Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis ... · I. PENDAHULUAN . Angka kematian balita...

11
Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8 Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis Penyakit Balita Berbasis Desktop Menggunakan Metode Certainty Factor Daniel Oktodeli Sihombing 1 , Eri Bayu Pratama 2 , Gusti R.K. Anom 3 1 Program Studi Manajemen Informatika, AMIK BSI Pontianak e-mail: [email protected] 2 Program Studi Manajemen Informatika, AMIK BSI Pontianak e-mail: [email protected] 3 Program Studi Manajemen Informatika, AMIK BSI Pontianak e-mail: [email protected] Abstrak Pengambilan keputusan memainkan peranan penting dalam proses diagnosis penyakit yang membutuhkan tingkat analisis tinggi dan pengalaman matang dari tenaga kesehatan medis. Pemanfaatan kecerdasan buatan pada sistem berbasis komputer, dapat menjadi alternatif pemecahan masalah bagi pelaku pengambil keputusan untuk membuat interpretasi dari manifestasi klinis yang muncul, maupun terhadap berbagai kemunculan kondisi yang tidak terstruktur dalam upaya menegakkan diagnosis suatu penyakit. Aplikasi sistem pendukung keputusan ini menggunakan beberapa pendekatan yang diambil melalui kombinasi basis pengetahuan dan mesin inferensi yang ditanamkan pada program, memungkinkan komputer dapat melakukan penalaran terhadap berbagai fakta-fakta yang tidak terstruktur dan membuat perbandingan sebagai alternatif dalam proses pengambilan keputusan. Aplikasi ini dirancang dengan menggunakan Metode Certainty Factor pada diagnosis penyakit balita yang dapat menanggulangi kemunculan ketidaklengkapan fakta-fakta yang tidak terstruktur. Selain itu, penerapan metode Certainty Factor pada basis aturan yang digunakan dapat menghasilkan informasi berupa derajat kepercayaan terhadap diagnosis suatu penyakit. Kata Kunci: Certainty Factor, kecerdasan buatan, diagnosis penyakit Abstract Decision-making plays an important role in the diagnosis of disease processes that require a high level of analysis and mature experience of medical health personnel. Utilization of artificial intelligence in computer-based system, it can be alternative solutions for the perpetrators of decision makers to make the interpretation of the clinical manifestations appear, as well as the emergence of a variety of conditions are not structured in an effort diagnosis of a disease. This decision support system applications using several approaches were taken through a combination of knowledge base and an inference engine that is embedded in the program, allowing the computer can perform reasoning on various facts that are not structured to make a comparison as an alternative in the decision making process. The application is designed by using the method of Certainty Factor in the diagnosis of disease toddlers that can cope with the emergence of the incompleteness of the facts that are not structured. In addition, the application method of Certainty Factor on the basis of rules that are used can generate information such as the degree of confidence in the diagnosis of a disease Keywords: Certainty Factor, Artificial Intelligence, Diagnosis of Disease I. PENDAHULUAN Angka kematian balita sampai saat ini masih menjadi sorotan dalam dunia kesehatan, terutama di kalangan profesional medis. Menurut badan kesehatan dunia WHO pada tahun 2013, sebesar 83% penyebab dari angka kematian tersebut disebabkan oleh infeksi penyakit, gangguan pasca kelahiran dan gizi. Di Indonesia sendiri penyakit-penyakit yang bertanggung jawab terhadap angka kematian balita diantaranya adalah Diare, Penumonia, Demam Derdarah, Tuberculosis dan Meningitis. Kondisi ini diperburuk dengan menurut beberapa perkiraan berbeda yaitu antara 136.000 dan 190.000 anak meninggal di Indonesia setiap tahun sebelum ulang tahun ke-lima mereka. UNICEF menyebutkan bahwa setiap 3 menit, 1 balita meninggal di Indonesia atau sekitar 150.000 anak setiap tahun. Kebanyakan kasus meninggal disebabkan oleh penyakit-penyakit yang seharusnya bisa dicegah dan ditangani dengan mudah. Berdasarkan kemajuan dalam bidang komputer dan informatika, segala kerumitan dan kesulitan tersebut dapat ditanggulangi dengan mengaplikasikan pengetahuan tentang diagnosis penyakit ke dalam suatu sistem berbasis komputer yang dapat digunakan dan memberikan dukungan keputusan pada proses penegakan diagnosis. Sistem berbasis komputer tersebut dapat dilengkapi dengan kemampuan untuk mengadopsi cara berpikir seorang pakar/ahli dalam menyelesaikan permasalahan yang tidak terstruktur Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-88

Transcript of Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis ... · I. PENDAHULUAN . Angka kematian balita...

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8

    Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis Penyakit Balita Berbasis Desktop Menggunakan Metode Certainty Factor

    Daniel Oktodeli Sihombing1, Eri Bayu Pratama2, Gusti R.K. Anom3

    1Program Studi Manajemen Informatika, AMIK BSI Pontianak

    e-mail: [email protected]

    2Program Studi Manajemen Informatika, AMIK BSI Pontianak e-mail: [email protected]

    3Program Studi Manajemen Informatika, AMIK BSI Pontianak

    e-mail: [email protected]

