Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

8
Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien Penderita Kanker Kolorektal Gintang Prayogi 1 , 1 Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected] Abstrak Kanker kolorektal adalah penyakit neoplasma ganas yang tumbuh dan berkembang pada saluran usus besar dan atau rektum. Terapi anti EGFR menggunakan agen biologis antibodi monoklonal cetuximab dan panitumumab diketahui memberikan tingkat penyembuhan yang baik pada pasien kanker kolorektal. Pasien dengan mutasi pada gen NRAS dan KRAS cenderung resisten terhadap terapi anti EGFR, sehingga penting dilakukan pemeriksaan kedua gen tersebut sebelum pemberian terapi. Pemeriksaan gen NRAS belum tersedia di Indonesia karena minimnya data mengenai mutasi gen tersebut pada populasi Indonesia. Penelitian dilakukan untuk mengetahui profil mutasi pasien gen NRAS pada 58 sampel pasien kanker kolorektal di Jakarta. Pemeriksaan mutasi dilakukan pada exon 2(codon 12 & 13) dan exon 3 (codon 61) gen NRAS menggunakan metode sekuensing. Analisis elektroferogram sekuensing menunjukan mutasi gen NRAS ditemukan pada 6,9% (n=58) sampel uji. Hasil uji statistik fischer exact test dua arah menunjukan tidak adanya asosiasi mutasi gen dengan kelompok usia pasien dan jenis kelamin. Gen NRAS ditemukan termutasi pada codon 12 (1,7 %) dan codon 61 (5.2%). Tidak ditemukan adanya mutasi pada codon 13 gen NRAS. Keywords: gen NRAS, kanker kolorektal, sekuensing, terapi anti-EGFR. 1. PENDAHULUAN Kanker kolorektal adalah penyakit neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum (Sander 2012: 2). Resiko terkena penyakit tersebut cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia (NCI 2014: 3). Kanker kolorektal pada umumnya terjadi secara acak, berkembang dari akumulasi proses mutasi semasa hidup pasien. Faktor penyebab terkait silsilah keluarga seperti penyakit hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC) dan familial adenomatous polyposis (FAP) hanya ditemukan pada 10% pasien kanker kolorektal (Yeatman 2001: 2). Kanker kolorektal termasuk ke dalam 10 kanker yang paling umum di dunia (Sudoyo et al. 2010: 246), dengan tingkat kematian 630.000 orang per tahun atau sekitar 8% dari total keseluruhan angka kematian akibat kanker. Di Indonesia insiden terjadinya kanker kolorektal adalah 15-19 kasus per 100.000 penduduk (Abdullah et al. 2012: 71). Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), 30% pasien kanker kolorektal di Indonesia berusia dibawah 40 tahun. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan penderita kanker di negara berkembang dengan persentase penderita kanker kolorektal berusia dibawah 50 tahun hanya 2-8% (Parramore et al. 1998: 565). Tindakan penanganan dan tingkat kesembuhan pasien penderita kanker kolorektal sangat bergantung pada kondisi pasien saat didiagnosa. Operasi bedah tumor dan pengangkatan nodus limfa diketahui memberikan manfaat kesembuhan yang lebih baik pada pasien kanker kolorektal. Pasien dengan status keganasan kanker yang telah mengalami metastasis, diberikan terapi tambahan seperti radioterapi dan kemoterapi sebelum dan atau setelah pembedahan untuk mereduksi massa tumor maupun mencegah tumor tersebut muncul kembali setelah pembedahan (Cancer research UK 2014: 1). Agen kemoterapi yang digunakan untuk pengobatan pasien metastasis kanker kolorektal telah mengalami perkembangan semenjak pertama kali digunakan dalam dunia medis. Obat-obatan seperti 5- fluorouracil (5-FU) dan 5-FU leucovorin (LV) adalah agen yang telah digunakan sejak tahun 1990-an untuk terapi pasien kanker kolorektal. Pada akhir 1990, penambahan agen sitotoksik seperti irinotecan, oxaliplatin dan capecitabine pada terapi 5-FU/LV dilakukan untuk meningkatkan kesembuhan pasien. Penambahan agen sitotoksik tersebut memberikan dampak positif pada median survival rate pasien yaitu dengan terjadinya peningkatan angka median survival dari 12 bulan menjadi 14.8 bulan hingga 20 bulan (Goldberg et al. 2007: 39, Alberts & Wagman 2008: 1066—1067). Cetuximab dan Panitumumab adalah agen biologis jenis antibodi monoklonal yang digunakan dalam terapi pasien kanker. Bevacuzimab berfungsi menginhibisi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperan dalam angiogenesis, Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Transcript of Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

Page 1: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien Penderita Kanker Kolorektal

Gintang Prayogi1,

1Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected]

