akalasia esofagus Radiodx

25
BAB I PENDAHULUAN Akalasia esofagus adalah gangguan motorik pada otot polos esofagus, yangmemiliki karakteristik berupa kegagalan spinchter esofagus bawah untuk berelaksasi dan tidak adanya gerakan peristaltik pada esofagus. 1,2 Akalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1672 oleh Sir ThomasWillis. Pada tahun 1881, von Mikulicz mendeskripsikan penyakit ini sebagai suatu kardiospasme, di mana gejalanya lebih disebabkan oleh suatu gangguan fungsional daripada suatu gangguan mekanik. Pada tahun 1929, Hurt dan Rake menyatakan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh kegagalan spinchter esofagus bawah untuk berelaksasi. Mereka lalu menyebutnya sebagai “akalasia”, kata dari bahasaYunani yang berarti gagal untuk berelaksasi. 2,3 Insiden akalasia esofagus di Amerika Serikat sekitar 1 per 100.000 orangper tahun, dengan rasio antara pria dan wanita adalah 1:1. Akalasia esofagus lebih sering terjadi pada orang dewasa, terbanyak sekitar usia 25-60 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini juga sangat jarang ditemukan, dan secara genetik tidak ditemukan hubungan. Kurang dari 5% dari kasus terjadi pada anak-anak, di mana mengenai anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan, dengan rasio 6:1. 2,4,5

description

akalasia esofagus Radiodx

Transcript of akalasia esofagus Radiodx

BAB I

PENDAHULUAN

Akalasia esofagus adalah gangguan motorik pada otot polos esofagus, yangmemiliki

karakteristik berupa kegagalan spinchter esofagus bawah untuk berelaksasi dan tidak adanya

gerakan peristaltik pada esofagus. 1,2

Akalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1672 oleh Sir ThomasWillis. Pada

tahun 1881, von Mikulicz mendeskripsikan penyakit ini sebagai suatu kardiospasme, di mana

gejalanya lebih disebabkan oleh suatu gangguan fungsional daripada suatu gangguan mekanik.

Pada tahun 1929, Hurt dan Rake menyatakan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh

kegagalan spinchter esofagus bawah untuk  berelaksasi. Mereka lalu menyebutnya

sebagai “akalasia”, kata dari bahasaYunani yang berarti gagal untuk berelaksasi. 2,3

Insiden akalasia esofagus di Amerika Serikat sekitar 1 per 100.000 orangper tahun,

dengan rasio antara pria dan wanita adalah 1:1. Akalasia esofagus lebih sering terjadi pada orang

dewasa, terbanyak sekitar usia 25-60 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini juga sangat jarang

ditemukan, dan secara genetik tidak ditemukan hubungan. Kurang dari 5% dari kasus terjadi

pada anak-anak, di mana mengenai anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan,

dengan rasio 6:1. 2,4,5

Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data Divisi Gastroenterologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun

waktu 5 tahun (1984-1988). Sebagian besar kasus terjadi pada umur pertengahan

dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama. 6

Gejala awal penyakit ini terselubung karena itu pasien baru berobat setelah

stadium lanjut. Terdapat beberapa pilihan diagnosis seperti manometri, barium

esofagogram, esofagoduodenoskopi, CT-scan esophagus dan akhir-akhir ini

manometri resolusi tinggi dapat mengklasifikasikan akalasia menjadi berbagai

tipe. Pilihan terapi akalasia antara lain intervensi farmakologi, terapi endoskopi,

bedah minimal dan radikal.7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Esofagus

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkanmakanan dari

rongga mulut ke lambung. Dalam perjalanannya dari faring menujugaster, esofagus melalui tiga

kompartemen, yaitu leher, toraks dan abdomen.Esofagus yang berada di leher adalah sepanjang

lima sentimeter dan berjalan diantara trakea dan kolumna vertebralis, serta selanjutnya memasuki

rongga torakssetinggi manubrium sterni. 8

Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastinum posterior mulai dibelakang

lengkung aorta dan membelok ke kiri dari trakea di belakang bronkuscabang utama kiri,

kemudian agak membelok ke kanan beberapa sentimeter padaarea subcarinal dan kembali

membelok ke kiri dan depan aorta torakalis, dan masuk ke dalam rongga perut melalui hiatus

esofagus dari diafragma dan berakhir di kardialambung. Panjang esofagus yang berada di rongga

perut berkisar dua sampai empatsentimeter. Diameter rata-rata esofagus pada orang dewasa

sekitar 2,5 sentimeter. 8,9

Otot esofagus sepertiga bagian atas adalah otot serat lintang yangberhubungan erat

dengan otot-otot faring, sedangkan dua pertiga bagian bawahadalah otot polos yang terdiri atas

otot sirkular dan otot longitudinal sepertiditemukan pada saluran cerna lainnya. 8,9

Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifatspinchter,

terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara faring dan esofagus, yaitu tempat

peralihan otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada

bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta danbronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak

bersifat spinchter. 8,9

Gambar 1. Struktur esofagus

Gambar 2. Daerah penyempitan esofagus

Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas dariesofagus yang

berada di leher dan rongga dada mendapat darah dari arteri tiroideainferior, beberapa cabang

arteri bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta.Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut

mendapat darah dari arteri frenikainferior kiri dan cabang arteri gastrika kiri. 8,9 

Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosa esofagus. Di esofagus bagian atas

dan tengah, aliran vena dari pleksus esofagus berjalan melalui venaesofagus ke vena azygos dan

vena hemiazygos untuk kemudian masuk ke vena cavasuperior. Di esofagus bagian bawah,

semua pembuluh vena masuk ke dalam venakoronaria, yaitu cabang vena porta sehingga terjadi

hubungan langsung antarasirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian bawah melalui

vena lambung tersebut. Hubungan ini yang menyebabkan timbulnya varises esofagus bila

terjadi bendungan vena porta. 8,9

Gambar 3 dan 4. Vaskularisasi esofagus

Pembuluh limfe esofagus membentuk pleksus di dalam mukosa, submukosa,lapisan otot,

dan tunika adventisia. Di bagian sepertiga cranial, pembuluh iniberjalan secara longitudinal

bersama dengan pembuluh limfe dari laring ke kelenjardi leher, sedangkan dari bagian dua

pertiga kaudal dialirkan ke kelenjar seliakus,seperti pembuluh limfe dari lambung. Ductus

torachicus berjalan di depan tulang belakang toraks di sebelah dorsalkanan esofagus, kemudian

menjelang setinggi vertebra thorakal VI atau VII kesebelah kiri belakang esofagus untuk turun

kembali dan masuk ke dalam venasubklavia kiri. 8

B. Fisiologi Esofagus

Motilitas yang berkaitan dengan esofagus adalah menelan. Menelan dimulaiketika suatu

bolus secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulutmenuju faring. Tekanan bolus

di faring merangsang reseptor tekanan di faring yangkemudian mengirim impuls aferen ke pusat

menelan di medula. Pusat menelankemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang

terlibat dalam prosesmenelan. Menelan adalah suatu contoh refleks all-or-none yang

terprogram secaras ekuensial dengan berbagai respons dipicu dalam suatu rangkaian waktu

spesifik; jadi, sejumlah aktivitas yang sangat terkoordinasi dipicu dalam pola

teratur selamaperiode waktu tertentu untuk melaksanakan tindakan menelan. Menelan

dimulai secara volunter, tetapi setelah dimulai proses tersebut tidak dapat dihentikan. 10

Menelan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap orofaring dan tahap esofagus.Tahap

orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa perpindahan bolus darimulut melalui faring

dan masuk ke esofagus. Saat masuk faring sewaktu menelan,bolus masuk ke saluran lain yang

berhubungan dengan faring. Dengan kata lain,makanan harus dicegah untuk kembali ke mulut,

masuk ke saluran hidung, dan masuk ke trakea. Semua ini dilaksanakan melalui berbagai

aktivitas terkoordinasi sebagai berikut. 10

1. Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah menekan langit-

langit

2. Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehinggasaluran hidung

tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung.

3. Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupanerat pita

suara melintasi lubang faring, atau glotis. Bagian awal trakea adalah laring, tempat pita

suara terentang di dalamnya. Selama menelan, pita suara melaksanakan fungsi yang tidak

berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otot-otot laring menyebabkan pita suara merapat erat

satu sama lain, sehingga pintumasuk glotis tertutup. Selain itu, bolus menyebabkan suatu

lembaran kecil jaringan ikat, epiglotis, tertekan ke belakang menutupi glotis

yang menambah proteksi untuk mencegah makanan masuk ke saluran pernapasan.

4. Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasanterhambat secara

singkat sehingga individu tidak mencoba melakukan usaha yang sia-sia untuk bernapas.

5. Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke

dalam esofagus

Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh spinchter. Spinchter adalah strukturesofagus ke

lambung, berotot berbentuk cincin yang jika tertutup mencegahlewatnya benda melalui saluran

yang dijaganya. Spinchter esofagus atas adalahspinchter faringoesofagus, dan spinchter bawah

adalah spinchter gastroesofagus. 10

Pusat menelan memulai gelombang peristaltik primer yang mengalir daripangkal ke

ujung esofagus, mendorong bolus di depannya melewati esofagus kelambung. Peristaltik

mengacu pada kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuleryang bergerak secara progresif ke

depan dengan gerakan mengosongkan,mendorong bolus di depan kontraksi. Apabila bolus

berukuran besar atau lengkettertelan, dan tidak dapat terdorong ke lambung oleh gelombang

peristaltik primer,bolus yang tertahan tersebut akan meregangkan esofagus dan memicu reseptor

tekanan di dalam dinding esofagus, menimbulkan gelombang peristaltik kedua yang lebih kuat

yang diperantarai oleh pleksus saraf intrinsik di tempat peregangan. Spinchter esofagus melemas

secara refleks saat gelombang peristaltik mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat

masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung, spinchter gastroesofagus kembali

berkontraksi. 10

C. Patofisiologi Akalasia

Teori utama yang dapat menjelaskan penyakit ini yaitu : 5

1. Terjadi abnormalitas neurogenik primer yang disertai dengan tidak berfungsinya neuron

inhibitorik dan terjadi degenerasi progresif dari ganglionsel

2. Terjadi defisiensi dari ganglion sel pleksus mienterik, dapat juga disebabkan oleh Gastro-

Esophageal Reflux Disease (GERD), penyakit Chagas, dan infeksi virus

Abnormalitas motorik pada akalasia esofagus merupakan hasil daripenurunan fungsi pada

motor neuron yang terletak pada pleksus mienterikusintramural. Secara fungsional, kontraksi

spinchter esofagus diatur oleh pelepasanneurotransmitter eksitatorik (asetilkolin dan substansi P)

dan relaksasi spinchteresofagus diatur oleh pelepasan neurotransmitter inhibitorik (nitrit oksida

dan vasoactive intestinal peptide). Seseorang yang menderita akalasia esofaguskehilangan

ganglion sel inhibitori yang menyebabkan ketidakseimbangan dalamtransmisi neuron eksitatori

dan inhibitori, sehingga mengakibatkan timbulnyatekanan yang tinggi pada spinchter esofagus

dan tidak dapat berelaksasi. 2,4

D. Gejala Klinis

Pasien dengan akalasia esofagus biasanya memiliki riwayat berupa disfagia yang bersifat

intermitten, baik ketika menelan makanan padat maupun makanan cair, yang diperburuk dengan

stress emosional atau cara makan yang terburu-buru. Disfagia ketika menelan makanan

cairmerupakan manifestasi klinis yang pertama terjadi. Regurgitasi makanan dapat terjadi karena

terdapat retensi sejumlah besar makanan pada esofagus yang berdilatasi. Regurgitasi ini sering

terjadi pada malam hari karena posisi pasien yang telentang ketika tidur, dan hal ini berpotensi

menyebabkan suatu pneumonia aspirasi. Kadang-kadang, makanan dapat tertinggal pada

esofagus (sebelum bagian yang menyempit) dan biasanya pasien mengatasi hal ini dengan

minum air dalam jumlah yang besar agar meningkatkan tekanan pada esofagus dan

memaksamakanan untuk melaluinya dan masuk ke lambung. Nyeri dada retrosternal yang

berat dapat terjadi karena adanya tekanan yang tinggi pada esofagus, dan paradokter sering

mendiagnosis nyeri ini sebagai nyeri yang berasal dari jantung. Gejala heartburn-like chest

pain juga ditemukan pada beberapa penderita akalasia esofagus, mungkin disebabkan karena

adanya asam laktat yang terbentuk dari fermentasi sisa-sisa makanan pada lumen esofagus. Pada

penderita akalasia esofagus, kehilangan berat badan mungkin saja terjadi karena pasien berusaha

mengurangi makannya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri didaerah

retrosternal. Jika kehilangan berat badan terjadi dengan cepat, dapatdipikirkan suatu keganasan

