Apendisitis Hg 4

82
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ pencernaan tambahan (aksesori). Sistem pencernaan berfungsi untuk memindahkan zat gizi atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh. Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan terganggu. Selain itu, tidak jarang juga kelainan pada sistem ini dapat mengakibatkan kematian. Salah satunya adalah apendisitis. Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). 1

Transcript of Apendisitis Hg 4

Page 1: Apendisitis Hg 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ

pencernaan tambahan (aksesori). Sistem pencernaan berfungsi untuk

memindahkan zat gizi atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita

makan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan sebagai sumber ATP

untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung energi, misalnya transportasi

aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan makanan

sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh.

Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam

keadaan terganggu. Selain itu, tidak jarang juga kelainan pada sistem ini dapat

mengakibatkan kematian. Salah satunya adalah apendisitis. Apendisitis adalah

peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan penyebab abdomen

akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga disebut dengan

istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini

dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan

usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum).

Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing

adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa

Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung

yang menyambung dengan caecum. Penyakit apendisitis merupakan penyakit

bedah mayor yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak

diperlukan pada apendisitis akut untuk menghindari komplikasi yang

umumnya berbahaya.

B. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian dan etiologi apendisitis.

2. Menjabarkan menifestasi klinis, patofisiologi dan komplikasi apendisitis.

1

Page 2: Apendisitis Hg 4

3. Menjelaskan pengkajian fisik, laboratorium dan diagnostik pada klien

dengan apedisitis.

4. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan apendisitis

(preoperatif apendiktomi).

5. Menjelaskan penatalaksanaan medik pada klien dengan apendisitis.

6. Asuhan keperawatan preoperatif.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah apendisitis itu (definisi, manifestasi klinis, dan komplikasi)?

2. Apakah etiologi terjadinya apendisitis?

3. Bagaimana mekanisme atau patofisiologi terjadinya apendisitis?

4. Bagaimana pengkajian fisik, laboratorium dan diagnostik pada klien

dengan apedisitis?

5. Apa diagnosa keperawatan yang tepat untuk klien dengan apendisitis

(khususnya preoperatif)?

6. Bagaimana penatalaksanaan medik pada klien dengan apendisitis?

7. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan

apendisitis (preoperatif apendiktomi)?

D. Metode Penulisan

Makalah ini menggunakan metode PBL (Problem Based Learning).

Masing-masing mahasiswa memperoleh materi atu sub bahasan kemudian

mencari tinjauan teori pada buku, jurnal, maupun internet. Setelah

memperolehnya, masing-masing mahasiswa saling berbagi informasi kepada

teman-teman lainnya.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari empat bab. Bab I pendahuluan terdiri dari latar

belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, dan

sistematika penulisan. Bab II tinjauan teori berisi konsep materi mengenai

apendisitis. Bab III pembahasan terdiri dari kasus dan pembahasan atau

keterkaitan antara materi dengan kasus serta solusi dari masalah yang

dijabarkan apada kasus. Bab IV penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

2

Page 3: Apendisitis Hg 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Apendiks

Apendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang memiliki

struktur berupa tabung dengan panjang kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7

cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Selain

itu memiliki arteria apendikularis yang merupakan suatu arteri terminalis.

Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc Burney yaitu daerah 1/3

tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan

dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian

distal. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus

vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis,

sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena

itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

B. Definisi dan Etiologi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Penyebab

apendisitis karena adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit,

hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris

fekal), atau parasit seperti E.histolytica. Peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal

3

Page 4: Apendisitis Hg 4

mengakibatkan timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan

pertumbuhan kuman flora kolon. Sumbatan fungsional mengakibatkan

terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Bila keadaan terus dibiarkan

dapat mengakibatkan nekrosis, gangren, dan perforasi (Muttaqin & Sari,

2011); (Price, 2005).

C. Manifestasi Klinis

Pada kasus apendisitis akut gejala awal berupa nyeri disekitar umbilikus

umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri

bergeser ke kuadran kanan bawah disertai oleh anoreksia, mual, dan muntah.

Dapat terjadi nyeri tekan di sekitar titik Mc Burney. Kemudian dapat timbul

spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan

leukositosis sedang (Price, 2005).

4

Page 5: Apendisitis Hg 4

D. Klasifikasi Apendisitis

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan

apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut

talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral

didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual

dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa

jam nyeri akan berpindah ketitik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih

tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat

2. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya

riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik

apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik

apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan

parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama

dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik

antara 1-5%.

E. Komplikasi

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan risiko terjadinya

perforasi dan pembentukan massa periapendikular. Perforasi dengan cairan

inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon

inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi

apendiks disertai abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri lokal.

Manifestasi khas dari perforasi apendiks yaitu nyeri hebat yang tiba-tiba

muncul pada abdomen kanan bawah (Muttaqin & Sari, 2011).

5

Page 6: Apendisitis Hg 4

F. Patofisiologi Apendisitis

Appendisitis pada dasarnya dapat menyerang semua umur, namun jarang

terjadi pada bayi di bawah umur 2 tahun dan dewasa tua. Hal ini terjadi

mungkin pada posisi appendiks. Appendisitis dapat menyebabkan komplikasi

penyakit lainnya. Salah satu contohnya yaitu peritonitis atau peradangan pada

peritoneum.

Appendisitis dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada appendiks.

Penyumbatan tersebut dapat menyebabkan infeksi bakteri sehingga terjadilah

proses inflamasi atau peradangan. Appendisitis dapat dimulai di mukosa dan

kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-28

jam pertama. Tubuh yang mempunyai sistem imun tentu saja akan merespon

jika terjadi peradangan. Respon tubuh pada peradangan ini adalah dengan

cara membatasi proses peradangan. Respon ini dilakukan dengan menutup

appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk

massa periapendikuler yang didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan

berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika massa tersebut tidak

terbentuk abses, maka appendisitis dapat sembuh.

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar

ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks

menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi

menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks kecaecum menjadi

terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian

terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan

elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan

menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya

edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di

sekitar umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus

meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema

6

Page 7: Apendisitis Hg 4

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang

timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga

menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding

apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami

ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi

proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan

omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang

secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami

perforasi. Perforasi menjalar ke seluruh abdomen, perut nyeri dan tegang di

seluruh abdomen walaupun punctum maximum mungkin di sebelah kanan,

nyeri dan febris tinggi, keadaan umum jelek.

Bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau

bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.

Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang

sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan

meregang. Karena fungsiolesa maka fungsi usus terhenti (tidak berkontraksi)

sehingga terjadi pembentukkan gas  kemudian perut kembung yang

mengakibatkan paralitik ileus (bising usus menghilang) sehingga terjadi

muntah-muntah (regurgitasi). Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen

usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan

mungkin syok. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus

yang meregang dan dapat menganggu pulihnya motilitas usus dan

menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Paralitik ileus juga menyebabkan

terjadinya gangguan buang air besar akibat hilangnya gerak peristalitik usus.

Muntah-muntah juga berakibat pada hilangnya banyak cairan tubuh,

meningkatkan kerja jantung (meningkatkan heart rate) sebagai kompensasi.

7

Page 8: Apendisitis Hg 4

Hubungan Patofisiologi Dengan Manifestasi Klinis

(Sjamsuhidajat, R & Jong, W. D.)

KELAINAN PATOLOGI KELUHAN DAN TANDA

Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,

mungkin kolik

Appendisitis mukosa Nyeri tekan kanan bawah (rangsangan

autonomik)

Radang di seluruh ketebalan dinding Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual dan muntah

Appendisitis komplit radang peritoneum Rangsangan peritoneum lokal

(somatik), nyeri pada gerak aktif dan

pasif, defans muskuler lokal

Radang alat/jaringan yang menempel

pada appendiks

Genitalia interna, ureter, n.psoas

mayor, kantung kemih, rektum

Appendisitis gangrenosa Demam sedang, takikardia, mulai

toksik, leukositosis

Perforasi Nyeri dan defans muskuler seluruh

perut

Pembungkusan: a. Tidak berhasil s.d.a. + demam tinggi, dehidrasi, syok,

toksik

b. Berhasil Massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

c. Abses Demam remiten, keadaan umum

toksik, keluhan dan tanda setempat

8

Page 9: Apendisitis Hg 4

↓ perfusi serebral

↑ suhu tubuh

Kecemasan pemenuhan informasi

Hipertermi

Respon sistemik

Risiko infeksi

Respon psikologis misinterpretasi perawatan dan penatalaksanaan pengobatanPort de entree pascabedah

Intervensi bedah laparotomi

PascaoperatifPreoperatif

Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada peritoneum

↓ aktivitas fibrinolitik intra-abdomen

Peritonitis

Respon inflamasi pada peritoneum dan organ di dalamnya

Invasi bakteri ke rongga peritoneum oleh berbagai kelainan sistem GI dan penyebaran infeksi dari organ di dalam abdomen

Perubahan tingkat kesadaran

Syok sepsis

Suplai darah ke otak ↓

Curah jantung ↓

Respon lokal saraf terhadap inflamasi

Distensi abdomen

Respon kardiovaskular

Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas

↓ kemampuan batuk efektif

Nyeri

Kerusakan jaringan pascabedah

Gangguan GI

Mual, muntah, anoreksia

Intake nutrisi tidak adekuatKehilangan cairan dan elektrolit

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, risiko ketidakseimbangan cairan

G. Patofisiologi Peritonitis

9

Page 10: Apendisitis Hg 4

H. Penatalaksanaan Medis

Apendicitis dapat menjadi awal mula dari kejadian peritonitis (radang

pada daerah peritoneum). Jika sudah didiagnosis apendisitis akut, maka harus

segera dilakukan pembedahan. Penatalaksanaan medis pada penderita

appendicitis diberikan pada saat pra operasi, intra operasi, dan post-operasi.

