Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

34
ETIOLOGI, DIAGNOSIS AUTISME BAB I PENDAHULUAN Anak merupakan harta yang paling berharga bagi setiap orangtua, yang harus dijaga, disayangi, dan diberi perhatian yang khusus terutama jika anak masih berada pada masa tumbuh kembang anak, yaitu antar usia lahir sampai 8 tahun. Dimasa inilah anak berada pada fase keemasan atau yang sering kita sebut dengan golden age, karena di usia ini 80% otak anak berkembang dengan baik. Seperti halnya yang dikatakan oleh Hurlock (1978:34) yang mengatakan bahwa perkembangan anak pada usia awal mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. 1 Keterbatasan kemampuan intelektual, ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dari fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang dimulai sebelum usia 18 tahun, dimana 1,5 sampai 2% dari populasi di negara-negara Barat mengalami keterbatasan kemampuan intelektual. Diagnosis keterbatasan kemampuan intelektual biasanya dibuat ketika tes IQ menunjukkan IQ kurang dari 70, yang berarti bahwa sering diagnosis tidak dibuat sampai akhir masa kanak-kanak atau dewasa awal. Namun, kebanyakan orang dengan keterbatasan kemampuan intelektual diidentifikasi sejak awal masa kanak- kanak dikarenakan anak memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan, diantaranya keterlambatan perkembangan motorik, kognitif, dan keterlambatan bicara. 2 1

description

paper

Transcript of Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

Page 1: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

ETIOLOGI, DIAGNOSIS AUTISME

BAB I

PENDAHULUAN

Anak merupakan harta yang paling berharga bagi setiap orangtua, yang harus

dijaga, disayangi, dan diberi perhatian yang khusus terutama jika anak masih berada

pada masa tumbuh kembang anak, yaitu antar usia lahir sampai 8 tahun. Dimasa inilah

anak berada pada fase keemasan atau yang sering kita sebut dengan golden age, karena di

usia ini 80% otak anak berkembang dengan baik. Seperti halnya yang dikatakan oleh

Hurlock (1978:34) yang mengatakan bahwa perkembangan anak pada usia awal

mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.1

Keterbatasan kemampuan intelektual, ditandai dengan keterbatasan yang signifikan

dari fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang dimulai sebelum usia 18 tahun, dimana 1,5

sampai 2% dari populasi di negara-negara Barat mengalami keterbatasan kemampuan

intelektual. Diagnosis keterbatasan kemampuan intelektual biasanya dibuat ketika tes IQ

menunjukkan IQ kurang dari 70, yang berarti bahwa sering diagnosis tidak dibuat sampai

akhir masa kanak-kanak atau dewasa awal. Namun, kebanyakan orang dengan keterbatasan

kemampuan intelektual diidentifikasi sejak awal masa kanak-kanak dikarenakan anak

memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan, diantaranya keterlambatan

perkembangan motorik, kognitif, dan keterlambatan bicara.2

Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke III (1993)

dijelaskan bahwa autisme merupakan salah satu gangguan PDD (Pervasive Development

Disorder), yang biasanya muncul sebelum usia 3 tahun, dan ditunjukkan dengan adanya

hambatan dalam tiga bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi, serta adanya perilaku yang

terbatas dan berulang.3

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, sekitar 1 dari 68 anak-anak

AS mengalami Autism Spectrum Disorder (ASD). Kategori gangguan tersebut didefinisikan

sebagai gangguan komunikasi dan interaksi sosial, keterbatasan sosial/ perilaku repetitif /

kehilangan minat, hal ini telah mendapat perhatian dari para peneliti dimana mereka berusaha

untuk memahami hubungan antara penyebab dan gejala perilaku yang ditunjukan. Beberapa

gejala yang terjadi pada banyak orang dengan ASD tampaknya memiliki hubungan dekat

1

Page 2: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

dengan pendengaran, termasuk kurang beresponnya rangsangan pendengaran,

hipersensitivitas terhadap suara tertentu, dan kesulitan memahami unsur-unsur pembicaraan.4

Jumlah penyandang autisme ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun

1987, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1: 5.000 kelahiran. Sedangkan pada tahun

1997, angka itu berubah menjadi 1: 500 kelahiran. Pada tahun 2000, naik lagi menjadi 1: 250

kelahiran. Tahun 2006, jumlah anak autis diperkirakan 1: 100 kelahiran. Pada tahun 2007

diperkirakan lebih dari 400.000 anak di Indonesia menyandang autisme (Kelana & Larasati,

2007, Kromosom Abnormal Penyebab Autisme). Namun demikian, menurut Yayasan

Autisme Indonesia, jumlah anak yang menyandang autisme memang semakin meningkat

dari tahun ke tahun, tetapi belum ada survey mengenai jumlah pasti anak di Indonesia yang

menderita autis.3

Dengan semakin meningkatnya jumlah anak penyandang autisme diharapkan

kesadaran orangtua untuk mencari layanan khusus buat anak mereka.3 Terdapat beberapa jenis

terapi anak autisme yang ditawarkan di pusat-pusat terapi, diantaranya ialah Terapi

Wicara (Speech Therapy), dan Terapi Perilaku Applied Behavioral Analysis (ABA).1

2

Page 3: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos = diri dan isme = paham, aliran.

Autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan secara kompleks

yang meliputi gangguan bahasa, komunikasi, prilaku, dan interaksi sosial. Autisme

adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya

gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan

interaksi sosial.5,18

Autism Spectrum Disorder (ASD) didefinisikan sebagai gangguan dan keterbatasan

interaksi sosial dan perilaku repetitif. Satu tanda-tanda awal dari ASD yaitu berkurangnya

perhatian sosial. Berkurangnya perhatian sosial dianggap sebagai manifestasi dari

ketidakpedulian sosial yang memiliki efek pada proses perkembangan anak dengan

terbatasnya pengalaman interaksi sosial anak.1,6

B. Etiologi Autisme

1. Teori psikososial

Dalam laporan awalnya Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik

sebagai penyebab autisme: orang tua yang emosional, kaku dan obsesif yang mengasuh

anak mereka dalam suatu atmosfer yang secara emosional kurang hangat bahkan dingin.

