AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian...

41
©2003 Digitized by USU digital library 1 AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RINGKASAN Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai angka kematian yang tinggi. Banyak laporan yang menunjukan bahwa pada sepsis terjadi gangguan pembekuan, dimana dapat menyebabkan terjadinya komplikasi suatu sindroma Disseminated Intravascular Coagulation ( DIC). Mekanisme yang amat penting dalam patogenesis DIC pada sepsis adalah aktifasi dari jalur pembekuan ekstrinsik pada sistim pembekuan darah, sedangkan jalur instrinsik pada sepsis tidak memainkan peran yang dominan. Dari jalur ekstrinsik tersebut maka banyak laporan yang menunjukan bahwa tissue factor (TF) banyak terlibat didalam kejadian DIC pada sepsis. Hal ini terbukti bahwa inhibasi dari TF oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dapat mencegah terjadinya DIC. Selain tissue factor, faktor VII (FVII) juga merupakan komponen dari jalur ekstrinsik, tetapi perannya pada sepsis masih kurang jelas dan penelitian faktor VII pada sepsis hingga saat ini masih sedikit sekali. Padahal pasien-pasien sepsis yang berkembang menjadi DIC mempunyai angka kematian yang lebih tinggi daripada pasien-pasien sepsis tanpa tanda-tanda DIC. Pada suatu studi prospektif pada pasien-pasien sepsis dan septic - shock dengan neutropenia yang diinduksi kemoterapi, dilaporkan bahwa terjadinya penurunan aktifitas faktor VIIa dan faktor VII Ag yang secara signifikan lebih besar pada pasien-pasien yang menderita septic -shock. Karena hal tersebut maka kami lakukan penelitian, yaitu berupa pemeriksaan faktor VII pada pasien-pasien sepsis yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan faktor VII pada sepsis secara umum. Penelitian dilakukan bulan Mei 2001 sampai dengan bulan Juli 2002, didapati 28 pasien sepsis dan 18 kontrol. Penderita sepsis adalah pasien yang dirawat-inap di bagian Penyakit Dalam FK USU/RS H. Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria sepsis menurut “The American College of Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCMM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis”. 46 subjek pada awalnya di rekrut dimana 28 adalah pasien sepsis dan 18 subjek kontrol. Dari 28 pasien sepsis tersebut, 7 orang dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi syarat berdasarkan kriteria ekslusi, sehingga populasi akhir berjumlah 39 orang dimana 21 orang menderita sepsis dan 18 orang kontrol. Sampel darah diambil dan dilakukan pemeriksaan assay dari FVII, protrombin time ( PT), activated partial thromboplastin time ( aPTT), thrombin time (TT), jumlah trombosit, jumlah leukosit dan laju endap darah. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik computer dengan program OXSTAT-V. Perbedaan dua parameter ditest dengan test kemaknaan Mann-Whitney U, dianggap bermakna apabila <0.05. Sedangkan hubungan dua parameter dilakukan dengan menggunakan correlation tests. Berdasarkan analisa statistik diperoleh hasil bahwa faktor VII pada pasien – pasien sepsis aktifitasnya secara bermakna lebih rendah dibanding kontrol (p<0.001), dimana mean ± SD pada sepsis 65.50 ± 18.10% dan kelompok kontrol mean ± SD adalah 129.91 ± 18.49%. P rotrombin Time (PT) pada pasien-pasien sepsis lebih tinggi dari kontrol (p<0.001). dan dijumpai korelasi terbalik antara faktor VII dan PT, dimana koefisien korelasinya r = -0.622, p = 0.003.

Transcript of AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian...

Page 1: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 1

AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS

SULIARNI

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RINGKASAN

Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai angka kematian yang tinggi. Banyak laporan yang menunjukan bahwa pada sepsis terjadi gangguan pembekuan, dimana dapat menyebabkan terjadinya komplikasi suatu sindroma Disseminated Intravascular Coagulation ( DIC). Mekanisme yang amat penting dalam patogenesis DIC pada sepsis adalah aktifasi dari jalur pembekuan ekstrinsik pada sistim pembekuan darah, sedangkan jalur instrinsik pada sepsis tidak memainkan peran yang dominan. Dari jalur ekstrinsik tersebut maka banyak laporan yang menunjukan bahwa tissue factor (TF) banyak terlibat didalam kejadian DIC pada sepsis. Hal ini terbukti bahwa inhibasi dari TF oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dapat mencegah terjadinya DIC. Selain tissue factor, faktor VII (FVII) juga merupakan komponen dari jalur ekstrinsik, tetapi perannya pada sepsis masih kurang jelas dan penelitian faktor VII pada sepsis hingga saat ini masih sedikit sekali. Padahal pasien-pasien sepsis yang berkembang menjadi DIC mempunyai angka kematian yang lebih tinggi daripada pasien-pasien sepsis tanpa tanda-tanda DIC. Pada suatu studi prospektif pada pasien-pasien sepsis dan septic -shock dengan neutropenia yang diinduksi kemoterapi, dilaporkan bahwa terjadinya penurunan aktifitas faktor VIIa dan faktor VII Ag yang secara signifikan lebih besar pada pasien-pasien yang menderita septic -shock. Karena hal tersebut maka kami lakukan penelitian, yaitu berupa pemeriksaan faktor VII pada pasien-pasien sepsis yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan faktor VII pada sepsis secara umum. Penelitian dilakukan bulan Mei 2001 sampai dengan bulan Juli 2002, didapati 28 pasien sepsis dan 18 kontrol. Penderita sepsis adalah pasien yang dirawat-inap di bagian Penyakit Dalam FK USU/RS H. Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria sepsis menurut “The American College of Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCMM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis”. 46 subjek pada awalnya di rekrut dimana 28 adalah pasien sepsis dan 18 subjek kontrol. Dari 28 pasien sepsis tersebut, 7 orang dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi syarat berdasarkan kriteria ekslusi, sehingga populasi akhir berjumlah 39 orang dimana 21 orang menderita sepsis dan 18 orang kontrol. Sampel darah diambil dan dilakukan pemeriksaan assay dari FVII, protrombin time ( PT), activated partial thromboplastin time ( aPTT), thrombin time (TT), jumlah trombosit, jumlah leukosit dan laju endap darah. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik computer dengan program OXSTAT-V. Perbedaan dua parameter ditest dengan test kemaknaan Mann-Whitney U, dianggap bermakna apabila <0.05. Sedangkan hubungan dua parameter dilakukan dengan menggunakan correlation tests. Berdasarkan analisa statistik diperoleh hasil bahwa faktor VII pada pasien –pasien sepsis aktifitasnya secara bermakna lebih rendah dibanding kontrol (p<0.001), dimana mean ± SD pada sepsis 65.50 ± 18.10% dan kelompok kontrol mean ± SD adalah 129.91 ± 18.49%. Protrombin Time (PT) pada pasien-pasien sepsis lebih tinggi dari kontrol (p<0.001). dan dijumpai korelasi terbalik antara faktor VII dan PT, dimana koefisien korelasinya r = -0.622, p = 0.003.

Page 2: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 2

Data ini menunjukan bahwa aktivitas faktor VII pada pasien-pasien sepsis lebih rendah daripada orang normal.

BAB I PENDAHULUAN

Sepsis adalah suatu keadaan dimana terjadi reaksi peradangan sistemik

(Inflammatory systemic reaction) yang dapat disebabkan oleh invasi bakteri, virus, jamur atau parasit. Banyak laporan yang menunjukan adanya bukti-bukti kuat bahwa pada sepsis terjadi gangguan pembekuan darah (coagulation) atau gangguan keseimbangan reaksi peradangan (inflammatory reaction). 16,24,32,35,45

Salah satu penyulit yang paling memberikan efek yang sangat berbahaya pada sepsis adalah terjadinya kerusakan organ ( organ damage), yang apabila dalam fase lanjut akan melibatkan lebih dari satu organ ( multiple organ failure=MOF). Keadaan MOF ini biasanya berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. Pada masa lalu dianggap bahwa MOF tersebut suatu keadaan yang semata- mata hanya diakibatkan oleh terjadinya penumpukan fibrin pada micro-thrombus yang terbentuk. Dari keadaan inilah dianggap sebagai awal dari proses yang memacu terjadinya Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Namun demikian, para peneliti juga melihat kenyataan yang agak kontradiktif antara DIC dan sepsis. Pada awalnya para peneliti beranggapan bahwa DIC adalah suatu kelainan peradarahan massif yang tidak dapat dihentikan, tetapi pengamatan yang lebih teliti memperlihatkan bahwa pada sepsis yang sering terlihat adalah MOF yang lebih dominan dan bahkan kadang-kadang perdarahan dapat tidak terjadi sama sekali. Kalaupun perdarahan timbul biasanya terjadi pada fase yang sangat lanjut. Hal ini menyebabkan peneliti menyadari bahwa ada satu mekanisme lain akan terjadinya MOF pada sepsis diluar jalur pemacuan pembekuan darah semata.2,11,20,45. Pada masa akhir-akhir ini telah dicapai kemajuan yang sangat pesat akan pengetahuan mengenai patogenesis dari DIC pada sepsis dan penyulitnya yaitu MOF. Pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara faktor procoagulant dan proinflammatory, sedangkan pada sepsis keseimbangan tersebut terganggu. Pada sepsis, kompleks interaksi antara inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis, tidak seimbang sehingga menimbulkan keadaan dimana proinflammatory pada sepsius sering terjadi lebih dominan ataupun sebaliknya. Dan apabila gangguan keseimbangan ini terjadi meluas (disseminated) maka terjadilah syndroma DIC beserta MOF.16,32. Peran terjadinya DIC pada sepsis ini telah banyak dibuktikan oleh para peneliti dengan terpacunya sistim pembekuan darah endotoksin maupun eksotoksin melalui mediator tumor necrosis factor (TNF) ataupun interleukin-1 (IL-1)16,24,32. bukti-bukti memperlihatkan bahwa ternyata jalur instrinsik pembekuan darah pada sepsis tidak memainkan peran yang dominan. Sedangkan banyak bukti kuat yang menunjukan bahwa jalur ekstrinsik yang memegang peran yang kuat. Dari jalur ekstrinsik tersebut maka banyak sekali laporan yang menunjukan bahwa tissue factor banyak terlibat dalam kejadian DIC pada sepsis. Hal ini diperlihatkan oleh turunnya kadar tissue factor pathway inhibitor( TFPI), yang merupakan inhibitor dari tissue factor pada sepsis.1,16,29. Sangat mungkin turunnya TFPI tersebut disebabkan oleh pemakaian yang berlebihan (over-consumption) dari inhibitor tersebut oleh karena dipakai untuk menetralkan tissue factor yang terus menerus dihasilkan oleh proses sepsis. Sangat banyak bukti-bukti keterlibatan tissue factor dan TFPI pada sepsis. Selain tissue factor maka ada juga suatu komponen lain pada jalur ekstrinsik yaitu coagulant factor VII (FVII) tetapi perannya pada sepsis masih kurang jelas.

Page 3: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 3

Sebuah laporan tentang FVII pada manusia datangnya dari penelitian pada sepsis pada pasien-pasien yang sedang mengalami pengobatan anti-cancer chemotherapy .33 Dalam laporan ini FVII melihat lebih rendah dibandingkan orang yang tidak mengalami sepsis. Tetapi hal ini sulit dibuktikan bahwa FVII adalah benar-benar turun pada sepsis, karena pemakaian chemotherapy sendiri dapat mempengaruhi pembekuan darah. Selain itu keadaan keganasannya sendiri dapat juga mempengaruhi sistim haemostasis. Maka secara umum sampai saat ini pengaruh sepsis pada FVII masih belum jelas diungkapkan. I.1. LATAR B ELAKANG PENELITIAN Oleh karena kurangnya laporan tentang pengaruh sepsis pada FVII maka praktis tidak ada gambaran yang pasti tentang bagaimana hubungan FVII dengan kejadian sepsis. Akan tetapi laporan tentang peran jalur ekstrinsik pembekuan darah pada sepsis hanya datang dari tissue factor dan inhibitornya tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Sedangkan komponen lain dari jalur ekstrinsik yaitu FVII praktis tidak pernah dilaporkan. Suatu laporan datangnya dari group Italia dimana FVII menurun pada sepsis yang terjadi pada pasien neutropenia akibat menjalani pengobatan kemoterapi. Dipihak lain kita tahu bahwa FVII sendiri melakukan ikatan kompleks dengan tissue factor (TF). Kompleks ini akan mengaktifasi FVII yang akhirnya akan merangsang reaksi enzima tik yang mengubah procoagulant faktor X (FX) untuk menjadi faktor X dalam bentuk aktif (Fxa). Keseluruhan reaksi ini dapat di inhibisi oleh TFPI yang mana menyebabkan reaksi pembentukan trombin terhalang. Melihat reaksi ikatan kompleks yang terbentuk antara FVII dengan TF maka dapat diduga bahwa pada fase-fase awal terjadinya kompleks akan terjadi peningkatan aktifitas FVII. Tetapi pada sepsis dimana pelepasan TF terjadi terus menerus akibat ekspresi yang terus menerus dari cytokines, maka FVII akan habis terpakai oleh karena sintesa-nya dihati terjadi dalam kecepatan yang terbatas, berbeda dengan pelepasan TF pada sepsis yang dapat terjadi terus menerus. I.2. HIPOTESA PENELITIAN Akibat ikatan kompleks tissue factor (TF) dengan FVII didalam sirkulasi darah, dimana pada sepsis TF terus menerus dilepaskan oleh jaringan, dan hal ini berbeda dengan FVII yang disintesa di hati dalam jumlah terbatas, maka hipotesis penelitian ini adalah : Terjadi penurunan aktifitas FVII didalam darah pada sepsis. I.3. TUJUAN PENELITIAN Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis bahwa terjadi penurunan faktor VII pada sepsis. I.4. MANFAAT PENELITIAN Mendapatkan informasi tentang aktifitas jalur ekstrinsik pembekuan darah khususnya FVII pada sepsis, dengan kemungkinan pada suatu hari kelak dapat digunakan sebagai alat pembantu klinisi untuk meramalkan akan terjadinya gangguan pembekuan darah yang akan manifest pada sepsis.

Page 4: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. HEMOSTASIS Hemostasis adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh yang amat penting dalam menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka.43 Mekanisme hemostasis mempunyai dua fungsi primer yaitu untuk menjamin bahwa sirkulasi darah tetap cair ketika di dalam pembuluh darah, dan untuk menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka. Hemostasis normal tergantung pada keseimbangan yang baik dan interaksi yang kompleks, paling sedikit antara 5 komponen-komponen berikut : 14

1. Pembuluh darah 2. Trombosit 3. Faktor-faktor koagulasi 4. Inhibitor 5. Sistem fibrinolisis

II.1.1. Pembekuan darah Dinding pembuluh darah mempunyai 3 lapisan, yaitu : Tunica intima yang terdiri dari jaring ikat endotelium dan subendotelium, tunica media dan tunica adventitia.14

Konstriksi setelah trauma merupakan reaksi instrinsik dari pembuluh darah, terutama pada arteriole kecil dan kapiler. Vasokonstriksi setelah trauma dapat mengurangi/menurunkan aliran darah ke daerah luka. Vasokonstriksi lokal yang di induksi oleh serotonin ( 5-hydroxytriptamine) telah diteliti secara luas. Sejumlah besar dari serotonin dilepas dari trombosit pada sumbat hemostasis primer. Thromboxane A2 (TX-A2) yang disintesis dan dilepaskan oleh trombosit yang teraktifasi juga menginduksi kontraksi otot polos pada konsentrasi yang amat kecil, serta efek yang dapat membentuk (menyusun) suatu mekanisme hemostasis yang penting. Berbgai vasokontriktor lain dapat terbentuk pada sumbat hemostatik, seperti fibronepeptide B, epinephrine dan norepinephrine. Fibrinogen Degradation Product (FDP) menghambat kontraksi otot polos, sedangkan Prostaglandin E-2, histamin, dan prostacyclin bekerja sebagai vasodilator.9 Endotelium merupakan suatu regulator penting dalam proses hemostasis dan antitrombotik. Endotelium merupakan sumber utama dari von Willebrand factor (vWF)yang lepas dari sel-sel endotelium setelah terpapar fibrin, trauma, atau pemberian vasopressin. Sel-sel endotel juga mengandung suatu inhibitor dari aktifasi plasminogen. Patelet Activating Factor (PAF), fibronectin, dan tissue thromboplastin disintesis sel-sel endotelium yang terstimulasi.9 II.1.2. Trombosit Trombosit merupakan sel kecil yang berinti, berbentuk diskoid dengan diameter rata-rata 1,5-3 µm. Trombosit dihasilkan dan dilepas dari megakariosit yang ada disumsum tulang dengan waktu maturasi 4-5 hari, dan masa hidup didalam sirkulasi kira-kira 9-10 hari.23,43 Jumlah trombosit dalam darah vena orang dewasa normal rata-rata 250.000/µL (140-440.000/ µL).8

II.1.2.1. Produksi trombosit Asal trombosit dari megakariosit telah diketahui sejak tahun 1910, tapi proses produksi trombosit yang disebut dengan thrombocytopoiesis masih belum jelas. Megakariosit berasal dari pluripotential stem cell. Progenitor yang paling awal adalah Megakaryocitic Burst-Forming Unit (BFU-Mega), dan progenitor selanjutnya adalah Colony-Forming Unit Megakaryocyte (CPU-Mega) dengan “ploidy” 2N.15