Menurut Mansjoer, dkk (2000), penatalaksaan apendisitis terdiri dari:

1. Pra-operasi

a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

b. Pemasangan kateter untuk control produksi urine.

c. Rehidrasi

d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara

intravena.

Pemberian antibiotic melalui intravena tergantung pada tingkat

keparahan dan keakutan apendisitis. Bila pada apendisitis yang belum

mengalami perforasi, maka digunakan antibiotik dosis tunggal yang

adekuat yang mencakup basil gram negative dan anaerobik. Resusitasi

cairan intravena dengan menggunakan larutan Ringer laktat 10 ml per

kilogram dalam bolus 15-30 menit untuk hasil produksi urin 1-2 mL per

kilogram per jam. Pada dewasa muda diperlukan waktu kurang lebih 1

jam, namun pada anak usia kurang dari 6 tahun, resusitasi memerlukan

waktu 4-6 jam.

Obat antibiotik yang diberikan secara intravena pada apendiks yang

sudah perforasi yang dicurigai terdapat pathogen aerobic dan non-

aerobik, maka diberikan ampisilin (100 mg/kg/24 jam), gentamisin (5

mg/kg/24 jam), dan kindamisin (40 mg/kg/24 jam) atau

metrobnidazole/Flagyl (30 mg/kg/24 jam), antibiotik diteruskan 7-10

hari (Schrock, 1991).

Penanggulangan secara konservatif dilakukan dengan cara

pemberian obat antibiotic pada gejala appendicitis kronik. Pemberian

obat ini dilakukan untuk mengurangi nyeri dalam waktu 12 jam.

Namun, pengobatan secara konservatif dihentikan jika:

1) Terjadi kenaikan denyut nadi

10

Page 11: Apendisitis Hg 4

2) Demam menetap lebih dari 36 jam.

3) Nyeri yang menetap.

4) Terjadi penonjolan pada daerah nyeri dan kulit kemerahan

merupakan tanda terlalu lama tertundanya tindakan operasi.

5) Obstruksi usus yang tidak berhenti.

e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil

untuk vasodilatasi pembuluh darah perifer yang diberikan setelah

rehidrasi tercapai.

f. Bila pasien mengalami demam pada pra-operasi, harus diturunkan

suhunya sebelum diberikan anestesi.

2. Intra operasi

Appendictomy adalah proses pemotongan apendiks yang berguna dalam

mencegah terjadinya perforasi yang komplikasinya akan terjadi peritonitis.

Namun, dalam penatalaksanaan operasi appendictomy, perlu dilakukan

penegakan diagnose yang tepat, terutama pada pasien wanita, karena pada

pasien wanita sering terjadi keluhan yang hampir mirip dengan gejala

apendisitis akut. Gejala pada appendicitis akut antara lain radang yang

mendadak di daerah apendiks disertai rangsang peritoneum lokal, nyeri

sama-samar dan tumpul (nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar

umbilicus), mual, muntah, anoreksia, beberapa jam nyeri berpindah ke

kanan bawah (McBurney) sehingga menimbulkan nyeri somatic setempat

yang lebih jelas dan tajam (nyeri tekan Rovsing), demam ringan (37.5-38

C), penonjolan daerah kanan bawah karena abses periapendikuler, pada

kasus komplikasi terjadi leukositosis. Oleh karena itu, dokter sebelum

mengambil tindakan operasi, biasanya melakukan diagnosa banding dengan

penyakit lainnya seperti (Sjamsuhidajat & Jong, 2004):

a. Gastroenteritis

Gejala: mual, muntah, diare sebelum rasa sakit perut timbul, sakit

perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.

b. Demam dengue

Gejala: sakit perut mirip dengan peritonitis, Rumpel +,

trombositopenia dan hematokrit meningkat.

11

Page 12: Apendisitis Hg 4

c. Limfadenitis mesenterika

Gejala : didahului dengan gastroenteritis, nyeri perut di sebelah kanan

namun samar, mual.

d. Kelainan ovulasi

Gejala :Nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi,

tidak ada tanda radang seperti leukositosis, nyeri hilang dalam waktu

24 jam namun bisa menganggu selama 2 hari.

e. Infeksi panggul

Gejala : hamper sama dengan gejala apendisitis, namun suhu lebih

tinggi dan nyeri perut bawah lebih difus, keputihan, dan infeksi urin.

f. Kehamilan ektopik

Gejala : terlambat haid, nyeri, penonjolan rongga Douglas, terdapat

darah di kuldosintesis.

g. Kista ovarium terpuntir

Gejala : nyeri hilang timbul dengan intensitas yang tinggi, saat

dipalpasi ada massa pada rongga pelvis, tidak demam.

h. Endometriosis eksterna

Gejala : nyeri pada daerah endometriosis dan darah terkumpul pada

daerah tersebut.

i. Urolitiasis pielum/ureter kanan.

Gejala : riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal

kanan, eritrosituria, demam tinggi, menggigil, nyeri kostvertebral

sebelah kanan, dan piuria.

Proses pembedahan diawali dengan anestesi (pembiusan), agar pasien

yang dioperasi tidak memberontak saat diberikan tindakan. Anestesi

merupakan pemberian obat yang menekan kerja jaringan saraf secara sentral

atau pada ujung saraf (Oswari, 1993). Anestesi diberikan oleh dokter

spesialis anestesi dan perawat anestesi. Pemberian anestesi harus

dipertimbangkan dengan keadaan tubuh dan riwayat kesehatan klien.

Anestesi terbagi menjadi dua macam, anestesi lokal (menurut tempat sekitar

pembedahan) dan umum (seluruh tubuh). “Setiap anestesi harus memenuhi

12

Page 13: Apendisitis Hg 4

dua syarat, antara lain menghilangkan refleks dan melemaskan otot, dan

pada bius umum juga dapat menghilangkan kesadaran.” (Oswari, 1993).

1) Anestesi umum

Obatnya berupa gas dan cairan yang dapat diberikan dengan cara

inhalasi (gas), intravena (menyuntikkan obat), dan memasukkan obat ke

dalam rectum. Pada tahap awal, pemberian obat bius yang tinggi untuk

penyebaran ke seluruh jaringan, jika sudah menyebar, konsentrasi

diperkecil untuk tetap mempertahankan obat bius. Kedalaman anestesi

umum terbagi dalam 4 stadium:

Stadium 1 (analgesia)

Dimulai saat pasien menghirup obat bius. Pasien pusing, seakan-akan

melayang, pendengaran bising, kesadaran masih ada, tapi tidak dapat

berbuat apapun, ukuran pupil tetap, refleks pupil maih bagus,

pernapasan dan nadi tidak teratur, tekanan darah tidak fluktuasi.

Stadium 2 (delirium)

Pasien mulai berontak, ukuran pupil membesar, refleks pupil kuat,

pernapasan tidak teratur, nadi teratur cepat, dan tekanan darah mulai

meninggi.

Stadium 3 (pembedahan)

Pasien mangalami mati rasa sempurna, refleks permukaan seperti pupil,

bola mata menurun namun refleks vital masih biasa, seperti nadi dan

pernapasan.

Stadium 4 (keracunan)

“Pusat pernapasan di medulla oblongata lumpuh, pernapasan berhenti.

Bila pembiusan tidak segera dihentikan dan diberikan napas buatan,

jantung berhenti dan kematian.” (Oswari, 1993).

Cara pemberian anestesi umum

2) Anestesi Isap

Open drop : meneteskan cairn bius di masker yang ditutupi oleh

kain kassa dan diberikan tekanan oksigen untuk diinhalasi oleh

pasien.