Pendapat lain mengatakan adanya trauma pada anak yang disebabkan karena hostilitas

yang tidak disadari dari ibu, yang sebenarnya tidak menghendaki anak ini, mengakibatkan

gejala penarikan diri pada anak dengan autism. Menurut Brunno Bettelheim, perilaku

orang tua dapat menimbulkan perasaan erancam pada anak. Teori-teori ini pada sekitar

tahun 1950-1960 sempat membuat hubungan dokter dengan orang tua mengalami krisis

dan menimbulkan perasaan bersalah dan bingung pada orang tua yang telah cukup berat

bebannya dengan mengasuh anak autistik. Sekarang teori ini tidak dipakai lagi.7,8,

3

Page 4: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

2. Teori biologis

Teori ini berkembang karena beberapa fakta sebagai berikut: adanya hubungan yang

erat dengan retardasi mental (75-80%), perbandingan laki-laki : perempuan = 4:1,

meningkatkan insidens gangguan kejang (25%) da nada beberapa kondisi medis dan

genetik yang mempunyai hubungan dengan gangguan ini. 7,8,9

Sehingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autistik ini merupakan suatu sindrom

perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang memengaruhi system saraf

pusat. Walaupun sampai saat ini belum diketahui dengan pasti dimana letak

abnormalitasnya, diduga adanya disfungsi batang otak dan meso limbik, namun dari

penelitian terakhir ditemukan kemungkinan adanya keterlibatan serebelum.

Berbagai kondisi tersebut antara lain :7,8,9

a) Faktor genetik :

Hasil penelitian pada keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor

genetik yang berperan dalam perkembangan autisme. Pada anak kembar satu sel telur

ditemukan sekitar 36-89% sedang pada anak kembar dua telur 0%. Pada penelitian

dalam keluarga ditemukan 2,5% autism pada saudara kandung, yang berarti 50-100

kali lebih tinggi di banding pada populasi normal. Penelitian terbaru menemukan

adanya peningkatan gangguan psikiatrik pada anggota keluarga dari anak autistik,

berupapeningkatan insidens gangguan afektif dan anxietas, juga peningkatan

gangguan dalam fungsi sosial. Juga telah ditemukan adanya hubungan autisme dengan

sindrom fragile-X, yaitu suatu keadaan abnormal dari kromosom X. Pada sindrom ini

di temukan berbagai gejala, seperti retardasi mental dari yang ringan sampaiyang

berat, kesulitan belajar pada yang ringan, daya ingat jangka pendek yang buruk, fisik

yang abnormal pada 80% laki-laki dewasa, clumsiness, serangan kejang, dan

hiperrefleksi. Sering tampak pula gangguan perilaku seperti hiperaktif, perhatian yang

tersebar, impulsif, dan anxietas.7,8,9

Gambaran autistik seperti tidak mau bertukar pandang, stereotipik,

pengulangan kata-kata, perhatian atau minat terpusat pada suatu benda atau abjek

sering ditemukan. Di duga terdapat 0-20% sindrom fragile-X pada autism, walau

demikian hubungan kedua kondisi ini masih diperdebatkan.7,8,9,10

b) Faktor peri-natal:

4

Page 5: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

Komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga ditemukan

pada anak autistik. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah adanya

perdarahan setelah trisemester pertama dan adanya feses janin pada cairan

amnion , yang merupakan tanda bahaya dari janin (fetal distress). Penggunaan

obat-obatan tertentu pada ibu yang sedang mengandung diduga ada hubungan

dengan timbulnya autism. Adanya komplikasi waktu bersalin seperti terlambat

menangis, gangguan pernafasan, anemia pada janin, juga di duga ada hubungan

dengan autism.7,8,9

c) Model neuroanatomi:

Berbagai kondisi neuropatologi diduga dapat mendorong timbulnya gangguan

perilaku pada autisme. Ada beberapa daerah di otak anak autism yang diduga

menggalami disfungsi. Adanya kesamaan perilaku autistik dan perilaku abnormal

pada orang dewasa yang diketahui mempunyai lesi di otak dijadikan dasar dari

beberapa teori penyebab autisme.7,8,9

d) Hipotesis neurokimiawi

Sejak ditemukan adanya kenaikan kadar serotonin di dalam darah pada

sepertiga anak autistik (1961), fungsi neurotransmiter pada autisme menjadi focus

perhatian banyak peneliti. Dengan anggapan bila disfungsi system neurotransmiter

akan dapat dikoreksi.7,8,9

Beberapa jenis neurotransmiter yang diduga mempunyai hubungan dengan

autisme antara lain: serotonin, dopamin, dan opioid endogen.

3. Teori Imunologi

Ditemukannya penurunan respon system imun pada beberapa anak autis

meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus autism.