Page 5: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 5

Prekursor pertama yang dapat dikenal secara morfologi adalah megakarioblas. Sel ini berdiameter 15-50µm, berinti besar,oval atau berbentuk ginjal dengan beberapa anak inti. Selanjutnya sel ini akan mengalami pematangan menjadi promegakariosit (basophilic megakaryocyte). Sel ini berdiameter 20-80µm, bentuk inti oval atau tidak teratur dan kandungan granula pada sitoplasma bertembah banyak. Dari prekursor ini dibentuk megakariosit granular matang, yang merupakan sel raksasa dengan diameter 30 – 160 µm, bentuk ini tidak teratur, kromatin biru gelap, kaya akan sitoplasma yang berwarna biru terang mengandung granula asidifilik. Dalam proses pematang megakarioblas mengalami endoduplikasi (endomitosis), yaitu proses dimana terjadi penggandaan inti tetapi tidak membelah, dan ini menghasilkan inti yang polypoid. Tiap-tiap divisi menghasilkan sejumlah inti dua kali lipat, yang menjadi suatu seri sel-sel yang mengandung 4,816,32 dan jarang 64 set kromoson, jumlah ini juga dinyatakan sebagai inti (N), “ploidy”, atau class. Pematangan sitoplasma ditandai dengan peningkatan progressif dalam banyaknya dan granularity, dan hilangnya sifat basofilik. Pematangan inti dan sitoplasma menghasilkan peningkatan volume sel. Pada manusia, lamanya proses pematangan megakariosit kira-kira 5 hari.8 Jumlah trombosit yang dapat dihasilkan megakariosit tidak diketahui, akan tetapi perkiraan berdasarkan pada bukti ultrastruktural dan perhitungan volume sitoplasma dan massa megakariosit menunjukan bahwa setiap megakariosit mungkin dapat menghasilkan 1000 – 5000 trombosit. Itu kira-kira perhari dihasilkan 35.000 trombosit permikroliter darah. Pada waktu dibutuhkan, produksi trombosit dapat meningkat delapan kali lipat.15 Trombosit yang baru dibentuk akan disimpan dalam limpa selama 24 – 48 jam sebelum masuk ke sirkulasi umum. Kira-kira dua pertiga dari massa trombosit total berada dalam sirkulasi, dan sepertiga dalam limpa atau ekstravaskuler lain.8

II.1.2.2. Struktur trombosit Membran trombosit, tebal kira-kira 7,5 nm terdiri darui trilaminar lipoprotein dengan filament-filament kontraktil submembran, tiga tipe granul dan suatu jaringan internal kanalikuli yang irreguler.14

Jenis-jenis granul tersebut adalah : - Dense granule, yang melepaskan adenosine diphosphate (ADP), adenosine

triphosphate (ATP), serotonin dan ion-ion kalsium. - Alpha granule , yang melepaskan unsur-unsur termasuk platelet-derived

growth factor (PDGF), platelet factor 4 (PF4), beta thromboglobulin (βTG)von Willebrand Factor (vWF), factor V, fibrinogen dan fibronectin.

- Lisosomal granule. Membran trombosit terdiri dari fosfolipid, kolesterol, glikolipid dan paling

sedikit 9 glikoprotein (GP), GP I – IX.14 Glikoprotein adalah komponen yang penting dari membran trombosit, yang memenuhi sejumlah fungsi spesifik dalam fisiologi trombosit.8 Glikoprotein Ia (GP Ia) terlibat dalam interaksi trombosit dengan kolagen selama adhesi trombosit ke subendotelium. GP Ib mengandung binding site untuk vWF, quinidine-induced platelet autoantibodies dan ristocetin. Juga mengandung binding site untuk trombin. Defisiensi GP Ib dijumpai pada pasien dengan Bernard-Soulier sindrome. In vitro, vWF tidak berikatan ke trombosit Bernard-Soulier apabila ditambahkan ristocetin pada plasma kaya trombosit. Kompleks GP Ib-IX adalah reseptor untuk vWF. Dilaboratorium klinik, ristocetin akan menginduksi aglutinasi trombosit normal pada plasma dengan konsentrasi vWF yang normal, dan tidak terjadi interaksi antara vWF dan GP Ib pada trombosit jika tidak ada ristocetin. GP Iib dan IIIa membentuk kompleks atau heterodimer, yang didapati pada trombosit yang aktif. Kompleks ini merupakan reseptor untuk fibrinogen, yang

Page 6: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 6

penting untuk agregasi trombosit. Kompleks glikoprotein ini juga mengikat vWF. Defisiensi GPIIa dan GP IIIa dalam trombosit dijumpai pada pasien dengan Glanzman’s thrombasthemia.8,31

II.1.2.3.Faktor-faktor koagulasi trombosit. Berbagai substansi berhubungan dengan, atau berasal dari trombosit, terlibat dalam pembekuan darah, yaitu faktor trombosit 1 – 10. Hanya tiga yang khusus untuk trombosit yaitu faktor trombosit 2,3 dan 4. Istilah faktor trombosit 1 ( platelet factor 1 = PF-1) merupakan faktor koagulasi V, dan PF-5 merupakan fibrinogen trombosit. Suatu inhibitor plasmin yang berhubungan dengan trombosit kadang-kadang diberi istilah PF-6. Kepentingan fisiologik dari PF-7 ( cothromboplastin), PF-8 (antithromboplastin), dan PF-9 (accelerator globulin stabilizing factor)masih tidak jelas. Istilah-istilah ini dan istilah PF-10 ( serotonin), jarang digunakan.8

In vitro, PF-2 (fibrinogen activating factor) menghambat antithrombin III menginduksi agregasi trombosit, dan mempercepat reaksi trombin-fibrinogen. Peranan fisiologiknya tidak jelas.

PF-3 diperlukan dalam proses pembekuan darah, yaitu interaksi antara faktor IXa dan faktor VIII, yang mengaktivasi faktor X, dan interaksi antara faktor Xa dan faktor V membentuk prothrombinase.

PF-4 didalam plasma bergabung dengan heparin dan menginaktivasi antikoagulan ini, juga menghambat kerja dari koagenase granulosit dan kulit, dan mempermudah agregasi trombosit dan diinduksi ADP .8

II.1.2.4. Faktor-faktor koagulasi plasma yang berhubugan dengan trombosit.

Trombosit mengandung jumlah yang signifikan dari berbagai faktor koagulasi yaitu fibrinogen, faktor V, von Willebrand faktor, faktor XI, faktor XIII dan High Molekular Weight Kininogen (HMWK). Beberapa dari faktor-faktor ini ( fibrinogen, faktor V, vWF dan HMWK) disintesis dalam megakariosit, terdapat dalam α–granule dan disekresi apabila trombosit teraktifasi. Fibrinogen trombosit secara biokimia berbeda dengan fibrinogen plasma. Fibrinogen yang terikat dipermukaan ( surface-bound fibrinogen) penting untuk agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP dan mungkin terlibat dalam fungsi trombosit yang lain. Von Willebrand Factor, merupakan suatu subunit dari faktor VIII yang mempunyai berat molekul besar, terdapat dalam megakariosit, pada membran trombosit, dan konsentrasi yang lebih besar pada α–granule. Bentuk plasma dan bentuk trombosit dari vWF berikatan ke glikoprotein dan glikolipid pada membran trombosit, walaupun hanya vWF plasma yang penting untul adhesi trombosit normal. Pencucian trombosit dapat menghilangkan sejumlah molekul faktor VIII proakogulen ( VIIIc) tetapi vWF tidak. Sedangkan kebanyakan aktifasi faktor V yang berhubungan dengan trombosit terletak dalam α–granule. Faktor V dan bentuk faktor V yang diaktifasi trombin berikatan ke “ resting” trombosit, dimana merupakan binding site untuk faktor Xa yang diperlukan untuk membentuk protrombinase. Dan banyak 50% faktor XIII dalam darah berhubungan dengan trombosit dan disintesa oleh megakariosit.8

II.2.5. Fungsi trombosit. Apabila pembuluh darah rusak, struktur subendotelium termasuk basement membrane, kolagen dan mikrofibril terbuka. Trombosit akan menempel ke permukaan yang rusak untuk membentuk sumbat (platelet plug).14 Dalam mekanisme pembentukan plug tersebut, trombosit bekerja dengan :

Page 7: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 7

Adhesi trombosit Adhesi trombosit adalah perlekatan trombosit ke permukaan non-trombosit. Proses ini terjadi setelah trauma vaskuler, dimana trombosit menempel (melekat) terutama pada serat kolagen di subendotelium. Adhesi trombosit sangat bergantung pada vWF, suatu protein plasma yang dihasilkan dan disekresi oleh sel-sel endotel dan terdapat pada matriks subendotelium, dan juga disekresi oleh trombosit yang aktif. vWF dapat berikatan ke membran trombosit dengan pertolongan 3 reseptor yang berbeda yaitu reseptor GP Ib dekat N-terminal, reseptor GP IIb-IIIa pada C-terminal, dan binding site N-terminal ke tiga.9 Trombosit berikatan ke kolagen melalui vWF dan GP Ib-vWF mula- mula melekat pada serat kolagen, kemudian dengan ikatan trombosit ke vWF melalui GP Ib-IX membran trombosit. vWF disekresi oleh endotelium pembuluh darah, dan vWF plasma dan vWF yang ada subendotelium dapat memperantarai adhesi trombosit. Yang menarik bahwa, trombosit sirkulasi normal tidak berinteraksi dengan vWF yang ada dalam plasma walaupun ternyata trombosit mempunyai GP Ib-IX pada permukaannya. Setelah adhesi, trombosit mengalami perubahan bentuk dari bentuk disk menjadi bentuk yang lebih sferis dengan membentuk pseudopodia. Pada waktu yang sama terjadi proses sekresi dimana beberapa substansi yang aktif secara biologis yang disimpan dalam granul trombosit secara aktif dikeluarkan dari sel-sel yang melekat ( reaksi pelepasan). Zat-zat yang dilepaskan termasuk ADP, serotonin, β-TG, PF4, PDGF, TX-A2, dan vWF. Substansi-substansi yang dilepaskan mempercepat pembentukan plug trombosit dan berperan dalam proses perbaikan jaringan.43

Agregasi trombosit ADP yang dilepaskan oleh trombosit merangsang perlekatan trombosit dengan trombosit lain. Fenomena ini disebut agregasi trombosit, yang akan meningkatkan ukuran plug pada tempat yang luka. Agregasi trombosit diikuti dengan pelepasan isi granul yang merangsang trombosit lain untuk beragregasi. Disamping ADP berbagai agent termasuk epinefrin, kolagen, trombin, kompleks imun dan faktor yang mengaktifasi trombosit ( platelet-activating factor) dapat menyebabkan agregasi dan sekresi trombosit.43 Prostaglandin, berperan penting dalam memperantarai reaksi pelepasan dan agregasi. Kolagen dan epinefrin mencetuskan aktifasi dari satu atau lebih fosfolipase yang ada dalam membran trombosit. Fosfolipase ini kemudian menghidrolisa fosfolipid membran, melepaskan asam arakhidonat. Asam arakhidonat dimetabolisme oleh enzim siklooksigenase untuk membentuk prostaglandin endoperoksida yang tidak stabil, dan ini kemudian dirubah menjadi tromboksan A2. Tromboksan A2 adalah suatu substansi yang sangat poten yang menginduksi agregasi dan sekresi trombosit.43 Fibrinogen diperlukan untuk agregasi trombosit. Fibrinogen berikatan dengan reseptor-reseptor spesifik pada permukaan trombosit yaitu glikoprotein IIb/IIIa (GPIIb/IIIa), dan menghubungkan trombosit dengan trombosit lainnya. Pasien-pasien dengan kelainan kongenital dimana tidak terdapat fibrinogen ( afibrinogenemia) atau GPIIb/IIIa ( Glanzmann’s Thrombasthemia), masa perdarahannya memanjang oleh karena kegagalan agregasi trombosit. Trombospondin, suatu unsur pokok dari α-granul trombosit juga terlibat dalam agregasi trombosit.43

Page 8: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 8

II.1.3. FAKTOR PEMBEKUAN Faktor-faktor pembekuan darah adalah glikoprotein, yang kebanyakan diproduksi dihepar dan disekresi ke sirkulasi darah. Tabel berikut ini menunjukan daftar faktor-faktor pembekuan darah yang dinyatakan dalam angka Romawi, serta sinonim dan beberapa sifat-sifatnya.43. Daftar faktor-faktor pembekuan.43

Faktor Sinonim Berat molekul

Konsentrasi dalam plasma

(mg/dl)

Masa paruh in

vivo (jam) I II III

IV V

VII

VIII Von Willebrand

Faktor IX X XI

XII XIII

Prekallikrein High- molekular- Weight kininogen

Fibrinogen Protrombin Tromboplastin jaringan, tissue factor Ion Kalsium Proaccelerin, faktor labil Serum prothrombin conversion accelarator (SPCA), faktor stabil Antihemophilic factor (AHF) Faktor Christmas Faktor Stuart-Prower Plasma thromboplastin antecedent (PTA) Faktor Hagemen Fibrin-stabilizing factor (FSF) Faktor Fletcher Fizgerald, Flaujeac, Williams factor, contact activation cofactor

340.000 70.000 44.000 40 330.000 48.000 330.000 (250.000)n* 55.000 59.000 160.000 80.000 320.000 85.000 120.000

200-400 10 0 9-10 1 0.05 0.01 1 0.3 1 0.5 3 1-2 5 6

100-150 50-80 24 6 12 24 24 25-60 40-80 50-70 150 35 150

*n menunjukan nomor subunit Beberapa faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati, faktor II, VII, IX dan X, begitu juga faktor XI, XII, XIII, dan faktor V. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah ada dalam plasma, pada keadaan normal ada dalam bentuk inaktif dan nantinya akan dirubah menjadi bentuk enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama koagulasi. 43

Faktor-faktor pembekuan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa group berdasarkan fungsinya. Faktor XII, faktor XI, prekallikrein, faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin merupakan zimogen dari serine protease akan dirubah menjadi enzim yang aktif selama pembekuan darah. Sedangkan faktor V, faktor VIII, high-molecular-weight kininogen (HMWK), dan tissue factor yang terdapat di ekstravaskuler dan harus kontak dengan darah untuk berfungsi, bukan merupakan proenzim tetapi berfungsi sebagai kofaktor. Faktor V, faktor VIII, dan HMWK harus diaktifasi agar berfungsi sebagai kofaktor. 43 Faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin disebut faktor-faktor yang tergantung vitamin K ( vitamin K-dependent factor), karena untuk pembentukannya yang sempurna memerlukan vitamin K. Protein-protein ini mengandung residu asam amino yang unik, γ-carboxyglutamic acid (Gla). Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran yang berwarna hijau dan juga disintesis oleh bakteria di dalam usus. Vitamin K berfungsi sebagai suatu kofaktor yang penting untuk sintesis faktor II, faktor VII, faktor IX, faktor X, protein C dan protein S, dimana vitamin K merupakan kofaktor penting yang diperlukan untuk menyelesaika n post-translational dari sintesis faktor-faktor pembekuan yang

Page 9: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 9

tergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi karboksilasi dari asam glutamat menjadi residu γ-carboxyglutamic acid. Residu Gla adalah tempat ikatan ke protein-protein ini dan diperlukan untuk interaksinya dengan fosfolipid membran.23,40,41,44 Kegagalan dalam karboksilasi yang terjadi pada defesiensi vitamin K atau pada beberapa kelainan hati ( cirrhosis, hepatocelluler carcinoma), terjadi penumpukan faktor-faktor pembekuan dengan tidak ada atau penurunan gamma-carboxylation sites. Non- atau des-carboxylated protein ini juga disebut protein-induced in vitamin K absence (PIVKA). 26,28,40

Obat-obatan antikoagulan oral ( Coumarin, Warfarin), tidak bekerja di dalam sirkulasi tetapi di hati, dimana obat-obatan tersebut menghambat sintesis dari faktor-faktor pembekuan yang tergantung vitamin K.10 II.1.3.1. Faktor VII

Faktor VII adalah suatu glikoprotein rantai tunggal, dengan berat molekul 48.000 pada manusia dan pada lembu 53.000. konsentrasinya didalam plasma sangat rendah, yaitu 0.13 – 1 µg/ml.28,51 Seperti faktor-faktor pembekuan lain yang tergantung vitamin K ( faktor II,IV, dan X), FVII disintesis di dalam hati, dan ginjal juga merupakan sumber FVII. Vitamin K dibutuhkan untuk karboksilasi residu asam glutamat menjadi γ-carboxyglutamic acid yang penting untuk Ca2+-mediated phospholipid binding.51.

