ANTIHISTAMIN-1-KLASIK Referat
-
Upload
pipimseptiana -
Category
Documents
-
view
57 -
download
7
description
Transcript of ANTIHISTAMIN-1-KLASIK Referat
REFERAT ANTIHISTAMIN 1 KLASIK
Disusun Oleh :
Kara Anindita 0661050065
Marlion Antonius Elim 0661050085
Dian Kusumadewi 0661050113
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KEDOKTERAN INDONESIA
2012
KLASIFIKASI DAN RUMUS BANGUN
1. Antihistamin H1
a. AH-1 generasi I (klasik/sedatif)
Yang termasuk golongan ini adalah:
Alkilamin (propilamin) : bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat dan
tanat, deksbromfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat, dimentinden
maleat, tripolidin hidroklorida, feniramin maleat/pirilamin maleat
Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin maleat, difenhidramin sitrat dan
hidroklorida, doksilamin suksinat, embramin hidroklorida, mefenhidramin
metilsulfat, trimetobenzamin sitrat, dimenhidrinat, klemastin fumarat
Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin maleat, tripenelamin sitrat dan
hidroklorida, antasolin fosfat
Fenotiazin : dimetotiasin mesilat, mekuitasin, metdilasin dan metdilasin
hidroklrida, prometasin hidroklorida dan teoklat, trieprain tartrat
Piperidin : azatadin maleat, siproheptadin hidroklorida, difenilpralin
hidroklorida, fenindamin tartrat
Piperazin : hidroksisin hidroklorida dan pamoat1
Rumus bangun
Antihistamin pada umumnya
Difenhidramin Tripelenamin
Siproheptadin Hidroksisin
Klorfeniramin Prometasin
FARMAKOLOGI
1. Antihistamin H1 Klasik
Mekanisme kerja:
Antihistamin H1 bekerja sebagai competitif inhibitor terhadap histamin pada reseptor
jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan pada reseptornya serta mencegah aktivasi
dari reseptor tersebut.1,2,4,6 Ikatan antara AH dan reseptornya bersifat reversibel dan dapat
digantikan oleh histamin dalam kadar yang tinggi.1,6 Dengan menghambat kerja dari histamin,
terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan histamin, yaitu menghambat vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler yang secara klinis berupa eritem, bentol (urtika) dan rasa
gatal. Obat ini lebih efektif jika diberikan sebelum terjadinya pelepasan histamin..3
Antihistamin klasik, juga memiliki aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal, antiemetik,
dan anti mabuk perjalanan.1,5 Beberapa obat golongan AH-1 mempunyai kemampuan untuk
menghambat reseptor α-adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat
lainnya seperti siproheptadin mempunyai efek antiserotonin.1
Farmakodinamik dan Farmakokinetik
Setelah pemberian secara oral, AH-1 akan diabsorbsi dengan baik dalam saluran
cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai konsentrasi puncak plasma dicapai
dalam waktu 1-2 jam, dan dapat bertahan 4-6 jam, sedangkan beberapa obat lainnya dapat
bertahan lebih lama1,2,5,6,9 Antihistamin H1 generasi I mempunyai waktu paruh bervariasi
antara 9-24 jam, hampir semua diikat oleh protein dan dimetabolisme melalui sistem
sitokrom P-450 (CYP) di hepar. Waktu paruh ini akan memanjang pada penderita yang lebih
tua atau yang menderita sirosis hepatis. Hampir seluruh obat ini diekskresikan ke urin setelah
24 jam pemberian.1
Kegunaan klinis
Antihistamin tipe H1 klasik digunakan untuk menghilangkan pruritus pada penderita
dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi dan bentuk lain dermatitis, liken planus, gigitan
nyamuk dan pruritus yang terjadi sekunder karena penyakit lain atau yang bersifat idiopatik.
