Salemba Medika

Pearce, Evelyn.(2000). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis,Jakarta:Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Short,John Rendle,et al.(1992).Ikhtisar Penyakit Anak Edisi VI,Jakarta:Binarupa Aksara

Wahyuni, evi T.(2005).Kuliah Keperawatan Anak,tidak dipubikasikan