Abstrak

Kanker kolorektal adalah penyakit neoplasma ganas yang tumbuh dan berkembang pada saluran usus besar dan atau rektum. Terapi anti EGFR menggunakan agen biologis antibodi monoklonal cetuximab dan panitumumab diketahui memberikan tingkat penyembuhan yang baik pada pasien kanker kolorektal. Pasien dengan mutasi pada gen NRAS dan KRAS cenderung resisten terhadap terapi anti EGFR, sehingga penting dilakukan pemeriksaan kedua gen tersebut sebelum pemberian terapi. Pemeriksaan gen NRAS belum tersedia di Indonesia karena minimnya data mengenai mutasi gen tersebut pada populasi Indonesia. Penelitian dilakukan untuk mengetahui profil mutasi pasien gen NRAS pada 58 sampel pasien kanker kolorektal di Jakarta. Pemeriksaan mutasi dilakukan pada exon 2(codon 12 & 13) dan exon 3 (codon 61) gen NRAS menggunakan metode sekuensing. Analisis elektroferogram sekuensing menunjukan mutasi gen NRAS ditemukan pada 6,9% (n=58) sampel uji. Hasil uji statistik fischer exact test dua arah menunjukan tidak adanya asosiasi mutasi gen dengan kelompok usia pasien dan jenis kelamin. Gen NRAS ditemukan termutasi pada codon 12 (1,7 %) dan codon 61 (5.2%). Tidak ditemukan adanya mutasi pada codon 13 gen NRAS. Keywords: gen NRAS, kanker kolorektal, sekuensing, terapi anti-EGFR.

1. PENDAHULUAN Kanker kolorektal adalah penyakit neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum (Sander 2012: 2). Resiko terkena penyakit tersebut cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia (NCI 2014: 3). Kanker kolorektal pada umumnya terjadi secara acak, berkembang dari akumulasi proses mutasi semasa hidup pasien. Faktor penyebab terkait silsilah keluarga seperti penyakit hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC) dan familial adenomatous polyposis (FAP) hanya ditemukan pada 10% pasien kanker kolorektal (Yeatman 2001: 2). Kanker kolorektal termasuk ke dalam 10 kanker yang paling umum di dunia (Sudoyo et al. 2010: 246), dengan tingkat kematian 630.000 orang per tahun atau sekitar 8% dari total keseluruhan angka kematian akibat kanker. Di Indonesia insiden terjadinya kanker kolorektal adalah 15-19 kasus per 100.000 penduduk (Abdullah et al. 2012: 71). Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), 30% pasien kanker kolorektal di Indonesia berusia dibawah 40 tahun. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan penderita kanker di negara berkembang dengan persentase penderita kanker kolorektal berusia dibawah 50 tahun hanya 2-8% (Parramore et al. 1998: 565).

Tindakan penanganan dan tingkat kesembuhan pasien penderita kanker kolorektal sangat bergantung pada kondisi pasien saat

didiagnosa. Operasi bedah tumor dan pengangkatan nodus limfa diketahui memberikan manfaat kesembuhan yang lebih baik pada pasien kanker kolorektal. Pasien dengan status keganasan kanker yang telah mengalami metastasis, diberikan terapi tambahan seperti radioterapi dan kemoterapi sebelum dan atau setelah pembedahan untuk mereduksi massa tumor maupun mencegah tumor tersebut muncul kembali setelah pembedahan (Cancer research UK 2014: 1). Agen kemoterapi yang digunakan untuk pengobatan pasien metastasis kanker kolorektal telah mengalami perkembangan semenjak pertama kali digunakan dalam dunia medis. Obat-obatan seperti 5-fluorouracil (5-FU) dan 5-FU leucovorin (LV) adalah agen yang telah digunakan sejak tahun 1990-an untuk terapi pasien kanker kolorektal. Pada akhir 1990, penambahan agen sitotoksik seperti irinotecan, oxaliplatin dan capecitabine pada terapi 5-FU/LV dilakukan untuk meningkatkan kesembuhan pasien. Penambahan agen sitotoksik tersebut memberikan dampak positif pada median survival rate pasien yaitu dengan terjadinya peningkatan angka median survival dari 12 bulan menjadi 14.8 bulan hingga 20 bulan (Goldberg et al. 2007: 39, Alberts & Wagman 2008: 1066—1067). Cetuximab dan Panitumumab adalah agen biologis jenis antibodi monoklonal yang digunakan dalam terapi pasien kanker. Bevacuzimab berfungsi menginhibisi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperan dalam angiogenesis,

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Page 2: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

