Askep NEOROLOGI

22
Askep NEOROLOGI 0 komentar 1. Fungsi Cerebral Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) : • Refleks membuka mata (E) 4 : Membuka secara spontan 3 : Membuka dengan rangsangan suara 2 : Membuka dengan rangsangan nyeri 1 : Tidak ada respon • Refleks verbal (V) 5 : Orientasi baik 4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan. 3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik 2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang 1 : Tidak keluar suara • Refleks motorik (M) 6 : Melakukan perintah dengan benar 5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar 4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi 3 : Hanya dapat melakukan fleksi 2 : Hanya dapat melakukan ekstensi 1 : Tidak ada gerakan Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1) Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Transcript of Askep NEOROLOGI

Askep NEOROLOGI

0 komentar

1. Fungsi CerebralKeadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :

• Refleks membuka mata (E)4 : Membuka secara spontan3 : Membuka dengan rangsangan suara2 : Membuka dengan rangsangan nyeri1 : Tidak ada respon

• Refleks verbal (V)5 : Orientasi baik4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang1 : Tidak keluar suara

• Refleks motorik (M)6 : Melakukan perintah dengan benar5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi3 : Hanya dapat melakukan fleksi2 : Hanya dapat melakukan ekstensi1 : Tidak ada gerakan

Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1) Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Derajat kesadaran :• Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi • Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.• Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.• Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)• Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus

Kualitas kesadaran :

• Compos mentis : bereaksi secara adekuat Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu• Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.• Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

Gangguan fungsi cerebral meliputi : Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi

Pengkajian status mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

2. Fungsi nervus cranialisCara pemeriksaan nervus cranialis :a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) : Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan): dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandangc. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam): sama seperti N.IIIe. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapasf. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.IIIg. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ): senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garamh. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) : test Webber dan Rinnei. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ): membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus) palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah): pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.

3. Fungsi motorika. Otot• Ukuran : atropi / hipertropi• Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan• Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.

Derajat kekuatan motorik :5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas4 : Ada gerakan tapi tidak penuh3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.1 : Hanya ada kontraksi0 : tidak ada kontraksi sama sekalib. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

4. Fungsi sensorik

Test : Nyeri, Suhu, Raba halus, Gerak, Getar, Sikap, Tekan, Refered pain.

5. Refleks

a. Refleks superficial• Refleks dinding perut :Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medialRespon : kontraksi dinding perut• Refleks cremasterCara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawahRespon : elevasi testes ipsilateral • • Refleks glutealCara : goresan atau tusukan pada daerah glutealRespon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

b. Refleks tendon / periosteum• • Refleks Biceps (BPR):Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.Respon : fleksi lengan pada sendi siku• Refleks Triceps (TPR)Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasiRespon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku• Refleks Periosto radialisCara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasiRespon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis• Refleks PeriostoulnarisCara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus• Refleks Patela (KPR)Cara : ketukan pada tendon patellaRespon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

• Refleks Achilles (APR)Cara : ketukan pada tendon achillesRespon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius• Refleks Klonus lututCara : pegang dan dorong os patella ke arah distalRespon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung• Refleks Klonus kakiCara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung

c. Refleks patologis• BabinskyCara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anteriorRespon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya• ChadockCara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anteriorRespon : seperti babinsky• OppenheimCara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distalRespon : seperti babinsky• GordonCara : penekanan betis secara kerasRespon : seperti babinsky• SchaeferCara : memencet tendon achilles secara kerasRespon : seperti babinsky• GondaCara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4Respon : seperti babinsky• StranskyCara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5Respon : seperti babinsky• RossolimoCara : pengetukan pada telapak kakiRespon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal• Mendel-BeckhterewCara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideumRespon : seperti rossolimo• HoffmanCara : goresan pada kuku jari tengah pasienRespon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi• TrommerCara : colekan pada ujung jari tengah pasienRespon : seperti hoffman• LeriCara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atasRespon : tidak terjadi fleksi di sendi siku• Mayer

Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tanganRespon : tidak terjadi oposisi ibu jari

d. Refleks primitif

• Sucking refleksCara : sentuhan pada bibirRespon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu• Snout refleksCara : ketukan pada bibir atasRespon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung• Grasps refleksCara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasienRespon : tangan pasien mengepal• Palmo-mental refleksCara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenarRespon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :Pemeriksaan fungsi luhur:1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain.6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.