13

Page 14: Apendisitis Hg 4

Insuflasi: peniupan gas bius dan udara ke dalam hidung melalui

pipa.

Semit tertutup: campuran gas bius dan oksigen diinhalasi dari

masker yang dihubungkan dengan balon pernapasan.

Tertutup: udara yang keluar dari paru-paru diisap kembali setelah

melalui filter yang mengandung garam kapur untuk menahan CO2.

Obat bius yang biasa digunakan antara lain:

Nitrogen oksida: daya bius ringan hingga stadium III plein 1.

Eter / etil eter : daya biusnya sangat kuat, mudah menyerap di

jaringan khususnya lemak, sehingga pada orang gemuk lebih

lama induksinya.

Klor etil : masa induksi yang pendek, hanya dipakai untuk

induksi mempersingkat sstadium I dan II, dan merupakan

pemberian awal anestesi yang dilanjutkan dengan eter. Sering

digunakan pada insisi bisul

Fluotane (Halotane) : obat bius isap yang terkuat.

Trilene / triklor etilena : masa induksi lambat, hamper sama

dengan eter, dipakai hanya untuk menghilangkan perasaan pasien

dan berbahaya untuk diberikan pada operasi besar, dan sering

digunakan untuk kuret.

3) Anestesi rectum

Anestesi dengan pemberian avertin (cairan alkohol) yang dimasukkan

ke dalam rectum. Dalam waktu 5 menit, pasien tidak sadar, namun

refleks masih ada. Oleh karena itu hanya dipakai sebagai induksi

pembiusan yang disambung dengan anestesi blok saraf.

4) Anestesi intravena

Penyuntikan sodium pentotal (tiopental) ke vena, dalam waktu 30 detik

saja, namun efeknya hanya sebentar.

5) Anestesi lokal

Anestesi ini diberikan pada tempat tertentu melalui:

a) Anestesi lumbal (spinal) : menyuntikkan obat melalui fungsi lumbal ke

dalam rongga subaraknoid menimbulkan kelumpuhan otot yang kuat.

14

Page 15: Apendisitis Hg 4

b) Anestesi peridural : dimasukkan juga melalui fungsi lumbal, namun

hanya sampai rongga peridural saja.

c) Anstesi blok : obat yang langsung disuntikkan di sekitar saraf atau

pangkal saraf.

d) Anestesi infiltrasi : disuntikkan langsung ke ujung saraf di bawah kulit.

e) Anestesi topical : mengoleskan atau menyemprotkan obat ke

permukaan kulit atau selaput lendir.

Obat yang digunakan dalam anestesi lokal:

Prokain (Novokain) : daya mati rasanya cukup tinggi.

Lidokain (Xylokain): bekerja lebih cepat dan daya biusnya lebih

lama dari prokain. Biasa digunakan untuk mencabut gigi.

Kokain : obat anestesi topical yang tidak boleh disuntikkan, karena

bersifat toksik.

Pantokain (Tetrakain): mempunyai sifat toksik yang kuat dari

kokain, dipakai pada anestesi spinal.

Pembedahan dilakukan oleh beberapa tenaga medis. Tenaga medis

yang bertugas di ruang operasi antara lain dokter ahli bedah, dokter

anestesi atau perawat anestesi, perawat scrub, dan perawat sirkulasi.

Operasi apendiktomi segera dilakukan dalam beberapa jam setelah

didiagnosa. Sedangkan pada apendiktomi yang sudah perforasi dengan

tanda peritonitis, maka sebelum dilakukan apendiktomi, pasien harus

diberikan resusitasi cairan yang cukup dan antibiotic spectrum luas. Bila

terjadi muntah berat atau perut kembung dilakukan pengisapan

nasogastrik. Pada operasi apendiktomi, pasien dalam posisi supine dan

diberikan anestesi umum atau regional sesuai indikasi. Berikut prosedur

apendiktomi terbuka dan apendiktomi laparaskopi.

Apendiktomi terbuka (teknik McBurney) dan laparoskopi

apendiktomi dilakukan bila apendisitis akut yang diderita belum

komplikasi (belum terjadi perforasi, namun risiko perforasi) (Norton,

2008).

Indikasi :

Apendiktomi Terbuka

15

Page 16: Apendisitis Hg 4

a) Apendisitis akut

b) Periapendikuler infiltrate

c) Apendisitis perforasi

Prosedur apendiktomi terbuka

a) Pasien berbaring terlentang dalam anestesi umum atau regional.

Kemudian lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut

kanan bawah.

b) Menentukan daerah McBurney yaitu kuadran kanan bawah

peritoneum.

c) Insisi daerah McBurney dengan posisi miring / insisi lapisan perut

pertama sepanjang 10 cm. Saat ingin diinsisi, otot peritoneum di

retraksi dengan retraksi Richardson atau Parker untuk membuka

peritonium.

d) Buat sayatan melalui aponeurosis dari m. oblikus eksternal yang sudah

di insisi sebelumnya (insisi kembali lapisan perut berikutnya).

e) Setelah itu, buat sayatan melalui aponeurosis dari m.oblikus interna.

f) Pembukaan serat-serat otot abdominis transversal.

g) Lalu, masuk ke dalam perut melalui pareitonium parietal. Eksplorasi

peritoneum dengan sayatan yang cukup lebar. Peritoneum digenggam

dengan forsep jaringan atau forsep Allis, dan sayatan kecil dibuat

dengan pisau bedah menggunakan pisau 15.

h) Sekum dan apendiks diluksasi keluar.

i) Appendix agak diregangkan untuk melihat mesoappendix.

j) Potong daerah arteri mesoapendiks secara biasa, dari arah puncak ke

basis.

k) Terjadi perdarahan, darah dibersihkan.

l) Siapkan jahitan tabac sac yang mengelilingi basis apendiks dengan

benang, kemudian dijahit dengan catgut.

m) Lakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.

n) Daerah pemotongan diberi alkohol atau larutan betadine untuk

mengurangi flora bakteri.

16

Page 17: Apendisitis Hg 4

o) Jahitan tabac sac disimpulkan dan daerah bekas apendiks dimasukkan

dalam simpul tersebut. Mesoapendiks dijahit dengan benang.

p) Lakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat di

dalamnya, bersihkan bekas darah.

q) Sekum dikembalikan ke abdomen

r) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan 4 klem dan didekatkan

untuk memudahkan penutupan. Peritoneum dijahit jelujur dengan

chromic catgut dan otot-otot-otot dikembalikan.

Apendiktomi Laparascopi

Indikasi :

a) Apendisitis akut

b) Apendisitis kronik

Kontraindikasi :

a) Wanita dengan kehamilan trimester kedua dan ketiga

b) Penyulit radang pelvis dan endometriosis

Teknik ini berguna dalam melakukan tindakan operasi apendiktomi

namun dengan diagnose yang belum pasti. Teknik ini sangat bagus

diberikan pada wanita muda di usia subur. Pada apendiktomi laparoscopi ,

dilakukan 3 bukaan kecil untuk memasukkan kamera miniature dan

peralatan bedah yang dibuat melintang pada bagian bawah perut.

Keutungan antara Apendikromi Laparaskopi dan Apendiktomi Terbuka

Apendiktomi Laparascopi Apendiktomi Terbuka

Infeksi luka rendah Biaya operasi lebih murah

Harga perawatan di rumah sakit

rendah

Harga perawatan di rumah sakit

rendah

pemulihan lebih cepat Pada kasus apendiktomi akut yang

perforasi, kemungkinan risiko abses

pada intrabdominal

Hasil pembedahan (jahitan) bagus Waktu di ruang operasi lebih pendek.

Nyeri berkurang

17

Page 18: Apendisitis Hg 4

BAB III

PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Klien dengan Appendisitis

1. Pengkajian

a. Pengkajian Pre-Operatif

1) Anamnesa

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang

penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang

beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah

oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di

dinding usus).

Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita

nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Hal-hal yang perlu dikaji pada anamnesa antara lain:

a) Identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat,

dan nomor register.

b) Identitas penanggung

c) Riwayat kesehatan sekarang.

Keluhan utama : Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar

epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.

Timbul keluhan : Nyeri perut kanan bawah mungkin

beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di

epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.

Sifat keluhan : Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat

hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.

18

Page 19: Apendisitis Hg 4

Keluhan yang menyertai : Biasanya klien mengeluh rasa

mual dan muntah, panas.

d) Riwayat kesehatan masa lalu : Biasanya berhubungan dengan

masalah kesehatan klien sekarang.

e) Nyeri/kenyamanan

i. Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,

meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas

dalam.

ii. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi

kaki kanan/posisi duduk tegak.

f) Keamanan : Demam, biasanya rendah.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum : Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

b) Berat badan : Sebagai indicator untuk menentukan pemberian

obat.

c) Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.

d) Respirasi : Takipnue, pernapasan dangkal.

e) Aktivitas/istirahat : Malaise.

f) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.

g) Distensi abdomen : nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan

atau tidak ada bising usus.

