Aprilia.gitasav EPtrnsfer 2014(Outline)

download Aprilia.gitasav EPtrnsfer 2014(Outline)

of 10

description

guygyu

Transcript of Aprilia.gitasav EPtrnsfer 2014(Outline)

KAJIAN KONTRIBUSI INDUSTRI MUSIK TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL DALAM KONTEKS EKONOMI KREATIF

Disusun olehAprilia Gita SavitriNIM: F1113005

EKONOMI PEMBANGUNAN (TRANSFER)FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS SEBELAS MARET2015A. LATAR BELAKANGEkonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi yang mengutamakan pada kreatifitas berpikir untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang memiliki nilai dan bersifat komersial. Ekonomi kreatif pertama kali dicetuskan oleh John Howkins Pada tahun 2001 dengan bukunya yang berjudul The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. Kreativitas berasal dari bahasa inggris creativity yang diambil dari bahasa latin creo yang artinya menciptakan atau membuat. Konsep kreativitas sangat luas karena melibatkan multidisplin, multidefinisi, dan multipendekatan. Howkins (2001) berpendapat bahwa, kreativitas muncul apabila seseorang berkata, mengerjakan dan membuat sesuatu yang baru, baik dalam menciptakan sesuatu dari yang tadinya tidak ada maupun dalam memberikan karakter baru pada sesuatu. Howkins berpendapat, kreativitas dalam bentuk ide-ide, gagasan-gagasan, dan mimpi saja tidak memiliku nilai ekonomi, dan akan memiliki nilai apabila diaktualisasikan dalam bentuk produk-produk yang diperdagangkan atau dikomersialisasikan. United Nation Conference on Trade and Developement (UNCTAD) dan United Nation Developement Program (UNDP) mengemukakan kreativitas sebagai proses dimana ide-ide dihasilkan, terinterelasi dan ditranformasikan ke dalam sesuatu yang bernilai. orang yang kreatif disebut dengan creator yaitu setiap orang yang menciptakan dan menemukan sesuatu yang baru. Barangnya di sebut dengan produk kreatif.Gambar 1: Pergeseran Orientasi Ekonomi Dunia Barat

EKONOMI KREATIFEKONOMI INFORMASIEKONOMI INDUSTRIEKONOMI PERTANIAN

Sumber: Departemen Perdagangan RI, 2008Semantara di Indonesia, Ekonomi Kreatif mulai terdengar saat pemerintah mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) kemudian membentuk tim Indonesia Design Power 2006-2010 yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk yang dapat diterima di pasar internasional namun tetap memiliki karakter nasional. Setelah menyadari akan besarnya kontribusi ekonomi kreatif terhadap negara maka pemerintah selanjutnya melakukan studi yang lebih intensif dan meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif.Gambar 2: Jumlah, Pertumbuhan dan Kontribusi PDB Subsektor Industri Kreatif dibanding Industri lainnya (2013)

Sumber: Kementerian Pariwsata dan Ekonomi Kreatif, 2014Gambar 2 menunjukan bahwa kontribusi PDB pada tahun 2013 terbesar ialah pada sektor Industri Pengolahan, dengan persentase sebesar 20,47%. Sedangkan kontribusi terendah ialah sector Listrik, Gas dan Air bersih dengan persentase sebesar 0,80%. Sementara sektor Ekonomi Kreatif itu sendiri berada di urutan ketujuhdengan persentase sebesar 7,05% pada kontribusi PDB nasional. Sektor ekonomi kreatif memiliki pertumbuhan sektoral diatas rata-rata laju pertumbuhan PDB nasional, akan tetapi kontribusi terhadap PDB nasional masih berada dibawah rata-rata. Hal ini dikarenakan sektor ekonomi kreatif masih belum berkembang secara optimal baik dari pelaku kreatif atau yang biasa disebut orang kreatif maupun dari pemerintah pusat dan daerah.Ruang lingkup pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia terdiri dari 15 subsektor. Diantaranya yaitu Seni Pertunjukan; Riset dan Pengembangan; Permainan Interaktif; Periklanan; Film, Video dan Fotografi; Musik; Teknologi Informasi; Seni Rupa; Desain; Arsitektur; Mode; Radio dan Televisi; Penerbitan dan Percetakan; Kerajinan; Kuliner.Gambar 3: Kontribusi, Distribusi dan Pertumbuhan Usaha Subsektor Ekonomi Kreatif (2013)

