Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

download Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

of 9

description

..

Transcript of Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DEWASA NON BEDAH

A. SASARAN PEMBELAJARANSetelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu: 1. Melakukan anamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah:a. Menanyakan keluhan utamab. Menanyakan keluhan tambahanc. Menanyakan riwayat penyakit dahulud. Menanyakan faktor-faktor risikoe. Menanyakan riwayat keluargaf. Menetapkan diagnosis banding2. Melakukan pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah secara runtut dan benar.a. Melakukan pemeriksaan fisik umum Tanda vital Tinggi badan (TB) Berat badan (BB)b. Melakukan pemeriksaan fisik khusus Melakukan pemeriksaan kulit Melakukan pemeriksaan mata dan mulut Melakukan pemeriksaan leher Melakukan pemeriksaan thoraks Melakukan pemeriksaan abdomen Melakukan pemeriksaan ektremitasc. Melakukan pemeriksaan spesifik Pemeriksaan asites (shifting dullness) Pemeriksaan hati Pemeriksaan limpa Pemeriksaan abdomen bawah Pemeriksaan perineum

B. PELAKSANAAN1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN ABDOMEN PADA PASIEN DEWASA NON BEDAH1.1 Landasan Teori Anamnesis pada pasien dengan gangguan gastrointestinal (GI) mempunyai beberapa komponen penting. Waktu timbulnya gejala dapat menunjukkan etiologi yang spesifik. Gejala yang timbul dalam waktu singkat biasanya disebabkan oleh infeksi akut, terpapar racun, inflamasi atau iskemia. Gejala yang timbul dalam jangka waktu lama menunjukkan adanya inflamasi kronis, gangguan fungsi usus, dan kondisi neoplastik. Gejala yang timbul akibat obstruksi mekanis, iskemia, inflammatory bowel disease (IBD), dan gangguan fungsi usus biasanya menjadi bertambah buruk dengan pemasukan makanan. Sebaliknya, gejala pada ulkus menjadi berkurang bila diberi makan atau minum antasida.Pola gejala dan durasinya dapat menunjukkan kondisi penyebabnya. Nyeri pada ulkus peptikum bersifat intermiten, yang berlangsung selama seminggu atau sebulan. Sementara kolik bilier timbul mendadak dan hanya berlangsung selama beberapa jam. Nyeri akibat inflamasi akut, misalnya pancreatitis, berlangsung dalam hitungan hari sampai minggu dan sangat berat. Makanan terkadang menimbulkan diare pada IBD dan IBS, dan defekasi mengurangi ketidaknyamanan akibat kondisi tersebut. Gangguan fungsi usus biasanya ditimbulkan oleh stress. Diare akibat malabsorpsi biasanya membaik dengan disuruh puasa, sementara diare sekretorik tetap berlangsung meskipun berpuasa.Gejala yang timbul setelah bepergian (travelling) mengindikasikan infeksi usus. Beberapa obat menyebabkan nyeri perut, gangguan fungsi pencernaan, bahkan menyebabkan perdarahan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna bagian bawah biasanya terjadi akibat adanya neoplasma, divertikel, lesi vascular pada orang tua, malformasi anorektal atau IBD pada usia yang lebih muda.

1.2 Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP2. Pasien simulasi3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.2. Menanyakan identitas pasien.3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.4. Menanyakan keluhan utama.5. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.6. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.7. Menanyakan riwayat keluarga

CONTOH:i. Susah menelan dan muntaha. Onsetb. Frekuensic. Menetap atau periodikd. Isi dan pengaruh konsistensi makanane. Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang, DM, dll.ii. Nyeri peruta. Lokasi nyerib. Onset nyeric. Penyebarand. Kualitas nyerie. Hilang timbul atau terus-menerusf. Kronologis lamanya nyeri.g. Faktor yang menimbulkan nyerih. Faktor yang menghilangkan nyerii. Gejala penyertaj. Riwayat sakit maag yang lama, riwayat minum obat OAINS, dll.iii. Diarea. Sejak kapan.b. Frekuensi, warna, bau.c. Bercampur darah atau lendir.d. Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas.e. Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare.f. Terjadi secara massal/tidak.g. Ada/tidak penurunan berat badan.iv. Perut kembung (distensi abdomen)a. Onsetb. Nyeri perutc. Mual/muntahd. Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)e. Flatus (buang angin), pola BAB dan BAKv. Kulit kuninga. Onsetb. Gejala penyerta (gatal, demam, nyeri perut, dll)c. Warna BAK dan BABd. Riwayat konsumsi obat, minuman beralkohol, jamue. Riwayat hepatitis, DMf. Riwayat keluargag. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomih. Gejala penyerta lain: sesak nafas, jantung berdebar, penurunan BB, demam, dll.

