Askep Hemo Pneumo Thoraks
-
Upload
kurnia-sangaji -
Category
Documents
-
view
95 -
download
3
description
Transcript of Askep Hemo Pneumo Thoraks
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMO-PNEUMO TORAKS
A. KONSEP MEDIK
1. Pengertian
a. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara bebas di alam
rongga pleura. Pneumotoraks adalah paru dapat kolaps sebagian atau
total sehubungan dengan pengumpulan udara. (Doengoes, Maryllin.
2000). Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya
paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
Tension Pneumothoraks adalah suatu pneumothoraks yang progresif
dan cepat sehingga membahayakan jiwa pasien dalam waktu yang
singkat. Udara yang keluar masuk paru masuk ke rongga pleura dan
tidak dapat keluar lagi sehingga tekanan pleura terus meningkat. (Arief
Manjoer, Selekta Kapita, 2000).
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara
pleura viseralis dan parietalis (Arif Mansjoer edisi 3 jilid 2 hal 295).
Jadi, Pneumothorak adalah suatu keadaan dimana terdapat udara atau
gas dalam rongga pleura sehingga fungsi paru-paru terganggu bahkan
bisa terjadi kolaps.
b. Hemotoraks
Hidrotoraks (efusi pleura) adalah pengumpulan cairan di dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis
yang memisahkan kedua lapisan pleura.
Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura
adalah darah (hemotoraks), nanah (empiema), cairan seperti susu
(kilotoraks) dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding
dada dan paru-paru (rongga pleura).
c. Hemopenumotoraks
Hemopneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan
paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini
di namakan dengan piopneumotoraks.
Brunner & Suddarth (2001), pada cidera dada hebat darah sering kali
terkumpul dalam rongga dada (hemotoraks) karena robeknya
pembuluh interkosta, laserasi paru-paru, atau keluarnya udara dari
paru-paru yang cideera ke dalam ruang pleura (pneumotraks). Sering
kali, baik darah atau udara ditemukan dalam rongga dada
(hemopneumotoraks).
2. Etiologi
a. Pneumotoraks
Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru
yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini
akan berhubungan dengan bronchus.
1) Pneumotorak spontan adalah setiap pneumotorak yang terjadi tiba-
tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenic) ada
2 jenis yaitu :
a) Pneumotorak spontan primer adalah suatu pneumotorak yang
terjadi tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda,
tidak berhubungan dengan aktivitas fisis yang berat tetapi
justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum
diketahui penyebabnya.
b) Pneumotorak spontan sekunder adalah suatu pneumotorak
yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya
(tuberkolosis paru, PPOK, asma bronkiale, pneumonia, dan
tumor paru.
2) Pneumotorak traumatic adalah adalah pneumotorak yang terjadi
akibat suatu penetrasi ke dalam rongga pleura karena luka tusuk
atau luka tembak atau tusukan jarum/kanul. Pneumotorak
traumatic juga ada 2 jenis yaitu :
a) Pneumotorak traumatic bukan iatrogenic adalah pneumotorak
yang terjadi karena jejas kecelakaan misalnya jejas dinding
pada dada terbuka/tertutup, baro trauma.
b) Pneumotorak traumatic iatrogenic adalah pneumotorak yang
terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis. Pneumotorak jenis
inipun masih dibedakan menjadi 2, yaitu:
3) Pneumotorak traumatic iatrogenic aksidental, adalah pneumotorak
yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi
tindakan tersebut.
4) Pneumotorak traumatic iatrogenic artificial (deliberate) adalah
pneumotorak yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara
kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell
Box. Biasanya untuk terapi tuberkolosis, atau untuk menilai
permukaan paru.
b. Hemotoraks
Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena
cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:
1) Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura
2) Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam
aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga
pleura
3) Gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura
tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah
dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih
dari 1500 cc dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka
tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh
darah pada hilus paru. Selain itu juga dapat disebabkan cedera
benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia.
