Referat hg

download Referat hg

of 23

description

jjfui

Transcript of Referat hg

REFERAT ANAK

NEONATAL HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun oleh:

Rindayu Ambarsih 1102010242

Pembimbing :

dr. Hj. Nurvita Susanto, Sp. Adr. H. Budi Risjadi, Sp. A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIRSUD SOREANG 2014I. DefinisiHiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani. (Rennie, 2009)

Gambar 1. Normogram Bhutani (Rennie, 2009)Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain. (Lia Dewi, 2010)ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia. (Lia Dewi, 2010)Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali: a) Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan b) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL c) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam d) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL e) Ikterus menetap pada usia >2 minggu f) Terdapat faktor risiko ( HTA Indonesia,2012) II. Metabolisme BilirubinBilirubin adalah zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat merah darah) pada system RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver, dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus. Asal bilirubin adalah dari pemecahan sel darah merah ( eritrosit ). Menghasilkan bilirubin unkonjugated yang larut dalam lemak kemudian diproses di hati untuk diubah menjadi bilirubin konjugated, dan akan dibuang ke usus dan urine. Pada bayi baru lahir, sering mengalami masalah dalam kematangan organ liver. Fungsi hati yang belum matang ini mengakibatkan proses metabolisme bilirubin mengalami hambatan. Sehingga mengakibatkan penumpukan bilirubin pada darah (Kosim, 2012)Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX . Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. (Khosim, 2012)Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatic. (Khosim, 2012)GambarGambar 2. Mekanisme Pembentukan Bilirubin (http://www.slideshare.net)

III. Klasifikasi Hiperbilirubina. Ikterus prehepatikDisebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.b. Ikterus hepatikDisebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.c. Ikterus kolestatikDisebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.d. Ikterus neonatus fisiologiTerjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.e. Ikterus neonatus patologisTerjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.f. Kern IkterusAdalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, NukleusSubtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. (Gama, 2012)

IV. Etiologi dan Faktor Resiko1. EtiologiPeningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena: a. Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. b. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien. (Gama, 2012)

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:a. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.b. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.c. Polisitemia d. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir e. Ibu diabetes - Asidosis f. Hipoksia/asfiksia Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik (Gama, 2012)

2. Faktor Risiko Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: a. Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American ,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI b. Faktor Perinatal Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa) c. Faktor Neonatus Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl- alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia (Gama, 2012)

V. PatofisiologiBilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan- lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. 1. Ikterus fisiologis Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik. (Kosim, 2012)2. Ikterus pada bayi mendapat ASI ( Breast milk jaundice )Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah. Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin. (Kosim, 2012)

VI. Penegakan Diagnosis 1. GejalaPada bayi normal, kadar bilirubin umumnya akan meningkat mulai hari ke-2 dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 atau ke-7. Selanjutnya, bilirubin akan menurun kembali kadarnya sampai hari ke-10. Bila ikterus ini bersifat fisiologis, kadar birilubin tersebut akan berkisar antara 5-7 mg, dan tidak melebihi 12 mg. Namun, jika kadar bilirubin ini mencapai 15 mg, perlu dilakukan penanganan khusus. Jika terlambat mendapat perawatan, bayi bisa mengalami kejang, cacat otak, bahkan meninggal dunia. (Kosim, 2012)Untuk memantau warna kuning pada bayi, perhatikan bagian mata bayi. Jika putih matanya berubah kuning, berarti bayi mengarah ke kuning. Kuning menjalar dari sekitar wajah ke seluruh tubuh. Perhatikan pula warna urin bayi, bila warnanya kuning tua atau cokelat, kemungkinan kadar bilirubinnya sudah sangat tinggi. Orangtua harus segera membawa bayi ke rumah sakit bila bayi tidak aktif, sering mengantuk, lemas, demam, dan tidak mau minum. (Kosim, 2012)2. Inspeksi Inspeksi memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode ini tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. (Gama, 2012)WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: - Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. - Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. - Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (Gama, 2012)

Gambar 3. Tingkat keparahan IkterusBila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .Berdasarkan Kramer dibagi :Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. (Lia, 2010)Tabel 1. Ikterus Kremer (Gama,2012)Derajat ikterusDaerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

IKepala dan leher5,0 mg%

IISampai badan atas (di atas umbilikus)9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)11,4 mg/dl

IVSampai lengan, tungkai bawah lutut12,4 mg/dl

VSampai telapak tangan dan kaki16,0 mg/dl

3. Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil ). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu. (Lia, 2010)4. Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwave length spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis. (Lia, 2010)Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar. (Kosim, 2012)Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO) Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs: Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar. Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan. (Kosim, 2012)Hemolitik Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya. Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar. Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan: (Kosim, 2012) Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%). Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar: Persiapkan transfer Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar Kirim contoh darah ibu dan bayi Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi. Nasihati ibu: Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya. Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat- obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/ mothballs , favabeans). Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah. Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi. terapi sebagai ikterus berkepanjangan ( prolonged jaundice ). Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah. (Kosim, 2012)Ikterus Berkepanjangan ( Prolonged Jaundice ) Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan. Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab. Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan. Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis congenital (Kosim, 2012)