Pemeriksaan fisik berdasarkan inspeksi dan palpasi:

a) Inspeksi

Pada appendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling, sehingga pada inspeksi biasa ditemukan distensi perut.

19

Page 20: Apendisitis Hg 4

b) Palpasi

Kecurigaan menderita appendicitis akan timbul pada saat dokter

melakukan palpasi perut dan kebahagian paha kanan. Pada daerah

perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan

bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign). Nyeri

perut kanan bawah merupakan kunci dari diagnosis appendicitis

akut. Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh

perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika

sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan

sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc.

Burney.

Status lokalisasi:

i. Mc.Burney :

Nyeri tekan

Nyeri lepas : rangsang peritoneum

Nyeri ketok

ii. Defens muskuler : m.rektus abdominis

iii. Rovsing Sign : pada penekanan perut bagian kontra Mc

Burney (kiri) terasa nyeri di Mc Burney karena tekanan

tersebut merangsang peristaltik usus dan juga udara

dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakan

peritoneum sekitar appendiks yang sedang meradang

sehingga terasa nyeri.

iv. Psoas sign : m psoas ditekan maka akan terasa sakit di

titik Mc Burney (pada appendiks retrocaecal) karena

merangsang peritoneum sekitar appendicitis yang juga

meradang.

v. Obturator sign : fleksi dan endorotasi articulatio costa

pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m

obturator internus, artinya appendiks di pelvis.

20

Page 21: Apendisitis Hg 4

vi. Peritonitis umum (perforasi) :

Nyeri di seluruh abdomen

Pekak hati hilan

Bising usus hilang

vii. Rectal touche : nyeri tekan pada jam 9 – 12

3) Pemeriksaan Laboratorium

a) Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3 (Leukosit meningkat sebagai

respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap

mikroorganisme yang menyerang).

b) Netrofil meningkat 75 %

c) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi

terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah). Hb (hemoglobin)

nampak normal.

d) Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang

lebih tinggi lagi.

e) Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis

infiltrat.

f) Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

4) Pemeriksaan Diagnostik

a) Radiologi : Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan

diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi

kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya

sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan.

Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan

adanya udara bebas dalam diafragma.

b) Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian

21

Page 22: Apendisitis Hg 4

5) Pemeriksaan Penunjang

Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan colok dubur (Test rektal)

untuk menentukan letak appendiks bila letaknya sulit diketahui. Jika

saat dilakukan colok dubur teraba benjolan kemudian penderita

merasa nyeri maka kemungkinan appendiks penderita terletak

didaerah prolitotomi.

6) Persiapan Operasi

a) Puasa (mulai dari jam 1 malam)

b) Lavemen

c) Cukur

d) Pemeriksaan EKG

e) Pemeriksaan laboratorium

f) Baju operasi

g) Foto torak

h) Persediaan darah (1 kolf)

i) Inform concent

b. Pengkajian Intra-Operatif ( Persiapan saat di ruang penerimaan)

j) Mengecek kelengkapan syarat-syarat operasi

k) Mengecek kembali status klien untuk mencocokkan kembali

nama pasien, diagnosa medis, tindakan operasi yang akan

dilakukan dengan jadwal operasi.

l) Memesan alat habis pakai yang akan dipakai utuk operasi.

m) Memindahkan pasien dan mengantar dari ruang penerimaan ke

kamar operasi

n) Melakukan pemeriksaan TTV

o) Mengeksplorasi perasaan klien saat akan menjalani operasi

22

Page 23: Apendisitis Hg 4

c. Pengkajian Post-Operatif

1) Operasi selesai pada pukul 12.00 dan klien dipindahkan ke RR

dengan menggunakan brankar dengan posisi aman.

2) TTV :

a) TD : 120/80 mmHg

b) RR : 22 x/mnt

c) Nadi : 82 x/mnt

d) S : 36,8 C

3) Pernafasan

a) Kemampuan untuk bernafas dengan dalam dan batuk.

b) Upaya bernafas terbatas (dispneu atau membebat).

c) Tidak ada upaya spontan

4) Sirkulasi

a) 80 % dari tingkat pra anastetik (baik)

b) 50 % - 80 % dari tingkat pra anastetik

c) < 50 % dari tingkat pra anastetik

5) Tingkat kesadaran

a) Respon secara verbal terhadap pertanyaan / terorientasi

terhadap waktu

b) Terbangun ketika dipanggil namanya

c) Tidak memberi respon terhadap perntah

6) Warna

a) Warna dan penampilan kulit normal

b) Warna kulit berubah : pucat, agak kehitaman, keputihan,

ikterik

c) Sianosis

23

Page 24: Apendisitis Hg 4

7) Aktivitas

Bergerak secara spontan atau atas perintah :

a) Kemampuan untuk menggerakan semua ekstremitas

b) Kemampuan untuk menggerakan 2 ekstremitas

c) Tidak mampu untuk mengontrol setiap ekstremitas

2. Diagnosa, Intervensi, dan Evaluasi

a. Diagnosa, Intervensi, dan Evaluasi Pre-Operatif

Dx 1 : Risiko infeksi berhubungan dengan perforasi apendiks.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan

infeksi teratasi.

DS : Nyeri, demam, menggigil.

DO : Suhu tubuh naik, berkeringat, perubahan mental.

Kriteria evaluasi: Bebas dari tanda-tanda infeksi dan peradangan,

drainase purulen, eritema, dan demam.

Intervensi Rasional

Melakukan praktik dan perawatan

luka yang baik dengan mencuci

tangan. Menyediakan perawatan

perineum.

Mengurangi risiko infeksi bakteri

Memonitor tanda-tanda vital. Catat

timbulnya demam, menggigil,

diaforesis, dan peningkatan nyeri

perut.

Melihat tanda-tanda adanya

infeksi

Mendapatkan spesimen drainase,

jika ada indikasi.

Pengujian sensitivitas dan

pemeriksaan stain gram berguna

dalam mengidentifikasi organisme

24

Page 25: Apendisitis Hg 4

penyebab dan pilihan terapi.

Memberikan antibiotik jika

diperlukan

Antibiotik diberikan sebelum

apendiktomi terutama untuk

profilaksis infeksi luka dan

biasanya tidak dilanjutkan pasca

operasi. Terapi antibiotik yang

diberikan jika apendiks ruptur

atau abses.

Dx 2 : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan

dengan vomiting preoperatif.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan

volume cairan adekuat.

DS : Haus, tidak nafsu makan, mual.

DO : Perubahan status mental, penurunan turgor kulit dan lidah,

penurunan haluaran urin, penurunan pengisisan vena, kulit

dan membran mukosa kering.

Kriteria evaluasi: Tanda vital normal, turgor kulit normal, membran mukosa

lembab, produksi urin output seimbang, muntah berhenti.

Intervensi Rasional

Memonitor tekanan darah dan

denyut nadi

Variasi volume intravaskular

membantu mengidentifikasi

fluktuasi atau perubahan tanda-

tanda vital terkait dengan respon

imun terhadap Inflamasi

Periksa membran mukosa, kaji

turgor kulit

Indikator kecukupan sirkulasi

perifer dan hidrasi selular.

25

Page 26: Apendisitis Hg 4

Monitor intake dan output cairan Penurunan output urin

terkonsentrasi dengan spesifik

menunjukkan dehidrasi dan

kebutuhan cairan meningkat.

Auskultasi bunyi bowel lihat

adakah flatus atau pergerakan

usus.

Indikator kembalinya peristaltik

dan kesiapan untuk memulai lisan

asupan. Catatan: Ini tidak mungkin

terjadi di rumah sakit jika klien

memiliki memiliki prosedur

laparoskopi dan telah habis dalam

waktu kurang dari 24 jam

Berikan cairan intravena dan

elektrolit

Peritoneum bereaksi terhadap

iritasi dan infeksi dengan

memproduksi dalam jumlah besar

cairan usus, menarik cairan dari

vaskular ruang dan mungkin

mengurangi sirkulasi darah

volume, sehingga elektrolit

dehidrasi dan relatif tidak seimbang

Dx 3 : Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan

intestinal oleh inflamasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri

dapat terkontrol.

DS : Klien mengungkapkan seara verbal atau non verbal

DO : Posisi menghindari nyeri, perubahan selera makan,

perilaku distraksi, menarik diri, pucat, rentang perhatian

terbatas.