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014Gambar 3 menunjukan bahwa lebih dari separuh kontribusi sector ekonomi kretif berasal dari subsektor kuliner dengan persentase sebesar 56,07%. Urutan kedua berasal dari subsektor Mode dengan persentase kontribusi sebesar 20,44%. Kemudian disusul oleh subsektor Kerajinan dengan persentase kontribusi sebesar 19,86%. Kontribusi terendah dengan persentase 0,04% berasal dari subsector Riset dan Pengembangan. Sementara subsector ekonomi kreatif lain memiliki persentase yang hampir seimbang.Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Ekonomi Kreatif yang dibuat oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, indikator dan target pembangunan ekonomi kreatif ke depan adalah setiap tahunnya ekonomi kreatif diperkirakan dapat menyerap 10-11% tenaga kerja, dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sekitar 1,5-2% per tahun dan peningkatan produktivitas tenaga kerja sebesar 3-4% per tahun. Ekonomi kreatif diperkirakan memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sekitar 7-7,5% dengan pertumbuhan nilai tambah sebesar 5-7,5% pertahun. Pertumbuhan ini tentunya didukung dengan penciptaan lapangan usaha kreatif yang diperkirakan dapat mencapai 1-2% per tahun. Selain itu penerimaan devisa dari sektor ekonomi kreatif ditargetkan tumbuh 2-2,5% per tahun. Berbicara mengenai kreatifitas tentu tidak terlepas dengan yang namanya kebudayaan. Kreatifitas, seni dan budaya adalah hal yang saling berhubungan dan berkaitan. Kebudayaan dapat dijadikan ide atau gagasan dalam proses berkreatifitas mewujudkan sebuah karya. Gelombang Korea (Korean Wave) merupakan fenomena dimana terjadi peningkatan popularitas dari kebudayaan Korea Selatan yang digemari oleh orang-orang di luar Korea Selatan sendiri. Awal kemunculan Korean Wavemenimbulkan reaksi yang berbeda di setiap Negara. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan etos, dan kebudayaan, sehingga respon yang diterima dan dicerna oleh masyakarat menghasilkan output yang berbeda-beda. Dewasa ini, penyebaran Korean Waveini menjadi fenomena dimana-mana di seluruh dunia, dimana efeknya sekarang tidak hanya minat terhadap kebudayaan Korea Selatan saja namun juga ketertarikan terhadap gaya busana, kuliner, musik dan perfilman ala Korea Selatan. Musik adalah salah satu produk Korean Wave yang membawa dampak besar bagi perekonomian Korea Selatan.Musik merupakan produk Korean Wave yang berhasil mendunia. Menurut Alan Merriam dalam bukunya The Anthropology of Music (1987), Musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan sudah menjadi sebuah kebutuhan hidup. Pada dasarnya music memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan manusia, antara lain: sebagai media ekspresi emosi, kenikmatan estetik, hiburan, alat komunikasi, symbol dalam masyarakat, respon fisik, pengesahan institusi social dan ritual agama, kontribusi untuk pengembangan dan pelestarian kebudayaan, serta untuk integrasi masyarakat. Industry music terus berkembang menciptakan pasar bisnis baru. Masih teringat jelas pada pertengahan tahun 2012 lalu masyarakat dunia dihebohkan oleh fenomena Gangnam Style yang di populerkan oleh penyanyi rap asal Korea yaitu PSY. Fenomena Gangnam Style memposisikan diri sebagai penopang ekspor terbesar Korea Selatan. Euforia Gangnam Style menjadi seperti virus yang menguntungkan ekspor musik negara. Virus Gangnam style telah merajai industri musik di AS dan Inggris. Bahkan videonya di You Tube telah dilihat 406 juta kali. Dampak lain dari virus Gangnam Style adalah kunjungan wisata ke negara tersebut meningkat secara drastis. Hal ini tentu saja sangat mendorong pertumbuhan ekonomi negara Korea selatan. Musik sebagai pendorong perekonomian suatu negara, hal ini diperkuat dengan adanya ilmu ekonomi baru yang disebut Rockonomics. Rockonomics adalah cabang ilmu yang khusus mengkaji hubungna pendapatan negara dengan aliran musik rock dan heavy metal. Sebuah organisasi yang meneliti aliran musik metal yaitu Encyclopedium Metallum menemukan bahwa ada motif ekonomi di balik semua aliran musik keras. Misalnya saja musik yang digaungi Dream Theater, Linkin Park, atau Metallica. Hasil penelitian menunjukan bahwa keberadaan kelompok-kelompok musik dalam suatu negara mampu mendorong perekonomian negara tersebut. Peneliti melakukan penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia. Peneliti menemukan fakta rata-rata terdapat satu kelompok musik di antara 100 ribu penduduk di setiap negara. Hingga kini, lebih dari 600 kelompok musik metal profesional maupun amatir tersebar hingga penjuru dunia. Amerika Serikat memperoleh pendapatan 1,9 miliar dolar AS dari keberadaan band musik jenis keras tersebut. Posisi selanjutnya adalah Jerman dengan pencapaian pendapatan sebesar 808 juta dolar AS. Sementara di Swis, musik rock dan heavy metal menyumbang 105,63 juta dolar AS sebagai devisa negara tersebut. Bahkan menurut IFPI (International Federation of The Phonographic Industry) dalam laporan tahunan tahun 2014 menjelaskan bahwa pendapatan global di bidang industri musik mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.Gambar 4 : Pendapatan Global Digital Musik (US$ Billions)

