ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

30
BAB 1 KONSEP MEDIS A. PENGERTIAN SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013). Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal

Transcript of ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

Page 1: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

BAB 1

KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah

mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.

Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti

kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial

(Smeltzer & Bare, 2013).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas

yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu

tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan

saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau

dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses

ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk

juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah

dan selaput otak. (Fransisca, 2008: 84).

Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi

maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas

pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium.

Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan

cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti

Page 2: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan

serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

B. ETIOLOGI

Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena.

Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan

sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari

bagian-bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada

bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.

1. Tumor lobus frontal

Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan

tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim

yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.

2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)

Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang

sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan

nigtatius (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak

horizontal.

3. Tumor korteks motorik

Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana

kejang terletak pada satu sisi.

Page 3: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

4. Tumor lobus frontal

Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan

tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim

yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.

5. Tumor intra cranial

Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara

dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang

paling sering adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat

maligna) dan metastase serebral dari bagian luar.

6. Tumor sudut cerebelopointin

Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala yang

timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.

Gejala pertama :

Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang

mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII /

vestibulochorlearis / oktavus)

Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan

dengan cranial ke V/trigemirus)

Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII /

fecialis)

Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada

fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)

Page 4: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

C. PATOFISIOLOGI/ PATHWAY

Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak

Invasi jaringan otak

Bertambahnya massa

Nekrosis jar. otak

Kejang Gang. Neurologis fokal

Gang. Fungsi otak

Obstruksi vena di otakHipoksia jaringan

Gang. Suplai darah

Kerusakan Jar. Neuron ( Nyeri )

Penyerapan cairan otak

Gang. Perfusi Jaringan

Defisit neurologis

Aspirasi sekresi Obstruksi jalan

nafas Dispnea Henti nafas Perubahan pola

nafas

Oedema

DisorientasiPeningkatan

TIK

Resti. Cidera

Hidrosefalus

Cemas

Perubahan proses pikir

Ancaman kematia

Hernialis ulkusBradikardi progresif, hipertensi sitemik, gang.pernafasan

Bicara terganggu, afasia

Gang. Pertukaran gas

Gang. kesadaran

Mual, muntah, papileodema, pandangan kabur, penurunan fungsi

pendengaran, nyeri kepala

Menisefalon tekanan

Gang. komunikasi verbal

Gang. Rasa nyaman (Nyeri)

( Suddart & Brunner. 2003)

Page 5: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

D. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :

a) Sakit kepala

b) Muntah

c) Papiledema

2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak

pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )

b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang

penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan

dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.

c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan

dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak

terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak

disengaja )

d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status

emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering

menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri

e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli

(gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan

Page 6: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial

keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.

f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,

gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.

( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,

jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi

tentang sistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam

batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran

yang menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan

untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada

daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi

lobus temporal pada waktu kejang (Doenges, 2000).

Page 7: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

F. PENATALAKSAAN MEDIS

Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat

peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien

dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila

memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya

adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan

tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya

gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).

1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)

Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada

serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid

dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan

tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat

melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan

nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori

meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap

radiasi atau kemoterapi.

2. Pendekatan kemoterapy

Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga

menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum-

sum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan

menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali

Page 8: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai

akibat dosis tinggi radiasi.

Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa

digunakan pada klien :

a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi

radiasi

b) Setelah tumor recurance

c) Setelah lengkap tindakan radiasi

3. Pendekatan stereotaktik

Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu

di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk

menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple

sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan

sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor

sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan

pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam

tumor.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik

dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah

pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial

tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :

Page 9: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

1. Kehilangan memory

2. Paralisis

3. Peningkatan ICP

4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara

5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus

6. Mental confusion

Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi

mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :

1. Perubahan visual dan verbal

2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit

kepala

3. Perubahan pupil

4. Kelemahan otot / paralysis

5. Perubahan pernafasan

Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan yang

terjadi yaitu :

1. Gangguan fungsi neurologis.

Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada

serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan

keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh

ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata

berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.

Page 10: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

2. Gangguan kognitif.

Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan

sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk

proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan

menurun.

3. Gangguan tidur & mood

Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga

hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan

malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.