Kriteria evaluasi : Nyeri dapat diendalikan dan klien tampak santai dan

26

Page 27: Apendisitis Hg 4

dapat beristirahat.

Intervensi Rasional

Menilai nyeri, lokasi, karakteristik,

dan tingkat keparahan (skala 0

sampai 10). Menyelidiki dan

melaporkan perubahan nyeri,

seperti yang sesuai.

Berguna dalam memantau

efektivitas pengobatan dan

perkembangan penyembuhan.

Perubahan karakteristik nyeri dapat

menunjukkan pengembangan

abses.

Baringkan dalam posisi semi-

Fowler.

Gravitasi melokalisasi eksudat

inflamasi dalam abdomen bawah

atau pelvis, menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah

dengan posisi telentang.

Dorong ambulasi dini. Meningkatkan normalisasi fungsi

organ, contoh merangsang

peristaltik dan kelancaran flatus,

menurunkan ketidaknyamanan

abdomen.

Berikan aktivitas hiburan. Fokus perhatian kembali,

meningkatkan relaksasi dan dapat

meningkatkan kemampuan koping.

Berikan analgesik jika

diindikasikan.

Nyeri memfasilitasi kerjasama

dengan terapi intervensi lainnya,

seperti ambulasi dan pulmonary

toilet.

Dx 4 : Defisit pengetahuan berhubungan dengan

misinterpretasi informasi

27

Page 28: Apendisitis Hg 4

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien

mendapatkan pengetahuan mengenai penyakit dan

perawatannya.

DS : Klien mengungkapkan ketidaktahuannya.

DO : Merasa kebingungan, cemas, dan khawatir.

Kriteria evaluasi : Secara verbal memahami terapi yang sedang diberikan

dan komplikasi yang dapat terjadi.

Intervensi Rasional

Berikan informasi mengenai terapi

dan pengobatan yang akan

dilakukan

Mengetahui tujuan tindakan

Diskusikan mengenai perawatan

luka pasca operasi

Memberikan informasi perawatan

yang dilakukan setelah

apendiktomi dilakukan.

Diskusikan fase pemulihan setelah

operasi

Pemahaman tentang tindakan yang

harus dan tidak boleh dilakukan

dapat meningkatkan proses

penyembuhan.

Libatkan keluarga dalam

pemberian edukasi kepada klien

mengenai tindakan perioperatif

Keluarga akan membantu klien

untuk mengingat informasi yang

diberikan.

Dx 5 : Ansietas berhubungan dengan perubahan status

kesehatan

28

Page 29: Apendisitis Hg 4

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak

merasakan ansietas

DS : Klien mengatakan masih memikirkan keadaannya, merasa

cemas akan penyakitnya, dan tindakan operasi yang akan

dijalaninya serta tidak nyaman dengan kondisinya.

DO : Tampak gelisah, cemas, dan sedikit berkeringat. Serta

tidak nyaman dengan rasa nyerinya.

Kriteria evaluasi : Ansietas klien dapat teratasi.

Intervensi Rasional

Evaluasi tingkat ansietas, catat

respon verbal dan non verbal

klien. Dorong ekspresi bebas

klien.

Ketakutan dapat terjadi karena

nyeri hebat, peningkatan perasaan

sakit, dan kemungkinan

pembedahan

Berikan informasi tentang proses

penyakit dan informasi tindakan

Mengetahui apa yang diharapkan

dapat mengurangi ketakutan dan

kecemasan.

Menentukan apakah klien

membutuhkan dukungan spiritual

Beberapa klien membutuhkan

dukungan spiritual sebagai

koping

Jadwalkan istirahat yang adekuat Membatasi kelemahan dan

meningkatkan sumber energi.

b. Diagnosa, Intervensi, dan Evaluasi Post-Operatif

Dx 1 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.

29

Page 30: Apendisitis Hg 4

Definisi: Berisiko terhadap invasi organisme patogen.

Faktor risiko : Prosedur invasif, malnutrisi, pengetahuan yang kurang

untuk menghindari pajanan patogen.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam,

diharapkan infeksi teratasi.

Hasil : Peningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda

infeksi atau inflamasi, drainase purulen, eritema, dan demam.

DS : Nyeri, demam, menggigil.

DO : Suhu tubuh naik, berkeringat, perubahan mental.

Intervensi Rasional

Aktivitas keperawatan:

Awasi tanda vital. Dugaan adanya infeksi atau

terjadinya sepsis, abses, peritonitis.

Lakukan pencucian tangan

yang baik dan perawatan luka

aseptik.

Menurunkan risiko penyebaran

bakteri.

Lihat insisi dan balutan.

Catat karakteristik drainase

luka atau drein (bila

dimasukan), adanya eritema.

Memberikan deteksi dini terjadinya

proses infeksi, dan/atau pengawasan

penyembuhan yang telah ada

sebelumnya.

Berikan informasi yang tepat,

jujur pada klien atau orang

terdekat.

Pengetahuan tentang kemajuan

situasi memberikan dukungan

emosi, membantu menurunkan

ansietas.

Ambil contoh drainase bila

diindikasikan.

Kultur pewarnaan gram dan

sensivitas berguna untuk

mengidentifikasikan organisme

30

Page 31: Apendisitis Hg 4

penyebab dan pilihan terapi.

Berikan antibiotik sesuai

indikasi.

Mungkin diberikan secara

prifilaktik atau menurunkan jumlah

organisme untuk menurunkan

penyebaran dan pertumbuhannya

pada rongga abdomen.

Bantu irigasi dan drainase

bila diindikasikan.

Dapat diperlukan untuk

mengalirkan isi abses terlokalisir.

Aktivitas kolaboratif:

Berikan terapi antibiotik. Etiologi infeksi berkurang atau

bahkan hilang.

Aktivitas lain:

Lindungi pasien terhadap

kontaminasi silang dengan

tidak menugaskan perawat

yang sama untuk pasien lain

yang mengalami infeksi dan

memisahkan ruang perawatan

pasien dengan pasien yang

terinfeksi.

Menghindari penularan infeksi

kepada pasien lain yang tidak

terpajan sebelumnya.

Bersihkan lingkungan dengan

benar setelah dipergunakan

masing-masing pasien,

pertahankan teknik isolasi,

terapkan kewaspadaan

universal, batasi jumlah

pengunjung.

Mengendalikan pajanan infeksi.

Dx 2 : Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan

31

Page 32: Apendisitis Hg 4

dengan pembatasan pasca operasi.

Definisi : Kondisi individu yang berisiko mengalami dehidrasi

vaskular, selular atau intraselular.

Faktor risiko : Status hipermetabolik (proses penyembuhan).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam,

diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.

Hasil : Tanda vital dalam batas normal, turgor kulit normal,

membran mukosa lembab, produksi urin output seimbang,

muntah berhenti.

DS : Tidak nafsu makan, mual, haus.

DO : Perubahan status mental, penurunan turgor kulit dan lidah,

penurunan haluaran urin, penurunan pengisisan vena, kulit

dan membran mukosa kering, peningkatan tanda-tanda

vital, penurunan berat badan yang tiba-tiba, kelemahan

Intervensi Rasional

Aktivitas keperawatan:

Ukur dan catat intake dan output

cairan tubuh serta catat warna

urin.

Penurunan output urine atau

konsentrasi urin pekat

mengidentifikasikan dehidrasi

membutuhkan peningkatan cairan.

Awasi vital sign: Evaluasi nadi,

pengisian kapiler, turgor kulit

dan membran mukosa.

Hipotensi, takikardi, peningkatan

pernafasan, mengidentifikasikan

kekurangan volume cairan.

Catat mual dan muntah. Mual yang terjadi selama 12-24 jam

pasca operasi umumnya karena efek

anastesi.

Observasi membran mukosa, Kulit dingin atau lembab, denyut

32

Page 33: Apendisitis Hg 4

turgor kulit, suhu kulit dan

palpasi perifer, capillary refill

time.

perifer lemah mengindikasikan

penurunan sirkulasi perifer.

Aktivitas kolaboratif:

Kolaborasi dengan tim dokter

untuk pemberian cairan

parental.

Cairan parenteral dapat membantu

kebutuhan cairan yang dibutuhkan

tubuh.

Dx 3 : Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.

Definisi : Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat

adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau

digambarkan dengan istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau

perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang

dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari

enam bulan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam,

diharapkan nyeri berkurang bahkan hilang.

Hasil : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

DS : Mengungkapkan secara verbal atau nonverbal.

DO : Posisi menghindari nyeri, perubahan selera makan, perilaku

distraksi, menarik diri, pucat, rentang perhatian terbatas.