Ditemukannya antibody beberapa ibu terhadap antigen lekosit anak mereka yang

autistik, memperkuat dugaan ini karena ternyata antigen leukosit itu juga ditemukan

pada sel-sel otak, sehingga antibody ibu dapat secara langsung merusak jaringan saraf

otak janin, yang menjadi penyebab timbulnya autism. 7,8,9

4. Infeksi virus

Peningkatan frekuensi yang tinggidari gangguan autisme pada anak-anak

dengan congenital rubella, herpes simplex, encephalitis, dan cytomegalovirus

5

Page 6: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

infection , juga pada anak-anak yang lahir selama musim semi dengan kemungkinan

ibu mereka menderita influenza musim dingin saat mereka ada di dalam rahim, telah

membuat peneliti menduga infeksi virus ini merupakan salah satu penyebab

autism.7,8,10

jurnal Nature Genetics, penelitian yang dilakukan terhadap 1200 keluarga

dengan melibatkan 120 ilmuan dan 50 lembaga di lebih dari 19 negara berhasil

menemukan kromosom 11 dan gen khusus yang bernama neurexin 11 sebagai biang

keladi penyebab Autis. Sebelumnya para ahli menduga kesalahan dalam cetak biru

genetis sebagai penyebab Autis. Neurexin merupakan bagian dari keluarga gen yang

membantu komunikasi sel syaraf. Menurut para ilmuwan gen ini memainkan peran

penting dalam terjadinya sindrom autis.11

Sebuah penilitian mengenai Autism Spectrum Disorder in Africa memaparkan

bahwa faktor etiologi umum untuk ASD pada anak-anak Afrika diantaranya anak

dengan pasca-ensefalitis infeksi atau sepsis sebelum timbulnya gejala faktor ASD,

genetik dan auto-imun dan kekurangan vitamin D.12

C. Gambaran klinis

Biasanya gejala autisme mulai muncul sebelum usia 3 tahun dan ditandai kegagalan

dalam perkembangan berbahasa dan kegagalan dalam menjalin hubungan dengan orangtuanya

– merupakan alasan yang paling sering dari orangtua anak autistik untuk mengadakan kontak

dengan tenaga medis12,13

Sebenarnya bila orangtua atau dokter dapat lebih cermat mengamati, anak sudah

memperlihatkan gejala sejak bayi dengan CD 0-3 sudah dapat dipastikan pada usia 5 bulan

anak menderita gangguanrelasi dan komunikasi (lihat lampiran). Sebagai bayi, anak austik

mungkin akan terbaring di boksnya atau asyik bermain sendiri selama berjam-jam tanpa

menagis ataupun membutuhkan orangtuanya, sehingga pada awalnya orangtua mengira ia

anak yang manis, yang mudah diatur. Walau ada juga yang justru rewel dan sering menangis

tanpa sebab yang jelas12,13

Hal ini berlawanan dengan perkembangan normal bayi, dimana seharusnya bayi dapat

berinteraksi dengan merespon wajah orang dewasa yang menatapnya berupa tersenyum.

Beberapa orangtua takut anaknya tuli, karena anak tidak ada reaksi bila di panggil. Sangat

jarang orangtua yang melaporkan anaknya mempunyai perkembangan sosial dan bahasa yang

normal, tetapi yang sering justru kehilangan kemampuan berbahasa dan menarik diri dari

interaksi sosial.13,14

6

Page 7: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

1. Hambatan kualitatif dalam komunikasi verbal atau nonverbal dan dalam bermain

Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan bicara merupakan keluhan yang

sering diajukan pada orang tua, sekitar 50% mengalami hal ini. Bergumam yang biasanya

muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata, mungkin tidak tampak pada anak

austistik. Sering mereka tidak memahami ucapan yang di tujukan pada mereka. Biasanya

mereka tidak menunjuk ataupun memakai gerakan tubuh menyampaikan keinginannya ,

tetapi dengan mengambil tangan orang tuanya untuk dipakai mengambil objek yang

dimaksud. Mereka mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan juga

kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai atau benar. Bahwa satu

kata mempunyai banyak arti mungkinsulit untuk dapat dimengerti oleh mereka.14,15

Anak autistik sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang

pernah ia dengar sebelumnya tanpa maksud untuk berkomunikasi. Bila bertanya sering

menggunakan kata ganti orang dengan terbalik ‘saya’ jadi ‘kamu’ dan menyebut diri

sendiri sebagai ‘kamu’. Mereka sering berbicara pada diri sendiri, dan mengulang

potongan kata atau lagu dari iklan televise dan mengucapkannya di muka orang lain dalam

suasana yang tidak sesuai. Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti ‘kiasan’ ,

seperti seorang anak berkata ‘sembilan’ , setiap mereka melihat kereta api. Anak-anak ini

juga memiliki kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara dengan

baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka bicara, memilih topic pembicaraan, atau

melihat kepada lawam bicaranya . mereka akan terus mengulang-ulang pertanyaan

biarpun mereka telah mengetahui jawabannya atau memperpanjang pembicaraan tentang

topic yang mereka sukai tanpa memperdulikan lawan bicaranya, bicaranya sering

dikatakan monoton, kaku atau menjemukan, mereka juga sukar mengatur volume

suaranya, tidak tahu kapan mesti merendahkan volume suara misal di restoran atau sedang

membicarakan hal-hal bersifat pribadi. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau

emosinya melalui ada suara. Komunikasi nonverbal juga mengalami gangguan. Mereka

sering tidak menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan

perasaannya atau untuk meraba-rasakan perasaan orang lain, misal : menggelengkan

kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis dan sebagainya.7,8

2. Aktivitas dan minat yang terbatas:

Abnormalitas dalam bermain terlihat pada anak autistik, seperti stereotipi, diulang-

ulang, dan tidak kreatif. Beberapa anak tidak menggunakan mainannya dengan sesuai,

juga kemampuannya untuk menggantikan suatu benda lain yang sejenis sering tidak

sesuai. Anak autistik menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru.