    Abstrak – Pengambilan keputusan memainkan peranan penting dalam proses diagnosis penyakit yang membutuhkan tingkat analisis tinggi dan pengalaman matang dari tenaga kesehatan medis. Pemanfaatan kecerdasan buatan pada sistem berbasis komputer, dapat menjadi alternatif pemecahan masalah bagi pelaku pengambil keputusan untuk membuat interpretasi dari manifestasi klinis yang muncul, maupun terhadap berbagai kemunculan kondisi yang tidak terstruktur dalam upaya menegakkan diagnosis suatu penyakit. Aplikasi sistem pendukung keputusan ini menggunakan beberapa pendekatan yang diambil melalui kombinasi basis pengetahuan dan mesin inferensi yang ditanamkan pada program, memungkinkan komputer dapat melakukan penalaran terhadap berbagai fakta-fakta yang tidak terstruktur dan membuat perbandingan sebagai alternatif dalam proses pengambilan keputusan. Aplikasi ini dirancang dengan menggunakan Metode Certainty Factor pada diagnosis penyakit balita yang dapat menanggulangi kemunculan ketidaklengkapan fakta-fakta yang tidak terstruktur. Selain itu, penerapan metode Certainty Factor pada basis aturan yang digunakan dapat menghasilkan informasi berupa derajat kepercayaan terhadap diagnosis suatu penyakit. Kata Kunci: Certainty Factor, kecerdasan buatan, diagnosis penyakit Abstract – Decision-making plays an important role in the diagnosis of disease processes that require a high level of analysis and mature experience of medical health personnel. Utilization of artificial intelligence in computer-based system, it can be alternative solutions for the perpetrators of decision makers to make the interpretation of the clinical manifestations appear, as well as the emergence of a variety of conditions are not structured in an effort diagnosis of a disease. This decision support system applications using several approaches were taken through a combination of knowledge base and an inference engine that is embedded in the program, allowing the computer can perform reasoning on various facts that are not structured to make a comparison as an alternative in the decision making process. The application is designed by using the method of Certainty Factor in the diagnosis of disease toddlers that can cope with the emergence of the incompleteness of the facts that are not structured. In addition, the application method of Certainty Factor on the basis of rules that are used can generate information such as the degree of confidence in the diagnosis of a disease Keywords: Certainty Factor, Artificial Intelligence, Diagnosis of Disease

    I. PENDAHULUAN Angka kematian balita sampai saat ini masih

    menjadi sorotan dalam dunia kesehatan, terutama di kalangan profesional medis. Menurut badan kesehatan dunia WHO pada tahun 2013, sebesar 83% penyebab dari angka kematian tersebut disebabkan oleh infeksi penyakit, gangguan pasca kelahiran dan gizi.

    Di Indonesia sendiri penyakit-penyakit yang bertanggung jawab terhadap angka kematian balita diantaranya adalah Diare, Penumonia, Demam Derdarah, Tuberculosis dan Meningitis. Kondisi ini diperburuk dengan menurut beberapa perkiraan berbeda yaitu antara 136.000 dan 190.000 anak meninggal di Indonesia setiap tahun sebelum ulang tahun ke-lima mereka. UNICEF menyebutkan bahwa

    setiap 3 menit, 1 balita meninggal di Indonesia atau sekitar 150.000 anak setiap tahun. Kebanyakan kasus meninggal disebabkan oleh penyakit-penyakit yang seharusnya bisa dicegah dan ditangani dengan mudah.

    Berdasarkan kemajuan dalam bidang komputer dan informatika, segala kerumitan dan kesulitan tersebut dapat ditanggulangi dengan mengaplikasikan pengetahuan tentang diagnosis penyakit ke dalam suatu sistem berbasis komputer yang dapat digunakan dan memberikan dukungan keputusan pada proses penegakan diagnosis. Sistem berbasis komputer tersebut dapat dilengkapi dengan kemampuan untuk mengadopsi cara berpikir seorang pakar/ahli dalam menyelesaikan permasalahan yang tidak terstruktur

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-88

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8

    sehingga menghasilkan akurasi diagnosis yang lebih optimal dengan derajat kepercayaan yang relevan.

    Rasionalitas pemaparan diatas menjadi dasar pemikiran bagi penulis untuk membangun suatu aplikasi sistem pendukung keputusan untuk diagnosis penyakit balita berbasis desktop menggunakan metode certainty factor. II. LANDASAN TEORI

    Landasan teori yang digunakan memberikan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan sistem pendukung keputusan dan sistem pakar. Dimana keduanya memiliki terminologi yang sedikit berbeda.

    2.1. Sistem Pendukung Keputusan

    Beberapa keputusan dibuat yang secara kualitatif dan memerlukan penilaian pengetahuan dari seorang yang ahli dibidangnya. Dengan demikian diperlukan penggabungan pengetahuan dalam pengembangan sistem pendukung keputusan. Sebuah sistem berbasis pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan dari pendukung keputusan tidak hanya dengan menyediakan alat yang secara langsung mendukung pengambilan keputusan, tetapi juga dengan meningkatkan berbagai sistem pendukung keputusan terkomputerisasi.

    Menurut Turban et al (2005) sistem penunjang keputusan berbasis pengetahuan adalah sistem pendukung keputusan yang terintegrasi dengan pengetahuan dari pakar.

    2.2. Sistem Pakar

    Sistem pakar menurut Turban et al (2005) merupakan suatu sistem informasi berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan pakar untuk mendapatkan keputusan tingkat tinggi pada domain yang spesifik.

    Berkenaan dengan perkembangan sistem pakar di dunia medis, Kusrini (2006) juga mengemukakan bahwa sistem pakar yang digunakan untuk melakukan diagnosis pertama kali dibuat oleh Bruce Buchanan dan Edward Shortliffe di Standford University. Sistem ini diberi nama MYCIN. MYCIN merupakan program interaktif yang mekakukan diagnosis penyakit meningitis dan infeksi backremia serta memberikan rekomendasi terapi antimikrobia. MYCIN mampu memberikan penjelasan atas penalarannya secara detail. Dalam ujicoba, dia mampu menunjukkan kemampuan seperti seorang spesialis. (Kusrini, 2006) II. METODE PENELITIAN

    Perancangan aplikasi sistem pendukung keputusan yang dilakukan menggunakan dua metode yaitu model waterfall untuk mengembangkan perangkat lunak dan metode certainty factor untuk mendiagnois penyakit balita yang dijadikan objek dalam studi kasus ini.