3. Patofisiologi
Tekanan di dalam rongga pleura negatif selama siklus respirasi
berlangsung. Tekanan negatif tersebut disebabkan pengembangan dada.
Jaringan paru mempunyai kecenderungan menjadi kolaps karena sifat
elastik (elastic recoil). Bila ada kebocoran antara alveoli dengan rongga
pleura, udara akan berpindah dari alveoli ke dalam rongga pleura sampai
terjadi tekanan yang sama atau sampai kebocoran tertutup sehingga paru
akan kolaps (menguncup) karena sifat paru yang elastik. Hal yang sama
terjadi bila terdapat hubungan langsung (kebocoran) antara dinding dada
dengan rongga pleura. Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi karena
rupture blep subpleura, biasanya terletak di apeks. Patogenesisnya belum
jelas, diduga disebabkan tekanan transpulmoner di apeks lebih besar
daripada bagian bawah paru. Penyebab lainnya karena kelainan
kongenital, inflamasi bronkial ataupun ruptur trakeobronkial.
Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks
pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perfosari esofagus
(cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
4. Tanda dan Gejala
a. Pneumotoraks
1) Dispnea (jika luas)
2) Nyeri pleuritik hebat
3) Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumotoraks,
trakea bisa terdorong ke salah satu sisi karena terjadinya
penngempisan paru-paru.
4) Takikardia
5) Sianosis (jika luas)
6) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
terken
7) Perkusi hipersonor diatas pneumotoraks
8) Perkusi meredup diatas paru yang kolaps
9) Suara napas berkurang atau tidak ada pada sisi yang terkena
10) Fremitus vocal dan raba berkurang
b. Hidrothoraks
1) Dispnea bervariasi
2) Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
3) Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
4) Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5) Pergerakkan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
terkena
6) Perkusi meredup diatas efusi pleura
7) Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi
8) Suara napas berkurang diatas efusi pleura
9) Fremitus vocal dan raba berkurang
5. Pemeriksaan Fisik
B1 :
RR meningkat, pengunaan otot bantu pernafasan, gerakan
pernafasan sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal pada
pernafasan.
focal fremitus menurun pada sisi yang sakit.
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada sisi yang sakit.
ICS bisa normal atau melebar
Hipersonor dan pergeseran mediastinum ke sisi yang sehat.
Auskultasi suara nafas nafas yang melemah/jauh dan kadang-
kadang didapatkan suara amforik.
B2 :
Hb dapat menurun yang menunjukan adanya kehilangan darah,
takikardia, pucat, hipotensi,
B3 : Kesadaran umumnya menurun
B4 : Oliguri merupakan tanda pre shock
B5 :
Akibat sesak klien mengalami mual muntah dan penurunan nafsu
makan dan berat badan.
B6 :
Klien mengalami gangguan ADL karena sesak nafas, kelemahan
fisik secara umum
6. Peneriksaan Penunjang
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
b. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
d. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.
7. Penatalaksanaan Medik
a. Tindakan non bedah
1) Observasi
Dilakukan pada penderita tanpa keluhan dengan luas
pneumotoraks <20%, udara akan diabsorsi 1,25% volume udara
dalam rongga pleura/24 jam (50-70 ml /hari). Sebaiknya penderita
dirawat untuk observasi selama 24-48 jam, tindakan observasi
hanya dilakukan bila luas lesi <15%, bila penderita dipulangkan
diberi penjelasan perihal keadaan emergensi (pneumotoraks
tension) supaya kembali ke rumah sakit untuk mendapat
pengobatan lebih lanjut. Control foto toraks ulang setelah
beberapa hari diperlukan untuk mengevaluasi. Apabila setelah 7
hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks maka diperlukan
aspirasi atau pemasangan WSD.
2) Aspirasi
Dapat dilakukan dengan mengunakan abbocath nomor 14 yang
dihubungkan dengan three way dengan mengunakan semprit 50 cc
dilakukan aspirasi
3) Pemasangan WSD
Penderita harus dirawat, semakin besar selangWSD yang dipasang
semakin baik, umumnya untuk pneumotoraks digunakan selang
nomer 20, untuk mempercepat pengembangan paru dapat dibantu
dengan penghisapan yang terus menerus (continoussuction). WSD
dapat di cabut setelah paru mengembang yang ditandai dengan
terdengarnya kembali suara nafas dan dipastikan dengan foto
toraks paru telah mengembang, maka selang WSD diklem.