7

Page 8: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

Contohnya seorang anak autistik akan mengalami kesukaran bila jalan yang biasa ia

tempuh ke sekolah diubah atau piring yang biasa ia pakai untuk makan diganti. Mainan

baru mungkin akan ditolak sampai berminggu-minggu kemudia baru bisa ia terima .

mereka kadang juga memaksakan rutinitaspada orang lain, contohnya seorang anak laki-

laki akan menangis bila waktu naik tangga ibu tidak menggunakan kaki kanannya lebih

dahulu. Mereka juga sering memaksakan orang tua untuk mengulang, suatu kata atau

potongan kata. 7,8

Dalam hal minat: terbatas, sering aneh dan diulang-ulang. Misal mereka sering

membuang waktu berjam-jam hanya untuk memainkan sakelar listrik memutar-mutar

botol, atau mengingat-ingat rute kereta api. Mereka mungkin sulit dipisahkan dari suatu

benda yang tidak lazim dan menolak meninggalkan rumah tanpa benda tersebut , misal

seorang anak laki-laki yang selalu membawa penghisap sebu kemanapun. Stereotipi

tampak pada hampir semua anak autistik termasuk melompat naik turun, memainkan jari-

jari tangannya di depan mata, menggoyang-goyang tubuhnya, atau menyeriingai. Mereka

juga menyukai objek yang berputar seperti memandang putaran kipas angin , roda mobil,

atau mesin cuci.8,9

3. Gangguan kognitif

Hampir 75%-80% anak autistik mengalami retardasi mental, dengan derajat

retardasinya rata-rata sedang. Menarik untuk diketahui bahwa beberapa orang autistik

menunjukan kemanpuan memecahkan masalah yang luar biasa, seperti mempunyai daya

ingat yang sangat baik, kemampuan membaca yang diatas batas penampilan

intelektualnya (hiperleksia).8,9

4. Gangguan pada perilaku motoric

Kebanyakan anak autistik menunjukan adanya stereotipi, seperti bertepuk-tepuk

tangan , menggoyang-goyang tubuh. Hiperaktivitas biasa terjadi terutama pada anak

prasekolah. Beberapa anak juga menunjukkan perhatian yang tersebar dan impulsivitas.

Juga didapatkan adanya koordinasi motoric yang terganggu, tiptoe walking, clumsiness,

kesulitan belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan, mengancing

baju.7,8

5. Reaksi abnormal terhadap perangsangan indera

Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara yang keras seperti suara

(hiperakusis) dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara

8

Page 9: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

petasan, gonggongan anjing, atau sirine polisi. Anak yang lain mungkin justru lebih

tertarik dengan suara jam tangan atau remasan kertas. Sinar yang terang , termasuk sinar

lampu sorot di ruang praktek dokter gigi, mungkin membuatnya tegang, walau beberapa

anak malah menyukai sinar. Mereka mungkin sangat sensitive terhadap sentuhan,

memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar, seperti wol, atau baju denga label yang

maih menempel, atau berganti baju dari lengan pendek menjadi lengan panjang, semua itu

dapat membuat mereka temper tantrums. Di lain pihak ada juga anak yang tidak peka

terhadap rasa sakit , dan tidak menangis aat mengalami luka yang parah. Anak mungkin

tertari pada rangsang indera tertentu sebagai objek yang berputar.7,8

6. Gangguan tidur dan makan

Gangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur , terbangun tengah malam. Gangguan

makan beupa keengganan terhadap makanana tertentu karena tidak menyukai tekstur atau

baunya, menuntut hanya makan jenis makanan baru, atau pika (makanan zat-zat yang

bukan makanan, misal debu, pasir dll). Dapat sangat menyulitkan para orang tua7,8

7. Gangguan mood atau perasaan atau emosi

Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin menangis atau

tertawa tanpa alasan yang jelas. Sering tampak tertawa sendiri, beberapa anak tampaknya

mudah menjadi emosional. Rasa takut yang sangat kadang-kadang muncul terhadap objek

yang sebetulnya tidak menakutkan. Cemas perpisahan yang berat, juga depresi berat

mungkinditemukan pada anak autistik.7,8

8. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan angresivitas melawan orang lain.

Ada kemungkinan mereka menggigit lengan, tangan atau jari sendiri , sampai

berdarah. Membentur-benturkan kepala, mencubit, menarik rambut sendiri atau memukuli

diri sendiri. Temper tentrums , ledakan agresivitas tanpa pemicu, kurangnya perasaan

terhadap bahaya dapat terjadi pada anak autistik 7,8

9. Gangguan kejang

Terdapat kejang epilepsy pada sekitar10-25% anak austistik. Ada korelasi yang tinggi

antara serangan kejang dengan beratnya retardasi mental, derajat disfungsi susunan saraf

pusat7,8

D. Kriteria Diagnostik Autism7,8,11,25

9

Page 10: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

International Classification of diseases (ICD) 1993 maupun Diagnostic and Statistical

Manual (DSM-IV) 1994, merumuskan criteria diagnosis untuk Autisme infantile adalah:

1. Harus ada 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-

masing satu gejala dari (2) dan (3).

a) Gangguan kualitatif dalam interaksi social yang timbal balik. Minimal harus ada 2

gejala berikut:

i. Tak mampu menjalin interaksi social yang cukup memadai: kontak mata sangat

kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang tertuju.

ii. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.

iii. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).

iv. Kurang mampu mengadakan hubungan social dan emosional yang timbale balik.

b) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu dari gejala-

gejala berikut:

i. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak

berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.

ii. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.

iii. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.

iv. Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru.

c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan

kegiatan. Minimal harus ada dari gejala-gejala berikut:

i. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan

berlebihan.

ii. Terpaku pada kegiatan yang ritualistik dan rutinitas yang tidak ada gunanya.

iii. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.

iv. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda

2. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang

interaksi social, bicara dan berbahasa dan cara bermain yang monoton, kurang variatif.