Intervensi Rasional

Aktivitas keperawatan:

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik,

beratnya (skala 0 – 10). Selidiki dan

laporkan perubahan nyeri dengan

Berguna dalam pengawasan

keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan. Perubahan pada

33

Page 34: Apendisitis Hg 4

tepat. karakteristik nyeri menunjukkan

terjadinya abses atau peritonitis.

Memerlukan upaya evaluasi medik

dan intervensi.

Pertahankan istirahat dengan posisi

semi – fowler.

Gravitasi melokalisasi eksudat

inflamasi dalam abdomen bawah

atau pelvis, menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah

dengan posisi telentang.

Dorong ambulasi dini. Meningkatkan normalisasi fungsi

organ, contoh merangsang

peristaltik dan kelancaran flatus,

menurunkan ketidaknyamanan

abdomen.

Berikan aktivitas hiburan. Fokus perhatian kembali,

meningkatkan relaksasi dan dapat

meningkatkan kemampuan koping.

Pertahankan puasa atau penghisapan

NGT pada awal.

Menurunkan ketidaknyamanan

pada peristaltik usus dini dan iritasi

gaster atau muntah.

Aktivitas kolaboratif:

Kelola nyeri pasca bedah awal dengan

pemberian opiat yang terjadwal

(misalnya setiap 4 jam selama 36 jam)

atau PCA.

Mencegah nyeri lebih lanjut atau

berat.

Gunakan tindakan pengendalian nyeri

sebelum nyeri menjadi lebih berat.

Laporkan kepada dokter jika tindakan

tidak berhasil atau jika keluhan saat

ini merupakan perubahan yang

Memanajemen nyeri yang

dirasakan pasien.

34

Page 35: Apendisitis Hg 4

bermakna dari pengalaman nyeri

pasien di masa lalu.

Aktivitas lain:

Sesuaikan frekuensi dosis sesuai

indikasi melalui pengkajian nyeri dan

efek samping.

Pemberian analgesik yang tidak

sesuai dosis menyebabkan nyeri

stabil bahkan tidak berkurang

(kurang dosis) atau overdosis dapat

menyebabkan kematian.

Bantu pasien mengidentifikasi

tindakan kenyamanan yang efektif di

masa lalu, seperti distraksi, relaksasi,

atau kompres hangat atau dingin.

Mempermudah menemukan

metode menghilangkan nyeri.

Hadir di dekat pasien untuk

memenuhi kebutuhan rasa nyaman

dan aktivitas lain untuk membantu

relaksasi.

Pasien mendapatkan rasa nyaman.

Bantu pasien lebih fokus pada

aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa

tidak nyaman dengan melakukan

pengalihan melalui televisi, radio,

tape, dan interaksi dengan

pengunjung.

Distraksi dapat membuat pasien

melupakan rasa nyeri yang

dialaminya.

Gunakan pendekatan yang positif

untuk mengoptimalkan respons pasien

terhadap analgesik.

Dapat menegakkan evaluasi

keefektifan penggunaan analgesik.

Eksplorasi perasaan takut ketagihan. Rasa takut ketagihan menyebabkan

pasien enggan mengonsumsi obat

analgesik sehingga nyeri tidak akan

hilang.

Libatkan pasien dalam modalitas Manajemen nyeri pada pasien.

35

Page 36: Apendisitis Hg 4

peredaan nyeri, kendalikan faktor

lingkungan yang dapat memengaruhi

respons pasien terhadap

ketidaknyamanan, pastikan pemberian

analgesia terapi atau strategi non

farmakologi sebelum melakukan

prosedur yang menimbulkan nyeri.

Dx 4 : Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi.

Definisi : Ketidakmampuan fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan

atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus

dilakukan.

Faktor risiko : Kelemahan sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam,

Diharapkan dapat menoleransi aktivitas yang dilakukan dengan

Kriteria klien dapat bergerak tanpa pembatasan dan tidak berhati-

hati dalam bergerak.

Hasil : Dapat menoleransi aktivitas, tahan (mampu) terhadap aktivitas

yang dilakukan, dapat mengelola nyeri untuk menyelesaikan

aktivitas, pelaksanaan akivitas fisik yang penuh vitalitas, mampu

melakukan tugas-tugas fisik paling dasar dan aktivitas perawatan

pribadi secara mandiri.

DS : Ketidaknyamanan saat beraktivitas, melaporkan nyeri apabila

melakukan aktivitas.

DO : Posisi menghindari nyeri, menarik diri, rentang perhatian kurang.

Intervensi Rasional

Aktivitas keperawatan:

Catat respon emosi terhadap mobilitas. Immobilisasi yang dipaksakan akan

36

Page 37: Apendisitis Hg 4

memperbesar kegelisahan.

Berikan aktivitas sesuai dengan

keadaan klien.

Meningkatkan kormolitas organ

sesuiai dengan yang diharapkan.

Berikan klien untuk latihan gerakan

gerak pasif dan aktif.

Memperbaiki mekanika tubuh.

Bantu klien dalam melakukan aktivitas

yang memberatkan.

Menghindari hal yang dapat

memperparah keadaan.

Aktivitas kolaborasi:

Berikan pengobatan nyeri sebelum

aktivitas, apabila nyeri merupakan salah

satu penyebab.

Menstimulasi pasien melakukan

aktivitas tanpa ragu.

Dengan ahli terapi okupasi, fisik atau

rekreasi untuk merencanakan dan

memantau program aktivitas.

Melatih ketahanan tubuh untuk

melakukan aktivitas.

Rujuk pasien ke ahli gizi untuk

perencanaan diet.

Meningkatkan asupan makanan

yang kaya energi.

Aktivitas lain:

Hindari menjadwalkan pelaksanaan

aktivitas perawatan selama periode

istirahat.

Menyimpan energi pasien agar saat

melakukan aktivitas ketahanan

tubuh pasien dapat lebih lama.

Bantu pasien mengubah posisi secara

berkala.

Menghindari atrofi atau luka

dekubitus.

Pantau TTV sebelum, selama, dan

setelah aktivitas.

Apabila tidak normal berarti pasien

tidak bisa menoleransi aktivitas

yang dijalaninya.

Bantu pasien mengidentifikasi plihan

aktivitas, aktivitas pada periode saat

pasien memiliki energi paling banyak,

bantu dengan aktivitas teratur, batasi

Memanajemen energi tubuh.

37

Page 38: Apendisitis Hg 4

rangsangan lingkungan, bantu

melakukan pemantauan mandiri dengan

membuat dan menggunakan

dokumentasi tertulis yang mencatat

asupan kalori dan energi.

Dx 5 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan post

operatif.

Definisi : Ketidakmampuan pola melakukan aktivitas untuk diri sendiri

yang membantu mencapai tujuan terkait kesehatan dan dapat

ditingkatkan.

Faktor risiko : Nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam, klien

dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.

Hasil : Mampu melakukan tugas fisik paling dasar dan aktivitas

perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.

DS : Melaporkan ketidakmampuan untuk mandi, makan, berhias diri

secara mandiri.

DO : Tidak mampu duduk atau berdiri, tidak mampu meletakkan

makanan ke piring, tidak mampu mengingesti makanan secara

aman, tidak mampu mengambil makanan dan peralatannya.

Intervensi Rasional

Aktivitas mandiri:

Mandikan pasien setiap hari sampai

klien mampu melaksanakan sendiri

serta cuci rambut dan potong kuku

klien.

Agar badan menjadi segar,

melancarkan peredaran darah dan

meningkatkan kesehatan.

38

Page 39: Apendisitis Hg 4

Ganti pakaian yang kotor dengan yang

bersih.

Melindungi klien dari kuman dan

meningkatkan rasa nyaman.

Berikan HE pada klien dan keluarganya

tentang pentingnya kebersihan diri.

Klien dan keluarga dapat termotivasi

untuk menjaga personal higiene.

Berikan pujian pada klien tentang

kebersihannya.

Klien merasa tersanjung dan lebih

kooperatif dalam kebersihan.

Bimbing keluarga klien memandikan. Keterampilan dapat diterapkan.

Bersihkan dan atur posisi serta tempat

tidur klien.

Klien merasa nyaman dengan tenun

yang bersih serta mencegah

terjadinya infeksi.

Aktivitas kolaboratif:

Tawarkan pengobatan nyeri sebelum

mandi.

Mengurangi rasa khawatir klien

timbulnya rasa nyeri saat mandi.

Menggunakan ahli terapi okupasi dan

fisiologi sebagai sumber dalam

merencanakan tindakan perawatan

pasien.

Agar tepat tindakan yang diberikan

untuk klien.

Aktivitas lain:

Dukung kemandirian dalam melakukan

mandi dan higiene oral, berpakaian dan

berhias serta makan.

Melatih kemandirian dan

mengurangi tingkat ketergantungan

klien dan meningkatkan harga

dirinya.