Kadar faktor VII meningkat selama kehamilan dan pada pemakaian kontrasepsi yang mengandung oestrogen. Hal ini menunjukan bahwa sintesis atau sekresinya dibawah kontrol hormonal, tetapi mekanismenya tidak jelas.51

Faktor VII merupakan suatu proenzim ( zymogen) yang berfungsi bersama-sama dengan tissue factor dalam jalur ekstrinsik proses pembekuan darah. Faktor VII yang bersikulasi didalam plasma secara predominan dalam bentuk zymogen inaktif, dan mempunyai waktu paruh yang pendek dari semua faktor-faktor koagulasi (4-6 jam ). Secara elektroforesis, faktor VII bermigrasi sebagai suatu α- atau β-globulin.7,30 vitamin K lainnya, seperti faktor IX, faktor X, dan protein C. Bagian NH2-terminal molekul mengandung 10 γ-carboxyglutamic residu dan β-hydroxyaspartic acid pada posisi 63. Zimogen faktor VII dirubah menjadi bentuk aktif faktor VIIa oleh beberapa serin protease termasuk protrombin, faktor IXa, faktorXa, faktor VIIa dan faktor XIIIa melalui pemecahan suatu ikatan peptida tunggal ( Arg152-Ile153).30 Struktur tersebut termasuk N-terminal modul dengan 9-12 residu Gla diikuti oleh 2 bagian epidermal growth factor (EGF) dan modul C-terminal serine protease. Bagian ikatan Ca2 +di dapati dibagian Gla, bagian 1 EGF dan bagian protease. Ikatan ion Ca2 + ke satu atau lebih pada bagian ini penting untuk interaksi antara faktor VII dengan tissue faktor (TF), sedangkan ikatan beberapa bagian dalam bagian Gla penting untuk ikatan phospholipid (PL).30,38 Bentuk-bentuk faktor VII Faktor VII terdapat dalam beberapa bentuk didalam plasma, walaupun belum semua bentuk dibuktikan dengan studi laboratorium. Secara teoritis, faktor VII dapat dalam bentuk rantai tunggal, faktor VIIa rantai dua, kompleks faktor VII-tissue factor, kompleks faktor VIIa-tissue factor, faktor VII-fosfolipid, dan kompleks faktor VIIa dengan tissue factor pathway inhibitor. Walaupun masih kontroversial, dilaporkan hanya faktor VII yang mempunyai aktifitas enzimatik.25 Jenis-jenis pemeriksaan faktor VII Pemeriksaan kadar faktor VII dalam plasma dapat dibagi atas :

1. Total / massa faktor VII / F VII-antigen ( FVII:Ag) 2. Aktifitas faktor VII prokoagulan ( FVII:C) 3. Activated factor VII (FVIIa)

Page 10: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 10

Masa faktor VII diperiksa secara kwantitatif dengan teknik pemeriksaan imonologi misalnya enzyme-linked immunosorbent assay ( ELISA). Batasan nilai : 292 – 656 ng/ml. Pemeriksaan faktor VII:C adalah pengukuran aktifitas dari FVII plasma berdasarkan pemeriksaan adanya bekuan, dimana plasma dicampur dengan tromboplastin, kalsium klorida, dan plasma defisiensi faktor VII. Pemeriksaan ini berdasarkan pada kemampuan dari plasma pasien (test) untuk mengkoreksi protrhrombin time dari plasma defisiensi faktor VII, dimana derajat koreksi berhubungan dengan kadar faktor VII dalam plasma test. Faktor VII yang ditentukan dengan cara ini disebut factor VIIc activity. Metode yang paling umum digunakan untuk menentukan aktifitas faktor VII adalah one-stage modified prothrombin time. Batasan nilai : 40-150%.25 Masalah dengan menggunakan pemeriksaan aktifitas ke pengukuran nilai plasma bentuk preform FVIIa adalah bahwa FVIIa sangat lemah sebagai enzim untuk bisa dideteksi dalam ada tidaknya protein kofaktor yaitu tissue factor, dimana tissue factor akan segera mengubah dari bentuk zymogen FVII:C, kecuali pencampuran dari tissue factor dan phospholipid digunakan sebagai pengganti tromboplastin. Kalibrasi pemeriksaan dilakukan terhadap standard FVIIa yang dimurnikan dan hasilnya dinyatakan dalam satuan nanogram/milliliter. Batasan nilai : 0.5 – 8.4 ng/ml. II.1.3.2. Tissue factor ( (TF) Tissue factor ( Tromboplastin, faktor III), adalah suatu lipoprotein yang dalam jumlah besar terdapat dalam jaringan dan berfungsi dalam koagulasi dengan berinteraksi dengan faktor VII pada jalur ekstrinsik.7,13 Selain itu tissue factor juga terdapat pada dinding pembuluh darah, dimana aktifitas koagulasinya akan dimulai bila pembuluh darah mengalami kerusakan ( damaged), dan TF dapat diinduksi pada sel monosit dan sel-sel endothelium pembuluh darah oleh berbagai cytokine, dimana TF yang dieksresikan oleh sel-sel ini dapat menimbulkan respons koagulasi pada pembuluh darah yang intact.30 TF manusia terdiri dari 263 asam amino, dan berat molekulnya bervariasi dari 53.000-425.000.7,30 Tissue factor yang terdapat dalam jaringan otak, paru-paru dan plasenta, menunjukan aktifitas spesifik yang lebih tinggi dibandingkan yang ada pada jaringan ginjal dan limpa, dan beberapa dianggap tidak mempunyai aktifitas, misalnya trombosit dan otot. Dan protein ini belakangan secara ekstensif dimurnikan dari jaringan-jaringan tersebut untuk pembuatan reagen tromboplastin yang digunakan untuk test koagulasi di klinik.51 Tissue factor berfungsi sebagai kofaktor untuk faktor VII(a) dalam mengaktifasi faktor X dan juga faktor IX dalam proses pembekuan darah.28 Aktivasi jalur ini pada dasarnya hasil dari dua keadaan, apabila kontinuitas lapisan endothelium terganggu dan darah terpapar ke sel-sel ekstravaskuler atau apabila endotel atau neutrofil dan monosit dipicu untuk expose TF pada membrannya.24

II.1.4. MEKANISME PEMBEKUAN DARAH Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat plak trombosit primer.14 Koagulasi dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan kerja dari tissue factor. Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi-reaksi yang melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein, High Molecular Weight Kininogen (HMWK), dan platelet factor 3 (PF-3). Reaksi-reaksi ini berperan untuk pembentukan suatu enzim yang mengaktifasi faktor X, dimana reaksi-reaksi tersebut dinamakan jalur instrinsik ( intrinsic pathway).

Page 11: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 11

Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu interaksi antara tissue fcktor ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim yang juga mengaktifasi faktor X. Ini dinamakan jalur ekstrinsik ( extrinsic pathway). Langkah selanjutnya dalam proses koagulasi melibatkan faktor X dan V, PF-3, protrombin, dan fibrinogen. Reaksi-reaksi ini dinamakan jalur bersama ( common pathway).7,23 Jalur ekstrinsik dimulai dengan pemaparan darah ke jaringan yang luka. Disebut ekstrinsik karena tromboplastin jaringan ( tissue factor) berasal dari luar darah. Pemeriksaan Protrombin Time (PT) digunakan untuk skrining jalur ini.43 Apabila darah diambil secara hati-hati sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah tersebut masih membeku didalam tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik, karena substansi yang diperlukan untuk pembekuan ada dalam darah. Jalur intrinsik dicetuskan oleh kontak faktor XII dengan permukaan asing. Partial thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aPTT) adalah monitor yang baik untuk jalur ini. Kedua jalur akhirnya sama-sama mengaktifasi faktor X, dan disebut jalur bersama.43 Konsep dari dua jalur yang terpisah praktis untuk memahami koagulasi darah in vitro. Hasil dari pemeriksaan PT dan PTT atau aPTT biasanya menolong lokasi suatu kelainan dalam skema koagulasi untuk diagnosis kelainan-kelainan koagulasi.43 Jalur Intrinsik Jalur intrinsik, memerlukan faktor VIII, faktor IX, faktor X, faktor XI, dan faktor XII. Juga memerlukan prekalikrein dan HMWK, begitu juga ion kalsium dan fosfolipid yang disekresi dari trombosit. Mula- mula jalur intrinsik terjadi apabila prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII terpapar ke permukaan pembuluh darah adalah stimulus primer untuk fase kontak. Kumpulan komponen-komponen fase kontak merubah prekallikrein menjadi kallikrein, yang selanjutnya mengaktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa kemudian dapat menghidrolisa prekallikrein lagi menjadi kallikrein, membentuk kaskade yang saling mengaktifasi. Faktor XIIa juga mengaktifasi faktor XI menjadi faktor XIa dan menyebabkan pelepasan bradikinin, suatu vasodilator yang poten dari HMWK. Dengan adanya Ca2+, faktor XIa mengaktifasi faktor IX menjadi faktor IXa, dan faktor IXa mengaktifasi faktor X menjadi faktor Xa.7 Jalur ekstrinsik Jalur ekstrinsik, dimulai pada tempat yang trauma dalam respons terhadap pelepasan tissue factor (faktor III). Kaskade koagulasi diaktifasi apabila tissue factor dieksresikan pada sel-sel yang rusak atau distimulasi ( sel-sel vaskuler atau monosit), sehingga kontak dengan faktor VIIa sirkulasi dan membentuk kompleks dengan adanya ion kalsium. Tissue factor adalah suatu kofaktor dalam aktifasi faktor X yang dikatalisa faktor VIIa. Faktor VIIa, suatu residu gla yang mengandung serine protease, memecah faktor X menjadi faktor Xa, identik dengan faktor IXa dari jalur instrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja trombin atau faktor Xa.23 Tissue factor banyak terdapat dalam jaringan termasuk adventitia pembuluh darah, epidermis, mukosa usus dan respiratory, korteks serebral, miokardium dan glomerulus ginjal. Aktifasi tissue factor juga dijumpai pada subendotelium. Sel-sel endotelium dan monosit juga dapat menghasilkan dan mengekspresikan aktifitas tissue factor atas stimulasi dengan interleukin-1 atau endotoksin, dimana menunjukan bahwa cytokine dapat mengatur ekspresi tissue factor dan deposisi fibrin pada tempat inflamasi.43 Kemampuan faktor Xa untuk mengaktifasi faktor VII menciptakan suatu hubungan antara jalur instrinsik dan ekstrinsik. Selain itu hubungan dua jalur itu ada melalui kemampuan dari tissue factor dan faktor VIIa untuk mengaktifasi faktor IX menjadi IXa.23 Hal ini terbukti bahwa ada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII

Page 12: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 12

tetapi tidak defisiensi faktor XI, terjadi penurunan kadar dari aktifasi faktor IX, sedangkan pasien-pasien dengan defisiensi faktor VIII atau faktor IX, mempunyai kadar yang normal dari aktifasi faktor X dan prothrombin. Dan pada infusion recombinant factor VIIa dengan dosis yang relatif kecil (10-20 µg/kg BB) pada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII menghasilkan suatu peningkatan yang besar pada konsentrasi aktifasi faktor X.3 Faktor IXa yang baru dibentuk itu membentuk kompleks dengan faktor VIIIa dengan adanya kalsium dan fosfolipid membrane, dan selanjutnya juga mengaktifasi faktor X menjadi Xa. Kompleks ini disebut “tenase“.23 Dan ternyata bukti-bukti menunjukan bahwa jalur ekstrinsik berperan utama dalam memulai pembekuan darah in vitro dan pembentukan fibrin.23,43 Activated factor Xa adalah tempat dimana kaskade koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik bertemu. Faktor Xa berikatan dengan faktor Va (diaktifasi oleh trombin),yang mana dengan kalsium dan fosfolipid disebut kompleks “prothrombinase“, yang secara cepat merubah protrombin menjadi trombin.23

Studi-studi yang baru telah merubah konsep jalur pembekuan darah dan sistim antikoagulasi. Tidak seperti sistem lama, dimana berdasarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik, konsep baru pembekuan darah berfokus pada tissue factor. TF berikatan dengan zymogen faktor VII (FVII) dan merubahnya menjadi bentuk aktif, FVIIa dengan afinitas yang lebih tinggi dari pada F-VII. TF/FVIIa memulai pembekuan dengan dua jalur : 1. TF/FVIIa mengaktifasi FIX menjadi FIXa yang bersama -sama dengan kofaktor

FVIIIa, merubah FX menjadi FXa pada adanya Ca2+ dan fosfolipid. 2. TF/FVIIa dapat langsung mengaktifasi FX menjadi FXa

FXa dan kofaktor FVa mengkatalisa perubahan dari protrombin (FII) menjadi thrombin (FIIa). F-IIa kemudian merubah fibrinogen menjadi fibrin. Faktor kontak (FXII, HMWK, dan prekallikrein) yang merupakan bagian dari jalur instrinsik dari sistim lama,s ekarang dinyatakan tidak berperan dalam pembekuan darah tetapi malahan faktor-faktor tersebut jelas sebagai antitrombotik dan mempunyai aktifitas fibrinolitik.17 Selain itu, trombin dan FXII dapat mengaktifasi FVII tanpa adanya kofaktor, sedangkan faktor Xa dan faktor IXa memerlukan adanya fosfolipid dan kalsium. 18

Mula-mula kompleks TF-VIIa diperbesar oleh aktifasi freedback faktor VII oleh faktor Xa dan faktor IXa, akan tetapi kompleks itu secara cepat dihambat oleh Tissue FactorPathway Inhibitor (TFPI). Pada waktu itu trombin yang dihasilkan mengaktifasi faktor XI, begitu juga faktor V, faktor VIII, dan karena itu menambah pembentukan tenase dan akhirnya menghasilkan lebih banyak trombin. Faktor XI dapat juga diaktifasi oleh faktor XIIa, akan tetapi peranannya untuk fisiologi hemostasis minimal, seperti ditunjukan oleh tidak adanya gejala perdarahan pada individu-individu dengan defisiensi berat faktor XII, prekallikrein, atau HMWK. Fungsi utama trombin (FIIa) adalah untuk memecah fibrinogen menjadi fibrin dan mengaktifasi faktor XIII yang menghasilkan cross-linked bekuan yang stabil.23

II.1.5. INHIBITOR Sejumlah protein plasma mampu menghambat serine protease terlibat dalam koagulasi, fibrinolisis, dan pembentukan kinin. Ini termasuk antitrombin III, heparin cofactor II, α2-macroglobulin, α1-antitrypsin, tissue factor pathway inhibitor ( TFPI), activator inhibitor-1(PAI-1), dan C1 inhibitor.3,43 Antitrombin III (AT -III) adalah suatu protein plasma dengan BM 58.000 dihasilkan di hepar, terdiri dari polipeptida rantai tunggal dengan 432 asam amino. AT-III menetralisasi/menghambat trombin dengan membentuk kompleks stabil 1:1 antara satu residu arginin dari AT-III dan active-site serine dari trombin.3,7,43 AT-III juga menghambat faktor XIIa, faktor XIa, faktor Xa, faktor VII-TF, kallikrein plasma

Page 13: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 13

dan plasmin. Kerjanya sangat dipercepat oleh heparin. AT-III sebagai antikoagulan dan heparin sebagai kofaktor. Heparin cofactor II (HCF-II), secara selektif menghambat trombin dengan membentuk suatu kompleks. Seperti AT-III, aktifitas inhibitor ini secara nyata distimulasi dengan adanya heparin. Berbeda dengan AT-III, HCF-II tidak menghambat aktifitas faktor-faktor koagulasi lainnya, dan HCF-II diaktifasi oleh dermatan sulfate, sedangkan AT-III tidak. Maka HCF-II merupakan inhibitor penting dari trombin dengan adanya dermatan sulfate.7,43 α2-Plasmin inhibitor (α2-antiplasmin), adalah inhibitor plasmin yang bereaksi cepat, dimana menghambat plasmin dengan segera dengan membentuk kompleks 1: 1. Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), adalah suatu protein plasma dengan BM 52.000, dihasilkan oleh berbagai sel, seperti sel-sel endothelium, hepatosit, dan fibroblast. Konsentrasi didalam plasma sangat rendah (0.005 mg/dl) dan juga disimpan dalam α-granul trombosit. PAI-1 menghambat tissue plasminogen activator (t-PA) dan urokinase dengan membentuk suatu kompleks dengan enzim, dan PAI-1 berperan penting dalam pengaturan aktifitas sistim fibrinolisis.43 α1-Proteinase Inhibitor, juga dikenal sebagai α1-antitripsin, atau α1-anti-proteinase, juga menginaktifasi plasmin dan urokinase, tetapi sebagai inhibitor tripsin relatif lemah. α1-proteinase inhibitor adalah α-globulin, dijumpai di dalam plasma dan pada membrane trombosit. Mekanisme kerja anti-enzimnya belum diketahui.7

Activated protein C inhibitor ( APC inhibitor), menghambat aktifitas protein C aktif dengan membentuk kompleks dengan enzim ini. Protein ini juga dikenal sebagai plasminogen activator inhibitor.3,43 Tissue factor pathway inhibitor (TFPI), juga disebut extrinsic pathway inhibitor (EPI) atau lipoprotein-associated coagulation inhibitor (LACI), adalah protein plasma yang baru ditemukan (BM 38.000) yang menghambat awal koagulasi darah dengan kompleks FVIIa-tissue factor. Konsentrasi TFPI dalam plasma rendah, tetapi pool yang lebih besar dari TFPI terdapat dalam endotelium pembuluh darah dan dapat dilepaskan ke dalam darah oleh heparin. Kadar TFPI plasma meningkat dua minggu hingga empat kali lipat dengan infus heparin. TFPI mengatur aktifasi FX melalui inhibisi kompleks FVIIa -TF dan faktor Xa. Mekanisme kerjanya unik, mula- mula TFPI berinteraksi dengan faktor Xa dengan membentuk kompleks Xa-TFPI, yang kemudian membentuk kompleks quartenary Xa-TFPI-VIIa-tissue factor dengan akibat hilangnya aktifitas kompleks VIIa- tissue factor. TFPI disintesis oleh sel-sel endotelium pembuluh darah, juga oleh hepatosit.1,5,43