sedangkan Cetuximab dan Panitumumab berfungsi menghambat protein epidermal growth factor receptor (EGFR) yang berperan dalam proliferasi sel (Mandic et al. 2011: 30). Penghambatan protein EGFR akan menghasilkan dampak antara lain memengaruhi siklus sel, dimana sel akan tertahan pada fase G1, terjadi aktivitas antiangiogenik sehingga mengakibatkan menurunnya konsentrasi VEGF, menurunnya produksi matrix metalloproteinase sehingga menghambat invasi sel tumor dan metastasis, menginduksi terjadinya apoptosis (Sigurdis & Saab 2013: 286). Pemberian terapi anti EGFR pada pasien kanker kolorektal terbukti lebih baik dalam meningkatkan nilai median survival rate pasien (Bokemeyer et.al. 2009: 668). Cetuximab dan Panitumumab kemudian digunakan secara luas sebagai terapi standar untuk mengobati pasien kanker kolorektal khususnya yang telah mengalami metastasis. Pasien kanker kolorektal yang mengalami mutasi pada gen yang mengkode protein KRAS, khususnya pada exon 2 diketahui tidak mendapat manfaat pengobatan kemoterapi menggunakan agen biologis Cetuximab dan Panitumumab (Douillard et al. 2013: 1023). Uji klinis mengenai hal tersebut dipublikasikan oleh Lievre (2006: 3992). Hasil uji klinis tersebut menunjukkan bahwa hanya 36% (n=30) pasien yang memberikan respons positif terhadap terapi yang diberikan. Analisis gen KRAS exon 2 dilakukan kepada kelompok pasien yang memberikan respons positif dan negatif. Analisis tersebut menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan respons positif tidak mengalami mutasi pada gen KRAS, sedangkan 56% (n= 19) dari kelompok pasien dengan respons negatif diketahui memiliki mutasi pada gen KRAS. Berbagai penelitian lainnya juga menunjukkan hasil yang serupa dan menyimpulkan bahwa mutasi pada gen KRAS exon 2 dapat menjadi prediksi respon pasien terhadap terapi Cetuximab (Karapetis et al. 2008: 1758; Bokemeyer et al. 2009: 664; Amado et al. 2008: 1626). National Comprehensive Cancer Network (NCCN) pada November 2008, merekomendasikan pemeriksaan gen KRAS exon 2 sebagai standar pengobatan personalized medicine pasien kanker kolorektal sebelum pemberian terapi cetuximab (Sigurdis & Saab 2013: 287). Di Indonesia, aturan mengenai pemeriksaan gen KRAS sebagai standar pengobatan diatur dalam keputusan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia nomor 328 tahun 2013 tentang formularium nasional (Menkes RI 2013 : 23). Pemeriksaan gen KRAS exon 2 kemudian diketahui tidak cukup memberikan informasi kepada tenaga medis tentang kriteria pasien yang mendapat manfaat dari terapi anti EGFR (Douillard et.al. 2013: 1024). Penelitian yang dilakukan oleh Douillard (2013: 1031—1032) mengungkapkan bahwa pasien dengan status gen KRAS normal namun mengalami mutasi pada gen lainnya tidak mendapatkan manfaat secara maksimum dari pengobatan anti EGFR. Hal

tersebut kemudian menginisasi dikembangkannya penelitian pada beberapa biomarker lain yang dapat memprediksi respon pasien terhadap pengobatan anti EGFR.

Protein KRAS merupakan anggota dari protein RAS family yang terdiri dari protein HRAS, NRAS, dan KRAS. Mutasi pada family protein RAS lainnya yaitu NRAS diketahui dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada pasien yang menjalani terapi anti EGFR (Schirripa et. al. 2014: 15). Penelitian yang dilakukan Tejpar (2014:1) menjelaskan bahwa pasien kanker kolorektal dengan status mutasi gen KRAS exon 2 dan NRAS exon 2 dan 3 normal, memiliki nilai progression free survival (PFS) yang lebih baik dibandingkan pasien dengan gen KRAS exon 2 normal dan NRAS exon 2 dan 3 mutan. Berdasarkan penelitian tersebut juga diketahui bahwa pemberian terapi anti-EGFR pada pasien dengan mutasi gen NRAS exon 2 dan 3 akan memberikan dampak detrimental pada pasien. Pada tahun 2014, NCCN kemudian menetapkan pemeriksaan gen NRAS sebagai rekomendasi standar pemeriksaan pada pasien kanker kolorektal dengan status keganasan metastasis, sebelum diberikan terapi anti EGFR. Pemeriksaan gen NRAS exon 2 dan 3 telah tersedia dan menjadi standar pemeriksaan di beberapa negara seperti UK, Singapore, dan China. Di Indonesia, pemeriksaan tersebut masih belum tersedia. Minimnya data mengenai mutasi gen NRAS pada pasien kanker kolorektal di Indonesia menjadi salah satu penyebab belum tersedianya pemeriksaan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk mengetahui bagaimana profil mutasi gen tersebut pada pasien kanker kolorektal di Indonesia. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui profil mutasi gen NRAS exon 2 dan 3 pada sampel pasien kanker kolorektal di Jakarta. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara deskriptif mengenai frekuensi mutasi gen NRAS pada pasien kanker kolorektal di Jakarta dan menganalisis hubungan frekuensi mutasi tersebut dengan kelompok usia serta jenis kelamin pasien. Hipotesis pada penelitian yang ingin di uji adalah mutasi gen NRAS dapat ditemukan pada sampel DNA pasien kanker kolorektal di Jakarta. 2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan menggunakan sampel arsip Kalbe Genomics Lab yang status mutasi gen KRAS- nya telah diketahui. Pada 58 sampel uji, diketahui 22 di antaranya termutasi pada gen KRAS. Mutasi pada jalur signaling RAS-MAPK diketahui bersifat mutual ekslusif. Berdasarkan sifat tersebut, maka hanya 36 sampel yang akan diperiksa status mutasi pada gen NRAS-nya. Pemeriksaan gen NRAS dilakukan pada exon 2 (codon 12 dan codon 13) dan exon 3 (codon 61).

