Analisis Jurnal Autisme
description
Transcript of Analisis Jurnal Autisme
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
BAB I
PENDAHULUAN
Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal
ini mengindikasikan bahwa perkembangan autism semakin lama semakin meningkat. Namun,
yang disayangkan tingkat penyangkalan orangtua terhadap autisme ini masih cukup tinggi.
Oleh sebab itu, tidak heran banyak kasus autisme menjadi terlambat untuk ditangani. Padahal
deteksi dini autisme sangat penting untuk membantu tahapan perkembangan anak-anak
autisme. Autisme adalah satu dari sekelompok gangguan yang dikenal sebagai gangguan
spektrum autis (Autism Spectrum Disorder). Autisme adalah gangguan perkembangan otak
yang memiliki ciri hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi serta perilaku terbatas dan
repetitif atau berulang. Perilaku itu semua ditunjukkan anak sebelum berusia tiga tahun, atau
autisme dapat didiagnosa lebih dini pada usia 18 bulan. Umumnya individu autisme m emiliki
kesulitan dalam berkomunikasi verbaldan non-verbal, interaksi sosial, serta saat santai atau
aktivitas bermain. Individu autisme kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain dan
berhubungan dengan dunia luar. Untuk itu diperlukan nya serangkaian pengetahuan yang
berkaitan dengan autism terkait epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, kriteria diagnosis
menurut DSM-V, serta ragam macam terapi yang dapat diterapkan pada anak dengan autism
guna meningkatkan kualitas hidupnya.
1 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Autisme adalah suatu kondisi abnormalitas perkembangan system saraf yang dimulai
saat usia kanak-kanak dan dikarakteristikkan sebagai kendala dalam menjalin komunikasi/
interaksi sosial serta ditandai dengan masalah yang menyangkut masalah prilaku, seperti
perilaku yang berulang (repetitive) dan kekurangan rasa tertarik dengan lingkungan sekitarnya
(Samsam M, et al, 2014). Dikenal juga ASD yaitu Autisme Spectrum Disorder yang dalam
DSM-V tahun 2013 merupakan kriteria diagnosis terbaru yang terdiri dari autisme, Pervasive
Developmental Disorder-Not Otherwise Specified (PDD-NOS atau autisme atipikal), serta
Penyakit Asperger.
Klasifikasi
Klasifikasi autism berikut adalah berdasarkan dari etiologinya, dibagi menjadi tiga
yakni (Lidia et al, 2014) :
- Tipe Simptomatik: Autisme yang menyertai kelainan organik atau timbul karena
adanya kelainan neurologis. Contohnya: Autisme yang menyertai Sindrom Rett.
- Tipe Kriptogenik: Klasifikasi ini ditentukan ketik penyebab yang menyertai telah
masuk dalam kategori suspect namun penyebab yang mendasari belum dapat
dibuktikan. Contohnya: infeksi yang melibatkan otak, dan kelainan dismorfik.
- Tipe Idiopatik: Autisme tanpa bukti adanya gangguan system saraf, terkecuali
penyakit yang merupakan komorbid autism, yakni Tourette Syndrome.
2 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Epidemiologi
Menurut laporan Center for Disease Control and Prevention (CDC) yang dirlis pada
Maret 2012 sampai saat ini prevalensi autism pada anak berumur 8-14 tahun adalah lebih dari
1 %, yakni 11,3 per 1000 anak atau 1 dari 88 anak. Penyekit ini lebih sering ditemukan pada
laki-laki dengan rasio laki-laki dan perempuan sebesar 4:1. Dimana angka kejadiaan autisme
diantara laki laki adalah 1 anak dari 54 anak, dan perempuan dengan angka kejadian 1 anak
per 252 anak (Samsam M, et al, 2014). Pada saat ini, kenaikan prevalensi ini terus meningkat
tiga kali lipat sejak 1990, hal ini tidak diikuti dengan kenaikan penyakit gangguan mental lain
pada anak, yang artinya angka ini murni kenaikan prevalensi dari autisme (Ratajczak, 2011).