II.1.6. PENGATURAN PEMBEKUAN DARAH Mekanisme antikoagulan alamiah mengatur dan melokaliser pembentukan plak hemostasis atau trombus ke tempat pembuluh darah yang rusak. Inhibitor faktor koagulasi utama atau antikoagulan alamiah yang berlangsung terhadap pembentukan atau kerja trombin, termasuk sistim antitrombin dan protein C.23 Antitrombin menginaktifasi trombin dari serine protease yang lain ( F-VIIa, F-XIIa, F-XIa, F-IXa) dengan berikatan secara irreversibel melalui residu arginin ke tempat serine aktif dari protease (serine protease inhibitor atau serpin). Dalam keadaan tidak ada heparin, tingkat inaktifasinya relatif lambat, tetapi apabila heparin atau heparan sulfat dinding pembuluh darah berikatan ke residu lysine pada molekul AT, akan menghasilkan inaktifasi trombin seketika itu juga. Oleh karena itu AT disebut heparin cofactor 1. Heparin cofactor II, dapat juga diaktifasi oleh heparin ( walaupun dibutuhkan jumlah yang lebih besar), glycosaminoglycan, dermatan sulphate untuk inaktifasi trombin. Trombin dapat juga berikatan ke endotelium atau permukaan trombosit melalui reseptor trombomodulin dan disingkirkan dari sirkulasi. Serpin-

Page 14: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 14

serpin lain seperti α-1 antitrypsin dan α-2 macroglobulin berperan membantu inaktifasi trombin. Protein Z (PZ), suatu protein yang tergantung protein yang disebut PZ-dependent protease inhibitor (PZI). Jalur protein C (PC) merupakan mekanisme utama untuk membatasi respons koagulasi terhadap trauma. Jalur ini dimulai apabila trombin berikatan dengan thrombomodulin (TM). Kompleks trombin-TM adalah suatu aktifator poten dari PC dan mempunyai sedikit kemampuan untuk aktifasi trombosit atau bekuan fibrinogen. Activated PC (APC) diperbesar oleh endothelial cell PC receptor (EPCR) yang meningkatkan afinitas kompleks trombin-TM untuk PC. APC meninaktifasi secara proteolitik faktor Va dan faktor VIIIa dengan bantuan kofaktor protein S (PS). Kompleks trombin-TM secara cepat di inaktifasi oleh PC inhibitor (PCI) dan AT.23

Defisiensi herediter dari protein C, protein S, dan resistensi terhadap activated protein C, kesemuanya berhubungan dengan hypercogulable state, dan aktifasi koagulasi telah terbukti pada pasien-pasien dengan defesiensi dari masing-masing protein antikoagulan ini. 3 II.1.7. SISTIM FIBRINOLISIS

Sistim fibrinolisis penting untuk menyingkirkan deposit fibrin yang berlebihan. Sistim fibrinolisis juga merupakan suatu sistim multikomponen yang terdiri dari proenzim, aktifator plasminogen dan inhibitor-inhibitor. Plasminogen, adalah suatu glikoprotein rantai tunggal dengan amino terminal glutamic acid glutamic acid yang mudah dipecah oleh proteolisis menjadi bentuk modifikasi dengan suatu terminal lysine, valine atau methionin.14

Pada tempat jaringan yang rusak ( tissue injury), fibrinolisis dimulai dengan perubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin mempunyai banyak fungsi seperti degradasi dari fibrin, inaktifasi faktor V dan faktor VIII dan aktifasi dari metaloproteinase yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan ( tissue-remodeling).45

Aktifator-aktifator plasminogen memecah peptide dari plasminogen dan membentuk plasmin rantai dua. Aktifasi menjadi plasmin dapat terjadi melalui tiga jalur yaitu : 14 1. Jalur intrinsik, melibatan aktifasi dari proaktifator sirkulasi melalui faktor XIIa. 2. Jalur ekstrinsik, dimana aktifator-aktifator dilepaskan ke aliran darah dari

jaringan yang rusak, sel-sel atau dinding pembuluh darah ( semua aktifator juga protease).

3. Jalur eksogen, dimana plasminogen diaktifasi dengan adanya obat trombolitik, seperti streptokinase.

Dalam keadaan fisiologik, aktifasi plasminogen terutama oleh tissue plasminogen activator yang disintesis dan dilepas dari sel-sel endotelium pembuluh darah dalam respons terhadap trombin dan pada kerusakan sel. Setelah distimulasi t-PA release oleh exercise, statis, atau desmopressin (DDAVP), masa paruhnya dalam sirkulasi sangat pendek ( sekitar 5 menit), berhubungan dengan inhibisi oleh PAI-1 dan clearance dihati.23,45

Aktifator lain, urokinase-type plasminogen avtivator (u-PA), diproduksi diginjal dan ditemukan terutama dalam urine. Akan tetapi sejumlah kecil prourokinase plasma atau single-chain u-PA ( scuPA) dapat dirobah menjadi bentuk aktif melalui sistim kontak oleh kallikrein.23

Proses fibrinolitik diatur pada tiap-tiap tahap enzimatik oleh inhibitor-inhibitor protease spesifik. Aktifitas plasminogen diatur oleh inhibitor-inhibitor plasmin seperti α-2 antiplasmin, α2- makroglobulin, dan juga oleh plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1), yang merupakan inhibitor fisiologi dari tPA dan uPA.45

Plasmin mempunyai fibrinogen dan fibrin sebagai substrat utamanya yang terpenting untuk produksi fragmen-fragmen spesifik yang secara kolektif disebut

Page 15: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 15

fibrinogen-fibrin degradation product (FDP)23 Plasmin jug memecah faktor V dan faktor VIII:C. Ledakan fibrinolisis dihambat oleh inhibitor poten α-2 antiplasmin dan oleh α-2 makroglobulin.14,23 Plasmin bebas dalam plasma segera di inaktifkan oleh α-2 antiplasmin, sedangkan plasmin yang terikat fibrin dalam plug hemostasis lokal terlindungi dari α-2 antiplasmin dan dapat memecah fibrin menjadi FDP. Inhibitor dari aktifator plasminogen juga memegang peranan penting dalam mengatur fibrinolisis dan membatasinya pada bagian luka.14 II.1.8. PEMERIKSAAN PENYARING FAKTOR PEMBEKUAN Pemeriksaan penyaring faktor pembekuan yang rutin dikerjakan dilaboratorium adalah pemeriksaan prothrombin time (PT), activator partial thromboplastin (aPTT) dan thrombin (TT).34 Prothrombin Time (masa protrombin) Dilakukan dengan menambahkan suatu bahan yang berasal dari jaringan ( biasanya dari otak, plasenta dan paru-paru) pada plasma sitrat dan dengan memberikan kelebihan Ca2+, kemudian diukur waktu terbentuknya bekuan. Pemanjangan Masa Protrombin berhubungan dengan defisiensi faktor-fakor koagulasi jalur ekstrinsik seperti faktor VII, faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, kombinasi dari faktor-faktor ini, atau oleh karena adanya suatu inhibitor. Activated Partial Thromboplastin Time ( masa tromboplastin parsial teraktivasi). Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan aktifator seperti kaolin, ellegic acid atau celite dan juga fosfolipid standard untuk mengaktifkan faktor kontak pada plasma sitrat. Lalu ditambahkan ion kalsium dan diukur waktu sampai terbentuknya bekuan. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan kadar dan fungsi faktor-faktor koagulasi jalur intrinsik ; prekallikrein, HMWK, faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII dan aktifitas jalur bersama ; faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, serta adanya inhibitor. Thrombin Time (masa trombin) Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan trombin eksogen pada plasma sitrat, lalu dilakukan waktu terjadinya bekuan. Difesiensi atau abnormalitas fibrinogen dan adanya heparin atau fibrin (ogen) degradatioan product (FDP) adalah yang paling sering menyebabkan perpanjangan TT. II.2. SEPSIS II.2.1. Definisi Sepsis didefinisikan sebagai suatu respons inflamatori sistemik terhadap infeksi ditandai dengan demam, tachycardia, tachypnea, dan / atau leukoytosis.33,35 Apabila terjadinya hipertensi dan tanda-tanda perfusi organ yang tidak adekuat, keadaan ini disebut septic shock.42 „The American College of Chest Phisicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definition of Sepsis”, telah mempublikasikan suatu consensus dengan defisiensi baru dan criteria diagnosis untuk sepsis dan keadaan-keadaan yang berkaitan. Definisi ini juga menjelaskan perbedaan dan juga persamaan antara sepsis, suatu respons inflamatori sistemik yang khusus terhadap infeksi, dan systemic inflammatory respons syndrome ( (SIRS mempunyai definisi yang lebih luas meliputi keadaan-keadaan dimana ditemukan sama seperti kriteria diagnosis sepsis tetapi oleh berbagai sebab termasuk keadaan

Page 16: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 16

klinik yang berat tetapi tidak terbatas pada infeksi. Batasan-batasan ini dan kaitannya didefinisikan dalam tabel berikut ini.11,20,35 Definisi yang digunakan untuk menguraikan keadaan pasien dengan sepsis - Bakteremia

- Systemic inflamatory response syndrome (SIRS)

- Sepsis - Sepsis berat

(“Sepsis Syndrome”)

- Septic shock - Multiple-organ

dysfunction syndrome (MODS)

Adanya bakteri dalam darah, yang dibuktikan dengan kultur darah positif Dua atau lebih dari keadaan-keadaan berikut : (1)demam (>380C) atau hipotermia (<360C);(2)tachypnea (RR>24x/menit);(3)tachyardia(HR>90x/menit);(4)leukositosis (>12.000/ πL), leukopenia (<4000/πL), atau >10% batang. Dapat disebabkan oleh infeksi atau non infeksi. SIRS yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman Sepsis dengan atau lebih tanda-tanda disfungsi organ (seperti asidosis metabolic, encefalopati akut, oliguria, hipoksemia, atau DIC) atau hipotensi. Sepsis dengan hipotensi (TD sistolik < 90mmHg atau berkurang 40 mmHg dari TD normal pasien) yang tidak respons dengan resusitasi cairan, bersama dengan disfungsi organ. Disfungsi dari satu organ atau lebih, memerlukan intervensi untuk mempertahankan homeostasis.

II.2.2. Epidemiologi/Etiologi Di Amerika Serikat terdapat 300.000 – 500.000 kasus sepsis setiap tahun, dan sepsis menimbulkan > 100.000 kematian per tahun.11 Insidens sepsis dan kematian yang berhubungan dengan sepsis di Amerika Serikat meningkat secara dramatik antara tahun 1979 dan 1987, dilaporkan kasus sepsis meningkat 159% menjadi 425.000 kasus per tahun dan kematian yang berhubungan dengan sepsis meningkat 111%, menjadi 107,525 per tahun. Dan kira-kira 200.000 pasien menjadi shock septic setiap tahun. Shock terjadi pada kira-kira 40% pasien dengan sindroma sepsis, dan 60 – 80% pasien dengan septic shock meninggal. Etiologi dari sepsis termasuk bakteri gram negatif, bakteri gram positif, bakteri anaerob obligate, dan jamur.50 Infeksi bakteri aerob dan anaerob sering menyebabkan sindroma sepsis. Bakteri enteric aerob gram negatif yang paling sering dan mempunyai prognosis paling jelek ( misalnya Escherichia coli, kelompok Enterobacteriaceae-serrateiea, Klebs iella species, dan Pseudomonas aeruginosa) . Organisme gram positif yang paling umum menyebabkan sindroma sepsis termasuk, Staphylococcus aureus, Streptococcus penumoniae dan Streptococcus species. Organisme-organisme lain yang mungkin dapat menyebabkan sindroma sepsis termasuk mycobacteria, virus, rickettsia dan protozoa.2 II.2.3. Patogenesis/patofisiologi Patogenesis dari sindroma sepsis, rumit, kompleks, dan kurang dipahami pada saat sekarang ini. Keadaan-keadaan penyakit yang paling sering berhubungan dengan sindroma sepsis termasuk penyakit yang menyebabkan kegagalan respons imun host, seperti psoriasis, luka bakar, trauma multiple, penyakit-penyakit autoimum dan penyakit-penyakit neoplasma, khususnya setelah kemoterapi.20

Page 17: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 17

Kebanyakan pasien-pasien sepsis menunjukan suatu fokus infeksi jaringan sebagai sumber bakteremia, baik intravaskuler atau ekstravaskuler. Jenis bakteremia ini dikenal sebagai secondary bacteremia, dan paling sering berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan respiratorius. Sumber penting yang lain termasuk infeksi intra abdominal ( traktus biliars, abses, enteritis, peritonitis), dan infeksi luka, central nervous system ( CNS), tulang, jaringan lunak kulit, dan kateterisasi intravaskuler atau katub jantung. Dalam jumlah yang bermakna, sumber bakteremia tidak ditemukan, dan keadaan ini disebut sebagai primary bacteremia.50

Kaskade inflamatory host yang menimbulkan sindroma sepsis dapat diawali oleh toksin-toksin yang dilepaskan dari organisme-organisme. Toksin-toksin yang dilepaskan ini disebut eksotoksin, dijumpai pada Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dari jamur. Organisme gram-positive dapat mencetuskan sepsis dan septic shock dengan mekanisme ; (1) bakteria seperti staphylococcus atau streptococcus menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen, (2) bacteria gram-positive melepaskan fragmen-fragmen membran sel yang dapat mengaktifasi rangkaian dari proses terjadinya septic shock.22

Endotoksin adalah lipopolisakarida dan merupakan bagian dari dinding bakteri dan dilepaskan pada bakteri yang mati. Toksin-toksin ini berhubungan dengan organisme-organisme gram negatif dan juga mampu memulai mediator- mediator seluler dan humoral yang diperkirakan untuk membentuk kaskade inflamatori. Berbagai mediator inflamatori, termasuk cytokine, merupakan protein pengatur soluble yang disekresi oleh berbagai sel termasuk makrofag, dilepaskan oleh host yang menderita. Lipopolysaccharide (LPS) endotoksin memulai reaksi patofisiologis dari sepsis gram negatif, yang ditunjukan oleh :

1. Injeksi LPS pada manusia dan binatang percobaan menginduksi dingin, demam, dan shock.

2. Kadar LPS yang tinggi dalam plasma berhubugan dengan kematian yang tinggi pada pasien-pasien sepsis.

3. Kematian yang disebabkan shock dapat dikurangi dengan antibody LPS.

LPS berikatan dengan suatu protein fase akut plasma yang disebut LPS-binding protein (LBP), dan kompleks LPS/LBP kemudian berikatan dengan monosit dan makrofag dengan afinitas tinggi. Protein plasma lain, septin, juga mengikat LPS. Kompleks LPS/LBP berikatan ke reseptor membran makrofag CD14, menyebabkan aktifasi makrofag dan meninduksi sintesis dan sekresi cytokine-cytokine, tomor necrosis faktor (TNF/cachectin) dan interleukin 1 (IL-1) oleh monosit dan makrofag. Cytokine menginduksi sintesis dan ekspresi permukaan dari molekul- molekul adhesi endotelium, termasuk E-selectin, intercelluler adhesion molecule 1 (ICAM-1), dan vasculer cell adhesion molecule 1 ( VCAM-1) meningkatkan perlekatan neutrofil ke endotelium vaskuler. Aktifitas cyclooxygenase membran endotelium juga distimulasi dan menghasilkan prostaglandin, vasodilator yang poten. Vasodilatasi dengan meningkatnya aliran darah dan perlekatan neutrofil ke endotelium vaskuler, meningkatkan inflamasi dengan eksudasi dari antibody dan komplemen, dan emigrasi dari sel-sel fagosit ke jaringan yang infeksi. Efek TNF dan IL-1 ditingkatkan oleh kemampuan LPS untuk mengaktifasi jalur alternatif komplemen dan faktor Hagemen (faktor XII). Aktifasi komplemen menghasilkan anafilatoksin, C3a dan C5a yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dengan merangsang pelepasan histamin dari sel-sel mast jaringan dan basofil darah. C5a juga merupakan chemotaxin kuat dan aktivator neutrofil darah. Aktifasi faktor XII menghasilkan vasodilator bradikinin.44,50