Pemeriksaan Klinis Neurologi 1

Pemeriksaan Klinis Neurologi terdiri atas:        I.      Anamnesis      II.      Kesadaran    III.      Rangsang Selaput Otak    IV.      Saraf Kranial      V.      Sistem Motorik    VI.      Sistem Sensorik  VII.      Sistem RefleksVIII.      Fungsi Kortikal Luhur

Berikut ini akan dibahas secara ringkas mengenai tahap-tahap Pemeriksaan Klinis Neurologi (Terbagi dalam 8 Bab)

BAB I

Anamnesis

Informasi yang perlu diperoleh:1.    Data Statistik-     Nama-     Jenis kelamin-     Umur-     Alamat-     Status perkawinan-     Pekerjaan-     Agama-     Suku bangsa2.    Keluhan Utama: -     Waktu/lamanya-     Perlangsungannya-     Lokalisasi dan penyebarannya-     Sifat dan hebatnya-     Hubungan dengan waktu tertentu-     Keluhan yang menyertai-     Hal yang memperburuk/memperingan-     Pernah minum obat sebelumnya-     Perkembangan3.    Riwayat Penyakit Terdahulu:

Terutama yg mungkin ada hubungannya dengan keadaan sekarang.4.    Riwayat Penyakit dalam Keluarga5.    Riwayat Sosial (mis: pergaulan, pekerjaan)6.    Kebiasaan/Gizi (ex. kebiasaan makan berlemak, rokok, alkohol, dll)

 

BAB IIKesadaran

      Tingkat kesadaran (kualitatif) terbagi atas:-     Normal (compos mentis)-     Delirium

Penurunan kesadaran disertai peningkatan yg abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Tampak pasien gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak-teriak, meronta-ronta. Penyebabnya: gangguan metabolic toksik, penghentian minum alcohol/obat-obatan, dsb.

-     SomnolenKeadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang, mampu mem-beri jawaban verbal, dan menangkis rangsang nyeri. Somnolen disebut juga sbg letargi, obtundasi.

-     Sopor (Stupor)Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Masih dapat mengikuti perintah singkat, masih ada gerakan spontan, dengan rangsang nyeri tidak dapat dibangunkan sempurna, gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

-     Koma-Ringan (Semi Koma)

Tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks kornea dan pupil  masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.

-     Koma-Dalam (Komplit) Tidak ada gerakan spontan, tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri.

      Tingkat Kesadaran (Kuantitas) dinilai dgn GCSTerdiri atas respon:

1.    Membuka Mata / Eye (E); nilai normal = 42.    Bicara / Verbal (V); nilai normal = 53.    Gerakan / Motorik (M); nilai normal = 6

      Glasgow Coma Scale (GCS)RESPON NILAI

Respon Membuka Mata / Eye (E)

      Spontan 4      Terhadap perintah 3      Dgn rngsng nyeri (tekan kuku/supra orbita) 2

Tdk ada reaksi (biar dirangsang nyeri) 1Respon Bicara / Verbal (V)

      Baik dan tidak ada disorientasi 5      Kacau (confused) dapat bicara kalimat namun

disorientasi waktu dan tempat4

      Tidak tepat mengucapkan kata-kata dan tidak beraturan 3

      Mengerang 2      Tidak ada jawaban 1

Respon Gerakan / Motorik (M)

      Menurut perintah (ex.suruh angkat tangan) 6      Mengetahui lokasi nyeri 5      Reaksi menghindar 4

      Reaksi fleksi (dekortikasi) 3      Reaksi ekstensi 2      Tidak ada reaksi sama sekali  (pastikan dengan

rangsangan yang adekuat)1

      Interpretasi1.   GCS = E4M6V5 (15) : compos mentis2.   GCS ≤ 7 : koma3.   GCS = E1M1V1 (3) : koma dalam4.   GCS = E4M6V- : Afasia motorik5.   GCS = E4M1V1 : coma vigil

BAB IIIRangsang Selaput Otak

      Rangsang meningeal positif (+) bila terdapat radang selaput otak (ex. meningitis), benda asing di rongga subarachnoid (ex. darah, seperti pada perdarahan subarachnoid)

      Terdiri atas

1.    Kaku kuduk 2.    Tanda lasegue / tes lasegue3.    Kernig sign 4.    Brudzinski (I, II, III, IV)

Berikut akan dibahas secara ringkas mengenai teknik pemeriksaan rangsang selaput otak.

1.    Kaku Kuduk -     Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring. Kepala

ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.-     Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.-     Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis

di servikal.