    3.1. Model Waterfall Pengembangan perangkat lunak memerlukan

    suatu model terstruktur agar pengembangan tersebut dapat berjalan secara optimal. Menurut Pressman (2010) model waterfall disebut juga siklus hidup klasik, menunjukkan sebuah pendekatan sekuensial yang sistematis dalam membangun perangkat lunak yang dimulai dengan spesifikasi kebutuhan customer dan berlangsung melalui perencanaan, pemodelan, konstruksi, dan pendayagunaan, yang berpuncak pada dukungan yang berkelanjutan dari penyelesaian perangkat lunak.

    Beberapa tahapan dalam model waterfall dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Komunikasi (Communication)

    Merupakan tahapan inisiasi dan akuisisi fakta-fakta. Data-data yang telah terkumpul tersebut kemudian dipelajari dan dianalisis untuk dijadikan sumber penelitian.

    2. Perencanaan (Planning) Data-data penelitian yang telah dianalisis direpresentasikan ke dalam bentuk pengetahuan. Kemudian kebutuhan penggunaannya disesuaikan dengan fitur-fitur yang akan dibangun. Tahapan ini menghasilkan syarat kebutuhan perangkat lunak yang akan dibangun.

    3. Pemodelan (Modeling) Setelah didefinisikan, syarat kebutuhan perangkat lunak ditransformasikan kesebuah model rancangan yang dapat diperkirakan sebelum generasi kode. Proses ini berfokus pada rancangan struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi antarmuka, dan algoritma prosedural. Pemodelan perangkat lunak ini direpresentasikan ke dalam bentuk ERD (Entity Relationship Diagram), LRS (Logical Record Structure), HIPO, dan Program Flowchart.

    4. Konstruksi (Construction) Pada tahap ini dilakukan generasi kode melalui bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 dan konstruksi basis data dengan memanfaatkan software pengolah basis data Microsoft Access 2003. Kode-kode ini akan membentuk modul-modul program yang saling terintegrasi sesuai dengan fungsi dan fitur perangkat lunak yang telah didefinisikan pada tahap sebelumnya.

    5. Pendayagunaan (Deployment) Tahapan ini merupakan tahap akhir dari pengembangan perangkat lunak dalam penelitian ini. Data-data hasil penelitian dalam bentuk representasi pengetahuan, kemudian dapat diintegerasikan ke dalam sistem secara bertahap, dimana setiap tahapannya dilakukan uji kasus untuk mengetahui kesesuaian hasil keluaran secara fungsional.

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-89

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8 3.2. Certainty Factor

    Penggunaan faktor kepastian membuat beberapa asumsi yang memudahkan tingkat kepercayaan dan beberapa persamaan aturan yang mudah untuk mengkombinasikan tingkat kepercayaan sebagai program dalam mencapai kesimpulan akhir. Tujuan utama penggunaan faktor kepastian adalah untuk mengolah ketidakpastian dari fakta terhadap gejala.

    Faktor kepastian (certainty factor) diperkenalkan oleh Shortliffe Buchanan dalam pembuatan MYCIN. Certainty Factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk menunjukkan besarnya kepercayaan. (Kusrini, 2008)

    Certainty factor menurut Kusrini (2008) dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

    𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐇𝐇,𝐄𝐄) = 𝐌𝐌𝐌𝐌(𝐇𝐇,𝐄𝐄) − 𝐌𝐌𝐌𝐌(𝐇𝐇,𝐄𝐄) (1)

    CF(H,E) : certainty factor dari hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala (evidence)E. Besarnya CF berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai -1 menunjukkan ketidakpercayaan mutlak, sedangkan nilai 1 menunjukkan kepercayaan mutlak.

    MB(H,E) : ukuran kenaikan kepercayaan (measure of increased belief) terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E.

    MD(H,E) : ukuran kenaikan ketidakpercayaan (measure of increased disbelief) terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E.

    Untuk menetukan nilai CF dengan berbagai

    kondisi rules, Kusrini (2008) menambahkan beberapa rumus dalam berbagai kondisi, sebagai berikut: 1. CF Pararel

    Merupakan CF yang diperoleh dari beberapa premis pada sebuah aturan (rule). Nilai CF Pararel dipengaruhi oleh jawaban user pada saat runtime. Dalam suatu kondisi tertentu CF Pararel dapat terdiri dari himpunan gejala E yang dipengaruhi gejala parsial e yang ditentukan dari preposisi logika yang membentuknya. a. Jika semua gejala E atacendent diketahui

    dengan pasti, maka CF Pararel (E,e) bernilai=1. b. Jika semua gejala E atacendent dipengaruhi

    oleh gejala parsial e, maka: 1) Jika premis dihubungkan dengan operator

    AND, maka dapat ditulis: 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝒙𝒙 𝐀𝐀𝐀𝐀𝐌𝐌 𝒚𝒚) = 𝐦𝐦𝐦𝐦𝐦𝐦�𝐂𝐂𝐂𝐂(𝒙𝒙),𝐂𝐂𝐂𝐂(𝒚𝒚)� (2) 2) Jika kondisi gejala E yang dipengaruhi

    gejala parsial e, maka: 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝒙𝒙 𝐎𝐎𝐎𝐎 𝒚𝒚) = 𝐦𝐦𝐦𝐦𝐦𝐦�𝐂𝐂𝐂𝐂(𝒙𝒙),𝐂𝐂𝐂𝐂(𝒚𝒚)� (3)

    c. Sedangkan untuk nilai negatif, CF dinyatakan

    dalam bentuk negasi, seperti:

    𝐂𝐂𝐂𝐂(𝑵𝑵𝑵𝑵𝑵𝑵𝒙𝒙) = −𝐂𝐂𝐂𝐂(𝒙𝒙) (4) CF Paralel terkadang disebut CF User karena dihasilkan dari jawaban user.