Page 18: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 18

II.2.4. Gambaran Klinis Respons sistemik dari sepsis ditandai dengan demam tiba-tiba, dingin, tachycardia, tachypnea, perubahan status mental, dan /atau hipotensi. Akan tetapi, respons sepsis dapat berjalan secara berangsur-angsur, dan tanda-tanda tersebut tidak dijumpai. Hyperventilasi, disorientasi, dan kebingungan secara diagnostik berguna sebagai tanda-tanda awal. Dapat terjadi hipotensi dan DIC. Tanda-tanda kulit kering dijumpai, termasuk sianosis dan nekrosis iskemik jaringan perifer, sellulitis, pustula, bula, dan lesi hemoragik.2,11 II.2.5. Peranan cytokine pada sepsis Cytokine merupakan soluble non-antibody regulatory protein yang dilepas oleh berbagai sel immunoactive seperti limfosit, fagosit mononuclear dan makrofag. Peranan yang tepat dari cytokine pada sindroma sepsis, saat ini tidak diketahui, tetapi apabila protein-protein ini dimurnikan dan disuntikan ke manusia dengan dosis kecil dapat menimbulkan tanda-tanda sindroma sepsis. Belakangan diperlihatkan bahwa perubahan sistim pembekuan dan fibri nolisis pada plasma selama endotoksemia diperantarai oleh beberapa cytokine proinflamatory, terutama tumor necrosis faktor alpha (TNF α), interleukin 1 (IL-1), dan interleukin 6 (IL-6). Tumor necrosis faktor α (TNFα) kelihatanya merupakan cytokine yang terpenting. Dan suatu studi eksperimental menunjukan bahwa pemberian anti-TNF monoclonal antibodies pada binatang yang diberi dengan Escherichia coli intravena, secara bermakna menurunkan angka kematian. Apabila hambatan antibodi diberikan 2 jam sebelum diberi E.coli, semua binatang hidup, sedangkan binatang yang tidak diberi antibodi tersebut semuanya mati. 22,29,49 Pemberian endotoksin dosis rendah kepada sukarelawan-sukareawan sehat, menimbulkan produksi cytokine dalam sirkulasi, dimulai dengan TNFα, mencapai puncaknya pada 90 menit diikuti dengan IL-6 dan Il-8. Ini berhubugan dengan respons inflmatori berupa suatu peningkatan suhu tubuh dan denyut jantung, penurunan ringan pada tekanan darah, dan penurunan jumlah leukosit diikuti dengan leukositosis. Deteksi dari IL-1β pada percobaan ini lebih sukar untuk dipahami dan beberapa group tidak mampu mendeteksi perubahan yang signifikan pada Il-1β dalam sirkulasi, walaupun terjadi sedikit peningkatan kadar IL-1. Dengan sensitifitas yang tinggi, test -test yang baru dikembangkan mungkin akan lebih sering dapat mendeteksi peningkatan kadar IL-1. IL-1 mungkin terlibat dalam pelepasan IL-6, dimana selama infus IL-1 receptor antagonis (IL-1ra) mengurangi IL-6. Selain itu, injeksi bolus recombinant TNF pada orang sehat menginduksi IL-6 dan IL-8.2 TNF dan IL-1 mampu meningkatkan ekspresi tissue faktor pada kultur sel-sel endotelium in-vitro. Juga pada monosit TNF dapat menginduksi ekspresi TF in vitro. Disamping merangsang prokoagulan, TNF dan IL-1 juga menghambat antikoagulan dengan mengurangi aktifitas trombomodulin pada permukaan sel. TNF juga dapat mengurangi sintesis protein S oleh sel-sel endotelium. Penelitian-penelitian in vitro ini dapat menolong untuk menjelaskan mekanisme- mekanisme tersebut tetapi tidak dapat secara langsung diartikan kepada keadaan-keadaan pada pasien in vivo. Dan injeksi bolus recombinant TNF pada orang sehat menginduksi pembentukan trombin yang terus menerus, yang dibuktikan dengan peningkatan kadar protrombin fragment F1 + 2, dimana mencapai puncak pada 4 – 5 jam setelah injeksi. Aktifasi koagulasi yang diinduksi TNF mirip dengan yang diinduksi oleh endotoksin, kecuali bahwa terjadinya kira-kira 1 – 2 jam lebih cepat menunjukan bahwa endotoksin bertindak melalui pelepasan TNF. Observasi-observasi ini memberi kesan suatu peranan utama TNF sebagai aktifator koagulasi pada keadaan sepsis.49 Anti-inflamatory cytokine seperti IL-10, dapat mengatur aktifasi koagulasi dimana pemberian recombinant IL-10 pada manusia menghilangkan efek koagulasi yang diinduksi endotoksin.29

Page 19: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 19

II.3. GANGGUAN HEMOSTASIS PADA SEPSIS Paradigma fisiologi sepsis berubah, dimana dahulu berfokus pada inflamasi sebagai proses yang dominan dalam kaskade kejadian sepsis yang menyebabkan terjadinya disfungsi organ. Sekarang telah berevolusi untuk menguraikan suatu kompleks interaksi antara inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Penelitian-penelitian terhadap perjalanan dan kelainan-kelainan koagulasi dan fibrinolisis pada sepsis, hubungannya dengan disfungsi endotel, dan faktor-faktor yang dapat memulai perubahan-perubahan ini telah memperlihatkan pentingnya peranan dari mekanisme hemostatis yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini bermanifestasi sebagai disseminated intravascular coagulation (DIC) dan trombosis intravaskuler dan mungkin pada akhirnya merupakan faktor primer yang menimbulkan disfungsi organ dan kematian.32 Proses-proses inflamasi dan koagulasi saling berhubungan. Bermacam-macam mediator inflamasi yang dilepaskan untuk melawan infeksi juga merangsang koagulasi. Lagi pula, agent infeksi dapat menyebabkan kerusakan endotelium, yang juga merangsang koagulasi. Faktor-faktor koagulasi diaktifasi apabila darah kontak dengan jaringan ikat subendotelium atau dengan permukaan yang bermuatan negatif yang terpapar akibat kerusakan jaringan. Pada sepsis, aktifasi koagulasi terutama diatur oleh jalur yang tergantung tissue factor ( jalur ekstrinsik).49 Berbagai cytokine seperti IL-1, dan TNF-α menginduksi ekspresi dari tissue factor (TF) pada sel-sel endotelium dan monosit, mengawali proses koagulasi jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik merupakan mekanisme predominan yang emngaktifasi sistim koagulasi pada sepsis.2 TF dieksresikan pada banyak jaringan, termasuk otak, paru-paru, plasenta dan ginjal. Sel-sel yang menghasilkan TF biasanya tidak kontak dengan darah, tetapi ditemukan pada jaringan perivaskuler dan stroma. Sel-sel darah perifer dan endotelium secara normal tidak menghasilkan TF. Akan tetapi aktifitas TF dalam sel-sel ini meningkat setelah distimulasi dengan beberapa zat seperti endotoksin, tumor necrosis factor α (TNF-α) atau vasculer endotelial growth factor (VEGF). Laporan bahwa kadar TF dari pasien-pasien sepsis secara signifikan lebih tinggi dari pada TF dari pasien-pasien trauma, menunjukan suatu peranan penting untuk komplikasi koagulasi yang dicetuskan TF selama sepsis. Observasi bahwa aktifitas TF meningkat selama infeksi, sesuai dengan penemuan bahwa beberapa species bacteria ( seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus sanguis, Mycobacterium leprae dan Neisseria meningitides)mampu mencetuskan ekspresi TF pada sel-sel endotelium dan monosit oleh produk-produk bakteri.45,48 Pada sepsis, mikroorganisme gram- positive juga dapat mencetuskan aktifitas TF hal ini ditunjukan oleh penemuan bahwa produk-produk bakteri selain endotoksin dapat terlibat dalam pengaturan ( up-regulation) aktifasi prokoagulan. Bakteri gram-positive dapat menginduksi ini secara langsung, sebagaimana berbagai eksotoksin dan peptidoglikan telah terbukti mencetuskan induksi dari cytokine-cytokine proinflamatori, seperti interferon γ, interleukin 1 β (IL-1β), dan TNF-α, merupakan induser yang kuat dari ekspresi TF. Jadi aktifitas TF meningkat pada respons terhadap produk-produk dari bakteria Gram-positive, dan ini dapat menjadi satu tahap awal untuk menginduksi kelainan-kelainan koagulasi pada penyakit-penyakit infeksi.45

Berbagai cytokine seperti IL-1, dan TNF-α menginduksi ekpresi dari TF pada sel-sel endotelium dan monosit, mengawali proses koagulasi jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik merupakan mekanisme predominan yang mengaktifasi sistem koagulasi pada sepsis. TF merupakan mediator yang penting antara sistem imun dan koagulasi, dan merupakan aktifator yang terpenting dari koagulasi pada sepsis. TF berikatan dan mengaktifasi faktor pembekuan VII, dan membentuk Faktor VIIa –

Page 20: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 20

tissue factor complex yang secara cepat dapat merubah Faktor X menjadi faktor Xa, dan faktor IX menjadi trombin ( faktor IIa). Trombin memecah fibrinogen, menghasilkan fibrin monomer ( dan fibrinopeptida A dan B), yang kemudian berpolimerisasi untuk membentuk bekuan fibrin. Pada tahap akhir, sejumlah besar trombi dibentuk. Benag-benang fibrin membentuk suatu gumpalan dengan trombosit-trombosit yang teraktifasi pada endotelium yang rusak dan dibentuk bekuan yang stabil.16,24,32,35 Mekanisme TF dihambat oleh antikoagulan alamiah Tissue Factor Pathway Inhibitor( TFPI). Dalam menghambat TF, TFPI membentuk suatu kompleks inhibitor berjumlah empat ( quarternary) denganTF, faktor VIIa, dan faktor Xa, dan menghambat pembentukan trombin dari protrombin. Pada studi yang dilakukan dengan injeksi endotoksin dan diikuti dengan injeksi TFPI kepada orang sehat, ternyata injeksi endotoksin akan menginduksi aktifasi koagulasi. Dan infus TFPI menginduksi penurunan pembentukan trombin ( tergantung dosis), dan dengan TFPI dosis tinggi hambatan lengkap ( complete blockade) dari aktifasi koagulasi.1,5,16,27,29

Faktor kontak pada jalur intrinsik yang juga diaktifasi sebagai konsekwensi dari pertemuan faktor kontak pada permukaan bakteri. Ini diikuti dengan pelepasan bradykinin, suatu inducer yang poten dari demam, sakit dan hipotensi. Bukti-bukti bahwa sistim kontak teraktifasi selama sepsis, terbukti dari studi-studi bahwa pada pasien-pasien dengan hypotensive septicemia terjadi penurunan yang signifikan kadar faktor-faktor kontak. Aktifasi sistim kontak juga terjadi pada anak-anak dengan meningococcal septic shock, dan kadar FXII dan high-molecular-weight kininogen ( HMWK) rendah pada pasien-pasien systemic inflammatory respons syndrome (SIRS) yang berhubungan dengan fatal outcome dari penyakit. Studi yang lain menunjukan bahwa kadar prekallikrein (PK)-α2-macroglobulin complexes meningkat pada pasien-pasien SIRS. Dan suatu eksperimen pada baboons, menunjukan bahwa hipotensi yang irreversible yang diinduksi oleh infus Escherichia coli berhubungan dengan penurunan kadar HMWK dan peningkatan dari PK-α2-macroglobulin complexes. Dan pemberian suatu inhibitor monoclonal antibody terhadap FXII, menghambat aktifasi kontak dan mencegah terjadinya hipotensi yang irreversible dan memperpanjang masa hidup (survival time) binatang-binatang yang terinfeksi. Bukti-bukti ini menunjukan suatu peranan yang penting untuk sistim kontak dalam kekacauan hemodinamik dari pasien-pasien sepsis.45

Pada kebanyakan pasien-pasien dengan sepsis, sistim fibrinolisis tertekan walaupun aktifasi sistim koagulasi terus berlanjut.32 Studi-studi klinik telah membuktikan bahwa konsentrasi plasminogen pada pasien-pasien sepsis secara signifikan menurun.45 Plasmin dibentuk apabila tissue plasminogen activator (t-PA) mencetuskan perubahan plasminogen menjadi plasmin. Sejumlah zat alamiah melindungi tubuh dari fibrinolisis yang berlebihan dengan menghambat aktifasi plasminogen dan/atau aktifitas fibrinolitik dari plasmin. Dua inhibitor utama dari fibrinolisis adalah plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan trombin activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI). PAI-1 dihasilkan oleh sel-sel endotelium dan trombosit, merupakan inhibitor utama dari t-PA yang bekerja cepat. Endotoksin yang dilepaskan oleh patogen gram negatif meningkatkan aktifitas PAI-1. Belakangan dilaporkan bahwa infus dari recombinant t-PA pada pasien-pasien menderita meningococcal purpura fulminans menghasilkan perbaikan yang dramatik pada hemodinamik dan meningkatkan perfusi kulit. Efek ini mungkin dapat diterangkan dengan observasi bahwa kadar PAI-1 pada pasien-pasien sepsis meningkat secara bermakna.45 Kelainan-kelainan fibrinolitik pada sepsis berupa ; peningkatan aktifitas PAI-1, penurunan aktifitas t-PA, penurunan kadar protein C, dan penurunan kadar plasminogen. Akhirnya, terjadi penekanan fibrinolisis bersamaan dengan aktifasi koagulasi dan menimbulkan coagulopathy pada pasien-pasien sepsis. Pada sepsis,

Page 21: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 21

antikoagulan alamiah yang paling penting peranannya adalah antitrombin, protein C, dan Tissue Factor Pathway Inhibitor (TFPI). Pada penelitian terhadap binatang dengan septic shock oleh karena infus endotoksin atau E.coli, menunjukan bahwa antithrombin, protein C/activated protein C, atau TFPI dapat menurunkan frekuensi kematian pada primata yang bukan manusia dan binatang lainnya.19 Manifestasi klinik paling ekstrem, ketidakseimbangan antara inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis menghasilkan coagulopathy yang meluas dan trombosis mikrovaskuler. Coagulopathy, yaitu disseminated intravascular coagulation (DIC) dapat merupakan komplikasi dari sepsis. DIC adalah suatu sindroma yang didapat, ditandai dengan aktifasi koagulasi intravaskuler hingga pembentukan fibrin intravascular. 29 Dalam satu studi prospektif yang besar, insidens DIC pada sepsis adalah 16%, pada sepsis berat 18% dan pada septic shock 38%.49 Dalam tahun-tahun belakangan ini, mekanisme dari kelainan sistemik penimbunan fibrin pada DIC menjadi semakin jelas. Bertambahnya pembentukan fibrin disebabkan oleh pembentukan trombin yang diperantarai TF dan secara bersamaan kadar Antithrombin-III, protein C, dan protein S, menurun.21 Antithrombin-III (AT -III) merupakan inhibitor trombin yang paling penting dan pada pasien-pasien sepsis jelas menurun. Penurunan ini disebabkan oleh kombinasi dari konsumsi, degradasi oleh elastase yang dilepas dari neutrofil yang aktif, dan kegagalan produksi. Kadar AT -III yang rendah pada DIC berhubungan dengan peningkatan kematian, berhubungan dengan keparahan penyakit dan menjadi marker prognosa yang jelek.29,32 DIC, dengan penimbunan fibrin yang luas pada mikrovaskuler dari berbagai organ, umumnya ditemukan pada septic shock. Hal ini sangat erat kaitannya dengan terjadinya multiple organ failure syndrome dan memberikan prognosis yang jelek dari pasien-pasien dengan septic shock.21.33

BAB III BAHAN DAN CARA PENELITIAN

III.1. POPULASI PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah pasien sepsis dan septic shock, yang tersaring berdasarkan kriteria ‘the American College of the Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis”, dimana di-diagnosa sebagai sepsis apabila dijumpai dua atau lebih dari keadaan berikut, yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman, yaitu :

1. Demam ( >38oC) atau hipotemia ( <36oC) 2. Tachypnea ( RR>24x/menit 3. Tachycardia (HR>90x/menit) 4. Leukositosis (>12.000/πL), leukpenia ( 4000/πL), atau > 10% batang.

Dan didiagnosa sebagai septic shock apabila dijumpai penderita sepsis dengan hipotensi ( TD sistolik < 90 mmHg atau berkurang 40 mmHg dari TD normal pasien) yang tidak respons dengan resusitasi cairan, bersama dengan disfungsi organ.11,20,35

Dari hasil penyaringan dan setelah menjalani proses kriteria eksklusi maka sebagai hasil akhir didapati populasi penelitian sebanyak 39 orang, terdiri dari 21 orang penderita sepsis dan 18 orang normal sebagai kontrol. Semua populasi sepsis berasal dari pasien-pasien yang dirawat-inap dibagian Penyakit Dalam FK-USU/RS.H. Adam Malik Medan dan memenuhi kriteria sepsis tersebut diatas. Sebagai kontrol adalah orang-orang yang sehat dimana tidak dijumpai adanya tanda-tanda infeksi.

Page 22: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 22

III.2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan secara cross-sectional study. Dimana keseluruhan pasien sepsis memenuhi kriteria sepsis, dan dilakukan pemeriksaan assay dari FVII, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT), jumlah trombosit, jumlah lekosit dan laju endap darah. Keseluruhan parameter tersebut dilakukan pemeriksaan analisa satu arah. III.3. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di bagian Patologi Klinik FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan dan bekerja sama dengan Bagian Penyakit Dalam FK-USU/RSUP.H. Adam Malik Medan. Masa penelitian adalah dari mulai bulan Mei 2001 sampai dengan bulan Juli 2002, atau bila pasien sepsis telah mencapai jumlah 30 orang. Penelitian dihentikan apabila salah satu dari syarat masa penelitian telah dicapai. Ternyata sampai dengan bulan Juli 2002 sesuai dengan kriteria waktu penelitian yang disebutkan diatas, dan setelah melalui penyaringan dan eksklusi maka terkumpul hasil akhir populasi sebagai berikut : populasi penelitian sebanyak 39 orang , terdiri dari 21 orang penderita sepsis dan 18 orang normal sebagai kontrol. III.4. PERSYARATAN UMUM SAMPEL

• Keseluruhan pasien maupun control yang masuk dalam penelitian ini diberitahu terlebih dahulu akan tujuan, manfaat serta efek-efek yang kurang menyenangkan, yang mungkin timbul pada mereka. Dan seluruhnya dengan sukarela menyatakan kesediaannya (informed-consent)

• Penelitian ini telah dilaporkan kepada Komite Medik R.S.H. Adam Malik dan disetujui secara lisan dari Ketua Komite Medik.