Tawarkan mencuci tangan setelah

eliminasi dan sebelum makan.

Mengurangi terpajannya infeksi.

Bantu pasien memilih pakaian yang

mudah dipakai dan dilepas.

Memudahkan klien dalam

melakukan perawatan diri sehingga

kemandirian dapat tercapai.

Berikan keamanan dengan

memperthanankan lingkungan yang

Menghindari klien terjatuh atau hal

lain yang dapat membahayakan

39

Page 40: Apendisitis Hg 4

teratur dan pencahayaan yang baik. keselamatan klien.

Singkirkan benda yang menghambat

akses ke toilet.

Memudahkan klien menuju toilet

tanpa alat bantu atau hanya sedikit

bantuan.

Dx 6 : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi

pembedahan.

Definisi : Kerusakan pada membran mukosa, jaringan, integumen, atau

subkutan.

Tujuan : Dalam waktu ..x24 jam luka mengering dan dalam waktu ...x24

jam luka sembuh dan pasien dapat pulang.

Hasil : Struktur dan fungsi fisiologis normal kulit dan membran mukosa

utuh, terjadinya penyembuhan luka primer, luka kering dan tidak

mengeluarkan nanah atau darah, luka jahitan bersih, dan tidak ada

tanda-tanda infeksi.

DS : Nyeri.

DO : Kerusakan atau kehancuran jaringan.

Intervensi Rasional

Aktivitas keperawatan:

Kaji luka, awasi adanya odema, pada

insisi.

Deteksi dini tanda infeksi pada

pasien.

Jangan melakukan observasi TTV pada

sisi yang sakit.

Agar pasien tidak kesakitan.

Lakukan perawatan luka dengan teknik

steril.

Mengurangi risiko infeksi pada

luka.

Kaji daerah sekitar luka, apakah ada Deteksi awal jika terjadi gangguan

40

Page 41: Apendisitis Hg 4

pus, atau jahitan basah. dalam proses penyembuhan.

Jaga luka jahitan tetap kering dan

bersih.

Mengurangi risiko infeksi.

Perhatikan intake nutrisi klien. Penting untuk mempercepat

penyembuhan luka.

Aktivitas kolaboratif:

Berikan es pada daerah luka jika

dibutuhkan.

Mengurangi nyeri yang dirasakan.

Gunakan korset pada abdominal jika

dibutuhkan.

Melindungi luka dari perlukaan

mekanis dan kontaminasi.

Beri antibiotik sesuai indikasi. Mengurangi infeksi luka.

Dx 7 : Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan penurunan intake (pembatasan pasca

operasi).

Definisi : Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

metabolik.

Faktor risiko : Peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan : Dalam waktu ..x24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi secara

adekuat.

Hasil : Klien menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat, seimbang

antara intake dan output.

DS : Kram abdomen, nyeri abdomen, persepsi ketidakmampuan

mencerna makanan, melaporkan perubahan sensasi rasa,

melaporkan kurangnya makanan.

DO : Kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, membran mukosa

41

Page 42: Apendisitis Hg 4

pucat.

Intervensi Rasional

Aktivitas keperawatan:

Jelaskan pentingnya masukan nutrisi

harian yang optimal.

Penyembuhan luka memerlukan

masukan cukup protein, karbohidrat,

vitamin dan mineral untuk

pembentukan fibroblas dan jaringan

granulasi serta pembentukan kolagen.

Pantau status hipermetabolisme

(hiperglikemia, keseimbangan nitrogen

negatif, penurunan berat badan,

peningkatan frekuensi pernapasan).

Hipermetabolisme diperkirakan tiga

sampai empat kali pada hari pertama

pasca operasi.

Ambil tindakan untuk menurunkan

nyeri.

Nyeri menyebabkan keletihan dan

mual yang dapat menurunkan nafsu

makan.

Evaluasi kemungkinan mual dan

muntah.

Pengertian klien tentang sumber dan

kenormalan mual dan muntah

mengurangi ansietas yang dapat

membantu mengurangi gejala.

Lakukan tindakan untuk mengurangi

mual dan muntah.

Memberikan perbaikan masukan oral

saat tidak mual dan muntah.

Pertahankan higiene oral yang baik. Mulut yang bersih dan segar dapat

merangsang nafsu makan dan

mengurangi mual.

Aktivitas kolaboratif:

Berikan agen anti mimetik sebelum

makan bila diindikasikan.

Mengurangi mual dan muntah.

Diskusikan dengan ahli gizi dalam

menentukan kebutuhan protein pasien

Penyembuhan luka memerlukan

masukan cukup protein, karbohidrat,

42

Page 43: Apendisitis Hg 4

yang mengalami ketidakadekuatan

asupan protein atau kehilangan protein.

vitamin dan mineral untuk

pembentukan fibroblas dan jaringan

granulasi serta pembentukan kolagen.

Diskusikan dengan dokter kebutuhan

stimulasi nafsu makan, makanan

pelengkap, pemberian makanan melalui

slang, atau nutrisi parenteral total.

Agar asupan kalori yang adekuat dapat

dipertahankan.

Dx 8 : Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan,

perubahan diet, imobilisasi.

Definisi : Penurunan frekuensi normal defekasi disertai pengeluaran feses

yang sulit atau tidak tuntas atau pengeluaran feses yang sangat

keras dan kering karena penurunan motilitas usus.

Tujuan : Dalam waktu ..x24 jam eliminasi fekal dapat dilakukan secara

adekuat.

Hasil : Pola defekasi normal, kecukupan air dalam kompartemen intrasel

dan ekstrasel tubuh.

DS : Nyeri abdomen, nyeri tekan abdomen dengan atau tanpa resistansi

otot yang dapat dipalpasi, anoreksia, perasaan penuh pada rektum,

sakit kepala, kelelahan umum, perasaan penuh atau tekanan pada

rektum.

DO : Perubahan pola defekasi, penurunan volume feses, feses kering,

keras, dan padat, bising usus hipoaktif atau hiperaktif, massa

abdomen dapat dipalpasi, massa rektal dapat dipalpasi, bunyi

pekak pada perkusi abdomen, flatus berat.

Intervensi Rasional

43

Page 44: Apendisitis Hg 4

Aktivitas keperawatan:

Kaji bising usus untuk menentukan

kapan memberikan cairan.

Adanya bising usus menunjukkan

kembalinya peristaltik.

Jelaskan efek aktivitas harian pada

eliminasi dan bantu ambulasi sesuai

kebutuhan.

Aktivitas mempengaruhi eliminasi

usus dengan memperbaiki tonus otot

abdomen dan merangsang nafsu

makan serta peristaltik.

Tingkatkan faktor –faktor yang

membantu eliminasi yang optimal (diet

seimbang, masukan cairan yang

adekuat, stimulasi lingkungan rumah).

Diet seimbang tinggi serat merangsang

peristaltik. Masukan cairan yang

adekuat diperlukan untuk

mempertahankan pola defekasi dan

meningkatkan konsistensi feses.

Aktivitas kolaboratif:

Beri tahu dokter bila bising usus tidak

terdengar dalam dalam enam sampai

sepuluh jam pasca operasi atau bila

tidak terjadi elminasi dalam dua sampai

tiga hari pasca operasi.

Tidak adanya bising usus dapat

menandakan paralitik ileus, tidak

adanya defekasi dapat menandakan

obstruksi.

Konsultasi dengan ahli gizi untuk

meningkatkan serat dan cairan dalam

diet.

Serat dan cairan akan melunakkan

massa feses sehingga mudah untuk

dieliminasikan.

Minta program pada dokter untuk

memberikan bantuan eliminasi (diet

serat tinggi, pelunak feses, enema, dan

laksatif).

Mempermudah melakukan defekasi.

Aktivitas lain:

Anjurkan pasien meminta obat nyeri

sebelum defeksi.

Memfasilitasi pengeluaran feses tanpa

nyeri.

Berikan privasi dan keamanan untuk Rasa nyaman dapat mempermudah

44

Page 45: Apendisitis Hg 4

pasien selama defekasi. defekasi.

Dx 9 : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi.

Definisi : Tidak ada atau kurang informasi kognitif.

Tujuan : Dalam ...x24 jam menunjukkan pemahaman atas segala informasi

yang diberikan.

Hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit dan perawatan yang

dianjurkan serta berpartisipasi dalam program pengobatan.

DS : Mengungkapkan masalah secara verbal.

DO : Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat, performa

uji tidak akurat, perilaku tidak sesuai.

Intervensi Rasional

Aktivitas keperawatan:

Kaji ulang pembatasan aktivitas

pasca operasi.

Memberikan informasi untuk

intervensi yang sesuai.