    2. CF Sekuensial

    Diperoleh dari hasil perhitungan CF Paralel dari semua premis pada sebuah aturan dengan CF aturan yang diberikan oleh pakar. Rumus untuk melakukan perhitungan CF sekuensial ditunjukkan sebagai berikut:

    𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐇𝐇,𝐞𝐞) = 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐄𝐄,𝐞𝐞) ∗ 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐇𝐇,𝐄𝐄) (5)

    3. CF Gabungan CF Gabungan diperlukan jika suatu konklusi diperoleh dari beberapa aturan (rules) sekaligus. CF akhir dari satu aturan dengan dengan aturan yang lain digabungkan untuk mendapatkan nilai CF akhir bagi calon konklusi tersebut. CF Gabungan ditujukan pada rumus sebagai berikut:

    𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙,𝒚𝒚) =

    ⎩⎪⎨

    ⎪⎧𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) + 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) − �𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) ∗ 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)�,𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) > 0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) > 0

    𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙)+𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)𝟏𝟏−𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴��𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙)�,�𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)��

    , 𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔_𝒔𝒔𝒔𝒔𝑵𝑵𝒔𝒔�𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙),𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)� < 0

    𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) + 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) ∗ �𝟏𝟏 + 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙)�,𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) < 0𝒅𝒅𝒔𝒔𝑴𝑴𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) < 0

    (6)

    Dari pemaparan pemaparan diatas dapat ditarik

    kesimpulan bahwa: 1. Besaran CF pada tiap rule berkisar antara -1≤

    CF(H,E) ≤+1 2. CF Sequensial dapat digunakan sebagai formula

    fundamental untuk menentukan CF pada sebuah aturan tunggal IF (jika E) THEN (maka H).

    3. Dengan diterapkannya perhitungan CF Sequensial pada aturan tunggal dapat menanggulangi masalah ketidakpastian terhadap ketidaklengkapan data yang mungkin terjadi saat runtime.

    CF Gabungan dapat digunakan untuk menganggulangi kondisi munculnya beberapa aturan-aturan (multiple rules) pada suatu kaidah produksi yang mengarah ke konklusi yang sama. IV. PEMBAHASAN

    Perancangan aplikasi sistem pendukung keputusan dilakukan dengan menggunakan model waterfall. Metode certainty factor digunakan untuk menghasilkan keputusan yang ditampilkan aplikasi pendukung keputusan tersebut. 4.1. Data Penyakit Balita

    Di Indonesia, penyakit-penyakit yang bertanggung jawab terhadap angka kematian balita diantaranya adalah Diare, Penumonia, Demam Derdarah, Tuberculosis dan Meningitis. Data ini diperoleh berdasarkan penelitian penulis pada dokumen publikasi Laporan Nasional Riset Kesehatan

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-90

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8

    Dasar (RISKESDAS) yang dipublikasikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007 dan 2013. Hampir dari kesemua penyakit tersebut memiliki gejala yang sama yaitu ditandai dengan adanya demam.

    Tabel 1. Proporsi Penyebab Kematian Balita Pada

    Umur 29 Hari - 4 Tahun No

    29 Hari - 11 Bulan % 1 - 4 Tahun %

    1 Diare 31,4

    Diare 25,2

    2 Pneumonia 23,8

    Pneumonia 15,5

    3 Meningitis/ensefalitis 9,3 Necroticans Entero Collitis (NEC)

    10,7

    4 Kelainan Saluran Pencernaan

    6,4 Meningitis / ensefalitis 8,8

    5

    Kelainan Jantung Congenital dan Hidrosefalus

    5,8 Demam Berdarah Dengue

    6,8

    6 Sepsis 4,1 Campak 5,8 7 Tetanus 2,9 Tenggelam 4,9 8 Malnutrisi 2,3 TB 3,9 9 TB 1,2 Malaria 2,9

    10 Campak 1,2 Leukemia 2,9 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes Republik Indonesia (2007)

    Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka kematian balita yang kebanyakan kasusnya disebabkan oleh penyakit-penyakit diatas, termasuk identifikasi penyakit melalui pengklasifikasian jenisnya. Dalam penelitian ini, untuk mempermudah identifikasi penyakit pada proses diagnosis, penulis membagi klasifikasi penyakit berdasarkan lokasi terjadinya dan kemiripan tanda klinis yang muncul.

    Pengidentifikasian data penyakit dalam penelitian ini juga menggunakan beberapa data referensi melalui pendekatan Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) yang diperkenalkan oleh WHO. Pendekatan ini telah diadaptasi oleh Indonesia sejak tahun 1997 melalui kerjasama Kementrian Kesehatan RI, WHO, UNICEF, dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) yang kemudian disebut dengan sistem Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

    Diagnosis penyakit balita dalam sistem MTBS dilakukan dengan cara mengenali adanya gejala dengan tanda bahaya umum maupun tanda penyertanya sehingga dapat dapat diberlakukan tatalaksana/tindakan medis yang bersifat segera/darurat maupun penanganan yang cukup dirawat jalan. Kemunculan tanda tersebut juga dapat disertai dengan gejala umum maupun gejala khusus yang merupakan ciri dari kemungkinan dideritanya suatu penyakit.

    Adapun tanda-tanda bahaya maupun penyerta yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tanda Bahaya/Kegawatdaruratan Umum

    Tanda bahaya bukanlah sebuah klasifikasi dalam mengidentidifikasi suatu penyakit, akan tetapi merupakan sebuah strategi yang dilakukan oleh sistem MTBS dalam mengklasifikasikan kondisi kegawatdaruratan suatu penyakit. Berdasarkan pendekatan tersebut, apabila dalam proses diagnosis ditemukan kemunculan gejala dengan tanda bahaya tersebut, maka penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai penyakit berat dengan tanda kegawatdaruratan dan harus segera mendapatkan penanganan khusus atau dirujuk.