• Pasien yang dimasukkan dalam penelitian adalah penderita sepsis atau septic shock yang didiagnosa oleh Bagian Penyakit Dalam, sesuai dengan criteria “The American College of Chest Phisicians (ACCP) and the Society for Critical Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definition of Sepsis” seperti tersebut pada sub bab populasi penelitian.

• Untuk kelompok kontrol adalah orang normal yang terdiri dari dokter-dokter peserta program dokter spesialis Patologi Klinik, R.S.H. Adam Malik Medan, teknisi-teknisi laboratorium Patologi Klinik, R.S.H. Adam Malik Medan, mahasiswa- mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan beberapa pasien rawat jalan R.S.H. Adam Malik Medan yang tidak mempunyai tanda-tanda infeksi.

Kriteria eksklusi : Subjek-subjek tersebut dikeluarkan dari penelitian apabila :

1. Dijumpai kelainan/penyakit hati. 2. Menggunakan antikoagulan oral. 3. Menderita penyakit keganasan 4. Mendapat transfusi darah. 5. Pengambilan sample darah tidak dapat dilakukan dengan punksi yang lancar

(clean vent-puncture). Dari hasil awal penyaringan berdasarkan kriteria sepsis sesuai dengan yang

direkomendasikan oleh “the American College of Chest Phisician (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis”, dijumpai populasi awal penelitian adalah 46 subjek dengan perincian 28 pesien sepsis dan 18 kontrol. Populasi awal ini setelah diteliti lagi dengan kriteria eksklusi ternyata 7 orang pasien sepsis yang pada awalnya tersaring, dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi syarat dari kriteria eksklusi tersebut diatas.

Page 23: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 23

Perincian adalah sebagai berikut : Dari ke 7 pasien sepsis tersebut 4 orang menderita penyakit hati kronis (liver cirrhosis), 2 orang menderita keganasan (1 menderita acute leukemia dan seorang menderita gastric cancer), dan 1 orang gagal dilakukan clean veni-puncture).

Setelah dilakukan penyaringan, maka didapat populasi akhir adalah sebagai berikut : Jumlah populasi akhir dari penelitian ini adalah 39 orang, dimana 21 orang penderita sepsis, yang terdiri dari 7 orang laki-laki dan 14 orang perempuan dan umur antara 20 – 70 tahun. Sedangkan kontro l sebanyak 18 orang, terdiri dari 6 orang laki-laki dan 12 orang perempuan dengan umur antara 22 – 70 tahun.

III.5. PROSES PENGAMBILAN/PENGOLAHAN SAMPEL III.5.1. Pengambilan sampel Subjek-subjek diambil sampel darahnya dari vena mediana cubiti dengan tekanan sebesar 40 mmHg dan harus merupakan pengambilan darah tanpa mengalami kesulitan/kegagalan ( clean veni-puncture). Bagi pasien-pasien yang mengalami shock ataupun odema jaringan dimana clean veni-puncture sulit dilakukan maka pengambilan darah arteri dilakukan dengan tanpa pembendungan. Sebagai catatan apabila pengambilan darah terjadi kegagalan atau kesulitan maka pengambilan sample harus diulangi dari pembuluh darah yang lain. Dan apabila dua kali usaha pengambilan sample gagal maka pengambilan sample darah dibatalkan sama sekali. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi tromboplasti jaringan yang terlepas pada waktu pengambilan darah yang tidak mulus, atau pengambilan darah arteri tanpa diberi pembendungan. Pengambilan sampel darah dilakukan tanpa memperdulikan hari keberapa pasien dirawat, dimana apabila ditemukan pasien sepsis maka segera diambil sampel darahnya pada hari itu juga. Dan pada saat pengambilan sampel darah, subjek dalam posisi berbaring. Didaerah lengan yang akan dipunksi sekitar vena mediana cubiti terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan darah sebanyak 6.5 cc dilakukan dengan menggunakan spuit disposable 10 cc, dan darah dibagi menjadi 2 bagian :

1. 4.5 cc darah dimasukkan kedalam tabung plastik yang berisi 0.5 cc Na-citrat 3.8% untuk pemeriksaan protrombin time (PT), activated partial tromboplastin time (aPTT), thrombin time (PT) dan pemeriksaan faktor VII.

2. 2 cc darah dimasukan kedalam tabung dengan anti koagulan EDTA untuk pemeriksaan darah rutin dan jumlah trombosit.

Sampel darah Na Sitrat sebanyak 5 cc sample darah sitrat setelah dipisahkan

sebagai platelet-poor-plasma, maka plasma tersebut digunakan untuk pemeriksaan : Faktor pembekuan VII (FVII), Protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan thrombin time (TT) dengan menggunakan alat haemostatic-autoanalyzer “COAG-A-MATE MTX” ( Organon teknika).

• Pemeriksaan faktor VII, menggunakan reagen Organon. Pemeriksaan berdasarkan one-stage assay dengan dasar pemeri ksaan adalah berprinsip pada pemeriksaan prothrombin time.

• Pemeriksaan PT, menggunakan reagen Organon menurut metode ( one-step method) yang dianjurkan oleh Quick.

• Pemeriksaan aPTT, menggunakan reagen Organon menurut metode Manchester • Pemeriksaan TT, menggunakan reagen Organon menurut metode yang

dianjurkan oleh Dade. Sampel darah EDTA : sebanyak 2 cc sample darah EDTA yang disebutkan

diatas dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu :

Page 24: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 24

v Pemeriksaan darah rutin dilakukan dengan menggunakan alat : Hematologi analyzer Celltac untuk pemeriksaan Hb, jumlah lekosit dan trombosit.

v Pemeriksaan LED dilakukan dengan cara sesuai yang dianjurkan oleh Wetergren. v Pemeriksaan hematokrit menggunakan microcapillary-centrifuge dengan

kecepatan sentrifugasi 15.000 rpm selama 5 menit. v Pemeriksaan hitung jenis leukosit dan morfologi darah dengan apusan darah

yang diwarnai dengan Giemsa. III.5.2. Pengolahan sampel • Pembuatan platelet -poor-plasma

Darah sitrat centrifuge dengan kecepatan 3500 r.p.m selama 15 menit untuk mendapatkan PPP ( Platelet -poor-plasma). Kemudian plasma segera dipisahkan dari darah untuk pemeriksaan PT, aPTT, TT dan faktor VII .(14) Plasma dalam waktu kurang dari 1 jam telah dilakukan pemeriksaan PT, aPTT dan TT. Sedangkan plasma untuk pemeriksaan faktor VII segera dipisahkan dari darah dibekukan dalam pembeku ( frezeer) dengan temperatur -40oC dan disimpan dalam tabung plastik 1 ml hingga dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan assay faktor VII dilakukan dalam waktu 1 bulan sejak penyimpanan di freezer.

III.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM III.6.1. Assay faktor VII.27a Metode : Pemeriksaan berdasarkan one-stage assay dengan dasar pemeriksaan adalah berprinsip pada pemeriksaan faktor assay dengan FVII-depleted plasma didasarkan pada pemeriksaan dasar prothrombin time (PT). Prinsip : pemeriksaan membandingkan kemampuan dari plasma pasien dan plasma standard untuk mengoreksi prothrombin time dari plasma defisiensi faktor VII.25,12

Pemeriksaan adalah berdasarkan normalisasi dari clotting-time dari plasma yang defisien akan FVII ( FVII-depleted plasma) dengan plasma pasien yang akan diperiksa aktifitas FVII-nya. Oleh karena FVII adalah merupakan komponen dari jalur ekstrinsik pembekuan darah, dan pemeriksaan dasar jalur ekstrinsik adalah berdasarkan azas prothrombin time (PT), maka pemeriksaan FVII tersebut adalah menggunakan azas PT. aktifitas tersebut dibandingkan dengan aktifitas FVII dari normal pooled-plasma ataupun plasma kontrol komersiil yang diketahui daya koreksinya. Perbandingan kekuatan aktifitas adalah dengan membandingkan masing-masing kurve aktifitas pasien terhadap kurve aktifitas normal pooled-plasma atau plasma komersiil. Persiapan reagen :

• FVII-depleted plasma dilarutkan dengan 1.0 ml aqua bidestilla, vial tutup kembali dan biarkan pada temperatur kamar ( 20-250C) selama 30 menit. Campur dengan baik baik sebelum digunakan.

• Plasma reference sebagai plasma kontrol komersial dilarutkan dengan 1 ml aqua bidestilla, biarkan selama 30 menit dan campur baik-baik.

• Thromboplastin yang digunakan adalah : Simplastin Excel S oleh karena pemeriksaan ini adalah berdasarkan pada one-stage faktor assay berdasarkan prothrombin time.

• Imidazole Buffered Saline. Pembuatan kurve reference ( kalibrasi) : pembuatan kurve ini dilakukan secara otomatis oleh alat COAG-A-MATE MTX. Alat ini secara otomatis akan melakukan pengenceran dari plasma reference komersiil dalam pengenceran 100%, 75%, 50%, 25%, 12.5%. 100 πL Plasma reference yang telah diencerkan oleh alat tersebut dicampurkan secara otomatis dengan 100 πLFVII-depleted plasma pada saat ini terjadi normalisasi

Page 25: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 25

dari FVII depleted plasma dengan plasma reference tersebut. Campuran tersebut kemudian diinkubasi secara otomatis pada temperatur 370C selama 1 menit. Kedalam kedua campuran plasma ditambahkan thromboplastin sampai membeku ( plasma clotting time) akan dicatat oleh alat COAG-A-MATE MTX. Perbandingan kurve yang diplot berdasarkan double-log sheet dalam program alat tersebut akan secara otomatis membandingkan aktifitas dari plasma pasien dengan plasma reference, yang aktifitasnya akan dinyatakan sebagai aktifitas 100%. Kurve reference ( kalibrasi). CAM-MTX ORGANON TEKNIKA LAB. PATOLOGI KLINIK RSUP H. ADAM MALIK Reperence Curve for Test Method : * Factor VII-Simplastin Excel S

Page 26: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 26

Hal yang sama juga dilakukan pada plasma pasien yang akan diperiksa dimana 100ul plasma pasien ditambahkan kedalam kedalam 100πL FVII depleted plasma dan telah diinkubasi selama 1 menit maka kedalam campuran plasma tersebut ditambahkan 200πL larutan kerja thromboplastin. Waktu terjadinya pembekuan dicatat. Pengukuran aktifitas dari FVII pasien tersebut adalah dengan membacanya melalui kurve reference yang telah dibuat diatas tersebut. Aktifitas faktor VII Aktifitas FVII dinyatakan sebagai aktifitas FVII pasien dibandingkan dengan aktifitas 100% dari plasma reference. III.6.2. Pemeriksaan Prothrombin Time (PT)

• Pemeriksaan PT dilakukan dengan memakai reagen Organon menurut metode ( one-step method) yang dianjurkan oleh Quick.

Prinsip : Prinsip test ini merupakan rekalsifikasi plasma dengan penambahan thromboplastin. Pemeriksaan in vitro menunjukan kegunaan dari sistim pembekuan darah jalur eksterinsik. 13 Cara kerja : v Campur satu vial reagen tromboplastin ( Simplastin Excel S) dengan satu

vial pelarut, goyang (putar-putar) dengan kuat untuk menjamin rehidrasi lengkap. Dan sebelum digunakan harus dicampur dengan baik hingga homogen.

v Hangatkan sejumlah volume reagen thromboplastin pada 370C (0.2 ml per test).

v Beri label tabung test (sampel dan kontrol), dan masukan 0.1 ml sampel atau kontrol kedalam tabung yang sesuai.

v Inkubasi masing- masing tabung ( sampel dan kontrol) pada 370C selama 3 – 10 menit.

v Tambahkan 0.2 larutan reagen thromboplastin hangat kedalam tabung yang berisi plasma diatas dan secara bersamaan jalankan stopwatch.

v Tabung digoyang dan perhatikan terbentuknya bekuan, saat terbentuknya bekuan stopwatch dihentikan dan catat waktu ( dalam detik).

III.6.3. Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) Pemeriksaan APTT dilakukan dengan memakai reagen Organon menurut metode Manchester. Prinsip Test : Aktifator silica dan fosfolipid akan mengaktifasi mekanisme koagulasi setelah penambahan ion klsium. Pemeriksaan in vitro menunjukan efisiensi dari sistim pembekuan darah jalur instrinsik.13 Cara kerja : v Hangatkan sejumlah volume kalsium klorida 0.025 M pada suhu 370C v Beri label masing- masing tabung test ( sampel dan kontrol), dan masukan 0.1

ml sampel atau kontrol kedalam tabung yang sesuai. v Lalu tambahkan 0.1 ml reagen aPTT ( Platelin LS) kedalam masing-masing

tabung ( sampel dan kontrol) v Inkubasi masing- masing tabung pada suhu 370C selama 5 menit. v Segera tambahkan sebanyak 0,1 ml larutan kalsium klorida 0,025 M yang

hangat kedalam masing- masing tabung dan secara bersamaan jalankan stopwatch untuk menentukan lamanya waktu untuk terbentuk bekuan.

v Tabung digoyang dan perhatikan terbentuknya bekuan, dan stopwatch dihentikan saat terbentuknya bekuan, dan catat waktunya ( dalam detik).

Page 27: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 27

III.6.4. Thrombin Time (TT) Pemeriksaan TT dilakukan dengan memakai reagen Organon teknika, dengan menurut metode yang dianjurkan oleh Dade. Prinsip Test : Pemberian larutan thrombin pada plasma akan menimbulkan perubahan fibrinogen menjadi fibrin.13 Cara kerja : v Campur satu vial reagen trombin ( Thromboquick®) dengan 3.0 ml aqua

bidestilata, putar-putar hingga tercampur rata ( jangan dikocok) v Hangatkan reagen trombin paad suhu 370C selama 2 menit. v Beri label masing- masing tabung test ( sampel dan kontrol), dan masukan 0.2

ml sampel atau kontrol kedalam tabung yang sesuai dan hangatkan pada suhu 370C selama 2 menit.

v Tambahkan sebanyak 0,2 ml reagen trombin kedalam masing- masing tabung yang berisi 0,2 ml plasma, dans egera jalankan stopwatch.

v Goyang dan perhatikan terbentuknya bekuan. Saat terbentuknya bekuan stopwatch dihentikan, dan cata waktu ( dalam detik).