Sumber: IFPI Digital Music Report, 2014Dari gambar 4, dapat diketahui bahwa pendapatan industry music digital meningkat sebesar 4,3% dari tahun 2012 sebesar US$5,6 billion menjadi US$5,9 billion pada tahun 2013. Dalam tiga tahun terakhir industri musik di tanah air mempunyai peran cukup signifikan dalam perkonomian nasional terutama kontribusinya terhadap dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni Budaya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekaf) Ahmad Sya pada tahun 2010 kontribusi industri ini terhadap PDB nasional sebesar 3,9 triliun rupiah sedangkan pada tahun 2013 lalu naik sebesar 11 persen atau sekitar 5,2 triliun rupiah. Kontribusi sektor musik ini juga didukung adanya fenomena perkembangan industri musik dari analog menjadi digital. Model baru bisnis musik digital memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah dengan adanya situs musik digital seperti myspace, youtube, atau di Indonesia dikenal diantaranya Langit Musik, Melon, Arena Musik, dan lain-lain, adalah proses penyebaran karya bisa menjadi lebih luas, lebih mudah dan lebih cepat. Sedangkan disisi lain dengan adanya model digital, pembajakan dan plagiatisme menjadi semakin merajalela. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kerugian bagi semua pihak yang terdapat didalamnya. Melihat perubahan fenomena industri musik serta potensinya bagi kehidupan ekonomi nasional, pemerintah perlu mengkaji ulang serta memberi arah kebijakan yang sesuai untuk mendorong kemajuan industri musik sebagai subsektor ekonomi kreatif yang memberi kontribusi besar bagi perekonomian nasional.Penjelasan diatas mendorong peneliti untuk melakukan pengkajian mengenai fenomena industry musik di Indonesia serta kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan mengambil judul Kajian Kontribusi Subsektor Musik Terhadap Perekonomian Nasional dalam Konteks Ekonomi Kreatif.

B. RUMUSAN MASALAHDari latar belakang diatas, peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut:1. Bagaimana Perkembangan Industri Musik di Indonesia?2. Bagaimana Model Bisnis Industri Musik di Indonesia?3. Bagaimana kontribusi subsektor musik terhadap perekonomian nasional?4. Bagaimana arahan kebijakan pemerintah dalam mendukung musik sebagai kontributor perekonomian Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIANTujuan penelitian ini antara lain:1. Mengetahui bagaimana perkembangan industri musik di Indonesia.2. Mengetahui model bisnis dalam industri musik di Indonesia.3. Mengetahui sektor-sektor dalam industri musik yang memberi kontribusi terhadap perekonomian nasional.4. Mengetahui arahan kebijakan pemerintah dalam mendukung musik sebagai kontributor perekonomian.

DAFTAR PUSTAKA

Connolly, Marie, dan Alan B. Krueger. 2005. Rockonomics: The Economics of Popular Music. Handbook of The Economics of Art and Culture Elsevier.Buku 1. Pengembangan Ekonomi Kreatif 2025. (2008) Departemen Dalam Negeri: JakartaHowkins, John. (2001). The Creative Economy: How People Make Money From Ideas. Penguins Press: Inggrishttp://kinciakincia.com/baca/401/kontribusi-industri-musik-capai-rp52-triliun.diaksespada28maret2015.IFPI (International Federation of The Phonoghrapic Industry). (2014). Annual Digital Music Report2014Merriam, Alan. (1987). The Anthropology of Music. University Press: USATim Penyusun Rencana Aksi jangka Menengah 2015-2019. (2014). Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Menuju Indonesia 2025. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: JakartaUNDP (United nation development Program). (2013). Creative Economy Reports 2013