    Tabel 2. Bingkai Gejala – Tanda BahayaUmum

    Klasifikasi Tanda Bahaya Umum Gejala a. Tidak bisa minum atau malas

    minum. b. Muntah terus-menerus c. Kejang d. Letargis

    2. Tanda Bahaya/Kegawatdaruratan Khusus

    Selain tanda bahaya umum yang telah disebutkan sebelumnya, juga terdapat kemunculan tanda bahaya lain yang dapat muncul seperti misalnya dehidrasi pada diare, manifestasi pendarahan pada demam berdarah dengue, atau distress pernapasan yang menunjukkan adanya gangguan pernapasan berat. Kemunculan gejala ini juga dapat diklasifikasikan sebagai penyakit dengan kondisi berat dan memerlukan penanganan segera atau dirujuk

    Tabel 3. Bingkai Gejala – Dehidrasi Berat Klasifikasi Dehidrasi Berat Gejala a. Mata cekung

    b. Turgor kulit perut kembalinya sangat lambat ( ≥ 2 detik).

    Tabel 4. Bingkai Gejala – Tanda Syok Berat

    Klasifikasi Tanda Syok Berat Gejala a. Tekanan nadi rendah (20mmg).

    b. Hipotensi sampai tidak terukur c. Kaki dan tangan dingin.

    Tabel 5. Bingkai Gejala – Distress Pernapasan

    Klasifikasi Distress Pernapasan Gejala a. Tarikan dada ke diding dalam

    b. Stridor c. Kepala teragguk-angguk d. pernapasan cuping hidung e. Grunting f. Crackles/ronki pada auskultasi

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-91

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8 3. Tanda Penyerta

    Tanda penyerta adalah suatu kondisi gejala yang dapat menyertai suatu penyakit. Kebanyakan kemunculan kondisi ini tidak membahayakan namun tetap memerlukan perhatian khusus dan kemungkinan dapat berlanjut sehingga menunjukkan tanda bahaya/kegawatdaruratan jika tidak ditangani dengan benar.

    Tabel 6. Bingkai Gejala – Dehidrasi Sedang/Ringan

    Klasifikasi Dehidrasi Sedang/Ringan Gejala a. Gelisah dan Rewel/mudah marah

    b. Haus,minum dengan lahap c. Turgor kulit perut kembalinya lambat

    ( ≤ 2 detik)

    Tabel 7. Bingkai Gejala – Gejala Invaginasi Klasifikasi Gejala Invaginasi Gejala a. Tangisan keras dan kepucatan pada

    anak. b. Dominan lendir atau darah pada

    tinja. c. Massa intra-abdominal

    (abdominalmass).

    Tabel 8. Bingkai Gejala – Manifestasi Pendarahan

    Klasifikasi Manifestasi Pendarahan Gejala a. Munculnya Bintik-merah pada kulit

    (petekie). b. Pendarahan pada hidung (mimisan)

    dan gusi.

    4.2. Analisis Kebutuhan Aplikasi sistem pedukung keputusan ini secara

    khusus dibangun agar dapat melakukan identifikasi kemungkinan jenis penyakit, maupun memberikan alternatif banding yang relevan bagi pasien (balita). Keluaran kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil penalaran dari sejumlah bukti/fakta yang diberikan oleh pengguna aplikasi (user). Bukti-bukti tersebut dapat berupa gejala yang dirasakan atau diketahui secara langsung mapun tanda-tanda klinis yang ditemukan lebih jauh melalui proses pemeriksaan fisik.

    Mesin inferensi yang terdapat dalam aplikasi sistem pendukung keputusan ini merupakan kumpulan modul-modul program kecerdasan buatan yang bertugas melakukan penalaran-penalaran terhadap kemungkinan dari sejumlah fakta tertentu kemudian melakukan penarikan kesimpulan. Program ini juga berfungsi sebagai pengatur skema diagnosis dan peta pertanyaan yang digunakan. Sehingga ketika setiap terdapat perubahan data pada basis pengetahuan, program ini secara otomatis memicu aturan-aturan mana saja yang akan digunakan dalam ruang konsultasi.

    Penalaran dilakukan secara forward chaining, backward chaining, dan gabungan keduanya. Pengintegrasian program inferensi ke dalam proses

    diagnosis bertujuan untuk menghasilkan keluaran yang logis dan relevan. Hasil penalaran pada metode pemeriksaan fisik ditampilkan secara komparatif sehingga dapat memberikan alternatif bagi pengguna dalam rangka mendukung pengambilan keputusan. Keseluruhan data yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam aplikasi ini bergantung dari data pengetahuan yang tersimpan di dalam basis pengetahuan.

    Data pengetahuan yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dikelola oleh sebuah subsistem basis pengetahuan. Susbsistem ini terhubung langsung melalui fungsi sistem basis data dan dapat dikelola oleh pengguna dengan level akses tertentu. Keseluruhan fungsi dan atribut data-data ini dapat dikelola dengan melakukan perubahan dan penghapusan secara acak maupun menambahkan data pengetahuan yang baru tanpa merusak seluruh basis pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Hal ini memungkinkan pengguna untuk dapat menanamkan sejumlah kasus baru untuk dianalisa, sekaligus memberikan kemampuan aplikasi untuk melakukan akuisisi pengetahuan secara induksi. Seluruh komponen basis pengetahuan tersebut tersimpan dalam sebuah sistem basis data yang dapat dipanggil sesuai dengan konteks kebutuhannya.

    Untuk mendukung kualitas keluaran yang dihasilkan, setiap konklusi penyakit dilengkapi dengan nilai derajat kepercayaan. Perhitungan nilai tersebut menggunakan metode certainty factor yang konfigurasi bobotnya dapat diatur oleh pengguna. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan interpretasi dari seorang pakar yang cenderung dinamis dan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kemungkinan timbulnya bukti-bukti baru.

    Aplikasi sistem pendukung keputusan ini dilengkapi sistem perbaikan pengetahuan (knowledge refining system). Digunakannya fitur ini memungkinkan aplikasi dapat meningkatkan kemampuannya untuk menganalisa sendiri performanya hingga kemampuan untuk mengakuisisi pengetahuan yang baru dari pengguna.