Etiologi
Etiologi pastinya masih belum diketahui, tetapi ada keterkaitan kuat dengan factor
genetik. HOXA1, merupakan salah satu dari gen yang terlibat dalam autism dan diturunkan
secara resesif autosomal. Faktor genetik lain juga terlibat dalam gangguan autism adalah Gen
Fragile X. Ada juga hubungan positif dari gen FMR1 dengan autisme. Mutasi pada gen
BETIS 2 synaptic scaffolding juga telah di dokumentasikan dalam autism. Masih banyak gen-
gen lain yang juga berperan dalam kejadian autism (Samsam et al, 2011; Ratajczak, 2011).
Beberapa teori lain juga menyebutkan bahwa autism dapat disebabkan karena
pengaruh infeksi pathogen. Virus campak, cytomegalovirus, dan herpes simpleks 6, telah
ditemukan hidup di dalam monosit pada individu dengan autism (Ratajczak, 2011).
Patofisiologi
Salah satu teori menekankan bahwa pertumbuhan awal yang berlebihan pada otak dan
over konektivitas saraf, penting dalam patogenesis. Diperkirakan bahwa neuron yang berlebih
(menginduksi pertumbuhan berlebih serebral) dapat mempromosikan cacat dalam pola saraf,
dengan akibatnya meningkatkan interaksi kortikal jarak pendek, kemudian menghalangi
interaksi jarak jauh yang saling berhubungan dengan bagian otak lain yang penting. Anomali
neuroanatomical ini memiliki potensi yang mendasari defisit dalam fungsi sosial-emosional
dan komunikasi pada penderita autism (Watts, 2008).
3 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Beberapa studi menunjukkan peran mutasi DNA mitokondria dalam autisme yang
mungkin dapat menyebabkan gangguan metabolism energy di mitokondria, penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk jawaban yang pasti. Disfungsi mitokondria telah terlibat di beberapa
gangguan neurologis dan mungkin memiliki peran dalam autisme. Mitokondria memiliki
kekebalan anti bakteri dan akan menjadi penting dalam kasus infeksi terutama pada saluran
GI pada anak-anak autism (Samsam et al, 2011; Ratajczak, 2011).
Patogen intraseluler seperti Virus campak, cytomegalo virus dapat menurunkan
hematopoiesis, menurunkan kekebalan perifer, dan fungsi sawar darah otak diubah sering
disertai dengan demielinasi. Virus dapat menyebabkan respon imun, sehingga peradangan
saraf, reaksi autoimun, dan cedera otak (Ratajczak, 2011).
Manifestasi Klinis
Autisme dapat dibedakan oleh beberapa pola gejala bukan satu gejala tunggal.
Karakteristik utama adalah gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi, minat terbatas
dan perilaku yang berulang. Aspek-aspek lain, seperti kebiasaan makan yang tidak lazim juga
umum tetapi tidak penting untuk diagnosis. Anak-anak dengan autisme memiliki gangguan
sosial. Hal ini menjadi jelas pada awal masa kanak-kanak dan berlanjut sampai dewasa. Balita
autis memiliki penyimpangan sosial yang lebih mencolok; misalnya, mereka memiliki lebih
sedikit kontak mata dan postur antisipatif dan lebih mungkin untuk berkomunikasi dengan
memanipulasi tangan orang lain. Anak-anak autis berumur tiga sampai lima tahun berusia
cenderung menunjukkan pemahaman sosial, pendekatan lain secara spontan, memulai dan
menanggapi emosi, dan berkomunikasi nonverbal. Namun, mereka bisa membentuk
keterikatan dengan pengasuh utama mereka. Membuat dan memelihara persahabatan
seringkali terbukti sulit bagi mereka. Ada beberapa laporan tentang agresi dan kekerasan di
beberapa dari mereka (Frank-Briggs, 2012).
Sekitar sepertiga sampai setengah dari individu dengan autisme gagal
mengembangkan pembicaraan alami yang cukup untuk memenuhi kebutuhan komunikasi
sehari-hari. Masalah komunikasi termasuk tertundanya terjadinya celotehan, gerak tubuh yang
tidak biasa, respon berkurang, dan tidak sinkronnya pola vokal dengan pengasuh. Pada tahun
kedua dan ketiga, anak-anak autis memiliki sedikit celotehan dan mungkin berhenti berbicara.