3. Bukan disebabkan oleh sindrom Rett atau gangguan disintegrasi masa kanak.

10

Page 11: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

E. Diagnosis banding

1. Retardasi mental

Keterampilan sosial dan komunikasi verbal atau nonverbal pada anak retardasi

mental adalah sesuai dengan usia mental mereka. Tes intelegensi biasa menunjukkan

suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes, berbeda dengan anak autistik

hasil tesnya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakan anak dengan

taraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-

tanda autisme yang khas , seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotipi , dan

buruknya kemampuan berkommunikasi.7,8,25

2. Skizofrenia : kebanyakan anak dengan skizofrenia secara umum Nampak normal pada

saat bayi sampai sekitar usia 2-3 tahun, dan baru kemudian muncul halusinasi dan

waham, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan skizofrenia

tidak retardasi mental , sedang pada autisme sekitar 75-80% adalah retardasi

mental.7,8,25

3. Gangguan perkembangan berbahasa : adanya gangguan pada pemahaman dan dalam

mengekspresikan pembicaraan. Namun komunikasi nonverbal-nya baik, dengan

memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotipi

dan gangguan berat dalam interaksi sosial.7,8,25

4. Gangguan penglihatan dan pendengaran : mereka yang buta dan tuli tidak akan

bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai

alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.7,8,25

5. Gangguan kelekatan reaktif : suatu gangguan dalam hubungan sosial pada bayi dan

anak kecil. Keadaan ini dikarenakan pengasuhan yang buruk , sehingga dengan terapi

dan pengasuhan yang baik dan sesuai kondisi ini dapat kembali normal.7,8,25

6. Semua gangguan yang termasuk dalam kelompok PDD : sindrom Asperger, sindrom

Rett, Autisme tak khas, gangguan disintegratif masa kanak, PDD- NOS.7,8,25

11

Page 12: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

7. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) : banyak anak autism yang

juga mempunyai gejala hiperaktif, impulsive dan inatensi, namun dengan pengamatan

klinis yang teliti akan tampak bedanya dengan GPPH. Pada GPPH anak masih

mempunyai interaksi sosial yang baik, komunikasi nonverbal yang baik dan minat

atau aktivitas motoric yang sesuai dan terarah, ada tujuan walau tidak sesuai.7,8,25

F. Penanganan Autisme

Makin banyaknya fenomena anak autis belakangan ini, membuat para ahli, baik itu

peneliti, dokter atau psikiater anak berkutat mencari penanganan atas penyakit autis ini.

Menurut para ahli, psikiater anak atau pun para dokter yang menggeluti penyakit autis ini,

Autisme bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan melainkan hanya dapat dikurangi

kelemahannya.11,16

Walaupun autis tidak dapat disembuhkan seratus persen, tetapi penyandang austis dapat

dilatih melalui terapi, sehingga ia bias tumbuh normal seperti anak sehat lainnya. Dalam hal

ini, terapi saja tidak akan berhasil karena diperlukan peran orang tua dalm melihat

perkembangan anaknya. Oleh karena itu, kunci kesembuhan autis adalah orang tua dan terapi

tat laksana perilaku.16,17

Anak penyandang autis yang memiliki mental retardasi akan membutuhkan

pengawasan dan bantuan untuk menjalani rutinitas sehari-hari seumur hidupnya. Strategi

penangananuntuk anak-anak ini biasanya menekankan pada menghilangkan perilaku

berbahaya, melukai diri (misalnya membersihkan diri setelah buang air kecil/besar atau cara

menggunakan kamar mandi, berpakaian, makan dan minum sendiri), kepatuhan pada

peraturan atau permintaan sederhana, munculnya perilaku emosional dan sosial yang

sederhana, mengkomunikasikan/mengutarakan kebutuhannya, bermain.11,16

Berikut adalah terapi-terapi yang sedikitnya dapat dilakukan dan biasa diterapkan di

yayasan-yayasan yang bergerak dalam memberikan terapi dan pembelajaran sebagai

penanganan terhadap anak penyandang autis:

1. Terapi Prilaku

Metode Lovaas merupakan terapi perilaku intensif dengan pendekatan kepada

anak-anak dengan penyakit autis atau gangguan pervasif lainnya yang berhubungan

dengan Autisme tersebut. Metode Lovaas ini juga dikenal sebagai UCLA Programme

atau Program UCLA (University of California Los Angeles) yang pertama kali

diperkenalkan oleh Prof. Ivar O. Lovaas yang juga dikenal di seluruh dunia dengan

Applied Behavioral Analysis (ABA).12,13

Tabel 1. Kurikulum ABA Tahap Awal (Beginner)11

12

Page 13: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

Jenis Kemampuan Keterangan

Attending Skill Sits independently, eye contact.

(dapat duduk secara mandiri, terdapat kontak mata dengan

orang lain)

Imitation Skill Gross, fine and oral motor skills.

(kemampuan bersuara dengan jelas, kemampuan motorik

kasar yang baik, gerakan motorik mulut dengan baik)

Receptive language

Skill

Body parts, identification, one step instruction.

(bisa mengenali anggota tubuh, mampu mengerjakan satu

langkah perintah)

Expresive

Language Skill

Imitates sounds, labeling, yes/no, greeting, answer simple

question.

(menirukan suara, menamai sesuatu, menjawab iya atau

tidak dan menjawab pertanyaan sederhana)

Pre-Academic Skill Matching, complete activitiesindependently, counting and

identifies shapes, colors and letter.

(mencocokkan, mengerjakan secara benar dengan mandiri,

menghitung dan mengenali bentuk, warna juga huruf)

Self help Skill Get undressed independently, eats independently, toilet

training.

(membuka baju sendiri, makan dengan mandiri,

mengerjakan aktivitas toilet sendiri)

Tabel 2. Kurikulum ABA Tahap Menengah (Intermediate)7

Jenis Kemampuan Keterangan

Attending Skill Sustains eye contact, responds to name.