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Page 3: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

Proses penapisan mutasi diawali dengan preparasi sampel dan isolasi DNA sampel yang dilakukan oleh tim Kalbe Genomics Lab. DNA Hasil isolasi (genome) kemudian diamplifikasi gen NRAS-nya menggunakan teknik PCR. Hasil produk PCR dikonfirmasi menggunakan teknik elektroforesis untuk memastikan gen yang diinginkan telah teramplifikasi. Setelah produk PCR dikonfirmasi memiliki gen yang diinginkan, pengerjaan sampel dilanjutkan ke tahap purifikasi menggunakan kit EXO-SAP IT untuk menghilangkan pengotor seperti kelebihan dNTP dan primer pada proses PCR. Sampel yang telah dipurifikasi kemudian digunakan dalam proses sequencing untuk mengetahui sekuens gen NRAS dan mengevaluasi status mutasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Mutasi gen NRAS pada codon 12 (exon 2) dan codon 61 (exon 3) ditemukan pada 4 sampel DNA penderita kanker kolorektal. Mutasi pada codon 12 ditemukan pada 1 sampel DNA dengan nomor ID. 734.09-12.01. Mutasi pada codon 61 ditemukan pada 3 sampel DNA dengan nomor ID masing-masing 149.10-10.01, 191.11-10.01, dan 303.06-11.01. Mutasi tidak ditemukan pada codon 13 gen NRAS.

Tabel 1. Mutasi Gen NRAS

ID

sampel

Mutasi Perubahan asam amino Tipe mutasi Nomenklatur mutasi

Codon

12

Codon

13

Codon

61

Codon

12

Codon

13

Codon

61

191.11-

10.01

- - CAA

CAC

- - Glutamin

Histidin

Transversi Q61H

149.10-

10.01

- - CAA

AAA

- - Glutamin

Lisin

Transversi Q61K

303.06-

11.01

- - CAA

CTA

- - Glutamin

Leusin

Transversi Q61L

734.09-

12.01

GGT

GAT

- - Glisin

Asam

aspartat

- - Transisi G12D

Sekuens mutasi, perubahan asam amino yang terbentuk, serta tipe mutasi ditampilkan pada tabel 1. Elektroferogram hasil sekuensing sampel mutan, kontrol wildtype dan kontrol mutan dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan persentase, mutasi gen NRAS codon 12 dan 61 ditemukan sebesar 6,9% dari total 58 sampel. Status mutasi gen KRAS juga ditampilkan untuk mendapatkan data menyeluruh mengenai mutasi gen RAS pada sampel DNA penderita kanker kolorektal. Gen RAS (KRAS dan NRAS) ditemukan mengalami mutasi sebanyak 44,8% atau termutasi pada 26 sampel dari total 58 sampel. Berdasarkan jenis kelamin, mutasi gen NRAS ditemukan pada 3 sampel DNA pasien perempuan dan 1 sampel DNA pasien laki laki. Berdasarkan kelompok usia (>50 tahun), mutasi gen NRAS ditemukan pada 4 sampel DNA pasien berusia diatas 50 tahun. Mutasi gen NRAS tidak ditemukan

pada kelompok pasien berusia dibawah 50 tahun. Hasil analisis statistik menggunakan uji fischer exact test dua arah (α > 0,05), menunjukan bahwa mutasi gen NRAS tidak berasosiasi signifikan dengan jenis kelamin maupun dengan kelompok usia pasien. Gen RAS (NRAS dan KRAS) ditemukan mengalami mutasi sebesar 44.8% dari total keseluruhan sampel uji. Hasil yang sesuai juga dipublikasikan oleh Tejpar (2014:1) yang mengungkapkan frekuensi mutasi gen RAS pada sampel pasien kanker kolorektal di Jerman, yaitu sebesar 47.7%. Gen RAS diketahui merupakan proto-onkogen yang seringkali termutasi pada banyak jenis kanker, antara lain kanker pankreas (90%), kanker kolon (50%), dan kanker tiroid (30%) (Bos 1989: 4682).

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Page 4: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

Keterangan: a. Kontrol wildtype exon 2, cell line k5622 b. Kontrol Mutan exon 3, cell line HL60 c. Kontrol Wildtype exon 3, cell line k5622 d. Sampel mutan exon 2 cd 12 ID. 734.09-

12.01 e. Sampel mutan exon 3 cd 61 ID. 149.10-

10.01 f. Sampel mutan exon 3 cd 61 ID. 303.06-

11.01 g. Sampel mutan exon 3 cd 61 ID. 191.11-

10.01

a b

c d

e f

g

Gambar 1. Elektroferogram hasil sekuensing

sampel mutan

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Page 5: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