1.4 KesimpulanMahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien berdasarkan hasil anamnesis.

2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DEWASA NON BEDAH 2.1 Landasan TeoriPemeriksaan fisik melengkapi anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya. Tanda vital yang abnormal memberikan petunjuk perlu tidaknya intervensi segera. Demam mengindikasikan adanya inflamasi atau neoplasma. Orthostasis biasanya ditemukan dengan kehilangan banyak darah, dehidrasi, sepsis, atau neuropati otonomik. Pemeriksaan leher dengan pemeriksaan menelan dapat melihat adanya disfagia (susah menelan). Penyakit kardiopulmoner dapat menimbulkan nyeri perut atau mual, sehingga pemeriksaan paru dan jantung tetap penting pada keluhan GI. Pemeriksaan rectum atau pelvis diperlukan untuk melihat sumber penyebab nyeri abdomen. Kondisi metabolik dan gangguan motorik usus biasanya dikaitkan dengan neuropati perifer. Inspeksi abdomen dapat membedakan distensi akibat obstruksi, tumor, asites, atau abnormalitas pembuluh darah akibat penyakit hati. Ekimosis timbul pada pankreatitis berat. Auskultasi dapat mendeteksi adanya bruit (bising pembuluh darah) atau friction rub pada penyakit vascular atau tumor hati. Menurunnya bising usus menandakan ileus, sedangkan meningkatnya bising usus dengan nada tinggi menandakan ostruksi usus. Perkusi dapat menentukan ukuran hepar dan mendeteksi adanya cairan pada asites dengan pemeriksaan shifting dullness. Palpasi dilakukan untuk menilai hepatosplenomegali, tumor, ataupun massa akibat inflamasi.Pemeriksaan fisik abdomen berguna dalam mengevaluasi nyeri yang tidak dapat dijelaskan. Pasien dengan nyeri dinding abdomen mungkin akan menunjukkan nyeri yang timbul akibat maneuver Valsava atau mengangkat tungkai lurus. Pasien dengan nyeri visceral dapat menunjukkan rasa tidak nyaman pada seluruh abdomen, sementara nyeri parietal atau peritonitis menunjukkan rasa nyeri yang langsung pada dinding abdomen dengan cara mengeraskan dinding abdomen (defence mechanism).

2.2 Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP2. Ruang periksa dokter3. Pasien simulasi4. Tempat tidur pemeriksaan5. Stetoskop dewasa6. Termometer7. Timbangan badan8. Pengukur tinggi badan

2.3 Langkah Kerja1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.2. Menanyakan identitas pasien.3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik.4. Meminta izin pasien.5. Melakukan pemeriksaan fisik umum: a. Kesadaranb. Keadaan umumc. Tanda vitald. Tinggi badan dan berat badan6. Melakukan pemeriksan kulit .a. Melihat adanya warna kuning atau pucat pada kulitb. Melihat adanya pigmentasi pada kulitc. Melihat adanya spider nevi pada dada, bahu, dan punggung.d. Melihat adanya lesi pada kulit, misalnya pada herpes zoster.

Gambar 1. Spider neviSumber: www.drugline.org

7. Melakukan pemeriksaan kepala.a. Melakukan pemeriksaan konjungtiva, apakah pucat atau normal, atau merah.b. Melakukan pemeriksaan sklera, apakah putih atau kuning.

8. Melakukan pemeriksaan lehera. Melakukan pemeriksaan JVPb. Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening.

9. Melakukan pemeriksaan thoraks.a. Melakukan pemeriksaan jantung.b. Melakukan pemeriksaan paru-paru.10. Melakukan pemeriksaan abdomen.a. Inspeksi abdomeni. Memperhatikan apakah abdomen simetris pada posisi pasien telentang.ii. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen, apakah datar, cembung, cekung, ada tonjolan.iii. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa, pulsasi, darm contour (ganbaran bentuk usus terlihat dari luar), darm steifung (gambaran gerak peristaltik usus terlihat dari luar).iv. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput medusa, dan striae alba (garis-garis putih pada kulit abdomen bekas peregangan yang lama).b. Auskultasi abdomeni. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama minimal satu menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik (bising usus normal, meningkat, menurun, metallic sound). Pada keadaan normal, bising usus terdengar kurang lebih 3 kali/menit.ii. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua kuadran abdomen.c. Palpasi abdomeni. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.ii. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau dua tangan. Palpasi dilakukan hati-hati pada daerah yang dikeluhkan pasien.iii. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau saat dilepas (nyeri tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien sewaktu dilakukan palpasi abdomen. Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk orientasi dan perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.iv. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan memeriksa organ dalaman abdomen (hati, limpa).v. Pemeriksaan hepar: Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat. Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah parabolik. Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah. Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan dengan berapa pertambahan besar hepar dengan ukuran jari, bagaimana pinggir hepar, permukaan hepar, konsistensi hepar, adanya nyeri dan fluktuasi.vi. Pemeriksaan limpa (spleen): Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri. Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa (terutama incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya nyeri.vii. Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut, terutama pada kasus-kasus sirosis dengan hipertensi porta, dengan cara menekan vena dinding abdomen pada dua titik. Lalu lepaskan satu titik, bila vena di antara kedua titik tadi kosong berarti pengisian vena dari arah sisi satu lagi.