(Belajar menjaga kontak mata, menjawab dan menyebutkan

sesuatu)

Initation Skill Imitates sequences, copies simple drawing, pairs action

with sound.

(meniru dan mengikuti gambar sederhana, mencocokan

tindakan dengan suara).

Receptive Language

Skill

Two step instruction, identifies attributes, pretends,

identifies categories, pronouns, propositions, emotions,

13

Page 14: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

gender.

(melakukan instruksi dua langkah, mengenal kategori,

mengenal kata ganti, pernyataan, emosi dan jenis kelamin)

Expresive

Language Skill

Two and tree word phrases. Request desired itemd, labels

according to function, simple sentences, reciprocates

information, ask “wh” questions.

(menguasai dua dan tiga frase, kalimat permintaan,

menamai benda menurutfungsinya, berbicara dengan

kalimat sederhan saling member informasi, bertanya

“mengapa”, “kapan”, “Dimana” dll.

Pre-Academic Skill Matches by category, gives specifies quantity of items,

uppercase/lowercase letters, more/less, simple worksheets,

copies letter and numbers, writes name, cuts with scissors,

colors within a boundary.

(mencocokkan benda berdasarkan kategori, memberi

sejumlah barang spesifik, belajar huruf besar dan kecil,

belajar mengenai lebih atau kurang, table sederhana,

menyalin huruf dan angka, menulis nama, menggunting,

mewarnai di dalam garis.

Self-help Skill Get dressed independently, puts on shoes, puts on coat,

self-initiates toileting.

(belajar memakai baju sendiri, memakai sepatu,

mengenakan jas hujan dan berkegiatan toilet dengan

mandiri)

Tabel 3. Kurikulum ABA Tahap Lanjut (Advanced)

Jenis Kemampuan Keterangan

Attending Skill Maintains eye contact during conversation and group

instruction.

(belajar menjaga kontak mata selama terjadi percakapan

dan mendengarkan sejumlah pertanyaan)

Imitation Skill Complex sequencing, peer play, verbal responses to peers.

(belajar menirukan perkataan yang beruntun dan kompleks,

bermain dengan teman, menjawab dengan kata-kata pada

14

Page 15: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

teman-temannya)

Receptive Language

Skill

Three-step instructions, same/different, identifies what

doesn’t belong, plural/singular,

understanding”ask…”versus’tell…”

(menuruti perintah 3 tahap, memahami persamaan dan

perbedaan, mengenal apa yang tidak cocok, jamak/tunggal,

mengerti’bertanya…”dan”mengucapkan…”

Expresive

Language Skill

Utilizes”I don’t know retell story, recall past events, ask

for clarification

(memahami penggunaan kata “Saya tidak taau”

Menceritakan ualng cerita, menceritakan apa yang pernah

terjadi, meminta klarifikasi, menguasai kata ganti pemilik,

kalimat kerja, pemahaman pernyataan)

Abstract Language Complete patterns, reading names letter sounds,

consonants, spelling, states word meaning, simple

synonym, ordinal numbers, identidies rhyming words,

writes simple words from memory, add single-digit number.

(membuat pola utuh,membaca, menyebutkan suara huruf,

mengeja, menyatakan makna kata, persamaan kata

sederhana).

Social Skill Follow directions from peers, answers questions from pers,

responds to play statements to peers, offers and accepsts

peer assistance.

(mengikuti petunjuk dari orang sekitar, menjawab

pertanyaan)

School Readiness Wait turns, demonstrates new responses through obsevatio,

follow group instruction, sing nursery rhymes, answer

when called on, raises hand, story-time, show and tell.

(menunggu, mendemonstrasikan tanggapan baru melalui

observasi sebelumnya)

Self help Skill Brushes teeth, zippers, buttons, snaps.

(menyikat gigi, meresleting, mengancing)

2. Terapi Wicara

15

Page 16: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

Terapi Wicara adalah terapi yang dilakukan jika ditemukan adanya kesulitan

berkomunikasi atau ganguan dalam berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun

anak. Terapis Wicara (orang yang memberikan terapi berbicara) dapat diminta untuk

berkonsultasi dan konseling, mengevaluasi, memberikan perencanaan maupun

penanganan untuk terapi, dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus. Terapi

Wicara pada Autistik Spectrum Disorders (ASD) bersifat, verbal, non-verbal dan

kombinasi.11,18

Anak-anak dengan autisme sering menunjukkan gangguan dalam berbicara dan

berbahasa (Paul, 2008). Mungkin beberapa anak tak pernah dapat berbicara dengan baik

dalam beraktivitas dan berkomunikasi dengan orang lain. (Yoder & Stone, 2006).

Kegagalan untuk mengembangkan kemampuan berbicara dikaitkan dengan gangguan

seumur hidup dari beberapa perilaku adaptif (Lord & Pick-les, 1996; Paulus) dan

mengalami kesulitan dalam mencapai/melakukan hal yang mendasar/hari-hari dan hal

yang diinginkan (Carr & Durand, 1985; Halle & Meadan, 2007). Walaupun anak-anak

dapat diajarkan alternatif dan topografi komunikasi augmentatif (misalnya, Charlop-