Biasanya bila paru sudah mengembang sempurna tidak terdapat
lagi undulasi pada WSD, setelah 1-3 hari diklem dibuat foto
ulangan, bila paru tetap mengembang maka WSD dapat dicabut,
pencabutan WSD dilakukan dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Indikasi Kontra pemasangan WSD.
a) Tidak direkomendasikan pada pneumotoraks minimal tanpa
keluhan (small asymptomatic pneumothorax).
b) Penderita dengan ventilator mekanis.
c) Belum berpengalaman memasang WSD.
d) Gangguan factor pembekuan darah (koagulopati)
Komplikasi pemasangan WSD
a) Nyeri
b) Pendarahan
c) Infeksi
b. Tindakan bedah
1) Toraktomi
Indikasi operasi pada serangan pertama pneumotoraks spontan bila
terjadi kebocoran lebih dari 3 hari, hemotoraks, kegagalan paru
untuk mengembang, pneumotoraks bilateral pneumotoraks ventil
atau jika pekerjaan penderita mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya pneumotoraks. Pneumotoraks berulang merupakan
indikasi operasi untama pada penderita pneumototaks spontan
primer.
2) Torakoskopi.
Penggunaan torakskopi untuk diagnosis dan terapi pneumotoraks
spontan telah lama diketahui. Selain luntuk menilai pneumotoraks
terapi endoskopi dapat dilakukan berdasarkan pene,uan yang
didapat dengan torakoskopi. Begitu juga dengan penentuan untuk
pleurodesis atau operasi. Torakoskopi merupakan terapi alternatif
untuk penderita pneumotoraks berulang atalu pneumotoraks lebih
dari 5 hari. Kelainan yang didapatkan dari torakoskopi pada
penderita pneumotoraks spontan dapat blrupa normal, perlekatan
pleura, blebs kecil (<2 cm) atau bula besar (>2 cm)
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita
sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa
apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan
intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada
mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan
kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi
selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga
menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan
meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan
menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan
pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line.
Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan
control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada)
diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi
kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir /
hari.
8. Web Off Caution
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Sesak nafas, bernafas terasa berat nyeri dada dan batuk, sesak sering
mendadak dan makin lama makin berat, nyesi dada dirasakan pada sisi
yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernafasan.
b. Identifikasi Informasi
Nama :
Umur : sering terjadi pada usia 18-30 tahun
Jenis kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama semakin
berat, nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat dan tertekan,
terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan. Selanjutnya dikaji apakah
ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluruh yang
menembus rongga dada dan paru, ledakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak
menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda
tajam langsung menembus pleura.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit TB paru,
PPOM, kanker dan tumor metastase ke pleura
e. Fokus Pengkajian Keperawatan
1) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas maupun istirahat.
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi, Frekuensi tidak teratur / dtsritmia,
TD: Hipertensi/Hipotensi
3) Integritas ego
Tanda : Ketakutan, gelisah
4) Makanan / Cairan
Tanda : Adanya pemasanga IV vena sentral /infuse tekanan
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada unilateral, meningkat karna pernapasan, batuk.
Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan tajam dan
nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher, bahu, abdomen(effuse pleura)
Tanda : Berhati-hati pada ara yang sakit, Perilaku distraksi,
Mengkerutkan kening
6) Pernafasan
Gejala : Kesulitan bernafas, lapatr napas, Batuk Riwayat
bedah dada/tarauma: penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi
paru(empisema/effuse), penyakit interstisial
menyebar(sarkoidosis), keganasan( mis. Obstruksi tumor).