sebagai penyebab akalasia esofagus. 1,4,11,12

E. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan radiologi,pemeriksaan

manometrik esofagus, dan pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium untuk menegakkan diagnosis akalasia esofagus,seringkali tidak dilakukan karena

tidak memiliki kontribusi yang bermakna. 2,12

1. Pemeriksaan radiologi

Secara sederhana, foto toraks dapat menunjukkan bahwa seseorang dicurigaimenderita

akalasia esofagus. Pada akalasia esofagus, foto toraksmenunjukkan pelebaran mediastinum

yang berasal dari esofagus yangberdilatasi dan tidak adanya gelembung udara yang normal

pada lambung,karena kontraksi spinchter esofagus bawah mencegah udara untuk masuk

kedalam lambung. 13

Gambar 5. Gambaran foto toraks pada akalasia esofagus. Tanda panah

menunjukkan esofagusyang berdilatasi hebat

Pemeriksaan esofagografi dengan menggunakan barium, memiliki akurasisekitar 95%

dalam mendiagnosis akalasia esofagus, dan secara khasmenunjukkan bagian esofagus yang

berdilatasi dan terdapat juga bagian yangmenyempit yang menyerupai paruh burung (bird-

beak appereance) atau menyerupai ekor tikus (mouse tail appereance) akibat kontraksi

spincht eresofagus bawah secara persisten. 13

Gambar 6. Pemeriksaan esofagografi pada penderita akalasia esofagus, menunjukkan esofagus bagian distal yang menyerupai paruh burung (bird-beak

appereance) atau ekor tikus (mouse tail appereance)

2. Manometrik esofagus

Manometrik esofagus adalah pemeriksaan yang terbaik (gold standar)

untuk mendiagnosis akalasia esofagus. Guna pemeriksaan manometrik adalah

untuk menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan didalam

lumen dan spinchter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkankelainan motilitas

secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa

untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Hal-hal yang dapat ditunjukkan

pada pemeriksaan manometrik esofagus, antara lain: 12,13

a. Relaksasi spinchter esofagus bawah yang tidak sempurna

b. Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi esofagussecara

simultan sebagai reaksi dari proses menelan.

c. Tanda klasik akalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yangtinggi pada

spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah saat istirahat lebih besar

dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian proksimal dan media saat istirahat

(relaksasi) melebihi tekanan di lambung saat istirahat (relaksasi)

Gambar 7. Teknik pemeriksaan esofagus

Gambar 8. Gambaran manometri esofagus pada pasien dengan akalasia esofagus

3. Pemeriksaan endoskopi

Pemeriksaan endoskopi direkomendasikan pada penderita akalasia esofagus,untuk

menyingkirkan kausa malignansi pada esophagogastric junction. Pada akalasia

esofagus primer, pemeriksa melihat esofagus yang berdilatasi danmengandung sisa-sisa

makanan dan spinchter esofagus tidak membuka secara spontan. Jika akalasia esofagus

disebabkan oleh neoplasma atau striktur fibrosis esofagus, spinchter esofagus biasanya

dapat dibuka dengan sedikit memberikan tekanan pada saat melakukan tindakan

endoskopi. 13

Gambar 9. Perbandingan akalasia esofagus jika dilihat secara: A. Anatomis, B. Endoskopi,C. Esofagografi

F. Penatalaksanaan Akalasia

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat

dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberidiet tinggi kalori, medikamentosa,

tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller). 12

1. Terapi Non-Bedah

a. Medikamentosa

Pemberian obat yang bersifat merelaksasikan otot polos, sepertinitrogliserin 5 mg

sublingual atau 10 mg per oral, dan juga methacholine,dapat membuat spinchter

esofagus bawah berelaksasi sehingga membantumembedakan antara suatu striktur

esofagus distal dan suatu kontraksi spinchter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga

diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mg sublingual), dimana

dapat mengurangitekanan pada spinchter esofagus bawah. Namun demikian, hanya

sekitar10% pasien yang berhasil dengan terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk

pasien lanjut usia yang mempunyai kontraindikasi terhadap pneumatic dilation atau

tindakan pembedahan. 1,2

b. Injeksi Botulinum Toksin

Suatu injeksi botulinum toksin intra-spinchter dapat digunakan untuk menghambat

pelepasan asetilkolin pada bagian spinchter esofagus bawah,yang kemudian akan

mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik.