Christy, Carpenter, Le, LeBlanc, & Kellet, 2002), anak-anak yang memperoleh latihan

verbal/berbicara selama tahun –tahun pra-sekolah –menunjukan hasil yang lebih baik

dalam kemampuan berbahasa secara reseptif dan ekspresif, keterampilan akademik, dan

perilaku sosial selama hidupnya (Paul;. Tager-Flusberg et al, 2009). Oleh karena itu,

latihan verbal/berbicara untuk anak-anak dengan autisme menjadi prioritas sebagai

program intervensi awal.19

G. Penanganan gangguan berbahasa pada penderita Autisme dengan pendekatan Non Verbal

Denver Model and PROMPT interventions

Dua pendekatan umum untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi pada

anak-anak dengan autisme telah tersedia selama bertahun-tahun. Pendekatan ini biasanya

menerapkan teori belajar pada prinsip-prinsip untuk pengembangan berbicara, menggunakan

salah satu dari dua metode utama.20

Metode pertama, umumnya dikenal sebagai " discrete trial teaching ", menggunakan

didaktik, kurikulum yang diarahkan oleh orang dewasa dalam suatu kelompok. Strategi

direktif lebih mengarah ke drilling. Strategi ini dilakukan dengan proses terapis mengucapkan

kata dan anak mencoba mengulangi kata tersebut.20,21

Pertama dijelaskan oleh Wolf, Risley, dan Mees (1964), pendekatan ini telah

dijelaskan oleh Lovaas dan rekan-rekannya (Lovaas, 1981; Lovaas, 2002). Dalam pendekatan 16

Page 17: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

ini, anak dituntun oleh orang dewasa dimana ia menanggapi instruksi sederhana (pelatihan

bahasa reseptif); berupa meniru gerakan motorik dari gerakan mulut dan kemudian meniru

suara. Kemudian belajar mengasosiasikan antara ragam makna kata dalam berbicara dengan

kemampuan ekspresi wajah. Motivasi sangat diperlukan dalm pendekatan ini melalui pujian

yang diberikan pada anak setelah berhasil melakukannya. Banyak penelitian yang diterbitkan

telah mendukung efektivitas pendekatan ini, seperti baru-baru ini penelitian yang dilakukan

oleh Goldstein (2002).20

Pendekatan kedua melibatkan lebih banyak pendekatan yang bersifat naturalistik.

Pendekan yang kedua ini dilakukan dengan melibatkan bermacam-macam mainan karena

bermain adalah media natural bagi anak-anak.20

Kedua pendekatan ini memerlukan intervensi yang intensif, berlatih berkali-kali

sehari, selama periode waktu yang cukup lama. Pendekatan ini pada akhirnya menghasilkan

anak-anak dengan peningkatan dalam kemampuan berkomunikasi pada tahun pertama

pengobatan, dimana anak-anak itu mendapatkan intervensi latihan 25-40 jam per minggu

dengan perawatan dirumah.20

Dengan demikian, teori pemulihan perkembangan melaui latihan berbicara cukup

teoritis, dan pendekatan ini telah dijelaskan juga oleh Prizant dan rekannya (Prizant,

Wetherby, & Rydell, 2000). Denver Model (dijelaskan di Rogers et al, 2000) adalah suatu

pendekatan perkembangan untuk terapi dini dari autisme yang memberikan kurikulum

perkembangan tertentu (individual untuk setiap anak berdasarkan kemampuan saat ini)

menggunakan kombinasi teknik mengajar secara empiris didukung (kelompok anak dan

pelatihan perilaku yang bersifat naturalistik dan affective dyadic exchanges) untuk mencapai

hasil perkembangan tertentu.20

Denver Model menggunakan suatu kurikulum dan metode pengajaran yang didasarkan

pada dua hal yaitu, teknik mengajar dan perhatian terhadap hubungan interpersonal, yang

dibentuk dengan cara yang sangat spesifik. Denver Model dapat diterapkan dalam berbagai

format: instruksi kelompok prasekolah baik kelas inklusif atau khusus, sesi terapi individual,

dan intensif 1: 1 intervensi. Dimana format ini sering digabungkan. 20

Hasil dari anak yang menerima model Denver (Rogers & DiLalla, 1991; Rogers et al,

1986;. Rogers & Lewis, 1989;. Rogers et al, 1987) diperoleh percepatan tingkat

perkembangan kemampuan kognisi, bahasa, dan sosial anak yang didiagnosis dengan autisme

atau PDD-NOS untuk rentang usia 3 sampai 5 tahun secara signifikan.20,21

17

Page 18: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

Dalam beberapa tahun terakhir, terganggunya perkembangan berbicara pada penderita

autisme dikaitkan dengan disfungsi motorik oral (Adams, 1998; Halaman & Boucher, 1998).

Perdebatan mengenai disfungsi motorik oral pada penderita autisme memiliki sejarah yang

panjang. Sebagai hasil dari studi DeMyer dan rekannya (1972) mengemukakan bahwa

dyspraxia mungkin menjadi penyebab dari sindrom ini, sehingga sangat mempengaruhi

komunikasi, perilaku adaptif, dan keterbatasan interaksi dengan orang lain, yang menjadi

penyebab beratnya kecatatan (DeMyer, Hingtgen, & Jackson, 1981). 16

Selama dua puluh tahun terakhir, pendekatan terapi klinis: PROMPT (Prompts for

Restructuring Oral Muscular Phonetic Targets) telah dikembangkan sebagai pengobatan

untuk gangguan bicara pada anak-anak dan orang dewasa yang berbasis pada pemulihan saraf

motorik yang mengatur proses berbicara (Chumpelik (Hayden) 1984).16

Gambar 1. Latihan artikulasi metode PROMPT secara manual26

PROMPT adalah singkatan Anjuran Restrukturisasi Fonetik Target Otot Oral. Teknik

ini adalah pendekatan sentuhan-kinestetik yang menggunakan sentuhan terhadap artikulator

(rahang, lidah, bibir) secara manual dan secara simultan membimbing mereka mengucapkan

kata, frase atau kalimat. Teknik ini mengembangkan kontrol motor dan gerakan otot mulut

yang tepat, seperti menggeser rahang, dan menghilangkan gerakan otot mulut yang tidak

perlu.20

18

Page 19: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

BAB III

PENUTUP

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa etiologi dari autis merupakan multi

faktorial yang saat ini membutuhkan penelitian lebih lanjut serta memerlukan penanganan

komprehensif , baik itu dari suatu tim terpadu yang di dalamnya berasal dari berbagai disiplin

ilmu, dokter (psikiater, dokter anak, neurolog), pendidik, psikolog, ahli terapi wicara, terapi

okupasi, pekerja sosial, juga perawat. Diharapkan dapat dengan mendeteksi dan mendiagnosa

gangguan autisme serta melakukan penanganan yang tepat.