Digunakan juga untuk pengobatan cold urticaria, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya
temasuk reaksi obat.1,3 Pada pemberian awal, AH dapat mencegah edema dan pruritus
selama reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan
untuk pencegahan urtikaria kronik idiopatik. Apabila salah satu dari kelompok antihistamin
tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari kelompok yang lain.1
Panduan penggunaan AH-1 pada wanita hamil terbatas. Sebagian besar AH-1 untuk
wanita hamil oleh United States of Food and Drug Administration (FDA) digolongkan
sebagai kategori B atau C.1,9
Kontra Indikasi
Bayi baru lahir atau bayi prematur3
Kehamilan3
Ibu menyusui3
Glaukoma sudut sempit3
Retensi urin3
Asma3
Efek samping:
Sifat lipofilik dari antihistamin tipe H1 klasik menyebabkan distribusi jaringan yang
luas. Obat ini dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu,3 karena itu dapat
memberikan efek pada:
Sistem saraf pusat
Komplikasi yang sering terjadi pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi dan pusing.
Pada anak-anak dan orang tua dapat berupa: kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor dan
mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang. Pernah dilaporkan terjadinya
diskinesia wajah dan mulut pada penggunaan kombinasi antihistamin-dekongestan.1,2,3,5,6,9
Gastrointestinal
Gejala yang terjadi dapat berupa mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare.1,2,3,5
Kardiovaskular
Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara.1,2 Difenhidramin dapat
menghambat potassium channels, memperpanjang interval QT, bahkan menyebabkan
aritmia ventrikular.1,8
Genitourinaria
Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin2,4,9
Darah
Klorfeniramin dapat menyebabkan pansitopenia, agranulositosis, trombositopenia,
leukopenia dan anemia aplastik.1,3,5
Kulit
Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed drug eruption dan
fotosensitif.1
Efek samping lainnya
Terdapat efek antikolinergik yang dapat berupa muka merah, dilatasi pupil, hipertermia,
kekeringan pada membran mukosa dan penglihatan yang buram.1,4,5,9
Antihistamin lain yaitu siproheptadin dapat menyebabkan peningkatan berat badan3
Interaksi obat
Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin H1 diminum
bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap SSP seperti
diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat efek vasopresor dari epinefrin.
Efek antikolinergik dari AH-1 klasik akan lebih berat dan lebih lama bila diberikan bersama
obat golongan inhibitor monoamin oksidase, seperti isokarboksazid, nialamid, moklobemid,
ranilsipromin, dan fenelzim1,2
KEPUSTAKAAN
1. Soter NA. Antihistamines. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill Incorporation; 2003.h.2420-6.
2. Greaves MW. Antihistamines. Dalam: Wolverthon SE, penyunting. Comprehensive dermatologic drug therapy. Edisi ke-1. New York: W.B. Saunders Company; 2001.h.360-74.
3. Del Rosso JQ. Antihistamines. Dalam: Wolverthon SE, Wilkin JK, penyunting. Systemic drugs for skin diseases. Edisi ke-1. Philadelphia: WB Saunders Company; 1991.h.285-321.
4. Arndt KA, Bowers KE. Manual of dermatologic therapeutics with essentials of diagnosis. Edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Company; 2002.h.294-303.
5. Brown JN, Roberts LJ. Histamines, bradykinin, and their antagonists. Dalam: Wonsiewicz MJ, Morris JM, penyunting. Goodman & Gillman’s the pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill Publisher; 2001.h.645-67.
6. Katzung GB, Julius DJ. Histamine, serotonin, and the ergot alkaloids. Dalam: Katzung BG, penyunting. Basic and clinical pharmacology. Edisi ke-6. San Fransisco: Prentice-Hall International Incorporation; 1995.h.265-91.
7. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Pharmacology, autacoids and autacoid antagonists. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2000.h.419-27.
8. Greaves MW. Antihistamines in dermatology (diakses tanggal 24 Maret 2006). National Skin Centre, Singapore. Tersedia dari: URL:http://www.karger.com.spp.
9. Simons FER, Simons KJ. The pharmacology and use of H-1 receptor antagonist drugs. The new England journal of medicine 1994;330:1-17.