Mutasi gen NRAS ditemukan pada 4 sampel dari total 58 (6,9%) sampel uji. Perbandingan frekuensi mutasi gen NRAS exon 2 dan exon 3 pada beberapa publikasi ilmiah lainnya ditampilkan pada tabel 4.2. Berdasarkan perbandingan tersebut diketahui mutasi gen RAS pada sampel uji lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi mutasi pada populasi umum (World population). Secara umum, mutasi gen NRAS jarang terjadi pada pasien penderita kanker kolorektal (Irahara et. al 2010: 155). Gen NRAS diketahui lebih sering mengalami mutasi pada melanoma dengan frekuensi sebesar 20% (Bos 1989: 4685). Batasan usia yang digunakan dalam pengelompokan umur pasien adalah 50 tahun. Pemilihan batas usia tersebut sesuai dengan kriteria penderita muda kanker kolorektal menurut Asia pacific consensus recommendations for colorectal cancer screening tahun 2008 (Sung et. al. 2008: 1170). Usia 50 tahun juga ditentukan sebagai batasan usia karena pada usia dibawah 50 tahun masih terdapat kemungkinan faktor keturunan yang dapat menyebabkan penyakit kanker. Analisis statistik fischer exact test digunakan untuk mencari asosiasi antara mutasi gen NRAS dengan kelompok usia pasien dan jenis kelamin. Berdasarkan analisis tersebut tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara mutasi gen dengan kelompok usia pasien maupun dengan jenis kelamin pasien. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Irahara et. al. (2010: 5) bahwa usia dan jenis kelamin tidak berasosiasi dengan mutasi pada gen NRAS. Status asosiasi tersebut memiliki implikasi terhadap faktor resiko jenis kelamin dan usia, serta memiliki implikasi dalam penetapan prioritas pemeriksaan pasien. Berdasarkan hasil analisis asosiasi tersebut, pemeriksaan gen NRAS disarankan untuk dilakukan kepada seluruh pasien kanker kolorektal tanpa memerhatikan jenis kelamin dan usia pasien. Gen KRAS dan NRAS memiliki peranan yang berbeda dalam proses tumorgenesis kanker kolorektal. Mutasi gen KRAS terjadi lebih awal dibandingkan gen NRAS pada proses tumorgenesis (Demunter et. al. 2001: 1487; Vogelstein et. al. 1988: 530). Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh (Tabel 4.1.3 & tabel 4.1.4), bahwa pada kelompok usia pasien dibawah 50 tahun ditemukan mutasi gen KRAS sebanyak 12% dari total sampel uji dan tidak ditemukan mutasi pada gen NRAS. Penelitian yang dilakukan (Haigis & Wang 2008: 605) menggunakan mencit memperlihatkan adanya perbedaan peranan gen KRAS dan gen NRAS dalam proses tumorgenesis. Gen KRAS yang termutasi berperan dalam stimulasi terjadinya proliferasi tumor dan menghambat terjadinya

differensiasi, sedangkan gen NRAS menghambat terjadinya proses apoptosis sel tumor pada proses tumorgenesis. Pada populasi umum, mutasi gen NRAS codon 12 (G12) dan codon 61(Q61) merupakan mutasi yang paling sering ditemukan (MCG 2013: 1). Codon 61 diketahui memiliki frekuensi mutasi yang lebih tinggi (60%) dibandingkan codon 12 (24.4%) dan codon 13 (12.7%) (Medarde & Santos 2011: 346). Pola tersebut sesuai dengan hasil penapisan mutasi gen NRAS pada sampel uji. Persentase mutasi codon 61 diketahui lebih tinggi (5,2%) dibandingkan codon 12 (1.7%) (Tabel 4.1.2). Mutasi yang ditemukan pada sampel uji termasuk jenis mutasi titik tipe transversi dan transisi. Mutasi transisi ditemukan sebesar 25% sedangkan mutasi transversi terjadi sebesar 75% dari total sampel mutan (Tabel 4.1.1). Mutasi tipe transisi atau transversi dapat disebabkan oleh faktor lingkungan (Brink et. al. 2003: 706). Penelitian yang dilakukan oleh Diergaarde et al.(2003: 568) pada sampel DNA pasien kanker kolorektal mengungkapkan bahwa mutasi transversi pada gen APC, KRAS, dan p53 memiliki asosiasi yang signifikan dengan konsumsi rokok. Akumulasi hasil metabolisme salah satu senyawa karsinogen pada tar yaitu benzo[a]pyrene menjadi epoxide merupakan pemicu utama terjadinya mutasi transversi (Rehman et.al 2009: 6). Senyawa epoxide akan bereaksi dengan basa nitrogen guanin sehingga mengubah strukturnya. Struktur tersebut akan dikenali sebagai timin oleh DNA polimerase apabila mekanisme DNA repair tidak mampu mengurai senyawa epoxide tersebut. Diet tinggi lemak, khususnya lemak jenis polyunsaturated fatty acid dan linoleic acid juga diketahui memiliki asosiasi yang signifikan dengan terjadinya mutasi transisi dan transversi pada kanker kolon meskipun belum diketahui dengan pasti bagaimana mekanisme tumorgenesis kedua jenis lemak tersebut (Brink et. al. 2004: 1626). Mutasi pada gen RAS codon 12,13 atau 61 telah dikarakterisasi sebagai penanda terjadinya perubahan sel normal atau tumor (benign) menjadi sel kanker (maglinant) (Parikh & Ren 2008: 20). Pada sel normal, aktivitas protein RAS dikontrol oleh protein GAP (GTPase Activating Protein) yang akan berikatan pada sisi protein RAS dan memicu protein RAS menghidrolisis GTP menjadi GDP serta kembali ke keadaan inaktif nya. Protein RAS yang telah termutasi mengalami penurunan aktivitas GTPase, menyebabkan protein tersebut tertahan pada keadaan aktifnya. Protein yang teraktivasi tersebut kemudian mentransduksikan sinyal kepada molekul lainnya dijalur transduksi RAS MAPK yang kemudian akan memengaruhi fungsi normal sel (Campbell et. al. 1998: 1400). Mekanisme utama hidrolisis GTP oleh protein RAS adalah transfer proton dari attacking water molecule ke gugus γ-fosfat molekul GTP. Mutan

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Page 6: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