    Aplikasi yang dirancang memiliki tiga hak akses pengguna yaitu pengguna umum (Public User) dan Administrator dimana administrator dibagi menjadi 2 jenis user yaitu administrator umum (common) dan Expert (pakar)

    Tabel 9. Hak Akses Pengguna

    Menu Fitur

    Pengguna (User)

    Public User

    Administrator Commo

    n Exper

    t

    Utama Konsultasi Ya Ya Ya Login Tidak Ya Ya

    Admin Kelola Pengguna Tidak Ya Ya Keluar Tidak Ya Ya

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-92

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8

    Diagnosis Pemeriksaan Fisik Tidak Ya Ya

    Basis Pengetahua

    n

    Data Gejala Tidak Tidak Ya Data Penyakit Tidak Tidak Ya Data Aturan (rule) Tidak Tidak Ya RelasiPenyakit-Gejala Tidak Tidak Ya

    Tools

    Hapus Data Pengetahuan Tidak Tidak Ya Pengaturan Pertanyaan Tidak Tidak Ya

    4.3. Entity Relationship Diagram (ERD)

    ERD gambar 1 menjelaskan bagaimana suatu entitas dalam basis data pada aplikasi ini saling berhubungan satu sama lain. Dimana tiap-tiap entitas merepresentasikan tabel pada basis data yang digunakan.

    Gambar 1. ERD Sistem Pendukung Keputusan

    ERD tersebut memiliki beberapa entitas yang

    saling terkait satu sama lain, sebagai representasi data yang akan digunakan dalam database untuk sistem pendukung keputusan dalam mendiagnosis penyakit balita.

    4.4. Logical Record Structure (LRS) Dari hasil perancangan ERD maka Diagram

    ERD tersebut ditransformasikan kedalam bentuk Logical Record Structure (LRS). LRS tersebut merupakan representasi dari struktur record-record pada tabel. Dimana tabel-tabel tersebut terbentuk dari hasil himpunan antar entitas pada ERD.

    Gambar 2. LRS Sistem Pendukung Keputusan

    Diagram LRS tersebut menunjukan bahwa terdapat 11 tabel yang terbentuk dari hasil transformasi ERD ke LRS. Tabel-tabel yang terbentuk adalah tabel penyakit, gejala, aturan, memori kerja hasil, memori kerja penyakit, memori kerja gejala, aturan picu, pertanyaan, hasil, detail penyakit, dan admin.

    4.5. Spesifikasi Program

    Pada aplikasi system pendukung keputusan ini terdiri dari program-program yang bertugas

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-93

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8 menjalankan berbagai prosedur-prosedur seperti Prosedur Login, Prosedur Tanya-Jawab, Prosedur Pemeriksaan Fisik, Prosedur Pengelolaan Pengguna, Prosedur Pengelolaan Basis Pengetahuan, maupun sebagai antarmuka yang dapat berkomunikasi dengan pengguna untuk mengelola data-data masukan maupun menampilkan data-data keluaran.

    Secara umum, modul-modul program tersebut didokumentasikan kedalam bentuk diagram HIPO (Hierarchical Input Process Output). Seluruh modul-modul program tersebut ditulis dengan menggunakan bahas pemrograman Visual Basic 6.0.

    Untuk dapat merepresentasikan hak akses pengguna pada aplikasi ini, penulis menggunakan 2 versi HIPO yang terdapat pada gambar 3 untuk Expert Administrator dan gambar 4 untuk Common Administrator.

    Gambar 3. Diagram HIPO Expert Administrator

    Gambar 4. Diagram HIPO Common Administrator 4.6. Hasil Perancangan

    Dari hasil perancangan maka dibangunlah suatu aplikasi berbasis desktop yang dapat digunakan menjadi sistem pendukung keputusan dalam melakukan diagnosis penyakit balita. Hasil perancangan tersebut meliputi perancangan front-end dan back-end. Dimana bagian front-end sebagai antar muka untuk mengoperasikan sistem, sedangkan bagian back-end digunakan untuk mengelola pengetahuan yang akan digunakan sistem untuk menghasilkan keputusan dalam mendiagnosis penyakit balita.

    Gambar 5. Tampilan Awal Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis Penyakit Balita

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-94

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8

    A. Fitur Tanya Jawab Aplikasi ini memiliki fitur tanya jawab yang

    digunakan untuk mengumpulkan data sehingga sistem bisa melakukan penalaran berdasarkan pengetahuan yang ada di basis data. Berikut ini adalah alur kerja dari fitur tanya jawab: 1. Pertama program akan menampilkan pertanyaan

    berupa gejala paling banyak ditemukan yang dimiliki oleh tiap penyakit.

    2. Selanjutnya program akan melakukan penalaran berdasarkan jawaban user.

    3. Untuk setiap penalaran: a. Jika konklusi (kemungkinan penyakit) belum

    ditemukan maka program akan menampilkan pertanyaan selanjutnya. 1) Jika pertanyaan selanjutnya tidak

    ditemukan maka program akan melakukan dialog bahwa pertanyaan telah habis dan kemudian memberikan hasil konsultasi.

    2) Jika pertanyaan ditemukan maka program akan mengulangi “proses 2”.

    b. Jika konklusi ditemukan maka program akan menampilkan dialog untuk melanjutkan konsultasi.aaaJika konsultasi tidak setuju dilanjutkan maka program akan langsung menampilkan hasil konsultasi.aaaJika konsultasi setuju dilanjutkan maka program akan menampilkan sisa pertanyaan yang berhubungan dengan hasil konklusi.

    4. Setelah melakukan penalaran maka program akan menampilkan beberapa pilihan tombol baru seperti: tombol “analisis pakar”, tombol ”penjelasan” dan tombol “tutup”. a. Jika memilih tombol “analisis pakar” maka

    program akan melakukan perhitungan nilai CF berdasarkan jawaban yang diberikan user.

    b. Jika memilih tombol “penjelasan” maka program akan menampilkan data detail penyakit.

    c. Jika memilih tombol “tutup” maka program akan memunculkan dialog konfirmasi aksi. 1) Jika memilih “Yes” maka program akan

    menutup hasil konsultasi dan mengulangi langkah pada proses awal (proses 1).