4. Disfungsi seksual

a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas

prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea

(kelebihan atau aliran spontan susu )

b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan

hipogonadisme.

c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan

perubahan tingkat kepuasan.

Page 11: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

a) Chin lift / jaw trust

b) Suction / hisap

c) Guedel airway

d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.

2. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan

yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi,

whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.

3. Circulation

TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.

4. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri

atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.

Adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah dengan metode AVFU

Awake : A, Respon bicara :V, Respon nyeri : P, Tidak ada respon : U

Page 12: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

5. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera

yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,

maka imobilisasi inline harus dikerjakan.

PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.

2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian

tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga

(otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses

paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

5. Aktivitas / istirahat

Gejala : malaise

Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

6. Pemeriksaan Fisik

a) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda : TD : meningkat

Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh

pada vasomotor).

Page 13: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

b) Eliminasi

Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.

c) Nutrisi

Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)

Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa

kering.

d) Hygiene

Gejala : -) , dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan,

perawatan diri (pada periode akut).

e) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.

Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori,

sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor

(peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum lokal.

f) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /

pungung kaku.

Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.

g) Pernapasan

Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan

mental (letargi sampai koma) dan gelisah

Page 14: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

h) Keamanan

Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis,

telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit,

fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

I. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL

dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,

perubaan respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital

Kriteria Hasil : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran, perbaiakan

kognitif, fungsi motorik/sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan

TIK (Tekanan Intra Kranial)

Intervensi :

a. Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan

b. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai

standar ( GCS )

c. Pantau TTV

d. Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil

e. Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )

f. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan

g. Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara

tambahan yang abnormal

Page 15: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

Kolaborasi :

h. Pantau analisa gas darah

i. Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan

j. Berikan oksigenasi

2. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan

neurovaskuler, kerusakan kognitif.

Kriteria Hasil : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas

sianosis, dengan GDA dalam batas normal

Intervensi :

a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan

b. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi

c. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar

d. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15

detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret

e. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif

Kolaborasi:

f. Berikan O2 sesuai indikasi

g. Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi

3. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,

peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena perubahan

posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong

keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad

Page 16: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

dirisendiri, wajah menahan nyeri, perubahna pola tidur, menarik diri secara

fisik

Kriteria Hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukan perilaku

untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri .

Intervensi :

a. Kaji keluhan nyeri, tingkat, skala, durasi, dan frekuensi nyeri yang

dirasakan klien

b. Observasi keadaan nyeri nonverbal (Misal : ekspresi wajah, gelisah,

menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung,

pernapasan dan tekanan darah.

c. Anjurkan untuk istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang

d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai

kebutuhan

e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat

toleransi terhadap sentuhan

f. Sarankana pasien untuk menggunakan persyaratan positif “saya sembuh“

atau “ saya suka hidup ini “

Kolaborasi :

g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi

h. Berikan antiemetiksesuai indikasi

Page 17: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau

integrasi (trauma atau defisit neurologis), ditandai denagg disorientasi,

perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola

komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk,

perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola

perilaku

Kriteria Hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi

persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan

residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.

Intervensi :

a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif,

sensoris dan proses pikir

b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda

tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh,

perhatkian adanya masalah penglihatan

c. Observasi repon perilaku

d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan

e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil,

pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis

Kolaborasi :

f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB

g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi

Page 18: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

5. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan

TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, (anoreksia, iritasi,

penyimpangan rasa mual) dibuktikan oleh : keluhan masukan makanan tidak

adekuat, kehilangan sensasi pengecapan, anoreksia, ketidakmampuan untuk

mencerna makanan, BBI < 10 %, penurunan penumpukan lemak/masa otot,

sariawan, rongga mulut terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.

Krieteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil,

mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi spesifik

untuk merangsang nafsu makan

Intervensi :

a. Pantau masukan makanan setiap hari

b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi

c. Dorong pasien untuk makandiit tinggi kalori kaya nutrien sesui program

d. Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan terlalu manis,

berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

e. Identifikasi pasien yang mengalami mual / muntah

Kolaborasi :

f. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler

g. Vitamin A, D, E dan B6

h. Rujuk kepada ahli diit

i. Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral

Page 19: ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan (Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.