III.7. PEMANTAPAN KWALITAS LABORATORIUM Pemantapan kwalitas penting dilakukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya. Program kontrol meliputi pengumpulan dan penanganan specimen, reagen, bahan reference, peralatan, serta teknik pemeriksaan. Pemantapan kwalitas pemeriksaan Sampel darah untuk pemeriksaan FVII, PT, aPTT dan TT diambil dengan menggunakan spuit disposibel, dan sebanyak 4.5 cc dimasukan kedalam tabung plastik yang berisi 0.5 cc Na-citrat 3.8%. Kemudian darah tersebut di centrifuge dengan kecepatan 3500 r.p.m selama 15 menit untuk mendapatkan PPP ( platelet -poor-plasma). Pemantapan kwalitas untuk faktor VII, dilakukan dengan memakai plasma kontrol normal dari kit reagen „Organon“ ( verify 1) . Jika hasil pemeriksaan plasma kontrol normal berada dalam batas-batas normal, maka hasil pemeriksaan saat itu dianggap baik. Pemeriksaan plasma kontrol normal dilakukan saat mulai pemeriksaan. Dan juga dilakukan dengan membuat pooled plasma dengan mengumpulkan plasma dari 20 orang normal dengan cara seperti diatas, kemudian dicampur hingga rata, kemudian dimasukan kedalam cuvet 1 cc dan disimpan dalam freezer dengan temperatur -400C. Sebelum melakukan pemeriksaan plasma dicairkan ( thawing) pada temperatur 370C. Dari pooled plasma ini dilakukan pemeriksaan FVII pada 20 cuvet dengan 2 seri pemeriksaan ( pada hari yang berbeda) untuk mendapatkan nilai rata-rata dan standard deviasi (SD). Pooled plasma hanya digunakan untuk kontrol pada pemeriksaan pertama dari sampel penelitian, oleh karena plasma untuk pemeriksaan FVII hanya disimpan dalam waktu satu bulan. Dan hasil kontrol pada pemeriksaan sampel yang pertama in dinyatakan baik, yaitu masuk dalam mean (108.9%). Semua reagensia disimpan dalam refrigerator pada temperatur 4 – 80C. Reagensia dilarutkan segera sebelum digunakan. Tabung-tabung untuk penyimpanan serta pemeriksaan digunakan tabung yang baru. Alat COAG-A-MATE MTX terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan kalibrator yang sesuai dengan standard reference dan spesifikasi alat untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pemantapan kwalitas pemeriksaan PT,aPTT, dan TT dilakukan dengan memakai plasma kontrol normal dari kit reagen „Organon“ (verify 1). Pemeriksaan plasma kontrol normal dilakukan pada saat awal pemeriksaan. Jika hasil

Page 28: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 28

pemeriksaan plasma kontrol normal berada dalam batas-batas nilai yang dicantumkan dalam kit reagen, maka hasil pemeriksaan saat itu dianggap baik. III.8. ANALISA STATISTIK Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik computer dengan program OXSTAT-V. Perbedaan dua parameter di-test dengan test kemaknaan Mann-Whitney U sedangkan hubungan dua parameter dilakukan dengan menggunakan correlation test.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini adalah suatu penelitian cross-sectional yang dilakukan untuk mengetahui aktifitas faktor pembekuan VII (FVII) pada sepsis. Pada awalnya direncanakan untuk me-rekrut jumlah kasus sepsis sebanyak 30 pasien ataupun bila tidak tercapai maka penelitian yang dilaksanakan bekerjasama dengan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dimulai pada bulan Mei 2001 akan diakhiri sampai bulan Juli 2002. Ternyata akhirnya oleh karena sulitnya rekrut dari kasus-maka pengakhiran dari penelitian ( end of the study) dilakukan berdasarkan waktu penelitian yang telah habis, dimana pada akhir Juli 2002 resmi penelitian ini dihentikan. Dalam kurun waktu penelitian selama ± 1 tahun, didapat jumlah pasien yang diteliti sebanyak 46 pasien yang terdiri dari 28 orang pasien sepsis dan 18 orang kontrol normal. Dari 28 pasien sepsis ini, 7 orang dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi persyaratan berdasarkan kriteria eksklusi. Dari hasil penyaringan tersebut, maka didapat sebagai populasi akhir adalah sebagai berikut : jumlah populasi akhir 39 orang dimana 21 orang pasien sepsis ( tabel 1) dan 18 orang kontrol. Semua populasi sepsis berasal dari pasien-pasien yang dirawat -inapkan di bagian Penyakit Dalam FK-USU/R.S. H. Adam Malik Medan dan memenuhi kriteria sepsis dari ACCP dan SCCM, yaitu didiagnosa sebagai sepsis apabila dijumpai dua atau lebih dari keadaan berikut : (1) demam ( >380C) atau hipotermia ( <360C), (2) tachypnea (RR>24x/menit), (3) tachycardia (HR>90x/menit), (4) leukositosis ( >12.000/µL, leukopenia ( <4000/ µL), atau 10% batang, yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman. Dan diagnosa sebagai septik shock apabila dijumpai penderita sepsis dengan hipotensi (TD sistolik < 90mmHg atau berkurang 40mmHg dari TD normal pasien) yang tidak respons dengan resuitasi cairan, bersama dengan disfungsi organ.11,20,35 Dari 21 orang penderita sepsis tersebut diatas :

• 9 orang memenuhi 4 kriteria sepsis tersebut diatas. • 9 orang memenuhi 3 kriteria yaitu :

- 3 orang memenuhi kriteria ; temperatur >380C, HR> 90x/menit, dan leukosit >12.000/µL

- 2 orang dengan ; HR >90x/menit, RR >24x/menit, dan leukosit >12.000/µL

- 1 orang dengan ; temperatur >380C, RR>24x /menit dan leukosit >12.000/µL

- 1 orang dengan, temperatur >380C, HR>90x/menit, dan leukosit <4000/µL

- 1 orang dengan , temperatur >380C, HR>90 x/menit, dan RR >24 x/menit. - 1 orang dengan, HR>90 x/menit, dan RR >24x/menit, dan neutrofil batang

> 10%. • 3 orang memenuhi 2 kriteria yaitu ;

- 2 orang dengan RR >24x/menit, dan leukosit >12.000/µL

Page 29: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 29

- 1 orang dengan ; HR >90 x/menit, dan RR >24x/menit - 1 orang dengan temperatur >380C, HR >90 x/menit

Dan dari 21 pasien sepsis tersebut, 2 orang menderita septik shock. Setelah dilakukan analisis data-data penelitian, diperoleh hasil sebagai

berikut : (tabel 1). Dari 21 pasien sepsis yang dimasukan dalam penelitian ini didapati aktifitas factor VII ; mean ± SD adalah 65.50 ± 18.10%, sedangkan pada kelompok kontrol mean ± SD adalah 129.91 ± 18.49%. dari hasil tersebut terlihat bahwa faktor VII pada pasien-pasien sepsis seperti aktifitasnya secara signifikan lebih rendah dibanding kontrol (p<0.001) (gambar 1), sedangkan Prothrombin Time (PT) pada pasien-pasien sepsis lebih tinggi dari kontrol (p<0.001) (gambar 2). Dan dijumpai korelasi terbalik antara faktor VII dan PT dimana koefisien korelasinya r = -0.622 (gambar 3). No. Parameter Kelompok sepsis

Mean ± SD Kelompok kontrol Mean ± SD

1. Faktor VII (%) 65.50 ± 18.10 129.91 ± 18.49 2. PT (INR) 1.22 ± 0.21 0.98 ± 0.07 3. PT (detik) 15.3 ± 2.7 12.77 ± 0.74 4. aPTT (ratio) 1.05 ± 0.2 1.03 ± 0.15 5. APTT (detik) 30. 58 ± 6.97 31.16 ± 2.52 6. TT (ratio) 1.04 ± 0.20 0.91 ± 0.11 7. TT ( detik) 12.45 ± 2.27 11.12 ± 1.27 8. Trombosit ( x109/I) 203.52 ± 84.43 350 ± 50.89 9. Leukosit (x109/I) 15.41 ± 5.92 8.52 ± 1.33 10. LED (mm/jam) 61.62 ± 34.52 10.22 ± 3.78

Tabel diatas memperlihatkan Mean ± SD dari FVII, PT,aPTT, TT, jumlah trombosit, leukosit dan LED dari pasien-pasien penderita sepsis dan contoh normal. FVII dinyatakan dalam % aktifitas dibandingkan dengan plasma reference yang dianggap mempunyai aktifitas 100%. Hasil PT dinyatakan dengan international normalized ratio (INR), aPTT dan TT dengan ratio yaitu angka nilai aPTT dan TT dalam detik dibagi kontrol masing- masing dalam detik. Jumlah trombosit dan lekosit dalam x109/I. Laju endap darah dinyatakan dalam kecepatan sedimentasi dalam mm/jam.

Page 30: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 30

Gambar 1. Aktivitas FVII pada sepsis dan kontrol

0

20

40

60

80

100

120

140

160

SEPSIS KONTROL

Gambar ini menunjukan aktifitas FVII dari kelompok sepsis dan kontrol, dimana aktifitas FVII pada penderita sepsis adalah lebih rendah bermakna (p<0.001). Mean ± SD adalah 129.91 ± 18.49%

F-VII (%)

P<0.001

Page 31: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 31

Gambar 2. Nilai Prothrombin Time rata-rata pada pasien sepsis dan kontrol

Gambar ini menunjukan nilai prothrombin time (PT) yang dinyatakan dalam INR dari pasien sepsis dan kontrol normal. Disini terlihat PT dari pasien sepsis adalah lebih panjang bermakna (1.22 ± 0.21) dibanding kontrol normal ( 0.98 ± 0.07)

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

SEPSIS KONTROL

P< 0.001

Page 32: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 32

Gambar 3. Korelasi antara aktivitas faktor VII dan PT

Gambar menunjukan korelasi terbalik antara aktivitas faktor VII dan prothrombin time dengan coefficient of correlat ion, r = -0.622, p = 0.003 Akan tetapi, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dari ratio aPTT atau TT pasien dalam detik dibagi kontrol masing- masing dalam detik ( p>0.05) (gambar 4) Hitung trombosit pada pasien-pasien sepsis menunjukan hasil lebih rendah dari kelompok kontrol, dimana didapati mean ± SD pada pasien-pasien sepsis adalah 203.52 ± 84.43 x 109/L, sedangkan pada subjek normal mean ± SD adalah 350 ± 50.89 x 109/L (p<0.001), walaupun jumlah trombosit rata-rata pada pasien-pasien sepsis masih dalam batas normal (gambar 5). Sedangkan hitung leukosit dan pemeriksaan laju endap darah (LED) pada pasien-pasien sepsis lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Pada penelitian ini didapati jumlah leukosit pada pasien sepsis adalah mean ± SD = 15.41 ± 5.92 x 109/L, sedangkan pada kontrol normal mean ± SD = 61.62 ± 34.52 mm/jam, dan pada control normal mean ± SD = 10.22 ± 3.78 mm/jam, dimana keduanya p<0.001 ( gambar 6 dan 7).

2.0 -

1.5 -

1.0 -

0.5 -

| 20

| 40

| 60

| 80

| 100

r = - 0.0622

PT (INR)

F VII (%)

Page 33: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 33

SepsisaPTT

KontrolaPTT

Sepsis TT Kontrol T

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

SEPSIS KONTROL

Gambar 4. Ratio rata-rata aPTT dan TT Ratio

Gambar ini menunjukan nilai activated partial thromboplastin time (aPTT) yang dinyatakan dalam ratio dari pasien sepsis dan kontrol normal. Disini terlihat bahwa aPTT dari pasien sepsis tidak berbeda bermakna dengan kontrol normal (p>0.05), begitu juga dengan nilai rata-rata thrombin time (TT) dari pasien sepsis dan kontrol (p =0.052).

Gambar 5. Jumlah trombosit rata-rata pada sepsis dan kontrol

0.85 -

0.9 -

0.95 -

1 -

1.05 -

1.1 -

Jumlah Trombosit (x 109/L

P >0.05

P = 0.052

Page 34: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 34

02468

1012141618

SEPSIS KONTROL

Gambar ini menunjukan jumlah rata-rata trombosit (x109/L) dari pasien sepsis dan kontrol. Disini terlihat bahwa jumlah trombosit pada pasien sepsis secara bermakna lebih rendah dari kontrol normal ( p <0.001), dimana jumlah trombosit pada pasien sepsis Mean ± SD adalah 203.52 ± 84.43, sedangkan pada kontrol 350 ± 50.89

Gambar 6.

Jumlah leukosit rata-rata pada sepsis dan kontrol

Pada gambar ini terlihat bahwa jumlah leukosit ( x 109/L) pada pasien sepsis rata-rata lebih tinggi dari kontrol normal, dimana pada kelompok sepsis Mean ± SD adalah 8.52 ± 1.33.

5.9

1.3

p < 0.001

Jumlah leukosit (x109/L

Page 35: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 35

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Sepsis Kontrol

Gambar 7. Nilai rata-rata LED pada sepsis dan kontrol

Gambar ini menunjukan nilai rata-rata laju endap darah (mm/jam) dari pasien sepsis dan kelompok kontrol. Dimana pada sepsis nilai LED nya secara bermakna lebih tinggi dari kelompok kontrol (p<0.001).

BAB V DISKUSI

Telah lama dikenal oleh para peneliti bahwa sepsis berhubungan erat dengan

terjadinya gangguan pembekuan darah. Beberapa kasus sepsis yang telah memasuki tahap lanjut terlihat pada fase-fase timbulnya tendensi terjadinya perdarahan. Salah satu yang khas pada sepsis adalah perdarahan yang timbul tersebut menjurus pada terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC), dan timbulnya keadaan tersebut adalah terjadi tanpa adanya rupture (koyak) dari lapisan endotelium.

Telah banyak penelitian yang dilaporkan tentang kejadian sepsis tetapi bagaimana tepatnya pembekuan darah dipacu sehingga terjadi kekacauan sistim pembekuan masih terus dipelajari dan diperdebatkan. Laporan akhir-akhir ini menunjukan bahwa sepsis yang disebabkan oleh Gram negative septicaemia adalah merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan sistim pembekuan darah. Dari bakteri Gram negatif, yang paling sering disebutkan sebagai pencetus adalah endotoksin yang dilepaskan sewaktu terjadinya kehancuran ( cytolysis) dari bakteri tersebut. Endotoksin tersebut merangsang sel-sel mononuklear untuk melepaskan mediator yang berupa tumor necrosis factor (TNF) atau interleukin-1 (IL-1) yang

LED (mm/jam)

34.5

3.8

P < 0.001

Page 36: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 36

mana disebutkan terakhir ini akan merangsang endotelium untuk mengaktifkan sistim pembekuan darah.

Pada awalnya para peneliti menganggap bahwa pemacuan sistim pembekuan darah melalui jalur instrinsik mungkin memegang peran penting karena dari jalur tersebut dilepaskan bradikinin yang bertanggung jawab atas terjadinya hipotensi pada sindroma shock yang biasa terjadi pada septic -shock syndrome.

Penelitian yang mendalam akhir-akhir ini menunjukan bahwa ternyata jalur instrinsik tidak memegang peran yang terlalu dominant, akan tetapi yang sangat berperan dalam terjadinya gangguan sistim pembekuan pada sepsis adalah jalur ekstrinsik. Dan yang paling banyak dilaporkan memainkan peran yang penting adalah tissue factor. Pentingnya tissue faktor dalam sepsis ini terlihat ditemukan suatu zat yang beredar dalam darah dan jaringan, yang disebut tissue faktor pathway inhibitor (TFPI). Penemuan TFPI memberikan nuansa baru bagi peneliti haemostasis dan sepsis karena TFPI ini dianggap sebagai suatu jalur baru ( new pathway) dalam sistim pembekuan darah.

TFPI adalah suatu inhibitor yang dengan erat melakukan kompeks dengan tissue factor, FVII, dan faktor pembekuan X (FX) dimana kompleks yang terbentuk ini akan menghambat pembentukan trombin. Dengan demikian maka aktifasi dari tissue faktor menjadi terhambat.1

Laporan-laporan yang datang pada sepsis adalah bahwa terjadinya penurunan aktifasi dari TFPI. Penurunan ini sangat besar kemungkinan terjadi akibatnya over-consumption dari TFPI oleh proses DIC. Oleh karena adanya penurunan kadar TFPI pada pasien sepsis, maka beberapa peneliti mencoba memberikan TFPI kepada baboon yang sengaja diinfeksi dengan kuman Eschericia coli (E.coli) via intra-venous infusion dan juga kepada kelinci yang diinfeksi dengan kuman E.coli tersebut ke daerah intra-peritoneal. Ternyata pemberian TFPI tersebut selain meningkatkan kadar TFPI didalam aliran darahnya juga mengurangi angka kematian pada kedua jenis hewan tersebut. Dan selain itu, TFPI yang diberikan dalam dosis rendah tidak memberikan efek antikoagulan, akan tetapi dapat mengurangi angka kematian pada kelinci yang diinfeksi secara intra peritoneal tersebut. Mekanisme bagaimana kadar rendah TFPI dapat menurunkan angka kematian masih belum dapat terjawab.1,24

Selain pada hewan, maka TFPI juga telah mulai dicoba pada manusia dan terlihat tendensi memberikan pengaruh yang baik pada pasien yang menderita sepsis. Walaupun begitu masih diperlukan studi yang lebih besar dan melibatkan jumlah individu yang lebih besar untuk memastikan hal tersebut pada manusia.1

Diluar dari laporan-laporan tentang tissue factor dan TFPI, maka salah satu zat yang lain yang sangat penting pada jalur ekstrinsik adalah FVII. Sayangnya sejauh ini laporan tentang FVII pada sepsis praktis sangat minim sekali. Telah diketahui bahwa FVII akan membentuk kompleks bersama tissue factor untuk mengaktifkan jalur ekstrinsik. Tidak jelas mengapa laporan tentang FVII relatif minim dibanding tissue factor. Salah satu kemungkinan adalah karena ditemukannya jalur sistim pembekuan darah yang baru yaitu TFPI yang merupakan inhibitor alamiah dari tissue factor.

Sejauh ini beberapa laporan tentang FVII adalah dari binatang primate yang bukan manusia ( non-human primate), dimana injeksi endotoksin dosis rendah pada binatang tersebut, dihasilkan trombin yang dimediasi oleh faktor VII, sedangkan kadar dari marker- marker aktifasi jalur instrinsik masih dalam batas (range) normal.49 Dan satu laporan tentang FVII pada pasien-pasien sepsis dan septic shock dimana populasi penelitian tersebut melibatkan pasien-pasien neutropenia yang diinduksi oleh kemoterapi, dilaporkan bahwa terjadinya penurunan kadar Faktor VII activity dan Faktor FVV Ag yang secara signifikan lebih besar pada pasien-pasien yang berkembang menjadi septic shock.33

Page 37: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 37

Pada laporan tersebut, terlihat FVII baik aktifitasnya maupun antigennya menurun pada sepsis, dan penurunannya lebih bermakna pada pasien-pasien yang menderita septic shock dibanding dengan penderita sepsis. Penurunan kedua pertanda FVII yaitu aktifitas dan antigen secara bersamaan menunjukan bahwa pada studi tersebut terjadi penurunan FVII yang sesungguhnya dan bukan hanya suatu disfungsi. Tetapi oleh karena studi tersebut melibatkan pasien-pasien yang menjalani kemoterapi sedangkan kemoterapi sendiri dapat mempengaruhi aktifitasnya dari faktor-faktor pembekuan maka studi tersebut masih tidak jelas apakah penurunan FVII disebabkan oleh karena sepsis atau karena pengaruh obat kemoterapi.