Tabel 2. Pedoman Penanganan Ikterus Neonatal menurut saat terjadinya dan konsentrasi bilirubin indirek (Gama,2012)Konsentrasi Bilirubin indirek serum (mg%) Saat timbulnya ikterus

24 jam pertama 24 jam kedua 24 jam ketiga

0-9,9 Observasi** Observasi** Observasi**

10-14,9 Terapi sinar** Terapi sinar** Terapi sinar**

15-19,9 Transfusi Tukar***** Terapi sinar***** Terapi sinar*****

20-lebih (disertai faktor resiko kerusakan darah otak) Transfusi tukar***** Transfusi Tukar***** Transfusi Tukar*****

20-lebih (tidak ada faktor resiko kerusakan sawar darah otak Terapi sinar***** Terapi sinar***** Terapi Sinar*****

Keterangan:* = 1. Bila gagal, Terapi dirubah menurut kadar bilirubin lebih tinggi 2. Bila berat lahir < 2000 g, atau ada asidosis, hipoksia, trauma serebral atau infeksi sistemik, terapi dirubah menurut kadar bilirubin lebih tinggi**= Perbaikan keadaan umum***= Pemberian albumin 1 g/kgBB secara intravenaTerapi Sinar (fototerapi)Tabel 3.Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum (Gama,2012)UsiaBayi Cukup Bulan SehatDengan Faktor Risiko

mg/dLmol/lmg/dLmol/l

Hari ke-1Kuning terlihat padabagian tubuh manapunb

Hari ke-21526013220

Hari ke-31831016270

Hari ke-4 dan seterusnya2034017290

afaktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.bBila kuning terlihat Pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki Pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .Tabel 4. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (Gama,2012)Berat Badan (gr)Kadar Bilirubin (mg/dL)

< 1000Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama

1000 15007 9

1500 200010 12

2000 250013 15

Mekanisme kerjaBilirubin tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadidipyroleyang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.(Lia, 2010)Terapi sinar konvensionalMenggunakan panjang gelombang 425-475 nm. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12mwatt/cm2per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) ataudaylight fluorescent tubes. Cahaya biru khusus memiliki kerugian karena dapat membuat bayi terlihat biru, walaupun pada bayi yang sehat, hal ini secara umum tidak mengkhawatirkan. Untuk mengurangi efek ini, digunakan 4 tabung cahaya biru khusus pada bagian tengah unit terapi sinar standar dan dua tabungdaylight fluorescent pada setiap bagian samping unit. (Lia, 2010)Teknik terapi sinar : Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar. Bila berat bayi2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip. Balikkan bayi setiap 3 jam Pastikan bayi diberi makan: Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam: Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari (tabel 3) selama bayi masih diterapi sinar . Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar . Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan: Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar . Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru) Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,50C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,50C - 37,50C. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus: Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari. Setelah terapi sinar dihentikan: Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis. tabel Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning. (HTA Indonesia. 2012)TRANFUSI TUKARTransfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar Pada Hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Padabayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.(HTA Indonesia. 2012)Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental,cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. (HTA Indonesia. 2012)Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi. (HTA Indonesia. 2012)Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus (HTA Indonesia. 2012)Transfusi pengganti digunakan untuk:1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)3. Menghilangkan serum bilirubin4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubinPada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil (HTA Indonesia. 2012)Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar1. Darah yang digunakan golongan O.2. Gunakan darah baru (usia < 7 hari),whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.3. Padapenyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-),crossmatchedterhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan jugacrossmatchedterhadap bayi.4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatchedterhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus dicrossmatchedterhadap ibu.6. Pada Hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditipingdancrossmatchedterhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2volume exchange) ---- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%. (HTA Indonesia. 2012)Teknik Transfusi Tukara. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique: jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.b. ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya Pada bayi dengan polisitemia.Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O rhesus positif. (HTA Indonesia. 2012)IndikasiHingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi tukar pada Hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan keputusan WHO tercantum dalam sebagai berikutTabel 5. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum (Gama,2012)UsiaBayi Cukup Bulan SehatDengan Faktor Risiko

mg/dLmg/dL

Hari ke-11513

Hari ke-22515

Hari ke-33020

Hari ke-4 dan seterusnya3020

Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah mencapai kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi: Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin Perforasi pembuluh darah (HTA Indonesia. 2012)Komplikasi tranfusi tukar Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis Kelainan jantung: aritmia,overload, henti jantung Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia (HTA Indonesia. 2012)VII. PencegahanPerlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:1. Primermerekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.(Lia, 2010)2. SekunderDokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.(Lia, 2010)Pemeriksaan Golongan DarahSemua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs. (Lia, 2010)Penilaian KlinisDokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.(Lia, 2010)Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas. (Lia, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Gama, Herry, dkk. 2012. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. 4th Ed. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

HTA Indonesia [internet]. c2012. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. hlm 1/22. Available from : buk.depkes.go.id

Kosim, M. Sholeh, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan Nasional.

Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba Medika.

Rennie J.M and Robeton NRC. Nonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnold, 2009 : 414-432

23