G12D diketahui memiliki aktivitas GTPase yang sangat rendah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pemindahan posisi attacking water molecule dari sisi aktif protein ras yang kemudian mengakibatkan terjadinya hambatan dalam transfer proton menuju gugus γ-fosfat GTP. Penghambatan tersebut mengakibatkan proses hidrolisis GTP menjadi sangat rendah sehingga protein RAS tetap berada dalam keadaan aktif (Friedman & Devary 2005: 530). Gln 61 merupakan asam amino hasil translasi dari codon 61 (Q61). Gln 61 diketahui tidak berperan secara langsung dalam reaksi kimia maupun reaksi elektrostatis hidrolisis GTP. Gln 61 bersama sama dengan P-loop switch 1 dan switch 2, membentuk suatu konformasi yang sesuai dengan GTPase activating protein sehingga memungkinkan terjadinya proses nucleophilic attack water molecule pada bagian gugus γ-fosfat molekul GTP. Mutasi pada codon 61 (Q61L, Q61H, Q61K) menyebabkan perubahan polaritas dan konformasi sisi pengenalan GAP sehingga proses GTPase pada protein RAS terganggu (Shruki & Warshel 2004: 213) 4. KESIMPULAN

Mutasi gen NRAS ditemukan pada sampel pasien penderita kanker kolorektal dengan persentasi 6,9% dari seluruh sampel (n=58). Mutasi terjadi pada codon 12 (1.7%) dan codon 61 (5,2%). Tidak ditemukan adanya mutasi pada codon 13 gen NRAS. Berdasarkan analisis statistik, tidak ada asosiasi antara frekuensi mutasi gen NRAS dengan kelompok usia pasien dan jenis kelamin pasien. UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya terhadap kedua pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian penelitian ini. Peneliti juga berterimakasih kepada lembaga riset Stemcell and Cancer Institute Kalbe Pharma tbk. Yang telah memfasilitasi dan membiayai secara penuh penelitian ini. Terimakasih juga pada dr. Benny Philippi SP. BD yang telah memberikan ijin pada peneliti untuk menggunakan sampel beliau dalam penelitian ini

DAFTAR ACUAN Abdullah, M., A.W. Sudoyo, A.R. Utomo, A.

Fauzi, & A.A. Rani. 2012. Molecular profile of colorectal cancer in Indonesia : is there another pathway?. Gastroenterology and Hepatology From Bed to Bench. 5(2):71-78.

Alberts, S. R. & L. D. Wagman. 2008. Chemotherapy for colorectal cancer liver

metastases. The Oncologist 13(?):1063—1073.

Amado, R.G., M. Wolf & M. Peeters. 2008. Wild-type KRAS is required for panitumumab efficacy in patients with metastatic colorectal cancer. Journal of clinical oncology. 26(?):1626-1634.

Bando, H., T. Yoshino, E.Shinozaki, T. Nishina, K. Yamazaki, K. Yamaguchi, S. Yuki, S. Kajiura, S. Fujii, T. Yamanaka, K. Tsuchihara, & A. Ohtsu. 2013. Simultaneous identification of 36 mutations in KRAS codons 61 and 146, BRAF, NRAS, and PIK3CA in a single reaction by multiplex assay kit. Biomed Central Cancer. 13(405): 1—9.

Bokemeyer, C., I. Bondarenko & A. Makhson. 2009. Fluorouracil, leucovorin, and oxaliplatin with and without cetuximab in the first-line treatment of metastatic colorectal cancer. Journal of clinical oncology. 27(?):663-671

Bos, L. J. 1989. Ras oncogenes in human cancer: A review. Cancer Research 49(?): 4862—4689.

Brink, M., A.F.P.M. Goeij, M.P. Weijenberg, G.M.J.M. Roemen, M.H.F.M. Lentjes, M.M.M. Pachen, K.M.Smits, A.P. Bruine, R.A.Goldbohm, & P.A. Brandt. 2003. K-ras oncogene mutation in sporadic colorectal cancer in the Netherlands cohort study. Carcinogenesis 24(4): 703—710.

Brink, M., M.P. Weijenberg, A.F.P.M. Goeij, L.J. Schouten, F.D.H. Koedijk, G.M.J.M. Roemen, M.H.F.M. Lentjes, A.P. Bruine, R.A. Goldbohm & P.A. Brandt. 2004. Fat and K-ras mutations in sporadic colorectal cancer in the netherland cohort study. Carcinogenesis 25(9): 1619—1628.

Cancer Research UK. 2013. How chemotherapy works. ? 2013: 1 hlm. http://www.cancerresearchuk.org/cancer-help/aboutcancer/treatment/chemotherapy/about/how-chemotherapy-works. 26 Mei 2014, pk 07.30 WIB.

Campbell, S.L., R.K-.Far, K.L. Rossman, G.J. Clark & C.J. Der. 1998. Increasing complexity of Ras signaling. Oncogene 17(?): 1395—1413.

Chang, Y-.S., K-.T. Yeh, N.C. Hsu, S-.H. Lin, T-.J. Chang & J-.G. Chang. 2009. Detection of N-, H-, and KRAS codons 12,13,16 mutations with universal RAS primer multiplex PCR and N-, H-. and KRAS- specific primer extension. The Canadian Society of Clinical Chemists. 43(?):296—301.

Cui, Q. 2010. A network of cancer genes with co-occuring and anti-co-occuring mutations. Journal Plos One 5(10): 1—8.

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Page 7: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

Davies, H., G. R. Bignel, C. Cox, P. Stephens & S. Edkins. 2002. Mutation of the BRAF gene in human cancer. Nature 417(?): 949—954.