4 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Anak-anak ini cenderung untuk membuat permintaan atau berbagi pengalaman, dan lebih
mungkin untuk mengulangi kata-kata orang lain. Individu autis menampilkan berbagai bentuk
perilaku repetitif atau terbatas. The Repetitive Behaviour Scale-Revised (RBS-R)
mengkategorikan mereka sebagai berikut (Frank-Briggs, 2012) :
a. Perilaku stereotipe: tampaknya gerakan tanpa tujuan, seperti mengepakkan
tangan, kepala bergulir, atau badan goyang.
b. Perilaku kompulsif adalah niat seseorang muncul untuk mengikuti aturan.
c. Kesamaan resistensi terhadap perubahan atau penolakan karena diganggu;
misalnya, bersikeras bahwa obyek tetap di tempat tertentu sepanjang waktu.
d. Perilaku ritualistik melibatkan kinerja kegiatan sehari-hari dengan cara yang
sama setiap kali. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kesamaan dan validasi
independen telah menunjukkan penggabungan dua faktor.
e. Perilaku terbatas adalah keterbatasan dalam fokus, minat, atau kegiatan, seperti
keasyikan dengan sebuah program televisi.
f. Cedera diri termasuk gerakan yang melukai atau bisa melukai orang, seperti
menggigit diri sendiri. Penting untuk dicatat bahwa tidak ada perilaku abnormal
khusus untuk anak autis, tetapi tampaknya ini sering terjadi pada mereka.
Sebagian kecil dari mereka menunjukkan beberapa kemampuan yang tidak biasa. Ini
bisa menjadi menghafal masalah sepele atau menunjukkan bakat luar biasa yang jarang. Juga,
perilaku makan tidak khas terjadi pada sekitar 3/4 dari anak-anak dengan gangguan tersebut.
Masalah tidur terjadi pada sekitar 2/3 dari mereka seperti sulit tidur, sering terbangun malam
hari, dan terbangun pagi. Orang tua dari anak autis memiliki tingkat stress yang lebih tinggi.
Hal ini karena mereka khawatir tentang hampir semua aspek perkembangan anak dan prospek
masa depan (Frank-Briggs, 2012).
5 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Diagnosis
Dalam DSM V dijabarkan mengenai kriteria diagnostik gangguan autistik adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbale balik:
a. gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal seperti kontak mata, ekspresi
wajah, dan posisi tubuh;
b. kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat
perkembangan;
c. kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi dengan orang lain;
dan
d. kurang mampu melakukan hubungan social atau emosional timbal balik.
2. Gangguan kualitatif dalam komunikasi:
a. keterlambatan perkembangan bahasa atau tidak bicara sama sekali;
b. pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada kemampuan memulai atau
mempertahankan percakapan dengan orang lain;
c. penggunaan bahasa yang stereotip, repetitive atau sulit dimengerti; dan
d. kurangnya kemampuan bermain pura-pura
3. Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku pada tingkah laku, minat dan aktivitas:
a. preokupasi pada satu pola minat atau lebih;
b. infleksibilitas pada rutinitas atau ritual yang spesifik dan non fungsional;
c. gerakan motor yang stereotip dan repetitif; dan
d. preokupasi yang menetap pada bagian-bagian obyek. Seorang anak dapat didiagnosis
memiliki gangguan autistik bila simtom-simtom di atas telah tampak sebelum anak mencapai
usia 36 bulan (DSM V, 2013).
6 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Tatalaksana
Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan ASD atau mengobati gejala inti. Namun,
ada obat yang dapat membantu beberapa orang dengan ASD berasa lebih baik. Obat mungkin
tidak mempengaruhi semua anak dengan cara yang sama. Hal ini penting untuk bekerjasama
dengan tenaga kesehatan yang memiliki pengalaman dalam merawat anak-anak dengan ASD.
Orang tua dan tenaga kesehatan harus terus memantau kemajuan dan reaksi anak ketika dia
sedang minum obat untuk memastikan bahwa efek samping negatif dari pengobatan tidak
lebih besar daripada manfaatnya (CDC, 2015).
Hal ini juga penting untuk diingat bahwa anak-anak dengan ASD bisa mendapatkan
sakit atau terluka seperti anak-anak tanpa ASD. Seringkali sulit untuk mengetahui apakah
perilaku anak berhubungan dengan ASD atau disebabkan oleh kondisi kesehatan yang lain
(CDC, 2015).