d. Perkusi abdomeni. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk menentukan adanya nyeri ketok, adanya cairan, massa, atau pembesaran organ dalaman abdomen. Melakukan perkusi menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar. Pekak limpa normalnya ditemukan pada sela iga ke-9 sampai sela iga ke-11 di garis aksila anterior kiri. Bila terdengar perubahan batas pekak bagian bawah, maka kemungkinan terjadi pembesaran limpa.

ii. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan apakah cairan banyak atau tidak: Posisi pasien telentang. Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen dan tangan kanan mengetuk dinding abdomen sisi kanan.

Gambar 2. Cara pemeriksaan gelombang cairan asites (fluid wave)Sumber: www.meded.ucsd.edu iii. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness: Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian, dengarkan adanya bunyi pekak akibat penimbunan cairan di samping perut. Biasanya daerah umbilicus akan terdengar timpani (tidak pekak) karena cairan mengumpul di bagian terendah tubuh, yaitu sisi kanan dan kiri. Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi kanan abdomen. Bunyi pekak yang tadi terdengar di sisi kanan abdomen sekarang menghilang. Hal ini terjadi karena cairan berpindah ke bagian terendah tubuh yaitu sisi kiri. Lakukan sebaliknya, pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri abdomen. Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.

Gambar 3. Perpindahan cairan abdomen pada saat perkusiSumber: www.depts.washington.edu

Gambar 4. Cara melakukan shifting dullnessSumber: www.biology-forums.com

iv. Melakukan pemeriksaan puddle sign (tanda genangan): Pasien diminta mengubah posisinya menjadi bertumpu pada kedua siku dan lututnya. Menempelkan stetoskop pada bagian perut yang paling rendah menggantung. Mengetuk sisi-sisi abdomen sambil didengarkan perbedaan suara ketukan lewat stetoskop.

Gambar 5. Cara memeriksa Puddle SignSumber: www.biology-forums.com

v. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi pasien tegak. Akan terdengar suara redup bila terdapat cairan dalam rongga abdomen.vi. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat sedikit dan meragukan. Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit. Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam posisi merangkak. Bila terdapat cairan maka akan terdengar redup.

11. Melakukan pemeriksaan perineum (pemeriksaan colok dubur (rectal toucher))i. Pasien dalam posisi berbaring miring ke kiri (lateral dekubitus kiri), kedua lutut terlipat ke arah dada.ii. Menggunakan sarung tangan, oleskan vaselin/jeli pada jari telunjuk kanan.iii. Melakukan inspeksi perineum dengan mengangkat bokong kanan sedikit ke atas.iv. Jari telunjuk tangan kanan yang sudah diolesi vaselin/jeli diusapkan mulai dari depan perineum, memutar di pinggir anus, baru dimasukkan ke dalam anus.v. Menilai keadaan sfingter anus eksterna, mukosa rektum, massa dalam lumen, adanya rasa nyeri.vi. Mengeluarkan jari dari anus, lalu memperhatikan adanya darah, lendir, dan feses pada sarung tangan.

12. Melakukan pemeriksaan ekstremitas.i. Memperhatikan apakah ada palmar eritema pada bagian tenar atau hipotenar telapak tangan.ii. Memperhatikan apakah ada edema atau atrofi otot pada tungkai.

2.4 Interpretasi Hasil Pada pasien ditemukan pemeriksaan fisik yang khas pada gangguan abdomen, yaitu:1. Inspeksi: sklera ikterik, spider nevi, venektasi abdomen, caput medusa, perut cembung (perut kodok).2. Auskultasi: bunyi peristaltik (meningkat, menurun, metallic sound), bruit (+) pada hepar atau aorta abdominalis.3. Palpasi: hepatomegali, splenomegali, massa (+), cairan (+)4. Perkusi: shifting dullness (+), puddle sign (+), perubahan batas bawah limpa.

5