2.    Tes Lasegue-     Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu

tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus (tidak bergerak)

Tes Lasegue

-     Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada sudut < 70° (dewasa) dan < 60° (lansia)

-     Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral (ex.HNP lumbosakralis)

3.    Tanda Kernig/Kernig Sign-     Caranya:  Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut 90°. Lalu

tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135°

Tes Kernig

-     Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencaai sudut 135°

-     Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti yang terdapat pada tanda lasegue (+)

               4.    Brudzinski (I, II, III, IV)      Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)

-       Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi) sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.

Tes Brudzinski I 

-       Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai

      Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)-       Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul,

sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).

Tes Brudzinski II

-       Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+)  bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.

      Brudzinski III-       Caranya: Tekan os zigomaticum-       Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior

(lengan tangan fleksi)

      Brudzinski IV-       Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)-       Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)

Catatan:Untuk pembahasan Bab IV sampai Bab VIII, silahkan lanjutkan pada "Pemeriksaan Klinis Neurologi 2" ,  "Pemeriksaan Klinis Neurologi 3", "Pemeriksaan Klinis Neurologi 4", dan "Pemeriksaan Klinis Neurologi 5" 

Referensi1.    Bahan Kuliah Sistem Neuropsikiatry, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

Makassar, 2004.2.    Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

2007.3.    Lumbantobing S, Neurologi Klinik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.4.    Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2008.

5.    Protap SMF Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, 2000.

PEMERIKSAAN KESADARAN / MENGUKUR GCS

Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

Penyebab Penurunan Kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

Pemeriksaan GCS

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada responVerbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada responMotor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)

GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

Gurgling adalah suara abnormal pada pernafasan dengan karakteristik suara seperti berkumur, di temukan jika terdapat cairan pada saluran pernafasan.

Teori Suara Paru-Paru

July 25th, 2011 | Author: Achmad Rizal

Secara tradisional, suara ini dikategorikan berdasarkan intensitas, pitch , lokasi, dan rasio inspirasi dan ekspirasi. Suara pernafasan terbentuk dari turbulen aliran udara. Pada inspirasi, udara bergerak ke saluran udara yang lebih sempit dengan alveoli sebagai akhirnya. Saat udara menabrak dinding saluran pernafasan, terbentuk turbulen dan menghasilkan suara. Pada saat ekspirasi, udara mengalir ke arah yang berlawanan menuju saluran pernafasan yang lebih lebar. Turbulen yang terjadi lebih sedikit, sehingga pada ekspirasi normal terbentuk suara yang lebih kecil dibanding ekspirasi.

Berikut beberapa suara paru dan contoh suaranya

a.  Suara Pernafasan Tracheal

Suara pernafasan tracheal sangat nyaring dan pitch-nya relatif tinggi. Inspirasi adn ekspirasi relatif sama panjang. Suara ini dapat didengar di atas trakea yang agak jarang dilakukan auskultasi pada pemeriksaan rutin.

Suara Tracheal

b. Suara PernafasanVesicular

Suara pernafasan vesikular merupakan suara pernafasan normal yang paling umum dan terdengar hampir di semua permukaan paru-paru. Suaranya lembut dan pitch rendah. Suara inspirasi lebih panjang dibanding suara ekspirasi. Suara vesikular bisa terdengar lebih kasar dan sebagian terdengar lebih panjang apabila ada ventilasi yang cepat dan dalam (misalnya setelah berolah raga) atau pada anak-anak yang memiliki dinding dada yang lebih tipis. Suara vesikular juga bisa lebih lembut jika pasien lemah, tua, gemuk atau sangat berotot.

Suara Vesikular

c. Suara Pernafasan Bronchial

Suara bronchial sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara terdengar dekat dengan stetoskop. Terdapat gap antara fasa inspirasi dan ekspirasi pada pernafasan, dan suara ekspirasi terdengar lebih lama dibanding suara inspirasi. Jika suara ini terdengar dimana-mana kecuali di manubrium, hal tersebut biasanya mengindikasikan terdapat daerah konsolidasi yang biasanya berisi udara tetapi berisi air.

Suara Bronchial

d. Suara Pernafasan Bronchovesicular

Terdapat suara pernafasan yang tingkat instensitas dan pitch-nya sedang. Inspirasi dan ekspirasinya sama panjang. Suara ini terdengar sangat baik di ICS ke-1 dan ke-2 dan di antara skapula. Dengan suara bronchi, jika terdengar di mana-mana selain di batang utama bronchi, biasanya mengindikasikan daerah konsolidasi.