Dengan menggunakan endoskopi, toksindiinjeksi dengan memakai jarum skleroterapi

yang dimasukkan ke dalamdinding esophagus dengan sudut kemiringan 45°, di mana

jarum dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di atas

squamocolumnar  junction. Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas

batasproksimal dari spinchter esofagus bawah dan toksin tersebut diinjeksisecara kaudal

ke dalam spinchter. Dosis efektif yang digunakan, yaitu 80-100 unit/ml yang dibagi

dalam 20-25 unit/ml untuk diinjeksikan padasetiap kuadran dari spinchter esofagus

bawah. Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan

hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian yang terbatas,

dimana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia 6 bulansetelah

terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupunsetelah beberapa kali

penyuntikan dua setengah tahun kemudian. Sebagai tambahan, terapi ini sering

menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal junction, yang

selanjutnya dapat membuat miotomimenjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya

diaplikasikan pada pasien lanjut usia, yang mempunyai kontraindikasi terhadap

pneumatic dilation atau tindakan pembedahan. 2,11

Gambar 10. Teknik injeksi intrasphincteric pada akalasia

c. Pneumatic Dilation

Pneumatic dilation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-tahun. Suatu

balon dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang bertujuan untuk

merupturkan serat otot dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan

awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50% pada 10 tahun

kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilakukan dilatasi. Rasio terjadinya perforasi

sekitar 5%. Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk

penutupanperforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi kiri.Insidens

dari refluks gastroesophageal yang abnormal adalah sekitar 25%.Pasien yang gagal

dalam penanganan pneumatic dilation biasanya diterapi dengan miotomi Heller. 2

Gambar 11. Teknik pneumatic dilation pada akalasia

2. Terapi Bedah

Suatu laparoskopik miotomi Heller dan partial fundoplication adalah suatu prosedur

pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (miotomi)

dari spinchter esofagus bawah (5 cm) danbagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti

oleh partial fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit

selama 24-48 jam, dankembali beraktivitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu. Secara

efektif,terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien,dan

insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karenakeberhasilan yang

sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat,

maka terapi ini dianggap sebagai terapi utamadalam penanganan akalasia esofagus. Pasien

yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan tindakan dilatasi,

operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (esofagektomi).2

G. Prognosis Akalasia

Prognosis akalasia esofagus bergantung pada durasi penyakit dan banyak sedikitnya

gangguan motilitas. Semakin singkat durasi penyakit dan semakin sedikitgangguan motilitasnya,

maka prognosis untuk kembali ke ukuran esofagus yangnormal setelah pembedahan (miotomi

Heller) memberikan hasil yang sangat baik.Apabila tersedia ahli bedah, pembedahan

memberikan hasil yang lebih baik dalammenghilangkan gejala pada sebagian besar pasien, dan

memberikan hasil yang lebih baik daripada tindakan pneumatic dilation. Obat-obatan dan

toksin botulinum sebaiknya digunakan hanya pada pasien yang tidak dapat menjalani

pneumatic dilation dan laparoskopik miotomi Heller. 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al,editors.

Harrison’s principles of internal medicine 17th ed. New York: McGraw Hill,Health

Professions Division; 2008.2.

2. Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2015 March 15].

Available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/169974  

3. Williams VA, Peters JH. Achalasia of the esophagus: a surgical disease. American College

of Surgeons 2009; 208: 151.4.

4. Paterson WG, Goyal RK, Habib FI. Esophageal motility disorders [online]. 2006[cited

2015 March 15].

Available from: URL:http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo20.html  

5. Fernandez PM, Lucio LAG, Pollachi F. Esophageal achalasia of unknown etiologyin

children. Jornal de Pediatria 2004; 80: 524

6. HA Fuad Bakry F . Akalasia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta :

InternaPublishing; 2009. p.488

7. Andree Kurniawan, Marcellus Simadibrata, Prima Yuriandro, et al. Approach

for Diagnostic and Treatment of Achalasia. The Indonesian Journal of

Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy Volume 14, Number

2, August 2013

8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran

EGC; 2005. h. 499-501.7.

9.  Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s anatomy for students. USA:

Elsevier;2007. p. 192-8

10. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996. h.548-50

11. Kumar P, Clark M. Gastrointestinal disease-motility disorder. In: Kumar P, Clark M,

editors. Clinical medicine 6th edition. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2009. p.277-8.11.

12. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,

hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2007. h. 290

13. Spechler SJ. Esophageal disorders. In: Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine

3rd edition. USA: WebMD Inc; 2007