    2) Jika memilih “Cancel” maka program akan membatalkan aksi dan menutup dialog.

    3) Jika memilih “No” maka program akan berakhir lalu memanggil program Menu Utama.

    Gambar 6. Tampilan Program Fitur Tanya Jawab

    B. Halaman Administrator

    Gambar 7. Tampilan Form Administrator

    Form administrator dapat digunakan setelah pengguna melakukan login. Form ini berfungsi untuk mengelola data-data yang ada di dalam sistem pendukung keputusan.

    Gambar 8. Tampilan Form Kelola Pengguna

    Form kelola pengguna berfungsi untuk menampilkan data-data pengguna yang dapat mengakses sistem. Pada form ini administrator dapat mengelola data-data pengguna yang akan menggunakan sistem ini.

    Gambar 9. Tampilan Form Pemeriksaan Fisik

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-95

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8

    Gambar 10. Tampilan Form Data Penyakit

    Gambar 11. Tampilan Form Data Aturan

    Form ini berfungsi untuk menentukan nilai CF

    pada setiap aturan serta memungkinkan penambahan Data Penyakit maupun Data Gejala secara instan tanpa harus melalui program Data Penyakit maupun Program Data Gejala.

    C. Hasil Diagnosis

    Gambar 12. Tampilan Form Hasil Diagnosis

    Penyakit

    4.7. Implementasi Certainty Factor (CF) Penerapan Certainty Factor (CF) pada aplikasi

    sistem pendukung keputusan ini bertujuan untuk mendapatkan besaran derajat keyakinan dari suatu konklusi yang dihasilkan melalui hasil inferensi program. Selain itu Penerapan Certainty Factor (CF) dimaksudkan sebagai penanganan aturan yang tidak lengkap, sehingga konklusi yang dihasilkan tetap memiliki suatu derajat keyakinan, jika program diberikan fakta-fakta yang tidak terstrukur.

    A. CF Pakar

    Nilai derajat keyakinan pada sebuah aturan sebelumnya ditentukan oleh domain pakar (User Administrator level Expert) yang didapatkan melalui persamaan dengan rumus:

    𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐇𝐇,𝐄𝐄) = 𝐌𝐌𝐌𝐌(𝐇𝐇,𝐄𝐄) − 𝐌𝐌𝐌𝐌(𝐇𝐇,𝐄𝐄) (7) Dimana:

    CF(H,E) = Derajat keyakinan domain pakar terhadap suatu aturan jika diberikan Hipotesis H dengan fakta E.

    MB(H,E) = Ukuran kepercayaan domain pakar terhadap Hipotesis H jika diberikan faktaE.

    MD(H,E) = Ukuran ketidakpercayaan domain pakar terhadap Hipotesis H jika diberikan fakta E.

    H = Hipotesis E = Evidence (Fakta/bukti)

    CF(H,E) = berkisarantara 1 (pasti) sampai dengan -1 (tidak pasti).

    Dengan demikian besar kemungkinan kisaran nilai CF(H,E) yang dihasilkan merupakan bilangan desimal, dikarenakan operasi pengurangan oleh persamaan tersebut.

    Sebagai contoh apabila dalam sebuah aturan diberikan nilai MB=0.1 dan nilai MD=0.3 maka CF(H,E) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

    CF(H,E) = MB(H,E) – MD(H,E) CF(H,E) = 0.1 – 0.3 CF(H,E) = -0.2 Dari pembahasan diatas diketahui nilai derajat

    keyakinan pada aturan yang dimaksud sebesar -0.2. Pada Aplikasi ini besaran CF(H,E) telah ditentukan dan tersimpan pada table aturan (rule). Adapun nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran C.1 – C.4 yang disertakan dalam laporan ini

    B. CF Sekuensial

    Nilai derajat keyakinan selanjutnya adalah CF Sekuensial atau CF(H,e). Nilai ini dipengaruhi oleh jawaban pengguna (user) pada saat melakukan Prosedur Tanya-Jawab maupun Prosedur Pemeriksaan Fisik atau disebut dengan CF(E,e).Besaran CF Sekuensial dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:

    𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐇𝐇,𝐞𝐞) = 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐄𝐄,𝐞𝐞) ∗ 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐇𝐇,𝐄𝐄) (8) Sebagai contoh apabila dalam sebuah aturan

    yang memiliki nilai derajat keyakinan yang telah ditentukan oleh domain pakar sebelumnya

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-96

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8

    CF(H,E)=0.2 dengan jawaban yang diberikan CF(E,e)=1, maka CF Sekuensial dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    CF(H,e) = CF(E,e) * CF(H,E)

    CF(H,e) = 1 * (-0.2) CF(H,e) = -0.2

    Berdasarkan jawaban yang diberikan user, CF(E,e) hanya memiliki 2 nilai yaitu 1 (Ya) dan 0 (Tidak). Sehingga dapat diasumsikan besaran nilai CF(E,e) adalah bernilai pasti terhadap suatu fakta. C. CF Gabungan

    Perhitungan nilai CF Gabungan digunakan untuk menentukan derajat keyakinan akhir dari konklusi yang dihasilkan. Penggunaan rumus persamaan untuk menghitung CF Gabungan dipengaruhi oleh nilai CF Sekuensial dan nilai hasil CF Gabungan sebelumnya sehingga perhitungannya menyerupai struktur rekursif.