Pneumothoraks spontan sebelumnya : ruptur empisemtous bula
spontan, bleb subpleural(PPOM)
Tanda : Pernapasan : Peningkatan frekuensi/ takipnea,
Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan
pada dada, leher: rekraksi interkostal, ekspirasi abdominal kua,
Bunyi napas menurun atau tak ada fremtus menurun
Perkusi dada : Hiperresonan di atas area dada terisi udara
(pnumothoraks), bunyi pekak diatas area dada yang terisi
cairan(hematoraks)
Observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak sama(paradoksis)
bila trauma atau kempes, penurunan pengembanan toraks(area
yang sakit)
Kulit: sianisis, berkeringat, kreatipikasi subkutan(udara pada
jaringan dengan palpasi)
Mental : ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Penggunaan vebtilasi mekanik tekanan positif/terapi PEET
7) Keamanan
Gejala : Adanya trauma dada, Radiasi / kemoterapi untuk
keganasan
2. Diagnosa (nanda 2005)
Pre Operatif :
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru skunder thd peningkatan tekanan
dalam rongga torak.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret jalan nafas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar
kapiler.
d. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan
nafsu makan sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
e. Gangguan ADL (activity daily living) berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan skunder terhadap sesak nafas.
f. Gangguan pola tidur berhungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan.
Post Operatif :
a. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan
b. Kerusakan intrgritas jaringan berhubungan dengan adanya luka
pemasangan WSD.
c. Resti trauma berhungan dengan tdk optimalnya drainase skunder
akibat pipa WSD terjepit.
3. Intervensi (Nic)
N
o
Dx Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Pre Operatif
1 Ketidakefektifa
n pola
pernafasan
berhubungan
dengan
menurunnya
ekspansi paru
skunder thd
peningkatan
tekanan dalam
rongga torak
Menunjukak pola
nafas efektif, dengan
kriteria hasil :
Ekspansi dada
simetris
Nafas pendek tidak
ada
Bunyi nafas
tambahan tidak ada
Awasi kesesuaian
pola pernapasan bila
menggunakan
ventilasi mekanik,
catat perubahan
tekanan udara.
Kesulitan
bernafas dengan
ventilator atau
peningkatan
tekanan jalan
nafas diduga
terjadi
komplikasi.
Auskultasi bunyi
nafas
Area atelektasis
tak ada bunyi
nafas dan
sebagian area
kolaps menurun
bunyinya.
Evaluasi
dilakukan untuk
mengetahui
pertukaran gas
dan memberi
data evaluasi
perbaikan
pneumothoraks.
Kaji pasien adanya
area nyeri, nyeri
tekan bila batuk.
Sokongan
terhadap dada
dan otot
abdominal
membuat batuk
lebih efektif
atau
mengurangi
trauma.
Evaluasi fungsi
pernapasan, catat
kecepatan/
pernapasan sesak,
dispnea, terjadinya
sianosis, perubahan
tanda vital.
Distres
pernapasan dan
perubahan pada
tanda vital
dapat terjadi
sebagai akibat
stres fisiologi
dan nyeri atau
dapat
menunjukkan
terjadinya syok
sehubungan
dengan hipoksia
/ perdarahan
Catat pengembangan
dada dan posisi
trakea
Pengembangan
dada sama
dengan
ekspansi paru.
Deviasi trakea
dari area sisi
yang sakit pada
tension
pneumotoraks.
Bila dipasang selang
dada pada pasien,
evaluasi
ketidaknormalan atau
kontinuitas
gelembung botol
penampung.
Tak adanya
gelembung
udara dapat
menunjukkan
ekspansi paru
lengkap
(normal) atau
tidak adanya
komplikasi.
Kaji hasil foto
thoraks
Mengidentifikas
i kesalahan
posisi selang
endotrakeal,
mempengaruhi
inflamasi paru.
Awasi hasil Gas
Darah
Mengkaji status
pertukaran gas
dan ventilasi
Berikan oksigen
tambahan sesuai
indikasi.
Untuk
menurunkan
kerja nafas dan
menghilangkan
distres respirasi
dan sianosis
Pemasangan WSD Mengeluarkan
udaran atau
darah yang
masuk ke
rongga pleura
sehingga
"mechanis of
breathing" tetap
baik
2 Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
berhubungan
dengan
akumulasi sekret
jalan nafas.