Beberapa terapi yang dilakukan seperti latihan pendengaran, pelatihan percobaan
diskrit, terapi vitamin, terapi anti-jamur, komunikasi difasilitasi, terapi musik, terapi okupasi,
terapi fisik, dan integrasi sensorik. Berbagai jenis perawatan secara umum dapat dibagi ke
dalam kategori beriku (CDC,2015) :
Pendekatan Perilaku dan Komunikasi
Pendekatan perilaku dan komunikasi membantu anak-anak dengan ASD.
Pendekatan pengobatan penting untuk orang dengan ASD disebut analisis perilaku
terapan (ABA). ABA telah diterima secara luas di kalangan tenaga kesehatan dan
digunakan di banyak sekolah dan klinik pengobatan. ABA mendorong perilaku positif
dan menghambat perilaku negatif dalam rangka meningkatkan berbagai keterampilan.
Kemajuan anak dilacak dan diukur.
7 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Ada berbagai jenis ABA. Berikut adalah beberapa contoh:
- Pelatihan Percobaan Terpisah (DTT)
DTT adalah gaya mengajar yang menggunakan serangkaian uji coba
untuk mengajar setiap langkah dari perilaku yang diinginkan atau respon.
Pelajaran dipecah menjadi bagian-bagian yang paling sederhana dan penguatan
positif digunakan untuk menghargai jawaban dan perilaku yang benar.
Jawaban yang salah akan diabaikan.
- Awal Intervensi Perilaku Intensif (EIBI)
Ini adalah jenis ABA untuk anak-anak yang muda dengan ASD.
- Pelatihan Respon Penting (PRT)
PRT bertujuan untuk meningkatkan motivasi anak untuk belajar,
memonitor perilaku sendiri, dan memulai komunikasi dengan orang lain.
Perubahan positif dalam perilaku ini harus memiliki efek luas pada perilaku
lainnya.
- Verbal Behavior Intervensi (VBI)
VBI adalah jenis ABA yang berfokus pada pengajaran keterampilan
verbal.
Terapi lain yang dapat menjadi bagian dari program perawatan lengkap untuk anak
dengan ASD meliputi: Perkembangan, Individual Differences, Pendekatan Hubungan
Berbasis (DIR, juga disebut "Floortime"). Floortime berfokus pada pengembangan emosional
dan relasional (perasaan, hubungan dengan pengasuh). Hal ini juga berfokus pada bagaimana
anak berhubungan dengan pemandangan, suara, dan bau (CDC, 2015)
Terapi okupasi
Terapi okupasi mengajarkan keterampilan yang membantu orang hidup sebagai
mandiri mungkin. Keterampilan mungkin termasuk berpakaian, makan, mandi, dan
berhubungan dengan orang-orang (CDC, 2015).
Terapi Integrasi Sensory
8 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Terapi integrasi sensorik membantu orang kesepakatan dengan informasi sensorik,
seperti pemandangan, suara, dan bau. Terapi integrasi sensorik dapat membantu seorang anak
yang terganggu oleh suara-suara tertentu atau tidak suka disentuh (CDC, 2015)
Terapi Bicara
Terapi wicara membantu meningkatkan kemampuan komunikasi seseorang. Beberapa
orang dapat belajar keterampilan komunikasi verbal. Bagi orang lain, menggunakan gerakan
atau papan gambar yang lebih realistis (CDC, 2015).
The Picture Bursa Sistem Komunikasi (Pecs)
Pecs menggunakan simbol gambar untuk mengajarkan keterampilan komunikasi.
Orang diajarkan untuk menggunakan simbol-simbol gambar untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dan memiliki percakapan (CDC, 2015)
Pendekatan diet
Beberapa pengobatan diet telah dikembangkan oleh terapis yang handal. Tetapi
banyak dari perawatan ini tidak memiliki dukungan ilmiah untuk rekomendasi luas. Diet
perawatan didasarkan pada gagasan bahwa alergi makanan atau kurangnya vitamin dan
mineral menyebabkan gejala ASD. Beberapa orang tua merasa bahwa perubahan pola makan
membuat perbedaan dalam bagaimana anak mereka bertindak atau merasa.