    Pada sebuah konklusi sangat mungkin terdiri dari beberapa aturan, sehingga diperlukan penerapan CF Gabungan untuk menggabungkannya. Adapun CF Gabungan tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙,𝒚𝒚) =

    ⎩⎪⎨

    ⎪⎧𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) + 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) − �𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) ∗ 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)�,𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) > 0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) > 0

    𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙)+𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)𝟏𝟏−𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴��𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙)�,�𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)��

    , 𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔_𝒔𝒔𝒔𝒔𝑵𝑵𝒔𝒔 �𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙),𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚)� < 0

    𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) + 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) ∗ �𝟏𝟏 + 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙)�,𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒙𝒙) < 0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑪𝑪𝑪𝑪(𝒚𝒚) < 0

    (9)

    Untuk mempermudah pemahaman, penulis

    menjabarkan pada contoh kasus penyakit “PneumoniaRingan” yang memiliki beberapa aturan yang dihasilkan melalui Prosedur Pemeriksaan Fisik sebagai berikut:

    R0033: IF batuk THEN Pneumonia Ringan R0034: IF kesulitan bernapas THEN Pneumonia

    Ringan R0035: IF napascepat (>40 kali permenit) THEN

    Pneumonia Ringan

    Berdasarkan nilai CF yang telah ditentukan pada lampiran C.1, diketahui besaran nilai CF pada aturan R0033 = -0.2, R0034 = 0.1, dan R0035 = 0.4. Langkah pertama CF pada aturan R0033 = CF(x) dan R0034= CF(y) digabungkan. Karena salah satu nilai x dan y bernilai negatif, maka untuk menggabungakannya digunakan rumus sebagai berikut: 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐦𝐦,𝐲𝐲) =

    𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐦𝐦)+𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐲𝐲)𝟏𝟏−𝐌𝐌𝐦𝐦𝐦𝐦��𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐦𝐦)�,�𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐲𝐲)��

    (10)

    Dimana: CF(x) = -0.2 CF(y) = 0.1

    CF(R0033, R0034) =−0.2 + 0.1

    1 − Min(|−0.2|, |0.1|)

    CF(R0033, R0034) =−0.2 + 0.11 − (−0.2)

    CF(R0033, R0034) =−0.2 + 0.11 − (−0.2)

    CF(R0033, R0034) = −0.0833 CF(x, y) = CF(R0033, R0034)

    Dengan demikian CF gabungan dari R0033 dan R0034 = CF(x,y) = -0.0833 Selanjutnya CF(R0033,R0034) = -0.0833, digabungkan dengan CF (R0035)=0.4, dimana CF(x) = -0.0833 dan CF(y) = 0.4 dengan rumus yang sama karena salah satu nilai (x atau y ) masih negatif. 𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐦𝐦,𝐲𝐲) =

    𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐦𝐦)+𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐲𝐲)𝟏𝟏−𝐌𝐌𝐦𝐦𝐦𝐦��𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐦𝐦)�,�𝐂𝐂𝐂𝐂(𝐲𝐲)��

    (11)

    CF((R0033, R0034), R0035)

    =−0.0833 + 0.4

    1 − Min(|−0.2|, |0.1|)

    CF((R0033, R0034), R0035) =−0.0833 + 0.41 − (−0.0833)

    CF((R0033, R0034), R0035) =0.31671.0833

    CF((R0033, R0034), R0035) = 0.2923474 CF(x, y) = CF((R0033, R0034), R0035)

    Dengan demikian derajat keyakinan penyakit Pneumonia Ringan jika diberikan sejumlah bukti seperti batuk, kesulitan bernapas, dan napas cepat (>40 kali permenit) berdasarkan aturan yang telah ditentukana dalah sebesar 0.2923474 atau sebesar 29,23%.

    CF Gabungan pada hasil konklusi mencerminkan derajat keyakinan terhadap suatu penyakit jika pada diagnosis diberikan sejumlah fakta tertentu berdasarkan aturan yang ada. Perhitungan CF Gabungan tidak diperlukan apabila didalam suatu diagnosis hanya ditemukan 1 (satu) aturan, dengan kata lain program akan menghitung derajat kepercayaan suatu penyakit hanya berdasarkan pada sebuah aturan tunggal yang telah ditentukan sebelumnya.

    Nilai CF Gabungan tidak selalu mencerminkan kebenaran yang mutlak, namun dapat merepresentasikan derajat keyakinan terhadap kemungkinan suatu penyakit. Hal ini dikarenakan CF tersebut dipengaruhi oleh asumsi atau hasil interpretasi pengguna yang menentukan aturan tersebut. Penggunaan metode CF pada aplikasi sistem pendukung keputusan ini tidak untuk memvonis suatu penyakit, melainkan sebagai alat bantu dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan derajat keyakinan. V. KESIMPULAN

    Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-97

  • Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2015 ISBN: 978-602-61268-1-8 1. Aplikasi ini dapat digunakan untuk melakukan

    diagnosis penyakit balita berdasarkandata pengetahuan yang telah ditanamkan pada basis datanya serta tidak dapat memberikan penalaran diluar batas data pengetahuan yang telah ditanamkan sebelumnya.

    2. Kelengkapan data pengetahuan yang ditanamkan pada basis datanya sangat mempengaruhi hasil diagnosis yang dilakukan dalam memberikan penjelasan untuk keperluan pengambilan keputusan secara komparatif.

    3. Penerapan Metode Certainty Factor pada aplikasi ini dapat membantu memberikan penjelasan terhadap derajat keyakinan terjadinya suatu penyakit jika diberikan fakta-fakta tertentu.

    4. Penerapan Metode Certainty Factor pada aplikasi ini dapat membantu memberikan penjelasan terhadap kemungkina nmunculnya fakta-fakta yang tidak lengkap.

    REFERENSI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, pp. 280, https://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%202007.pdf.

    Kusrini. (2006). Sistem Pakar, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: C.V. Andi Offset, pp. 13.

    Kusrini. (2008). Aplikasi Sistem Pakar Menentukan Faktor Kepastian Pengguna Dengan Menggunakan Metode Kuantifikasi Pertanyaan. Yogyakarta: C.V. Andi Offset, pp. 15-18.

    Pressman, R.S. (2010). Software Engineering: A Practitioner’s Approach, Seventh Edition. McGraw-Hill Science.

    Turban, E., J.E. Aronson, dan T.P. Liang. (2005). Decision Support System And Intelligent System 7th Edition, pp. 538-549.

    Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-98

    Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis Penyakit Balita Berbasis Desktop Menggunakan Metode Certainty Factor