Pada penelitian kami ini, populasinya tidak terdapat pasien dengan neutropenia oleh karena kemoterapi, ternyata dan hasilnya menunjukan bahwa FVII lebih rendah secara bermakna dibanding dengan subjek-subjek yang normal. Maka dapat disimpulkan bahwa menurunnya FVII pada sepsis adalah karena proses sepsisnya sendiri.

Walaupun sepsis sebagai penyebab turunnya FVII, tetapi tidak jelas mekanisme mengapa FVII menjadi lebih rendah pada penderita-penderita sepsis . Salah satu teori bahwa sepsis dapat menganggu fungsi hati, sedangkan sintesa FVII terjadi dihati dengan bantuan vitamin K, tetapi pada penelitian ini pasien-pasien dengan gangguan fungsi hati dikeluarkan dari penelitian. Maka kemungkinan penurunan FVII oleh karena gangguan sintesa dapat disingkirkan.

Kemungkinan lain adalah oleh karena FVII banyak digunakan akibat dipacu oleh sepsis yang pada dasarnya cenderung mengarah pada DIC.

Dan ternyata penurunan FVII pada pasien-pasien yang diteliti disini diikuti dengan pemanjangan dari prothrombin time (PT). Hal ini tidak mengherankan karena FVII adalah ,merupakn komponen dari jalur ekstrinsik dan PT selama ini juga dipakai sebgai test untuk memonitor aktifitas dari jalur ekstrinsik pembekuan darah. Maka pemanjangan dari PT pada penelitian ini sangat mungkin disebabkan oleh penurunan aktifitas FVII. Walaupun demikian, analisa statistik dengan correlation study menunjukan angka yang mendekati satu. Dengan demikian maka hubungan korelasi negative dari FVII dan PT adalah kurang baik. Tidak jelas benar mengapa FVII dan PT walaupun yang satu adalah komponen jalur ekstrinsik dan satunya lagi test parameter jalur ekstrinsik tidak memberikan hubungan yang baik. Salah satu kemungkinan adalah bahwa test PT bukanlah hanya mengukur aktifitas FVII saja tetapi juga mengukur beberapa komponen dari sistim pembekuan darah. Apabila hal ini benar maka tidak mengherankan apabila coefficient of correlation yang didapat kurang baik.

Fakta bahwa pada sepsis jalur instrinsik tidak terlalu memegang peran yang penting dapat dilihat dari hasil penelitian ini, dimana aPTT yang merupakan parameter pengukuran jalur instrinsik tidak memberikan hasil yang berbeda bermakna antara pasien-pasien sepsis dengan kontrol normal. Masih banyak yang harus diungkapkan mengapa jalur instrinsik tidak terlalu dipengaruhi pada keadaan sepsis. Salah satu kemungkinan adalah bahwa pada sepsis tidak terjadi rupture dari endothelium sedangkan jalur instrinsik sangat penting pemacuannya apabila terjadi kerusakan endothelium. Hal ini oleh karena zat-zat yang berada pada ruang sub-endotelium seperti collagen yang bermuatan ion negative dapat memacu jalur instrinsik tersebut. Demikian juga dengan hasil thrombin time (TT) yang telihat tidak menunjukan perbedaan bermakna antara kelompok sepsis dan kontrol normal ( p=0.052). Walaupun tidak bermakna tetapi hasil tersebut menunjukan angka pencapaian yang berada pada boder-line. Thrombin time, walaupun memeriksa jalur bersama ( final common pathway) tetapi secara partial dipengaruhi juga oleh aktifitas dari sistim pembekuan darah jalur ekstrinsik. Maka aPTT yang tetap dan TT yang berubah dan mencapai secara statistik perbedaan yang hampir bermakna, menunjukan bahwa jalur instrinsik tidak memegang peranan sebesar jalur ekstrinsik.

Page 38: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 38

Dari hasil pemeriksaan jumlah leukosit dijumpai bahwa leukosit pada pasien-pasien sepsis secara bermakna lebih tinggi dari subjek-subjek normal ( p<0.001). Hal ini tentu saja sejalan dengan kriteria sepsis yang dipakai, dimana salah satu dari kriteria tersebut adalah leukositosis. Sedangkan trombosit pada pasien-pasien sepsis, secara bermakna lebih rendah dibanding dengan subjek normal (p<0.001), hal ini mungkin bahwa pada pasien-pasien sepsis tersebut ada tendensi untuk menjurus kearah DIC, walaupun jumlah trombosit rata-rata dari pasien-pasien sepsis tersebut masih dalam batas normal.

Selain dari pada kesemuanya yang telah disebut diatas ternyata peran dari FVII pada kontribusi sepsis dan mencetuskan DIC sangat penting. FVII bersama tissue factor adalah salah satu komponen dasar terbentuknya trombin. Yang disebutkan terakhir ini yaitu trombin adalah merupakan zat yang penting dalam menjaga keseimbangan antara efek procoagulant dan proinflammatory. Hal ini dapat terlihat bahwa pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, lebih banyak menampilkan gambaran klinis dari terjadinya reaksi proinflammatory yang menyebabkan terjadinya organ damage dan multiple organ failure. Hal ini tidak seperti pada DIC pada umumnya, dimana efek DIC pada sepsis lebih menonjol efek gangguan organ dibandingkan dengan efek perdarahan yang mungkin muncul.

Setelah menelaah hasil penelitian ini, maka dapat kiranya dikatakan bahwa penelitian FVII pada sepsis yang dilakukan oleh peneliti merupakan salah satu penelitian yang jarang atau mungkin belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Laporan tentang FVII pada sepsis pada manusia sebegitu jauh adanya dari pasien-pasien sepsis yang menjalani kemoterapi, sedangkan pada penelitian ini tidak ada satupun pasien yang menjalani kemoterapi untuk penyakit keganasan.

Penelitian ini diutamakan untuk mengetahui fakta apakah memang FVII berubah pada sepsis atau tidak sama sekali. Dan penelitian FVII pada sepsis ini dapat dikatakan sebagai penelitian yang jarang dilakukan pada manusia.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aktifitas faktor VII pada sepsis lebih rendah bermakna dibanding orang normal, dan memerlukan penelitian jauh kedepan untuk mengetahui mekanisme mengapa FVII menurun aktifitasnya pada sepsis. Walaupun mungkin dapat digunakan sebagai salah satu pertanda DIC, sampai saat ini belum dapat dipakai saran dan diagnostik.

Page 39: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 39

KEPUSTAKAAN

1. Abraham E.Tissue faktor inhibition and clinical trial result of tissue faktor pathway inhibitor in sepsis. Crit care med. 2000 ; 28(suppl):S31 – 3.

2. Astiz ME, Rackow EC. Septic shock. The lancet 1998 ; 351 : 1501 – 5. 3. Bauer KA, Rosenberg RD. Control of coagulant reaction. In : Beutler E,

Lictman MA, Coller BS, Kipps TJ, Eds. Williams Hematology.5th ed. New York : McGraw-Hill, 1995 : 1139 – 251

4. Bauner KA. Laboratory markers of coagulation activation. In : McArthur JR, Lee SH, Wong JEL, et al. Eds. Proceeding of the 26th Congress of the International Society of Haemotology ; 1996 August 25 – 29 ; Singapore, 1996 : 435 – 7.

5. Bough RJ, Broze Jr GJ, Krishnaswamy S. Regulation of Extrinsic Pathway Faktor Xa Formation by Tissue Faktor Pathway Inhibitor. J Biol Chem 1998;273 :4378 – 86.

6. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, et al. Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severer sepsis. N Eng J Med 2001 ; 344 : 699 - 709

7. Bithell TC. Blood coagulation. In : Lee GR, Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukens JN, Editor. Wintrobe’s Clinical Hematology. Volume 1, 9th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1993 : 566 – 615.

8. Bithell TC. Platelets and megakaryocytes. In : Lee GR, Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukens JN, Editors. Wintrobe’s Clinical Hematology. Volume 1,9th ed. Philadelphia : Lea & Febriger, 1993 : 511 – 39.

9. Bithell TC. The physiology of primary hemostasis. In : Lee GR, Bithell TC, Foester J, Athens JW, Lukens JN, Editors. Wintrobe’s Clinical Hematology. Volume 1, 9th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1993 : 540 – 65.

10. Bithell TC. Thrombosis and antithrombotic theraphy. In : Lee GR, Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukens JN, Editor. Winstrobe’s Clinical Hematology : 1,9th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1993 : 1515 – 51.

11. Braundwald E. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, eds. Sepsis and septic shock. In : Harrison’s manual of medicine. New York : McGraw-Hill, 2002 : 129 – 32.

12. Brozovic M, Mackiel. Investigation of a bleeding tendency. In : Dacie JV, Lewis SM, eds. Practical Haemotology. Seventh ed. London : Chruchill Livingtone, 1993 : 293 – 318.

13. Brozovic M. Investigation of acute haemostatic failure. In : Dacie JV, Lewis SM, eds. Practical Haemotology. Seventh ed. London : Chruchill Livingtone, 1993 : 279 – 84.

14. Brozovic M. Investigation of Haemostasis. In : Dacie SJV, Lewis SM, editors. Practical Haemotology. Seventh ed. London : Chruchill Livingtone, 1993 : 279 – 84.

15. Burstein SA, Breton-Gorius J. Megakaryopoiesis and platelet formation. In : Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Eds. Williams Hematology. 5th ed. New York : McGraw-Hill, 1995 : 1149 – 60

16. Cate HT. pathophysiology of disseminated intravascular coagulation in sepsis. Crit care med 2000 ; 28 (suppl) : S9 – S11

17. Chong BH. The “New” coagulation cascade. Proceeding of the 4th Malaysian Natinonal Heamotology Scientific Meeting, 2002 Mar 15-17; Penang, Malaysia.

18. Eichinger S, Mannucci PM, Tradati F, et al. Determinant of plasma faktor VIIa Levels in Humans. Blood 1995 ; 86 : 3021 – 5.

Page 40: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 40

19. Esmon CT. introduction : are natural anticoagulants candidates for modulating the inflammatory response to endotoxin ? Blood 2000;95 : 1113 – 6.

20. Evans TW, Smithies M. ABC of intensive care Organ dysfunction. BMJ 1999 ; 318 : 1606-9.

21. Fourrier F, Chopin C, Goudemand J, Hendrycx S, Caron C, Rime A. Marey A, Lestavel P. Septic shock, multiple organ failure and disseminated intravascular coagulation. Compared patterns of antithrombin III, protein C and protein S deficiencies. Chest 1992 ; 101 (3), 816-23

22. Glauser MP. Pathophysiologic basic of sepsis : Consideration for future strategies of intervention. Crit care med 2000; 28(suppl) : S4 – 8

23. Goodnight SH, Hathaway WE. Disorder of haemostatis & thrombosis a clinical quide. Second ed. New York : McGraw-Hill, 2001

24. Hack CE. Tissue faktor pathaway of coagulation in sepsis. Crit care med 2000 ; 28(suppl) : S25-30.

25. Hayes TE, Pike J, Tracy RP. Faktor VII Assays. Arch Pathol Lab Med 1993 ;117 : 52-7.

26. Jackson CM. Biochemistry of prothrombin activation. In : Bloom AL, Thomas DP, eds. Haemostasis and thrombosis. London : Churchill Livingtone, 1981 : 140 -62.

27. Jonge ED, Dekkers PEP, Creasey AA, et al. Tissue faktor pathway inhibitor dose-dependently inhibits coagulation activation without influencing the fibrinolytic and cytokine response during human endotoxemia. Blood 200 ;95 : 1124 – 9.

28. A. Laffan MA, Manning RA. Investigation of haemostasis. In : Lewis SM, Bain BJ, Bates I, eds. Practical Haematology 9th edition. London : Churchill Livingtone, 2001 : 339 – 90.

29. Lammle B, Griffin JH. Formation of the fibrin clot;the balance of procoagulant and inhibitory factors. In : Hoffbrand AV, Lasch HG, Nathan DG, et al, Eds Clinics in haemotology ; 14;2. philadelphia : W.B. Saunders Company, 1985 : 281 – 342.

30. Levi M, Jonge ED, Poll TVD, Cate HT. Novell approaches to the management of disseminated intravascular coagulation. Crit care med 2000;28(suppl) : 20-4.

31. Mann KG, Gaffney D, Bovill EG. Molecular biology, biochemistry, and lifespan of plasma coagulation faktor. In : Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Eds Williams hematology. 5th ed. New York : McGraw-Hill, 1995 : 1206 - 26

32. Marcus AJ. Platelets and their disorders. In : Ratnoff OD, Forbes CD, editors. Disorders of hemostasis. Philadelphia : Saunders, 1996 : 79 – 137

33. Martin GS. The complex Role of cagulation in pathophysiology of sepsis. Proceeding of the 30th International educational and scientific symposium of the society of critical care medicine ; Day 1 –February 10, 2001 http://www.medscape.com/medscape/cno/2001/SCCM/Story.cfm?story_id=2081

34. Mesters RM, Mannucci PM, Coppola R, et al. Faktor VIIa and Antithrombin III Activity During Severe Sepsis and Septic Shock in Neutropenic Patient. Blood 1996;88:881-6.

35. Miller JL. Blood coagulation and fibrinolysis. In : Henry JB. Ed. Clinical diagnosis & management by laboratory methods. 18th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1991 : 734-57.

36. Moore DJ. Pathogenesis and management of septic shock. The Dalhousie Medical Journal, December 1997 http://www.medicine.dal.ca/sdmss/dmj/dmjonlin/winter97/otig5.htm

Page 41: AKTIFITAS FAKTOR VII PADA SEPSIS SULIARNI Bagian …library.usu.ac.id/download/fk/patologi-suliarni.pdf · Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai ...

©2003 Digitized by USU digital library 41

37. Morrissey JH. Plasma faktor VIIa : Measurement and potential clinical significance. Haemostasis 1996 ; 26 (suppl 1) : 66 – 71.

38. Opal SM. Sepsis. In : Scientific American Medicine. Copyright© 1999, Scientific American, Inc.

39. Peterson LC. Effect of Ca2+ on the structure and function of faktor VIIa. Haemostasis 1996;26 (suppl 1) : 40 – 4.

40. Pittet D, Harbarth, S, Suter PM, et al. impact of immunomodulating theraphy o morbidity in patient with severe sepsis. Am J Repir Crit Care Med 1999;160:852-7.

41. Prentice. Acquired coagulation disorders. In : Hoffbrand AV, Lasch HG, Nathan DG, et al, eds. Clinical in haemotology. Volume 14;Number2. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1985 : 413 – 37

42. Ratnoff OD. Hemostatic defects in liver and biliary tract disease and disorders of vitamin K metabolism. In : Ratnoff OD, Forbes CD, eds. Disorders of hemostasis. Philadelphia : Saunders, 1996 : 422 – 42.

43. Root RK, Jacobs R. Septicemia and septic shock. In : Wilson JD, Braunwald E, Isselbacker KJ, et al. Eds. Harison’s Principles of internal medicine. 12th ed. New York : McGraw-Hill, 1991 : 502-7

44. Saito H. Normal hemostatic mechanisms. In : Ratnoff OD, Forbes CD, editors. Disorders of hemostasis. Philadelphia : Saunder, 1996 : 23 – 52

45. Stove S, Welte T, Magner TO, Kola A, Boutsch W, Khol J. circulating complement proteins in patiens with sepsis or systemic inflammatory response syndrome. Clin and diag. Lab Imunology, 1996 : 3 (2) : 175 – 83.

46. Tapper H, Herwald H. Modulation of hemostatic mechanism in bacterial infectious diseases. Blood 2000;96 : 2329 – 36.

47. Thomson JM, Poller L. The activated partial thromboplastin time. In : Thomson JM, et. Blood coagulation and haemostasis. 3rd ed. Edinburgh London Melbourne and New York : Churchill Livingtone, 1085 : 301-39.

48. Taylor FB, Eada H, Kinasewitz G. Description of compresented and uncompensated dessiminated intravascular coagulation (DIC) response ( non-over and over DIC) in baboon models of intravenous and intraperitoneal Eschericia coli sepsis and in the human model of endotoxaemia : Toward a better definition of DIC. Crit care Med; 2000;28;9 (suppl), S 12-9.

49. Van der Pool T, Buller HR, ten Cate H, Wortel CH, Bauser KA, van de Venter SJ, Hack CE, SAuerwein HP, Rosenberg RD, ten Cate JW. Activation of coagulation after administration of tumor necrosis faktor to normal subjects. N.E.J Med : 1990 ; 322 (23), 1622-7.

50. Vervloet MG, Thijs LG, Hack CE. Derangements of coagulation and fibrinolysis in critically III patient with sepsis and septic shock. Seminars in thrombosis and hemostasis 1998 ; 24 : 33 – 44.

51. Warren JR. sepsis. In : Shulman ST, Phair JP, Peterson LR, Warren JR, eds. Infectious diseases. 5th ed. Philadelphia : W.R. Saunders Company, 1997 : 475-89.

52. Zur M, Nemerson Y. Tissue factor pathway of blood coagulation. In : Bloom AL, Thomas DP, eds. Haemostasis and thrombosis. London : Churchill Livingtone, 1981: 124-39.