Diskusikan fase pemulihan setelah

operasi (hal yang harus dan tidak

boleh dilakukan setelah operasi,

mengenai mobilitas dini, olahraga,

mengangkat beban berat,

penggunaan pakaian diskusikan cara

perawatan insisi).

Pemahaman tentang tindakan yang

harus dan tidak boleh dilakukan

dapat meningkatkan proses

penyembuhan.

Diskusikan cara perawatan insisi. Pemahaman meningkatkan

kerjasama dengan program terapi,

meningkatkan penyembuhan dan

proses perbaikan.

45

Page 46: Apendisitis Hg 4

Diskusikan gejala yang memerlukan

evaluasi medik, contoh: peningkatan

nyeri, edema luka, kemerahan dan

demam).

Upaya intervensi menurunkan risiko

komplikasi serius, contoh lambatnya

penyembuhan.

Aktivitas kolaboratif:

Buat rencana pengajaran

multidisipliner yang terkoordinasi.

Meningkatkan pemahaman pasien

dari sudut pandang manapun.

Rencanakan penyesuaian dalam

terapi bersama pasien dan dokter.

Memfasilitasi kemampuan pasien

mengikuti program terapi.

Aktivitas lain:

Berinteraksi demgan pasien dengan

cara tidak menghakimi untuk

memfasilitasi pembelajaran.

Bila pasien merasa dihargai dan

merasa disamakan derajatnya akan

mengikuti instruksi perawat.

Evaluasi

Dx 1 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi

pembedahan.

1. Faktor risiko infeksi hilang dibuktikan oleh pengendalian risiko

komunitas: status imun, keparahan infeksi: penyembuhan luka: primer

dan sekunder.

2. Pasien memperlihatkan pengendalian risiko yang dibuktikan oleh

mengikuti strategi pengendalian pemajanan dan menggunakan metode

pengendalian penularan infeksi.

Dx 2 : Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan

dengan pembatasan pasca operasi.

46

Page 47: Apendisitis Hg 4

Kekurangan volume cairan akan dicegah dibuktikan oleh keseimbangan

cairan, keseimbangan elektrolit dan asam basa, hidrasi, dan status nutrisi:

asupan makanan dan cairan.

Dx 3 : Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.

1. Memperlihatkan pengendalian nyeri dibuktikan oleh indikator mengenali

awitan nyeri, menggunakan tindakan pencegahan, dan melaporkan nyeri

dapat dikendalikan.

2. Menunjukkan tingkat nyeri dibuktikan oleh indikator ekspresi nyeri pada

wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih, dan

menangis.

Dx 4 : Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi.

1. Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan dibuktikan oleh toleransi

aktivitas: ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energi

psikomotorik, dan perawatan diri: aktivitas kehidupan sehart-hari.

2. Menunjukkan toleransi aktivitas dibuktikan oleh indikator saturasi oksigen

saat beraktivitas, frekuensi pernapasan saat beraktivitas, kemampuan untuk

berbicara saat beraktivitas fisik.

3. Mendemonstrasikan penghematan energi dibuktikan oleh indikator

menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat,

dan mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energi.

Dx 5 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan post

operatif.

1. Menunjukkan perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari dibuktikan

oleh indikator mandi, higiene, higiene oral, berpakaian, berhias, makan,

dan eliminasi tidak ada gangguan.

2. Mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke toilet dan

menyediakan perlengkapan mandi.

3. Menggunakan deodoran.

47

Page 48: Apendisitis Hg 4

4. Mengungkapkan kepuasan dalam mandi sendiri, berpakaian dan berhias,

makan, dan eliminasi.

5. Mengenakan pakaian dan rambut secara rapi.

6. Menunujukkan asupan makanan dan cairanh yang adekuat.

7. Mengenali dan berespons terhadap urgensi untuk berkemih dan/atau

defekasi.

8. Mampu duduk dan turun kloset.

9. Membersihkan diri setelah eliminasi.

Dx 6 : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi

pembedahan.

1. Pasien dapat mendemonstrasikan aktivitas perawatan luka yang efektif.

2. Memiliki nadi kuat dan simetris.

3. Memiliki warna kulit normal.

4. Memiliki suhu tubuh normal.

5. Tidak mengalami nyeri pada luka.

Dx 7 : Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan penurunan intake (pembatasan pasca

operasi).

1. Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan dibuktikan oleh

indikator adekuatnya pemberian makanan lewat slang, atau nutrisi

parenteral total atau asupan cairan IV.

2. Pasien mempertahankan berat badan ____ kg atau bertambah ___ kg pada

_____ (tanggal).

3. Pasien dapat menjelaskan komponen diet bergizi sehat.

4. Menoleransi diet yang dianjurkan.

48

Page 49: Apendisitis Hg 4

5. Memiliki nilai laboratorium (misalnya transferin, albumin, dan elektrolit)

dalam batas normal.

6. Melaporkan tingkat energi yang adekuat.

Dx 8 : Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan,

perubahan diet, imobilisasi.

1. Konstipasi menurun dibuktikan oleh pola eliminasi tidak terganggu, feses

lunak dan berbentuk, tidak ada nyeri saat defekasi, dan mengeluarkan

feses tanpa bantuan.

2. Pasien akan menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan

untuk mengatasi efek samping obat.

3. Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan.

4. Memperlihatkan hidrasi yang adekuat (turgor kulit baik, asupan cairan

kira-kira sama dengan haluaran).

Dx 9 : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi.

1. Memperlihatkan pengetahuantentang proses penyakit dan penyembuhan

yang dialaminya.

2. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambhan tentang program

terapi.

B. Pembahasan Kasus Berkaitan dengan Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada kasus apendiktomi mengarah pada

penanganan apendiks agar tidak terjadi komplikasi yang lebih buruk, seperti

perforasi. Bila melihat dari kasus, seorang laki-laki berumur 22 tahun yang

49

Page 50: Apendisitis Hg 4

memiliki gejala nyeri perut dari pertengahan perut lalu 6 jam kemudian

berpindah di kuadran kanan bawah , dengan anoreksia, mual, demam 38 C

yang disertai leukositosis 12.000 mikroliter dan neutrofil 85%, maka dapat

disimpulkan bahwa pasien mengalami apendisitis akut yang telah terjadi

peradangan.

Diagnosa yang sudah ditegakkan dengan melakukan berbagai

pemeriksaan baik anamnesa, fisik, maupun laboratorium dan diagnostik,

maka perlu dilakukan tindakan apendiktomi segera, mengingat apendisitis

akut yang menyerang dapat mengakibatkan perforasi yang berujung pada

peritonitis (peradangan pertonium). Jika melihat dari kasus, maka perlu

dilakukan operasi apendiktomi terbuka, karena dengan operasi ini, visualisasi

yang terjadi pada daerah tersebut dapat terbukti, apakah sudah terjadi

peritonitis yang sudah perforasi atau risiko perforasi. Selain itu, bila klien

belum mengalami perforasi, maka sebelum tindakan operasi klien diberikan

antibiotik IV dengan dosis tunggal. Namun, bila sudah terjadi perforasi, maka

klien harus diberikan antibiotik kombinasi yang adekuat.

50

Page 51: Apendisitis Hg 4

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Apendisitis merupakan kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai

apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.

Banyak penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya peradangan pada

umbai apendiks seperti infeksi bakteri, fekalit, parasit, dan konstipasi.

Apabila hal tersebut dibiarkan akan menyebabkan ulserasi dan parahnya lagi

mengakibatkan perforasi. Apendisitis diawali oleh beberapa gejala seperti

nyeri pada umbilikus, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan demam

ringan. Apendisitis harus ditangani dengan intervensi keperawatan dan

penatalaksanaan medis yang sesuai dengan klasifikasi apendisitis yang

dialami pasien. Penatalaksanaan medis yang diberikan berupa farmakoterapi

dan non farmakoterapi seperti pembedahan. Apabila pembedahan

diindikasikan, maka perawat harus memberikan asuhan keperawatan

perioperatif pada pasien.

51

Page 52: Apendisitis Hg 4

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for

Positive Outcomes. St. Louis: Elsevier Saunders

Boedihartono. (1994). Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Brooker, Christine. (2001). Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan gastrointestinal: aplikasi asuhan

keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Nasrul Effendi. (1995). Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Norton, Jeffrey. A., Barie, Philip S., etc. (2008). Surgery Basic Science and

Clinical Evidence. Secon edition. New York: Springer.

Oswari. E., (2000). Bedah & perawatannya. Jakarta: Gaya Baru.

Price, S. A. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:

EGC.

Schrock, Theodore R. (1991). Ilmu bedah Terjemahan edisi 7. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W. D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:

EGC.

Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. Jakarta: EGC.

Wibowo, Soetamto, dkk. (2001). Pedoman Teknik Operasi OPTEK. Surabaya:

Airlangga University Press.

52