Demunter, A.V & S.M.Degreef. 2001. Analysis of N- and K-ras mutations in the distinctive tumor progression on phases of melanoma. Journal Investigation Dermatology 117(?):1483—1489.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Laporan Tahunan Kanker: Direktorat Jendral Pelayanan Medik dan Patologi Anatomik Indonesia. Jakarta: Depkes RI

Diergaarde, B., A.Vrielling, A.A. Kraats, G.N.P. Muijen, F.J.Kok & E. Kampman. 2003. Cigarette smoking and genetic alterations in sporadic colon carcinomas. Carcinogenesis 24(3):565—571.

Dorfman, R., Z. Khayat, T. Sieminowski, B. Golden & R. Lyons. 2013. Application of personalized medicine to chronic disease : a feasibility assessment. Clinical and Translational Medicine 2(16): 1—11.

Douillard J-Y., K.S. Oliner, S. Siena, J. Tabernero, R. Burkes, M. Barugel, Y. Humblet. G. Bodoky, D. Cunningham, J. Jassem, F. Rivera, I. Kocakova, P. Ruff, M. B. Morawiec, M. Smakal, J.L. Cannon, M. Rother, R. Williams, A. Rong, J. Wiezorek, R. Sidhu & S.D. Patterson. 2013. Panitumumab-FOLFOX4 tratment and RAS mutation in colorectal cancer. The New England Journal of Medicine. 369(11): 1024—1034.

Friedman, Z.Y. & Y. Devary. 2005. Dissection of the GTPase mechanism of RAS protein by MD analysis of Ras mutants. Proteins 59(3): 528—533.

GHR (=Genetics Home Reference). 2014a. EGFR. ?. http://ghr.nlm.nih.gov/gene/EGFR, 4 Maret 2014, pk. 09.07 WIB.

GHR (=Genetics Home Reference). 2014b. What is gene mutation and how do mutation occur. May 2014. http:ghr.nlm.nih.gov/handbook/ mutationsanddisorders/genemutations, 12 Mei 2014 pk 10.00 WIB.

Goldberg, R.M., M.L. Rothenberg, E.V. Cutsem, B. Benson, C. D. Blanke, R. B. Diasio, A. Grothey, H.-J. Lenz, N.J. Meropol. R.K. Ramanathan, C.H.R Becerra, R. Wickham, D. Armstrong & C. Vielle. 2007. The continuum of care: A paradigm for the management of metastatic colorectal cancer. The Oncologist Gastrointestinal Cancer. 12(?): 38--50.

Goodsell, D.S. 1999. The molecular perspective: The ras oncogene. The Oncologist. 4(?): 263—264.

Haigis, K.M. & K.K.R. Wang. 2008. Differential effects of oncogenic K-Ras and N-Ras on proliferation, differentiation and tumor

progression in the colon. National Genetics 40(?): 600—608.

Irahara, N., Y. Baba, K. Nosho, K. Shima, L. Yan, D.D-. Santagata, A.J.Iafrate, C.S. Fuchs, K.M. Haigis, & S. Ogino. 2010. NRAS mutation are rare in colorectal cancer. Diagnose molecular pathology. 19(3): 157—163.

Jakka, S. & M. Rossbach. 2013. An economic perspective on personalized medicine. The HUGO Journal 7(1): 1—6.

Janku, F., J.J.Lee, A.M.Tsiberidou, D.S.Hong, A.Naing, G.S.Falchook, S.Fu, R.Luthra, I.G-. Laguna & R. Kurzrock. 2011. PIK3CA mutation frequently coexist with RAS and BRAF mutations in patients with advanced cancers. Plos One. 6(7):1—8.

Karapetis, C.S., S. Khambata-ford & D.J. Jonker. 2008. K-ras mutations and benefit from cetuximab in advanced colorectal cancer. The New England Journal of Medicine. 359(?):1757—1765.

Kristyanto, H. & A. R. Utomo. 2010. Pharmacogenetic application in personalized cancer treatment. Acta Medica Indonesia The Indonesian Journal of Internal Medicine. 42(2): 109—115.

Lievre, A., J.B. Bachet & D.L. Corre. 2006. KRAS mutation status is predictive of response to cetuximab therapy in colorectal cancer. Cancer Research 66(8):3992—3995.

Medarde, A.F. & E. Santos. 2011. Ras cancer and development diseases. Genes &

Cancer 2(3): 344-358. Mandic, P. K., J. S. McCullough, A. M.Siddiqui,

H.V. Houten & D. Shah. 2011. Impact of new drug and biologics on colorectal cancer treatment and costs. Journal of Oncology Practice 7(?): 30—37.

MCG (My Cancer Genome).2013. NRAS c.35G>T(G12V) Mutation In colorectal cancer. September 2013: 1 hlm. http://www.mycancergenome.org/content /disease/colorectal-cancer/nras/90.html, 12 Mei 2014, pk. 09.30 WIB.

Menkes (= Kementrian Kesehatan) RI. 2013. Keputusan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 328/MENKES/SK/VIII/2013 tentang formularium nasional. Jakarta: 59 hlm.

NCI (National Cancer Institute). 2014. Colorectral cencer prevention. ?: 1 hlm. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/prevention/colorectal/HealthProfessional/page3, 4 Januari 2014, pk. 15.17 WIB.

NHMRC (=National Health and Medical Research Council) Australian Government. 2011. Clinical utility of personalized medicine. 9 hlm.