19

Page 20: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

DAFTAR PUSTAKA

1. Artanti PY, Formen A, Diana. Studi deskriptif terapi terhadap penderita autisme pada

anak usia dini di mutia center kecamatan bojong kabupaten purbalingga. Journal of

Early Childhood Education Papers. 2012.

2. Feero WG, Guttmacher AE. Genomics, intellectual disability, and autism. New England

Journal Medical. 2012;366:733-43.

3. Ekawati Y, Wandansari YY. Perkembangan interaksi sosial anak autis di sekolah inklusi:

ditinjau dari perspektif ibu. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala

Surabaya.

20

Page 21: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

4. Carpenter ML, Estrem TL, Crowell RL, Edrisinha CD. Auditory processing skills in

young adults with autism spectrum disorder. Communication Disorders, Deaf Studies &

Hearing Aids. 2014; 22.

5. Handayani RN, Murniati. Pengaruh terapi visual teknik Picture Exchange

Communication (PEC) terhadap kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif pada anak

autisme di SD Purba Adhi Suta Purbalingga. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan

Bangsa Purwokerto. 2014.

6. Lidstone J, Uljarevic M, Kanaris H, Mullis J, Fasoli L, Leekam S. Imitating the Child

with Autism: A Strategy for Early Intervention?. Autism Open Access. 2014; 4,1

7. Widyawati I. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2010; p, 420-440.

8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Gangguan perkembangan pervasif. Dalam: Kaplan-

Sadock sinopsis psikiatri. Edisi 7. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Hal 715-19.

9. Schaafsma M. S, Pfaff W. D. Etiologies underlying sex differences in Autism Spectrum

Disorders. Laboratory of Neurobiology and Behavior, The Rockefeller University, 1230

York Avenue, New York, NY 10065, USA. 2014

10. Setyawan F. Pola penanganan anak autis di yayasan sayab ibu (YSI) Yogyakarta. Jurusan

pengembangan masyarakat islam fakultas dakwah: Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta; 2010

11. Reza MS. Aplikasi terapi untuk anak autis dengan metode lovaas berbasis multimedia

interaktif. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. 2011.

12. Bakare MO, Munir KM. Autism spectrum disorders (ASD) in Africa: a perspective. Afr J

Psychiatry 2011;14:208-210.

13. Bensaid LA. The effect of speaker’s gender and number of syllables on the perception of

words by young children: a developmental study. Journal of speech-language pathology

and applied behavior analysis. 2011; 5, 1-24.

14. Duvall JA, Lu A, Cantor RM, Todd RD, Constantino JN, Geschwind DH. A Quantitative

Trait Locus Analysis of Social Responsiveness in Multiplex Autism Families. Am J

Psychiatry. 2007; 164:656–662.

15. Boddaert N, Chabane N, Belin P, Bourgeois M, Royer V, Barthelemy C, et al. Perception

of complex sounds in autism: abnormal auditory cortical processing in children. Am J

Psychiatry 2004; 161:2117–2120.

16. Sheinkopf JS, Siegel B. Home-based behavioral treatment of young children with autis.

Journal of autismand developmental disorders. 1998; 28,1.

21

Page 22: Paper Etiologi, Diagnosis Autisme,

17. Sallows GO, Graupner TD. Intensive behavioral treatment for children withautism: four-

year outcome and predictor. American journal on mental retardation. 2005;110, 417-438.

18. Wright P, Miles N, Alexander R. The effect of error correction and goal setting with

reinforcement on the acquisition of tacts of form and function of unknown nouns for

individuals with autism. Journal of speech-language pathology and applied behavior

analysis. 2011; 5, 1-7.

19. Palvnick JB, Ferrari SJ, Mannes TJ, Maupin AN, Stewart LS, Goforth AN, et al.

Experimental comparison of brief behavioral and developmental language training for a

young child with autism. Journal of speech-language pathology and applied behavior

analysis. 2011; 5, 35-41.

20. Rogers SJ, Hayden D, Hepburn S, Smith RC, Hall T, Hayes A. Teaching young

nonverbal children with autism useful speech: A pilot study of the Denver Model and

PROMPT interventions. Journal of Autism and Developmental Disorders. 2006.

21. Dunst CJ, Raab M, Trivette CM. Characteristics of naturalistic language intervention

strategies. Journal of speech-language pathology and applied behavior analysis. 2011;

5,3-16.

22. Cohen SB, Scott FJ, Allison C, Williams J, Bolton P, Matthews FE, et al. Prevalence of

autism-spectrum conditions:UK school-based population study. The British Journal of

Psychiatry. 2009; 194, 500–509.

23. Clarke DJ, Littlejhons CS, Corbett JA, Joseph S. Developmental disorders and psychoses

in adult life. British Journal of Psychiatry. 1989; 155, 692-699.

24. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Gangguan perkembangan pervasif. Dalam: Kaplan-

Sadock sinopsis psikiatri. Edisi 7. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Hal 715-19.

25. Sadock BJ, Sadock VA. Editors. Pervasive developmental disorder. Dalam: Kaplan and

sadock comprehensive textbook of psychiatry. Edisi 8. Vol 2. New York: Lippincott

Williams & Wilkins; 2005.h. 3169.

26. Gambar 2 diunduh dari http://www.kidstalkmatters.com/prompt.html

22