Suara Bronchovesicular

II.Suara Pernafasan Abnormal

Suara paru-paru abnormal dibagi menjadi 2 kondisi, tiap-tiap kondisi diterangkan sebagai berikut:

a.  hilangnya suara pernafasan atau menurun

Ada beberapa penyebab umum dari suara pernafasan abnormal, termasuk:

ARDS                   : penurunan suara pernafasan pada tahap lanjut.

Asthma : penurunan suara pernafasan

Atelectasis : jika terjadi blok pada bronchial, suara pernafasan menghilang kecuali jika atelectasis terjadi di dalam RUL yang pada kasus ini suara tracheal yang berdekatan dapat terdengar.

Emphysema :  penurunan suara pernafasan

Pleural Effusion : penurunan suara pernafasan atau suara pernafasan tidak ada. Jika pelepasan cukup besar, suara bronchial mungkin terdengar.

Pneumothorax : penurunan suara pernafasan atau suara pernafasan tidak ada

b. Suara Pernafasan Bronchial pada Lokasi Abnormal

Suara bronchial terjadi pada daerah over consolidated. Test lebih lanjut dari eghony dan whispered petroliloquy mungkin akan berguna.

III. Suara Pernafasan Tambahan

a. Crackles (Rales)

Crackles bersifat diskontinyu, nonmusical, suara singkat dan lebih sering terdengar pada inspirasi. Suara ini diklasifikasikan sebagai fine (pitch tinggi, lembut, sangat singkat) atau coarse (pitch rendah, lebih keras, tidak terlalu singkat). Ketika mendengarkan crackles, harus diperhatikan kekerasannya, pitch, durasi, jumlah, waktu pada pernafasan, lokasi, pola dari nafas ke nafas, perubahan setelah batuk atau perubahan posisi. Crackles bisa terdengar normal pada anterior base dari paru-paru setelah ekspirasi maksimal atau setelah terlentang cukup lama.

Dasar tentang mekanisme dari crackle: saluran udara yang kecil terbuka selama inspirasi dan kolaps selama ekspirasi menyebabkan suara crackling. Penjelasan lain dari crackle yaitu gelembung udara melalui sekresi atau saluran udara yang tertutup tidak sempurna selama ekspirasi.

Kondisi penyebab terjadinya crackle:ARDSasthmabronchiectasischronic bronchitisconsolidationearly CHFinterstitial lung diseasepulmonary edema

Suara Coarse Crackle

b. Wheeze

Wheezes bersifat kontinyu, pitch tinggi, suara yang agak mendesah secara normal terdengar pada ekspirasi dan kadang pada inspirasi. Terjadi saat aliran udara melalui saluran udara yagn menyempit karena sekresi, benda asing atau luka yang menghalangi.   Harus diperhatikan jika

wheeze terjadi dan terdapat perubahan setelah bernafas dalam atau batuk. Juga bila wheeze bersifat monophonic (biasanya karena blok pada satu saluran nafas) dan polyphonic (biasanya terjadi blok pada semua saluran nafas)

Kondisi yang menyebabkan wheezing:asthmaCHFchronic bronchitisCOPDpulmonary edema

Suara Asma

c. Rhonchi

Rhonchi bersifat kontinyu, pitch rendah, suara musiknya seperti wheeze. Biasanya menunjukkan halangan pada saluran udara yang lebih besar oleh sekresi.

Suara gurgling ronchi

d. Stridor

Stridor adalah suara wheeze inspirasi yang terdengar keras pada trachea. Stridor menunjukkan blok pada trachea atau pada larynx dan memerlukan tindakan medis darurat terhadapnya.

Inspiratory and expiratory stridor

e. Pleural Rub

Pleural rubs adalah suara menggesek atau menggeretak yang terjadi ketika permukaan pleural membengkak atau menjadi kasar dan menggesek satu dengan yang lain. Suaranya bisa kontinyu atau diskontinyu. Biasanya terlokasi pada suatu tempat di dinding dada dan terdengar selama fase inspirasi atau ekspirasi.

Kondisi yang menyebabkan pleural rub:pleural effusionpneumothorax

Pleural Rub

f. Mediastinal Crunch (Hamman’s sign)

Mediastinal crunches adalah crackles yang disinkronisasi dengan detak jantung, bukan dengan pernafasan. Terdengar paling baik dengan pasien pada posisi lateral decubitus kiri. Seperti pada stridor, mediastinal crunches harus cepat mendapat perawatan darurat.

Kondisi yang menyebabkan mediastinal crunch :pneumomediastinum