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014

Page 8: Analisis Profil Mutasi Gen NRAS pada Sampel Pasien ...

Nyati, M.K., M.A. Morgan, F.Y. Feng & T.S. Lawrence. Integration of EGFR inhibitors with radiochemotherapy. 2006.Nature Reviews Cancer 6(?): 876—885.

Parramore J.B., J.P. Wei & K.A. Yeh. 1998. Colorectal cancer in patients under forty : presentation and outcome. The American Surgeon 64(6): 563—567.

Parikh C & R. Ren. 2008. Mouse model for NRAS-induced leukemogenesis. Methods Enzymol 439(?):15–24.

Rehman, S., A.S. Sameer, L. Zahoor, S. Abdullah, Z.A. Shah, D. Afroze, I. Hussain, S.M. Shaffi, N. Syeed, M.A. Rizvi, & M.A. Siddiqi. 2009. Distinct pattern of mutation of conserved regions of TP53 in colorectal cancer patients in the Kashmir population: an emerging high-risk area. Ecancer medical science. 3(129): 1—9.

Roock,W.D., B. Claes, D. Bernasconi, J.D. Schutter, B. Biesmans, G. Fountzilas, K.T. Kalogeras, V. Kotoula, D. Papamichael, P. L-. Puig, F. P-. Llorca, P. Rougier, B. Vincenzi, D. Santini, G. Tonini, F. Cappuzzo, M. Frattini, F. Molinari, P. Saletti, S.D. Dosso, M. Martini, A. Bardelli, S. Siena, A. S-. Bianchi, J. Tabernero, T. Macarulla, F.D. Fiore, A. O. Gangloff , F. Ciardiello, P. P. C. Qvortrup, T. P. Hansen, E. V. Cutsem, H. Piessevaux, D. Lambrechts, M. Delorenzi, S. Tejpar. 2010. Effects of KRAS, BRAF, NRAS, and PIK3CA mutations on the effi cacy of cetuximab plus chemotherapy in chemotherapy-refractory metastatic colorectal cancer: a retrospective consortium analysis. The Lancet Oncology 11(?): 753—762.

Sander, M.A. 2012. Profil penderita kanker kolon dan rectum di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Jurnal keperawatan UMM 3(1): 1—11.

Santosa, W.B. 2012. Epidermal growth factor receptor (EGFR) sebagai target baru dalam terapi kanker. Journal of Indonesian Medical Association 64(4): 125—126.

Schirripa, M., C. Cremolini, F. Loupakis, M. Morvillo, F. Bergamo, F. Zoratto, L. Salvatore, C. Antoniotti, F. Marmorino, E. Sensi, C. Lupi, G. Fontanini, V. De Gregorio, R. Giannini, F. Basolo, G. Masi, & A. Falcone. 2014. Role of NRAS mutations as prognostic and predictive markers in metastatic colorectal cancer. International Journal of Cancer 10(?): 1—21.

Shruki, A. & Warshel. 2004. Structure function and bioinformatics. Proteins 55(?): 1-10.

Sigurdis, H. & T.B. Saab. 2013. Integrating anti-EGFR therapies in metastatic colorectal cancer. Journal of Gastrointestine Oncology 4(3):285—298.

Sudoyo, A.W., B. Hernowo, E. Krisnuhoni, A.H. Reksodiputro, D. Hardjodisastro & E.S. Sinuraya. 2010. Colorectal cancer among young native Indonesians : A clinicopathological and molecular assessment on microsatellite instability. Medical Journal of Indonesia 19(4): 245—251.

Sung, J.J.Y., J.Y.W. Lau, G.P Young, Y. Sano, H.M. Chiu, J.S. Byeon, K.G.Yeoh, K.L. Goh, J. Sollano, R. Rerknimir, T. Matsuda, K.C. Wu, S.Y. Leung, G. Makharia, V.H. Chong, K.Y. Ho, D. Brooks. D.A. Lieberman, & F.K.L Chan. 2008. Asia pacific consensus recommendations for colorectal cancer screening. Gut 57(?): 1166—1176.

Tejpar, S., H. –J. Lenz, C.-H. Kohne, V. Heinemann, F. Ciardiello, R. Esser, F. Beier, C. Stroh, K.Duecker, C. Bokemeyer. 2014. Effect of KRAS and NRAS mutation on treatment outcomes in patients with metastatic colorectal cancer (mCRC) treated first-line with cetuximab plus FOLFOX4: New result from the OPUS study. American Society of Cancer Oncology Gastro Intestine

UVM (= University of Vermounth). 2014. Mutations. ? 2014: 1 hlm. http://www.uvm.edu/~cgep/education/mutation.html, 12 Mei 2014, pk 10.00 WIB.

Vaughn, C.P., S.D.Zobell, L.V.Furtado, C.L.Baker, & W.S.Samowitz. 2011. Frequency of KRAS, BRAF, and NRAS mutations in colorectal cancer. Genes Chromosomes Cancer. 50(5):307—312.

Vogelstein, B., E.R. Fearon & S.R. Hamilton.1988. Genetic alterations during colorectal-tumor development. The New England Journal of Medicine 319(?): 525—532.

Yeatman, T.J. 2001. Colon cancer. Encyclopedia of life sciences. Macmillan publishers Ltd., Florida : 6 hlm.

Analisis profil …, Gintang Prayogi, FMIPA UI, 2014