Jalan napas
lancar/normal
dengan Kriteria
hasil :
Menunjukkan
batuk yang
efektif.
Tidak ada lagi
penumpukan
sekret di sal.
pernapasan.
Jelaskan klien
tentang kegunaan
batuk yang efektif
dan mengapa
terdapat penumpukan
sekret di sal.
pernapasan.
Pengetahuan
yang
diharapkan
akan membantu
mengembangka
n kepatuhan
klien terhadap
rencana
teraupetik.
Ajarkan klien tentang
metode yang tepat
pengontrolan batuk.
Batuk yang
tidak terkontrol
adalah
Klien nyaman. melelahkan dan
tidak efektif,
menyebabkan
frustasi
Napas dalam dan
perlahan saat duduk
setegak mungkin.
Memungkinkan
ekspansi paru
lebih luas
Lakukan pernapasan
diafragma.
Pernapasan
diafragma
menurunkanN
frekuensi napas
dan
meningkatkan
ventilasi
alveolar.
Tahan napas selama
3 - 5 detik kemudian
secara perlahan-
lahan, keluarkan
sebanyak mungkin
melalui mulut
Meningkatkan
volume udara
dalam paru
mempermudah
pengeluaran
sekresi sekret.
Lakukan napas ke
dua, tahan dan
batukkan dari dada
dengan melakukan 2
batuk pendek dan
kuat
Meningkatkan
volume udara
dalam paru
mempermudah
pengeluaran
sekresi sekret.
Post Operatif
1 Perubahan
kenyamanan :
Nyeri akut
berhubungan
dengan trauma
jaringan
Nyeri berkurang/hilang dengan Kriteria hasil : Nyeri berkurang/
dapat diadaptasi.
Dapat
mengindentifikasi
Jelaskan dan bantu
klien dengan
tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan
non invasif
Pendekatan
dengan
menggunakan
relaksasi dan
nonfarmakologi
lainnya telah
menunjukkan
aktivitas yang
meningkatkan/me
nurunkan nyeri.
Pasien tidak
gelisah.
keefektifan
dalam
mengurangi
nyeri.
Ajarkan Relaksasi :
Tehnik-tehnik untuk
menurunkan
ketegangan otot
rangka, yang dapat
menurunkan
intensitas nyeri dan
juga tingkatkan
relaksasi masase.
Akan
melancarkan
peredaran
darah, sehingga
kebutuhan O2
oleh jaringan
akan terpenuhi,
sehingga akan
mengurangi
nyerinya.
Ajarkan metode
distraksi selama
nyeri akut.
Mengalihkan
perhatian
nyerinya ke hal-
hal yang
menyenangkan
Berikan kesempatan
waktu istirahat bila
terasa nyeri dan
berikan posisi yang
nyaman; misal waktu
tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
Istirahat akan
merelaksasi
semua jaringan
sehingga akan
meningkatkan
kenyamanan.
Tingkatkan
pengetahuan tentang:
sebab-sebab nyeri,
dan menghubungkan
berapa lama nyeri
akan berlangsung
Pengetahuan
yang akan
dirasakan
membantu
mengurangi
nyerinya. Dan
dapat
membantu
mengembangka
n kepatuhan
klien terhadap
rencana
teraupetik.
Kolaborasi denmgan
dokter, pemberian
analgetik
Analgetik
memblok
lintasan nyeri,
sehingga nyeri
akan berkurang.
Observasi tingkat
nyeri, dan respon
motorik klien, 30
menit setelah
pemberian obat
analgetik untuk
mengkaji
efektivitasnya. Serta
setiap 1 - 2 jam
setelah tindakan
perawatan selama 1 -
2 hari
Pengkajian
yang optimal
akan
memberikan
perawat data
yang obyektif
untuk
mencegah
kemungkinan
komplikasi dan
melakukan
intervensi yang
tepat.
DAFTAR PUSTAKA