Terapi diet disini erat kaitannya dengan salah satu patofisiologi dimana peranan
gastrointestinal berhubungan dengan autism. Pada studi yang telah dilakukan, telah diteliti
sebanyak 500 anak dengan autism dan 300 diantaranya memiliki tanda-tanda celiac disease
yaitu diare dengan frekuensi sering serta intoleransi makanan yang timbul pada jenis makanan
yang mengandung susu dan produk sapi. Celiac disease ini dipostulasikan timbul karena
adanya atrofi vili intestinal yang disebabkan oleh system imun pencernaan terhadap gliadin,
sebuah protein yan terdapat pada gluten. Terapi diet pada autism bertujuan untuk mengurangi
derajat keparahannya serta berusaha untuk seminimal mungkin terkontaminasi dengan gluten
yang terdapat pada makanannya. Karena dalam penelitian ini dibuktikan dengan pada anak
9 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
yang terekspos ulang dengan gluten setelah periode bebas gluten menunjukkan gejala autism
yang semakin memburuk (Ratajczak, 2011).
Obat
Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan ASD atau bahkan mengobati gejala utama.
Tetapi ada obat yang dapat membantu beberapa orang dengan gejala terkait. Sebagai contoh,
obat-obatan dapat membantu ketidakmampuan untuk fokus, depresi, atau kejang.
Pelengkap dan Pengobatan Alternatif
Untuk meringankan gejala ASD, beberapa orang tua dan profesional kesehatan
menggunakan perawatan yang berada di luar apa yang biasanya direkomendasikan oleh
dokter anak. Jenis perawatan yang dikenal sebagai pengobatan komplementer dan alternatif
(CAM). Mereka mungkin termasuk diet khusus, khelasi (pengobatan untuk menghilangkan
logam berat seperti timbal dari tubuh), biologi (misalnya, secretin), atau sistem berbasis tubuh
(seperti tekanan dalam).
10 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
BAB III
PENUTUP
Autisme memiliki angka kejadian yan terus meningkat dari tahun ke tahun secara
global, hal ini dapat disebabkan oleh adanya kerusakan genetic seperti pada gen Fragile X,
mutasi pada gen BETIS 2 dan masih banyak gen-gen lain yang juga berperan dalam kejadian
autisme ini. Untuk hak itu, penegakan diagnosis yang baik patut dicapai agar target
pengobatan anak dengan autism dapat berjalan dengan efektif, dalam hal ini digunakan
kriteria diagnosis dari DSM-V sebagai penegakan diagnosisnya secara global, serta PPDGJ III
untuk pedoman di Indonesia. Banyak terapi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita autism diantaranya adalah farmokologi dan non farmakologi. Dalam masa
sekarang, terapi nutrisi merupakan terapi yang mulai banyak dipilih, salah satunya adalah
mengurangi konsumsi gluten dalam makanan karena menurut penelitian kandunan protein
dalam gluten dapat menimbulkan celiac disease dan keparahan derajat autism. Selain itu juga
terdapat terapi non farmokologi lain yang pemilihan nya sesuai dengan kebutuhan pasien.
11 | P a g e
Analisis Jurnal - Autisme Blok 17
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Disorder 5ed.
Washington DC, London : American Psychiatric Publishing.
Frank-Briggs A. 2012. Autism in Children: Clinical Features, Management and Challenges.
The Nigerian Health Journal. 12(2): 27-30.
Gabis L, Pomeroy J, 2014. Etiologic Classification of Autism Spectrum Disorders. IMAJ
vol. 16. Accessed on April 13th 2015, Available at
http://www.ima.org.il/FilesUpload/IMAJ/0/79/39892.pdf
Gitayanti, H, Sylvia, D. Elvira. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Ratajczak H., 2011. Theoretical aspects of autism: Causes—A review. Journal of
Immunotoxicology, 2011; 8(1): 68–79. Accessed on April 13th 2015, Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21299355
Kim, S. K. (2015). Recent update of autism spectrum disorders. Korean Journal of
Pediatrics, 58(1), 8–14. doi:10.3345/kjp.2015.58.1.8
Samsam M, Ahangari R, Naser S., 2014. Pathophysiology of autism spectrum disorders:
Revisiting gastrointestinal involvement and immune imbalance. World Journal of
Gastroenterology 7; 20(29): 9942-995. Accessed on April 13th 2015, Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25110424
Watts JT, 2008. The Pathogenesis of Autism. Clinical Medicine: Pathology. 99–103.
Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160002/[Accessed on
April 14th 2015]
12 | P a g e